Penerapan Etika Komunikasi Interpersonal Pada Mahasiswa Program Diploma Ipb

PENERAPAN ETIKA KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA
MAHASISWA PROGRAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

ENDEN DARJATUL ULYA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penerapan Etika
Komunikasi Interpersonal pada Mahasiswa Program Diploma IPB adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016
Enden Darjatul Ulya
NIM I352130171

RINGKASAN
ENDEN DARJATUL ULYA. Penerapan Etika Komunikasi Interpersonal pada Mahasiswa
Program Diploma IPB. Dibimbing oleh AMIRUDDIN SALEH dan WAHYU BUDI
PRIATNA.
Peningkatan kualitas sumber daya manusia dilakukan salah satunya melalui pendidikan
karakter. Salah satu parameter untuk menilai kualitas sumber daya manusia adalah dengan
melihat daya sociological seseorang yaitu kemampuan yang berkaitan dengan interaksi sosial
dan komunikasi (Susanto 2010). Kemampuan berinteraksi sosial dan komunikasi menjadi
semakin penting untuk ditingkatkan dalam era globalisasi dewasa ini dimana kerjasama
global makin marak dilakukan.
Penelitian bertujuan untuk menjawab beberapa pertanyaan dalam perumusan masalah,
yaitu 1) Menganalisis penerapan etika komunikasi interpersonal pada mahasiswa Program
Diploma Institut Pertanian Bogor (IPB); 2) Menganalisis hubungan antara penerapan etika
komunikasi dengan karakteristik individu pada mahasiswa Program Diploma; 3)
Menganalisis hubungan antara penerapan etika komunikasi interpersonal dengan karakteristik
keluarga pada mahasiswa program Diploma; 4) Menganalisis hubungan antara tingkat

pengetahuan dan sumber informasi mengenai etika komunikasi dengan penerapan etika
komunikasi pada mahasiswa program Diploma IPB.
Penelitian didesain sebagai penelitian eksplanasi untuk melihat hubungan atau
korelasional. Lokasi penelitian dipilih dengan sengaja (purposive), yaitu kampus Program
Diploma IPB. Lokasi dipilih sesuai dengan sampel yang akan diambil. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Desember 2015 dengan 6202 orang populasi dan 197 orang sampel.
Sampel ditentukan dengan menggunakan teknik pengambilan sampel acak distratifikasi.
Jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin. Instrumen yang digunakan
dalam penelitian ini berupa butir pertanyaan yang telah disusun dalam bentuk kuesioner.
Karakteristik individu responden sebagian besar adalah perempuan, dari suku
campuran, dan beragama Islam. Sampel berasal dari 14 program keahlian yang ada pada
program Diploma IPB, dan duduk di semester tiga. Sampel sebagian besar bertempat tinggal
asal dari perkotaan, memiliki uang saku pada tingkat menengah, dan sebagian ikut serta dalam
organisasi. Karakteristik keluarga responden adalah berasal dari tipe keluarga utuh dengan
tingkat pendidikan orang tua tinggi, sebagian besar pekerjaan ayah adalah wiraswasta dan
pekerjaan ibu sebagian besar adalah ibu rumah tangga. Responden memiliki tingkat
pendapatan keluarga yang tinggi. Responden memiliki tingkat penerapan etika komunikasi
pada kategori cukup atau sedang. Melalui analisis korelasi menggunakan uji korelasi Khi
kuadrat diperoleh hasil bahwa penerapan etika komunikasi berhubungan dengan karateristik
responden pada peubah tempat tinggal asal responden.

Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan: 1) perlunya mengintegrasikan
peningkatan kualitas komunikasi dengan intensif antara mahasiswa asal desa dan kota, salah
satunya melalui keikutsertaan dalam organisai yang melibatkan mahasiswa dengan asal
tempat tinggal yang heterogen; 2) untuk memahami hasil penelitian ini akan lebih menarik
jika responden pada penelitian selanjutnya terdiri dari seluruh jenjang pendidikan yang ada I
IPB yaitu Diploma, Sarjana, dan Pascasarjana.
Kata kunci: etika komunikasi, karakteristik individu dan keluarga, komunikasi interpersonal

SUMMARY
ENDEN DARJATUL ULYA. Application of IPB Diploma Program Students’
Communication Ethics. Supervised by AMIRUDDIN SALEH and WAHYU BUDI
PRIATNA.
The quality of human resources can be improved through character education. One of
the parameters to assess the quality human resources is to measure one’s sociological power
which is the ability related to social interaction and communication (Susanto 2010). The
ability to interact socially and to communicate become vital to be developed in recent
globalisation era where global cooperations are becoming more common.
The aims of this study were 1) to analyse the application of interpersonal
communication ethics in students of Diploma Program at Bogor Agricultural University
(IPB); 2) to analyse the relationship between the application of communication ethics with

individual characteristics of Diploma Program students at IPB; 3) to analyse the relationship
between the application of interpersonal communication ethics with family characteristics of
Diploma Program students at IPB; 4) to analyse the relationship between the application of
communication ethics with the level of knowledge and information source.
The study was designed as explanatory research to find relationships or correlational.
The research site was selected purposively, namely the Diploma Program Campus of IPB.
The site was selected based on the sample. Research is conducted on December 2015 with
population of 6202 and sample size of 197. Sampling was done through stratified random
sampling technique. Sample size was calculated through Slovin formula. The instruments
used in the research are questions arranged in the form of a questionnaire.
Respondent individual characteristics were mostly female, from mixed ethnicity and
Moslem. The sample was from 14 vocational programs in the Diploma Program of IPB and
currently studying in the third semester. Most of the sample originated from urban areas, had
mid-range allowance and a few were active in organisations. The family characteristics of
respondents were from intact family with the parents having high level of education, the
majority of fathers worked as entrepreneurs and the majority of mothers were stay-at-home
mothers. The respondents had high level of family income. The respondents had low level of
communication ethics knowledge and information sources about communication ethics were
mostly from family. The application of respondents communication ethics category was
medium. Through correlational analysis using Chi-square it is obtained that the application of

communication ethics is correlated with the characteristics of respondents in the variable
respondents’ residence of origin. Meanwhile, there is no correlation between communication
ethics of respondents with the variable family characteristics, and no correlation between
respondents’ communication ethics with the level of knowledge and communication ethics
information source.
Several points to recommend are 1) there is a need to intencively improve the quality
of communication between students from rural and urban ares, such as trough participation in
organizations which involves students from different backgrounds; 2) to understand the
research results it would be beneficial if respondents in future research comprises of all levels
of education in IPB namely Diploma, Bachelor and Post graduate.
Keywords: communication ethics, individual and family characteristics, interpersonal
communication

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah;
dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam

bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENERAPAN ETIKA KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA
MAHASISWA PROGRAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

ENDEN DARJATUL ULYA

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
Pada
Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan
Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Krishnarini Matindas, MS


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih pada
penelitian yang dilaksanakan pada Desember 2015 ini adalah etika komunikasi, dengan judul
Penerapan Etika Komunikasi Interpersonal pada Mahasiswa Program Diploma Institut
Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Amiruddin Saleh, MS dan Bapak Dr
Ir Wahyu Budi Priatna, MSi selaku dosen pembimbing. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016
Enden Darjatul Ulya

DAFTAR ISI

RINGKASAN
SUMMARY


iii

Tingkat Penerapan Etika Komunikasi pada Responden
56
Hubungan Penerapan Etika Komunikasi dengan Karakteristik Responden 56
Hubungan Penerapan Etika Komunikasi dengan Karakteristik
Individu
57
Hubungan Penerapan Etika Komunikasi dengan Karakteristik
Keluarga
58
Hubungan Penerapan Etika Komunikasi dengan Tingkat Pengetahuan dan
Sumber Informasi Mengenai Etika Komunikasi
59
Perbedaan karakteristik Responden Terhadap Tingkat penerapan etika
komunikasi
61
SIMPULAN DAN SARAN
61
Simpulan

Saran

61
62

DAFTAR PUSTAKA

62

LAMPIRAN

68

RIWAYAT HIDUP

71

DAFTAR TABEL
1
2

3
4

Jumlah mahasiswa yang diambil sebagai sampel pada populasi
Definisi operasional pada peubah karakteristik individu
Definisi operasional pada peubah karakteristik keluarga
Definisi operasional pada peubah tingkat pengetahuan dan sumber
informasi mengenai etika komunikasi
5 Definisi operasional pada peubah penerapan etika komunikasi
6 Sebaran jumlah responden berdasarkan jenis kelamin
7 Sebaran jumlah responden berdasarkan suku
8 Sebaran jumlah responden berdasarka agama
9 Sebaran jumlah responden berdasarkan jumlah uang saku per bulan
10 Sebaran jumlah responden berdasarkan program keahlian
11 Sebaran jumlah responden berdasarkan masa studi
12 Sebaran jumlah responden berdasarkan tempat tinggal asal
13 Sebaran jumlah responden berdasarkan keikutsertaan dalam organisasi
14 Sebaran jumlah responden berdasarkan tipe keluarga
15 Sebaran jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan ayah
16 Sebaran jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan ibu

17 Sebaran jumlah responden berdasarkan pekerjaan ayah
18 Sebaran jumlah responden berdasarkan pekerjaan ibu
19 Sebaran ju mlah responden berdasarkan tingkat pendapatan
Keluarga
20 Sebaran jumlah responden berdasarkan tingkat pengetahuan
mengenai etika komunikasi
21 Sebaran jumlah responden berdasarkan sumber informasi mengenai
etika komunikasi
22 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi
“mendengarkan sebelum memberikan respon”
23 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi
“menanggapi”
24 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi
“menggunakan bahasa yang mengakui pikiran dan perasaan”
25 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi
“tidak berbohong untuk menghindari hukuman”
26 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi
“tidak berbohong unuutuk memanipulasi gambaran (image) diri
27 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi
“tidak berbohong untuk mengambil keuntungan”
28 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi
“menerima perbedaan pendapat”
29 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi
“memperhatikan perasaan orang lain”
30 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi
“menyampaikan informasi yang sudah pasti kebenarannya”
31 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi
“tidak bicara berlebihan”
32 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi

21
22
23
23
24
30
30
31
31
32
32
33
34
34
34
34
35
35
36
36
38
39
39
40
40
41
41
42
42
43
44

“tidak memotong pembicaraan”
33 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi
“tidak mengalihkan topik pembicaraan”
34 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi
“tinda mengganti subyek oembicaraan”
35 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi
“menghargai teman sebaya”
36 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi
“menghormati ide orang lain”
37 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi
“menghormati keberadaan orang lain”
38 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi
“tidak menganggap topic pembicaraan sendiri lebih penting”
39 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi
“tidak mendominasi pembicaraan”
40 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi
“tidak menggunakan kata-kata kasar”
41 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi
“tidak menghina atau mengejek seseorang”
42 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi
“tidak menggunakan kata-kata jorok”
43 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi
“menunjukkan sikap komunikasi dengan sikap tubuh dan
mimik wajah yang sesuai”
44 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi
“menunjukkan sikap komunikasi dengan nada bicara yang sesuai”
45 Sebaran responden berdasarkan penerapan etika komunikasi
“menunjukkan sikap komunikasi dengan volume suara yang sesuai”
46 Sebaran respondden berdasarkan tingkat penerapan etika komunikasi
47 Hasil uji korelasi khi kuadrat antara penerapan etika komunikasi
dengan karakteristik individu
48 Hasil uji korelasi khi kuadrat antara penerapan etika komunikasi
dengan karakteristik keluarga
49 Hasil uji korelasi khi kuadrat antara penerapan etika komunikasi
dengan tingkat pengetahuan dan sumber informasi
50 Koefisien uji beda karakteristik responden terhadap tingkat penerapan
etika komunikasi

44
45
45
46
46
47
47
48
49
53
54
54
55
56
56
58
59
60
61

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen

67

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pendidikan dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia
merupakan salah satu aspek penting dalam program pembangunan berkelanjutan.
Pembangunan merupakan sebuah istilah yang merujuk pada usaha-usaha
perubahan ke arah positif. Pembangunan juga melibatkan banyak aspek dalam
kehidupan di masyarakat. Pembangunan pada hakekatnya adalah suatu eco
development yang tidak hanya berupa perubahan-perubahan ekonomi.
Pembangunan juga mencakup dehumanisasi kultural dan perubahan mentalitas
masyarakat dalam suatu struktur sosial tertentu (Mardikanto 2010).
Berkaitan dengan mentalitas masyarakat, arah pendidikan bangsa Indonesia
yang tertuang dalam UU RI no. 20 tahun 2003 BAB II pasal tiga yang
menyatakan bahwa “fungsi pendidikan Nasional adalah mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan yang Maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri
dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” Undangundang tersebut secara jelas menyatakan tujuan pendidikan yang luas, yang tidak
menekankan pada wawasan akan pengetahuan dan teknologi semata. Melainkan
sikap-sikap baik yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral atau dipegang teguhnya
nilai dan norma-norma (etika).
Menurut Megawangi (2009), sebuah peradaban akan menurun apabila
terjadi demoralisasi pada masyarakatnya. Banyak pakar, filsuf, dan orang-orang
bijak yang mengatakan bahwa faktor moral (akhlak) adalah hal utama yang harus
dibangun terlebih dahulu agar bisa membangun sebuah masyarakat yang tertib,
aman, dan sejahtera. Salah satu kewajiban utama yang harus dijalankan oleh para
orang tua dan pendidik adalah melestarikan dan mengajarkan nilai-nilai moral
kepada anak-anak kita. Nilai-nilai moral yang membentuk karakter (akhlak mulia)
yang merupakan fondasi penting bagi terbentuknya sebuah tatanan masyarakat
yang beradab dan sejahtera.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, maka peningkatan kualitas sumberdaya
manusia dilakukan salah satunya melalui pendidikan karakter. Salah satu
parameter untuk menilai kualitas sumberdaya manusia adalah dengan melihat
daya sociological seseorang yaitu kemampuan yang berkaitan dengan interaksi
sosial dan komunikasi (Susanto 2010). Kemampuan berinteraksi sosial dan
komunikasi menjadi kian penting untuk ditingkatkan dalam era globalisasi dewasa
ini dimana kerjasama global makin marak dilakukan.
Komunikasi merupakan keterampilan yang terus berkembang sepanjang
rentang kehidupan manusia. Praktek komunikasi yang lekat dengan keseharian
kita adalah komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal merupakan
sebuah proses belajar. Manusia mengembangkan keterampilan komunikasinya
sejak kecil, dari lingkungan terdekatnya terutama keluarga, hingga mereka dapat
berkomunikasi dalam interaksi yang lebih luas dengan teman di sekolah, sahabat,
rekan bekerja, dan sebagainya. Komunikasi interpersonal dalam prakteknya

2
mengandung aturan seperti dikemukakan oleh West dan Turner (2006) dalam
prinsip komunikasi interpersonal. Aturan-aturan ini merupakan norma atau nilainilai yang memandu tindakan komunikasi untuk menunjukkan mana yang boleh
dilakukan mana yang tidak, mana yang benar dan mana yang salah. Aturan-aturan
ini sangat penting karena pada gilirannya, setiap kegiatan komunikasi yang kita
lakukan, selalu memiliki dampak bagi orang lain.
Jika komunikasi merupakan hasil belajar, demikian juga dengan aturanaturan tadi, tumbuh dan berkembang bersama dalam keterampilan komunikasi
yang kita praktekkan. Nilai-nilai yang terinternalisasi dalam diri seseorang sebagai
hasil belajar akan tampak dalam perilakunya berkomunikasi. Nilai-nilai atau
norma-norma inilah yang kita kenal sebagai etika. Etika selalu bagaimana
seharusnya, bukan apa adanya.
Nilai etika berkembang karena pengaruh dari keyakinan agama, normanorma budaya, tradisi keluarga, maupun hukum setempat, namun demikian ada
standar etis universal yang dapat diterima oleh masyarakat secara umum. Etika
komunikasi membantu dalam pengembangan komunikasi insani yang sehat,
bahkan keterampilan komunikasi yang beretika merupakan salah satu dari
kompetensi komunikasi. Mempelajari bagaimana penerapan etika komunikasi
pada mahasiswa dapat berguna untuk mengukur sejauh mana kesiapan mereka
untuk terjun di masyarakat dan dunia kerja.
Mahasiswa sebagai salah satu sumberdaya manusia yang unggul diharapkan
mampu mempraktekkan komunikasi yang beretika sehingga senantiasa mampu
menempatkan dirinya dengan baik di dunia kerja dan di masyarakat dalam
mengaplikasikan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang
dipelajarinya di Perguruan Tinggi. Hal ini dikarenakan kesuksesan di dunia kerja
maupun di masyarakat sangat menentukan bagaimana seseorang mampu
menempatkan dirinya dengan baik. Pernyataan ini didukung oleh Ramlee (2002)
yang menyatakan bahwa institusi pendidikan vokasi penting untuk menselaraskan
kompetensi para lulusannya dengan kebutuhan pengguna (industri) melalui
kemahiran “employability” yang salah satunya mencakup komunikasi,
kemampuan interpersonal, dan etika.
Keluarga sebagai tempat belajar pertama seseorang memiliki peran penting
dalam menghantarkan generasi muda mencapai karakter yang baik. Bagaimana
perilaku komunikasi beretika seseorang salah satunya ditentukan dengan
“pelajaran” etika dari rumah, dari orang-orang terdekat di lingkungannya.
Pada gilirannya, etika komunikasi berperan sebagai salah satu faktor penting
bagi komunikasi pembangunan. Hal ini dikarenakan keterampilan etika
komunikasi mahasiswa dapat diimplementasikan dalam komunikasi untuk
perubahan dalam bentuk-bentuk yang beragam seperti negosiasi, komunikasi
bisnis, dan sebagainya.
Perumusan Masalah
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, maka penelitian ini
dikembangkan untuk menunjukkan faktor-faktor yang berhubungan dengan
penerapan etika komunikasi khususnya dalam konteks komunikasi interpersonal
pada mahasiswa. Penelitian ini berusaha melihat hubungan etika komunikasi

3
interpersonal dengan peubah yang berkenaan dengan karakteristik responden yang
terbentuk dari karakteristik individu dan karakteristik keluarga.
Selain itu, pentingnya sumber informasi dalam penerapan etika komunikasi
juga menjadi hal lain yang dibahas dalam penelitian ini untuk melihat
hubungannya dengan penerapan etika komunikasi.
Secara spesifik, maka penelitian ini memiliki beberapa rumusan masalah,
yang terdiri dari:
1) Bagaimana penerapan etika komunikasi interpersonal pada mahasiswa
Program Diploma Institut Pertanian Bogor?
2) Bagaimana hubungan karakteristik individu mahasiswa Program Diploma
Institut Pertanian Bogor dengan penerapan etika komunikasi interpersonal?
3) Bagaimana hubungan karakteristik keluarga pada mahasiswa Program
diploma Institut Pertanian Bogor dengan penerapan etika komunikasi
interpersonal?
4) Bagaimana hubungan tingkat pengetahuan dan sumber informasi mengenai
etika komunikasi pada mahasiswa program Diploma Institut Pertanian Bogor
dengan penerapan etika komunikasi interpersonal?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab beberapa pertanyaan dalam
perumusan masalah di atas, yaitu
1) Menganalisis penerapan etika komunikasi interpersonal pada mahasiswa
Program Diploma Institut Pertanian Bogor
2) Menganalisis hubungan karakteristik individu pada mahasiswa Program
Diploma Institut Pertanian Bogor dengan penerapan etika komunikasi
3) Menganalisis hubungan karakteristik keluarga pada mahasiswa program
Diploma Institut Pertanian Bogor dengan penerapan etika komunikasi
interpersonal
4) Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan dan sumber informasi mengenai
etika komunikasi pada mahasiswa program Diploma Institut Pertanian Bogor
dengan penerapan etika komunikasi interpersonal
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan atas keprihatinan terhadap menurunnya etika
dalam praktek komunikasi interpersonal, terutama pada generasi muda. Penelitian
ini diharapkan dapat berguna dari sisi teori maupun praktis, yaitu:
1) Sebagai gambaran dan evaluasi bagi kondisi sebenarnya (realitas) terkait
dengan penerapan etika komunikasi saat ini
2) Sebagai referensi bagi pentingnya penguatan fungsi institusi pendidikan dan
keluarga dalam mengajarkan nilai-nilai etika terutama dalam berkomunikasi.
3) Sebagai dasar bagi pengembangan penelitian selanjutnya pada topik etika
komunikasi
Ruang Lingkup Penelitian
Etika komunikasi dapat diterapkan pada keseluruhan konteks komunikasi
agar tercapai komunikasi yang efektif. Penelitian ini akan melihat bagaimana
penerapan etika komunikasi pada konteks komunikasi interpersonal. Identifikasi

4
kriteria etika komunikasi yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui
penelusuran pustaka dan hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan.
Penelitian ini berusaha menjelaskan penerapan etika komunikasi
interpersonal pada responden, serta menjelaskan hubungan antara penerapan etika
komunikasi interpersonal dengan beberapa faktor yang diduga terkait yang
merupakan pengembangan dari penelitian-penelitian sebelumnya. Penilaian
mengenai penerapan etika komunikasi dilakukan pada sudut pandang responden.
Penelitian ini menganalisis penerapan praktek etika komunikasi
interpersonal pada mahasiswa dan melihat hubungannya dengan karakteristik
responden, yang mencakup karakteristik individu dan karakteristik keluarga
responden serta sumber informasi mengenai etika komunikasi. Penelitian ini
dibatasi pada pengertian etika komunikasi yang bersifat universal, tidak pada
pengertian etika komunikasi pada konteks budaya atau etika komunikasi yang
berlaku pada komunitas atau suku bangsa tertentu.
TINJAUAN PUSTAKA
Komunikasi Interpesonal
Tubbs dan Moss (2005) menyebut komunikasi interpersonal dengan istilah
komunikasi dua orang. Menurutnya, komunikasi dua orang atau komunikasi
diadik adalah satuan dasar komunikasi. Peristiwa komunikasi dua orang
mencakup hampir semua komunikasi informal dan basa-basi, percakapan seharihari yang kita lakukan sejak saat kita bangun pagi sampai kembali ke tempat tidur.
Komunikasi diadik juga merupakan komunikasi yang mencakup hubungan antar
manusia yang paling erat, misalnya komunikasi dua orang yang saling
menyayangi.
Istilah lain dari komunikasi interpersonal adalah komunikasi antarpribadi.
DeVito (2011) mendefinisikan komunikasi antar pribadi melalui tiga pendekatan,
yaitu, 1) Definisi berdasarkan komponen (Componential). Definisi berdasarkan
komponen menjelaskan komunikasi antarpribadi dengan mengamati komponenkomponen utamanya-dalam hal ini penyampaian pesan oleh satu orang dan
penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai
dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera; 2)
Definisi berdasarkan hubungan diadik (Relational). Definisi ini menjelaskan
komunikasi antarpribadi sebagai komunikasi yang berlangsung diantara dua orang
yang memiliki hubungan yang mantap dan jelas. Definisi ini menjelaskan hampir
tidak ada hubungan diadik yang bukan komunikasi antarpribadi. Hampir tidak
terhindarkan, selalu ada hubungan tertentu antar dua orang; 3) Definisi
berdasarkan pengembangan. Pendekatan pengembangan (developmental)
menjelaskan komunikasi antar pribadi dilihat sebagai akhir dari perkembangan
dari komunikasi yang bersifat tak-pribadi (impersonal) pada satu ekstrem menjadi
komunikasi pribadi atau intim pada ekstrem yang lain. Perkembangan ini
mengisyaratkan atau mendefinisikan pengembangan komunikasi antarpribadi.
Selain melalui definisi, komunikasi interpersonal juga dapat dikenali melalui
ciri-cirinya, seperti yang dikemukakan oleh Wood (2013), yaitu:

5
1) Selektif
Kita tidak mungkin berkomunikasi secara akrab dengan semua orang yang kita
kenal baik. Kita berusaha hanya membuka diri seutuhnya hanya dengan
beberapa orang yang kita kenal dengan baik.
2) Sistemis
Komunikasi interpersonal dicirikan dengan sifat sistemis karena ia terjadi
dalam sistem yang bervariasi. Komunikasi terjadi dalam konteks yang
memengaruhi peristiwa dan makna yang melekat terhadapnya. Komunikasi
interpersonal dipengaruhi oleh sistem, situasi, masyarakat, budaya, latar
belakang personal, dan sebagainya.
3) Unik
Pada tingkatan yang paling dalam, komunikasi interpersonal sangat unik. Pada
interaksi yang melampaui peran sosial, setiap orang menjadi unik dan oleh
karena itu menjadi tak tergantikan. Kita dapat mengganti seseorang dalam
hubungan, tetapi tidak dapat mengganti keakraban.
4) Processual
Komunikasi interpersonal adalah proses yang berkelanjutan. Hal ini berarti
komunikasi senantiasa berkembang dan menjadi lebih personal dari masa ke
masa. Hubungan persahabatan dan hubungan romantis dapat tumbuh lebih
dalam atau lebih renggang dari waktu ke waktu. Pola komunikasi
interpersonal yang berkelanjutan membuat kita tidak dapat menghentikan
prosesnya atau menarik perkataan yang telah terlanjur diucapkan, sehingga
dalam konteks situasi ini, komunikasi adalah sesuatu yang tidak dapat ditarik
kembali.
5) Transaksional
Pada dasarnya, komunikasi interpersonal adalah proses transaksi antara
beberapa orang, dimana dalam hubungan sehari-hari, semua pihak
berkomunikasi secara terus menerus dalam waktu yang bersamaan.
6) Individual
Bagian terdalam dari komunikasi interpersonal melibatkan manusia sebagai
individu ysng unik dan berbeda dengan orang lain. Ketika berbicara dalam
konteks ini, kita tidak membahas peran sosial (guru-murid, atasan-bawahan,
atau pelayan-pelanggan).
7) Pengetahuan personal
Komunikasi interpersonal membantu perkembangan pengetahuan personal dan
wawasan kita terhadap interaksi manusia. Pemahaman personal yang dibangun
sepanjang waktu, mampu mendorong kita untuk memahami dan bersedia
dipahami.
8) Menciptakan makna
Inti dari komunikasi interpersonal adalah berbagi makna dan informasi antara
dua belah pihak. Kita tidak hanya bertukar kalimat, tetapi juga saling
berkomunikasi, kita menciptakan makna seperti kita memahami tujuan setiap
kata dan perilaku yang ditampilkan orang lain.
Hidayat (2012) menambahkan karakteristik komunikasi interpersonal
dengan menambahkan penggunaan media. Menurutnya, beberapa karakteristik
komunikasi antarpribadi adalah bersifat dialogis, melibatkan jumlah orang
terbatas, terjadi secara spontan, dan menggunakan media dan nirmedia.
Memahami bahwa komunikasi antarpribadi dengan menggunakan media, memang

6
masih diperdebatkan. Komunikasi itu sangat dinamis sehingga komunikasi
antarpribadi juga berkembang, semula tidak menggunakan media (nirmedia) dan
pada perkembangannya juga bisa menggunakan media. Media yang sering
dipergunakan seperti telepon, internet, teleconference, dan sebagainya.
West dan Turner (2006) mengemukakan prinsip-prinsip komunikasi
interpersonal yang terdiri dari: 1) komunikasi interpersonal tidak dapat dihindari.
Ini berarti bahwa sekeras apapun kita mencoba, kita tidak bisa mencegah
seseorang memaknai perilaku kita. Tidak peduli “sedatar” apapun wajah yang kita
tunjukkan, kita tetap mengirim pesan kepada orang lain, bahkan diamnya kita dan
penghindaran kita terhadap kontak mata juga adalah komunikasi; 2) komunikasi
interpersonal bersifat irreversible. Prinsip irreversible berarti bahwa apa yang kita
katakan kepada orang lain tidak dapat ditarik kembali. Sebuah permohonan maaf
mungkin bisa membantu, akan tetapi permohonan maaf tidak dapat menghapus
pesan yang sudah disampaikan; 3) komunikasi interpersonal melibatkan
pertukaran simbol. Salah satu alasan penting terjadinya komunikasi interpersonal
adalah karena simbol yang disepakati oleh partisipan dalam prosesnya. Simbol
adalah label arbitra atau representasi untuk perasaan, konsep, obyek atau kejadian.
Kata-kata merupakan simbol; 4) Komunikasi interpersonal mengandung aturan.
Aturan merupakan unsur penting dalam hubungan. Aturan membantu memandu
dan menyusun komunikasi interpersonal. Aturan pada dasarnya mengatakan
bahwa individu dalam sebuah hubungan setuju bahwa terdapat cara-cara yang
tepat untuk berinteraksi dalam hubungan; 5) komunikasi interpersonal dipelajari.
Orang-orang dengan jelas percaya bahwa komunikasi interpersonal adalah sebuah
proses belajar. Sejak lahir kita diajarkan bagaimana berkomunikasi interpersonal,
sebagian besar oleh keluarga kita. Ketika kita tumbuh besar, kita menghaluskan
keterampilan kita selama kita berinteraksi dengan kelompok orang yang lebih luas,
seperti guru, teman bekerja, dan pasangan; 6) komunikasi interpersonal memiliki
informasi isi dan hubungan. Setiap pesan yang dikomunikasikan kepada orang
lain berisi informasi pada dua tingkat. Isi termasuk komponen verbal dan non
verbal. Sebuah pesan juga berisi informasi hubungan, yaitu bagaimana anda ingin
penerima menginterpretasikan pesan anda. Dimensi hubungan dari sebuah pesan
memberi gambaran bagaimana perasaan pembicara dan pendengar satu sama lain.
Perilaku komunikasi seseorang selalu didasari oleh motif tertentu, begitupun
dalam komunikasi interpersonal. Menurut Step dan Finucane (2002), motif adalah
aspek individual yang berbeda, yang dibawa orang ke dalam komunikasi. terdapat
empat motif yang mendasari perilaku komunikasi interpersonal seseorang, yaitu
motif kesenangan atau enjoyment (30%), motif inklusi (11%), motif pelarian atau
escape (8,5%), motif kasih sayang (7,2%), dan motif pengendalian atau control
(5,6%).
Komunikasi interpersonal memiliki banyak peranan penting, hal ini karena
jenis komunikasi ini dianggap paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat,
atau perilaku manusia berhubung prosesnya yang dialogis (Hidayat 2012).
Keunggulan yang dimiliki komunikasi interpersonal membuat komunikasi
interpersonal menjadi cara interaksi yang dominan meskipun penggunaan internet
saat ini tidak dapat terpisahkan (Baym et al. 2004).
Komunikasi interpersonal memainkan peranan penting, termasuk
diantaranya dalam keberhasilan organisasi bisnis. Putri dan Prambandari (2014)
dan Aretha (2013) menyebutkan bahwa ada hubungan antara komunikasi

7
interpersonal dengan kepuasan konsumen, dimana cara berkomunikasi pegawai
kepada konsumen akan mempengaruhi perilaku konsumen dan membentuk
loyalitas pelanggan. Itu artinya, semakin tinggi kualitas komunikasi interpersonal
pegawai, maka kepuasan pelanggan semakin tinggi. Hal ini terjadi karena melalui
komunikasi yang efektif, pesan dan informasi yang disampaikan dapat diterima
dengan baik pula oleh konsumen.
Etika Komunikasi
Etika

Etika bukanlah sebuah istilah yang baru. Etika seringkali dibahas sebagai
subyek pembicaraan, diskusi, bahkan menjadi subyek penelitian, akan tetapi etika
merupakan sebuah konsep yang sulit dan kontroversial (Yildiz et al. 2013). Hal ini
terjadi karena seringkali istilah etika diperdebatkan dengan moral, dan
dipertanyakan apakah etika merupakan sebuah kajian filosofis ataukah ilmiah.
Etika sendiri merupakan hukum (aturan) pertama yang diciptakan Tuhan di muka
bumi, sebelum manusia mengenal aturan-aturan tertulis, bahkan sebelum
mengenal pendidikan di bangku sekolah karena etika selalu mengatakan
bagaimana seharusnya, bukan apa adanya.
Bertens (1993) menyatakan bahwa etika yang berasal dari bahasa Yunani
kuno “ethos,” diartikan sebagai nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu
golongan atau masyarakat. Menurut Johannesen (1996), beberapa filsof
membedakan antara etika dan moral sebagai konsep. Etika dinyatakan sebagai
kajian umum dan sistematik tentang apa yang seharusnya menjadi prinsip benar
dan salah dari perilaku manusia. Sementara moral (atau moralitas) adalah standar
benar dan salah yang praktis, spesifik, disepakati bersama, dan dialihkan secara
kultural meskipun beberapa filsof lain menggunakan tema-tema etika dan moral
dalam pengertian yang bisa saling dipertukarkan.
Menurut Hoyer dan Roodin (2009) moralitas adalah mengenai perilaku,
pemikiran, dan emosi dalam situasi yang merefleksikan nilai personal. Faktor
personal individu, emosional, dan pengaruh budaya turut menentukan pandangan
moral. Budaya dan adat kebiasaan membentuk komunitas moral dan konteks yang
berbeda bagi pengembangan pandangan moral.
Rismawaty (2008) mengungkapkan bahwa telah terjadi perubahan
pengertian tentang etika. Awalnya, etika diartikan sebagai pengertian yang asli,
yaitu yang dikatakan baik adalah apabila sesuai dengan masyarakat sesuai dengan
asal katanya yaitu “ethicus” (bahasa Latin) dan “ethicos” (bahasa Yunani) yang
berarti kebiasaan. Pengertian ini selanjutnya berubah, sehingga pengertian etika
adalah suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku
manusia. Mana yang dapat dinilai baik dan mana yang dapat dinilai tidak baik.
Etika disebut juga ilmu normatif, yang dengan sendirinya berisi ketentuanketentuan (norma-norma) dan nilai-nilai yang dapat digunakan dalam kehidupan
sehari-hari.
Etika diaplikasikan pada banyak aspek dalam kehidupan, dan banyak bidang
dalam kehidupan bermasyarakat, termasuk dalam bidang pendidikan dan bisnis.
Menurut Bergmark (2007), bagi seorang pengajar, mengajarkan sebuah pelajaran
tidak bisa terlepas dari mengajarkan etika karena pengajaran etika tidak bisa lepas
dari agenda pendidikan. Sebagai seorang professional, seorang pendidik berada
pada posisi untuk melatih etika dan penilaian professional melalui karier dan

8
berbagai tanggung jawabnya. Etika profesionalisme di lembaga akademik
diterapkan bagi pendidik, pemimpin sekolah, dewan sekolah, dan pembuat
kebijakan (Gluchmanova, 2015). Yildiz et al. (2013) menyebutkan pihak yang
lebih luas yang meliputi pendidik, peneliti, pegawai administrasi, konsultan,
pekerja profesional, dan profesor.
Penelitian etika dalam bidang akademik lainnya dilakukan oleh Jankalova et
al. (2014) yang menyatakan bahwa lingkungan saat ini menuntut pada
peningkatan terhadap kualitas dari pendidikan Perguruan Tinggi. Hal ini
menyebabkan peningkatan pegawai di Perguran Tinggi semakin besar termasuk
dalam peningkatannya pada aspek etika.
Penelitian mengenai etika dalam dunia bisnis dan pelayanan publik juga
telah banyak dilakukan. Haq (2011) menjelaskan pentingnya etika pada situasi
kemerosotan etika di sistem administrasi publik melalui salah satu pendekatan,
yaitu peningkatan leadership (kepemimpinan) yang telah terbukti secara efektif
meningkatkan etika. Selain itu, mempelajari dan menguasai berbagai aspek teknis,
konseptual dan keterampilan interpersonal dan keterampilan lainnya seperti
emosional dan kecerdasan sosial memungkinkan pelayanan publik untuk
menyebarkan dan menetapkan inti nilai etika pada organisasi. Kacetl (2014)
mengungkapkan bisnis di era globalisasi menuntut pemahaman terhadap isu etika,
dimana etika bisnis mengajarkan untuk memahami prinsip pengambilan keputusan
yang etis yang tidak hanya mementingkan profit, akan tetapi berusaha bagi
keseimbangan antara keuntungan dan tanggung jawab.
Hubungan Antara Komunikasi dan Etika
Selain diterapkan pada berbagai bidang organisasi di masyarakat, etika juga
memiliki kaitan erat dengan komunikasi. Penerapan etika dalam berkomunikasi
diharapkan mampu memberikan sejumlah manfaat seperti manfaat yang diperoleh
organisasi melalui penerapan etika.
Menurut Giles (2003) komunikasi melibatkan pilihan, mencerminkan nilainilai, dan memiliki konsekuensi yang merupakan elemen kunci dari komunikasi.
Para ahli telah mengidentifikasi berbagai pendekatan untuk studi etika komunikasi.
Beberapa pendekatan berfokus pada niat, pada cara, dan pada konsekuensi.
Beberapa pendekatan untuk etika komunikasi terutama pada tugas, kewajiban, hak,
dan tanggung jawab.
Johannesen (1996) mengungkapkan pandangan tiga pakar komunikasi
mengenai etika komunikasi, yaitu Dean Barnlund, Gerald R. Miller, dan W. Ross
Winterowd. Menurut Barnlund, bahwa setiap teori/ filsafat komunikasi insani
yang memuaskan harus memasukkan standar-moral tertentu “yang akan
melindungi dan mengembangkan komunikasi insani yang sehat” yang meliputi
tanggung jawab etis seorang komunikator terhadap khalayaknya, menentukan
batas-batas moral, etika tujuan dan cara. “Tanggung jawab etis bagaimanapun,
bukanlah masalah niat baik semata; tanggung jawab etis didasarkan pada
penanganan pokok persoalan secara jujur dan penuh pengetahuan”. Apa yang kita
katakan dan apa yang kita lakukan berpengaruh terhadap orang lain, dengan
demikian orang yang bertanggung jawab selalu berhati-hati dengan etika dalam
komunikasi (Wood 2013).
Melalui penelitiannya, Martin dan Hammer (1989) menyebutkan bahwa
etika termasuk ke dalam salah satu kompetensi komunikasi, dimana responden

9
yang diminta untuk menunjukkan perilaku kompetensi komunikasi dengan
beberapa orang yang berbeda budaya menunjukkan sikap sopan, selain sikap
bersahabat dan menunjukkan ketertarikan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007)
mendefinisikan sopan sebagai sebuah tindakan hormat, beradab, baik kelakuan.
Etika merupakan landasan dari komunikasi interpersonal (West & Turner
2006). Itu sebabnya etika komunikasi juga dapat ditinjau dari perspektif religius.
Kitab suci seperti Al-Quran, Injil, dan Taurat dapat dipakai sebagai standar etika
berkomunikasi. Kitab suci menjelaskan apa yang seharusnya dilakukan dan tidak
boleh dilakukan dalam berkomunikasi (Corry 2012).
Penerapan Etika Komunikasi
Definisi penerapan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), yaitu 1)
proses, cara, perbuatan menerapkan; 2) pemanfaatan, perihal mempraktekkan.
Penerapan etika komunikasi berarti perbuatan, pemanfaatan atau praktek etika
komunikasi, dengan kata lain dapat dikatakan juga sebagai keterampilan etika
berkomunikasi.
Berdasarkan sejumlah pendapat para pakar dan hasil penelitian empiris terkait
dengan etika komunikasi, maka dapat dirumuskan kriteria etika komunikasi dalam
suasana komunikasi antarpesona (interpersonal) yang sekaligus akan menjadi
pedoman dalam penelitian ini. Kriteria etika komunikasi tersebut meliputi
tanggung jawab, jujur dan terus terang, toleransi dan kepekaan (empati),
menyampaikan informasi dengan tepat, tidak menghalangi proses komunikasi,
menghormati dan menghargai orang lain, tidak memonopoli pembicaraan, tidak
mengandung kekerasan, konsisten dalam petunjuk verbal dan non verbal. Kriteria
etika komunikasi berikut ini selaras dengan beberapa sifat pendidikan karakter
yang dikemukakan oleh Lucas (2009), yaitu rasa hormat, bertanggung jawab dapat
dipercaya, peduli, kejujuran, dan kewarganegaraan.
Tanggung Jawab
Konsep etika komunikasi dirumuskan menjadi komunikasi yang bertanggung
jawab yang ditunjukkan dengan kemampuan menanggapi (bersifat tanggap) setiap
kebutuhan dan berkomunikasi dengan cara yang peka, cermat, dan tepat
(Johanesen 1996). Sikap tanggung jawab yang lain dapat dilihat dari penggunaan
kata yang menunjukkan perasaan. Komunikator yang efektif bertanggung jawab
pada diri mereka sendiri dengan menggunakan bahasa yang mengakui pikiran dan
perasaan. Proses mengatakan pada orang lain bahwa mereka membuat kita
merasakan sesuatu berarti menyangkal tanggung jawab pada perasaan kita dan
mendorong sikap defensif. Tanggung jawab ini ditunjukkan dengan menggunakan
bahasa I (saya) daripada bahasa You (anda). Misalnya, katakan “Saat anda
menonton pekerjaan ini, saya merasa gugup” daripada “anda membuat saya
bekerja dengan gugup” atau gunakan “Saya merasa terluka saat anda mengabaikan
perkataan saya” daripada “Anda menyakiti saya” (Wood 2013). Maxim (2014)
menyebutkan bentuk tanggung jawab dalam komunikasi termasuk terhadap
perasaan orang lain.
Jujur dan Terus terang
Menurut Morissan (2010), kebohongan adalah manipulasi disengaja terhadap
informasi, perilaku, dan gambaran diri (image) dengan maksud untuk

10
mengarahkan orang lain pada kepercayaan atau kesimpulan yang salah. Human
communication yang etis adalah tidak memiliki niat terselubung atau tidak
menyembunyikan tujuannya, dengan kata lain tidak boleh ada manipulasi dalam
berkomunikasi (Sutiu 2014). Tubbs dan Moss (2005) menyatakan bahwa
berbohong merupakan pelanggaran paling nyata terhadap etika, sedangkan DeVito
(2011) menganggap kebohongan atau penyembunyian kebenaran lain sebagai
tindakan tidak etis karena mencegah orang lain mengetahui kemungkinankemungkinan pilihan dan kemungkinan-kemungkinan alasan untuk memilih.
Wijaya (2013) menyebutkan bahwa perbuatan dalam proses komunikasi yang
mengurangi hak khalayak dalam menerima pesan secara utuh dan benar sesuai
fakta merupakan suatu tindakan korupsi komunikasi. Komunikasi yang koruptif
senantiasa menggunakan kesempatan yang ada dengan memanfaatkan kekuasaan/
kekuatan/ kewenangan yang dimiliki komunikator, dan berlangsung dalam
komunikasi yang bersifat persuasif dan pencitraan. Kebohongan atau kecurangan
baik yang disengaja atau tidak disengaja bisa menyebabkan orang lain menderita
perasaan yang menyakitkan sehingga akan melukai dan merusak hubungan
(Johannesen 1996). Kejujuran juga merupakan salah satu prinsip etika komunikasi
yang disebutkan oleh West dan Turner (2006). Menurutnya, menjalankan prinsip
kejujuran adalah lebih penting daripada mengkhawatirkan konsekuensi jangka
pendek dari kejujuran.
Toleransi, Kepekaan (empati), dan Kepedulian
Toleransi adalah kemampuan untuk mengharmoniskan pemikiran,
tindakan, beragam pendapat, sikap dan pandangan hidup yang cenderung berbeda
(Maxim 2014). DeVito (2011) mendefinisikan berempati yaitu merasakan sesuatu
seperti orang yang mengalaminya. Orang yang empatik mampu memahami
motivasi dan pengalaman orang lain, sikap mereka, serta harapan mereka untuk
masa mendatang. Pengertian ini akan membuat seseorang lebih mampu
menyesuaikan komunikasinya.
Menurut West dan Turner (2006), mengembangkan etika kepedulian
berarti memberikan perhatian kepada hubungan atau relasi. Bergmark (2007),
dalam penelitiannya tentang etika akademisi, menyatakan bahwa etika merupakan
dasar dalam kegiatan di sekolah: bertindak sesuai etika berarti para pengajar
peduli terhadap kebutuhan siswa dan mereka berusaha untuk menyesuaikan
dengan perbedaan keinginan, kemampuan, dan kebutuhan siswa. Berdasasrkan
pendapat Bergmark (2007) ini, maka dapat disimpulkan bahwa peduli dalam
konteks etika komunikasi adalah perilaku komunikasi dengan menyesuaikan
terhadap keinginan, kemampuan, dan kebutuhan lawan komunikasi.
Rismawaty (2008) memberikan contoh kepekaan dalam konteks organisasi.
Individu dalam suatu organisasi harus memiliki kemampuan dalam menyikapi
segala sesuatu yang terjadi di sekelilingnyaa. Kepekaan tersebut meliputi
kepekaan terhadap lingkungan di sekelilingnya, kebijakan, individu/ teman
sejawat, dan sebagainya. Toleransi dalam etika diperlukan karena dengan adanya
toleransi diharapkan akan timbul adanya saling pengertian, pemahaman, dan
saling menghargai antara individu yang satu dengan yang lain.

11
Menyampaikan Informasi dengan Tepat
West dan Turner (2006) menyebutkan istilah golden mean sebagai salah
satu prinsip etika komunikasi dimana informasi yang disampaikan dalam
komunikasi adalah informasi yang layak dengan jumlah yang cukup atau dengan
kata lain memberikan perspektif yang masuk akal dan seimbang. Hal ini karena
sifat transaksional pada komunikasi interpersonal berdampak pada tanggung
jawab komunikator untuk menyampaikan pesan secara jelas (Wood 2013).
Johannesen (1996) mengutip pendapat Grice menyebutkan tiga dimensi
yang berfungsi sebagai pedoman etika antarpesona yaitu kuantitas, kualitas dan
cara. Kuantitas artinya setiap kontribusi harus menyajikan banyak informasi,
nasihat, atau argumen yang diperlukan oleh tujuan percakapan, namun hendaknya
tidak menyajikan lebih dari yang diperlukan. Kualitas artinya usahakan kontribusi
anda menjadi kenyataan; jangan mengatakan apa yang anda yakini salah dan
jangan mengatakan hal yang tidak mempunyai dasar bukti cukup. Hubungan
artinya bersifatlah relevan, perhatikan fakta bahwa partisipan komunikasi
mungkin mempunyai standar relevansi yang berbeda dan bahwa topik sering
berganti-ganti selama percakapan. Cara artinya berlaku jelas, singkat dan rapi;
hindari kerancuan dan ketidakjelasan pengungkapan yang disengaja.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari (2015) mengungkapkan
pelanggaran atas tiga dimensi yang dikemukakan Grice. Pelanggaran tersebut
adalah masih ditemukan penuturan yang berlebihan, penuturan tidak sesuai fakta,
dan penuturan yang tidak relevan sehingga tidak memberikan manfaat.
Tidak Menghalangi Proses Komunikasi
Biasanya tidak etis bila dengan sengaja menghalangi proses komunikasi,
seperti memotong pembicaraan seseorang sebelum ia selesai mengutarakan
masalahnya, mengganti subjek ketika orang lain benar-benar masih mempunyai
banyak hal untuk dikatakan, atau secara nonverbal mengalihkan orang lain dari
subyek yang dimaksudkan (Condon dalam Johannesen 1996). Menurut DeVito
(2011), memotong pembicaraan orang lain merupakan bentuk dari merendahkan
orang lain. Tan (2013) mengungkapkan bahwa tidak memotong pembicaraan
merupakan salah satu sikap komunikasi yang telah diterapkan organisasi bisnis
dalam menjalankan program mempertahankan hubungan yang menguntungkan
dengan pelanggan (Customer Relationship Management).
Menghargai dan Menghormati Orang Lain
Orang-orang dalam komunikasi antarpesona menurut Barret (dalam
Johannesen 1996) harus berusaha keras agar efektif dan etis, setiap saat
menunjukkan penghargaan terhadap “keberadaan” orang lain-penghargaan atas
nilai intrinsik mereka sebagai manusia. Hal ini selaras dengan pendapat Nielsen
(dalam Johannesen 1996) bahwa untuk mencapai etika komunikasi diperlukan
sifat penghormatan terhadap seseorang sebagai person (individu) tanpa
memandang umur, status atau hubungannya dengan si pembicara, juga
penghormatan terhadap ide, perasaan, maksud dan integritas orang lain.
Menghargai dan menghormati pikiran dan perasaan orang lain merupakan salah
satu upaya dalam peningkatan modal sosial (Susanto 2010).

12
Tidak Memonopoli Pembicaraan
Raymond Ross dan Mark Ross dalam Johannesen (1996) mengatakan bahwa
memonopoli pembicaraan merupakan salah satu taktik verbal yang tidak wajar
dan tidak etis. Mills (2003) menyatakan bahwa memonopoli pembicaraan banyak
dilakukan oleh para pembohong. Tidak memonopoli pembicaraan dapat
digunakan sebagai salah satu taktik etis dalam mempertahankan hubungan. Hal
ini juga dapat diterapkan pada organisasi bisnis dalam membina hubungan dengan
publiknya, seperti pada program customer relationship management dan supplier
relationship management (Damanik 2012).
Tidak Mengandung Kekerasan
Salah satu komunikasi etis menurut Nosek (2012) adalah komunikasi yang
tidak mengandung kekerasan. Menurut Maxim (2014) hal ini sangat relevan
dengan kondisi globalisasi saat ini, yaitu timbulnya kekerasan sebagai efek lain di
balik efek positif globalisasi. Kekerasan dapat berbentuk kekerasan fisik maupun
non fisik.
Menururt Putri dan Santoso (2012), kekerasan verbal adalah kata-kata yang
tidak selayaknya diucapkan karena menimbulkan dampak yang tidak kalah
buruknya dengan kekerasan fisik, sedangkan Koswara (2014) mengungkapkan
arti kekerasan verbal sebagai bentuk kekerasan yang halus dengan menggunakan
kata-kata yang kasar, jorok, dan menghina dan dilakukan secara lisan.
Menurut Teven et al. (2000), bentuk lain dari kekerasan verbal adalah katakata yang menyerang dan penggunaan kata-kata yang menyerang berhubungan
negatif dengan kepuasan. Disiplin ilmu komunikasi perlu memberikan perhatian
terhadap aggression verbal karena kata-kata yang menyerang merupakan bentuk
yang sangat merusak dalam komunikasi (Infante 1995).
Konsisten dalam Petunjuk Verbal dan Nonverbal
Petunjuk verbal dan non verbal, kata-kata dan tindakan, harus konsisten
dalam makna yang disampaikan (Condon dalam Johannesen, 1996). Menurut
DeVito (2011), komunikasi nonverbal sanga