Hubungan Antara Persepsi Ibu, Tingkat Pengetahuan Gizi Ibu, Pola Konsumsi Pangan, Dan Aktivitas Fisik Dengan Status Gizi Anak Down Syndrome

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI IBU, TINGKAT
PENGETAHUAN GIZI IBU, POLA KONSUMSI PANGAN,
DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN STATUS GIZI ANAK
DOWN SYNDROME

LUSI ANINDIA RAHMAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Hubungan antara
Persepsi Ibu, Tingkat Pengetahuan Gizi Ibu, Pola Konsumsi Pangan, dan
Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Anak Down Syndrome adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2016
Lusi Anindia Rahmawati
NIM I151130301

RINGKASAN
LUSI ANINDIA RAHMAWATI. Hubungan antara Persepsi Ibu, Tingkat
Pengetahuan Gizi Ibu, Pola Konsumsi Pangan, dan Aktivitas Fisik dengan Status
Gizi Anak Down Syndrome. Dibimbing oleh SRI ANNA MARLIYATI dan IKEU
EKAYANTI.
Down Syndrome merupakan kondisi kelainan genetik yang terjadi pada
masa pertumbuhan janin (pada kromosom 21/trisomi 21) dengan gejala yang
sangat bervariasi. Gejala yang muncul umumnya berupa keterbelakangan mental
serta bentuk muka mongoloid. Masalah gizi yang sering terjadi pada anak Down
Syndrome adalah kegemukan. Masalah gizi ini harus dicegah agar tidak semakin
memperburuk kondisi kesehatan dan membatasi kesempatan mereka untuk
berpartisipasi di dalam berbagai kegiatan yang penting untuk perkembangan fisik
dan emosionalnya.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara persepsi ibu
terhadap Down Syndrome, tingkat pengetahuan gizi ibu, pola konsumsi pangan,
dan aktivitas fisik dengan status gizi anak Down Syndrome. Tujuan khusus
penelitian ini adalah: 1) Mengidentifikasi karakteristik umum anak Down
Syndrome beserta keluarganya, 2) Menganalisis persepsi ibu terhadap Down
Syndrome dan pengetahuan gizi ibu, 3) Menganalisis pola konsumsi pangan,
aktivitas fisik, dan status gizi anak Down Syndrome, 4) Menganalisis hubungan
antara persepsi ibu terhadap Down Syndrome dan tingkat pengetahuan gizi ibu
dengan status gizi anak Down Syndrome, 5) Menganalisis hubungan antara pola
konsumsi pangan dan aktivitas fisik dengan status gizi anak Down Syndrome, dan
6) Menentukan faktor yang paling berpengaruh terhadap status gizi anak Down
Syndrome.
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif kuantitatif
dengan menggunakan desain cross sectional study. Penelitian ini dilaksanakan
pada bulan April – Juni 2015 di Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Contoh
penelitian ini terdiri atas 50 anak-anak Down Syndrome yang berasal dari kelima
sekolah luar biasa yang dipilih secara purposive. Kriteria inklusi yang ditetapkan
untuk contoh adalah 1) anak berusia 6 – 18 tahun, 2) tidak mempunyai penyakit
kronis, 3) tinggal bersama ibu kandungnya dalam satu rumah, dan 4) ibu bersedia
ikut berpartisipasi dalam penelitian. Data dikumpulkan dengan wawancara

menggunakan kuesioner yang diisi oleh ibu contoh serta penimbangan dan
pengukuran langsung terhadap berat dan tinggi badan contoh. Analisis statistik
yang digunakan adalah analisis univariat, bivariat, dan multivariat menggunakan
Regresi Logistik.
Lebih dari separuh contoh dalam penelitian ini berusia ≤ 12 tahun (58.0%),
sebagian besar contoh berjenis kelamin laki-laki (66.0%) dan secara keseluruhan
berada dalam kelompok retardasi mental sedang (100.0%). Sebagian besar ibu
contoh memiliki tingkat pendidikan yang rendah (62.0%), berusia ≥ 44 tahun
(52.0%), dan merupakan ibu rumah tangga yang tidak bekerja (52.0%). Selain itu,
sebagian besar contoh berasal dari keluarga kecil (64.0%) dan keluarga yang
tergolong tidak miskin (58.0%).

Lebih dari separuh ibu contoh (54.0%) memiliki persepsi positif terhadap
Down Syndrome. Pengetahuan gizi yang dimiliki sebagian besar ibu contoh masih
tergolong sedang (60.0%) dengan rata-rata skor pengetahuan gizi 59.2.
Secara umum, pola konsumsi pangan contoh dalam penelitian ini masih
kurang seimbang. Sebagian besar contoh mengonsumsi pangan sumber
karbohidrat (70.0%) dan protein (52.0%) secara berlebih, sedangkan kelompok
pangan lain seperti sayur (100.0%) dan buah (90.0%) memiliki pola konsumsi
yang kurang pada hampir keseluruhan contoh. Berdasarkan tingkat kecukupan

energi dan zat gizi, sebagian besar contoh memiliki tingkat kecukupan energi,
protein, dan karbohidrat berlebih (masing-masing 42.0%, 40.0%, dan 64.0%).
Namun, tingkat kecukupan lemak dan serat sebagian besar contoh berada dalam
kategori kurang (masing-masing 44.0% dan 100.0%). Keseluruhan contoh
(100.0%) dalam penelitian ini memiliki aktivitas fisik yang tergolong ringan
(PAL= 1.44). Berdasarkan Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U), 40.0%
contoh berstatus gizi gemuk atau obese, 8.0% berstatus gizi kurus atau sangat
kurus, dan 52.0% berstatus gizi normal.
Variabel independen yang berhubungan dengan status gizi anak Down
Syndrome pada penelitian ini adalah asupan protein dan asupan lemak (p0.05).
Meskipun demikian, berdasarkan analisis Pearson, persepsi ibu terhadap Down
Syndrome diketahui memiliki hubungan yang positif dengan konsumsi pangan
sumber karbohidrat dan buah-buahan. Pada penelitian ini, analisis multivariat
yang dilakukan terhadap beberapa variabel yang berhubungan dengan status gizi
anak Down Syndrome tidak menunjukkan adanya faktor yang paling berpengaruh
terhadap status gizi anak Down Syndrome.

Kata kunci: Down Syndrome, pengetahuan gizi, persepsi ibu, status gizi

SUMMARY

LUSI ANINDIA RAHMAWATI. Correlation between Maternal Perception,
Level of Maternal Nutritional Knowledge, Food Consumption, and Physical
Activity with The Nutritional Status of Down Syndrome Children. Supervised by
SRI ANNA MARLIYATI and IKEU EKAYANTI.
Down Syndrome is a genetic disorders that occurs during fetal growth (on
chromosome 21/trisomi 21) with various symptoms. The general symptoms are
mental retardation and mongoloid face. Nutritional problems that often occur in
Down Syndrome children are overweight. This nutritional problem has to be
prevented so it will not worse the health condition and limit their chance to
participate in various important activities for its physical and emotional growth.
This study was aimed to analyze the correlation between maternal
perception towards Down Syndrome, level of maternal nutritional knowledge,
food consumption, an physical activity with the nutritional status of Down
Syndrome children. The spesific objectives of this study were: 1) to identify the
general characteristics of Down Syndrome children and their families, 2) to
analyze maternal perception towards Down Syndrome and maternal nutritional
knowledge, 3) to analyze food consumption, physical activity, and nutritional
status of Down Syndrome chidren, 4) to analyze the correlation between maternal
perception towards Down Syndrome and level of maternal nutritional knowledge
with the nutritional status of Down Syndrome children, 5) to analyze the

correlation between food consumption and physical activity with the nutritional
status of Down Syndrome children, and 6) to determine the most influential factor
on the nutritional status of Down Syndrome chidren.
This study is a quantitative descriptive study using cross sectional design.
This study was conducted from April to June 2015 in Magetan, East Java. The
sample in this study consisted of 50 Down Syndrome children from five
Extraordinary School (SLB), purposively selected as well. The inclusion criterias
for samples were 1) children aged 6 – 18 years old, 2) had no chronic diseases, 3)
lived together with his/her mother, and 4) mother was willing to be involved in
this study. Data was collected through interview using structured questionnaire
that filled by the mother and weighing and measuring the children weight and
height. Data was analyzed using univariate analysis, bivariate analysis, and
multivariate analysis (Logistic Regression).
More than half of children in this study aged ≤ 12 years old (58.0%), most
of the chidren were male (66.0%), anda overall children had moderate mental
retardation (100.0%). Most of the mother had low education level (62.0%), aged ≥
44 years old (52.0%), and was a housewife (52.0%). In addition, most of the
children come from small families (64.0%) and unpoor family (58.0%).
More than half of mothers had a positive perception towards Down
Syndrome (54.0%). Most of mothers had moderate nutritional knowledge (60.0%)

with average score 59.2.
Generally, the food consumption by the children was unbalanced. Most of
the chidren consumed source of carbohydrate (70.0%) and protein (52.0%) in
excess, while the other food groups like vegetables (100.0%) and fruit (90.0%)

were less consumed. Based on nutrients adequacy level, most of children had
energy, protein, and carbohydrate adequacy level with excess category (42.0%,
40.0%, and 64,0% respectively). However, adequacy level of fat and fiber were
mostly categorized as deficient (44.0% and 100.0% respectively). All of the
children (100.0%) had low physical activity level (PAL= 1.44). According to zscore of BMI for age, 40.0% chidren in this study were overweight and obese,
8.0% were thin and severely thin, and 52.0% were found to had normal nutritional
status.
Protein intake and fat intake were significantly correlated with the
nutritional status of Down Syndrome children (p0.05). Neverthless, based on pearson analysis, maternal perception towards
Down Syndrome had positive correlation with the consumption of fruits and
source of carbohydrate. In this research, that was done on some variables showed
that there was no the most influential factor on the nutritional status of Down
Syndrome children.

Keywords: Down Syndrome, maternal perception, nutritional knowledge,

nutritional status

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI IBU, TINGKAT
PENGETAHUAN GIZI IBU, POLA KONSUMSI PANGAN,
DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN STATUS GIZI ANAK
DOWN SYNDROME

LUSI ANINDIA RAHMAWATI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

ii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Siti Madanijah, MS

iv

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Berkenaan
dengan tersusunnya tesis ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr Ir Sri Anna Marliyati, MSi selaku ketua komisi pembimbing.
2. Dr Ir Ikeu Ekayanti, MKes selaku anggota komisi pembimbing.
3. Prof Dr Ir Siti Madanijah, MS selaku dosen penguji.
4. Prof Dr Ir Ikeu Tanziha, MS selaku Sekretaris Program Pascasarjana.
5. Prof Dr Ir Dodik Briawan, MCN selaku Ketua Program Studi Pascasarjana
Ilmu Gizi.
6. Dinas Pendidikan Kabupaten Magetan, Jawa Timur yang telah
mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di Kabupaten Magetan.
7. Kepala sekolah, guru, dan siswa siswi SLB Panca Bhakti, SDLB Negeri
Karangrejo, SLB PGRI Kawedanan, SLB PSM Takeran, dan SLB
IDHATI Parang yang telah terlibat dalam penelitian.
8. Suami (Oki Kurniawan Nur Cahyo), kedua orang tua, Wahyudi (Bapak)
dan Sumini (Ibu), serta Adek (Sofyan Anindia Putra) yang telah
memberikan doa dan dukungan baik moral maupun material.
9. Teman-teman Pascasarjana Gizi Masyarakat IPB angkatan 2013 atas doa,
dukungan, semangatnya.
10. Teman-teman yang telah membantu dalam pengambilan data.
11. Pihak-pihak lain yang telah banyak memberi dorongan dan masukan
dalam penulisan tesis ini.
Diharapkan tesis ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang

berkepentingan khususnya bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, November 2016
Lusi Anindia Rahmawati

v

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis
2 TINJAUAN PUSTAKA
Down Syndrome (DS)
Karakteristik Anak Down Syndrome
Status Gizi
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi
3 KERANGKA PEMIKIRAN
4 METODE
Desain, Waktu dan Tempat Penelitian
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Pengolahan dan Analisis Data
Definisi Operasional
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Karakteristik Anak
Karakteristik Keluarga
Persepsi Ibu terhadap Down Syndrome
Pengetahuan Gizi Ibu
Pola Konsumsi Pangan Anak Down Syndrome
Asupan Energi, Zat Gizi, dan Serat Anak Down Syndrome
Pola Aktivitas
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Anak Down
Syndrome
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
2
3
4
4
4
4
6
7
8
11
14
14
14
15
16
22
24
24
25
26
28
30
32
39
41
43
51
51
52
53
61
78

vi

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Variabel, jenis, cara pengumpulan, serta skala data yang digunakan
Hasil uji validitas dan reliabilitas item pernyataan persepsi ibu terhadap
Down Syndrome
Hasil uji validitas dan reliabilitas item pernyataan pengetahuan gizi ibu
Pengkategorian pola konsumsi pangan
Pengkategorian tingkat kecukupan energi, zat gizi, dan serat
Sebaran contoh berdasarkan usia, kategori retardasi mental, dan status
gizi
Sebaran contoh berdasarkan usia ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu,
besar keluarga, dan pendapatan keluarga
Sebaran ibu contoh berdasarkan jawaban pernyataan terkait persepsi
terhadap Down Syndrome
Persentase ibu contoh yang menjawab benar pernyataan terkait
pengetahuan gizi
Rataan frekuensi dan jumlah konsumsi pangan contoh
Sebaran contoh berdasarkan pola konsumsi pangan
Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi, zat gizi, dan
serat
Rata-rata alokasi waktu contoh untuk kegiatan sehari-hari
Sebaran contoh berdasarkan pola aktivitas
Hubungan beberapa variabel dengan status gizi anak Down Syndrome
Analisis multivariat variabel yang berhubungan dengan status gizi anak
Down Syndrome

15
16
17
19
21
26
27
29
31
33
37
39
42
42
43
50

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Pembelahan sel normal (NDSS 2012)
Pembelahan sel trisomi 21 (nondisjunction) (NDSS 2012)
Kerangka pemikiran
Sebaran ibu contoh berdasarkan persepsi terhadap Down Syndrome
Sebaran ibu contoh berdasarkan tingkat pengetahuan gizi

5
5
13
30
32

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Ethical clearance
Formulir pernyataan kesediaan sebagai subjek penelitian
Kuesioner
Hasil uji regresi logistik beberapa variabel independen dengan status
gizi anak Down Syndrome
Nilai z-score contoh
Formulir assessment akademik

62
63
64
72
73
75

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kecacatan merupakan suatu kondisi yang dapat menurunkan produktivitas.
Salah satu kondisi kecacatan yang dikaji dalam Riskesdas adalah Down
Syndrome. Menurut Kemenkes (2013), Down Syndrome merupakan kondisi
kelainan genetik yang terjadi pada masa pertumbuhan janin (pada kromosom
21/trisomi 21) dengan gejala yang sangat bervariasi. Gejala yang muncul dapat
berupa gejala minimal sampai muncul tanda khas berupa keterbelakangan mental
dengan tingkat IQ kurang dari 70 serta bentuk muka (Mongoloid) dan garis
telapak tangan yang khas (Simian crease).
Berdasarkan data Riskesdas, terjadi peningkatan persentase anak Down
Syndrome dari 0.12 pada tahun 2010, menjadi 0.13 pada tahun 2013 (Kemenkes
2013). Lebih jauh, data Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2003 menunjukkan
bahwa provinsi Jawa Timur memiliki jumlah penyandang retardasi mental
terbanyak di Indonesia, yaitu 17 550 orang (BPS 2003 diacu dalam Irwanto et al.
2010). Tingginya jumlah penyandang retardasi mental di Jawa Timur ini
memerlukan perhatian khusus, terutama terkait kesehatan mereka agar tidak
terjadi kondisi yang lebih buruk.
Masalah gizi yang sering terjadi pada anak Down Syndrome adalah
kegemukan. Hasil studi Oosterom et al. (2012) menunjukkan anak Down
Syndrome lebih berpotensi mengalami overweight dan obese dibandingkan anakanak lainnya. Demikian juga hasil studi Marin dan Graupera (2011) yang juga
menunjukkan bahwa sebagian besar anak Down Syndrome memiliki status gizi
overweight dan obese.
Status gizi lebih yang terjadi pada anak Down Syndrome harus dicegah
karena dapat memperburuk kondisi kesehatan. Menurut Lopes et al. (2008),
overweight pada anak Down Syndrome merupakan faktor yang menyebabkan
berbagai masalah kesehatan, seperti penyakit jantung dan muscular hypotonia.
Lebih jauh, menurut Marin dan Graupera (2011), selain menimbulkan masalah
kesehatan, kondisi overweight dan obese pada anak Down Syndrome juga akan
semakin membatasi kesempatan mereka untuk berpartisipasi di dalam kegiatan
sosial, rekreasi, dan olahraga yang penting untuk perkembangan fisik dan
emosionalnya.
Berbagai studi telah mencoba untuk mencari penyebab dari pertambahan
berat badan yang berlebih pada anak Down Syndrome. Salah satunya hasil studi
Magge et al. (2008) yang menunjukkan bahwa penyebab kegemukan pada anak
Down Syndrome adalah pengaruh tingkat leptin dan proporsi lemak tubuh. Studi
lain yang dilakukan oleh Luke et al. (1994) menunjukkan salah satu penyebab
kegemukan pada anak Down Syndrome adalah adanya penurunan tingkat resting
metabolic rate. Namun hubungan kedua faktor ini dengan kelebihan berat badan
yang terjadi pada anak Down Syndrome masih belum dapat dibuktikan dengan
jelas.
Salah satu faktor yang berperan dalam menentukan status gizi anak Down
Syndrome adalah tingkat pengetahuan gizi ibu. Peran ibu dalam perawatan anak
Down Syndrome merupakan suatu hal yang sangat penting, terutama dalam hal

2
asupan zat gizi. Menurut Reinehr et al. (2010), seseorang dengan disabilitas
memiliki risiko mengalami obesitas yang lebih tinggi karena kurangnya
pengetahuan dan kesadaran tentang gaya hidup sehat. Oleh karena itu, ibu dengan
pengetahuan gizi yang baik akan lebih berperan untuk dapat memantau anak
Down Syndrome dalam menerapkan gaya hidup sehat dalam kehidupan seharihari. Tumbuh dan berkembangnya anak secara optimal tergantung pada
pemberian zat gizi yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan anak. Hasil studi
Koniuszy dan Kunowski (2013) menunjukkan bahwa makanan sehari-hari anak
Down Syndrome cenderung tidak seimbang dalam hal kandungan energi dan nilai
gizi yang mengakibatkan timbulnya gangguan metabolisme.
Pengetahuan gizi yang dimiliki oleh ibu tidak hanya berhubungan dengan
kuantitas dan kualitas asupan anak, akan tetapi juga berkaitan dengan aktivitas
fisik anak. Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan gizi juga mencakup
bagaimana cara seseorang untuk hidup sehat, salah satunya adalah dengan
aktivitas fisik. Ibu yang memiliki pengetahuan gizi yang baik akan mendorong
anak untuk melakukan aktivitas fisik secara rutin agar dapat meningkatkan
kualitas hidupnya.
Faktor lain yang juga berperan dalam menentukan status gizi anak Down
Syndrome adalah persepsi orangtua. Beberapa studi telah mengkaji pengaruh
persepsi orangtua terhadap beberapa variabel seperti penelitian yang dilakukan
oleh Burke et al. (2012) yang menunjukkan bahwa, persepsi orangtua sangat
berhubungan dengan karakteristik personal anak Down Syndrome. Semakin tinggi
penerimaan orangtua yang menganggap anak sebagai anugerah akan
meningkatkan kepercayaan diri, keingintahuan, moralitas, dan kontak sosial anak
Down Syndrome. Studi lain yang dilakukan oleh Menear (2007) yang mengkaji
persepsi orangtua terkait kesehatan dan aktivitas fisik yang dibutuhkan oleh anak
Down Syndrome juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara dukungan orangtua dan partisipasi anak dalam aktivitas fisik.
Lebih lanjut, studi lain yang dilakukan oleh Hapsari (2008) juga
menunjukkan bahwa ibu yang memiliki persepsi positif dan menerima keadaan
anaknya yang mengalami Down Syndrome akan memiliki komunikasi yang rutin,
memberikan perhatian dan kasih sayang, terlibat dalam aktivitas fisik anak, serta
memberikan perlindungan pada anak.
Penelitian mengenai anak Down Syndrome di Indonesia, khususnya
penelitian terkait gizi masih sangat terbatas. Oleh karena itu, peneliti tertarik
untuk melihat hubungan antara persepsi ibu terhadap Down Syndrome, tingkat
pengetahuan gizi ibu, pola konsumsi pangan, dan aktivitas fisik dengan status gizi
anak Down Syndrome.
Perumusan Masalah
Kegemukan yang terjadi pada anak-anak merupakan masalah kesehatan
utama di dunia. Dari tahun ke tahun, prevalensi kegemukan pada anak
menunjukkan adanya peningkatan (Bhuiyan et al. 2013). Anak-anak dengan
Down Syndrome memiliki risiko yang lebih besar mengalami kegemukan. Hasil
studi Reinehr et al. (2010) dan Oosterom et al. (2012) menunjukkan bahwa anak
Down Syndrome lebih berpotensi memiliki status gizi overweight dan obese

3
dibandingkan anak-anak normal. Kegemukan yang terjadi pada anak Down
Syndrome ini akan memperburuk kondisi fisik maupun mental mereka.
Di Indonesia, status gizi anak dengan disabilitas, khususnya Down
Syndrome masih belum manjadi perhatian utama. Padahal, selain berisiko
mengalami berbagai penyakit kronis akibat kegemukan, status gizi berlebih juga
akan membatasi mereka dalam berbagai kegiatan sosial yang penting bagi
perkembangan fisik dan emosionalnya (Marin dan Graupera 2011).
Berbagai penelitian telah dilakukan di Indonesia maupun di negara lain
terkait kegemukan pada anak dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Namun,
penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kegemukan pada
anak Down Syndrome masih sangat jarang dilakukan.
Kegemukan pada anak Down Syndrome berkaitan erat dengan pola asuh
yang diterapkan orangtua. Orangtua terutama ibu yang memiliki anak Down
Syndrome memiliki beban yang lebih besar dibandingkan dengan ibu yang
memiliki anak normal dan sehat. Beban dan juga adanya tekanan yang mungkin
dialami oleh ibu dapat berpengaruh terhadap cara pengasuhan ibu. Selain beban
dan adanya tekanan yang dialami oleh ibu, persepsi ibu terhadap anak Down
Syndrome sendiri mungkin juga dapat berpengaruh terhadap pola asuh yang
selanjutnya tercermin dalam status gizi anak, demikian juga pengetahuan gizi
yang dimiliki oleh ibu.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dirumuskan masalah pada penelitian
ini adalah peneliti ingin mengetahui bagaimana persepsi ibu terhadap Down
Syndrome dan pengetahuan gizi yang dimiliki oleh ibu dari anak Down
Syndrome? Dari kedua hal ini, peneliti ingin mengetahui apakah benar persepsi
dan pengetahuan gizi ibu akan berpengaruh terhadap pola asuh yang diterapkan
oleh ibu. Pola asuh yang diterapkan oleh ibu dapat tercermin dalam pola konsumsi
pangan dan aktivitas fisik anak, sehingga peneliti juga tertarik untuk mengetahui
bagaimana pola konsumsi pangan dan aktivitas fisik dari anak Down Syndrome?
Keempat hal ini selanjutnya akan dianalisis untuk mengetahui apakah
terdapat hubungan antara persepsi ibu terhadap Down Syndrome, pengetahuan gizi
ibu, pola konsumsi pangan dan aktivitas fisik dengan status gizi dari anak Down
Syndrome. Apabila diketahui terdapat hubungan dari masing-masing faktor
dengan status gizi anak Down Syndrome, selanjutnya perlu diketahui faktor
manakah yang paling dominan dalam menentukan status gizi anak Down
Syndrome.
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara persepsi ibu
terhadap Down Syndrome, tingkat pengetahuan gizi ibu, pola konsumsi pangan,
dan aktivitas fisik dengan status gizi anak Down Syndrome.
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi karakteristik umum anak Down Syndrome (umur, jenis
kelamin, dan kategori retardasi mental) beserta keluarganya (tingkat

4

2.
3.
4.
5.
6.

pendidikan ibu, usia ibu, pekerjaan ibu, besar keluarga, dan pendapatan
keluarga).
Menganalisis persepsi ibu terhadap Down Syndrome dan tingkat
pengetahuan gizi ibu.
Menganalisis pola konsumsi pangan, aktivitas fisik, dan status gizi anak
Down Syndrome.
Menganalisis hubungan antara persepsi ibu terhadap Down Syndrome dan
tingkat pengetahuan gizi ibu dengan status gizi anak Down Syndrome.
Menganalisis hubungan antara pola konsumsi pangan dan aktivitas fisik
dengan status gizi anak Down Syndrome.
Menentukan faktor yang paling berpengaruh terhadap status gizi anak Down
Syndrome.
Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai beberapa
faktor yang berkaitan dengan peningkatan dan penurunan risiko overweight dan
obese pada anak Down Syndrome sehingga menjadi masukan dalam usaha
pencegahan status gizi berlebih. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi
bahan masukan bagi pendidik Sekolah Luar Biasa (SLB) agar dapat melakukan
berbagai upaya untuk memperbaiki status gizi anak Down Syndrome.
Hipotesis
1.
2.
3.
4.

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Terdapat hubungan antara persepsi ibu terhadap Down Syndrome dengan
status gizi anak Down Syndrome.
Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan gizi ibu dengan status gizi
anak Down Syndrome.
Terdapat hubungan antara pola konsumsi pangan anak Down Syndrome
dengan status gizi anak Down Syndrome.
Terdapat hubungan antara aktivitas fisik anak Down Syndrome dengan
status gizi anak Down Syndrome.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Down Syndrome (DS)
Down Syndrome merupakan salah satu kondisi retardasi mental yang
diakibatkan adanya kelainan kromosom. Seseorang yang mengalami Down
Syndrome memiliki kelebihan kromosom pada kromosom ke 21 dan biasanya
disebut trisomi 21 (NFSMI 2006). Berdasarkan data yang ada, kejadian Down
Syndrome menimpa satu di antara 1000 - 1100 kelahiran di dunia (WHO 2014).

5
Menurut NDSS (2012), terdapat tiga tipe Down Syndrome, yaitu trisomi
21 (nondisjunction), translokasi, dan mosaicism. Down Syndrome biasanya lebih
sering disebabkan karena adanya kesalahan pembelahan sel atau biasa disebut
nondisjunction yang menghasilkan 3 kromosom ke-21. Sebanyak 95% kasus
Down Syndrome merupakan tipe trisomi 21.

Gambar 1 Pembelahan sel normal (NDSS 2012)

Gambar 2 Pembelahan sel trisomi 21 (nondisjunction) (NDSS 2012)
Penyebab terjadinya Down Syndrome masih belum dapat diketahui dengan
pasti. Namun, berbagai studi menunjukkan bahwa dengan meningkatnya usia ibu,
maka risiko melahirkan anak Down Syndrome juga semakin tinggi. Wanita yang
hamil pada usia 35 tahun atau lebih akan berisiko melahirkan anak Down
Syndrome dibandingkan wanita yang hamil pada usia yang lebih muda (Allen et
al. 2009; Ghosh et al. 2009; Sherman et al. 2007).

6
Karakteristik Anak Down Syndrome
Anak Down Syndrome memiliki karakteristik yang dapat diamati pada
masa bayi, antara lain mengalami hypotonia otot, wajah cenderung rata, bentuk
telinga tidak normal, hiperfleksibilitas sendi, dan lidah yang besar (WHO 2014).
Menurut Davidson et al. (2006), orang-orang yang mengalami Down Syndrome
akan mengalami retardasi mental sedang hingga berat. Selain itu, mereka juga
memiliki tanda fisik yang khas, antara lain postur tubuh yang pendek dan gemuk,
mata berbentuk oval dan condong ke atas, lipatan kelopak mata bagian atas
memanjang melewati sudut bagian dalam mata, hidung lebar dan datar, telinga
berbentuk persegi, lidah besar dan berkerut, tangan pendek dan lebar dengan jarijari yang pendek, serta rambut lurus, tipis dan halus.
Menurut AAMD (1983), retardasi mental yang dialami oleh anak Down
Syndrome dapat dibagi mejadi empat kelompok, yaitu retardasi mental ringan (IQ
50 – 69), retardasi mental sedang (IQ 35 – 49), retardasi mental berat (IQ 20 –
34), dan retardasi mental sangat berat (IQ < 20). Prosedur yang harus dilakukan
untuk menentukan tingkat retardasi adalah : (1) mengenali adanya masalah seperti
keterlambatan dalam tahap perkembangan; (2) menentukan adanya defisit
perilaku adaptif; (3) membuat keputusan tentang ada atau tidaknya keterlambatan
fungsi intelektual; (4) membuat keputusan tentang tingkat keterbelakangan mental
sesuai dengan hasil pengukuran fungsi intelektual.
Retardasi mental yang terjadi pada anak Down Syndrome dapat
mengakibatkan beberapa keterbatasan, antara lain (1) kemampuan kognitif yang
kurang; (2) kemampuan bahasa akibat kesulitan artikulasi, suara, dan gagap; (3)
keadaan fisik yang seringkali bermasalah dalam hal penglihatan, pendengaran,
dan gangguan jantung; (4) keadaan sosial dan emosional yang kurang stabil (Hunt
dan Marshall 1994).
Anak Down Syndrome seringkali memiliki masalah makan karena
lemahnya kemampuan alat pencernaan untuk menghisap dan memotong.
Pertumbuhan anak Down Syndrome biasanya lebih lambat dan umumnya
memiliki postur tubuh yang lebih pendek dibandingkan anak seusianya. Masalah
gizi pada anak Down Syndrome yang sering terjadi ketika usia sekolah adalah
overweight (NFSMI 2006). Lebih lanjut, menurut NFSMI (2006), orangtua harus
memperhatikan beberapa hal berikut untuk menghindari masalah makan dan
overweight pada anak DS, yaitu jumlah kalori yang diberikan, modifikasi tekstur
makanan, dan peralatan makan anak.
Menurut data WHO (2014), 60 – 80% anak Down Syndrome memiliki
pendengaran yang kurang dan 40 – 45% memiliki kelainan jantung bawaan.
Selain itu, kelainan lain yang juga sering terjadi pada anak DS antara lain kelainan
usus, masalah penglihatan, disfungsi tiroid, dan lain-lain. Namun, hal tersebut
tidak menutup kemungkinan bagi seseorang yang mengalami Down Syndrome
untuk dapat mencapai kualitas hidup yang optimal. Kualitas hidup yang optimal
ini dapat dicapai dengan adanya dukungan dan perawatan orangtua, arahan medis,
dan komunitas khusus seperti sekolah luar biasa (WHO 2014).

7
Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh seseorang sebagai akibat dari konsumsi
makanan dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh (Almatsier 2004). Menurut
Supariasa et al. (2001), kekurangan dan kelebihan gizi merupakan masalah
penting karena dapat menimbulkan risiko-risiko penyakit tertentu. Kekurangan
berat badan dapat meningkatkan risiko penyakit infeksi, sedangkan kelebihan
berat badan dapat meningkatkan risiko penyakit degeneratif.
Penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung maupun tidak
langsung. Cara pengukuran status gizi yang paling sering digunakan adalah
pengukuran antropometri yang merupakan salah satu penilaian status gizi secara
langsung (Supariasa et al. 2001).
Berdasarkan Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U), status gizi
anak usia 5-18 tahun dapat dikategorikan menjadi sangat kurus (2 SD) (Kemenkes 2011). Anak Down
Syndrome merupakan kelompok individu yang berpotensi memiliki status gizi
lebih, baik gemuk maupun obes. Berbagai hasil studi menunjukkan bahwa
prevalensi overweight dan obese pada anak Down Syndrome cukup tinggi (Marin
dan Graupera 2011; Koniuszy et al. 2013; Oosterom et al. 2012).
Overweight atau kegemukan merupakan suatu kondisi kelebihan berat
tubuh melebihi berat tubuh normal, sedangkan obesitas merupakan kondisi
kelebihan berat tubuh akibat tertimbunnya lemak, yaitu untuk pria 20% melebihi
berat tubuhnya dan wanita 25% melebihi berat tubuhnya (Rimbawan dan Siagian
2004).
Berbagai studi telah menunjukkan tingginya prevalensi anak Down
Syndrome yang mengalami kegemukan dan obese. Hasil studi Marin dan
Graupera (2011) menunjukkan prevalensi anak Down Syndrome yang mengalami
overweight dan obese sebanyak 73.6%, sedangkan studi lain yang dilakukan oleh
Oosterom et al. (2012) menunjukkan prevalensi anak Down Syndrome yang
mengalami kegemukan adalah dua kali lipat dibandingkan anak normal.
Penyebab tingginya risiko kegemukan dan obese pada anak Down Syndrome
hingga saat ini masih perlu diteliti lebih jauh. Studi yang telah dilakukan oleh
Magge et al. (2008) menunjukkan bahwa anak Down Syndrome memiliki tingkat
leptin yang lebih tinggi dibandingkan saudaranya yang normal. Studi ini juga
menunjukkan bahwa semakin tinggi persentase lemak tubuh, maka semakin tinggi
pula tingkat leptin di kedua kelompok. Namun hubungan yang lebih kuat
ditunjukkan pada kelompok Down Syndrome. Hal inilah yang diduga menjadi
penyebab kegemukan pada anak Down Syndrome. Meskipun demikian, studi ini
belum sepenuhnya dapat diterima karena adanya beberapa kelemahan, antara lain
jumlah sampel yang kecil dan tingkat leptin yang tinggi memang umum
ditemukan pada orang obese. Studi lain yang dilakukan oleh Luke et al. (1994)
menunjukkan bahwa kegemukan pada anak Down Syndrome diduga karena
adanya penurunan tingkat resting metabolic rate. Namun, studi lain yang
mencoba mengkaji lebih dalam terkait dugaan ini menunjukkan bahwa resting
metabolic rate pada anak Down Syndrome memang lebih rendah dibandingkan
saudaranya yang normal, namun hal ini tidak berhubungan dengan peningkatan
risiko kegemukan pada anak Down Syndrome (Hill et al. 2013).

8
Menurut WHO (2010), obesitas pada masa anak-anak berkaitan dengan
kejadian obesitas pada masa dewasa yang dapat menyebabkan berbagai penyakit
seperti penyakit jantung, stroke, diabetes, osteoartritis, kanker, dan lain-lain.
Kondisi yang lebih buruk dapat terjadi apabila overweight maupun obese ini
terjadi pada anak Down Syndrome. Menurut Marin dan Graupera (2011), kondisi
Down Syndrome saja sudah cukup menimbulkan diskriminasi di masyarakat.
Apalagi bila ditambah dengan obesitas. Selain berisiko mengalami penyakit
degeneratif, obesitas juga akan membatasi anak Down Syndrome untuk
berpartisipasi di dalam kegiatan sosial, rekreasi, dan olahraga yang penting untuk
perkembangan fisik dan emosionalnya.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi
Status gizi, khususnya gizi lebih yang terjadi pada anak dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Faktor yang paling sering dikaitkan dengan kejadian
overweight dan obese adalah pola makan yang kurang tepat dan aktivitas fisik
yang kurang (Oosterom et al. 2012; Marin dan Graupera 2011; Menear 2007;
Bhuiyan et al. 2013; Firouzi et al. 2014; Ochoa et al. 2007). Namun, selain kedua
faktor tersebut, persepsi ibu terhadap Down Syndrome dan tingkat pengetahuan
gizi ibu juga dapat berpengaruh terhadap kejadian gizi lebih pada anak Down
Syndrome.
Pola Konsumsi Pangan
Pola konsumsi pangan memiliki peran yang cukup besar terhadap
kegemukan dan obesitas. Pola konsumsi pangan yang tinggi kalori dan lemak
akan menyebabkan terjadinya keseimbangan energi positif atau terjadi
penimbunan energi dalam bentuk lemak (Rimbawan dan Siagian 2004). Lebih
lanjut, menurut Rimbawan dan Siagian (2004), telah banyak hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa orang yang mengalami kegemukan lebih sering
mengonsumsi makanan berlemak tinggi dibandingkan orang yang memiliki berat
tubuh normal. Hal ini didukung oleh hasil studi Koniuszy dan Kunowski (2013)
yang menunjukkan bahwa rata-rata makanan yang dikonsumsi anak Down
Syndrome memiliki kandungan lemak dan sakarosa yang tinggi serta memiliki
nilai indeks glikemik yang melebihi rata-rata.
Sebagian besar anak Down Syndrome membutuhkan makanan dengan
kandungan energi yang lebih rendah dibandingkan anak-anak lainnya. Hal ini
dikarenakan keterbatasan mereka dalam bergerak dan rendahnya muscle tone
(NFSMI 2006).
Pola konsumsi pangan yang dimiliki oleh anak Down Syndrome tidak
lepas dari peran orangtua dalam menerapkan pola asuh. Hasil review dari berbagai
studi yang dilakukan oleh Reinehr et al. (2010) mengungkapkan bahwa banyak
orangtua dari anak difabel yang cenderung memberikan permen dan makanan
manis dengan tujuan untuk menenangkan anak atau karena adanya ketakutan
orangtua tidak bisa menyenangkan anak.
Hasil review yang dilakukan oleh Reinehr et al. (2010) juga menyebutkan
bahwa anak Down Syndrome berisiko untuk mengonsumsi makanan secara

9
berlebih. Hal ini disebabkan adanya kerusakan hipotalamus yang bertanggung
jawab terhadap pengaturan berat badan.
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah gerakan fisik yang dilakukan oleh otot tubuh dan
sistem penunjangnya (Almatsier 2004). Menurut WHO (2010), aktivitas fisik
adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan
pengeluaran energi. Aktivitas fisik memiliki banyak manfaat bagi kesehatan.
Berbagai studi telah menunjukkan bahwa aktivitas fisik yang dilakukan secara
teratur dapat menurunkan risiko penyakit jantung koroner, stroke, diabetes,
hipertensi, kanker, dan depresi. Selain itu, aktivitas fisik yang dilakukan seseorang
akan menentukan seberapa besar pengeluaran energi sehingga sangat penting
untuk mengontrol keseimbangan energi dan berat badan (WHO 2010).
Berbagai studi telah menunjukkan bahwa aktivitas fisik yang kurang
merupakan salah satu penyebab kejadian overweight dan obese. Bhuiyan et al.
(2013) dan Ochoa et al. (2007) menyatakan bahwa anak yang lebih sering
melakukan aktivitas fisik lebih kecil risikonya mengalami kelebihan berat badan.
Studi yang dilakukan pada anak Down Syndrome juga menunjukkan bahwa
aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap
kenaikan berat badan (Oosterom et al. 2012). Hal ini didukung oleh berbagai studi
lain yang menunjukkan bahwa anak Down Syndrome umumnya memiliki aktivitas
fisik yang kurang (Marin dan Graupera 2011; Gomez et al. 2013; Phillips dan
Holland 2011; Menear 2007).
Sama halnya dengan pola konsumsi. Aktivitas fisik yang dilakukan oleh
anak Down Syndrome juga tidak lepas dari peran orangtua dalam menerapkan
pola asuh. Menurut Reinehr et al. (2010), kurangnya aktivitas fisik pada anak
difabel salah satunya disebabkan karena orangtua yang overprotective dan terlalu
mencemaskan anaknya sehingga akan membatasi anak untuk bermain di luar.
Berdasarkan rekomendasi WHO (2010), aktivitas fisik untuk anak usia 5 –
17 tahun diantaranya adalah permainan, olahraga, transportasi, rekreasi,
pendidikan fisik atau olahraga khusus, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah,
maupun masyarakat. Anak-anak pada kelompok usia ini dianjurkan untuk
melakukan aktivitas fisik dengan intensitas sedang sampai berat minimal 60
menit/hari.
Persepsi Ibu terhadap Down Syndrome
Persepsi adalah proses yang digunakan oleh seorang individu untuk
memiliki, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan informasi untuk
memaknai sesuatu (Kotler 2000). Persepsi dapat dibedakan menjadi persepsi yang
baik atau persepsi positif dan persepsi negatif yang selanjutnya akan
mempengaruhi tindakan seseorang secara nyata (Sugihartono et al. 2007).
Menurut Toha (2003), persepsi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
faktor internal yang terdiri dari perasaan, sikap dan kepribadian individu,
prasangka, keinginan atau harapan, perhatian, proses belajar, keadaan fisik,
gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan, serta motivasi. Selain itu, persepsi juga
dipengaruhi oleh faktor eksternal yang terdiri dari latar belakang keluarga,

10
informasi yang diperoleh, pengetahuan dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran,
hal-hal baru dan ketidakasingan suatu objek.
Persepsi seseorang dapat berbeda satu sama lain. Persepsi orangtua yang
menganggap anak adalah titipan dan memiliki anak dengan keterbelakangan
mental bukan suatu musibah akan menimbulkan sikap penerimaan pada kondisi
anak (Hendriani et al. 2006). Lebih lanjut, hasil studi Hendriani et al. (2006) yang
juga didukung oleh Heward (2003) menunjukkan adanya 3 tahap penyesuaian
yang dilakukan orangtua ketika menghadapi kenyataan memiliki anak Down
Syndrome, yaitu (1) tahap timbulnya krisis emosional seperti shock,
ketidakpercayaan, dan pengingkaran terhadap kondisi yang terjadi pada anaknya;
(2) tahap ketika rasa tidak percaya dan pengingkaran yang terjadi diikuti oleh
perasaan dan sikap negatif seperti marah, menyesal, menyalahkan diri sendiri,
malu, depresi, rendah diri, menolak kehadiran anak, atau overprotective; (3) tahap
terakhir pada saat orangtua telah mencapai kesadaran terhadap situasi yang
dihadapi serta bersedia menerima kondisi anak yang berbeda.
Adanya penerimaan dari orangtua, khususnya ibu dari anak Down
Syndrome sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Ibu
memegang tanggung jawab dan peranan yang sangat penting dalam
perkembangan anak. Agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, anak
Down Syndrome membutuhkan perhatian yang besar. Perhatian dapat terwujud
apabila didasari semangat kerelaan, yaitu sikap menerima dari ibu karena dengan
penerimaan, ibu akan lebih memperhatikan perkembangan kemampuan anak dan
memberikan kasih sayang serta perhatian yang besar pada anak (Hurlock 1999).
Lebih lanjut, menurut Hurlock (1999), penerimaan juga akan mendatangkan rasa
syukur dan tanggung jawab yang lebih besar untuk merawat anak sehingga pola
asuh yang baik lebih mudah tercipta.
Pengetahuan Gizi
Pengetahuan gizi merupakan suatu hasil setelah seseorang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan suatu hal
yang sangat penting untuk terbentuknya suatu tindakan (Notoatmodjo 2007).
Menurut Sukandar et al. (2009), pengetahuan gizi yang baik dari seorang ibu
penting untuk memperbaiki pola makan anak agar dapat memenuhi kecukupan
gizinya dengan baik. Dengan pola makan yang tepat, anak akan dapat tumbuh dan
berkembang dengan baik. Hasil studi Poh et al. (2012) juga menunjukkan bahwa
pengetahuan gizi ibu berpengaruh positif pada pola makan anak.
Berbagai hasil studi telah menunjukkan adanya hubungan pengetahuan
gizi ibu dengan status gizi anak. Studi yang dilakukan oleh Yabanci et al. (2014)
menunjukkan bahwa ibu yang memiliki tingkat pengetahuan gizi tinggi cenderung
memiliki anak dengan status gizi yang normal. Lebih lanjut, berdasarkan
penelitian ini, ibu yang memiliki pengetahuan gizi yang tinggi akan cenderung
memberikan sayuran, buah, kacang-kacangan, dan mengurangi minuman manis
dan makanan cepat saji untuk anak-anaknya.
Orangtua, khususnya ibu berperan dalam menciptakan lingkungan yang
baik untuk anak agar dapat mendorong pola makan yang sehat sehingga dapat
terhindar dari kelebihan berat badan dan eating disorder (Scaglioni et al. 2008).
Banyak orangtua yang secara tidak sengaja mendorong anak-anak memiliki berat

11
badan berlebih akibat dari pemberian makan yang salah (Clark et al. 2007).
Berdasarkan hasil studi Sunwoong et al. (2000), semakin tinggi tingkat
pengetahuan gizi ibu, maka asupan total lemak dan kolesterol anak akan semakin
menurun, sedangkan asupan serat makanan akan semakin meningkat.

3 KERANGKA PEMIKIRAN
Anak Down Syndrome pada umumnya memiliki kemampuan kognitif yang
rendah, gangguan dalam kemampuan berbahasa, keadaan fisik yang kurang
sempurna, serta keadaan sosial dan emosional yang kurang stabil. Adanya
berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh anak Down Syndrome tersebut
mengkibatkan ibu memegang peranan penting dalam pengasuhan anak Down
Syndrome.
Kondisi status gizi berlebih merupakan permasalahan yang paling umum
terjadi pada anak Down Syndrome. Menurut Oosterom (2012), faktor yang paling
berpengaruh terhadap berat badan anak Down Syndrome adalah aktivitas fisik dan
pola konsumsi pangan. Aktivitas fisik dan konsumsi pangan yang terdiri dari jenis
dan jumlah makanan pada anak Down Syndrome perlu dipantau oleh orangtua,
khususnya ibu untuk menghindari terjadinya status gizi berlebih (overweight dan
obese).
Aktivitas fisik sangat erat kaitannya dengan status gizi seseorang.
Seseorang yang melakukan aktivitas fisik yang memadai akan cenderung
memiliki status gizi yang baik. Anak Down Syndrome pada umumnya memiliki
gaya hidup yang kurang aktif secara fisik sehingga cenderung mengakibatkan
status gizi berlebih (Menear 2007). Lebih lanjut menurut Menear (2007),
partisipasi anak Down Syndrome dalam melakukan aktivitas fisik sangat berkaitan
dengan adanya dukungan dari orangtua atau pengasuh. Orangtua yang menyadari
pentingnya aktivitas fisik bagi kesehatan anak akan mendukung dan mendorong
anaknya untuk melakukan aktivitas fisik secara teratur.
Pola konsumsi pangan juga memiliki hubungan yang erat dengan status
gizi seseorang. Pola konsumsi pangan yang tidak seimbang dan didukung dengan
aktivitas fisik yang kurang akan mengakibatkan seseorang mengalami status gizi
berlebih (overweight dan obese). Berdasarkan berbagai studi yang telah dilakukan,
asupan zat gizi anak Down Syndrome pada umumnya tidak seimbang, yaitu
rendah karbohidrat, rendah serat, tinggi protein, dan tinggi lemak (Marin dan
Graupera 2011; Koniuszy dan Kunowski 2013). Jenis dan jumlah makanan yang
dikonsumsi anak Down Syndrome sendiri sangat tergantung pada pola pemberian
makan orangtua, khususnya ibu. Menurut Yilmaz et al. (2013), faktor yang
berpengaruh dalam menentukan pola pemberian makan pada anak salah satunya
adalah persepsi orangtua terkait status gizi anak.
Persepsi adalah proses dimana seseorang menerima, memperhatikan, dan
memahami informasi yang diberikan kepadanya. Persepsi bersifat kompleks dan
subjektif, tergantung pada subjek yang melaksanakan persepsi tersebut (De Vito
1997). Persepsi ibu yang positif terhadap Down Syndrome akan mendorong ibu
untuk lebih menerima keadaan anaknya dan selanjutnya berkaitan erat dengan

12
pola asuh yang diterapkan. Menurut Hapsari (2008), penerimaan akan
mendatangkan rasa syukur dan tanggung jawab yang lebih besar sehingga pola
asuh dan cinta kasih yang diperlukan anak mudah terbentuk. Menurut Hurlock
(1999), mengasuh anak Down Syndrome memerlukan kesabaran dan kerelaan,
sehingga harus ada sikap menerima yang akan mendorong ibu untuk
memperhatikan perkembangan kemampuan anak, memberikan kasih sayang, serta
perhatian yang besar pada anak.
Faktor lain yang juga penting diperhatikan dan berperan dalam
menentukan status gizi anak Down Syndrome adalah pengetahuan gizi ibu. Ibu
yang memiliki pengetahuan gizi yang baik akan dapat memberikan makanan
dengan jenis dan jumlah yang memadai sesuai kebutuhan anak serta memotivasi
anak untuk senantiasa melakukan aktivitas fisik secara teratur.
Pengetahuan gizi ibu dan persepsi ibu terhadap Down Syndrome sendiri
juga dipengaruhi oleh karakteristik ibu, misalnya tingkat pendidikan. Ibu yang
memiliki wawasan yang luas kemungkinan akan lebih mudah menerima
informasi-informasi terkait gizi dan memiliki persepsi yang lebih baik terhadap
anak Down Syndrome.
Beberapa faktor lain yang juga terkait dengan status gizi anak Down
Syndrome diantaranya adalah karakterisitik keluarga yang meliputi besar keluarga,
pekerjaan orangtua, dan pendapatan keluarga yang selanjutnya berkaitan dengan
besar kecilnya dukungan keluarga baik dari segi moril maupun materiil. Kerangka
pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 3.

13

Gambar 3 Kerangka pemikiran

14

4 METODE
Desain, Waktu dan Tempat Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional study. Penelitian
ini dilaksanakan pada bulan April hingga Juni 2015 di lima Sekolah Luar Biasa
yang terdapat di Kabupaten Magetan, Jawa Timur, yaitu SLB Panca Bhakti,
SDLB Negeri Karangrejo, SLB PGRI Kawedanan, SLB PSM Takeran, dan SLB
IDHATI Parang. Penentuan lokasi penelitian di Jawa Timur karena berdasarkan
Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2003 (BPS 2003 diacu dalam Irwanto et
al. 2010), Provinsi Jawa Timur memiliki jumlah penyandang retardasi mental
terbanyak di Indonesia, yaitu 17 550 orang. Selain itu, Kabupaten Magetan
merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang sedang mengupayakan
penyelenggaraan pendidikan inklusif. Penelitian ini telah mendapatkan
persetujuan Etik dari Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia No: 368/UN2.F1/ETIK/2015.
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh
Contoh yang diambil dalam penelitian ini adalah siswa-siswi Sekolah Luar
Biasa di Kabupaten Magetan yang mengalami Down Syndrome beserta ibunya
yang telah memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi yang ditetapkan antara lain:
1) anak berusia 6 – 18 tahun, 2) tidak mempunyai penyakit kronis, 3) tinggal
bersama ibu kandungnya dalam satu rumah, dan 4) ibu bersedia menandatangani
formulir persetujuan untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian.
Penentuan jumlah contoh minimal yang digunakan dalam penelitian ini
dihitung dengan menggunakan rumus (Lemeshow 1997) sebagai berikut :
2

n

Z  PQ
d2

Keterangan :
n
= besar contoh
α
= tingkat kepercayaan 95% (1.96)
P
= proporsi Down Syndrome di Indonesia (0.13%)
(Kemenkes 2013)
Q
=1–P
d
= presisi absolut (0.01)
Berdasarkan rumus di atas, maka diperoleh perkiraan jumlah contoh
sebagai berikut :

n

1.96 2 x0.0013x0.9987
0.012

n

0.00499
 49.9  50
0.0001

15
Berdasarkan perhitungan di atas, maka perkiraan jumlah contoh minimal
dalam penelitian ini adalah 50 contoh. Penentuan contoh dilakukan secara
purposive dengan pertimbangan kesediaan ibu untuk hadir ke sekolah dan
mengikuti penelitian. Selama jalannya penelitian, sebanyak 55 ibu bersedia hadir,
namun hanya 50 ibu yang memenuhi kriteria inklusi dan dapat menjadi contoh
dalam penelitian. Lima orang ibu tidak dapat menjadi contoh penelitian karena
memiliki anak Down Syndrome dengan riwayat penyakit kronis seperti kelainan
jantung, kelainan pada dubur, dan berusia lebih dari 18 tahun.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder. Data
primer meliputi data karakteristik anak beserta keluarga, persepsi ibu,
pengetahuan gizi ibu, pola konsumsi pangan, asupan zat gizi, serta aktivitas fisik.
Data sekunder berupa profil lima Sekolah Luar Biasa di Kabupaten Magetan yang
me

Dokumen yang terkait

Gambaran Pola Konsumsi Dan Status Gizi Baduta (Bayi 6-24 Bulan) Yang Mendapatkan Makanan Tambahan Taburia Di Kelurahan Kemenangan Tani Kecamatan Medan Tuntungan Kota Medan Tahun 2012

1 66 122

Gambaran Status Gizi dan Pola Penyakit Lansia Yang Berobat Di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Tingkat II Kesehatan Daerah Militer I Bukit Barisan Medan Tahun 2002

0 48 60

Hubungan Pola Makan Ibu Menyusui Dengan Status Gizi Bayi Di Desa Gampoeng Keude Bagok Dan Keude Bagok Kecamatan Nurussalam Kabupaten Aceh Timur Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2002

3 50 70

Hubungan Pola Makan Ibu Menyusui Dengan Status Gizi Bayi Di Desa Gampoeng Keude Bagok Dan Keude Bagok Kecamatan Nurussalam Kabupaten Aceb Timur Naoggroe Aceb Darussalam Tahun 2002

0 34 70

Hubungan Antara Status Ibu Bekerja atau Ibu TidakBekerja Dengan Status Gizi Anak Balita di Kecamatan Medan Tembung.

5 42 70

Pola Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Supir Angkot Rahayu Medan Ceria Trayek 104 Di Kota Medan

0 58 7

Gambaran Pola Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Anak Balita Penderita Diare Di Ruang Anak RSU Dr. Tengku Mansyur Tanjungbalai Tahun 2008

0 66 64

Gambaran Pengetahuan Gizi, Pola Konsumsi Pangan Dan Status Gizi Pada Supir Angkot Rahayu Medanceria Trayek 104 Di Kota Medan Tahun 2008

0 48 80

Hubungan Pola Konsumsi, Ketersediaan Pangan, Pengetahuan Gizi Dan Status Kesehatan Dengan Kejadian Kek Pada Ibu Hamil Di Kabupaten Simalungun 2008

13 92 114

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN GIZI IBU, TINGKAT KONSUMSI PANGAN DENGAN STATUS GIZI ANAK DI BAWAH DUA TAHUN DI Hubungan Antara Pengetahuan Gizi Ibu, Tingkat Konsumsi Pangan Dengan Status Gizi Anak Di Bawah Dua Tahun Di Kelurahan Kestalan Kecamatan Banjarsa

0 1 16