Teknik Pemeliharaan dan Perilaku Harian Nuri Bayan (Eclectus roratus) di MBOF dan ASTI, Bogor

i

TEKNIK PEMELIHARAAN DAN PERILAKU HARIAN
NURI BAYAN (Eclectus roratus Muller 1777) DI MBOF
DAN ASTI, BOGOR

AJRINI SHABRINA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Teknik Pemeliharaan

dan Perilaku Harian Nuri Bayan (Eclectus roratus Muller 1777) di MBOF dan
ASTI, Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Ajrini Shabrina
NIM E34100131

ii

ABSTRAK
AJRINI SHABRINA. Teknik Pemeliharaan dan Perilaku Harian Nuri Bayan
(Eclectus roratus Muller 1777) di MBOF dan ASTI, Bogor. Dibimbing oleh
BURHANUDDIN MASY’UD dan YENI ARYATI MULYANI.
MBOF (Mega Bird and Orchid Farm) dan ASTI (Animal Sanctuary Trust
Indonesia) merupakan dua dari beberapa tempat yang menjalankan program

konservasi eks-situ di Indonesia. MBOF merupakan penangkaran yang memiliki
tujuan komersial, sedangkan ASTI bertujuan untuk pelepasliaran satwa yang
dilindungi. Penelitian bertujuan untuk membandingkan teknik pemeliharaan nuri
bayan di MBOF dan ASTI dan mendeskripsikan perilaku harian nuri bayan di
dalam kandang. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juli 2014. Data
dikumpulkan dengan wawancara dan observasi lapang. Pengamatan perilaku
terhadap sepasang nuri bayan di masing-masing lokasi dilakukan dengan focal
animal sampling dan one-zero sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan teknik pemeliharaan yang diterapkan di MBOF dan ASTI, yakni
dalam hal perkandangan, variasi jenis pakan, cara pemberian pakan dan tenaga ahli
untuk penanganan satwa yang sakit. Hal tersebut disebabkan oleh tujuan
pengelolaan yang berbeda. Perilaku harian yang teridentifikasi yaitu perilaku
ingestif, istirahat, lokomosi, perawatan tubuh dan perkembangbiakan. Sebagian
besar waktu harian nuri bayan di kedua lokasi digunakan untuk istirahat (frekuensi
dan durasi lebih dari 40%).
Kata Kunci : nuri bayan, perilaku harian, teknik pemeliharaan.

ABSTRACT
AJRINI SHABRINA. Maintenance Technique and Daily Behaviours of Eclectus
Parrots in MBOF and ASTI, Bogor. Supervised by BURHANUDDIN MASY’UD

dan YENI ARYATI MULYANI.
MBOF (Mega Bird and Orchid Farm) and ASTI (Animal Sanctuary Trust
Indonesia) are two of the facilities that support eks-situ conservation programs in
Indonesia. MBOF has commercial purpose in captive breeding of animals whilst
ASTI deals with the maintaining of captive animals for release. The purpose of this
research were to compare the maintenance techniques applied by MBOF and ASTI
and to describe the Eclectus Parrots daily behaviour. This research was done from
May until July 2014. Data were collected through interviews and observation.
Behavioral observation was carried out on a pair of Eclectus Parrots using focal
animal sampling and one zero sampling methods. The result showed that there were
differences in maintenance technique in MBOF and ASTI, i.e. caging techniques,
food type variation, feeding preparation method, and handling of sick animals.
Those differences were due to different management objectives. The behaviours
that had been identified were ingestive behaviour, resting, locomotion, body
treatment and sexual behaviour. Most of the daily activities of Eclectus Parrot at
both locations consisted of resting (frequency and duration of more than 40%).
Keywords : daily behaviour, Eclectus Parrots, maintenance technique.

iii


TEKNIK PEMELIHARAAN DAN PERILAKU HARIAN
NURI BAYAN (Eclectus roratus Muller 1777) DI MBOF
DAN ASTI, BOGOR

AJRINI SHABRINA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

iv


v

vi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan pada Mei hingga Juli 2014 ini ialah Teknik Pemeliharaan,
dengan judul Teknik Pemeliharaan dan Perilaku Harian Nuri Bayan (Eclectus
roratu Muller 1777) di MBOF dan ASTI, Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Burhanuddin Masy’ud MS dan
Dr Ir Yeni Aryati Mulyani MSc selaku pembimbing. Terima kasih juga penulis
ucapkan kepada pengelola MBOF yaitu Drs Megananda Daryono MBA dan
Supriyanto Akdiatmodjo serta pengelola ASTI yaitu Annette Elizabeth Pipe B.Sc
M.Sc Ph.D dan Andy Sean Kindangen D III Acc atas izin yang diberikan untuk
melakukan penelitian di MBOF dan ASTI. Terima kasih juga dihaturkan kepada
Mas Gareng dan rekan-rekan MBOF (Yoyo, Imam, Yani dan Huda) serta AR.
Darma Jaya Sukmana A.Ma.SH, Andita Septiandini Drh dan rekan-rekan ASTI
(pak Amir, pak Dede, pak Juki dan pak Herul) atas bantuan selama di lapangan.
Ucapan terima kasih juga disampaikan pada Ayah, Ibu, Andri Ardiansyah dan

sahabat-sahabat seperjuangan KSHE-47 ‘Nepenthes rafflesiana’ yang telah
memberikan semangat, doa dan dorongan yang diberikan dalam penyelesaian
skripsi.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2015
Ajrini Shabrina

vii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

1

METODE

2

Waktu dan Tempat Penelitian


2

Obyek dan Alat

2

Metode Pengumpulan Data

2

Analisis Data

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

3

Teknik Pemeliharaan


3

Perilaku Harian
SIMPULAN DAN SARAN

12
21

Simpulan

21

Saran

21

DAFTAR PUSTAKA

21


LAMPIRAN

24

viii

DAFTAR TABEL
1
2

Spesifikasi kandang nuri bayan di MBOF dan ASTI
Rata-rata jumlah konsumsi dan tingkat palatabilitas pakan nuri
bayan

4
10

DAFTAR GAMBAR
1 Peta tempat penelitian
2

2 Kandang nuri bayan di ASTI yang dilengkapi dengan shading net 5
3 Kodisi (a) suhu dan (b) kelembaban kandang di MBOF dan ASTI 7
4 Jenis pakan berdasarkan lokasi a) MBOF dan b) ASTI
8
5. Cara penyajian pakan berdasarkan lokasi a) MBOF dan b) ASTI
9
6. Persentase frekuensi perilaku harian nuri bayan a) MBOF dan
b) ASTI
13
7 Persentase durasi perilaku harian nuri bayan a) MBOF dan
b) ASTI
13
8 Pola perilaku istirahat nuri bayan berdasarkan jenis kelamin
a) jantan dan b) betina
14
9 Pola perilaku ingestif nuri bayan berdasarkan jenis kelamin
a) jantan dan b) betina
16
10 Pola perilaku perawatan tubuh nuri bayan berdasarkan
jenis kelamin a) jantan dan b) betina
17
11 Pola perilaku lokomosi nuri bayan berdasarkan jenis kelamin
a) jantan dan b) betina
18
12 Pola perilaku perkembangbiakan nuri bayan berdasarkan
jenis kelamin a) jantan dan b) betina
20

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Nuri bayan (Eclectus roratus) merupakan salah satu jenis burung paruh
bengkok yang diminati sebagai burung peliharaan. Widodo (2005) melaporkan
bahwa nuri bayan merupakan salah satu dari 39 jenis burung paruh bengkok yang
diperdagangkan secara internasional. Menurut PP No 7 Tahun 1999 tentang
Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa dan Convention on International Trade in
Endengered Species of flora and fauna (CITES) tahun 2011 nuri bayan termasuk
burung yang dilindungi di Indonesia. Selain itu, nuri bayan terdaftar dalam kategori
Appendix II CITES. Menurut International Union for Conservation of Nature and
Natural Resources (IUCN) red list tahun 2005 nuri bayan termasuk kategori
berisiko rendah (Least Concern) dari segi keterancaman terhadap kepunahan.
Walaupun demikian, jika nuri bayan terus menerus diburu secara ilegal untuk
diperdagangkan maka dikhawatirkan populasinya di alam akan terus menurun dan
dapat berakibat kepunahan.
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No 31 tahun 2012 tentang
Lembaga Konservasi antara lain menggariskan cara mencegah bertambahnya
satwaliar yang punah dan guna menjaga satwaliar tetap lestari di alam sekaligus
memulihkan populasi satwaliar, maka perlu dilakukan kegiatan konservasi eks-situ.
MBOF (Mega Bird and Orchid Farm) dan ASTI (Animal Sanctuary Trust
Indonesia) merupakan dua dari beberapa tempat yang menjalankan program
konservasi eks-situ terhadap satwa-satwa yang dilindungi di Indonesia, salah
satunya adalah burung nuri bayan. MBOF dan ASTI memiliki tujuan pengelolaan
yang berbeda. MBOF merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang
penangkaran yang bertujuan komersial, sedangkan ASTI merupakan pusat
rehabilitasi satwa yang bertujuan untuk menyelamatkan dan merehabilitasi satwasatwa yang dilindungi dari hasil sitaan dan serahan masyarakat untuk dilepasliarkan.
Mengingat perbedaan tujuan dan letak dari kedua lokasi, maka diduga ada
perbedaan teknik pemeliharaan dan perilaku harian nuri bayan di kedua lokasi
tersebut. Pengetahuan tentang perilaku nuri bayan di dalam kandang perlu diketahui
untuk mendukung pengelolaan eks-situ secara lebih tepat, karena perilaku burung
di dalam kandang mungkin berbeda dengan perilakunya di alam. Penelitian ini
dimaksudkan untuk mengkaji penerapan teknik pemeliharaan dan perilaku harian
nuri bayan di MBOF dan ASTI.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan teknik pemeliharaan nuri
bayan di MBOF dan ASTI dan mendeskripsikan perilaku harian nuri bayan di
dalam kandang.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan evaluasi dan perencanaan
program ke depan agar dapat meningkatkan upaya dan penyelamatan satwaliar di
Indonesia. Selain itu, hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai informasi
mengenai teknik pemeliharaan dan perilaku harian nuri bayan yang dilakukan di
tempat yang menjalankan program konservasi dengan tujuan berbeda.

2

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juli 2014. Penelitian
dilaksanakan di Kabupaten Bogor (Gambar 1) bertempat di penangkaran MBOF di
Desa Cijujung Tengah, Kecamatan Sukaraja dan di Pusat Rehabilitasi Satwa ASTI
di Desa Sukakarya, Kecamatan Megamendung.

Gambar 1 Peta tempat penelitian
Obyek dan Alat
Obyek penelitian adalah dua pasang nuri bayan masing-masing sepasang
di MBOF dan ASTI. Alat-alat yang digunakan selama penelitian adalah meteran
untuk mengukur kandang, timbangan untuk mengukur konsumsi pakan, kamera
digital, stopwatch untuk menghitung lama perilaku, termometer bola basah bola
kering untuk mengukur suhu dan kelembaban dalam kandang, tally sheet dan
panduan wawancara.
Metode Pengumpulan Data
Teknik Pemeliharaan
Data yang diambil meliputi aspek perkandangan (jenis, ukuran kandang,
konstruksi, perlengkapan dan perawatan), aspek pakan (jenis, jumlah, cara dan
frekuensi pemberian, waktu dan tempat penyimpanan), aspek kesehatan (jenis
penyakit, jenis obat, cara penanggulangan dan waktu pemberian obat dan vitamin)
dan aspek perkembangbiakan (pembentukan pasangan, peneluran, pengeraman dan
pengasuhan anak). Pengambilan data dilakukan dengan observasi, pengukuran,
wawancara dan studi pustaka. Pengukuran suhu dan kelembaban dalam kandang
dilakukan setiap jam selama 15 hari, di MBOF mulai pukul 06.00-18.00 WIB dan
di ASTI mulai pukul 06.00-16.00 WIB.

3
Perilaku Harian
Pengamatan awal dilakukan dua hari di MBOF mulai pukul 06.00-18.00
WIB untuk memperoleh etogram perilaku harian nuri bayan. Etogram dijadikan
sebagai panduan batasan jenis perilaku yang diamati. Perilaku yang diamati adalah
perilaku lokomosi (terbang, berjalan, melompat dan memanjat), ingestif (makan
dan minum), istirahat (bertengger, diam/menggantung, masuk sarang dan tidur),
perawatan tubuh (membersihkan paruh, membersihkan kaki, menggaruk dan
menelisik), dan perkembangbiakan (bercumbu, kawin dan mengasuh anak).
Pengamatan lanjutan perilaku harian dilakukan dengan metode focal animal
sampling yaitu pengamatan dilakukan terhadap sepasang nuri bayan di MBOF dan
ASTI. Pengamatan dilakukan selama 3 minggu, dengan 5 hari pengamatan per
minggu, sehingga jumlah total pengamatan adalah 15 hari di masing-masing lokasi.
Pengamatan di MBOF dilakukan pada pukul 06.00-18.00 WIB dengan total jam
pengamatan sehari adalah 11 jam, sedangkan pengamatan di ASTI dilakukan pada
pukul 06.00-16.00 WIB dengan total waktu pengamatan sehari selama 9 jam.
Pencatatan frekuensi perilaku dilakukan menggunakan one-zero sampling yaitu
memberikan nilai satu jika ada perilaku dan memberikan nilai nol jika tidak ada
perilaku dalam selang waktu 15 menit (Martin & Bateson 1988). Selain itu
dilakukan pencatatan perilaku secara deskripstif yang ditunjukkan oleh burung nuri
bayan.
Analisis Data
Teknik Pemeliharaan
Data mengenai teknik pemeliharaan nuri bayan di MBOF dan ASTI
diuraikan secara deskriptif untuk memberikan informasi secara umum yang
menunjukkan ada atau tidak ada perbedaan. Data tersebut dilengkapi dengan tabel
dan gambar yang relevan.
Perilaku Harian
Data perilaku harian diolah dan diuraikan secara deskriptif untuk memberikan
informasi perilaku harian secara umum yang dilengkapi dengan grafik. Data diolah
dengan menggunakan perhitungan persentase perilaku untuk mengetahui frekuensi
masing-masing perilaku (Sudjana 1992), dengan rumus sebagai berikut:
Persentase frekuensi perilaku (%) =

Jumlah frekuensi suatu perilaku
Jumlah seluruh frekuensi perilaku

x 100 %

HASIL DAN PEMBAHASAN
Teknik Pemeliharaan
Sistem pemeliharaan nuri bayan yang diterapkan di MBOF dan ASTI yakni
sistem intensif. Sistem intensif adalah sistem pengelolaan yang seluruh kebutuhan
satwa diatur oleh pengelola. Pengelolaan pemeliharan nuri bayan meliputi empat
aspek yaitu perkandangan, pakan, kesehatan dan perkembangbiakan.

4
Perkandangan
Perkandangan merupakan aspek utama dalam suatu pengelolaan konservasi
eks-situ. Satwa yang dipelihara secara eks-situ akan melakukan semua aktivitasnya
di dalam kandang, sehingga pembuatan kandang untuk satwa tersebut perlu
diperhatikan. Kandang yang diperlukan burung nuri bayan adalah kandang dengan
ukuran cukup besar dan memiliki kondisi seperti di habitat alami. Mas’ud (2002)
mengartikan kandang sebagai habitat buatan yang menyerupai kondisi alaminya.
Sistem perkandangan yang digunakan nuri bayan di MBOF adalah sistem
kandang setengah tertutup, sedangkan ASTI menggunakan sistem kandang terbuka
semi alami. Perbedaan penerapan sistem perkandangan di kedua lokasi disesuaikan
dengan tujuan pengelolaan di masing-masing lokasi. Beberapa aspek perkandangan
dengan tujuan pengelolaan yang berbeda (Tabel 1).
Tabel 1 Spesifikasi kandang nuri bayan di MBOF dan ASTI menurut tujuan
penggunaannya
No

Aspek Kandang

1.

Ukuran kandang
a. Anakan
b. Pembesaran
c. Pemeliharaan
d. Karantina
Konstruksi
a. Anakan
b. Pembesaran
c. Pemeliharaan

2.

3.

d. Karantina
Perlengkapan
a. Anakan
b. Pembesaran
c. Pemeliharaan

d. Karantina

Lokasi
MBOF

ASTI

110 cm x 45 cm x 50 cm
105 cm x 56 cm x 58 cm
154 cm x 128 cm x 314cm
Tidak ada

65 cm x 45 cm x 62 cm
404 cm x 203 cm x 208 cm
700 cm x 300 cm x 200 cm
157 cm x 62 cm x 104 cm

Triplek, kayu, kawat
Kawat besi, kayu
Batako, kawat ram, asbes,
pasir, besi
Tidak ada

Besi, triplek
Kawat ram, kayu, asbes
Jeruji besi, terpal, kayu,
rerumputan, shading net
Jeruji besi, kayu

Alas sarang, pot, 1 lampu
bohlam (60 watt)
Temapt minum, tenggeran
Sarang buatan, tempat
minum, tempat makan,
tenggeran
Tidak ada

1 lampu bohlam (60 watt),
alas potongan kertas Koran
Tempat minum, tenggeran
Tempat minum, sarang
buatan, tenggeran, kolam
buatan, tanaman
Tempat minum, tenggeran

Ukuran kandang anakan di MBOF dibuat khusus untuk anakan burung,
sedangkan di ASTI dibuat seperti ukuran standar inkubator bayi manusia yang
dapat digunakan untuk seluruh satwa. Menurut Supriatna et al. (2008) kandang
anakan yang baik harus mengatur sirkulasi udara dengan lancar, karena berfungsi
untuk pertukaran komponen udara seperti oksigen (O2), nitrogen (N2), karbon
dioksida (CO2) dan uap air (H2O). Jika pertukaran udara tidak lancar maka O2 akan
semakin berkurang, sedangkan apabila CO2 dan H2O meningkat dapat berpengaruh
buruk terhadap kelangsungan hidup anak burung. Sirkulasi udara pada kandang
anakan di kedua lokasi sudah baik. Lubang sirkulasi udara kandang anakan di

5
MBOF berada pada dinding kandang yang terbuat dari kawat ram dan lubang
persegi di pintu kandang, sedangkan di ASTI lubang sirkulasi udara terdapat di sisi
dan di bagian belakang kandang dengan lubang-lubang kecil. Di dalam kandang
anakan di kedua lokasi diberi lampu bohlam 60 watt sebagai alat penghangat.
Menurut Prijono (1998) lampu bohlam 60 watt dapat menghangatkan anakan di
dalam kandang karena memiliki suhu sekitar 37.5 oC. Kandang anakan tersebut
digunakan untuk memelihara anakan yang sudah memiliki bulu jarum pada tubuh
dan sampai burung dapat dikatakan mandiri. Menurut Prijono (1998) di
penangkaran sebaiknya anak burung dipelihara oleh induknya sampai umur satu
bulan, tetapi apabila induk tidak menyuapi anaknya atau induk mati maka anakan
burung segera dipindahkan ke kandang anakan.
Kandang pembesaran di kedua lokasi digunakan untuk nuri bayan berumur
dua atau tiga bulan hingga dewasa. Kandang pembesaran di MBOF berupa sangkar
kawat besi, sedangkan di ASTI berupa kandang permanen. Bentuk dan konstruksi
kandang pembesaran di MBOF serupa dengan kandang karantina di ASTI yang
digunakan untuk burung yang baru datang dan pengecekan kesehatan.
Takandjandji et al. (2010) menjelaskan ukuran ideal sangkar kawat besi
untuk kandang pembesaran nuri bayan sebaiknya memiliki lebar 70-90 cm, tinggi
70-150 cm, panjang 80-180 cm dan tinggi kaki 60 cm. Ukuran ideal sangkar
tersebut sudah hampir sama dengan kandang pembesaran di MBOF dan kandang
karantina di ASTI.
Kandang pemeliharaan di kedua lokasi berfungsi sebagai tempat
perkembangbiakan. Bagian belakang kandang pemeliharaan di MBOF dibuat
tertutup rapat dengan batako, bagian depan dan sisi kanan dan kiri kandang dibuat
terbuka dengan kawat ram dan rangka besi, dan sebagian sisi atas kandang tertutup
asbes, berbeda dengan kandang di ASTI yang dibuat terbuka dengan menggunakan
jeruji besi, sebagian sisi atas dan belakang kandang dilapisi terpal serta bagian sisi
kanan dan belakang kandang dilapisi shading net (Gambar 2) untuk menghindari
polusi udara.

Gambar 2 Kandang nuri bayan di ASTI yang dilengkapi dengan shading net
Jeruji besi sebagai konstruksi di kandang pemeliharaan di ASTI merupakan
pilihan bahan yang tepat dan aman untuk dinding kandang, karena nuri bayan
memiliki paruh yang kuat sehingga dapat merusak dinding kandang. Prijono (1998)
mengemukakan bahwa penggunaan kawat ram mudah dipotong oleh nuri bayan
sehingga burung dapat lepas dari kandang. Menurut Setio dan Takandjandji (2007)

6
penggunaan shading net di setiap kandang bertujuan agar burung tidak terpengaruh
oleh lingkungan luar yang dapat menghambat proses perkembangbiakan.
Jarak masing-masing kandang pemeliharaan di kedua lokasi berdekatan
dengan satwa lainnya, sehingga mempengaruhi aktivitas dari masing-masing satwa
terutama nuri bayan. Kandang pemeliharaan nuri bayan di MBOF ditempatkan
cukup jauh dari kebisingan, keramaian dan polusi udara dari lingkungan luar
kandang. Sebaliknya, hampir 50% perkandangan di ASTI berada di lingkungan
terbuka, dekat dengan jalan umum dan tempat pembudidayaan jamur, sehingga
diduga dapat mempengaruhi satwa dari lingkungan luar. Syarat menciptakan
kandang seperti habitat alami satwa yang berdasarkan prinsip kesejahteraan satwa
(animal welfare) diantaranya yakni kandang jauh dari keramaian dan kebisingan di
lingkungan luar kandang, tidak terganggu oleh polusi udara dan terisolasi dari
pengaruh satwa atau ternak lain (Lariman 2011). Beberapa syarat tersebut sudah
hampir sesuai dengan kondisi perkandangan di kedua lokasi, meskipun nuri bayan
di ASTI sudah terbiasa dengan sumber kebisingan tersebut, tetapi nuri bayan tetap
mewaspadai lingkungan sekitar karena nuri bayan sensitif terhadap kehadiran
manusia.
Mengingat pentingnya perkandangan untuk kesejahteraan satwa, maka
kandang di MBOF yang dibuat berjajar dengan spesies lain yaitu burung kakatua
dan kondisi burung nuri bayan yang sedang berkembang biak sebaiknya kandang
diberi pembatas tertutup agar burung lebih aman dan nyaman. Menurut Rostika
(1999) kandang di penangkaran yang dibuat sejajar dengan kandang kakatua dapat
mengganggu ketenangan, karena burung kakatua sering “menggigit” bagian
pembatas kandang sehingga menimbulkan suara gaduh. Kandang-kandang yang
ada di kedua lokasi hanya dilalui oleh perawat (animal keeper), pengelola dan orang
yang memiliki tujuan tertentu, untuk meminimalkan gangguan dari manusia di
sekitar kandang. Selain itu, di ASTI diterapkan aturan menggunakan masker kepada
setiap orang baru atau tamu yang memasuki areal kandang. Penggunaan masker
sebagai tindakan pencegahan terhadap kemungkinan penyebaran penyakit atau
virus yang berasal dari manusia ataupun satwa.
Perlengkapan di dalam kandang yang disediakan pengelola MBOF dan
ASTI yakni tempat makan, tempat minum, tenggeran dan sarang. Tempat makan
dan minum di kedua lokasi terbuat dari aluminium dan plastik. Sudrajad (1999)
menjelaskan bahwa tempat minum dapat terbuat dari bambu, plastik dan aluminium
yang terpenting tidak mudah bocor dan pecah. Abidin (2007) menyatakan bahwa
tempat bertengger burung paruh bengkok dapat terbuat dari kayu keras dan kering,
serta diperlukan tempat berkembang biak berupa sarang berbentuk kotak, silinder
atau berbentuk huruf L. Tenggeran nuri bayan di kedua lokasi berupa kayu dan
ranting yang keras dengan panjang ± 2-5 meter.
Sarang buatan di MBOF dan ASTI terbuat dari batang pohon berbentuk
silinder dengan lubang di tengah pada bagian depan sarang dan diletakkan dekat
tenggeran. Sarang di kedua lokasi tersebut sama seperti pernyataan Handini et al.
(1996) bahwa tipe sarang buatan yang disukai nuri bayan adalah sarang dengan
lubang di tengah pada sisi depan sarang, diletakkan dekat tenggeran dan menghadap
ke sisi yang cukup gelap. Induk betina di kedua lokasi memanfaatkan bagian dalam
sarang buatan untuk mengerami telurnya dengan cara mematuk bagian dalam
sarang menjadi serpihan kayu. Apabila bagian dalam sarang terus menerus dipatuk
dikhawatirkan bagian dalam sarang akan menipis dan sarang menjadi berlubang,

7

Suhu (oC)

oleh karena itu sebaiknya di dalam sarang diberi serutan kayu. Prijono (1998)
menyatakan bahwa bahan sarang berupa serutan kayu aman untuk induk
mengerami telurnya. Nuri bayan di alam memanfaatkan pohon merbau (Intsia
bijuga) untuk bersarang (Widodo 2006) dan sarang yang digunakan nuri bayan
yaitu lubang batang pohon yang tinggi (14-22 m) terutama daunnya sudah rontok
(Forwhaw dan Cooper 1989).
Berkaitan dengan pentingnya fungsi kandang untuk satwa, maka perlu
diperhatikan perawatan di dalam kandang dan di luar kandang. Kegiatan perawatan
kandang yang dilakukan setiap hari oleh perawat MBOF dan ASTI tidak jauh
berbeda. Kegiatan perawatan di dalam kandang meliputi pembersihan alas sarang
dan lantai kandang dari sisa-sisa makanan dan feses serta pembersihan tempat
minum dan tempat makan. Selain itu, di MBOF dilakukan penyemprotan antiseptik
ke dalam kandang seminggu sekali, sedangkan di ASTI dilakukan pemberian
desinfektan (bakteri/jamur/virus) yang dilakukan sebulan sekali. Perbaikan atau
pergantian konstruksi kandang dilakukan secara insidental, apabila kandang dalam
kondisi rusak. Kegiatan perawatan di luar kandang meliputi pembersihan sampah
dan perawatan tanaman untuk memperindah lingkungan kandang. Perawatan
kandang bertujuan untuk menjaga kebersihan kandang agar nuri bayan hidup sehat
dan terhindar dari penyakit.
Hasil pengukuran suhu di dalam kandang pemeliharaan burung nuri bayan
di MBOF yaitu berkisar 22.67–29.90 oC dengan kelembaban 55-75% sedangkan
di ASTI suhu didalam kandang berkisar 18.8–28.27 oC dengan kelembaban berkisar
46-71% (Gambar 3).
31
29
27
25
23
21
19
17

29.90
27.67

29.50 29.83 29.17 28.53

26.13
24.50
22.67
25.23

26.67
28.27 27.7 26.93 26.53 26.13 25.97

26.97
25.83

24.97

ASTI

22.2

MBOF

18.8

Kelembaban (%)

Waktu (a)
83
78
73
68
63
58
53
48
43

75
71

70

69

66

71
57

57

64
56

55

55

55

52

57

55

58

55

58

55

66
ASTI

58

MBOF

Waktu (b)

Gambar 3 Kondisi (a) suhu dan (b) kelembaban kandang di MBOF dan ASTI

8
Suhu udara di MBOF dan ASTI berada pada rataan suhu Indonesia sebagai
daerah tropis yang menurut Suprijatna et al. (2008) suhu siang hari di Indonesia
mencapai 29-32 oC. Artinya kondisi suhu di dalam kandang pemeliharaan di kedua
lokasi sesuai dengan kondisi alami dari nuri bayan.
Pakan
Pakan merupakan faktor penting dalam kehidupan makhluk hidup dan
perkembangbiakan. Pakan nuri bayan di MBOF adalah sayuran (tauge, sawi hijau,
kangkung, jagung dan wortel) dan biji-bijian (kacang tanah dan biji bunga matahari
atau kuaci). Pakan tersebut diberikan sehari sekali sekitar pukul 07.30 WIB. Waktu
pemberian pakan utama nuri bayan di ASTI biasanya dilakukan pukul 07.00 WIB
yaitu pakan berupa jagung, papaya, biji bunga matahari, sawi hijau, melon dan
pisang, dan pemberian pakan tambahan pada pukul 13.00 WIB yaitu sayuran
(buncis dan wortel) dan bebuahan (sawo, buah naga, apel, jambu air, bengkuang,
jeruk, anggur, pir dan stroberi). Berdasarkan penelitian Widodo (1998) nuri bayan
yang ditemukan di Halmahera Tengah memakan jambu biji dan durian, sedangkan
nuri bayan di Bacan memakan pisang hutan. Pemberian kuaci oleh pihak MBOF
tidak menentu karena tergantung ketersediaannya, sedangkan di ASTI kuaci
diberikan empat hari sekali. Ketersediaan pakan dapat mempengaruhi pertumbuhan,
perkembangbiakan dan jumlah satwa yang dapat bertahan di dalam kandang.
Apabila pengadaan pakan dilakukan untuk kebutuhan beberapa hari, maka
kelebihan pakan tersebut harus disimpan dengan memperhatikan prinsip bahwa
pakan harus tetap segar, tidak mudah busuk dan mutunya terjaga. Secara teknis
pakan berupa sayuran dan bebuahan di MBOF dan ASTI disimpan di ruangan
berpendingin, sedangkan untuk kacang tanah dan kuaci disimpan dalam ruangan
kering.
Semua jenis pakan yang diberikan di kedua lokasi tidak ditimbang terlebih
dahulu oleh pengelola. Pemberian pakan di MBOF berupa sayuran yang dipotongpotong kecil, sedangkan di ASTI pakan berupa bebuahan dan jagung dipotong
dengan ukuran yang cukup besar kemudian dicuci (Gambar 4).

Gambar 4 Jenis pakan berdasarkan lokasi a) MBOF dan b) ASTI
Jenis pakan nuri bayan yang berada di kandang pemeliharaan di ASTI cukup
bervarisi dibandingkan di MBOF. Pemberian pakan di MBOF berdasarkan
pertimbangan kemudahan cara mendapatkan pakan dan harga pakan yang relatif

9
murah, sedangkan di ASTI pemberian pakan berdasarkan pakan nuri bayan di alam.
Forshaw dan Cooper (1989) menyatakan bahwa nuri bayan di alam memakan
bebuahan, biji-bijian, kacang-kacangan, tunas daun, bunga dan nektar yang didapat
dari puncak pohon. Perbedaan variasi jenis pakan di kedua lokasi diketahui
berpengaruh terhadap penampilan fisik nuri bayan. Di MBOF burung-burung
terlihat lebih gemuk dibandingkan dengan di ASTI. Menurut Prijono (1998) burung
yang diberi pakan biji-bijian mengandung lemak tinggi akan menyebabkan
kegemukan dan akan berpengaruh kurang baik terhadap daya reproduksi burung.
Anakan nuri bayan di MBOF diberi pakan buatan berupa bubur voer yang
terbuat dari campuran Voer Fancy Food, air hangat dan vitamin Scott’s, sedangkan
di ASTI diberi pakan bubur sereal khusus burung paruh bengkok dan terkadang
diberi jus yang terbuat dari campuran sayur dan buah. Pakan tersebut diberikan
dengan cara diloloh menggunakan suntikan karet. Air minum anakan nuri bayan di
MBOF dan ASTI berupa air siap minum, sedangkan nuri bayan dewasa diberi air
tanah.
Umumnya pakan di MBOF disimpan di tempat makan aluminium yang
digantung di sisi kandang dekat tenggeran. Adapun di ASTI diterapkan sistem
makan secara alami yaitu menancapkan pakan pada paku atau kawat di kayu
tenggeran dan untuk pakan kuaci disimpan dalam mangkuk aluminium (Gambar 5).
Cara penyajian atau pemberian pakan yang dilakukan kedua lokasi dengan
mempertimbangkan aktivitas nuri bayan yang sebagian besar dilakukan di
tenggeran, sekaligus memudahkan nuri bayan untuk makan.

Gambar 5 Cara penyajiannya pakan berdasarkan lokasi a) MBOF
dan b) ASTI
Berdasarkan jenis pakan yang diberikan di kedua lokasi, diketahui bahwa
ada perbedaan jumlah konsumsi dan palatabilitas. Hasil analisis palatabilitas pakan
menunjukkan bahwa nuri bayan dewasa lebih menyukai pakan berbentuk bulat
dengan ukuran kecil dan rasa manis (Tabel 2).

10
Tabel 2 Rata-rata jumlah konsumsi dan tingkat palatabilitas pakan nuri bayan
Lokasi

No

Jenis

ASTI

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Stroberi
Anggur
Buah naga
Sawi hijau
Kuaci
Wortel
Buncis
Jagung
Sawo
Pisang
Pepaya

12
13
14
15
16
17
1
2
3

Melon
Jambu air
Bengkuang
Pir
Apel
Jeruk
Kacang tanah
Sayuran
Kuaci

MBOF

25-50
50
60
30
30
40-100
30-50
415-800
75
50-210
90-420

Tingkat
Konsumsi (gr)
11.67
17.22
57.50
30.00
30.00
51.11
40.00
568.33
77.50
89.44
172.22

Palatabilitas
(%)
100
100
100
100
100
82
81
71
48
39
37

50
50
50
25-70
50
50
72-135
30-130
23-35

50.00
50.00
51.67
40.00
50.00
50.00
166.20
124.60
37.60

30
27
26
17
0
0
99
84
72

Jumlah (gr)

Faktor yang mempengaruhi pemilihan jenis pakan pada burung diantaranya
faktor lingkungan (cuaca, suhu dan kelembaban), bentuk dan warna (Prijono 1998).
Hasil penelitian Handini (1994) menunjukkan bahwa nuri bayan dapat menerima
semua jenis pakan yang diberikan, namun lebih menyukai jenis pakan yang lunak
dan manis serta pakan campuran manis. Tingkat konsumsi dan palatabilitas pakan
hanya diukur pada pakan nuri bayan dewasa, karena ketika penelitian dilakukan
tidak terdapat anakan nuri bayan yang diasuh oleh perawat.
Kesehatan
Hasil wawancara mengungkapkan diketahui bahwa nuri bayan di MBOF dan
ASTI tidak memiliki riwayat penyakit. Burung yang sakit ditandai dengan kurang
aktif bergerak, bulu tidak rapi dan aktivitas makan maupun minum berkurang.
Adapun tindakan pengelolaan yang dilakukan apabila terdapat satwa sakit atau
terkena penyakit, yaitu mengisolasi satwa tersebut dengan cara memindahkan satwa
tersebut ke sangkar yang ditutup kain atau handuk agar tidak menular ke satwa
lainnya dan langsung diberi penanganan intensif. Penanganan intesif di MBOF
yaitu oleh perawat, sedangkan di ASTI ditangani oleh dokter hewan di ASTI.
Tindakan pencegahan penyakit yang dilakukan pihak MBOF dan ASTI
secara umum yakni memeriksa kesehatan, memelihara kebersihan kandang dan
pakan serta pemberian vitamin. Pemeriksaan kesehatan dilakukan dengan melihat
tampilan fisik dan feses, keaktifan perilaku dan nafsu makan pada satwa. Ketika

11
musim hujan semua burung yang ada di MBOF diberikan vitamin berupa TM-Vitra
yang berfungsi untuk meningkatkan daya tahan tubuh, sedangkan di ASTI berupa
vitamin (A, B dan C) yang diberikan sebulan sekali dan pemberian obat anti kutu
tiga bulan sekali. Pemberian vitamin dilakukan dengan cara menghaluskan atau
meneteskan obat tersebut sebanyak dua tetes ke dalam tempat minum atau ke dalam
pakannya.
Perkembangbiakan
Perkembangbiakan merupakan indikator kunci keberhasilan penangkaran
untuk meningkatkan populasi dan produktivitas. Menurut Lariman (2011)
penjodohan burung di penangkaran dapat dilakukan dengan penjodohan paksa dan
alami. Penjodohan paksa dilakukan dengan memasukkan pasangan-pasangan
burung ke kandang perkembangbiakan berdasarkan keinginan penangkar.
Penjodohan secara alami dilakukan dengan cara memasukkan pasangan-pasangan
burung yang dibentuk sesuai dengan pilihan penangkar ke dalam kandang
perkembangbiakan.
Secara umum pembentukan pasangan burung-burung di MBOF melalui
penjodohan secara alami dengan menggabungkan beberapa individu dewasa jantan
dan betina dalam satu kandang penjodohan dan mengidentifikasi pasanganpasangan burung yang memilih pasangan sendiri. Burung yang berjodoh diketahui
dari perilaku saling mendekati, bercumbu dan saling menelisik. Khusus untuk nuri
bayan penjodohan yang dilakukan pengelola MBOF kepada nuri bayan yaitu
penjodohan secara paksa dengan menggabungkan satu jantan dan satu betina dalam
satu kandang pemeliharaan sesuai keinginan pengelola. Menurut Lariman (2011)
penjodohan secara paksa pada burung di penangkaran kurang menguntungkan,
karena akan memperlambat proses perkawinan dan bahkan sering tidak terjadi
perkawinan. Hal tersebut serupa dengan kondisi perkembangbiakan nuri bayan di
MBOF yang melambat, perkembangbiakan pertama kali terjadi sekitar empat tahun
setelah pelaksanaan penjodohan.
ASTI tidak memiliki manajemen perkembangbiakan terhadap satwa yang
direhabilitasi, namun pembentukan pasangan nuri bayan terjadi secara alami.
Komposisi jenis kelamin yang tidak seimbang (dua jantan dan satu betina) dalam
kandang pemeliharan yang bersifat koloni mengakibatkan perkelahian antar jantan
dalam merebutkan betina. Jantan yang kalah dalam persaingan dipindahkan oleh
perawat ke kandang pemeliharaan yang lain. Nuri bayan merupakan satwa
monogamus dengan sex ratio 1:1 dalam satu musim kawin (Rostika 1999).
Berdasarkan penelitian Handini at al. (1996) nuri bayan di Taman Safari
Indonesia (TSI) memasuki musim kawin pada bulan Februari, Maret, Mei, Juni dan
Agustus hingga Desember. Menurut Forshaw dan Cooper (1989)
perkembangbiakan nuri bayan di alam terjadi sepanjang tahun. Hal tersebut sesuai
dengan masa perkembangbiakan nuri bayan di MBOF dan ASTI yang terjadi pada
bulan Mei hingga Juli (saat penelitian). Setelah terjadinya kopulasi, betina
memasuki masa peneluran, pengeramaan dan pengasuhan anak. Masa peneluran
dan pengeraman telur oleh nuri bayan betina di MBOF sama seperti nuri bayan di
alam yaitu selama 26 hari (Forshaw dan Cooper 1989), sedangkan nuri bayan di
ASTI selama 25-30 hari. Masa peneluran dan pengeraman nuri bayan di ASTI
hampir sama dengan lama pengeraman telur nuri bayan di Taman Safari Indonesia
(TSI) berkisar 22-32 hari (Handini 1996). Perbedaan waktu pengeraman telur di

12
dalam kandang dengan di alam dapat disebabkan oleh suhu dan kelembaban sarang,
namun di alam tidak diketahui pasti suhu udara dan kelembabannya.
Berdasarkan wawancara, terdapat dua indukan nuri bayan di MBOF namun
hanya satu yang sudah berhasil berkembang biak, sedangkan di ASTI diketahui
hanya memiliki satu indukan nuri bayan. Keberhasilan perkembangbiakan nuri
bayan di ASTI pada tahun 2014 lebih besar dibandingkan di MBOF. Tahun 2014
indukan nuri bayan di ASTI sudah mampu berkembang biak mencapai tujuh kali,
sedangkan di MBOF indukan nuri bayan baru sekali berkembang biak yakni setelah
kurang lebih lima tahun masa pemeliharaan di penangkaran. Dilihat dari frekuensi
keberhasilan perkembangbiakan nuri bayan di ASTI yang lebih banyak (7 kali)
dibandingkan dengan di MBOF (1 kali) maka dapat dikatakan bahwa teknik
pemeliharaan yang dilakukan ASTI lebih baik dibandingkan dengan MBOF, dan
umur serta tingkat adaptasi nuri bayan di ASTI sudah lebih baik daripada di MBOF.
Satu pasang nuri bayan di MBOF dan ASTI mampu bertelur dua butir,
namun terkadang hanya sebutir yang menetas. Gill (2007) mengungkapkan
keberhasilan penetasan telur salah satunya dipengaruhi oleh intensitas pengeraman
induk. Berdasarkan wawancara kematian anakan nuri bayan di ASTI terjadi di
kandang anakan dan pada saat masih diasuh oleh indukan di dalam sarang.
Kematian anakan di dalam sarang seringkali terjadi di ASTI, diduga karena induk
tidak mau mengasuh anak atau anakan dimakan oleh tikus (predator dalam
kandang). Oleh karena itu, pemantauan di kandang pemeliharaan harus dilakukan
lebih intensif guna menghindari anak yang mati dan penyapihan perlu dilakukan
sesegera mungkin untuk menghindari kematian anak.
Cara pengasuhan anakan di MBOF dan ASTI yaitu pengasuhan langsung
oleh induk di dalam sarang dan pengasuhan oleh perawat dengan memisahkan
anakan dari indukan yang disebut sistem hand rearing. Piyik nuri bayan di MBOF
pasca penetasan dibiarkan diasuh oleh induk di dalam sarang selama ±21 hari atau
sampai anakan sudah tumbuh bulu jarum pada tubuhnya, dan di ASTI ±15 hari
kemudian anakan dipindahkan ke kandang anakan untuk mendapatkan
pemeliharaan dengan sistem hand rearing oleh pengelola. Menurut Purwastuti
(2007) pemisahan anak burung paruh bengkok dari induknya dapat dilakukan
ketika anakan berumur kurang dari dua bulan bertujuan untuk meningkatkan
produktivitas burung dalam menghasilkan anak. Pemeliharaan secara hand rearing
oleh pengelola MBOF kurang lebih selama 45-60 hari (1,5-2 bulan), sedangkan di
ASTI kurang lebih 60 hari (2 bulan) atau sampai nuri bayan dikatakan dapat mandiri.
Perilaku Harian
Perilaku harian didefinisikan sebagai periode waktu aktif satwa dalam
menggunakan waktu hariannya untuk beraktivitas seperti mencari makan,
melakukan perpindahan dan istirahat (Prastyono 1999). Hasil perhitungan
persentase frekuensi (Gambar 6) dan durasi (Gambar 7) menunjukkan bahwa
perilaku istirahat nuri bayan di MBOF dan di ASTI memiliki persentase frekuensi
lebih tinggi dan durasi lebih lama dibandingkan dengan perilaku harian lainnya.

13
Perkembangbiakan
6%

Lokomosi
15%

Perawatan
Tubuh
15%

Ingestif
18%

Perkembangbiakan
8%

Ingestif
17%

Perawatan
Tubuh
20%

Istirahat
48%

Istirahat
46%

Nuri bayan jantan (b)

Nuri bayan jantan (a)
Perkembangbiakan
6%
Perawatan
Tubuh
5%

Lokomosi
7%

Lokomosi
6%
Ingestif
3%

Istirahat
80%

Perkembangbiakan
8%
Perawatan
Tubuh
6%

Lokomosi
3%
Ingestif
12%

Istirahat
72%

Nuri bayan betina (a)

Nuri bayan betina (b)

Gambar 6 Persentase frekuensi perilaku harian nuri bayan a) MBOF dan b) ASTI
Perkembangbiakan
6%
Perawatan
tubuh
14%

Lokomosi
14%

Ingestif
18%

Istirahat
48%

Perkembangbiakan
7%
Perawatan
tubuh
18%

Perawatan
tubuh
4%

Ingestif
19%

Istirahat
50%

Nuri bayan jantan (b)

Nuri bayan jantan (a)
Perkembangbiakan
6%

Lokomosi
6%

Lokomosi
6%
Ingestif
2%

Istirahat
82%

Perkembangbiakan
7%
Perawatan
tubuh
9.07%

Lokomosi
3%
Ingestif
11%

Istirahat
71%

Nuri bayan betina (a)

Nuri bayan betina (b)
Gambar 7 Persentase durasi perilaku harian nuri bayan a) MBOF dan b) ASTI
Nuri bayan di kandang memulai aktivitasnya pada pagi hari yaitu
bertengger, sedangkan menurut Forshaw dan Cooper (1989) di pagi hari nuri bayan
di alam memulai aktivitas terbang mencari makan. Perbedaan perilaku harian antara

14
nuri bayan di dalam kandang dengan habitat alaminya dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan. Menurut Alcock (2001) lingkungan berpengaruh terhadap perilaku
satwa, karena satwa yang dipelihara di dalam kandang sedikitnya mengalami
adaptasi terhadap lingkungan sekitar.
Nuri bayan di alam memiliki kebebasan bergerak ke tempat yang
diinginkan untuk mencari makan, lokomosi dan aktivitas lainnya. Namun setelah
nuri bayan berada di dalam kandang maka tempat untuk bergeraknya pun terbatas,
sehingga tidak banyak melakukan pergerakan dan sangat memungkinkan nuri
bayan lebih banyak melakukan perilaku istirahat. Selain itu, di alam pakan banyak
tersedia dan nuri bayan bebas memilih pakan apa saja yang diinginkan tetapi saat
nuri bayan di dalam kandang, pakan yang dikonsumsi hanya sebatas pakan yang
diberikan oleh perawat sehingga nuri bayan di kedua lokasi tidak perlu bergerak
mencari makan.

800

35
30
25
20
15
10
5
0

600
400
200
0

J ASTI

Suhu (oC)

Durasi (menit)

Perilaku istirahat (tidur, diam, bertengger dan bersarang)
Persentase perilaku istirahat nuri bayan jantan di kedua lokasi tidak jauh
berbeda yaitu sekitar 48-50%. Perilaku istirahat nuri bayan betina di MBOF dan
ASTI merupakan perilaku tertinggi dibandingkan perilaku lainnya dengan
frekuensi sebesar 80% dan 72%. Meningkatnya suhu pada siang hari (Gambar 8) di
dalam kandang MBOF yaitu mencapai 30 oC dan di ASTI berkisar 27 oC membuat
nuri bayan jantan di kedua lokasi lebih sering diam, tidur dan bertengger untuk
menghindari panas sinar matahari dan betina memilih bersarang.

J MBOF
Suhu ASTI
Suhu MBOF

1000

35
30
25
20
15
10
5
0

800
600
400
200
0

B ASTI

Suhu (oC)

Durasi (menit)

Waktu (a)

B MBOF
Suhu ASTI
Suhu MBOF

Waktu (b)

Gambar 8 Pola perilaku istirahat nuri bayan berdasarkan jenis kelamin
a) jantan dan b) betina

15
Aktivitas tidur lebih sering dilakukan oleh jantan, namun ada kemungkinan
betina tidur di dalam sarang. Menurut Rostika (1999) aktivitas tidur lebih sering
dilakukan oleh jantan karena jantan lebih aktif dibanding betina dan untuk
memelihara keseimbangan tubuh, jantan memerlukan waktu istirahat yang lebih
lama.
Nuri bayan betina di kedua lokasi dalam kondisi sedang berkembang biak
sehingga sebagian waktu hariannya digunakan untuk bersarang. Oleh karena itu
betina jarang meninggalkan sarang terkecuali untuk makan dan jika ada gangguan
dari luar. Ketika ada gangguan betina hanya akan mengeluarkan kepala di lubang
sarang. Selama betina memasuki masa perkembangbiakan, jantan juga terlihat
masuk ke dalam sarang. Menurut Handini et al. (1996) masuknya nuri bayan jantan
ke dalam sarang dimungkinkan untuk bercumbu, kawin, istirahat dan mengasuh
anak.
Perilaku istirahat nuri bayan jantan di MBOF dilakukan di atas sarang.
Aktivitas tidur nuri bayan jantan di MBOF yaitu dilakukan dengan kaki ditekuk,
menurunkan tubuh, menyembunyikan kepala ke bagian punggung dan mata
terpejam. Terdapat dua variasi tidur nuri bayan di ASTI yaitu dengan tubuh
bertengger dan tubuh mendekam di tenggeran dengan kedua kaki mencengkram
tenggeran dan kedua mata terpejam. Aktivitas tidur nuri bayan di dalam kandang
MBOF dan ASTI dengan di alam tidak berbeda. Menurut Forshaw dan Cooper
(1989) cara tidur nuri bayan di alam yaitu bertengger di tenggeran atau di atas
sarang dengan menekuk kaki, melipat kepala ke atas punggung atau merundukkan
kepala ke depan dengan paruh menempel pada dada dan mata terpejam. Selain
perilaku tidur, jantan juga sering bertengger di lubang sarang. Aktivitas bertengger
nuri bayan yaitu dengan merentangkan salah satu sayap, menarik kaki ke belakang
dan mengangkat kedua sayap yang diduga untuk melemaskan otot.
Perilaku ingestif (makan dan minum)
Perilaku ingestif meliputi makan dan minum, termasuk perilaku mematuk
(yang dikategorikan sebagai salah satu bentuk perilaku makan). Burung di alam
pada umumnya akan mencari makan sendiri pada pagi hari hingga hari mulai gelap,
berbeda dengan burung di dalam kandang yang mendapatkan pakan setiap waktu
karena selalu disediakan setiap hari oleh perawat. Perilaku ingestif nuri bayan di
kedua lokasi dilakukan pada saat suhu di dalam kandang menurun dan pada saat
perawat memberi atau mengganti pakan. Lamanya waktu ingestif yang disajikan
pada Gambar 9 memperlihatkan bahwa perilaku ingestif nuri bayan memiliki
kecenderungan terhadap suatu jenis pakan atau benda yang dipatuk.
Aktivitas makan nuri bayan di MBOF dan ASTI cukup berbeda. Nuri bayan
di MBOF melakukan aktivitas makan yaitu langsung menuju tempat makan dengan
cara berjalan di kayu tenggeran, memanjat dinding kawat kandang dan terbang,
sedangkan nuri bayan di ASTI akan memilih pakan yang disukainya dengan cara
berjalan di tenggeran. Perbedaan aktivitas makan nuri bayan di kedua lokasi
dipengaruhi oleh cara pengelolaan pakan yang diterapkan di masing-masing lokasi.

400

40

300

30

200

20

100

10

Suhu (oC)

Durasi (menit)

16

J MBOF
Suhu ASTI

0

0

J ASTI

Suhu MBOF

200

40

150

30

100

20

50

10

0

0

Suhu (oC)

Durasi (menit)

Waktu (a)

B ASTI
B MBOF
Suhu ASTI
Suhu MBOF

Waktu (b)

Gambar 9 Pola perilaku ingestif nuri bayan berdasarkan jenis kelamin
a) jantan dan b) betina
Aktivitas makan nuri bayan di MBOF dilakukan dengan menggunakan
paruhnya dengan cara merundukkan kepala ke tempat makan dan mematuk-matuk
pakan untuk menghancurkan pakan atau pakan dipegang menggunakan salah satu
kakinya. Nuri bayan di MBOF terlebih dahulu akan memakan kacang tanah dan
kuaci dengan mematuk bagian kulit luarnya. Nuri bayan di ASTI lebih menyukai
pakan berukuran kecil, yang dimakan dengan cara menggigit langsung atau
memegang pakan tersebut menggunakan salah satu kakinya sebagai tangan, lalu
mengunyah dan menelannya. Terlihat sesekali nuri bayan di kedua lokasi turun ke
lantai kandang memakan sisa pakan.
Selama pengamatan, aktivitas minum hanya dilakukan nuri bayan di MBOF,
sedangkan nuri bayan di ASTI tidak melakukan aktivitas minum. Hal tersebut
terjadi karena pakan yang diberikan perawat ASTI terdiri dari bebuahan dan
sayuran segar yang banyak mengandung air, sehingga diduga cukup untuk
memenuhi kebutuhan air minumnya. Rostika (1999) menyatakan bahwa nuri bayan
di penangkaran jarang sekali turun ke bawah untuk mengambil minum, karena
kebutuhan air untuk nuri bayan dapat terpenuhi dari bahan makanan yang dimakan.
Hal tersebut berbeda dengan nuri bayan di MBOF yang melakukan aktivitas minum
dengan cara mencelupkan paruh ke tempat minum. Nuri bayan di MBOF
melakukan aktivitas minum karena pakan (kacang dan kuaci) yang diberikan
perawat lebih banyak mengandung lemak sehingga kebutuhan air minum dalam
tubuh nuri bayan di MBOF belum terpenuhi dan dipenuhi dengan minum. Artinya
semakin banyak nuri bayan mengkonsumsi pakan yang mengandung air maka
aktivitas minumnya akan semakin rendah, karena kebutuhan air sudah tercukupi
dari kandungan air dalam bahan pakan, atau yang dikenal dengan air metabolisme

17
Aktivitas mematuk benda berupa sarang, bunga atau pucuk tanaman dan kayu
tenggeran lebih sering dilakukan nuri bayan di ASTI dibandingkan di MBOF. Hal
ini sama dengan pernyataan Rostika (1999) bahwa nuri bayan melakukan aktivitas
mematuk benda berupa sarang, tempat makan atau minum, kayu tenggeran, tembok
dan kawat kandang. Aktivitas mematuk benda dilakukan dengan cara berjalan,
memanjat dinding kandang, menggantung di atap kandang dan bertengger.
Perbedaan perilaku ingestif pada nuri bayan di kedua lokasi dipengaruhi oleh
penerapan penyajian pakan, pemberian pakan dan penerapan sistem perkandangan
yang dilakukan oleh masing-masing pengelola.

250

40

200

30

J ASTI

150

20

100
50

10

0

0

Suhu (oC)

Durasi (menit)

Perilaku perawatan tubuh (menelisik, menggaruk, membersihkan paruh,
mengguncang tubuh dan mandi)
Perilaku perawatan tubuh pada burung penting dilakukan agar bulu tetap
mengilap, sehat dan segar. Menurut Takandjanji dan Mite (2008) bulu berfungsi
sebagai pelindung tubuh dari hujan dan panas, untuk terbang mencari makan dan
sebagai penghangat saat mengerami telur, dan mengasuh anak. Waktu yang
digunakan nuri bayan jantan dan betina di MBOF dalam perilaku perawatan tubuh
lebih lama pada pagi dan sore hari ketika suhu rendah, sedangkan di ASTI perilaku
perawatan tubuh lebih lama dilakukan nuri bayan betina yakni hampir setiap jam
tanpa dipengaruhi oleh suhu (Gambar 10).

J MBOF
Suhu ASTI
Suhu MBOF

40
30
20
10

Suhu (oC)

Durasi (menit)

Waktu (a)
120
100
80
60
40
20
0

B ASTI
B MBOF
Suhu ASTI

0
Suhu MBOF

Waktu (b)

Gambar 10 Pola perilaku perawatan tubuh nuri bayan berdasarkan jenis kelamin
a) jantan dan b) betina
Secara umum tidak terdapat perbedaan perilaku perawatan tubuh yang
dilakukan nuri bayan di MBOF dan ASTI. Menelisik merupakan aktivitas yang
sering dan lama dilakukan dengan cara memasukkan dan menggerakkan paruh ke
bagian tubuh (dada, sayap, punggung dan ekor). Menggaruk dilakukan pada bagian

18
kepala atau leher menggunakan salah satu kaki secara cepat dan singkat. Menelisik
dan menggaruk dilakukan nuri bayan pada saat istirahat. Rekapermana et al. (2006)
menjelaskan bahwa perilaku memelihara tubuh dalam hal menelisik dan menggaruk
pada burung dilakukan untuk merapikan bulu dan mengeluarkan benda-benda asing
yang menempel pada tubuh.
Selain aktivitas perawatan tubuh untuk menghilangkan kotoran pada bulu,
nuri bayan di kedua lokasi juga melakukan aktivitas mengguncang tubuh dan mandi.
Aktivitas mengguncang tubuh bertujuan untuk merapikan kembali susunan bulu
yang dilakukan dengan mengembangkan bulu-bulu bagian tubuh dan mengibaskan
ekornya. Mandi merupakan cara alami yang dilakukan burung untuk merawat bulu
dan dapat mendinginkan badan ketika udara panas (Prijono dan Handini 1998).
Aktivitas mandi nuri bayan dilakukan dengan cara memanjat dinding kandang,
menggantung di atap kandang, merentangkan sayap, menelisik, menggaruk,
membersihkan paruh dan mengguncang tubuh. Nuri bayan di kedua lokasi lebih
menyukai air hujan dibandingkan dengan air yang disediakan oleh perawat untuk
mandi, diduga nuri bayan membutuhkan sumber air yang mengalir.
Aktivitas membersihkan paruh dilakukan setelah makan atau bercumbu
yaitu dengan menggesekkan sisi paruh secara bergantian ke kayu tenggeran atau
dinding kandang. Aktivitas membersihkan paruh bertujuan untuk membersihkan
paruh dari sisa-sisa makanan yang menempel.

400

40

300

30

200

20

100

10

0

Suhu (oC)

Durasi (menit)

Perilaku lokomosi (berjalan, memanjat, menggelantung dan terbang)
Perilaku lokomosi lebih sering dilakukan nuri bayan jantan dan betina di
MBOF yang dilakukan ketika pagi dan sore hari disaat suhu dalam kandang rendah
(Gambar 11).
J ASTI
J MBOF
Suhu ASTI

0
SuhuMBOF

150

40
30

100

20
50

10

0

0

Suhu (oC)

Durasi (menit)

Waktu (a)

B ASTI
B MBOF
Suhu ASTI
Suhu MBOF

Waktu (b)

Gambar 11 Pola perilaku lokomosi nuri bayan berdasarkan jenis kelamin
a) jantan dan b) betina

19
Hasil perhitungan persentase frekuensi perilaku lokomosi mendapatkan
bahwa nuri bayan jantan di MBOF memiliki frekuensi lebih tinggi (14%) dibanding
di ASTI (6%). Hal tersebut dikarenakan jantan di MBOF sedang melindungi betina
yang sedang berkembang biak di dalam sarang dari gangguan burung kakatua.
Menurut Takandjandji (2005) ketika betina memasuki masa perkembangbiakan,
jantan berperan menjaga dan melindungi kotak sarang dari luar. Perilaku lokomosi
atau bergerak yang ditunjukkan nuri bayan jantan dan betina di ASTI adalah ketika
akan melakukan perilaku ingestif, perkembangbiakan dan ketika ada gangguan.
Nuri bayan di kedua lokasi sensitif terhadap gangguan di sekitar lingkungan
kandang. Gangguan yang dialami nuri bayan di MBOF disebabkan kehadiran
manusia dan kakatua yang mendekati bagian pembatas sisi dinding kandang,
sedangkan di ASTI berupa suara ribut satwa lain yang diduga m