Membangun Perpustakaan Berbasis Masyarakat

TELAAH PENDIDIKAN

Membangun Perpustakaan
Berbasis Masyarakat
BENNI SETIAWAN

litm
erg
er.
co
m)

fsp

htt
p:/
/w
w

Vi
sit


De
mo
(

Peran serta masyarakat
Di sinilah, peran penting masyarakat dalam membangun
budaya baca. Masyarakat adalah keluarga kedua bagi seseorang,
setelah rumah tangga/keluarga. Dengan demikian masyarakat
perlu berperan serta secara aktif guna mewujudkan masyarakat
terdidik dengan sadar membaca sehingga terwujud masyarakat
berperadaban.
Peran serta masyarakat mewujudkan perpustakaan ini sesuai
dengan amanat Undang-Undang RI Nomor 43 Tahun 2007, tentang
50

pd

P


etuah bijak itu sayup-sayup masih penulis ingat ketika
hendak memulai tulisan ini. Kata bijak itu diujar oleh seorang
guru—yang biasa disapa Pak Daliman— ketika penulis
masih duduk di bangku kelas IV SD Negeri Ponowaren II
Tawangsari, Sukoharjo, Jawa Tengah. Waktu itu penulis tidak
terlalu mengerti mengenai hal tersebut. Selain karena masih kecil
dan belum mengenal dengan baik budaya baca, tumpukan buku
di perpustakaan SD—sebagaimana juga terjadi di berbagai SD
Negeri di penjuru Tanah Air—begitu kumal dan sudah menguning.
Tata letaknya pun tidak karuan. Jangankan membaca buku di
perpustakaan, untuk masuk saja kami enggan.
Nasib perpustakaan memang di ujung tanduk. Terutama di
tingkat pendidikan dasar dan menengah di negeri ini. Padahal
pendidikan pada tingkat tersebut menurut Romo Mangunwijaya
merupakan basis atau fondasi bagi tingkat berikutnya. Dari sinilah
kebiasaan-kebiasaan baik dan pemahaman dasar ilmu pengetahuan
disemai. Ketika pendidikan di tingkat dasar terabaikan, maka akan
berakibat pada kelangsungan pendidikan selanjutnya.

Perpustakaan, khususnya Pasal 43. Pasal tersebut menyebutkan

bahwa masyarakat berperan serta dalam pembentukan,
penyelenggaraan, pengelolaan, pengembangan dan pengawasan
perpustakaan.
Mengapa masyarakat perlu berperan serta? Hal ini karena
perpustakaan di Indonesia masih lemah jika dibandingkan dengan
negara-negara lain. Perpustakaan masih menjadi barang asing
bagi masyarakat Indonesia. Ia belum menjadi kebutuhan pokok
masyarakat Indonesia, sebagaimana mereka makan nasi.
Menurut Pustakawan Utama H Soekarman, setidaknya ada
sembilan faktor yang menyebabkan perpustakaan Indonesia
menjadi lemah. Yaitu, jumlah penduduk yang besar dan tersebar
di banyak pulau, budaya dan tingkat kecerdasan bangsa yang
majemuk, lemahnya kesadaran masyarakat, lemahnya
kesadaran sebagian penentu kebijakan soal perpustakaan, akan
arti penting informasi dan perpustakaan; rendahnya minat baca
serta kebiasaan membaca; kemampuan keuangan pemerintah;
masih sedikit pustakawan terdidik; masih sedikit institusi pendidikan
perpustakaan; dan lemahnya sumber bahan pustaka nasional
(Indah Wijaya, 2008).
Lebih dari itu, sebagaimana telah disinggung di atas, budaya

baca masyarakat Indonesia memang masih memrihatinkan. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya budaya baca
masyarakat Indonesia. Pertama, budaya yang sudah ada secara
turun-menurun adalah budaya cerita, bukan budaya baca dan
perkembangannya menuju ke arah budaya menonton (televisi).
Kedua, penghasilan kebanyakan masyarakat Indonesia masih
rendah sehingga buku masih dianggap barang mahal. Ketiga,
adalah sistem pendidikan Indonesia belum menunjang tumbuh
kembangnya budaya baca karena orientasinya masih membaca
untuk lulus bukan membaca untuk pencerahan sepanjang hidup.
Keempat, keberadaan perpustakaan yang belum memadai.
Tentunya masih banyak alasan yang dapat kita daftar jika
ingin membicarakan tentang penghambat perkembangan budaya
baca di Indonesia. Sebagai contoh alasan tentang penghasilan
masyarakat Indonesia yang masih rendah. Memang rata-rata
pendapatan perkapita masyarakat Indonesia rendah, namun yang
perlu diperhatikan adalah tentang bagaimana alokasi
pengeluarannya.
Jika masyarakat sadar akan arti penting buku dan
meninggalkan rokok, maka pada dasarnya masyarakat Indonesia


w.

“Buku adalah gudang ilmu.
Perpustakaan adalah gudang buku.
Jadi, banyak bermainlah di
perpustakaan, sehingga kamu dapat
menguasai ilmu dan dunia. Jika kalian
tidak punya buku, bacalah tulisan di
sepanjang jalan atau potongan koran
bekas. Karena di dalamnya ada ilmu
pengetahuan”.

25 RABIULAWAL - 9 RABIULAKHIR 1432 H

TELAAH PENDIDIKAN
mempunyai potensi besar untuk mengembangkan budaya baca.
Kunci sukses keberhasilan pengembangan budaya baca ada di
tangan masyarakat itu sendiri. Masyarakat mempunyai tanggung
jawab menyadarkan orang lain agar mempunyai budaya baca

sebagai bekal hidup mandiri dan berkeadaban.

De
mo
(

Vi
sit

htt
p:/
/w
w

w.

pd

fsp


litm
erg
er.
co
m)

Foto: DIDIK SUJARWO

poskamling (pos keamanan linkungan) ada buku. Poskamling
sebagai perpustakaan pernah penulis temui di Desa
Tamanmartani, Sleman, Yogyakarta sekian tahun lalu saat kuliah
kerja nyata (KKN). Masyarakat di sana tidak hanya
memanfaatkan poskamling sebagai tempak cangkruk (berkumpul
dan berbincang santai), namun juga sebagai tempat belajar
Masyarakat Gemar Membaca
membaca, karena di sana ada beberapa buku bacaan, majalah,
Kemudian bagaimana cara agar masyarakat gemar membaca, dan koran baru setiap pagi.
sehingga mereka tercerahkan? Ada beberapa hal yang perlu
Dengan demikian, poskamling tidak hanya menjadi pusat
diagendakan. Pertama, membangun kantong-kantong baca di setiap keamanan lingkungan mandiri masyarakat, namun juga pusat

desa/dusun. Kantong baca ini dapat dimulai dengan membangun kegiatan belajar masyarakat (KBM). Lebih dari itu, poskamling tidak
tempat membaca koran di setiap RT/RW. Kegiatan ini merupakan hanya menjadi “milik” kaum laki-laki saja, namun juga ruang publik
bagian dari program koran masuk desa yang telah disemai oleh bagi perempuan desa dan anak-anak sebagai tempat belajar dan
beberapa perusahaan penerbitan
memperoleh informasi terkini.
koran (surat kabar di beberapa
Kedua, menjadikan rumah
daerah).
sebagai perpustakaan. Rumah
Dengan adanya koran yang
sudah saatnya tidak hanya
dipajang di tempat umum maka
menjadi tempat berlindung dari
masyarakat akan dengan
panas dan hujan. Rumah sudah
sendirinya mempunyai kesasaatnya menjadi happy home
daran untuk membaca. Memliving (tempat tinggal yang
baca koran di tempat umum juga
nyaman dan menyenangkan).
memberi kesempatan kepada

Artinya, setiap rumah hendaknya
masyarakat yang tidak mampu
menyediakan sepetak tempat
membeli surat kabar untuk dapat
untuk buku atau perpustakaan.
mengetahui informasi terkini dari
Pojok perpustakaan ini selain
media massa cetak. Membaca
sebagai tempat buku yang ditata
koran di tempat umum juga akan
rapi juga dapat dijadikan sarana
mengakrabkan anggota madiskusi keluarga. Diskusi keluarsyarakat, sehingga tidak terjadi
ga tidak hanya dapat dilakukan di
gap (jurang pemisah) antara si
meja makan atau saat makan
kaya dan si miskin.
saja, namun juga di sebuah
Setelah koran dibaca di pagi
tempat khusus di dalam rumah.
hari, maka harus ada masyaraDari sinilah, gairah membaca dan

kat yang menyimpan, mengmembudayakan membaca dakliping berita-berita tersebut
pat disemai dengan baik. Adanya
Hadirnya perpustakaan di masyarakat amat diperlukan.
berdasarkan tema-tema tertenpojok perpustakaan di rumah,
tu. Hal ini dapat dikerjakan oleh alumnus sekolah menengah atas juga mendorong dialog interaktif yang melibatkan seluruh anggota
(SMA) atau perguruan tinggi (PT) sebagai bagian peran sertanya keluarga. Kebiasaan membaca di rumah dan didukung oleh
membangun peradaban di masyarakat.
keberadaan perpustakaan di setiap desa akan mendorong
Kumpulan kliping ini kemudian di letakkan di rumah ketua RT/ percepatan peningkatan kualitas keilmuan masyarakat. Seseorang
RW atau perpustakaan desa sebagai tempat penyimpan. Di sinilah akan terbiasa dengan buku sehingga budaya menonton televisi
arti penting perpustakaan desa bagi pengembangan budaya baca dapat diminimalisir sedemikian rupa.
masyarakat. Perpustakaan desa tidak hanya berfungsi dan hidup
Lebih dari itu, ketika seorang anak sudah terbiasa membaca
ketika ada lomba tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi atau di dalam rumah, maka ia akan dengan sendirinya mencintai
pun nasional. Ia merupakan motor penggerak atau pusat kegiatan perpustakaan sekolah. Perpustakaan sekolah akan menjadi
belajar masyarakat, sehingga makna perpustakaan menjadi hidup. tempat yang asyik dan nyaman lagi menyenangkan bagi siswa
Dengan hidupnya perpustakaan desa diharapkan masyarakat sehingga kondisinya selalu bersih dan koleksi bukunya pun
tidak hanya mengenal balai desa sebagai tempat mengurus surat- semakin beragam, karena mendapat sentuhan dingin dari anaksurat namun juga sebagai basis atau pusat peradaban desa. Lebih anak yang doyan membaca.l
dari itu, perpustakaan desa merupakan jantung masyarakat ________________________________________________________
sehingga keadaban masyarakat dapat ditilik dari seberapa banyak Penulis adalah Warga Muhammadiyah, Penulis Buku Manifesto

koleksi buku sebagai referensi atau sumber bacaannya.
Pendidikan Indonesia dan Agenda Pendidikan Nasional, tinggal
Perpustakaan desa akan semakin kuat jika di setiap di Sukoharjo.
SUARA MUHAMMADIYAH 05 / 96 | 1 - 15 MARET 2011

51