Minami Karimantan No Sibo Siki

(1)

MINAMI KARIMANTAN NO SIBO SIKI

( PANGERAKU MURI NI ARU DEYA_CHIHO NO DAYAKU ZOKU ) KERTAS KARYA

Dikerjakan O L E H

DORNY MINOVERIA SARAGIH NIM : 052203069

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

PROGRAM PENDIDIKAN D3 BAHASA JEPANG MEDAN


(2)

PENGESAHAN Diterima oleh

Panitia Ujian Program Pendidikan D3 Bahasa Jepang

Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Diploma III Bidang Studi Bahasa Jepang

Pada :

Tanggal :

Hari :

Program Diploma Bahasa Jepang Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara

Dekan

Drs.syaifuddin,M.A.,Ph.D. NIP 132098531

Panitia

No. Nama Tanda Tangan

1. ………. ( )

2. ………. ( )

3. ……… ( )


(3)

MINAMI KARIMANTAN SIBO SIKI

(DAYAKU ZOKU PANGERAKU MURI NI ARU DEYA_CHIHO) KERTAS KARYA

Dikerjakan O

L E H

DORNY MINOVERIA SARAGIH 052203069

Pembimbing Pembaca

Drs.Eman Kusdiyana,M.Hum. Adriana Hasibuan,S.S.,M.Hum.

NIP : 131763365 NIP 131662152

Kertas karya ini diajukan kepada panitia Ujian

Program Pendidikan Non-Gelar Fakultas Sastra USU Medan Untuk melengkapi salah satu syarat ujian Diploma III Dalam Bidang Studi Bahasa jepang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

PROGRAM PENDIDIKAN D3 BAHASA JEPANG MEDAN 2008


(4)

Disetujui Oleh :

Program Diploma Sastra dan Budaya Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Medan

Program Study D3 Bahasa Jepang Ketua

Adriana Hasibuan ,S.S.,M.Hum. NIP 131662152


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan berkat dan kasihnya sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini guna melengkapi syarat untuk mencapai gelar ahli Madya pada Universitas Sumatera Utara. Adapun judul kertas karya ini adalah “Upacara Kematian Daerah Kalimantan Selatan (Suku Dayak Dusun Deyah di desa Pangelak).

Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna, baik dalam pengkajian kalimat, penguraian materi, dan pembatasan masalah. Tetapi berkat dan bimbingan berbagai pihak penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini.

Dengan segala kerendahan hati pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terutama kepada :

1. Bapak Drs.Syaifudin, M.A.,Ph.D. selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Adriana Hasibuan SS,M.HUM selaku Ketua Jurusan Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs.Eman Kusdiyana, M.Hum.selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis.

4. Ibu Adriana Hasibuan SS,M.,HUM. Selaku dosen pembaca.


(6)

5. Ibu Adriana Hasibuan SS,M.HUM selaku dosen wali yang telah memberikan Perhatian dan dukungan kepada penulis selama masa perkuliahan.

6. Seluruh staff pengajar Jurusan Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera utara yang telah mendidik penulis selama perkuliahan.

7. Keluarga yang sangat kukasihi teristimewa kedua orang tuaku papa (Masdin Saragih)dan mama( Sarina Purba) yang telah memberikan kepercayaan,cinta kasih, dan materi,buat kakak (charika), buat adikku ( Frishomi dan Apos glorimen)yang telah memberikan semangat.

8. Rekan-rekan mahasiswa Jurusan Bahasa Jepang 2005,khususnya kelas A dan teman-teman Batak group ( dodek,siska,jelli,lastri,nemdes,morina,anggi) 9. KTBku “city on a hill” (K’leli,nurisa,cori,saurmalina tiurmaida),terimakasih

buat doa-doa, motivasi dan semangatnya.

10.teman-teman UKM KMK USU dan Pemuda GKPS P.Bulan, terimakasih atas doa dan semangatnya.

11.Untuk seseorang yang aku kasihi terima kasih buat dukungan motivasi,doa dan semangatnya.

12.Untuk semua teman-teman yang ikut membantu baik doa dan motivasi, Marakas43 dan Bahagia12(Richardpardomuan,jhonliharman,k’sri,layani,sumi makasih buat dukungannya.


(7)

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa kertas karya ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan untuk kesempurnaan kertas karya ini sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2008

Penulis

DORNY MINOVERA SARAGIH

NIM: 052203069


(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………..i

DAFTAR ISI ………...iv

BAB I :PENDAHULUAN 1.1Alasan Pemilihan Judul...1

1.2 Batasan Masalah ………..2

1.3 TujuanPenulisan...2

1.4Metode Penulisan………...3

BAB II : LETAK GEOGRAFIS KALIMANTAN SELATAN 2.1 Keadaan Alam……….….4

2.2 Penduduk……….…..4

2.3 Mata Pencaharian ………..…5

2.4 Religi……….…5

BAB III : PENYELENGARAAN UPACARA KEMATIAN SUKU DAYAK 3.1 Nama Upacara………7

3.2 Waktu Upacara……….….7

3.3 Tempat Upacara………...7

3.4 Peserta Upacara……….…8

3.5 Penyelengaraan Teknis Upacara………...8

3.6 Perlengkapan Upacara………..….9

3.7 Jalannya Upacara……….9

BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan……….12

4.2 Saran………..12

DAFTAR PUSTAKA……….….v


(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Alasan Pemilihan Judul

Kebudayaan adalah hasil karya manusia dalam usahanya mempertahankan hidup, mengembangkan keturunan dan meningkatkan taraf kesejahteraan.

Kebudayaan merupakan warisan bagi masyarakat yang bersangkutan. Artinya, setiap generasi yang lahir dari suatu masyarakat mewarisi norma-norma budaya dari generasi sebelumnya yang tidak boleh dilanggar. Disamping itu budaya juga membentuk ikatan setiap individu atau masyarakat dengan daerah asal budayanya. Indonesia adalah sebuah negara Nusantara tidak hanya memiliki iklim tropis dan alam yang indah, tetapi Indonesia juga mempunyai banyak suku bangsa dalam kebudayaannya. Hal inilah yang membuat Indonesia terkenal sampai ke luar negeri. Salah satu kebudayaan yang ada di Indonesia ada di dusun Deyah di desa Pangelak, Kalimantan Selatan.

Dusun Deyah di desa pangelak dihuni oleh suku Dayak. Dusun Deyah di desa Pangelak merupakan daerah yang banyak menyimpan kebudayaan. Salah satunya yaitu upacara kematian Suku Dayak dalam dusun Deyah di desa Pangelak.

Upacara ini memiliki unsur kebudayaan yang unik dan menarik juga penting untuk dijaga dan dilestarikan.Oleh karena itu penulis tertarik untuk memilih judul

“ Upacara Kematian Suku Dayak dusun Deyah di desa Pangelak Daerah Kalimantan Selatan. “


(10)

1.2Batasan Masalah

Ada banyak upacara-upacara tradisional dalam dusun Deyah di desa Pangelak. Dalam hal ini penulis memilih salah satu upacara tradisional yang ada dalam dusun Deyah di desa Pangelak yaitu upacara kematian suku Dayak dusun Deyah di desa Pangelak.

Dalam penulisan kertas karya ini, penulis membatasi pembahasannya hanya dalam penyelenggaraan upacara kematian meliputi waktu upacara, tempat upacara, peserta upacara, penyelenggara teknis upacara, perlengkapan upacara, jalannya upacara dan juga letak geografis Kalimantan Selatan.

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulis dalam menyusun kertas karya ini adalah :

1. Untuk menambah informasi kepada pembaca mengenai upacara kematian Suku Dayak.

2. Untuk menambah wawasan pembaca dan penulis tentang upacara kematian Suku Dayak.

3. Untuk mengetahui upacara Kematian Suku Dayak.

4. Untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan di Program D3 pada Jurusan Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

2


(11)

1.4 Metode Penulisan

Dalam Penulisan kertas karya ini, penulis hanya menggunakan metode kepustakaan yaitu mengumpulkan data atau informasi dengan membaca buku- buku dan referensi yang berhubungan dengan topik yang akan dibahas, serta mengumpulkan artikel dari media massa, internet dan lainnya.


(12)

BAB II

LETAK GEOGRAFIS KALIMANTAN SELATAN

2.1 Keadaan Alam

Desa Pangelak dimana bermukim Suku Dayak Deyah adalah sebuah desa yang terdapat di kecamatan Haruai kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan.

Keadaan tanah desa Pangelak terdiri atas tanah pegunungan merupakan daerah

Perladangan, tanah dataran tinggi agak kurang subur, tanah dataran rendah yang subur.

Batas-batas desa ini adalah sebelah utara berbatasan dengan desa Kinarum, sebelah selatan berbatasan dengan desa Kaong, sebelah barat berbatasan

dengan desa Nawandan, sebelah timur berbatasan dengan gunung Rewut. Rata-rata sekitar 6 bulan di daerah ini berlangsung musim penghujan dan 6 bulan lainnya musim kemarau. Maka kegiatan pertanian berlangsung sekali dalam setahun.

2.2 Penduduk

Penduduk yang mendiami desa Pangelak disebut Suku Dayak dusun Deyah. Suku ini merupakan bagian dari suku Dayak Maanyan yang mendiami daerah Balangan di Kabupaten Tabalong. Suku Dayak dusun Deyah ini juga tersebar di empat desa lainnya dalam Kecamatan Haruai seperti desa Upau,desa Cinadung,desa Bau dan Haruai. Di desa Pangelak pada saat ini sudah banyak berdiam orang Banjar dan orang Jawa.


(13)

2.3 Mata Pencaharian

Sebagian besar penduduk desa Pangelak adalah petani sawah atau petani ladang. Mata pencaharian lainnya yang juga banyak dilakukan, yakni sebagai mata pencaharian sambilan adalah berkebun dan mengumpulkan hasil hutan.

Sementara itu orang-orang Banjar dan orang Jawa yang terdapat di desa ini umumnya sebagai pedagang, selebihnya sebagai petani sawah. Memelihara ternak merupakan kebiasaan kebanyakan penduduk desa. Ternak yang dipelihara antara lain ayam, itik, babi dan kambing.

2.4 Agama / Religi

Sebelum masuk kedalam agama-agama samawiyah, Suku Dayak mempunyai agamanya sendiri, disebut Kaharingan. Karena kepercayaan Kaharingan merupakan kepercayaan asli penduduk desa ini, maka adat istiadat leluhur yang bersumber dari kepercayaan ini masih besar pengaruhnya di kalangan penduduk.

Adat istiadat yang berlaku masih dipegang teguh oleh suku Dayak Dusun Deyah ini meliputi tindakan secemonial, kultus agama dan tata hukum. Keterikatan tata cara kehidupan suku Deyah terutama yang masih memeluk kepercayaan Kaharingan tersebut bahkan mencakup untuk semua anggota suku yang berdiam di desa lainya.

Adat menurut pandangan Suku Dayak Dusun Deyah merupakan ketentuan- ketentuan yang diturunkan oleh leluhur dan mempunyai kekuatan lebih bila dibandingkan dengan ketentuan hukum yang berlaku.


(14)

Menurut kepercayaan masyarakat Dayak Dusun Deyah hukuman terhadap pelanggaran adat tidak dapat dielakkan oleh yang bersangkutan. Satu-satunya jalan untuk mengatasi masalah ini si pelanggar adat cepat-cepat melaporkan perbuatannya kepada dewan adat. Kini masyarakat Suku Dayak sebagian besar telah beragama Islam dan Kristen.


(15)

BAB III

PENYELENGGARAAN UPACARA KEMATIAN SUKU DAYAK

3.1 Nama Upacara

Membontang adalah salah satu upacara yang berkaitan dengan kepercayaan Kaharingan.upacara tersebut merupakan adat leluhur nenek moyang suku Dayak dusun Deyah.

Dengan menyelenggarakan upacara tersebut mereka percaya bahwa para arwah nenek moyang akan memberikan pertolongan yang baik untuk mendapatkan kehidupan bahagia dimasa hidupnya maupun sesudah matinya.

3.2 Waktu Upacara

Upacara Membontang kematian dilakukan setelah upacara penguburan. Kegiatan ini berlangsung selama tiga hari tiga malam. upacara ini merupakan lanjutan dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan sejak seseorang meninggal dunia sampai dengan selesainya penguburan

3.3 Tempat upacara

Kegiatan upacara membontang berlangsung di sekitar tempat kediaman orang yang meninggal itu sendiri. Untuk menyelenggarakan upacara ini yang utama adalah di tancapkan Tiang Belontang pekarangan rumah si mati.


(16)

Di bagian halaman rumah ini dibangun sebuah balai kecil ( Panggung ) dimana di letakkan seperangkat gamelan yang terdiri dari Babun, Agung dan Kanong yang oleh suku Dayak disebut Candrak Atah.

Panggung ini juga untuk tempat menari para Tetuha masyarakat Kaharingan juga para undangan yang hadir.

3.4 Peserta Upacara

Dalam penyelenggaraan upacara membontang tidak ada ketentuan-ketentuan siapa saja dan persyaratan apa saja yang boleh atau harus mengikuti upacara Membontang.

Undangan disampaikan kepada kerabat keluarga si mati yang berada atau berdiam di desa lain, juga tetuha-tetuha, pimpinan-pimpinan di desa itu sendiri atau di desa bertetangga.

3.5 Penyelenggaran Teknis Upacara

Ada beberapa pemuka-pemuka Kepercayaan kaharingan yang bertindak sebagai pemimpin dan pelaku-pelaku dalam upacara Membontang yaitu :

Lalakliyau Mantir

Penghulu Adat Kepala Desa ParaBalian


(17)

3.6 Perlengkapan Upacara

Penyelenggaraan Upacara membontang Kematian jenis-jenis peralatan yang diperlukan adalah :

Tiang Belontang Kerbau

Ayam Tombak Daun Biru

3.7 Jalannya Upacara

Urutan upacara Membontang Kematian adalah : 1. Hari Pertama adalah upacara Mohonkit Nayou. 2. Hari kedua adalah Upacara Matau Bontang. 3. Hari ketiga adalah Ngetis Tali Banjang.


(18)

1 . Upacara Mohongkit Nayou

Upacara ini menandai dimulainya upacara membontang kematian tersebut. Kegiatan yang di lakukan ialah Lalakliyau dan sejumlah pembantunya menghidupkan Pendupaan di bawah sebatang pohon besar disekitar rumah tempat tinggal si mati. Selain Lalakliyau juga harus hadir sebanyak 9 orang selaku wakil-wakil yang sudah mati dan 9 orang selaku wakil-wakil yang masih hidup.

Lalakliyau yang memimpin upacara telah berhasil memanggil Roh nenek moyang, diangkat keatas pohon tempat upacara. Kemudian ia turun kembali dan serentak itu ditabuhlah Candrak Atah di bunyikan terus menerus selama tiga hari tiga malam. Maka resmilah upacara membontang telah berlangsung.

Kegiatan selanjutnya adalah mendirikan Tiang Belontang di halaman rumah si mati. Untuk mendirikan Tiang Belontang pada upacara hari kedua maka disiapkan : a. 1 ekor Ayam yang bulunya Merah

b. 1 ekor Ayam yang bulunya Putih c. 1 ekor Ayam yang bulunya Hitam d. 1 ekor Ayam yang bulunya Urek

Ayam-ayam disembelih di dekat lobang dimana akan di tancapkan Tiang Belontang.


(19)

2. Upacara Matau Bontang

Upacara Matau Bontang adalah Upacara yang berlangsung pada hari kedua. Pada hari ini penyembelihan kerbau yang dijadikan korban dalam upacara ini.

Apabila yang meninggal laki-laki para Mantir harus mengelilingi kerbau sebanyak 14 kali. Jika perempuan mereka mengelilingi 7 kali.

Selanjutnya kerbau secara beramai ramai di bersihkan. Sebagian daging untuk di makan, pada malam hari disiapkan sesajin untuk arwah si mati dan para arwah nenek moyang. Upacara di pimpin oleh Lalakliyau.

3. Upacara Ngetis Tali Banjang

Upacara Ngetis Tali Banjang adalah upacara pada hari ketiga atau hari terakhir. tujuannya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua orang yang telah membantu kegiatan tersebut.

Ketika tali tersebut putus maka selesailah secara resmi upacara Membontang tersebut. Sehingga, segala kewajiban tuan rumah selaku keluarga si mati telah terpenuhi. Arwah si mati pun telah berjalan menuju dunia gaib yang menjadi idaman setiap orang yang menganut kepercayaan Kaharingan.


(20)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan

1. Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai begitu banyak kebudayaan. Salah satu kebudayaan itu terdapat di Suku Dayak.

2. Suku Dayak pada umumnya tinggal di dusun Deyah desa Pangelak dengan Ibukotanya Tabalong yang berada di Kalimantan Selatan.

3. Dalam penyelenggaraan upacara kematian suku Dayak dusun Deyah di desa Pangelak, upacara tersebut meliputi : upacara Membontang yang dilakukan selama tiga hari tiga malam di kediaman orang yang meninggal, kerabat keluarga, desa bertetangga dan dilengkapi peralatan Tiang Belontang, Tombak serta Daun Biru. Hari pertama Lalakliyau memanggil roh nenek moyang, hari kedua penyembelihan kerbau dijadikan korban dalam upacara, hari ketiga arwah si mati berjalan ke dunia gaib menjadi idaman yang menganut kepercayaan Kaharingan yang bersifat tradisional.

4.2 Saran

Yang merupakan saran penulis melalui kertas karya ini adalah upacara tradisional yang menyangkut kematian, kurang mendapat perhatian dari beberapa kelompok. Hendakanya budaya ini mendapat perhatian untuk dilestarikan, karena hal ini merupakan satu budaya yang dapat dijadikan kebudayaan Nasional. Kebudayaan ini merupakan peninggalan nenek moyang kita dahulu.


(21)

DAFTAR PUSTAKA

Fridolin Ukur, Dr. Tantang Jawab suku Dayak, Jakarta : Gunung agung mulia

Sarwito, Kertodipoero, 1993, Kaharingan religi dan penghidupan di pahuluan di Kalimantan, Sumur Bandung.

http://id.wikipedia.org, suku Dayak dusun Deyah.2008


(1)

Di bagian halaman rumah ini dibangun sebuah balai kecil ( Panggung ) dimana di letakkan seperangkat gamelan yang terdiri dari Babun, Agung dan Kanong yang oleh suku Dayak disebut Candrak Atah.

Panggung ini juga untuk tempat menari para Tetuha masyarakat Kaharingan juga para undangan yang hadir.

3.4 Peserta Upacara

Dalam penyelenggaraan upacara membontang tidak ada ketentuan-ketentuan siapa saja dan persyaratan apa saja yang boleh atau harus mengikuti upacara Membontang.

Undangan disampaikan kepada kerabat keluarga si mati yang berada atau berdiam di desa lain, juga tetuha-tetuha, pimpinan-pimpinan di desa itu sendiri atau di desa bertetangga.

3.5 Penyelenggaran Teknis Upacara

Ada beberapa pemuka-pemuka Kepercayaan kaharingan yang bertindak sebagai pemimpin dan pelaku-pelaku dalam upacara Membontang yaitu :

Lalakliyau Mantir

Penghulu Adat Kepala Desa ParaBalian


(2)

3.6 Perlengkapan Upacara

Penyelenggaraan Upacara membontang Kematian jenis-jenis peralatan yang diperlukan adalah :

Tiang Belontang Kerbau

Ayam Tombak Daun Biru

3.7 Jalannya Upacara

Urutan upacara Membontang Kematian adalah : 1. Hari Pertama adalah upacara Mohonkit Nayou. 2. Hari kedua adalah Upacara Matau Bontang. 3. Hari ketiga adalah Ngetis Tali Banjang.


(3)

1 . Upacara Mohongkit Nayou

Upacara ini menandai dimulainya upacara membontang kematian tersebut. Kegiatan yang di lakukan ialah Lalakliyau dan sejumlah pembantunya menghidupkan Pendupaan di bawah sebatang pohon besar disekitar rumah tempat tinggal si mati. Selain Lalakliyau juga harus hadir sebanyak 9 orang selaku wakil-wakil yang sudah mati dan 9 orang selaku wakil-wakil yang masih hidup.

Lalakliyau yang memimpin upacara telah berhasil memanggil Roh nenek moyang, diangkat keatas pohon tempat upacara. Kemudian ia turun kembali dan serentak itu ditabuhlah Candrak Atah di bunyikan terus menerus selama tiga hari tiga malam. Maka resmilah upacara membontang telah berlangsung.

Kegiatan selanjutnya adalah mendirikan Tiang Belontang di halaman rumah si mati. Untuk mendirikan Tiang Belontang pada upacara hari kedua maka disiapkan : a. 1 ekor Ayam yang bulunya Merah

b. 1 ekor Ayam yang bulunya Putih c. 1 ekor Ayam yang bulunya Hitam d. 1 ekor Ayam yang bulunya Urek

Ayam-ayam disembelih di dekat lobang dimana akan di tancapkan Tiang Belontang.


(4)

2. Upacara Matau Bontang

Upacara Matau Bontang adalah Upacara yang berlangsung pada hari kedua. Pada hari ini penyembelihan kerbau yang dijadikan korban dalam upacara ini.

Apabila yang meninggal laki-laki para Mantir harus mengelilingi kerbau sebanyak 14 kali. Jika perempuan mereka mengelilingi 7 kali.

Selanjutnya kerbau secara beramai ramai di bersihkan. Sebagian daging untuk di makan, pada malam hari disiapkan sesajin untuk arwah si mati dan para arwah nenek moyang. Upacara di pimpin oleh Lalakliyau.

3. Upacara Ngetis Tali Banjang

Upacara Ngetis Tali Banjang adalah upacara pada hari ketiga atau hari terakhir. tujuannya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua orang yang telah membantu kegiatan tersebut.

Ketika tali tersebut putus maka selesailah secara resmi upacara Membontang tersebut. Sehingga, segala kewajiban tuan rumah selaku keluarga si mati telah terpenuhi. Arwah si mati pun telah berjalan menuju dunia gaib yang menjadi idaman setiap orang yang menganut kepercayaan Kaharingan.


(5)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan

1. Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai begitu banyak kebudayaan. Salah satu kebudayaan itu terdapat di Suku Dayak.

2. Suku Dayak pada umumnya tinggal di dusun Deyah desa Pangelak dengan Ibukotanya Tabalong yang berada di Kalimantan Selatan.

3. Dalam penyelenggaraan upacara kematian suku Dayak dusun Deyah di desa Pangelak, upacara tersebut meliputi : upacara Membontang yang dilakukan selama tiga hari tiga malam di kediaman orang yang meninggal, kerabat keluarga, desa bertetangga dan dilengkapi peralatan Tiang Belontang, Tombak serta Daun Biru. Hari pertama Lalakliyau memanggil roh nenek moyang, hari kedua penyembelihan kerbau dijadikan korban dalam upacara, hari ketiga arwah si mati berjalan ke dunia gaib menjadi idaman yang menganut kepercayaan Kaharingan yang bersifat tradisional.

4.2 Saran

Yang merupakan saran penulis melalui kertas karya ini adalah upacara tradisional yang menyangkut kematian, kurang mendapat perhatian dari beberapa kelompok. Hendakanya budaya ini mendapat perhatian untuk dilestarikan, karena hal ini merupakan satu budaya yang dapat dijadikan kebudayaan Nasional. Kebudayaan ini merupakan peninggalan nenek moyang kita dahulu.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Fridolin Ukur, Dr. Tantang Jawab suku Dayak, Jakarta : Gunung agung mulia

Sarwito, Kertodipoero, 1993, Kaharingan religi dan penghidupan di pahuluan di Kalimantan, Sumur Bandung.

http://id.wikipedia.org, suku Dayak dusun Deyah.2008