Penggunaan Restrain Pada Pasien Amuk/Perilaku Kekerasan Ditinjau Dari Sudut Pandang Etik

TINJAUAN PUSTAKA
PERAWATAN MENTAL KORBAN PASCA TSUNAMI
Sri Eka Wahyuni*
ABSTRAK Bencana Tsunami yang menimpa saudara-saudara kita di Aceh dan Nias pada tanggal 26
Desember lalu telah banyak menimbulkan kerugian baik secara fisik maupun psikologis. Banyak korban yang telah kehilangan sanak saudara, orang-orang yang dicintai dan juga harta benda. Hal ini akan mempengaruhi kepada status mental mereka.
Korban yang mengalami sters paska trauma tsunami ini telah dirawat di Rumah Sakit Jiwa. Kemungkinan korban tersebut akan bertambah jumlahnya, karena masih banyak korban yang berada di tempat penampungan maupun yang belum di rujuk ke Rumah Sakit besar.
Masalah keperawatan yang sering muncul pada klien dengan stress paska tsunami ini adalah Ansietas, koping individu tidak efektif dan perubahan proses pikir.
Kata Kunci : Ansietas, koping tidak efektif, perubahan proses pikir

* Penulis adalah Staf Pengajar Keperawatan Jiwa PSIK FK-USU
Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, Volume 1, Mei 2005

39

PENDAHULUAN
Pasca Tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Sumatera Utara mengakibatkan banyaknya kerugian baik moral maupun materil. Dampak ini dapat menimbulkan masalah baik fisik, psikologis, sosial, maupun spiritual. Mereka yang kehilangan harta benda, sanak saudara dan orang yang dicintai pasti akan sangat terguncang dan menimbulkan masalah pada kesehatan mentalnya.
Berdasarkan data dari Rumah Sakit Jiwa Medan terdapat sekitar 20 orang pasien korban gempa dan tsunami yang telah menjalani perawatan secara intensif. Sebagian dari mereka sudah pulang, diperkirakan angka ini terus meningkat mengingat masih banyak korban tsunami yang masih bertahan di tempat-tempat pengungsian. Pada umumnya pasien korban tsunami ini mengalami Stress Pasca Trauma (Analisa, 2005).
Stress Pasca Trauma atau yang lebih sering disebut Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) merupakan salah satu bentuk gangguan kecemasan yang terjadi akibat kejadian traumatik yang dialami seseorang. Kejadian traumatik ini dapat berupa bencana alam, kejadian kriminal, peperangan, ataupun perkosaan.
Stress Pasca Trauma diatas dapat di klasifikasikan menjadi 3 kategori yaitu :
1. Akut : gejala timbul kurang dari 3 bulan
2. Kronik : gejala timbul lebih dari 3 bulan

3. Delayed : gejala timbul minimal 6 bulan setelah stress
Adapun kriteria diagnostik yang di jumpai pada pasien Stress Pasca Trauma adalah :
1. Klien mengalami dan menyaksikan kejadian traumatik yang mengancam kehidupannya maupun orang lain. Pada umumnya klien merasa ketakutan, khawatir dan tidak berdaya.
2. Kejadian traumatik tersebut akan kembali dialami klien melalui mimpi

buruk ataupun bayangan, flashback, ilusi, maupun halusinasi.

3. Menghindari secara persisten setiap

stimulus yang berhubungan dengan

trauma, yang ditandai dengan

menghindari pikiran, perasaan maupun

pembicaraan yang berkaitan dengan

trauma, klien tidak mampu mengulang

kembali


aspek-aspek

trauma,

menghindari orang, tempat maupun

aktivitas, memisahkan diri dan

menjauhkan diri dari orang lain dan

membatasi perasaan cinta maupun suka

cita.

4. Pada umumnya klien susah tidur, susah konsentrasi dan iritabilitas.

Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan pada korban tersebut meliputi riwayat dan gejala yang tampak. Riwayat tersebut meliputi gangguan kecemasan yang pernah diderita seperti phobia ataupun panik, gangguan psikologis depresi, gangguan tidur, gangguan pola makan ataupun lainnya, kehilangan atau perubahan yang dialami seperti kehilangan pekerjaan, kematian, penyakit, atau cemas yang di sebabkan oleh efek sekunder dari kondisi medis lainn. Gejala yang tampak klien merasa ingin mati, persepsi terbatas, susah konsentrasi, tidak efektifnya pemecahan masalah, peningkatan tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, pernapasan), ketegangan otot, peningkatan aktivitas kelenjar keringat, dilatasi pupil, nausea palpitasi, fatique, susah tidur dan iritabilitas.


DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa dan intervensi keperawatan yang dilakukan pada klien stress pasca trauma:
1. Ansietas
Dapat disebabkan oleh ancaman terhadap konsep diri, status kesehatan, status sosial ekonomi, fungsi peran, pola interaksi ataupun lingkungan. Adanya

40 Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, Volume 1, Mei 2005

ancaman terhadap kehidupan, konflik yang tidak disadari oleh individu, kebutuhan yang tidak terpenuhi ataupun karena adanya flashback.

Hal ini dibuktikan oleh adanya tanda dan

gejala otonom seperti takikardi, nafas

cepat, palpitasi, ketegangan otot dan

diaphoresis. Perasaaan ketakutan, cemas

dan khawatir. Peningkatan gejala-gejala

seperti mimpi buruk/flashback dan


ketidakmampuan

menyelesaikan

pekerjaan.

Intervensi yang dapat dilakukan untuk diagnosa diatas adalah dengan memberikan lingkungan yang aman dan tenang untuk klien, dengan cara mengurangi stimulus lingkungan dan mendengarkan ataupun menyakinkan klien. Bantu klien untuk mengungkapkan perasaan dan rasa khawatirannya. Dorong penyelesaian masalah, beri perspektif baru yang tepat. Identifikasi perasaan atau pikiran sebelum terjadi ansietas. Ajarkan tehnik relaksasi (nafas dalam, meditasi dll), arahkan klien dan orang-orang terdekat bergabung dalam kelompok-kelompok pendukung dan kolaborasi dalam pemberian obat-obatan.

2. Koping Individu Tidak Efektif
Disebabkan oleh peningkatan kewaspadaan setelah kejadian traumatik, keyakinan yang negatif terhadap diri sendiri dan ansietas berat sampai panik.
Tanda dan gejala yang tampak yaitu ketidakmampuan klien meminta pertolongan, ketidakmampuan mengatasi masalah, cemas, gangguan fungsi sosial, gejala post truma, panik, prilaku obsesive dan pikiran merusak.
Intervensi yang dapat dilakukan adalah monitor dan kuatkan penggunaan koping yang positif, ajarkan klien kemampuan koping yang baru untuk mengganti koping yang tidak efektif. Ajarkan respon fight or flight dan respon relaksasi dari sistem syaraf otonom. Untuk mendapatkan respon relaksasi tersebut dapat diajarkan tehnik napas dalam dan tehnik relaksasi lainnya.

Bimbing klien untuk berfokus pada menejemen pemecahan masalah, jelaskan secara simple dan konkrit. Lakukan latihan bermain peran untuk mengantisipasi situasi ketegangan dan beri obat sesuai kolaborasi.

3. Perubahan proses pikir
Disebabkan ansietas yang berat, adanya persepsi yang menyimpang, dan pikiranpikiran obsesive yang mengganggu. Tanda dan gejala yang tampak dapat berupa: peningkatan kewaspadaan, flashback, tidak akuratnya interpretasi terhadap lingkungan.
Intervensi yang dapat di lakukan adalah eksplorasi pikiran-pikiran yang menyebabkan perasaan cemas bersama klien. Lakukan bermain peran dan latihan bersama klien tentang alternatif strategi koping yang dapat digunakan. Dorong klien untuk membuat catatan harian tentang pikiran, situasi yang mendahului cemas dan koping yang digunakanklien. Riview catatan harian tersebut bersama klien dan identifikasi strategi yang dilakukan dan tidak dilakukan. Riview bersama klien kemajuan yang telah dilakukan dan beri pujian atas keberhasilan klien. Ajarkan klien mengenal pemicu stress. Arahkan klien pada kelompok pendukung di komunitas dimana terdapat orang-orang dengan kasus serupa. Review tehnik reduksi stress dan dorong penggunaan tehnik relaksasi. Arahkan keluarga dan orang-orang terdekat bergabung di dalam sumber-sumber yang terdapat di komunitas. Contoh dalam terapi keluarga.


Terapi Pengobatan

Terapi pengobatan yang biasanya

diberikan pada klien stress pasca trauma

yaitu pemberian MAOIs (terutama

phenelzine),

pemberian

TCAs

(imipramine dan amitriptyline) dan

SSRIs. Terapi modalitas juga dapat

dilakukan pada klien stress pasca trauma


tersebut. Beberapa terapi yang dapat

Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, Volume 1, Mei 2005

41

dilakukan adalah psiko terapi, terapi keluarga, terapi kelompok, dan tehnik relaksasi.
Perawatan ini diharapkan dapat membantu memulihkan kondisi klien seperti sedia kala dan membantu klien dalam melewati masa – masa krisisnya. DAFTAR PUSTAKA Stuart, G.W. & Laraia, M.T. (1998). Pocket Guide to Psychiatric Nursing. Missouri: Mosby. Varcarolis, E.M. (2000). Psychiatric Nursing Guide. Philadelphia: W.B. Saunders Co. Fortanish, K.M. (1995). Phychiatric Nursing Care Plans. Missouri: Mosby.
42 Jurnal Keperawatan Rufaidah Sumatera Utara, Volume 1, Mei 2005