Pembuatan Beton Semen Polimer Berbasis Sampah Rumah Tangga Dan Karakterisasinya

(1)

PEMBUATAN BETON SEMEN POLIMER BERBASIS

SAMPAH RUMAH TANGGA DAN

KARAKTERISASINYA

TESIS

Oleh

ETY JUMIATI

077026006/FIS

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 0 9


(2)

PEMBUATAN BETON SEMEN POLIMER BERBASIS SAMPAH RUMAH TANGGA DAN

KARAKTERISASINYA

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Ilmu Fisika pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

ETY JUMIATI 077026006/FIS

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N 2 0 0 9


(3)

Judul Tesis : PEMBUATAN BETON SEMEN POLIMER BERBASIS SAMPAH RUMAH TANGGA DAN KARAKTERISASINYA

Nama Mahasiswa : Ety Jumiati

Nomor Pokok : 077026006

Program Studi : Fisika

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Drs. Anwar Dharma S, MS) (Drs. H. Perdamean S, M.Si,APU) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada Tanggal : 3 Juni 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs. Anwar Dharma Sembiring, MS

Anggota : 1. Drs. H. Perdamean Sebayang, M.Si, APU 2. Dra. Justinon, M.Si

3. Prof. Dr. M. Zarlis, M.Sc 4. Drs. Tenang Ginting, M.S


(5)

ABSTRAK

Telah dilakukan pembuatan beton untuk material konstruksi ringan struktural dengan bahan baku berbasis: sampah organik dari rumah tangga, pasir, semen, dan resin lateks. Variasi komposisi sampah antara lain: 0, 25, 50, 75, dan 100 % (dalam % volume) serta penambahan resin lateks: 10, 12, dan 14 % (dalam % volume), sedangkan waktu pengeringan dibuat tetap yaitu selama 28 hari. Dimensi sampel uji yang dibuat dalam dua bentuk, yaitu silinder rigid dan balok. Parameter pengujian yang dilakukan, meliputi: densitas, penyerapan air, penyusutan, kuat tekan, kuat tarik, kuat patah, konduktivitas termal dan analisa mikrostruktur dengan Scanning Electron Microscope (SEM). Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa beton yang dihasilkan pada komposisi 25 % (volume) sampah, 12 % (volume) lateks dan waktu pengeringan selama 28 hari merupakan hasil yang optimum. Pada komposisi tersebut, beton yang dihasilkan memiliki karakteristik, sebagai berikut: densitas = 1,46 g/cm3, penyerapan air = 26,70 %, penyusutan = 0,143 %, kuat tekan = 7,10 MPa, kuat tarik = 2,10 Mpa, kuat patah = 2,67 Mpa dan konduktivitas termal = 0,342 W/moK. Hasil analisa struktur mikro dengan SEM menunjukkan bahwa rongga-ronga di dalam beton terdistribusi tidak merata dengan ukuran sekitar 2 - 40 μm. Ukuran partikel sampah mencapai 5 μm, gumpalan pasir dan resin lateks mencapai berkisar 10 μm.


(6)

ABSTRACT

The making of structural light weight concrete of structural material has been done based on: garbage (organic municipal waste), sand, cement, and latex resin. The variation compositions of garbage were: 0, 25, 50, 75, and 100 % (in % volume) with the addition of latex resin: 10, 12, and 14 % (in % volume), while the ageing time is set up in constant time characterization at 28 days. The dimension sample tests were made in two types of bodies that are rigid cylinder and beam. The test parameter cover: density, water absorption, shrinkage, bending strength, tensile strength, flexural strength, thermal conductivity and microstructure analysis by Scanning Electron Microscope (SEM) method. From the result indicates that the light weight concrete with the composition at variation of 25 % volume of garbage and 12 % volume of latex, ageing time at 28 days is the best result (optimum condition). From the best compositions, the concrete have the following material properties, namely: density = 1.46 g/cm3, water absorption = 26.7 %, shrinkage = 0.143 %, bending strength = 7.10 MPa, tensile strength = 2.10 MPa, flexural strength = 2.67 MPa and thermal conductivity = 0.342 W/moK. The microstructure analysis by SEM indicates that the pores inside the concrete are not homogen with particle size about 2 - 40 μm. Also the garbage particle size can reach length until 5 μm, and for other constituents such as sand and latex resin can reach 10 μm.

Keywords: Light weight concrete, municipal waste, mechanical properties, latex, microstructure.


(7)

KATA PENGANTAR

Dengan kerendahan hati penulis hanturkan Alhamdulillahirabbil ’alamin, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai hasil penelitian yang telah dilakukan sebagai syarat menyelesaikan Program Studi Magister Ilmu Fisika.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Sains.

Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc atas kesempatan yang diberikan untuk menjadi mahasiswa Program Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Ketua Program Studi Magister Fisika, Bapak Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc dan Seketaris Program Studi Magister Fisika, Bapak Drs. Nasir Saleh, M.Eng.Sc beserta seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Magister Fisika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya, penulis ucapkan kepada Bapak Drs. Anwar Dharma Sembiring, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan pikiran secara maksimal dalam membimbing dan mengarahkan penulis sehingga tesis ini selesai, serta kepada Bapak Drs. H. Perdamean Sebayang, MSi, APU selaku Anggota Komisi Pembimbing yang sangat banyak membantu dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan tesis ini.


(8)

Sahabat penulis: Maida, Shinta, Halim dan seluruh rekan Mahasiswa Program Studi Magister Fisika Angkatan ’07 Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang senantiasa memberikan motivasi kepada penulis.

Teristimewa buat Ayah tercinta Misman.A dan Mama tercinta Jumilah serta seluruh keluargaku tersayang yang telah memberikan dukungan dengan penuh kesabaran dan menyertai penulis dalam setiap do’anya sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan untuk memperoleh Gelar Magister Sains.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan-kekurangan didalam tesis ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Akhir kata penulis ucapkan banyak terima kasih, semoga Allah SWT memberkati kita semua.

Medan, Juni 2009 Penulis


(9)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama : Ety Jumiati, S.Pd, M.Si

Tempat / Tgl Lahir : Tebing Tinggi / 27 Januari 1984 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jln. Bengkel No.1A Lingk. IV Pulo Brayan Medan - 20239 e-mail : poenya_ety@yahoo.com

Telepon/Hp : 061-6640886 / 08126397784

DATA PENDIDIKAN

SD : SD Negeri 060861 Medan, Tahun Lulus 1995. SMP : SMP Swasta YWKA Medan, Tahun Lulus 1998.

SMU : SMU Laksamana Martadinata Medan, Tahun Lulus 2001.

Diploma-1 : Informatika Komputer Potensi Utama Medan, Tahun Lulus 2006. Strata-1 : FKIP Program Studi Pendidikan Fisika Universitas Islam Sumatera

Utara Medan, Tahun Lulus 2006.

Strata-2 : Program Studi Magister Fisika Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Tahun Lulus 2009.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Batasan Masalah ... 4

1.5 Hipotesis ... 4


(11)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Kerangka Teoritis... 6

2.1.1 Beton ... 6

2.1.1.1 Semen ... 7

2.1.1.2 Agregat ... 8

2.1.1.3 Faktor Air Semen (FAS) ... 12

2.1.2 Keunggulan dan Kelemahan Beton ... 12

2.1.3 Jenis-Jenis Beton ... 13

2.1.4 Beton Semen Polimer ... 16

2.2 Karakterisasi Beton Semen polimer ... 17

2.2.1 Densitas ... 17

2.2.2 Penyerapan Air ... 18

2.2.3 Penyusutan ... 18

2.2.4 Kuat Tekan ... 19

2.2.5 Kuat Tarik ... 19

2.2.6 Kuat Patah ... 20

2.2.7 Konduktivitas Termal ... 20

2.2.8 Analisa Mikrostruktur Beton ... 21


(12)

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22

3.2 Alat dan Bahan ... 22

3.3 Variabel dan Parameter Penelitian ... 24

3.4 Preparasi Sampel Beton ... 24

3.5 Karakterisasi Beton Semen Polimer ... 28

3.5.1 Densitas ... 28

3.5.2 Penyerapan Air ... 29

3.5.3 Penyusutan ... 29

3.5.4 Kuat Tekan ... 30

3.5.5 Kuat Tarik ... 31

3.5.6 Kuat Patah ... 32

3.5.7 Konduktivitas Termal ... 33

3.5.8 Analisa Mikrostruktur Dengan SEM ... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

4.1 Densitas ... 35

4.2 Penyerapan Air ... 38

4.3 Penyusutan ... 40

4.4 Kuat Tekan ... 42


(13)

4.6 Kuat Patah ... 46

4.7 Konduktivitas Termal ... 49

4.8 Analisa Mikrostruktur Dengan SEM ... 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

5.1 Kesimpulan ... 52

5.2 Saran ... 53


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor J u d u l Halaman

2.1 2.2 2.3 3.1

4.1

Hasil Analisa Sampah ... Hasil Komposisi Sampah ... Hasil Kandungan Organik ... Komposisi Pencampuran Bahan Baku Beton Semen Polimer ... Data hasil pengukuran besaran-besaran untuk menentukan daya hantar panas dari beton yang dikeringkan secara alami selama 28 hari ...

11 11 11

26


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor J u d u l Halaman

2.1 2.2 3.1 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 Lateks ... Sampah Rumah Tangga, (a). Sampah Organik, (b). Sampah Anorganik ... Diagram Alir Rancangan Pembuatan Beton Semen polimer ... Grafik Hubungan Antara Densitas Terhadap Penambahan Sampah dan Resin Lateks (% Volume), Setelah Melalui Proses Pengeringan Selama 28 Hari . Grafik Hubungan Antara Penyerapan Air Terhadap Penambahan Sampah dan Resin Lateks (% Volume), Setelah Melalui Proses Pengeringan Selama 28 Hari . Grafik Hubungan Antara Penyusutan Terhadap Penambahan Sampah dan Resin Lateks (% Volume), Setelah Melalui Proses Pengeringan Selama 28 Hari . Grafik Hubungan Antara Kuat Tekan Terhadap Penambahan Sampah dan Resin Lateks (% Volume), Setelah Melalui Proses Pengeringan Selama 28 Hari . Grafik Hubungan Antara Kuat Tarik Terhadap Penambahan Sampah dan Resin Lateks (% Volume), Setelah Melalui Proses Pengeringan Selama 28 Hari . Grafik Hubungan Antara Kuat Patah Terhadap Penambahan Sampah dan Resin Lateks (% Volume), Setelah Melalui Proses Pengeringan Selama 28 Hari . Hubungan Antara Temperatur Terhadap Waktu

8 10 27 36 39 41 43 46 47


(16)

4.8

Untuk Menentukan T1, T2, dan dT/dt Dari Beton

Dengan Komposisi 25 % Sampah dan 12 % Lateks (Dalam % Volume) Yang Dikeringkan Selama 28 Hari ... Foto SEM Dari Beton Semen Polimer Yang Dikeringkan Selama 28 Hari Pada Komposisi 25 % (Volume) Sampah dan 12 % (Volume) Lateks ...

49


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor J u d u l Halaman

A B C D E F G H

Data Pengukuran Densitas ... Data Pengukuran Penyerapan Air ... Data Pengukuran Penyusutan ... Data Pengukuran Kuat Tekan ... Data Pengukuran Kuat Tarik ... Data Pengukuran Kuat Patah ... Data Pengukuran Konduktivitas Termal ... Gambar Alat-alat Uji Fisis dan Mekanik Beton Semen Polimer ...

57 59 61 63 65 67 69


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam millenium yang ketiga ini manusia tidak pernah jauh dari bangunan yang terbuat dari beton. Beton adalah materi bangunan yang paling banyak digunakan di bumi ini. Dengan beton dibangun bendungan, pipa saluran, fondasi dan basement, maupun jalan raya (Paul Nugraha, dkk., 2007).

Dalam bidang perekayasaan material, beton secara umum tergolong material komposit yang terdiri dari semen sebagai matrik dan agregat sebagai bahan pengisi yang berfungsi sebagai penguat. Agregat dapat berupa agregat halus (misalnya pasir) dan agregat kasar ( kerikil). Jenis semen yang digunakan bisa berupa semen portland. Dimana semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis bersama bahan-bahan yang biasa digunakan, yaitu gypsum.

Berat beton yang besar sekitar 2400 kg/m3, karena berat beton yang besar sehingga memerlukan energi yang besar pula untuk mengangkatnya. Oleh karena itu perlu dipikirkan dan dikaji untuk mencari alternatif bahan pengisi beton berupa kerikil dengan mengganti agregat yang lebih ringan dan lebih murah.


(19)

Dalam kehidupan sehari-hari, sampah dianggap sebagai hal yang merepotkan karena berpotensi menimbulkan berbagai masalah dari bau tak sedap hingga penyakit. Hal ini disebabkan karena adanya perawatan sampah yang tidak optimal. Biasanya, sampah rumah tangga hanya dibiarkan menumpuk ditempat terbuka dan tidak dipisahkan. Sebenarnya tumpukan sampah ini justru bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan penghasilan masyarakat, terutama sampah organik dari rumah tangga yang dengan perlakuan khusus dapat bernilai ekonomi. Maka peneliti mengambil contoh penggunaan sampah rumah tangga sebagai agregatnya karena bahan baku alternatif tersebut termasuk mudah diperoleh, berupa limbah dan selama ini belum termanfaatkan secara optimal.

Jenis pemilihan bahan polimer yaitu resin lateks sebagai matrik atau pengganti semen yang akan digunakan untuk aplikasi pembuatan beton semen polimer. Dimana penambahan polimer jenis resin lateks ini yaitu untuk mengurangi penggunaan semen sehingga akan menghasilkan beton semen polimer yang kuat, terutama sifat fisis pada umumnya.

Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan beton semen polimer berbasis sampah rumah tangga. Dari hasil penelitian akan dilihat sejauh mana pengaruh variasi komposisi serbuk sampah rumah tangga dan resin lateks terhadap karakteristik beton


(20)

semen polimer (densitas, penyerapan air, penyusutan, kuat tekan, kuat tarik, kuat patah, konduktivitas termal, dan analisa mikrostruktur dengan menggunakan SEM).

1.2 Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana teknik pembuatan beton semen polimer berbasis sampah rumah tangga dan karakterisasinya.

2. Bagaimana pengaruh variasi komposisi antara sampah rumah tangga dengan resin lateks terhadap karakterisasi dari beton semen polimer.

3. Apakah beton semen polimer lebih baik dari beton semen konvensional.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menguasai teknik pembuatan beton semen polimer berbasis sampah rumah tangga dan karakterisasinya.

2. Memanfaatkan limbah sampah rumah tangga sebagai agregat untuk pembuatan beton semen polimer.

3. Mengetahui pengaruh variasi komposisi antara sampah rumah tangga dengan resin lateks terhadap karakterisasi dari beton semen polimer.


(21)

4. Membuat beton semen polimer yang lebih baik dari beton semen konvensional.

5. Diharapkan dapat diperoleh jenis beton yang lebih ringan.

1.4 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, peneliti membatasi masalah yakni: dalam pembuatan sampel beton semen polimer, agregat yang digunakan yaitu hanya sampah organik dari rumah tangga. Kemudian dilakukan pencetakan serbuk sampah organik dan pasir silika dengan variasi komposisi yaitu: 0, 25, 50, 75, dan 100 % volume. Dan variasi penambahan resin lateks yaitu: 10, 12, dan 14 % dari berat total volume semen. Selanjutnya proses waktu pengeringan dibuat tetap yaitu selama 28 hari. Besaran yang diukur meliputi: densitas, penyerapan air, penyusutan, kuat tekan, kuat tarik, kuat patah, konduktivitas termal dan analisa mikrostruktur dengan Scanning Electron Microscope (SEM).

1.5 Hipotesis

Memanfaatkan sampah rumah tangga sebagai agregat dan mensubstitusi sebagian semen dengan perekat resin lateks dalam pembuatan beton semen polimer sehingga dapat menghasilkan beton ringan struktural yang dapat bernilai ekonomis.


(22)

Variasi komposisi sampah rumah tangga dan resin lateks akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap karakteristik dari beton semen polimer. Dan aplikasi dari pembuatan beton semen polimer ini dikategorikan beton ringan yang dapat digunakan sebagai dinding pemikul beban.

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang ingin dicapai oleh peneliti adalah:

1. Sebagai bahan tambahan ilmu pengetahuan tentang pembuatan pembuatan beton semen polimer berbasis sampah rumah tangga dan karakterisasinya. 2. Sebagai bahan informasi dalam hal pemanfaatan sampah rumah tangga. 3. Secara umum, bila berhasil membuat beton semen polimer berbasis sampah

rumah tangga serta memiliki kualitas seperti beton semen konvensional. Diharapkan mampu mengurangi tingkat pencemaran lingkungan oleh timbunan sampah yang ada selama ini.

4. Sebagai masukan bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk melakukan penelitian tentang pembuatan beton semen polimer.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Beton

Kata beton dalam bahasa Indonesia berasal dari kata yang sama dalam bahasa belanda. Kata concrete dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa latin concretus yang berarti tumbuh bersama atau menggabungkan menjadi satu (Paul N, dkk., 2007).

Beton sebagai material komposit, sifat beton sangat tergantung pada sifat unsur masing-masing serta interaksinya. Di mana beton adalah bahan bangunan yang diperoleh dengan mencampurkan agregat halus (pasir), agregat kasar (kerikil), air, dan semen portland. Beton mempunyai kuat tekan yang besar sementara kuat tariknya kecil. Oleh karena itu untuk struktur bangunan, beton selalu dikombinasikan dengan tulangan baja untuk memperoleh kinerja yang tinggi. Beton ditambah dengan tulangan baja menjadi beton bertulang dan jika ditambah lagi dengan baja prategang akan menjadi beton pratekan.

Mengingat beton adalah material yang heterogen, maka kekuatan beton tergantung pada:


(24)

b. Kekuatan pasta semen.

c. Kekuatan ikatan/lekatan antara semen dengan agregat.

Pada umumnya sifat beton berubah karena sifat semen, agregat dan faktor air semen. Untuk mendapatkan beton yang optimum sesuai pada aplikasinya, perlu dipilih bahan yang sesuai dan dicampur secara tepat.

Adapun bahan-bahan yang dicampur pada penelitian ini sebagai berikut: 2.1.1.1 Semen

Semen adalah bahan anorganik yang mengeras pada pencampuran dengan air. Contoh khas adalah semen portland. Untuk menghasilkan semen portland, bahan berkapur dan lempung dibakar sampai meleleh sebagian untuk membentuk klinker yang kemudian dihancurkan, digerus dan ditambah dengan gips dalam jumlah yang sesuai. Bahan ini digunakan untuk berbagai pekerjaan teknik sipil dan konstruksi.

Di Amerika Serikat, American Society for Testing ang Materials (ASTM) mengenal lima jenis semen portland yaitu (Jack C. McCorman : 2003):

a. Tipe I: semen serbaguna yang digunakan pada pekerjaan konstruksi biasa.

b. Tipe II: semen modifikasi yang mempunai panas hidrasi yang lenih rendah daripada semen Tipe I dan memiliki ketahanan sulfat yang cukup tinggi.


(25)

c. Tipe III: semen dengan kekuatan awal yang tinggi yang akan menghasilkan dalam waktu 24 jam, beton dengan kekuatan sekitar dua kali semen Tipe I. Semen jenis ini memiliki panas hidrasi yang jauh lebih tinggi.

d. Tipe IV: semen dengan panas hidrasi rendah yang menghasilkan beton yang melepaskan panas dengan sangat lambat. Semen jenis ini digunakan untuk struktur-struktur beton yang sangat besar.

e. Tipe V: semen untuk beton-beton yang tahan terhadap sulfat yang tinggi.

Adapun semen yang digunakan pada penelitian ini adalah semen portland tipe I yaitu dimana semen portland sebagai matrik ini akan digantikan sebagian dengan resin lateks. Penambahan polimer jenis resin lateks yaitu untuk mengurangi penggunaan semen sehingga akan menghasilkan beton semen polimer yang kuat terutama sifat fisis pada umumnya.

Karet diperoleh dari getah pohon Hevea Brasiliensis yang tumbuh di daerah tropis. Pohon-pohon itu disayat kulitnya untuk mendapatkan getah putih yang disebut lateks. Lateks yang diperoleh terdiri dari bola karet dan air. Karet tidak dapat menjadi cair tetapi pada suhu 200oC menjadi suatu massa kental yang akan memuai pada pemanasan yang lebih tinggi. Untuk membuat bahan elastis atau kenyal maka karet itu divulkanisir atau diberi belerang. Karet dapat ditambahkan bahan pengisi, misalnya: arang, kapur, antimon dan timbal. (Hari Amanto : 2003)


(26)

Gambar 2.1 Lateks 2.1.1.2 Agregat

Agregat adalah bahan pengisi yang berfungsi sebagai penguat. Agregat menempati 70-75% dari total volume beton maka kualitas agregat sangat berpengaruh terhadap kualitas beton. Agregat dapat berupa agregat halus (misalnya pasir) dan agregat kasar ( kerikil).

Mengingat agregat lebih murah daripada semen maka akan ekonomis bila agregat dimasukkan sebanyak mungkin selama secara teknis memungkinkan, dan kandungan semennya minimum. Meskipun dulu agregat dianggap sebagai material pasif, berperan sebagai pengisi saja, kini disadari adanya kontribusi positif agregat pada sifat beton.

Perbedaan antara agregat kasar dan halus adalah ayakan 5 mm atau 3/16”. Agregat halus adalah agregat yang lebih kecil dari ukuran 5 mm dan agregat kasar adalah agregat dengan ukuran lebih besar dari 5 mm. Agregat dapat diambil dari batuan alam ukuran kecil ataupun batu alam besar yang dipecah.


(27)

Adapun agregat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: a. Pasir Silika

b. Sampah organik rumah tangga sebagai pengganti dari kerikil.

Dimana sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang dan suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai nilai ekonomi. Dalam kehidupan sehari-hari, sampah dianggap sebagai hal yang merepotkan karena berpotensi menimbulkan berbagai masalah dari bau tak sedap hingga penyakit. Hal ini disebabkan karena adanya perawatan sampah yang tidak optimal. Biasanya, sampah rumah tangga hanya dibiarkan menumpuk ditempat terbuka dan tidak dipisahkan. Sebenarnya tumpukan sampah ini justru bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan penghasilan masyarakat, terutama sampah organik rumah tangga yang dengan perlakuan khusus dapat bernilai ekonomi.

Pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan cara pemilahan sampah rumah tangga menurut jenisnya dan karakteristiknya, seperti: sampah dedaunan, cangkang telur, dan sisa makanan. Sedangkan untuk sampah kaca dan logam tidak termasuk, karena dapat di daur ulang oleh industri/pabrik. Sampah tersebut kemudian dikeringkan, lalu digiling hingga menghasilkan serbuk sampah rumah tangga yang lebih homogen. Bagian dari bahan inilah


(28)

yang akan dicoba untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku beton semen polimer. Dengan demikian, masalah negatif dari sampah dapat teratasi, dan sekaligus membuatnya memiliki nilai ekonomi.

(a) (b)

Gambar 2.2 Sampah Rumah Tangga, (a). Sampah Organik, (b). Sampah Anorganik

Jenis-jenis sampah rumah tangga antara lain:

a. Sampah organik yaitu sampah yang terdiri dari bahan-bahan yang bisa terurai secara alamiah/biologis.

Misalnya: sampah dedaunan, sisa makanan dan cangkang telur.

b. Sampah anorganik yaitu sampah yang terdiri dari bahan-bahan yang sulit terurai secara biologis (tidak mudah busuk).

Misalnya: kertas, kaleng dan plastik.

Karakteristik sampah rumah tangga secara umum cukup luas dan sangat tergantung pada sumber sampah tersebut berasal. Adapun hasil komposisi dan kandungan sampah dapat dilihat pada tabel di bawah ini: (hasil komposisi sampah dari LIPI : 2008).


(29)

Tabel 2.1 Hasil Analisa Sampah

No Parameter Value

1 Kandungan Organik 75,03 % berat 2 Kandungan Anorganik 24,97 % berat

3 Kadar Air 7,01 %

4 Densitas 1,66 g/cm3

Tabel 2.2 Hasil Komposisi Sampah

No Kandungan % berat

1 Dedaunan 17,39

2 Cangkang Telur 13,70

3 Sisa Makanan 43,94

4 Kertas 14,33

5 Kaleng 3,46

6 Plastik 7,18

Tabel 2.3 Hasil Kandungan Organik No Terkandung Unsur % berat

1 C 49,2

2 H 6,7

3 S 0,2

4 O 43,6

5 N 0,3

2.1.1.3 Faktor Air Semen (FAS)

Secara umum diketahui bahwa semakin tinggi nilai FAS maka semakin rendah kekuatan tekan beton. Namun demikian, nilai FAS yang semakin rendah tidak selalu berarti bahwa kekuatan tekan beton semakin tinggi. Ada batas-batas dalam hal


(30)

ini, nilai FAS yang rendah akan menyebabkan kesulitan dalam pengerjaan, yaitu kesulitan dalam pelaksanaan pemadatan yang pada akhirnya akan menyebabkan mutu beton menurun. Adapun nilai FAS antara 0,25 - 0,65 untuk campuran beton secara umum (Tri Mulyono, 2005). FAS dalam penelitian ini ditetapkan sebesar 0,5 dengan aumsi agar adukan semen dan air (pasta beton) tidak terlalu encer atau terlalu kental.

2.1.2 Kelebihan dan kelemahan beton

Adapun kelebihan dan kelemahan beton yaitu: a. Kelebihan beton antara lain:

1. Dapat dengan mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi. 2. Mampu memikul beban yang berat.

3. Tahan terhadap temperatur yang tinggi. 4. Biaya pemeliharaan yang kecil.

b. Kelemahan beton antara lain:

1. Bentuk yang telah telah dibuat sulit di ubah.

2. Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi. 3. Berat.

4. Daya pantul suara yang besar. 2.1.3 Jenis-Jenis Beton


(31)

Beberapa jenis beton yang bisa dikategorikan sebagai beton spesial antara lain yaitu (http://Yanarta.com/civil-engineering/beton-spesial):

a. Beton Ringan

Beton ringan dibuat dengan menggunakan agregat ringan atau dikombinasikan dengan agregat normal sedemikian rupa sehingga dihasilkan beton dengan berat isi yang lebih kecil (lebih ringan) daripada beton normal. Berat isi beton ringan mencapai 2/3 dari beton normal. Tujuan penggunaan beton ringan adalah untuk mengurangi berat sendiri dari struktur sehingga komponen struktur pendukungnya seperti pondasinya akan menjadi lebih hemat.

b. Beton Mutu Tinggi

Beton mutu tinggi adalah beton dengan kuat tekan yang lebih besar dari 40 MPa sudah biasa dikategorikan sebagai beton mutu tinggi. Beton ini dikembangkan untuk membuat struktur yang menuntut tingkat kepentingan yang tinggi misalnya bangunan-bangunan dengan tingkat keamanan tinggi seperti: jembatan, gedung tinggi, reaktor nuklir dan lain-lain.

c. Beton dengan Kelecakan Tinggi

Beton dengan workabilitas tinggi, umumnya tingkat kesulitan dalam pengerjaan beton dikaitkan dengan tingkat keenceran campurannya atau


(32)

kemampuannya mengalir semakin encer beton akan semakin mudah dikerjakan. Tetapi jangan salah, encer yang dimaksud bukan semata encer karena diberi banyak air, justru dengan kebanyakan air mutu beton akan semakin rendah karena material penyusunya bisa terpisah-pisah. Yang dimaksud disini adalah beton yang mudah mengalir tetapi tetap memiliki mutu yang baik seperti beton normal atau mutu tinggi.

d. Beton Serat

Beton serat adalah beton yang materialnya ditambah dengan komponen serat yang bisa berupa serat baja, plastik, glass ataupun serabut dari bahan alami. Walaupun serat dalam campuran tidak terlalu banyak meningkatkan kekuatan beton terhadap gaya tarik, perilaku struktur beton tetap semakin baik misalnya meningkatkan regangan yang dicapai sebelum runtuh, meningkatkan ketahanan beton terhadap benturan dan menambah kerasnya beton.

e. Beton dengan Polimer

Beton dengan polimer adalah beton dengan pemberian polimer sebagai bahan perekat tambahan pada campuran beton, akan dihasilkan beton dengan kuat tekan yang lebih tinggi dan dalam waktu yang lebih singkat. Bahan yang ditambahkan bisa berupa lateks maupun emulsi dari bahan lain. Jenis ini cocok digunakan pada pekerjaan-pekerjaan pembetonan dalam keadaan


(33)

darurat seperti terowongan, tambang dan pekerjaan lain yang membutuhkan kekuatan beton dalam waktu singkat bahkan dalam hitungan jam. Disamping itu, jenis beton polimer bisa dibuat dengan tujuan untuk meningkatkan ketahanan terhadap bahan kimia tertentu. Metode panambahan polimer selain pada campuran beton, bisa juga dilakukan pada saat beton sudah kering dengan tujuan untuk menutup pori-pori beton dan retak kecil karena pengeringan sehingga didapatkan beton yang kedap air sehingga keawetan beton bisa meningkat.

f. Beton Berat

Kebalikan dari beton ringan adalah beton berat, dimana beton jenis ini memiliki berat isi yang lebih tinggi dari beton normal (2400 kg/m3) yaitu sekitar 3300 kg/m3 sampai 3800 kg/m3 . Beton berat biasanya digunakan pada bangunan-bangunan seperti untuk perlindungan biologi, instalasi nuklir, unit kesehatan dan bagunan fasilitas pengujian dan penelitian atom. Beton berat dibuat dengan menggunakan agregat berat seperti bijih besi maupun bahan alami yang berat.

g. Beton Besar

Beton besar merupakan beton pada struktur masif dengan volume yang sangat besar seperti pada bendungan, pintu air maupun balok dan pilar besar


(34)

dan masif. Beton berat dibuat dengan perlakuan yang berbeda dengan beton normal mengingat timbulnya panas yang berlebihan pada campuran beton dan terjadinya perubahan volume yang juga menjadi sangat besar. Perlakuan untuk penanganan beton berat bisa dilakukan dengan mengubah komposisi campuran seperti pengurangan semen, penambahan bahan aditif pembentuk gelembung udara dan penggunaan agregat yang memiliki kepadatan tinggi.

2.1.4 Beton Semen Polimer

Rekayasa beton dengan polimer atau disebut sebagai polymer modified

concrete merupakan suatu perekayasaan material beton dengan menggunakan

material organik rantai panjang atau polimer.

Polymer modified concrete ada dua macam yaitu polymer impregnated

concrete (PIC)dan polymer cement concrete (PCC). Polymer impregnated concrete

adalah suatu material yang dibuat melalui impregnasi bahan polimer ke dalam beton jadi yang sudah mengeras, agar dapat menutup pori-pori permukaan beton agar lebih tahan terhadap kelembaban atau penyerapan air. Sedangkan polymer cement concrete

adalah suatu material beton yang dibuat dengan menggantikan sebagian perekat semen dengan bahan polimer (Van Gemert, 2004).


(35)

Dimana beton semen polimer merupakan rekayasa beton pada bagian (10-15 % berat) dari bahan semen yang diganti dengan polimer sintesis organik. Pada umumnya, beton semen polimer yang dibuat dengan polimer lateks, mempunyai ikatan yang baik untuk memperkuat baja dan beton tahan lama. Baik dalam hal elastis, anti karat, dan tahan untuk menghentikan adanya kerusakan.

Aplikasi utama dari beton semen polimer yang berisi lateks yaitu pada permukaan lantai, karena penyusutan lebih rendah baik perlawanan terhadap penyerapan oleh berbagai cairan seperti: air dan anti karat serta mempunyai ikatan bahan yang kuat untuk beton tahan lama (http://irc.nrc-cnrc.gc.ca/pubs/cbd/cbd241_e.html.

2.2 Karakterisasi Beton Semen Polimer

Beton alternatif telah dibuat dari campuran: semen, pasir, sampah organik, dan resin lateks. Bahan baku tersebut kemudian dicampur, dicetak, dan dikeringkan secara alami (suhu kamar) dengan waktu pengeringan ditetapkan selama 28 hari. Adapun karakteristik beton yang telah diuji meliputi: densitas, penyerapan air, penyusutan, konduktivitas termal, kuat tekan, kuat tarik, kuat patah, dan analisa mikrostruktur dengan menggunakan metode Scanning Electron Microscope (SEM).


(36)

2.2.1 Densitas

Untuk pengukuran densitas beton semen polimer menggunakan metoda Archimedes, besarnya nilai densitas beton semen polimer dapat dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut: (Siti Maryam : 2006).

(

)

air

k g b s x m m m m Densitas ρ ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ − −

= (2.1)

Di mana:

ms = Massa sampel kering (gram)

mb = Massa sampel setelah direndam air (gram)

mg = Massa sampel digantung didalam air (gram)

mk = Massa kawat penggantung (gram)

ρair = 1 g/cm3

2.2.2 Penyerapan Air

Penyerapan air dalam beton adalah untuk mengetahui sampai dimana batas air pada sampel beton dapat terserap. Untuk mengetahui besarnya nilai penyerapan air dari sampel beton semen polimer dapat dihitung menggunakan persamaan berikut: (Siti Maryam : 2006).

% 100 x m m m Air Penyerapan k k j ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ −


(37)

Di mana:

Mj = Massa sampel jenuh (gram)

Mk = Massa sampel kering (gram)

2.2.3 Penyusutan

Penyusutan didefenisikan sebagai perubahan volume yang tidak berhubungan dengan pembebenan. Untuk menentukan besarnya penyusutan dilakukan pengukuran dimensi atau panjang awal (Lo) dan panjang setelah mengalami pengeringan 28 hari, disebut sebagai Lt.

Besarnya nilai penyusutan sampel beton semen polimer dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (Siti Maryam : 2006).

% 100 tan

0

0 x

L L L

Penyusu = − t (2.3)

Di mana:

Lo = Panjang awal sampel (mm) Lt = Panjang akhir sampel (mm)

2.2.4 Kuat Tekan

Kuat tekan beton adalah besarnya beban persatuan luas yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tekan tertentu, yang dihasilkan dari


(38)

alat Universal Testing Machine (UTM). Besarnya nilai kuat tekan sampel beton semen polimer dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (Tata Surdia : 1984).

Kuat Tekan = A P

(2.4)

Di mana:

P = Gaya penekan (kgf)

A = Luas penampang yang terkena gaya penekanan (cm2)

2.2.5 Kuat Tarik

Kuat tarik dalam beton adalah suatu sifat yang penting yang mempengaruhi perambatan dan ukuran dari retak di dalam struktur. Besarnya nilai kuat tarik sampel beton semen polimer dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: (Tata Surdia : 1984).

Kuat Tarik = A F

(2.5)

Di mana:

F = Gaya tarik (kgf)


(39)

2.2.6 Kuat Patah

Kekuatan Patah sering juga disebut dengan Modulus of Rapture (MOR) yang menyatakan ukuran ketahanan material terhadap tekanan mekanis dan tekanan panas. Kekuatan patah ini berkaitan dengan komposisi, struktur material, pori-pori, dan ukuran butiran. Kuat patah dari sampel beton dapat diukur dengan menggunakan alat uji Universal Testing Machine (UTM).

Besarnya nilai kuat patah sampel beton semen polimer dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: (Tata Surdia : 1984).

Kuat Patah = 2

2 3

h x b x

l x P x

(2.6)

Di mana:

P = Gaya penekan (kgf) l = Panjang span (cm) b = Lebar penampang (cm) h = Tinggi penampang (cm)

2.2.7 Konduktivitas Termal

Pengukuran konduktivitas termal adalah untuk mengetahui peristiwa perpindahan panas secara konduksi, sehingga dengan mengetahui besarnya


(40)

konduktivitas termal dari suatu bahan (material) maka dapat diperkirakan aplikasi material tersebut untuk selanjutnya.

Pengujian konduktivitas termal dari sampel beton semen polimer dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: (Tata Surdia : 1984).

(

)

(

. 1 2

)

. . . T T A X dt dT c m k − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛

= (2.7)

Di mana:

k = Konduktivitas panas (kal/cm oC detik) m = Massa pelat alas (kuningan) (gram) c = Panas jenis pelat alas kuningan (kal/g oC) X = Tebal sampel (cm)

A = Luas permukaan kontak (cm2)

T1 = Temperatur pelat alat ketel air panas pada steady state ( oC)

T2 = Temperatur pelat alas kuningan pada stedy state (oC)

2.2.8 Analisa Mikrostruktur Beton

Analisa mikrostruktur sampel beton semen polimer dilakukan dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM). Dimana Scanning Electron Microscope adalah untuk melihat bentuk dan ukuran partikel penyusun.


(41)

Scanning Electron Microscope (SEM) merupakan mikroskop elektron yang banyak digunakan untuk analisa permukaan mikrograf material. SEM juga dapat digunakan untuk menganalisa data kristalografi, sehingga dapat dikembangkan untuk menentukan elemen atau senyawa.


(42)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Adapun lokasi dan waktu penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu: 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Balai Riset dan Standarisasi Industri Medan, dan di Laboratorium Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Serpong, Tanggerang.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari, Februari, dan Maret 2009.

3.2 Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian: 1. Alat

Alat-alat yang digunakan selama penelitian antara lain: 1. Oven pemanas

2. Timbangan digital 3. Alat-alat gelas


(43)

4. Ayakan screen 100 mesh 5. Cetakan beton

6. Wadah pencampur (ember) 7. Alat pengaduk (mixer) 8. Jangka sorong

9. Universal Testing Machine (UTM) 10.Thermal conductivity meter

11.Scanning Electron Microscope (SEM) 2. Bahan

Bahan yang dipergunakan untuk sampel pembuatan beton semen polimer antara lain:

1. Semen Portland TipeI

Yaitu semen portland yang diproduksi oleh PT. Semen Andalas Padang. 2. Sampah organik dari rumah tangga

Yaitu sampah yang terdiri dari: dedaunan, sisa makanan, dan cangkang telur yang berasal dari tempat pembuangan sampah kawasan Pulo Brayan Bengkel.

3. Pasir silika


(44)

4. Lateks

Yaitu lateks diperoleh dari sayatan kulit pohon karet yang diproduksi oleh PT. Perkebunan Karet Kota Pematang Siantar.

5. Air

Yaitu sebagai pelarut, dimana menggunakan nilai FAS sebesar 0,5. 3.3 Variabel dan Parameter Penelitian

Adapun variabel dan parameter penelitian yang dilakukan sebagai berikut: 1. Variabel-variabel penelitian

Variabel-variabel yang dilakukan antara lain :

1. Variasi komposisi sampah: 0, 25, 50, 75, dan 100 % volume.

2. Variasi penambahan lateks: 10, 12, dan 14 % dari total volume semen. 2. Parameter-parameter Penelitian

Parameter-parameter yang dilakukan yaitu:

Pengujian meliputi: densitas, penyerapan air, penyusutan, kuat tekan, kuat tarik dan kuat patah, konduksivitas termal dan analisa mikrostruktur dengan

Scanning Electron Microscope (SEM) dari beton yang telah dikeringkan selama 28 hari.


(45)

3.4 Preparasi Sampel Beton

Bahan baku yang digunakan pada pembuatan beton terdiri dari: pasir silika, sampah organik dari rumah tangga, semen portland tipe I dan resin lateks. Untuk menentukan komposisi bahan baku mengacu pada proporsi beton konvensional, seperti untuk campuran agregat (penguat) di dalam beton yaitu sekitar 70–80 % volume total atau perbandingan matriks terhadap agregat (M/A) = 1 : 4 (Tri Mulyono, 2005). Jadi untuk memudahkan dalam proses pencampuran (fabrikasi) maka semua komposisi bahan baku ditentukan dalam prosentase volume.

Faktor Air Semen (FAS) dalam penelitian ini ditetapkan sebesar 0,5 yang berada dalam rentang nilai secara teoretis, yaitu: nilai FAS antara 0,25 – 0,65 untuk campuran beton secara umum (Tri Mulyono, 2005). Penentuan nilai FAS sebesar 0,5 dengan aumsi agar adukan semen dan air (pasta beton) tidak terlalu encer atau terlalu kental (lengket). Selain itu, agar selama proses pengeringan beton tidak mengalami

shock hydratation atau muncul retak-retak di permukaan atau di dalam beton.

Matrik terdiri dari semen dan lateks, apabila sampel beton yang dibuat untuk satu kali adukan menggunakan semen sebanyak 25,2 gram, maka volume semen adalah 8 cm3 (asumsi densitas semen adalah 3,15 g/cm3). Variasi lateks yang digunakan untuk setiap komposisi masing-masing sebanyak: 10, 12 dan 14 % dari volume total semen, maka jumlah lateks adalah: 0,80 cm3, 0,96 cm3 dan 1,22 cm3.


(46)

Sedangkan agregat terdiri dari pasir dan sampah organik dengan volume agregat sebanyak 4 kali volume matriks. Maka jumlah agregat adalah 4 x 8 cm3 = 32 cm3. Adapun komposisi bahan baku pembuatan beton semen polimer, seperti pada tabel 3.1 dibawah ini:

Tabel 3.1 Komposisi Pencampuran Bahan Baku Beton Semen Polimer Volume Pasir Silika Volume Sampah Volume Semen Volume Lateks Kode Sampel

(cm3) (%) (cm3) (%) (cm3) (%) (cm3) (%) I.1

I.2 I.3

32 100 0 0

7,20 7,04 6,88 90 88 86 0,80 0,96 1,22 10 12 14 II.1 II.2 II.3

24 75 8 25

7,20 7,04 6,88 90 88 86 0,80 0,96 1,22 10 12 14 III.1 III.2 III.3

16 50 16 50

7,20 7,04 6,88 90 88 86 0,80 0,96 1,22 10 12 14 IV.1 IV.2 IV.3

8 25 24 75

7,20 7,04 6,88 90 88 86 0,80 0,96 1,22 10 12 14 V.1 V.2 V.3

0 0 32 100

7,20 7,04 6,88 90 88 86 0,80 0,96 1,22 10 12 14

Untuk pembuatan beton semen polimer, masing-masing bahan baku ditakar sesuai dengan komposisi yang telah ditentukan seperti pada tabel 3.1. Setelah ditakar,


(47)

bahan baku tersebut dicampur dalam suatu wadah, kemudian diaduk hingga merata dengan menggunakan sendok semen atau mixer. Selanjutnya proses penambahan air, dimana jumlah air yang digunakan sesuai dengan perbandingan berat air terhadap semen yang telah ditentukan yaitu 0,5 = 4 cm3 (fas = 0,5). Preparasi pembuatan sampel beton secara rinci, diperlihatkan pada diagram alir pada gambar 3.1.

PASIR SAMPAH ORGANIK

RUMAH TANGGA

PENIMBANGAN

Faktor Air Semen (air : semen = 1 : 2) Lateks: 10, 12,

14 % dari total volume semen

UJI FISIS - Densitas - Penyerapan air

UJI MEKANIK - Kuat tekan - Kuat patah - Kuat tarik

UJI SIFAT TERMAL - Konduktivitas

termal

ANALISA MIKROSTRUKTUR

- Scanning Electron Microscope (SEM) PENGUJIAN

Pengeringan Alami PENCAMPURAN

PENCETAKAN

PENGERASAN


(48)

Gambar 3.1 Diagram Alir Rancangan Pembuatan Beton Semen polimer

Selanjutnya adonan (pasta) yang dibuat dituangkan dalam cetakan yang terbuat dari besi berbentuk balok dengan ukuran: 16 x 4 x 4 cm, dan 10 x 4 x 4 cm. Sedangkan sampel uji lain berupa selinder berukuran: diameter 2,754 cm dan tinggi 7,0 cm. Kemudian adonan dicetak dan dikeringkan untuk proses pengerasan dengan waktu yang telah ditetapkan selama 28 hari. Setelah benda uji mengalami proses pengerasan, kemudian dilakukan pengujian yang meliputi: densitas, penyerapan air, penyusutan, konduktivitas termal, kuat tekan, kuat tarik, kuat patah, dan analisa mikrostruktur dengan menggunakan SEM.

3.5 Karakterisasi Beton Semen Polimer

Pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: densitas, penyerapan air, penyusutan, kuat tekan, kuat tarik, kuat patah, konduktivitas termal dan analisa mikrostruktur dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM).

3.5.1 Densitas

Pengukuran densitas dari masing-masing komposisi beton yang telah dibuat, diamati dengan menggunakan prinsip Archimedes dan mengacu pada standar ASTM C 134 – 95. Pada proses awal dilakukan penimbangan massa benda di udara (massa sampel kering) seperti halnya pada penimbangan biasa, sedangkan penimbangan massa benda di dalam air seperti pada gambar 1 (dapat dilihat pada lampiran H).


(49)

Adapun metoda pengukuran densitas yaitu:

Sampel yang telah mengalami pengerasan 28 hari, dikeringkan di dalam open pemanas dengan suhu 100oC, selama 1 jam. Kemudian ditimbang massa sampel kering (beton), Ws dengan menggunakan neraca digital. Lalu sampel yang telah ditimbang, kemudian direndam di dalam air selama 1 jam, yang bertujuan untuk mengoptimalkan penetrasi air terhadap sampel uji. Setelah waktu penetrasi terpenuhi, seluruh permukaan sampel dilap dengan kain flanel dan dicatat massa sampel setelah direndam di dalam air, Wb. Selanjutnya sampel digantung dan pastikan tepat pada posisi tengah dan tidak menyentuh alas beker gelas yang berisi air, dimana massa sampel berikut penggantung di dalam air adalah Wg. Kemudian sampel dilepas dari tali penggantung dan dicatat massa tali penggantung yaitu Wk.

Dengan mengetahui besaran-besaran tersebut diatas, maka nilai densitas beton semen polimer dapat ditentukan sesuai persamaan (2.1).

3.5.2 Penyerapan Air

Untuk mengetahui besarnya penyerapan air dari beton yang telah dibuat, maka perlu dilakukan pengujian yang mengacu pada standar ASTM C 20 – 00.


(50)

Sampel yang telah dikeringkan di dalam open pemanas dengan suhu 100oC selama 1 jam, ditimbang massanya dengan menggunakan neraca digital, disebut massa sampel kering. Kemudian sampel direndam di dalam air selama 1 jam sampai massa sampel jenuh dan dicatat massanya.

Dengan menggunakan persamaan (2.2) maka nilai penyerapan air dari beton semen polimer dapat ditentukan.

3.5.3 Penyusutan

Pengukuran penyusutan dari beton dilakukan berdasarkan perubahan dimensi, sesuai dengan persamaan 2.3 (K. Ramamurthyand N. Narayanan, 2000, dan ASTMC-1386-98). Mula-mula ukur panjang sampel yang baru dikeluarkan dari cetakan, disebut panjang awal (Lo). Setelah sampel mengalami proses pengeringan atau pengerasan (ageing) selama 28 hari, kemudian diukur panjangnya, disebut sebagai panjang akhir, Lt.

3.5.4 Kuat Tekan

Untuk mengetahui besarnya nilai kuat tekan dari beton, maka perlu dilakukan pengujian yang mengacu pada standar ASTM C 1386 – 98 dan ASTM C 39/C 39M - 01. Alat yang digunakan untuk menguji kuat tekan adalah Universal Testing Mechine


(51)

(UTM).Model uji kuat tekan dengan benda uji berupa selinder, seperti pada gambar 2 (dapat dilihat pada lampiran H).

Adapun prosedur pengujian kuat tekan yaitu:

Sampel berbentuk selinder diukur diameternya, minimal dilakukan tiga kali pengulangan. Dengan mengetahui diameternya maka luas penampang dapat dihitung, A = π (d2/4). Kemudian diatur tegangan supply sebesar 40 volt, untuk menggerakkan motor penggerak kearah atas maupun bawah. Sebelum pengujian berlangsung, alat ukur (gaya) terlebih dahulu dikalibrasi dengan jarum penunjuk tepat pada angka nol. Lalu sampel ditempatkan tepat berada di tengah pada posisi pemberian gaya (lihat gambar), dan diarahkan switch ON/OFF ke arah ON, maka pembebanan secara otomatis akan bergerak dengan kecepatan konstan sebesar 4 mm/menit. Dan apabila sampel telah pecah, arahkan switch kearah OF maka motor penggerak akan berhenti. Kemudian catat besarnya gaya yang ditampilkan pada panel display, saat beton polimer tersebut rusak

Dengan menggunakan persamaan (2.4) maka nilai kuat tekan dari beton dapat ditentukan.


(52)

3.5.5 Kuat Tarik

Untuk mengetahui besarnya kuat tarik dari beton, maka perlu dilakukan pengujian yang mengacu pada standar dan ASTM C 469 - 94. Alat yang digunakan untuk menguji kuat tarik adalah Universal Testing Mechine (UTM). Sedangkan model penjepit sampel dan teknik pengujiannya, seperti pada gambar 3 (dapat dilihat pada lampiran H).

Adapun prosedur pengujian kuat tarik yaitu:

Sampel berbentuk silinder diukur diameternya (d), minimal dilakukan tiga kali pengulangan, kemudian dipasang tali penggantung yang telah tersedia (gambar 3.5.) sebagai dudukan sampel. Lalu diaur tegangan supply sebesar 40 volt, untuk menggerakkan motor penggerak kearah atas maupun bawah. Sebelum pengujian berlangsung, alat ukur (gaya) terlebih dahulu dikalibrasi dengan jarum penunjuk tepat pada angka nol. Selanjutnya sampel ditempatkan tepat berada di tengah pada posisi pemberian gaya, dan arahkan switch ON/OFF ke arah ON, maka pembebanan secara otomatis akan bergerak dengan kecepatan konstan sebesar 4 mm/menit. Dan apabila sampel telah putus, diarahkan switch kearah OFF maka motor penggerak akan berhenti. Lalu dicatat besarnya gaya yang ditampilkan pada panel display, saat beton polimer tersebut putus.


(53)

Dengan menggunakan persamaan (2.5) maka nilai kuat tarik dari beton dapat ditentukan.

3.5.6 Kuat Patah

Untuk mengetahui besarnya kuat patah dari beton, maka perlu dilakukan pengujian yang mengacu pada standar ASTM C 133 – 97 dan ASTM C 348 – 97. Alat yang digunakan untuk menguji kuat patah adalah Universal Testing Mechine

(UTM). Pengujian kuat patah dengan Universal Testing Mechine (UTM) dan benda uji untuk kuat patah benda berbentuk balok, seperti pada gambar 4. (a) dan (b) (dapat dilihat pada lampiran H).

Adapun prosedur pengujian kuat patah yaitu:

Sampel berbentuk balok diukur lebar dan tingginya, minimal dilakukan tiga kali pengulangan, kemudian diatur jarak titik tumpu (span) sebesar 10 cm sebagai dudukan sampel (gambar 5). Lalu diatur tegangan supply sebesar 40 volt, untuk menggerakkan motor penggerak kearah atas maupun bawah. Sebelum pengujian berlangsung, alat ukur (gaya) terlebih dahulu dikalibrasi dengan jarum penunjuk tepat pada angka nol. Selanjutnya sampel ditempatkan tepat berada di tengah pada posisi pemberian gaya (lihat gambar), dan diarahkan switch ON/OFF ke arah ON, maka pembebanan secara otomatis akan bergerak dengan kecepatan konstan sebesar 4


(54)

mm/menit. Dan apabila sampel telah patah, diarahkan switch kearah OF maka motor penggerak akan berhenti. Kemudian dicatat besarnya gaya yang ditampilkan pada panel display, saat beton tersebut patah.

Dengan menggunakan persamaan (2.6) maka nilai kuat patah dari beton dapat diperoleh.

3.5.7 Konduktivitas Termal

Untuk menentukan besarnya konduktivitas termal dari beton, maka perlu dilakukan pengujian yang mengacu pada standar ASTM C 177 – 1997. Metoda yang digunakan untuk menguji konduktivitas panas dari beton dihitung menggunakan less method, seperti pada gambar 5 (dapat dilihat pada lampiran H).

Adapun prosedur pengujian konduktivitas termal dari beton yaitu:

Sampel beton dibuat berbentuk selinder dengan diameter 10 cm, dan tebal 3 - 5 mm, untuk memastikan dimensinya digunakan mikrometer dan jangka sorong dan diukur dimensinya minimal tiga kali pengulangan. Kemudian ditimbang pelat alas kuningan, C dan dicatat massanya (m), kemudian digantungkan dengan tali penggantung, X pada statip penggantung. Lalu letakkan benda uji, B (beton ringan berpori) di atas pelat alas tersebut, dan olesin permukaan benda uji tersebut dengan bahan pelumas agar kontak panasnya menjadi lebih baik. Kemudian ketel uap, S


(55)

diletakkan diatas benda uji dan hubungkan dengan ketel air panas dengan menggunakan selang. Selanjutnya dimasukkan termometer T1 pada lubang ketel uap

dan termometer T2 pada pelat alas kuningan, dan dicatat kenaikan temperatur T1 dan

T2 setiap dua menit sampai kondisi kesetimbangan (stady state) tercapai. Keadaan

setimbang dinyatakan apabila kenaikan temperatur ± 0,1 oC selama 10 menit. Apabila T1 dan T2 sudah mencapai setimbang, diangkat ketel uap dan panaskan pelat alas

beserta benda uji dengan alat pemanas, hingga temperatur T2 naik sekitar 10 oC.

Setelah temperaturnya tercapai, dimatikan alat pemanas dan dicatat penurunan temperatur T2 untuk setiap dua menit, sehingga selisih suhunya mencapai sekitar

20oC. Kemudian plot kurva kenaikan temperatur selama pemanasan dan penurunan temperatur sewaktu pendinginan terhadap waktu.

Dengan menggunakan persamaan (2.7) maka nilai konduktivitas termal dari beton semen polimer dapat ditentukan.

3.5.8 Analisa Mikrostruktur Dengan SEM

Bentuk dan ukuran partikel penyusun secara mikroskopik dari beton dapat diidentifikasikan berdasarkan micrograph data yang diperoleh dari pengujian

Scanning Electron Microscope, diperlihatkan pada gambar 6 (dapat dilihat pada lampiran H).


(56)

Adapun mekanisme alat ukur SEM dapat dijelaskan sebagai berikut:

Sampel diletakkan di dalam cawan, kemudian sampel tersebut dilapisi emas. Lalu sampel disinari dengan pancaran elektron bertenaga kurang lebih 20 kV sehingga sampel memancarkan elektron turunan dan elektron terpantul yang dapat dideteksi dengan detector scintilator yang diperkuat sehingga timbul gambar pada layar CRT. Kemudian pemotretan dilakukan setelah dilakukan dengan pengaturan pada bagian tertentu dari objek dan perbesaran yang diinginkan sehingga diperoleh foto yang mewakili untuk dapat diidentifikasi.


(57)

B A B IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Beton semen polimer yang telah dibuat dari campuran pasir, sampah, semen dan lateks, kemudian dilakukan proses pengeringan secara alami yaitu selama 28 hari. Selanjutnya dilakukan pengujian sifat-sifat fisika, mekanika, dan mikrostruktur dari beton yang diperoleh. Untuk mengetahui karakteristik beton tersebut maka perlu diukur besaran-besaran fisis, mekanik, sifat termal dan mikrostruktur, antara lain: densitas, penyerapan air, penyusutan, kuat tekan, kuat tarik, kuat patah, konduktivitas termal dan analisa mikrostruktur dengan menggunakan SEM.

4.1 Densitas

Hasil pengukuran densitas beton semen polimer yang berbasis campuran pasir, sampah, semen dan lateks, diperlihatkan seperti pada gambar 4.1. Dari gambar 4.1, terlihat bahwa variasi komposisi: 0 - 100 % (volume) sampah dan penambahan resin lateks: 10, 12, dan 14 % volume dari total semen, serta dikeringkan secara alami 28 hari diperoleh nilai densitas beton berkisar antara 0,96 – 2,41 g/cm3. Sedangkan nilai densitas beton dengan variasi komposisi sampah yang sama dan penambahan resin lateks sebayak 10 % volume, serta dikeringkan selama 28 hari adalah sekitar 0,96 – 2,21 g/cm3. Kemudian dengan komposisi yang sama dan penambahan resin lateks


(58)

masing-masing sebesar 12 dan 14 % dari volume semen, maka nilai densitas cenderung mengalami peningkatan menjadi: 1,03 – 2,35, dan 1,08 – 2,41 g/cm3.

Adapun hasil pengukuran dan perhitungan untuk menentukan besarnya nilai densitas pada beton semen polimer selengkapnya dapat dilihat pada lampiran A.

Dari hasil yang diperoleh dapat dinyatakan bahwa penambahan sampah cenderung akan menurunkan nilai densitas beton karena sebagian air yang terikat di dalam sampah akan terurai (terlepas) pada saat proses pengeringan. Sebaliknya untuk

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Antara Densitas Terhadap Penambahan Sampah dan Resin Lateks (% Volume) Setelah Melalui Proses Pengeringan Selama 28 Hari

0.5 1 1.5 2 2.5

0 25 50 75

D e n s it a s ( g /c m 3 )

Sampah (% Volume)

100

10 % (volum e) lateks 12 % (vo lume) lateks 14 % (volu me) lateks

Densitas beton normal = 2,4 g/cm3

Beton ringan ( pemikul beban) = 1,4 g/cm3 ( batas atas)


(59)

penambahan komposisi resin lateks terhadap beton maka nilai densitas cenderung mengalami peningkatan, artinya penambahan lateks sangat mempengaruhi kualitas beton tersebut. Penambahan lateks selain berperan untuk menutupi rongga/pori beton, juga berfungsi sebagai perekat dan dapat meningkatkan kekuatan beton khususnya kuat tekan.

Berdasarkan referensi, klasifikasi beton dapat dibagi berdasakan nilai densitas, antara lain: beton ringan dengan densitas < 1,75 g/cm3, medium dengan densitas 1,75 - 2,016 g/cm3,dan beton normal dengan densitas > 2,016 g/cm3 (Carolyn Schierhorn, 2008).Dari referensi, nilai densitas beton semen portland berkisar antara 2240 – 2400 kg/m3 (http://www.engineeringtoolbox.com/concrete-properties-d_1223.html,2009). Sedangkan menurut referensi (Satyarno, 2004), penggunaan atau aplikasi beton ringan dengan berat jenis 240 – 800 kg/m3 dapat diaplikasikan sebagai dinding pemisah atau dinding isolasi, sedangkan untuk berat jenis 800 – 1400 kg/m3 dapat digunakan sebagai dinding pemikul beban, dan berat jenis 1400 – 1800 kg/m3 dapat digunakan sebagai beton normal struktur. Sebenarnya kualifikasi dari jenis beton ringan struktur adalah memiliki densitas dalam rentang 1,44 – 1,84 g/cm3 (NRMCA, 2000). Pada referensi lain, beton berpori yang diklasifikasikan sebagai beton ringan adalah yang memiliki densitas < 1 g/cm3 (Siporex Oy, 2000).


(60)

Ternyata dari klasifikasi tersebut, dapat dinyatakan bahwa penambahan 25 % sampah dengan 10 % volume lateks, ≥ 50 % sampah dengan 10, 12 dan 14 % volume lateks adalah termasuk dalam kategori beton yang dapat digunakan sebagai dinding pemikul beban. Sedangkan beton yang dibuat dengan 25 % volume sampah, dengan 12 dan 14 % volume lateks adalah termasuk dalam kategori beton ringan sebagai pengganti beton normal. Beton yang dibuat tanpa sampah dengan variasi 10, 12, dan 14 % volume resin, adalah termasuk dalam klasifikasi beton normal.

Dalam penelitian pendahuluan, ditetapkan waktu pengeringan yang optimal adalah selama 28 hari dan apabila waktu pengeringan diperpanjang, maka pengaruh terhadap terhadap sifat fisis dan mekanik dari beton tidak terlalu signifikan, sehingga tidak perlu dilakukan sebagai parameter penelitian. Jadi penambahan sampah yang diperkenankan apabila beton tersebut sebagai pengganti beton normal adalah sebanyak 25 % volume sampah dan 12 % volume resin lateks.

4.2 Penyerapan Air

Pada gambar 4.2, terlihat bahwa penyerapan air dari beton semen polimer yang dibuat dengan variasi komposisi: 0 - 100 % (volume) sampah dan dikeringkan selama 28 hari, serta penambahan resin lateks 10, 12 dan 14 % (volume) dari total semen, diperoleh berkisar antara: 13,8 – 45,6 %. Nilai penyerapan air dari beton dengan


(61)

variasi komposisi: 0 - 100 % volume sampah, dengan penambahan 10 % volume lateks dan dikeringkan selama 28 hari adalah berkisar antara: 19,0 – 45,6 %. Kemudian pada komposisi dan watu pengeringan yang sama, tetapi jumlah resin lateks ditambah menjadi 12 dan 14 % volume, maka diperoleh nilai penyerapan air, yaitu: 15,6 – 43,1 % dan 13,8 – 40,0 %.

Adapun hasil pengukuran dan perhitungan untuk menentukan besarnya nilai penyerapan air pada beton semen polimer selengkapnya dapat dilihat pada lampiran B.

10 20 30 40 50 60

0 25 50 75

P e n y e ra p a n a ir ( % )

S a mpa h (% V olum e)

100

10 % (v olu m e ) la tek s 1 2 % ( vo lum e ) late k s 1 4 % ( vo lum e) la t ek s

Batas maksimum = 50%

Batas minimum = 13%


(62)

Hasil penelitian lain pada foam concrete setelah dilakukan perendaman selama 10 hari, menghasilkan nilai penyerapan air hanya sebesar 13 %, sedangkan pada

concrete block dengan perendaman waktu yang sama adalah 50 %

(http://.ibeton.ru/english/intro.php, 2009). Penelitian lain (Manickam Muthukumar and Doraisamy Mohan, 2004), mengunakan resin Paraformaldehyde (Furan polymer) tanpa semen dan air menghasilkan nilai penyerapan air berkisar 0,3 – 0,5 %, pada rentang penambahan resin sekitar 7 - 15 %. Penyerapan air dari beton ringan menggunakan bahan baku batu apung yang dikeringkan secara alami adalah berkisar 17,8 – 18,9 % (Iiker Bekir Topcu, 2007).

Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa semua komposisi sampah, baik kandungan resin lateks 10, 12, dan 14 % volume berada dalam rentang tersebut (13 – 50 %). Pengaruh penambahan sampah menunjukkan besarnya nilai penyerapan air cenderung meningkat, sebaliknya penambahan resin lateks cenderung menurunkan nilai penyerapan air. Adanya air yang terperangkap di dalam beton, secara gradual akan terlepas bertahap sebagai fungsi waktu pada saat proses pengerasan.

Hal ini dapat disebabkan oleh adanya reaksi eksotermal antara CaO dan SiO2,


(63)

yang terbentuk selama proses pencetakan dan akan terurai pada saat pengerasan. Gelembung-gelembung udara ini menjadikan volume beton menjadi dua kali lebih besar dari volume awal. Pada akhir proses pengembangan hidrogen akan terlepas ke atmosfer dan posisinya langsung disubstitusi oleh udara, sehingga menimbulkan rongga (pori) sehingga beton menjadi ringan (Wijoseno, 2008).

4.3 Penyusutan

Pada gambar 4.3, terlihat bahwa nilai penyusutan dari beton berbasis sampah rumah tangga masing-masing: 0, 25, 50, 75, dan 100 % (volume) dengan variasi penggunaan resin lateks sebesar: 10, 12, dan 14 % (volume) yang dikeringkan selama 28 hari, adalah berkisar antara 0,087 – 0,156 %. Pada penambahan resin lateks sebanyak 10 % (volume), nilai penyusutan yang diperoleh berkisar antara 0,087 – 0,118 %. Apabila jumlah lateks ditambah sebesar 12 % (volume), maka penyusutan akan meningkat menjadi 0,118 – 0,149 %. Perubahan nilai ini cukup signifikan, karena sebagian bahan lateks menguap pada saat proses pengeringan dan juga sampah melepaskan air yang terikat. Selanjutnya apabila jumlah lateks diperbesar lagi menjadi 14 % (volume), diperoleh nilai penyusutan sekitar 0,125 – 0,156 %.

Adapun hasil pengukuran dan perhitungan untuk menentukan besarnya nilai penyusutan pada beton semen polimer selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.


(64)

0.04 0.08 0.12

0 25 50 75

P e n y u s u ta n ( %

Sampah (% Volume)

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Antara Penyusutan Terhadap Penambahan Sampah dan Resin Lateks (% Volume) Setelah Melalui Proses

0.16 0.2

100 )

10 % (volume) lateks 12 % (volume) lateks 14 % (volume) lateks

Pengeringan Selama 28 Hari

Ternyata untuk penambahan lateks dari 10 % menjadi 14 % (volume) tidak banyak mempengaruhi perubahan nilai penyusutan, hal ini mungkin disebabkan pengaruh lateks tidak begitu dominan.

Beton setelah mengalami proses pengeringan atau pengerasan akan mengalami penyusutan dimensi (linier). Andaikata dibandingkan hasilnya dengan beton ringan berpori yang dikeringkan secara alami mempunyai nilai penyusutan sebesar: 0,05 – 0,15 % (Ramamurthyand, 2000). Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa penyusutan beton berbanding lurus dengan penambahan lateks dan berbanding terbalik terhadap penambahan jumlah sampah (% volume). Sedangkan untuk beton ringan berpori, menurut tandar ASTM C 1386-98 bahwa nilai rata-rata penyusutan adalah < 0,02 %. Menurut Tri Mulyono, 2005 bahwa beton normal mengalami penyusutan yang sangat kecil yaitu sekitar dibawah 0,5 %.


(65)

4.4 Kuat Tekan

Pada gambar 4.4, terlihat bahwa kuat tekan dari beton semen polimer dengan variasi komposisi: 0 - 100 % volume sampah dan dikeringkan selama 28 hari, serta penambahan resin lateks sebesar 10, 12 dan 14 % volume dari total semen adalah berkisar antara 3,05 – 10,19 MPa. Nilai kuat tekan dari beton dengan variasi komposisi: 0 - 100 % volume sampah, dengan penambahan 10 % volume lateks dan dikeringkan selama 28 hari, adalah berkisar antara: 3,05 – 9,01 MPa. Kemudian pada komposisi dan watu pengeringan yang sama, tetapi jumlah resin lateks ditambah menjadi 12 dan 14 % volume, maka diperoleh nilai kuat tekan: 3,95 – 9,98 dan 4,18 – 10,19 MPa.

Dilihat dari fungsi waktu pengeringan optimal adalah selama 28 hari dan apabila waktu pengeringan diperpanjang maka pengaruh terhadap nilai kuat tekan tidak terlalu signifikan. Pernyataan ini dikuatkan dari hasil penelitian (Smita Badur and Rubina Chaudhary, 2008) yang menunjukkan hubungan antara compressive strength terhadap waktu pengeringan (curing age) di atas 30 hari yang relatif konstan. Sedangkan menurut referensi (Satyarno, 2004), aplikasi beton berdasarkan kuat tekan antara 0,35 - 7 MPa dapat digunakan sebagai dinding pemisah atau dinding isolasi, 7 - 17 MPa digunakan sebagai dinding pemikul beban, dan > 17 MPa dapat digunakan sebagai beton normal struktural. Apabila dilihat dari aplikasinya untuk bahan


(66)

konstrusi dan isolasi panas dari beton foam (foam concrete) yang dikeringkan secara konvensional mempunyai nilai rentang kuat tekan sekitar 3,5 – 10 MPa (http://www.ibeton.ru/english/intro.php, 2009).

Adapun hasil pengukuran dan perhitungan untuk menentukan besarnya nilai kuat tekan pada beton semen polimer selengkapnya dapat dilihat pada lampiran E.

2 4 6 8 10 12

0 25 50 75

K u a t te k a n ( M P a )

Sampah (% Vo lume)

100

10 % (v olu me ) la tek s 12 % (v olume ) la t eks 14 % ( vo lume ) la tek s

Konstruksi isolasi panas = 10 MPa ( batas atas)

Konstruksi isolasi panas = 3,5 MPa ( batas bawah)

Batas minimum beton ringan = 7 MPa

Gambar 4.4 Grafik Hubungan Antara Kuat Tekan Terhadap Penambahan Sampah dan Resin Lateks (% Volume), Setelah Melalui Proses Pengeringan Selama 28 Hari

Ternyata dari klasifikasi tersebut, dapat dinyatakan bahwa hampir semua sampel yang dibuat adalah termasuk dalam kategori beton yang dapat digunakan sebagai bahan konstruksi isolasi panas, kecuali pada komposisi 100 % volume


(67)

sampah dan 14 % volume lateks. Beton yang dibuat tanpa menggunakan sampah dengan variasi 10, 12, dan 14 % resin lateks, serta 25 % volume sampah dengan 12 dan 14 % volume lateks adalah termasuk beton yang dapat digunakan sebagai dinding pemikul beban. Menurut referensi lain (Yothin Ungkoon, 2007), nilai kuat tekan dari beton ringan berpori yang dikeringkan secara alami adalah sebesar 1,6 MPa. Nilai kuat tekan beton ringan struktural adalah berkisar 1900 psi atau 13,1 MPa (Carolyn Schierhorn, 2008).

Dari hasil pengamatan memperlihatkan bahwa penambahan sampah cenderung menurunkan kuat tekan pada beton tersebut. Jadi penambahan sampah optimum (diperkenankan) adalah sebanyak 25 % volume dan resin lateks 12 % volume atau 50 % volume dan resin lateks 14 % volume, sebagai beton ringan pemikul beban. Artinya penggunaan sampah sebanyak mungkin dan resin lateks sekecil mungkin akan dapat mengurangi biaya untuk pembuatan beton tersebut. Disamping itu dengan bobot beton yang ringan maka handling dan pemasangannya akan jauh lebih mudah dan relatif lebih efisien dalam hal waktu pengerjaan.

4.5 Kuat Tarik

Pada gambar 4.5, terlihat bahwa kuat tarik dari beton semen polimer dengan variasi komposisi: 0 - 100 % volume sampah dan penambahan resin lateks: 10, 12


(68)

dan 14 % volume dari total semen yang dikeringkan secara alami selama 28 hari, adalah berkisar antara 0,36 – 3,92 MPa. Nilai kuat tarik dari beton dengan variasi komposisi: 0 - 100 % volume sampah, penambahan resin lateks 10 % volume dan dikeringkan selama 28 hari adalah berkisar antara: 0,36 – 3,15 MPa. Kemudian dengan komposisi yang sama, tetapi jumlah resin lateks ditambah menjadi 12 dan 14 % volume, maka diperoleh nilai kuat tarik: 0,42 – 3,64 MPa dan 0,59 – 3,92 MPa. Beton yang dibuat tanpa pasir (100 % volume sampah) dengan penambahan resin lateks sebesar 10, 12 dan 14 % (volume) serta 25 % sampah dengan penambahan resin lateks sebesar 12 dan 14 % (volume) adalah termasuk dalam klasifikasi beton normal, karena memenuhi kuat tarik: 2 - 5 MPa (http://www.engineeringtoolbox.com/concrete-properties-d_1223.html, 2009). Sedangkan beton ringan struktural yang dikeringkan selama 4 minggu pada kondisi

atmosfer menghasilkan kuat tarik (tensile strength) sekitar 2,39 MPa (Yasushi Shimizu, 2005).

Sifat beton dengan densitas sekitar antara 1,2 – 1,4 g/cm3 atau kuat tekan 7 MPa, menghasilkan kuat tarik 0,77 MPa dan kuat tekan 14 MPa, nilai kuat tarik sekitar 1,4 Mpa (http://www.foamconcrete.co.uk/properties_of_foam_concrete.htm, 2009), artinya hubungan kuat tarik hampir 1/10 kali kuat tekan.


(69)

Adapun hasil pengukuran dan perhitungan untuk menentukan besarnya nilai kuat tarik pada beton semen polimer selengkapnya dapat dilihat pada lampiran F.

0 1 2 3 4

0 25 50 75

K u a t ta ri k ( M P a )

S am pah (% V olum e)

100

1 0 % (v olum e ) la te k s 1 2 % (v olum e ) la te k s 1 4 % (v olum e ) la te k s

Kuat tarik beton nornal : 2 Mpa (batas bawah)

Kuat tarik beton medium: 1,4 Mpa

Kuat tarik beton ringan: 0,77 Mpa

Gambar 4.5 Grafik Hubungan Kuat Tarik Terhadap Penambahan Sampah dan Resin Lateks (% Volume), Setelah Melalui Proses Pengeringan Selama 28 Hari


(70)

Dari hubungan tersebut terlihat bahwa penambahan sampah cenderung menurunkan kuat tarik dan sebaliknya berlaku bahwa penambahan resin lateks cenderung meningkatkan nilai kuat tarik. Jadi apabila nilai kuat tarik yang ditargetkan berkisar antara 2 – 5 MPa maka komposisi optimum adalah 25 % sampah dengan 12 % resin lateks (dalam prosentase volume).

4.6 Kuat Patah

Pada gambar 4.6, terlihat bahwa nilai kuat patah dari beton semen polimer dengan variasi komposisi: 0 - 100 % volume sampah dan penambahan resin lateks 10, 12 dan 14 % volume dari total semen yang dikeringkan selama 28 hari, adalah berkisar antara 1,60 – 4,93 MPa. Nilai kuat patah dari beton dengan variasi komposisi: 0 - 100 % volume sampah, penambahan resin lateks 10 % volume, dan dikeringkan selama 28 hari adalah berkisar antara: 1,60 – 4,60 MPa. Kemudian dengan komposisi yang sama, tetapi jumlah resin lateks ditambah menjadi 12 dan 14 % volume, maka diperoleh nilai kuat patah: 1,83 – 4,87 MPa dan 2,05 – 4,93 MPa. Proses pengeringan optimum adalah selama 28 hari dan bila waktu pengeringan diperpanjang lagi tidak memberikan pengaruh yang cukup signifikan.

Adapunhasil pengukuran dan perhitungan untuk menentukan besarnya nilai kuat patah pada beton semen polimer selengkapnya dapat dilihat pada lampiran G.


(71)

1 2 3 4 5 6

0 25 50 75

K u a t p a ta h ( M P a )

100 ah (% Volume)

Samp

Dari grafik ditunjukkan bahwa kuat patah beton semen polimer berbanding terbalik terhadap penambahan sampah dan berbanding lurus terhadap penambahan resin lateks. Kondisi optimum yang memenuhi kategori beton ringan pemikul beban, apabila penggunaan sampah sebanyak 25 % volume dan resin lateks 12 % volume, yaitu menghasilkan kuat patah sebesar 2,67 MPa. Jadi jelas terlihat bahwa beton tanpa menggunakan sampah dan menggunakan lateks 10, 12, 14 % (volume), termasuk klasifikasi beton normal (struktural). Sedangkan beton dengan komposisi 25

Gambar 4.6 Grafik Hubungan Antara Kuat Patah Terhadap Penambahan Sampah dan Resin Lateks (% Volume), Setelah Melalui Proses Pengeringan Selama 28 Hari

10 % (volume) lateks 12 % (volume) lateks

Kuat patah beton medium = 2,64 Mpa Kuat patah beton normal = 5 MPa


(72)

% sampah, dengan 12 dan 14 % (volume) lateks termasuk dalam klasifikasi beton medium yang dapat dipakai untuk memikul beban. Beton dengan komposisi 25 % (volume) sampah dengan 10 % (volume) lateks dan komposisi lainnya (≥ 50 % sampah) dengan 10, 12, dan 14 % lateks adalah termasuk klasifikasi beton ringan yang dapat digunakan sebagai penyekat atau dinding isolasi.

Nilai kuat patah dari beton semen portland pada umumnya adalah berkisar antara: 3 – 5 MPa (http://www.engineeringtoolbox.com/concrete-properties-d_1223.html,2009). Sumber referensi lain menunjukkan bahwa nilai flexuralstrength

dari foam concrete dengan densitas sekitar 1 g/cm3 adalah 0,70 MPa dan untuk

densitas 1,8 g/cm3 adalah 1,85 MPa

(http://www.foamconcrete.co.uk/properties_of_foam_concrete.htm, 2009). Sedangkan berdasarkan literatur lain (Yothin Ungkoon, 2007), kuat patah dari beton

ringan berpori yang dikeringkan secara alami adalah sekitar 0,59 MPa. Kekuatan patah dari beton dengan penggunaan paper sludge sebanyak 15 % dan dikeringkan 28 hari adalah sebesar 2,64 MPa (Ng Khung Loon, 2008) dapat digunakan sebagai pengganti beton struktural.


(73)

4.7 Konduktivitas Termal

Konduktivitas termal (thermal conductivity) beton ringan diukur dengan menggunakan thermal conductivity meter yang mengacu pada ASTM C 177 – 1997. Pengujian konduktivitas panas atau daya hantar panas beton yang dilakukan adalah pada komposisi 25 % volume sampah dan 12 % volume lateks yang dikeringkan selama 28 hari. Pada gambar 4.4, ditunjukkan hubungan antara temperatur terhadap waktu, untuk menentukan T1, T2, dan dT/dt dari beton yang dikeringkan secara alami

selama 28 hari. Berdasarkan data pengamatan dan kurva maka dapat diperoleh besaran fisis, seperti diperlihatkan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Data hasil pengukuran besaran-besaran untuk menentukan daya hantar panas dari beton yang dikeringkan secara alami selama 28 hari

Besaran yang diukur Nilai Satuan

Massa pelat alas kuningan, m 1,8 Kg

Panas jenis pelat alas kuningan, Cp 0,09 k.kal/kgoC

Slope, dT/dt 0,012 oC/detik

Tebal beton ringan berpori, X 0,005 m

Diameter beton ringan berpori, d 0,1 m Luas penampang beton ringan berpori, A 0,00785 m2 Temperatur pelat alas ketel uap (steady state), T1 81,2 oC

Temperatur pelat alas kuningan (steady state), T2 66,1 oC

Dengan mensubsitusi besaran yang diukur (seperti terlihat pada tabel 4.1) ke dalam persamaan 2.7, maka nilai konduktivitas termal beton adalah sekitar, K = 0,342


(74)

W/m.oK. Sedangkan nilai konduktivitas untuk bahan bangunan, jenis bata biasa adalah berkisar 0,69 W/moK (Holman, J. P., 1997). Adapun hasil pengukuran dan perhitungan untuk menentukan besarnya nilai konduktivitas termal pada beton semen polimer selengkapnya dapat dilihat pada lampiran G.

y = -0,012x + 73,634

20 40 60 80 100

60 360 660 960 1260 1560 1860 2160 2460 2760 3060 3360 3660

Waktu, t (detik)

Su

h

u

(

oC)

T1 T2 dT/dt Linear (dT/dt)

81,2

66,1

Gambar 4.7 Hubungan Antara Temperatur Terhadap Waktu Untuk Menentukan T1, T2, dan dT/dt Dari Beton dengan Komposisi 25 % Sampah dan


(75)

4.8 Analisa Mikrostruktur Dengan SEM

Pada gambar 4.8, ditunjukkan foto SEM dari beton semen polimer yang merupakan hasil yang optimum pada komposisi 25 % (volume) sampah dengan 12 % (volume) lateks yang dikeringkan secara alami selama 28 hari.

Gambar 4.8 Foto SEM Dari Beton Semen Polimer Yang Dikeringkan Selama 28 Hari Pada Komposisi 25 % (Volume) Sampah dan 12 % (Volume) Lateks

Dari gambar 4.8, terlihat bahwa pada beton semen polimer terdapat rongga-ronga yang ditandai dengan warna hitam (gelap), sedangkan warna abu-abu merupakan partikel sampah yang tercampur dalam adukan beton. Warna putih (terang) merupakan gumpalan pasir dan lateks. Rongga-ronga (pori) di dalam beton terdistribusi tidak merata dengan ukuran pori 2 - 40 μm. Ukuran partikel sampah bisa mencapai 5 μm, gumpalan pasir dan lateks bisa mencapai 10 μm.


(76)

Menurut referensi (Yothin Ungkoon, 2007), menyatakan bahwa beton ringan berpori yang dikeringkan secara alami mempunyai permukaan yang lebih kasar dan ukuran pori lebih besar, jumlah lebih sedikit, dan terdistribusi tidak merata. Adanya cacat mikro (micro crack) pada beton menyebabkan kekuatan mekanik turun, karena memudahkan terjadinya keretakan atau patahan. Pada beton ringan yang permukaannya lebih halus, ukuran partikelnya kecil, umumnya tanpa cacat dan relatif lebih padat, maka cenderung memiliki kekuatan mekanik yang lebih tinggi.


(77)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian analisa data dan pengujian hipotesis ini adalah :

1. Beton semen polimer telah berhasil dibuat dengan menggunakan bahan baku: pasir, sampah organik dari rumah tangga, semen, resin lateks (dalam % volume) relatif memiliki sifat-sifat fisis, sifat mekanik, sifat termal dan mikroskopik cukup baik.

2. Kualitas beton semen polimer optimum diperoleh pada komposisi 25 % volume sampah dan 12 % volume lateks dengan waktu pengeringan selama 28 hari. Karakteristik dari beton yang dihasilkan pada kondisi tersebut adalah densitas = 1,46 g/cm3, penyerapan air = 26,7 %, penyusutan = 0,143 %, , kuat tekan = 7,10 MPa, kuat patah = 2,67 MPa, kuat tarik = 2,10 Mpa, konduktivitas termal = 0,34 w/moK, dan berdasarkan analisa struktur mikro dengan SEM menunjukkan bahwa rongga-ronga (pori) di dalam beton terdistribusi tidak merata dengan ukurannya bisa mencapai 2 - 40 μm.


(78)

Ukuran partikel sampah bisa mencapai panjang 5 μm, gumpalan pasir dan lateks bisa mencapai berkisar 10 μm.

5.2 Saran

Untuk melengkapi penelitian beton sampah yang telah dibuat ini, perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut tentang uji kelayakan (feasibilty study) beton sampah sehingga sampai pada tahap komersialisasi dan tentunya dapat memberikan kontribusi pengurangan pencemaran lingkungan oleh timbunan sampah yang ada selama ini.


(79)

DAFTAR PUSTAKA

_____,Pengelolaan Sampah. http:// www.esp.or.id/handwanshing/media/sampah.pdf. 14/11/2008. 15:00.

_____, Concrete Properties. http://www.engineeringtoolbox.com/concrete-properties-d_1223.html. 10/04/2009. 10:10.

_____, Foam Concrete. http://www.foamconcrete.co.uk/properties-of-foam-concrete-html. 10/04/2009. 11:05.

_____, Stroy-Beton Inc. http://www.ibeton.ru/english/intro.php. 10/04/2009. 11:36. A. Blaga. J. J. Beaudoin. CBD 241, Polymer Modified Concrete.

http://irc.nrc-cnrc.gc.ca/pubs/cbd/cbd241_e.html. 14/11/2008. 14:30.

Amanto Hari, Daryanto. (2003). Ilmu Bahan. Penerbit: Bumi Aksara. Jakarta.

ASTM C 134-95. (1995). Standard Test Methods for Size, Dimensional Measurement and Bulk density of refractory Brick and Insulating Firebrick. ASTM. USA. ASTM C 20-00. (2000). Standard Test Methods for Apparent Porosity, Water

absorption, Apparent Specific Gravity and Bulk Density of Burned Refractory Brick and Shapes by Boiling Water. ASTM. USA.

ASTM C 177-97. (1997). Standard Test Method for Stesdy-State Haet Flux Measurements and Thermal Transmission Properties by Means of The Guarded-Hot-Plate Apparatus. ASTM. USA.

ASTM C 1386-96. (1996). Standard Specification for Precast Autoclaved Aerated

Concrete (PAAC), ASTM. USA.

ASTM C 39/C 39M–01. (2001). Standard Test Method for Compressive Strength and Modulus of Cylindrical Concrete Speciment. ASTM. USA.


(80)

ASTM C 469-94. (1994). Standard Test Method for Static Modulus of Elasticity and poisson’s Ratio of concrete in Compression. ASTM. USA.

ASTM C. 133-97. (1997). Standard Test Method for Cold Crushing Strength and Modulus of Rupture of Refractories. ASTM. USA.

ASTM C 348-97. (1997). Standard Test Method for Flexural Strength of Hydraulic Cement Mortars. ASTM. USA.

Badur Smita, Chaudhary Rubina. (2008). Utilization of Hazardous Wastes and By-Products As A Green Concrete Material Through S/S Process : A Review. Devi Ahilya University. India.

Bekir Ilker Topcu. (2006). Properties of Autoclaved Lightweight Aggregate Concrete. Afyon Kocatepe University. Turkey.

Chan. (1993). Material Science and Technology, A Comprehensive Treatment, Vol 2A, Characterisation of Material Part 1. Erick Liftshin. V. H. Newyork. C. Jack. McCormac. (2003). Desain Beton Bertulang. Penerbit: Erlangga. Jakarta. Gemert Van. (2004). L. Czarnecki , P. Łukowski , and E. Knapen. Cement concrete

and concrete-polymer composites. Katholieke Universiteit Leuven. Belgium. H+H Siporex Oy. Autoclaved Aerated Concrete Blok. http://www.siporex

oy/autoclaved aerated concrete Blok. 15/04/2009. 10:25. Holman, J. P. (1997). Perpindahan Kalor.

Khung NG Loon. (2008). Waste Paper Sludge As A fine Aggregatr Replacemen In Concrete. Universiti Teknologi Malaysia.

Maryam Siti. (2006). Pengaruh Serbuk Cangkang Kerang sebagai Filler Terhadap Sifat-Sifat Dari Mortar. Skripsi. FMIPA. USU.

Me and Mine. Beton Spesial. http://Yanarta.com/civil-engineering/beton-spesial. 14/11/2008. 13:30.


(1)

LAMPIRAN G. Data Pengukuran Konduktivitas Termal

Pada kondisi steady state

Waktu T1 T2

60 28,0 28,0 120 29,4 28,5 180 30,4 29,0 240 31,5 29,4 300 32,5 30,0 360 33,6 30,9 420 34,6 31,5 480 35,3 32,0 540 36,2 32,5 600 37,5 33,0 660 38,2 33,6 720 39,6 34,5 780 40,2 35,0 840 41,4 36,1 900 42,5 36,7 960 43,6 37,1

1020 44,5 37,5

1080 45,4 38,2

1140 46,7 39,5

1200 47,7 40,2

1260 48,8 41,4

1320 49,7 42,5

1380 50,9 43,6

1440 52,1 44,5

1500 53,0 45,4

1560 54,2 46,7

1620 56,1 47,7

1680 57,3 48,8

1740 58,8 49,2

1800 60,0 50,3

1860 61,5 51,4

1920 63,3 51,5

1980 64,5 53,0

2040 65,8 53,3

2100 67,0 53,9

Waktu T1 T2

2160 68,8 54,5 2220 70,6 55,5 2280 72,7 56,4 2340 74,2 56,9 2400 75,2 57,7 2460 76,4 58,0 2520 77,8 58,6 2580 78,6 59,0 2640 79,5 60,2 2700 80,1 60,7 2760 80,8 61,6 2820 81,0 62,6 2880 81,1 63,4 2940 81,1 64,5 3000 81,2 65,4 3060 81,0 65,9

3120 81,2 66,1

3180 81,2 66,2 3240 81,1 66,2 3300 81,0 66,1 3360 81,0 66,1 3420 81,2 66,0 3480 81,1 66,1 3540 81,1 66,1 3600 81,1 66,2 3660 81,0 66,0 3720 81,0 66,0


(2)

Pada kondisi penurunan temperatur (T

2

)

Waktu T2

60 76,0 120 74,0 180 72,3 240 70,8 300 70,3 360 68,6 420 68,3 480 67,1 540 66,6 600 65,8 660 65,2 720 64,7 780 63,5 840 63,3 900 62,1 960 61,5 1020 60,9 1080 60,7 1140 59,5 1200 59,0 1260 58,2 1320 57,3 1380 56,9 1440 56,5 1500 55,2 1560 54,5 1620 53,9 1680 52,8 1740 51,9

Waktu T2

1800 51,6 1860 50,7 1920 50,1 1980 49,4 2040 48,9 2100 48,1 2160 48,1 2220 47,3 2280 46,5 2340 45,7 2400 44,9 2460 44,0 2520 43,8 2580 42,7 2640 42,7 2700 41,7


(3)

Diperoleh perhitungan untuk menentukan nilai konduktivitas termal pada sampel

beton semen polimer pada pengeringan 28 hari sebagai berikut:

)

.(

)

.

/

.

.

(

2 1

T

T

A

X

dt

dT

c

m

k

=

Di mana:

k

= konduktivitas termal

m

= massa plat (kg)

c

= panas jenis (kkal/kg

0

C)

dT/dt = slope (

0

C/jam)

X

= tebal sampel (m)

d

= diameter sampel (m)

A

= luas (m

2

)

T

1

= Temperatur 1 (

0

C)

T

2

= Temperatur 2 (

0

C)

Maka:

)

1

,

66

2

,

81

(

0079

,

0

)

005

,

0

2

,

43

09

,

0

8

,

1

(

×

×

×

×

=

k

k = 0,295 kkal/m

0

C jam

k = 0,342 W/m K


(4)

LAMPIRAN H. Gambar Alat-alat Uji Fisis dan Mekanik Beton Semen Polimer

0.2567

Sampel digantung di dalam air Aquades

Beaker Glass

Timbangan

Gambar 1. Prinsip Penimbangan Massa Benda Didalam Air

(a) (b)


(5)

50,8 mm

25,4 mm

6,35 mm

6,35 mm 19,05 mm

19,05 mm 38,10 mm

(a)

(b)

Gambar 4. Uji Tarik (

Universal Testing Machine

) (a). Penempatan Sampel,

(b). Model Penjepit Sampel dan (c) Sampel Uji Tarik

Gambar 3. Uji Tarik (

Universal Testing Machine

) (a). Penempatan Sampel,

(b). Model Penjepit Sampel dan (c) Sampel Uji Tarik

(c)

Gambar 4. Kuat Patah, (a). Alat Uji

Universal Testing Mechine

(UTM).

dan (b). Benda Uji

(b) (a)


(6)

Gambar 5. Skema Pengujian Konduktivitas Term

Kete

al dengan

Less Method

beton

Tali penggantung

Uap air l uap

Pelat alas

Alas kuningan

DOKUMENTASI PENELITIAN