Latar Belakang Masalah Tinjauan Terhadap Pelanggaran Ham Dan Prinsip Kedaulatan Impunity Dilihat Dalam Hukum Internasional Di Negara Ukraina

BAB I PENDAULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Adanya pelanggaran demi pelanggaran terhadap HAM di dunia Internasional dan juga di Indonesia terjadi begitu saja tanpa ada upaya yang serius untuk menghentikan terjadinya lagi adanya pelanggaran-pelanggaran HAM berikutnya kalaupun ada yang berhasil dibawa sampai ke Pengadilan HAM, tampaknya rantai kekuatan masih cukup kuat untuk mempertahankan ketidakadilan terhadap putusan-putusan yang ada, sehingga yang terjerat hukum hanya sekelompoksegolongan yang dibawah saja sementara para pemegan kekuasaan tak tersentuh oleh hukum. Kredibilitas penguasa dan para penegak hukum, di Indonesia dan di dunia intenasional masih belum bekerja dengan baik. juga perangkat hukum yang ada belum bisa menjerat para pelaku pelanggaran HAM yang mayoritas mantan penguasa di negeri ini. Prinsip merupakan suatu paham yang menyatakan seseorang tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban atas kesalahan atau kelalaiannya karena yang bersangkutan melakukan itu atas perintah Negara. Prinsip berasal dari kedaulatan Negara yang absolute, karena tidak tersedianya system peradilan yang independen, yang tidak berada dibawah tekanan penguasa. Jika kita di Indonesia hendak membawa masalah pelanggaran berat Hak Asasi Manusia ke pentas internasional, sarana yang akan tersedia adalah Mahkamah Pidana Internasional International Criminal Court. Tahun 1998 telah ditandatangani Statuta Roma yang membentuk International Criminal Court. Statuta Roma mengatur 4 jenis kejahatan, yaitu : a. Genosida b. Kejahatan terhadap kemanusiaan c. Kejahatan perang d. Agresi Mahkamah ini beroperasi sekitar tahun 2003, sebab Statuta Roma baru bisa berlaku efektif sesuai pasal 126 pada hari ke- 60 setelah Ratifikasi Negara yang ke-60 juga. Mahkamah ini berkedudukan di Den Haag Belanda dengan Juridiksinya kejahatan paling serius yang menjadi perhatian masyarakat intenasional secara keseluruhan seperti genosida, kejahatan terhadap perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan kejahatan agresi. Karena Mahkamah ini didirikan berdasarkan Statuta Multilateral yaitu kesepakatan secara universal, maka ia bukan merupakan organ daripada PBB. Akan tetapi Dewan Keamanan PBB berperan penting dalam operasional mahkamah ini atas dasar kewenangannya memprakarsai suatu penyidikan pelanggaran berat Hak Asasi Manusia yaitu masuk kedalam yuridiksi mahkamah ini. Dengan adanya Statuta Roma 1998 ini, diharapkan dapat memberi keadilan dalam menyelesaikan adanya pelanggaran-pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di dunia. Negara-negara di dunia telah belajar dari masa lalu mengenai krisis kemanusiaan yang terjadi seperti pada masa Nazi, yang mana dibawah kepemimpinan Adolf Hitler, Nazi secara brutal membantai warga negaranya maupun warga dari Negara-negara jajahannya. Dan juga yang terjadi di beberapa Negara yaitu di Bosnia, Rwanda, Yugoslavia, bahkan juga pernah terjadi di Negara kita sendiri Indonesia. Kasus Tanjung Priuk dan kasus Timor-Timor, telah melahirkan tekanan dari dunia intenasional untuk penyelesaian masalah ini. Dan kini, Indonesia telah memiliki Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 mengenai Hak Asasi Manusia serta telah membentuk pengadilan HAM AdHoc. Hal ini dilakukan agar kedaulatan Negara dihormati secara un iversal. International Criminal Court ICC yang lahir dari Statuta Roma hanya sebagai pelengkap dari hukum nasional, ataupun Negara tersebut tidak dapat menyelesaikan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Berkaitan dengan hal tersebut menjadi tanggung jawab Negara pada jaminan atas penegakan hukum terhadap pelanggaran prinsip-prinsip HAM, dan apabila Negara membiarkan ketiadaan penegakan hukum atau bahkan menjadi bagian dari pelanggaran HAM tersebut maka Negara telah melakukan tindakan yang dilakukan sebagai impunitas impunity 1

B. Perumusan Masalah