Rumah Detensi Imigrasi Instrumen Hukum Nasional Terkait Masalah Pengungsi

Tidak adanya status hukum yang jelas juga seringkali membatasi kemampuan mereka untuk mendapatkan layanan sosial seperti fasilitas kesehatan dan pendidikan, ketidakmampuan untuk menyekolahkan anak sebagaimana dinyatakan oleh banyak keluarga pencari suaka dan pengungsi, sungguh sangat memprihatinkan. Anak-anak Pencari Suaka dan Pengungsi yang lahir ketika orang tuanya berada di Indonesia juga tidak dapat mendapatkan akte kelahiran. Sebagian kelompok Pencari Suaka dan Pengungsi sangat rentan menjadi tunawisma. Keluarga-keluarga yang memiliki anak-anak kecil dan anak-anak tanpa pendamping, misalnya, sangatlah beresiko. Kelompok rentan lainnya di Indonesia meliputi mereka yang mengalami penganiayaan dan trauma; orang-orang difabel atau mereka yang memiliki masalah kesehatan mental, perempuan lajang, dan gadis remaja. 32

6. Rumah Detensi Imigrasi

Rumah Detensi Imigrasi Rudenim semakin banyak digunakan sebagai tempat untuk menampung para imigran, yang meliputi Pengungsi, Pencari Suaka dan orang-orang tanpa kewarganegaraan yang tidak akan secara biasanya berada dalam posisi mendapatkan jalur migrasi yang “biasa”. Jaringan Pembela Hak-hak Pengungsi kawasan Asia Pasifik Asia Pacific Refugee Rights NetworkAPRRN telah menegaskan keprihatinan tentang Detensi Imigrasi di kawasan ini sebagai berikut: a. Penggunaan penahanan sewenang-wenang dan yang tidak diperlukan yang tidak memenuhi standar Internasional b. Pengabaian hak-hak dasar c. Pembatasan terhadap prosedur suaka dan bantuan hukum, dan 32 Ibid d. Penahanan terhadap kelompok rentan seperti anak-anak, anak-anak tanpa pendamping, perempuan hamil, orang lanjut usia, dan orang-orang yang mengalami gangguan kesehatan fisik dan mental. Rumah-rumah Detensi Imigrasi Indonesia dijalankan oleh pemerintah Indonesia, namun sistemnya tidak memiliki mekanisme pengawaan yang memadai, tidak transparan atau tak memiliki prosedur pengaduan. Ini mengakibatkan pelanggaran terhadap hak asasi manusia menjadi hal yang biasa terjadi. Beberapa kasus pelecehan dan pelanggaran hak asasi manusia di Rumah-rumah Detensi Imigrasi Indonesia telah didokumentasikan. Pelanggaran-pelanggaran yang terdokumentasikan itu meliputi laporan tentang Pencari Suaka yang dipenjara di dalam sel selama berbulan-bulan tanpa diizinkan untuk pergi ke ruang umum atau ke luar ruangan, Pencari Suaka ditahan di dalam fasilitas penjara daripada di Rumah Detensi Imigrasi, pemerasan dan kekerasan fisik. Sayangnya, Indonesia tidak memiliki sistem pengawasan independen maupun prosedur pengaduan yang memadai. Perlakuan yang diberikan bersifat sewenang-wenang dan sangat beragam dari satu Rudenim ke satu Rudenim lain. Praktik korupsi dan suap sering terjadi di mana-mana. Undang-undang Indonesia menyatakan bahwa warga negara lain dapat ditahan apabila mereka memasuki dan tinggal di negara ini tanpa dokumen yang dibutuhkan. Tidak ada kriteria tentang siapa yang semestinya atau tidak boleh ditahan, dan berapa lama. Ada peraturan- peraturan yang mengizinkan untuk membebaskan sekelompok orang tertentu dari Rumah Detensi Imigrasi, seperti anak-anak, untuk ditangani oleh oraganisasi-oraganisasi Internasional seperti International Organization for Migration atau lembaga mitra dari UNHCR. UNHCR telah melaporkan bahwa sampai dengan 31 Desember 2013, ada 1.773 orang yang berada di Rumah-rumah Detensi Imigrasi Indonesia, termasuk 1.137 Pencari Suaka dan 636 Pengungsi. Dari anatara mereka yang ditahan, 274 orang merupakan perempuan dan 297 anak-anak dan 87 anak di antaranya adalah anak-anak tanpa pendamping. 33 a. Kebebasan mempraktekkan agama dan pendidikan agama bagi anak-anak pengungsi Pasal 4; C. PERLUNYA INDONESIA MERATIFIKASI KONVENSI 1951 Keberadaan pengungsi yang jumlahnya cenderung meningkat yang membuat usaha penanganan pengungsi terus diperhatikan oleh pemerintah Indonesia. Disisi lain, Indonesia tidak memiliki undang-undang khusus atau peraturan hukum nasional mengenai pengungsi maupun pencari suaka. Indonesia memang memiliki acuan dalam pemberian suaka dan penanganan pengungsi seperti yang tertuang dalam UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Internasional. Akan tetapi pada pelaksanaanya peraturan tersebut kurang efektif dikarenakan sudah tidak up to date untuk menangani permasalahan pengungsi saat ini, dikarenakan undang-undang tersebut tidak menjelaskan secara eksplisit bagaimana penanganan pengungsi yang harus dilakukan. Dengan belum diratifikasinya Konvensi 1951 dan Protokol 1967 maka pemerintah Indonesia tidak punya wewenang dalam menangani masalah pengungsi yang berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sehingga wewenang penuh dalam menangani pengungsi diberikan kepada UNHCR. Sebelum menjadi pihak pada Konvensi 1951 dan atau Protokol 1967, ada baiknya melihat hak apa saja yang dipunyai oleh pengungsi, agar dapat dipertimbangkan apakah suatu negara khususnya Pemerintah Indonesia mampu memenuhi hak tersebut ataukah tidak. Beberapa hak tersebut antara lain: b. Hak atas milik bergerak dan tidak bergerak Pasal 13; 33 Ibid c. Hak berserikat Pasal 15; 4. Hak berswakarya Pasal 18; d. Hak menjalankan profesi liberal Pasal 19; e. Hak atas pendidikan Pasal 22; f. Hak atas kondisi kerja yang layak dan jaminan sosial Pasal 24; g. Kebebasan berpindah tempat Pasal 26. Mencermati beberapa hak tersebut di atas, maka yang tidak boleh direservasi adalah ketentuan Pasal 4. Pasal-pasal lain yang tidak boleh dilakukan reservasi, dapat dilihat dalam ketentuan pasal 42 Konvensi 1951, yaitu: a. . Definisi istilah pengungsi pasal 1; b. Non diskriminasi pasal 3; c. Kebebasan beragama pasal 4 ; d. Akses ke pengadilan pasal 6 ayat 1; e. Non Refoulement pasal 33 f. Klausula akhir pasal 36-46.

1. Landasan Teori dan Konseptual

Dokumen yang terkait

Aspek Perlindungan Pengungsi Dilihat Dari Hukum Nasional Dan Hukum Internasional (Studi Kasus Penanganan Pengungsi Rohingya Di Kota Medan)

15 214 162

PERAN ASEAN DALAM PENANGANAN PENGUNGSI ROHINGYA DARI MYANMAR

15 97 32

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA DI REPUBLIK DEMOKRATIK KONGO MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL

0 7 112

PERANAN UNHCR TERHADAP PERLINDUNGAN PENGUNGSI ROHINGYA DI ACEH INDONESIA.

0 2 8

ASPEK KEDUDUKAN HUKUM ETNIS ROHINGYA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (Studi Perlindungan Hukum Etnis Rohingya di Indonesia).

2 6 15

Penanganan Pengungsi di Indonesia : Tinjauan Aspek Hukum Internasional dan Nasional - Ubaya Repository

0 0 14

Aspek Perlindungan Pengungsi Dilihat Dari Hukum Nasional Dan Hukum Internasional (Studi Kasus Penanganan Pengungsi Rohingya Di Kota Medan)

0 0 9

BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI PENGUNGSI 2.1 Pengertian Pengungsi 2.1.1 Sejarah Lahirnya Hukum Pengungsi Internasional - PENERAPAN PRINSIP NON-DISCRIMINATION BAGI PENGUNGSI ROHINGYA DI INDONESIA Repository - UNAIR REPOSITORY

0 1 35

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah - PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH) Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 13

BAB III PERAN MASYARAKAT INTERNASIONAL DALAM PENANGANAN PENGUNGSI SURIAH 3.1 Kondisi Suriah - PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGUNGSI AKIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM PENGUNGSI INTERNASIONAL (STUDI KASUS PENGUNGSI SURIAH) Repository - UNAIR REPOSITORY

0 1 22