Hasil Studi

2.6. Hasil Studi

Setelah mendeskripsikan konsep Yang Sakral dan Yang Profan menurut Eliade disertai dengan objek kajian yang diambil penulis, maka penulis mencoba menganalisisnya sebisanya. Eliade tampaknya menggunakan pendekatan perbandingan untuk menganalisis Yang Sakral di suatu tempat dengan di tempat lainnya. Ia tak menggunakan pendekatan historis seperti Karen Armstrong dalam bukunya, The History of God, tetapi menggunakan metode perbandingan yang sama. Oleh karena itu penulis hendak menggunakan metode yang sama yaitu metode perbandingan.

Eliade berpijak kepada sebuah konsep kesamaan umum dengan mengambil contoh teorema geometrinya Euclid. Menurutnya, sekalipun ruang dan waktu

32 Stefanus Tay dan Ingrid Tay, “Dalamnya Makna Tanda Salib”, katolisitas.org: Mengenal dan Mengasihi Iman Katolik, http://katolisitas.org/3245/dalamnya-makna-tanda-salib, diakses

pada tanggal 31 Mei 2014, pukul 18.08. 33 Baedhowi, Antropologi al-Qur’an, (Yogyakarta: LKiS, 2009), hlm. 136.

orang yang mempela-jarinya berbeda-beda tetapi orang tetap bisa mempelajarinya karena menurutnya konsepnya adalah sama. Manusia bisa saja bersifat historis,

tetapi teorema tidak mengenal batas waktu. 34 Ka’bah dan Salib merupakan simbol Yang Sakral. Yang Sakral tak mesti

bersifat personal saja; ia bisa berupa tempat atau benda yang disucikan, dihormati, dimuliakan, dikuduskan, ataupun disakralkan. Ka’bah, selain sebagai benda yang disakralkan juga tempat ia berada menjadi tempat yang dikuduskan sehingga umat agama lain dilarang memasukinya karena bisa mencemari kesucian tempat sakral tersebut. Padahal tempat tersebut sama seperti tempat lain dan Ka’bah pun sama seperti tumpukan batu lainnya.

Sebagai bahan perbandingan terdapat beberapa tempat di dunia ini yang sama, tetapi mengapa harus mensucikan tempat tersebut atau mengapa tempat tersebut harus suci? Setelah diuraikan secara historis, maka pendekatan teologis yang diusung Eliade pun harus digunakan. Seperti yang sudah dibahas, secara historis Ka’bah termasuk ke dalam cerita-cerita suci tiga agama besar: Yahudi, Kristen, dan Islam. Pensucian tempat ini tidak saja di Mekah, tetapi juga di Yerusalem misalnya, yang disucikan oleh bangsa Yahudi dan Kristen. Bahkan tempat penyimpanan tubuh Yesus di dalam Gereja Katolik begitu disucikan sehingga hanya orang setingkat imam saja atau lebih yang diperbolehkan memasukinya.

Allah swt memerintahkan pendirian Ka’bah tersebut kepada Ibrahim dan anaknya. Ia dibangun di atas tanah gersang yang bahkan tak pernah terpikirkan oleh masyarakat Arab sebelumnya sebagai tanah yang akan disucikan nantinya. Tetapi, pengalaman keagamaan Ibrahim dan perintah Tuhan yang membuat Ka’bah menjadi sakral dan tempatnya menjadi suci.

Maka banyak orang-orang dari masing-masing suku berdatangan ke Mekah untuk melaksanakan ibadah haji dan Ka’bah mulai disimpan seorang penjaga. Ka’bah akhirnya disucikan oleh masyarakat setempat dan disakralkan. Beberapa orang yang tak melihat kesak-ralan ini, memanfaatkannya dengan meletakkan 360 patung di dalamnya yang selanjutnya dihancurkan oleh Nabi Muhammad saw

34 Pals, op.cit., hlm. 232.

dengan tuduhan pencemaran sesuatu Yang Disucikan, Yang Disakralkan, dan sebagainya. Bahkan penggunaan kata seperti yang penulis gunakan tampak seperti mencemarkan Yang Sakral.

Selanjutnya adalah salib yang digunakan oleh Kristen, baik Kristen Katolik maupun Protestan hingga Ortodoks menggunakan simbol ini sebagai simbol yang sentral, walaupun satu ayat dalam Alkitab justru mencelanya, “Terkutuklah orang yang tergantung di tiang salib,…” (Gal).

Sebelum digunakannya salib, orang Kristen menggunakan simbol ikan sebagai simbol sucinya. Namun, beberapa tahun kemudian digantikan menjadi salib. Mengapa sesuatu yang profan berubah menjadi yang sakral dan mengapa terjadi sebaliknya? Kini, salib mendapatkan tempat yang sentral dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan tempat-tempat pelayanan, namun simbol ikan kini bahkan tak bisa dilihat sebagai simbol sakral Kristen.

Lambang salib telah digunakan dulu sebelum kedatangan Kristen. Ia digunakan oleh masyarakat Mesir sebagai sumber kehidupan dewa Matahari, dan di beberapa tempat ia merupakan simbol sesuatu yang dilekatkan kepada dewa- dewa tertentu. Dan dalam Kristen sendiri, ia dilambangkan sebagai simbol penderitaan dan penyaliban Yesus sehingga umat-Nya harus menggunakan simbol tersebut.

Salib sangat disakralkan oleh umat Kristen. Ia diletakkan di mana saja untuk mensucikan suatu tempat atau memberikan perlindungan terhadapnya. Di depan Ka’bah, seseorang mungkin akan merasakan suatu pengalaman keagamaan yang tak dirasakan oleh orang lain. Dan seseorang yang berdoa di depan salib Yesus mungkin akan mengalami pengalaman keagamaan juga seperti halnya orang Islam yang sedang berlari-lari mengelilingi Ka’bah. Pengalaman-pengalaman ini akan muncul, menurut Eliade, di tempat-tempat yang sakral tersebut dan terjadi dengan konsentrasi yang jarang.

Karena terdapat Ka’bah di Mekkah, orang-orang berlomba-lomba mengunjunginya. Dan karena salib, para tentara Kristen bersatu berperang melawan “kafir” di bawah panji-panji bergambarkan Salib.