Peranan Tiosianat dalam Dinamika Iodin dalam Tubuh Tikus Kekurangan Iodin

PERANAN TIOSIANAT DALAM DINAMIKA IODIN
DALAM TUBUH TIKUS KEKURANGAN IODIN

INTJE PICAULY

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Peranan Tiosianat dalam
Dinamika Iodin dalam Tubuh Tikus yang Kekurangan Iodin adalah karya saya
sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
disertasi ini.

Bogor, 26 Juli 2006

Intje Picauly
NIM. A561020071

ABSTRAK
INTJE PICAULY. Peranan Tiosianat Terhadap Dinamika Iodin dalam Tubuh
Tikus yang Kekurangan Iodin. Dibimbing oleh Hidayat Syarief, Rimbawan,
AR. Thaha, dan Wasmen Manalu.
Gangguan akibat kekurangan iodin (GAKI) merupakan masalah kesehatan
yang belum tertanggulangi dengan baik. Semakin tinggi tingkat kekurangan iodin
maka makin banyak komplikasi GAKI. Penelitian ini bertujuan untuk (1).
Mengetahui peranan tiosianat dalam dinamika iodin dalam tubuh tikus, (2).
Mengetahui pengaruh dosis KCN yang diberikan pada tikus terhadap kecepatan
terjadinya perubahan dinamika iodin dalam tubuh tikus , (3). Mengetahui peranan
fortifikan KIO3 dalam dinamika iodin dalam tubuh tikus , (4). Mengetahui
hubungan antara dosis KCN dalam ransum dan perubahan dinamika iodin dalam
tubuh tikus, dan (5). Mengidentifikasi dampak fisiologis kekurangan iodin akibat
peranan tiosianat (KCN) pada tubuh tikus.
Desain penelitian adalah Pure Experimental study dengan rancangan
randomized block design dan menggunakan tikus putih strain Wistar sebanyak 72
ekor dengan umur 21 hari. Penelitian dilaksanakan dalam empat (4) tahap

percobaan yaitu 1. Tahap Pra-Penelitian untuk menentukan nilai kandungan iodin
dalam urin tikus. 2. Tahap pengelompokan tikus menjadi dua (2) yaitu KI (Kurang
iodin) dan TKI (Tidak Kurang Iodin). 3. Tahap perlakuan dimana tikus dibagi
menjadi empat (4) kelompok perlakuan yaitu KI -TF (Kurang Iodin yang tidak
difortifikasi KIO3), KI-F (Kurang Iodin yang difortifikasi KIO3), TKI-TF (Tidak
Kurang Iodin yang difortifikasi KIO 3), dan TKI-F (Tidak Kurang Iodin yang
difortifikasi KIO3 ) dan 4. Tahap pembedahan, analisis hormon tiroid dan
radionuklida.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanpa pemberian tiosianat, persentase
pengambilan 131I oleh kelenjar tiroid lebih rendah pada kelompok tikus KI -TF
(1.5%) dan TKI-F (8.6%) dibanding kelompok KI-F (19.1%) dan TKI-TF
(12.8%). Pengambilan 131 I pada kelompok KI-TF dan TKI-F lebih banyak di
ginjal, jantung dan kelenjar saliva. Untuk pemberian tiosianat dosis 0.06
mgKCN, penurunan persentase pengambilan 131I oleh kelenjar tiroid terjadi pada
semua kelompok tikus perlakuan yaitu 1.2% (KI-TF), 4.0% (TKI -F), 5.1% (KI-F),
dan 8.6% (TKI-TF). Persentase pengambilan 131 I secara umum terjadi di kulit,
ginjal, hati, jantung dan kelenjar saliva. Sedangkan pemberian tiosianat dosis 0.6
mgKCN menyebabkan persentase pengambilan 131 I oleh kelenjar tiroid jauh lebih
kecil dibanding pemberian dosis 0 atau 0.06 mgKCN. Hal ini terjadi pada semua
kelompok yaitu 0.7% (KI-TF), 2.5% (TKI-F), 2.7% (KI-F), dan 2.6% (TKI-TF).

Pengambilan 131I lebih banyak di kulit, hati, ginjal, jantung, dan kelenjar saliva.
Nilai UIE, konsentrasi T3 danT4 serta persentase pengambilan 131 I oleh
kelenjar tiroid menunjukkan bahwa pemberian fortifikasi belum efektif bagi
kelompok tikus KI-F dan TKI-F. Ada hubungan (p