Penentuan Bilangan Iodin pada Cocoa Butter Substitute (CBS)

(1)

PENENTUAN BILANGAN IODIN PADA COCOA BUTTER

SUBSTITUTE (CBS)

KARYA ILMIAH

DHESY PHATIARMA SITUMORANG

112401022

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

PENENTUAN BILANGAN IODIN PADA COCOA BUTTER

SUBSTITUTE (CBS)

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh Ahli Madya

DHESY PHATIARMA SITUMORANG

112401022

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENENTUAN BILANGAN IODIN PADA

COCOA BUTTER SUBSTITUTE (CBS)

Kategori : KARYA ILMIAH

Nama : DHESY PHATIARMA SITUMORANG

Nomor Induk Mahasiswa : 112401022

Program Studi : DIPLOMA – 3 KIMIA

Departemen : KIMIA

Falkultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (MIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, Juni 2014

Diketahui/ Disetujui Oleh :

Ketua Program Studi D-3 Kimia Dosen Pembimbing

Dra.Emma Zaidar Nst, M. Si Drs. Amir Hamzah Siregar, M.Si., NIP :19551218 198701 2001 NIP :196106141991031002

Ketua Departemen Kimia FMIPA USU

DR. Rumondang Bulan, MS NIP:19540830 198503 2001


(4)

PERNYATAAN

PENENTUAN BILANGAN IODIN PADA COCOA BUTTER SUBSTITUTE (CBS)

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa Karya Ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dari ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2014

DHESY PHATIARMA SITUMORANG 112401022


(5)

PENGHARGAAN

Salam Sejahtera

Segala Puji dan Syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah mencurahkan Berkat dan Rahmat-Nya sehingga dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini.

Karya Ilmiah ini disusun untuk melengkapi persyaratan dalam mencapai gelar Ahli Madya pada Program Studi Diploma 3 Kimia Analis Depertemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul Karya Ilmiah ini adalah “PENENTUAN BILANGAN

IODIN PADA COCOA BUTTER SUBSTITUTE”

Penulis menyadari bahwa tersusunnya karya ilmiah ini tidak terlepas dari perhatian, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak baik bantuan moril , maupun materil, sehingga dengan keikhlasan dan kerendahan hati pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah mendukung.

1. TuhanYesus yang

telahmemberikanKesehatandankekuatanbaruselaludalammenyelesaiak nKaryaIlmiahini.

2. Secara khusus dan tulus dengan penuh rasa cinta penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada ayahanda R. Situmorang dan Ibunda S. Nababan yang selama ini tidak henti hentinya mendoakan penulis dan yang selalu memberikan dukungan

moril maupaun materil,

sertaperhatiankepadapenulisdalammenyelesaiakan Program Studi Diploma 3 Kimia Analis Di FMIPA USU.


(6)

4. Bapak Drs. Amir Hamzah Siregar,M.SiselakudosenpembimbingKaryaIlmiah yang telahbersediadengansabarmeluangkanwaktunyauntukmembimbingdan mengarahkanpenulissehinggapenulisdapatmenyelesaikanKaryaIlmiahi ni.

5. BapakZulAlkaf BSc. Selakukepalalaboratorium PT. PALMCOCO LABORATORIES yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan, serta memberi masukan – masukan ilmu kepada penulis sehingga penulis dapatmenyelesaikanKaryaIlmiahini.

6. Kakak-kakakPegawai PT. PALMCOCO LABORATORIES kakTaridanKakLya yang telahsabar membimbing penulis, danmemberikansemangatkepadapenulis.

7. Abang dan adek – adekku tercinta : Dhody P. Situmorang, Dicky P. Situmorang, dan Deory P. Situmorang yang selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

8. Seluruh Sahabat – sahabat di GKII yang selalu memberikan semangat dalam menyelesaikan karya ilmiah penulis ini .

9. Rekan-rekanMahasiswa Program Studi Kimia AnalisAngkatan 2013,

2012, danterkhusus 2011

FakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlamUniversitas Sumatera

Utara yang selalusaling

memberimotivasidansalingmendoakanpenulissehinggadapatmenyelesai kankaryaIlmiahini

10.Teman-teman PKL penulis( Rikadan Monica) yang senantiasamengingatkan penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

PenulismenyadaribahwaKaryaIlmiahinimasihbelumsempurnadalammateris ertapenyajiannya

.Untukitudengansegalakebesaranhatipenulismengharapkankritikdan saran yang bersifatmembangundarisegalasisi yang dapatmenjadibahanmasukanbagipenulis.


(7)

SemogaKaryaIlmiahinidapatmenjadisuatumasukandalamperkembanganduniapend idikanterutamagenerasipenerus Kimia Analis .

Medan, Juli 2014 Penulis

Dhesy Phatiarma Situmorang 112401022


(8)

ABSTRAK

Telah dilakukan Penentuan Bilangan Iodin dengan metode titrasi terhadap beberapa Cocoa Butter Substitute (CBS) di PT. Palmcoco Laboratories, Medan. Dari hasil analisa diperoleh bilangan iodin dari Cocoa Butter Substitute yang berasal dari Medan adalah 0,21 gr I2/100gr dan dari Kuala Tanjung adalah 0,29 gr I2/100gr.


(9)

DETERMINATION OF IODINE VALUE IN COCOA BUTTER

SUBSTITUTE (CBS) IN PT. PALMCOCO LABORATORIES

ABSTRACT

Determination has been made of Iodine Value with titration methods in some Cocoa Butter Substitute (CBS) in PT. Palmcoco Laboratories, Medan. Results obtained from the average level of iodine value Cocoa Butter Substitute derives from Medan is 0,21 gr I2/100gr and from Kuala Tanjung is 0,29 gr I2/100gr.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan i

Pernyataan ii

Penghargaan iii

Abstrak vi

Abstract vii

Daftar Isi viii

Daftar Tabel x

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang 1

1.2.

Permasalahan 3

1.3.

Tujuan 3

1.4.

Manfaat 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelapa Sawit 4

2.1.1. Sejarah Kelapa Sawit 5

2.1.2. Varietas dan Bagian Tanaman Kelapa Sawit 6

2.2. Minyak Kelapa Sawit 8

2.2.1. Komposisi Minyak Kelapa Sawit 8

2.2.2. Pemurnian Kelapa Sawit 9

2.2.3. Pemanfaatan Minyak Sawit 11

2.3. Cocoa Butter Substitute (CBS) 12

2.4. Bilangan Iodin 13

2.5. Titrasi Iodometri 14

2.6. Standar Mutu 15

BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat 16

3.2. Bahan 17

3.3. Prosedur

3.3.1. Penyediaan Sampel 17

3.3.2. Pembuatan Larutan Pereaksi 18 3.3.2.1. Prosedur Pembuatan Larutan Indikator 18

Amilum 1%

3.3.2.2. Prosedur pembuatan KI 10% 18 3.3.2.3. Prosedur Pembuatan Larutan 19


(11)

3.3.2.4. Prosedur Standarisasi Larutan 19 Na2S2O3 0,1N

3.4. Proses Analisa

3.4.1. Prosedur Penentuan Bilangan Iodin 20

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil 21

4.2. Perhitungan 22

4.3. Pembahasan 23

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 24

5.2. Saran 24


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dan 9 Minyak Inti Kelapa Sawit


(13)

ABSTRAK

Telah dilakukan Penentuan Bilangan Iodin dengan metode titrasi terhadap beberapa Cocoa Butter Substitute (CBS) di PT. Palmcoco Laboratories, Medan. Dari hasil analisa diperoleh bilangan iodin dari Cocoa Butter Substitute yang berasal dari Medan adalah 0,21 gr I2/100gr dan dari Kuala Tanjung adalah 0,29 gr I2/100gr.


(14)

DETERMINATION OF IODINE VALUE IN COCOA BUTTER

SUBSTITUTE (CBS) IN PT. PALMCOCO LABORATORIES

ABSTRACT

Determination has been made of Iodine Value with titration methods in some Cocoa Butter Substitute (CBS) in PT. Palmcoco Laboratories, Medan. Results obtained from the average level of iodine value Cocoa Butter Substitute derives from Medan is 0,21 gr I2/100gr and from Kuala Tanjung is 0,29 gr I2/100gr.


(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun kenyataannya mampu hadir dan berkiprah di Indonesia tumbuh dan berkembang dengan baik (perkebunannya dapat di temukan antara lain di Sumatera Utara dan D.I. Aceh) dan produk olahannya minyak sawit menjadi salah satu komoditas perkebunan yang handal. Keragaman kegunaan minyak sawit sebagai bahan baku industri pangan dan nonpangan memungkinkan prospeknya lebih cerah dibandingkan dengan kopi dan karet olahan.

Di luar benua Afrika, kelapa sawit mulai diperhitungkan sebagai tanaman komoditas (penghasil produk dagangan) sejak Revolusi Industri bergaung keras di Eropa. Saat itu, di Eropa mulai bermunculan industri atau pabrik (antara lain industri sabun dan margarin) yang membutuhkan bahan mentah/baku untuk operasionalnya. Minyak Sawit, dan minyak inti sawit yang muncul kemudian, adalah dua produk yang antara lain dibutuhkan untuk bahan mentah/baku tersebut.


(16)

Mutu minyak sawit dalam arti yang pertama, yaitu mutu minyak sawit dalam arti benar-benar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lain dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya, antara lain titik lebur, angka penyabunan dan bilangan iodin.

Bilangan iodin adalah gram iodine yang diserap oleh 100 gram minyak dan lemak. Angka iod mencerminkan ketidakjenuhan asam lemak penyusun minyak dan lemak. Asam lemak tidak jenuh mampu mengikat iod dan membentuk senyawaan yang jenuh. Banyaknya iod yang diikat menunjukkan banyaknya ikatan rangkap. I2 akan mengadisi ikatan rangkap asam lemak tidak jenuh maupun yang dalam bentuk ester. Bilangan iodin tergantung pada jumlah asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Minyak yang akan diperiksa dilarutkan dengan kloroform kemudian ditambahkan iodin berlebih. Sisa iodine yang tidak bereaksi dititrasi dengan natrium tiosulfat. Tingginya bilangan iodin merupakan salah satu penentu kualitas minyak kelapa sawit.(Ketaren.2005)

Pengolahan minyak inti kelapa sawit diperoleh beberapa turunan yaitu salah satunya adalah RBD Palm Kernel Oil. Minyak dapat dihidrogenasi dengan tujuan mengurangi ketidakjenuhan minyak tersebut yang dapat menyebabkan perubahan pada bilangan iodinnya.

Oleh karena itu penulis tertarik untuk memilih judul “PENENTUAN BILANGAN IODIN PADA COCOA BUTTER SUBSTITUTE (CBS)”.


(17)

1.2. Permasalahan

Apakah kadar bilangan iodin dalam Cocoa Butter Substitute (CBS) dari dua sumber yang berbedatelah memenuhi standar mutu.

1.3. Tujuan

1. Untuk membandingkan Bilangan Iodin dari Cocoa Butter Substitute (CBS) yang berasal dari Medan, dan Kuala Tanjung.

2. Untuk mengetahui jumlah kadar bilangan iodin dari Cocoa Butter Substitute (CBS) telah memenuhi standar mutu.

1.4. Manfaat

Dengan dilakukannya penentuan bilangan iodin dengan metode titrasi terhadap Cocoa Butter Substitute (CBS), kita dapat mengetahui tingkat kejenuhan minyak tersebut.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kelapa Sawit

Salah satu dari beberapa tanaman golongan palm yang dapat menghasilkan minyak adalah kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ). Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah beriklim tropis dengan curah hujan 2000 mm/tahun kisaran suhu 22o – 32oC. Kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ) dikenal terdiri dari empat macam tipe atau varietas, yaitu tipe Macrocarya. Dura, Tenera dan Pisifera. Masing – masing tipe dibedakan berdasarkan tebal tempurung. Warna daging buah ialah putih kuning diwaktu masih muda dan berwarna jingga setelah buah menjadi matang.(Ketaren,1986)

Pada umumnya minyak sawit mengandung lebih banyak asam-asam palmitat, oleat dan linoleat jika dibandingkan dengan minyak inti sawit. Minyak sawit merupakan gliserida yang terdiri dari berbagai asam lemak, sehingga titik lebur dari gliserida tersebut tergantung pada kejenuhan asam lemaknya. Semakin jenuh asam lemaknya semakin tinggi titik lebur dari minyak tersebut. Komponen penyusun minyak sawit terdiri trigliserida dan


(19)

non trigliserida. Asam-asam lemak penyusun trigliserida terdiri dari asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. (Tambun,2006)

2.1.1. Sejarah Kelapa Sawit

Awal mulanya, di Indonesia, kelapa sawit sekadar berperan sebagai tanaman hias langkah di Kebun Raya Bogor, dan sebagai tanaman penghias jalanan atau pekarangan. Itu terjadi mulai tahun 1848 hingga beberapa puluh tahun sesudahnya.

Ketika itu, tahun 1848, Pemerintah Kolonia Belanda mendatangkan empat batang bibit kelapa sawit dari Mauritius dan Amsterdam (masing – masing mengirimkan dua batang) yang kemudian ditanam di Kebun Raya Bogor. Selanjutnya hasil anaknya dipindahkan ke Deli, Sumatera Utara. Di tempat ini, selama beberapa puluh tahun, kelapa sawit yang telah berkembangbiak hanya berperan sebagai tanaman hias.

Pada masa ini, perkebunan kelapa sawit di Indonesia, yang lokasinya baru ada di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh ini, berkembang dengan pesat. Menurut FC. Van Heurn di dalam CJJ. Van Hall dan C. Van Koppel sebagaimana dikutip oleh Soetrisno dan Retno Winahyu (1991), ekspor minyak dan inti sawit mereka dimulai pada tahun 1919 dan 1923, masing- masing sebesar 576 ton dan 850 ton. Pada masa ini, permintaan minyak sawit dipasaran dunia memang lagi


(20)

mulanya perkebunan- perkebunan tersebut dimiliki oleh perorangan. Dalam perkembangannya, usaha perkebunan perorangan ini tergeser dan akhirnya tergantikan oleh perusahaan perkebunan.(Tim penulis PS, 1997)

2.1.2. Varietas dan Bagian Tanaman Kelapa Sawit

2.1.2.1. Pembagian varietas berdasarkan ketebalan tempurung

1. Dura

Tempurung cukup tebal antara 2 – 8 mm dan tidak terdapat lingkaran sabut pada bagian luar tempurung. Daging buah relatif tipis dengan persentase daging buah terhadap buah. Kernel (daging buah) biasanya besar dengan kandungan minyak yang rendah.

2. Pisifera

Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada, tetapi daging buahnya tebal. Persentase daging buah terhadap buah cukup tinggi, sedangkan daging biji sangat tipis. Jenis Pisifera tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis yang lain.


(21)

3. Tenera

Ketebalan berkisar antara 0,5 – 4 mm, dan terdapat lingkaran serabut di sekelilingnya. Persentase daging buah terhadap buah tinggi, antara 60 – 96%. Tandan buah yang dihasilkan oleh Tenera, dengan ukuran lebih kecil.

4. Macro carya

Tempurung sangat tebal, sekitar 5 mm, sedang daging buahnya tipis sekali.

5. Diwikka – wakka

Jenis ini memiliki ciri khas dimana adanya dua lapisan daging buah.

2.1.2.2. Pembagian varietas berdasarkan warna kulit buah

1. Nigrescens

Buah berwarna ungu sampai hitam pada waktu muda dan berubah menjadi jingga kehitam – hitaman waktu masak.


(22)

2. Virescens

Pada waktu muda buahnya berwarna hijau dan ketika masak warna buah berubah menjadi jingga kemerahan.

3. Albescens

Pada waktu muda buah berwarn keputih – putihan, sedangkan setelah masak menjadi kekuning – kuningan.(Tim Penulis PS, 1997)

2.2. Minyak Kelapa Sawit

Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamakan minyak inti kelapa sawit (palm kernel oil) dan sebagai hasil samping ialah bungkil inti kelapa sawit (pellet, pellet ini biasanya digunakan sebagai makanan ternak). Di Indonesia pabrik yang menghasilkan minyak inti kelapa sawit dan bungkil inti kelapa sawit adalah pabrik. Ekstraksi minyak kelapa sawit di Belawan – Deli.

2.2.1. Komposisi Minyak Kelapa Sawit

Kelapa sawit mengandung kurang kebih 80% dan 20% buah yang dilapisi kulit yang tipis; kadar minyak dalam prikarp sekitar 34-40%. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap. Kandungan


(23)

karotene dapat mencapai 1000 ppm atau lebih, tetapi dalam banyak dari jenis tenera kurang lebih 500 – 700 ppm.

Tabel 2.1. Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dan minyak inti kelapa sawit.

Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit (persen)

Minyak Inti Sawit (persen)

Asam kaprilat - 3 – 4

Asam kaproat - 3 – 7

Asam laurat - 46 – 52

Asam miristat 1,1 – 2,5 14 – 17 Asam palmitat 40 – 46 6,5 – 9 Asam stearat 3,6 – 4,7 1 – 2,5 Asam oleat 39 – 45 13 – 19 Asam linoleat 7 – 11 0,5 – 2 Sumber: Ketaren 1986

2.2.2. Pemurnian Minyak Sawit

Tujuan utama dari proses pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah dalam industri.


(24)

Pada umumnya minyak untuk tujuan bahan pangan dimurnikan melalui tahap proses sebagai berikut :

1. Netralisasi

Netralisasi ialah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (soap stock).

2. Pemucatan (Bleaching)

Pemucatan ialah suatu tahap proses pemurnian untuk menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Pemucatan ini dilakukan dengan mencampur minyak dengan sejumlah kecil adsorben, seperti tanah serap (fuller earth), lempung aktif (activated clay) dan arang aktif atau dapat juga menggunakan bahan kimia.

Keuntungan penggunaan bahan kimia sebagai bahan pemucat adalah karena hilangnya sebagian minyak dapat dihindarkan dan zat warna diubah menjadi zat tidak berwarna yang tetap tinggal dalam minyak. Kerugiannya ialah karena kemungkinan terjadi reaksi antara bahan kimia dan trigliserida sehingga menurunkan flavor minyak.


(25)

3. Deodorisasi

Deodorisasi adalah suatu tahap proses pemurnian minyak yang bertujuan untuk menghilangkan bau dan rasa (flavor) yang tidak enak dalam minyak. Prinsip proses deodorisasi yaitu penyulingan minyak dengan uap panas dalam tekanan atmosfer atau keadaan vakum. Proses deodorisasi perlu dilakukan terhadap minyak yang digunakan untuk bahan pangan. Beberapa jenis minyak yang baru diekstrak mengandung flavor yang baik untuk tujuan bahan pangan, sehingga tidak memerlukan proses deodorisasi; misalnya lemak susu, lemak cokelat dan minyak jagung.

4. Hidrogenasi

Hidrogenasi adalah proses pengolahan minyak atau lemak dengan jalan menambahkan hydrogen pada ikatan rangkap dari asam lemak, sehingga akan mengurangi tingkat ketidakjenuhan minyak atau lemak. Proses hidrogenasi, terutama bertujuan untuk membuat minyak atau lemak bersifat plastis.(Ketaren,2005)

2.2.3. Pemanfaatan Minyak Sawit

Menurut perkiraan kurang lebih 90% dari produksi minyak sawit dunia dipergunakan sebagai bahan pangan. Sebagai bahan baku untuk minyak makan,


(26)

minyak sawit antara lain digunakan dalam bentuk miyak goreng, margarin, butter,vanaspati, shortening untuk pembuatan kue – kue.(Tim Penulis PS,1997)

2.3. Cocoa Butter Substitute (CBS)

Teknologi pembuatan Cocoa Butter Substitute (CBS) dari minyak inti sawit banyak dilakukan menggunakan bahan yang terafinasi. Pembuatan CBS dari minyak inti sawit terafinasi memerlukan bantuan katalis nikel 0,1%.

Produk CBS hasil hidrogenasi minyak inti sawit kasar mengandung bau, warna, asam lemak bebas air sehingga perlu dilakukan proses refinasi. Prosesnya diawali dengan pemucatan dengan penambahan bleaching earth 1% suhu 90-105oC selama 45 menit. Setelah itu, proses deodorisasi dilakukan pada suhu 220 o

C selama 3 jam dengan tujuan menghasilkan CBS yang tidak berbau, padatan putih, dan kadar air 0,02%. CBS yang sudah diafinasi dapat digunakan pada pembuatan coklat dengan penambahan gula, bubuk coklat, dan lesitin. Namun, coklat yang dihasilkan masih kasar dan ini biasanya digunakan pada meses. (http://iopri.org/paham1) .


(27)

Tabel.2.2. Spesifikasi Cocoa Butter Substitute (CBS)

(Standar Internasional ISIRI (IRAN) 10273)

2.4. Bilangan Iodin

Bilangan iodin berbanding langsung dengan derajat ketidakjenuhan. Bilangan iodin yang tinggi diindikasikan ketidakjenuhan yang tinggi pula. Ini juga berguna sebagai indikator dari bentuk lemak, bilangan iodin lemak yang tinggi biasanya berupa cairan, sedangkan bilangan iodin yang rendah biasanya berupa padatan. Selama pemrosesan minyak dan lemak, sebagai derajat dari pertambahan hidrogenasi, bilangan iodin berkurang. (Lawson, H. W.,1985)

Bilangan iod dapat menyatakan derajat ketidakjenuhan dari minyak atau lemak dan dapat juga dipergunakan untuk menggolongkan jenis minyak “pengering” dan minyak “bukan pengering”. Minyak “pengering” mempunyai bilangan iod yang lebih dari 130. Minyak yang mempunyai

1 Iodine value (wijs) 0-5

2 Saponification value (mg KOH/ 1gr Oil) 220-225

3 Slip melting point 33-35

4 Unsaponification matter % max o,6

5 Colour (5 ¼ inch lovibond cell 10 Y/ 1 R

6 Free fatty acids (FFA %) As. Lauric 0,1 max

7 Peroxide value( milliequivalent per kg oil ) Max 1 8 Moisture and volatile matters (weight %) in 103 ± 1 ˚ C Max 0,1 9 Insoluble impurities (weight %) Max 0,05


(28)

lemak yang tidak jenuh dalam minyak dan lemak mampu menyerap sejumlah iod dan membentuk senyawa yang jenuh. (Ketaren,1986)

Asam lemak tidak jenuh mampu mengikat iodium dan membentuk persenyawaan yang jenuh. Banyak iodium yang diikat menunjukkan banyaknya ikatan rangkap dimana ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh akan memudahkan terjadinya oksidasi di udara maupun air. (Shahidi,F. 2005)

2.5. Titrasi Iodometri

Titrasi iodometri dapat dilakukan tanpa indicator dari luar karena warna I2 yang dititrasi itu akan lenyap bila titik akhir tercapai, warna itu mula-mula cokelat agak tua , menjadi lebih muda, lalu kuning, kuning-muda, dan seterusnya, sampai akhirnya lenyap. Namun lebih mudah dan lebih tegas bila ditambahkan amilum ke dalam larutan sebagai indicator. Amilum dengan I2 membentuk suatu kompleks berwarna biru tua yang masih sangat jelas sekalipun I2 sedikit sekali.

Pada titik akhir, yod yang terikat itupun hilang bereaksi dengan titran sehingga warna biru lenyap mendadak dan perubahan warnanya tampak sangat jelas. Penambahan amilum ini harus menunggu sampai mendekati titik akhir titrasi (bila yod sudah tinggal sedikit yang tampak dari warnanya yang kuning-muda). Maksudnya ialah agar amilum tidak membungkus yod dan menyebabkannya sukar lepas kembali. Hal itu akan berakibat warna biru


(29)

sulit sekali lenyap sehingga titik akhir tidak kelihatan tajam lagi. Bila yod masih banyak sekali bahkan dapat menguraikan amilun dan hasil penguraian ini mengganggu perubahan warna pada titik akhir. (Harjadi,1993)

2.6. Standar Mutu

Akhir – akhir ini minyak kelapa sawit berperan cukup penting dalam perdagangan dunia. Berbagai industri, baik pangan maupun nonpangan, banyak yang menggunakannya sebagai bahan baku. Berdasarkan peranan dan kegunaan minyak sawit itu, maka mutu dan kualitasnya harus diperhatikan sebab sangat menentukan harga dan nilai komoditas ini.

Di dalam perdagangan kelapa sawit, istilah mutu sebenarnya dapat dibedakan menjadi dua arti. Yang pertama adalah mutu minyak sawit dalam arti benar – benar murni dan tidak tercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak sawit dalam arti pertama dapat ditentukan dengan menilai sifat – sifat fisiknya, antara lain titik lebur angka penyabunan, dan bilangan yodium. Sedangkan, yang kedua berdasarkan pengukuran.

Industri pangan maupun nonpangan selalu menghendaki minyak sawit dalam mutu terbaik, yaitu minyak sawit dalam keadaan segar, asli, murni dan tidak tercampur bahan tambahan lain seperti kotoran, air, logam – logam (dari alat selama pemrosesan), dan lain – lain . Adanya bahan – bahan yang tidak


(30)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Alat

a. Neraca Analitik

b. Gelas beaker 100 ml pyrex

c. Gelas beaker 50 ml pyrex

d. Oven Sartorius

e. Spatula

f. Labu ukur 50 ml pyrex

g. Labu ukur 250ml pyrex

h. Botol aquades

i. Hot plate stirrer HJ-3

j. Magnetic strirrer spinbarr

k. Botol gelap penutup

l. Gelas erlenmeyer 250 ml pyrex

m. Pipet volume 20 ml pyrex

n. Pipet volume 10 ml pyrex


(31)

p. Buret 50ml duran q. Statif dan klem

r. Karet penghisap

3.2.Bahan

a. Sampel CBS PT. Pamin Medan

b. Sampel CBS PT. MNA, Kuala Tanjung c. Aquadest

d. Tiosulfat (Na2S2O3) e. HCl (p)

f. Kalium Iodida (KI) g. Indikator Amilum

h. Kristal Kalium dikromat (K2Cr2O7) i. Larutan Wijs

j. Larutan sikloheksana

k. Larutan Asam Asetat Glasial

3.3. Prosedur

3.3.1. Penyediaan Sampel


(32)

Substitute dipersiapkan terlebih dahulu dengan cara memanaskan sampel didalam oven pada suhu 800C selama 15 menit agar sampel homogen dan mudah dalam melakukan penimbangan.

3.3.2. Pembuatan Larutan Pereaksi

3.3.2.1. Prosedur Pembuatan Larutan Indikator Amilum 1%

a) Ditimbang sebanyak 0,5 gr serbuk amilum kedalam beaker glass 100 ml. b) Dilarutkan dengan aquadest hingga 50 ml.

c) Dipanaskan dengan menggunakan hotplate sambil diaduk dengan magnetic stirrer hingga menjadi 50 ml.

3.3.2.2. Prosedur Pembuatan Larutan KI 15%

a) Ditimbang sebanyak 7,5 gr serbuk KI dalam beaker glass 50 ml. b) Dilarutkan dengan aquadest dan diaduk hingga larut sempurna. c) Dimasukkan kedalam labu ukur 50 ml kemudian diencerkan dengan

aquadestsampai garis tanda. d) Dihomogenkan.


(33)

3.3.2.3. Prosedur Pembuatan Larutan Na2S2O3 0,1 N

a) Ditimbang sebanyak 12,41 gr kristal Na2S2O3 kedalam beaker glass b) Dilarutkan dengan aquades.

c) Dimasukkan kedalam labu ukur 500 ml.

d) Diencerkan dengan aquadest sampai garis batas. e) Dihomogenkan.

3.3.2.4. Prosedur Standarisasi Larutan Na2S2O3 0,1 N

a) Ditimbang sebanyak 1,5 gr K2Cr2O7 dalam beaker glass. b) Dilarutkan dengan aquadest lalu dihomogenkan.

c) Dimasukkan kedalam labu ukur 250 ml.

d) Ditambahkan dengan aquadest sampai garis tanda. e) Dihomogenkan dengan magnetic stirrer.

f) Ditambahkan 25 ml K2Cr2O7.

g) Dimasukkan kedalam Erlenmeyer 250 ml.

h) Ditambahkan 20 ml KI 15% dengan menggunakan pipet volume. i) Ditambahkan 10 ml HCl (p) dengan menggunakan pipet volume. j) Dihomogenkan.

k) Didiamkan selama 5 menit dalam ruang gelap.

l) Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 hingga menjadi warna hijau tua. m) Ditambahkan 1 ml amilum 1%.


(34)

n) Dilanjutkan titrasi dengan Na2S2O3 hingga terjadi perubahan menjadi hijau muda.

o) Dicatat volume titik akhir titrasi

3.4. Proses Analisa

3.4.1. Prosedur Penentuan Bilangan Iodin

a) Ditimbang sampel dalam Erlenmeyer ± 0,5 gr.

b) Ditambahkan 20 ml sikloheksana dan 25 ml larutan wijs (dengan pipet volume).

c) Ditutup Erlenmeyer. d) Diaduk.

e) Disimpan dalam ruang gelap selama 30 menit.

f) Ditambahkan 20 ml larutan KI 15% (dengan pipet volume). g) Ditambahkan 40 ml aquadest (dengan gelas ukur).

h) Diaduk .

i) Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N hingga terjadi perubahan warna menjadi kuning.

j) Ditambahkan ± 2 ml amilum 1%.

k) Dilanjutkan titrasi dengan Na2S2O3 0,1 N hingga bening. l) Dicatat volume titik akhir titrasi


(35)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

A. Cocoa Butter Substitute

(CBS)

Nama Brt

Sampel Vol. Titrasi Vol.

Titrasi Normalitas IV Rata-rata Sampel (gr) Blanko Sampel Na2S2O3 (gr

I2/100gr) IV

(ml) (ml) (N)

0,5218 41,60 41,55 0,0999 0,12

0,21

CBS 0,5104 41,60 41,50 0,0999 0,25

0,5088 41,60 41,50 0,0999 0,25

0,5121 41,60 41,50 0,0999 0,25

0,25

CBS 0,5020 41,60 41,50 0,0999 0,25

0,5323 41,60 41,50 0,0999 0,24

0,5322 41,60 41,45 0,0999 0,36

0,28

CBS 0,5365 41,60 41,50 0,0999 0,24


(36)

B. Cocoa Butter Substitute

(CBS)

Nama Brt

Sampel Vol. Titrasi Vol.

Titrasi Normalitas IV Rata-rata Sampel (gr) Blanko Sampel Na2S2O3 (gr

I2/100gr) IV

(ml) (ml) (N)

0,5014 41,60 41,45 0,0999 0,38

0,29

CBS 0,5216 41,60 41,50 0,0999 0,24

0,5323 41,60 41,50 0,0999 0,24

0,5092 41,60 41,00 0,0999 1,49

1,46

CBS 0,5347 41,60 41,00 0,0999 1,42

0,5606 41,60 40,95 0,0999 1,47

0,5333 41,60 41,25 0,0999 0,83

0,80

CBS 0,5902 41,60 41,25 0,0999 0,75

0,5509 41,60 41,25 0,0999 0,81

Keterangan :

A : Sampel CBS dari PT. PAMIN, Medan

B : Sampel CBS dari PT. MNA, Kuala Tanjung

4.2. Perhitungan

Untuk menentukan Bilangan Iodin pada Cocoa Butter Substitute (CBS) dapat ditentukan dengan menggunakan rumus ini.

V Titrasi Blanko (ml) - V Titrasi Sampel (ml) X N Na2S2O3 X 12,692 Bilangan Iodin =


(37)

Untuk sampel Cocoa Butter Substitute (CBS) yang berasal dari PT. Pamin Medan

V Titrasi Blanko (ml) - V Titrasi Sampel (ml) X N Na2S2O3 X 12,692 Bilangan Iodin =

Berat Sampel (gr)

41,60 - 41,55 x 0,0999 x 12,692 =

0,5218

= 0,12 gr I2/100 gr

4.3. Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh Bilangan Iodin pada Cocoa Butter Substitute (CBS) yang diteliti, masih memenuhi standar mutu Cocoa Butter Substitute (CBS) yaitu masih dibawah 2 gr I2/100 gr. Faktor – faktor yang menyebabkan perbedaan bilangan iodin ini adalah bahan dasar pembuatan CBS itu sendiri dan waktu pengambilan sampel tersebut.


(38)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian diperoleh bilangan iodin pada Cocoa Butter Substitute (CBS) pada PT. Pamin Medan (0,21; 0,25; 0,28) lebih kecil daripada bilangan iodin pada Cocoa Butter Substitute (CBS) PT. MNA Kuala Tanjung (0,29; 1,46; 0,80).

5.2. Saran

a. Diharapkan kepada penelitian selanjutnya untuk meneliti Cocoa Butter Substitute (CBS) dengan parameter yang berbeda seperti bilangan penyabunan, bilangan peroksida, ataupun asam lemak bebas.

b. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya meneliti bilangan iodin sampel Cocoa Butter Substitute (CBS) yang berasal dari Jakarta, Surabaya, dan Bengkulu.

c. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk meneliti Cocoa Butter Eqivalent (CBE), Cocoa Butter Improver (CBI), dan Cocoa Butter Replacer (CBR).


(39)

DAFTAR PUSTAKA

Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

http://iopri.org/paham1. Diakses Tanggal 31 Mei 2014

Ketaren, S. 1986. Minyak Dan Lemak Pangan. Jakarta: UI – Press

Ketaren, S. 2005. Minyak Dan Lemak Pangan. Jakarta: UI – Press

Lawson, H. W. 1985. Standards For Fats & Oils. Amerika: United Stated

Shahidi, F. 2005. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. Sixth Edition. New York: John Wiley & Sons.

Tambun, R. 2006. Buku Ajar Teknologi Oleokimia. Medan: USU


(40)

DAFTAR PUSTAKA

Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

http://iopri.org/paham1. Diakses Tanggal 31 Mei 2014

Ketaren, S. 1986. Minyak Dan Lemak Pangan. Jakarta: UI – Press

Ketaren, S. 2005. Minyak Dan Lemak Pangan. Jakarta: UI – Press

Lawson, H. W. 1985. Standards For Fats & Oils. Amerika: United Stated

Shahidi, F. 2005. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. Sixth Edition. New York: John Wiley & Sons.

Tambun, R. 2006. Buku Ajar Teknologi Oleokimia. Medan: USU


(1)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

A. Cocoa Butter Substitute

(CBS)

Nama Brt

Sampel Vol. Titrasi Vol.

Titrasi Normalitas IV Rata-rata Sampel (gr) Blanko Sampel Na2S2O3 (gr

I2/100gr) IV

(ml) (ml) (N)

0,5218 41,60 41,55 0,0999 0,12

0,21

CBS 0,5104 41,60 41,50 0,0999 0,25

0,5088 41,60 41,50 0,0999 0,25

0,5121 41,60 41,50 0,0999 0,25

0,25

CBS 0,5020 41,60 41,50 0,0999 0,25

0,5323 41,60 41,50 0,0999 0,24

0,5322 41,60 41,45 0,0999 0,36

0,28

CBS 0,5365 41,60 41,50 0,0999 0,24


(2)

B. Cocoa Butter Substitute

(CBS)

Nama Brt

Sampel Vol. Titrasi Vol.

Titrasi Normalitas IV Rata-rata Sampel (gr) Blanko Sampel Na2S2O3 (gr

I2/100gr) IV

(ml) (ml) (N)

0,5014 41,60 41,45 0,0999 0,38

0,29

CBS 0,5216 41,60 41,50 0,0999 0,24

0,5323 41,60 41,50 0,0999 0,24

0,5092 41,60 41,00 0,0999 1,49

1,46

CBS 0,5347 41,60 41,00 0,0999 1,42

0,5606 41,60 40,95 0,0999 1,47

0,5333 41,60 41,25 0,0999 0,83

0,80

CBS 0,5902 41,60 41,25 0,0999 0,75

0,5509 41,60 41,25 0,0999 0,81

Keterangan :

A : Sampel CBS dari PT. PAMIN, Medan

B : Sampel CBS dari PT. MNA, Kuala Tanjung

4.2. Perhitungan

Untuk menentukan Bilangan Iodin pada Cocoa Butter Substitute (CBS) dapat ditentukan dengan menggunakan rumus ini.


(3)

Untuk sampel Cocoa Butter Substitute (CBS) yang berasal dari PT. Pamin Medan

V Titrasi Blanko (ml) - V Titrasi Sampel (ml) X N Na2S2O3 X 12,692 Bilangan Iodin =

Berat Sampel (gr)

41,60 - 41,55 x 0,0999 x 12,692 =

0,5218

= 0,12 gr I2/100 gr

4.3. Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh Bilangan Iodin pada Cocoa Butter Substitute (CBS) yang diteliti, masih memenuhi standar mutu Cocoa Butter Substitute (CBS) yaitu masih dibawah 2 gr I2/100 gr. Faktor – faktor yang menyebabkan perbedaan bilangan iodin ini adalah bahan dasar pembuatan CBS itu sendiri dan waktu pengambilan sampel tersebut.


(4)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian diperoleh bilangan iodin pada Cocoa Butter Substitute (CBS) pada PT. Pamin Medan (0,21; 0,25; 0,28) lebih kecil daripada bilangan iodin pada Cocoa Butter Substitute (CBS) PT. MNA Kuala Tanjung (0,29; 1,46; 0,80).

5.2. Saran

a. Diharapkan kepada penelitian selanjutnya untuk meneliti Cocoa Butter Substitute (CBS) dengan parameter yang berbeda seperti bilangan penyabunan, bilangan peroksida, ataupun asam lemak bebas.

b. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya meneliti bilangan iodin sampel Cocoa Butter Substitute (CBS) yang berasal dari Jakarta, Surabaya, dan


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. http://iopri.org/paham1. Diakses Tanggal 31 Mei 2014

Ketaren, S. 1986. Minyak Dan Lemak Pangan. Jakarta: UI – Press Ketaren, S. 2005. Minyak Dan Lemak Pangan. Jakarta: UI – Press Lawson, H. W. 1985. Standards For Fats & Oils. Amerika: United Stated

Shahidi, F. 2005. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. Sixth Edition. New York: John Wiley & Sons.

Tambun, R. 2006. Buku Ajar Teknologi Oleokimia. Medan: USU


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Harjadi, W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. http://iopri.org/paham1. Diakses Tanggal 31 Mei 2014

Ketaren, S. 1986. Minyak Dan Lemak Pangan. Jakarta: UI – Press Ketaren, S. 2005. Minyak Dan Lemak Pangan. Jakarta: UI – Press Lawson, H. W. 1985. Standards For Fats & Oils. Amerika: United Stated

Shahidi, F. 2005. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. Sixth Edition. New York: John Wiley & Sons.

Tambun, R. 2006. Buku Ajar Teknologi Oleokimia. Medan: USU