Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI Jakarta
41
Ketidaktaatan minum obat umumnya terjadi pada keadaan berikut: – Jenis danatau jumlah obat yang diberikan terlalu banyak.
– Frekuensi pemberian obat per hari terlalu sering. – Jenis sediaan obat terlalu beragam misal pada saat yang bersamaan
pasien mendapat sirup, tablet, tablet hisap, dan obat inhalasi. – Pemberian obat dalam jangka panjang misalnya pada penderita DM,
hipertensi, dan artritis. – Pasien tidak mendapatkan penjelasan yang cukup mengenai cara
minummenggunakan obat. – Timbul efek samping misal ruam kulit dan nyeri lambung, atau efek
ikutan urin menjadi merah karena minum rifampisin. Pemberian obat dalam jangka lama tanpa supervisi tentu saja akan
menurunkan ketaatan penderita. Kegagalan pengobatan tuberkulosis secara nasional menjadi salah satu bukti bahwa terapi jangka panjang tanpa disertai
supervisi yang memadai tidak akan pernah memberikan hasil seperti yang diharapkan.
5. Tepat Penilaian Terhadap Kondisi Pasien
Respons individu terhadap efek obat sangat beragam. Hal ini lebih jelas terlihat pada beberapa jenis obat seperti, teofilin, dan aminoglikosida. Pada penderita
dengan kelainan ginjal, pemberian aminoglikosida sebaiknya dihindarkan oleh karena risiko terjadinya nefrotoksik pada kelompok ini meningkat secara
bermakna.
Kondisi-kondisi berikut harus dipertimbangkan dalam memutuskan pemberian obat
– β-blocker misalnya propranolol hendaknya tidak diberikan pada
penderita hipertensi yang memiliki riwayat asma karena obat ini memberi efek bronkho-spasmus
– Antiinflamasi non steroid sebaiknya juga dihindari pada penderita asma, karena obat golongan ini ter-bukti dapat mencetuskan serangan asma.
– Peresepan beberapa jenis obat seperti simetidin, klorpropamid, aminoglikosida dan alopurinol pada usia lanjut hendaknya ekstra hati-
hati oleh karena waktu paruh obat-obat tersebut memanjang secara bermakna sehingga risiko efek toksiknya juga meningkat pada pemberian
secara berulang.
– Peresepan kuinolon misalnya siprofloksasin ofloksasin, tetrasiklin, doksisiklin, dan metronidazol pada anak dan ibu hamil harus dihindari
oleh karena memberi efek buruk pada anak dan janin.
6. Tepat Pemberian Informasi
Informasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat penting dalam menunjang keberhasilan terapi. Sebagai contoh peresepan rifampisin
akan mengakibatkan urin penderita berwarna merah. Jika hal ini tidak
42
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan X
diinformasikan, penderita kemungkinan besar akan menghentikan minum obat karena menduga obat tersebut menyebabkan kencing disertai darah.
Padahal untuk penderita tuberkulosis terapi dengan rifampisin harus diberikan dalam jangka panjang.
Peresepan antibiotika harus disertai informasi bahwa obat tersebut harus diminum sampai habis selama satu kurun waktu pengobatan onecourse of
treatment , meskipun gejala-gejala klinik sudah mereda atau hilang sama
sekali
7. Tepat Dalam Melakukan Tindak Lanjut
Pada saat memutuskan memberikan terapi harus sudah dipertimbangkan upaya tindak lanjut yang diperlukan, misalnya jika pasien tidak sembuh
atau mengalami efek samping. Sebagai contoh, terapi dengan teofilin sering memberikan gejala takikardi bagi pasien. Jika hal ini terjadi maka dosis obat
perlu ditinjau ulang atau bisa saja obatnya diganti. Demikian pula dalam penatalaksanaan syok anafilaksis, pemberian injeksi adrenalin yang kedua
perlu segera dilakukan, jika pada pemberian pertama respons sirkulasi belum seperti yang diharapkan.
Bagaimana mencegah medication error?
Berbagai penelitian mengenai medication error telah banyak dilakukan, tidak hanya dalam hal identifikasi dan analisisnya tetapi juga rekomendasi untuk
mencegah terjadinya medication error.Namun demikian tidak banyak yang mengulasnya secara komprehensif dan sistematis. Pencegahan terjadinya
medication error
dapat dilakukan dengan konsep-konsep human error sebagaimana ditulis oleh Belay
18
1. Error awareness. Dalam konteks ini maka setiap individu yang terlibat harus
menyadari bahwa medication error dapat terjadi kapan saja, di mana saja, dan menimpa siapa saja. Bahwa jika terjadi medication error maka konsekuensi
yang dapat timbul akan sangat beragam mulai dari yang ringantanpa gejala hingga menyebabkan kematian. Pemahaman yang baik mengenai medication
error
ini perlu diterapkan di unit-unit pelayanan yang langsung berkaitan dengan obat dan pengobatan, mulai dari dokter, perawat, apoteker, asisten
apoteker dan petugas administrasi obat.
2. Lakukan pengamatan sistematik. Awal dari terjadinya medication error