Induksi Embrio Somatik Melon (Cucumis melo L.) pada berbagai Media dan Zat Pengatur Tumbuh.

INDUKSI EMBRIO SOMATIK MELON (Cucumis melo L.)
PADA BERBAGAI MEDIA DAN ZAT PENGATUR TUMBUH

OLEH
FENI SUKMAWATI
A24052279

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010

INDUKSI EMBRIO SOMATIK MELON (Cucumis melo L.)
PADA BERBAGAI MEDIA DAN ZAT PENGATUR TUMBUH

Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh
Feni Sukmawati

A24052279

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010

 
 

RINGKASAN

Feni Sukmawati. Induksi Embrio Somatik Melon (Cucumis melo L.) pada
berbagai Media dan Zat Pengatur Tumbuh. (Dibimbing oleh DARDA
EFENDI).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh media kultur dan
jenis Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) yang tepat untuk pembentukan embrio somatik
melon dalam kultur in vitro yang dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.

Penelitian ini terdiri dari 2 percobaan. Pada percobaan 1 eksplan yang
digunakan adalah biji melon muda yang berasal dari buah melon hibrida (H-7)
yang berumur 15 hari setelah penyerbukan. Biji melon muda ditanam pada 3 jenis
media kultur yaitu: MS, B5, dan WPM yang ditambahkan auksin 2,4Dichloropenoxyacetic acid. Percobaan 1 bertujuan untuk mengetahui jenis media
kultur dan konsentrasi 2,4-D yang tepat untuk menginduksi embrio somatik
melon. Pada percobaan 2 eksplan yang digunakan adalah kotiledon yang berasal
dari biji melon tua H-7. Kotiledon ditanam pada media MS dan diberikan
perlakuan kombinasi auksin (2,4-D, picloram, dan NAA) dengan BAP. Tujuan
dari percobaan 2 yaitu untuk mengetahui jenis serta konsentrasi auksin dan
sitokinin yang tepat untuk menginduksi embrio somatik melon.
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan acak kelompok 2 faktor. Pada percobaan 1 faktor pertama adalah jenis
media kultur yang terdiri dari 3 jenis yaitu: media MS, B5, WPM, dan faktor
kedua adalah konsentrasi 2,4-D yang terdiri dari 4 taraf yaitu: 0 mg/l, 0.5 mg/l, 1.0
mg/l, serta 1.5 mg/l. Terdapat 12 kombinasi perlakuan dan setiap perlakuan
diulang 3 kali berdasarkan hari penanaman sehingga diperoleh 36 satuan
percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 5 botol dan 1 botol terdiri dari 4
eksplan.
Pada percobaan 2 faktor pertama adalah jenis dan konsentrasi auksin yang
terdiri dari 7 taraf yaitu: tanpa auksin, 1.0 mg/l 2,4-D, 2.0 mg/l 2,4-D, 1.0 mg/l

picloram, 2.0 mg/l picloram, 1.0 mg/l NAA, dan 2.0 mg/l NAA. Faktor kedua

 
 

adalah konsentrasi BAP yang terdiri dari 2 taraf yaitu: 0 dan 0.1 mg/l. Terdapat 14
kombinasi perlakuan dan setiap perlakuan diulang 3 kali berdasarkan hari
penanaman sehingga diperoleh 42 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan
terdiri dari 5 botol dan 1 botol terdiri dari 4 eksplan.
Data pengamatan dianalisis dengan menggunakan uji F, jika terdapat
pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjut DMRT (Duncan
Multiple Range Test) pada taraf 5%. Pengolahan data dilakukan dengan perangkat
lunak Statistical Analysis System (SAS).
Pada percobaan 1 kombinasi perlakuan jenis media MS, B5, dan WPM
dengan taraf konsentrasi 2,4-D: 0, 0.5, 1.0, dan 1.5 mg/l belum mampu untuk
menginduksi embrio somatik. Pertumbuhan eksplan yang terjadi yaitu biji
berkecambah dan berkalus. Pada percobaan 2 terdapat interaksi antara jenis dan
konsentrasi auksin (2,4-D, picloram, dan NAA) dengan BAP pada peubah kalus
embriogenik yang mulai terjadi pada 18 HST. Media kultur yang tidak
ditambahkan auksin tidak mampu untuk menginduksi kalus embriogenik. Kalus

embriogenik yang terbentuk mampu menghasilkan embrio somatik pada 42 HST.
Jenis auksin NAA dengan konsentrasi 2.0 mg/l secara tunggal maupun
dikombinasikan

dengan

BAP,

menginduksi

eksplan

membentuk

kalus

embriogenik tertinggi dengan rata-rata persentase kalus embriogenik masingmasing sebesar 66.6 dan 73.3%. Perlakuan jenis auksin NAA dengan konsentrasi
1.0 dan 2.0 mg/l baik secara tunggal maupun dikombinasikan dengan 0.1 mg/l
BAP, mampu menginduksi embrio somatik dan memberikan hasil yang tidak
berbeda nyata. Jumlah eksplan yang menghasilkan embrio somatik tertinggi yaitu

pada perlakuan 1.0 dan 2.0 mg/l NAA tanpa dikombinasikan dengan BAP
masing-masing sebesar 6 eksplan. Jumlah embrio per eksplan tertinggi terbentuk
pada perlakuan 2.0 mg/l NAA yaitu sebesar 1.35 embrio.

 
 

LEMBAR PENGESAHAN
Judul : INDUKSI EMBRIO SOMATIK MELON (Cucumis melo L.) PADA
BERBAGAI MEDIA DAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Nama : Feni Sukmawati
NRP

: A24052279

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Dr Ir Darda Efendi, MSi.
NIP : 19630616 198903 1 006


Mengetahui.
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian IPB

Dr Ir Agus Purwito, MSc. Agr.
NIP : 19611101 198703 1 003

Tanggal lulus :

 
 

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 7 Februari 1988.
Penulis merupakan anak keempat dari Bapak Ir H Elyas dan Ibu Hj Maryati.
Tahun 1993 penulis lulus dari TK Margalaksana, Jakarta Timur, kemudian pada
tahun 1999 penulis lulus dari SD Malaka Sari 04 Pagi, Jakarta Timur. Penulis
menyelesaikan studi di SLTPN 139, Jakarta Timur pada tahun 2002 dan lulus dari
SMAN 44, Jakarta Timur pada tahun 2005.

Tahun 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa IPB melalui jalur USMI.
Selanjutnya diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Fakultas Pertanian.
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif mengikuti berbagai kepanitian
acara yang diselenggarakan oleh BEM KM IPB. Diluar kegiatan dalam kampus,
penulis bekerja sebagai guru privat Matematika dan IPA untuk pelajar tingkat
SMP.

 
 

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi
kekuatan, kesehatan, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Induksi Embrio Somatik Melon (Cucumis melo L.) pada
Berbagai Media dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)”.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Darda Efendi, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan waktu dan membimbing penulis dengan sangat sabarnya serta
memberikan arahan dan saran selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Sandra Arifin A., MS. dan Dr. Dewi Sukma, SP. MS. Yang telah
bersedia menjadi dosen penguji. Terima kasih atas saran dan nasehat yang
diberikan kepada penulis sewaktu ujian skripsi.
3. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi selaku pembimbing akademik penulis.
4. Seluruh keluarga atas dukungan dan perhatiannya. Penulis sangat
bersyukur berada dalam keluarga ini.
5. Seluruh staf pengajar di Departemen Agronomi dan Hortikultura yang
sudah membagikan ilmu kepada kami.
6. Willy Bayuardi Suwarno, SP. MSi., terima kasih atas bantuan benih melon
hibrida H7 yang telah diberikan. Semoga hasil penelitian ini dapat berguna
bagi yang memerlukan.
7. Rekan sepenelitian di laboratorium, Hafith Furqoni dan Dendih
Sukmadijaya. Terima kasih atas kebersamaan dan bantuannya dalam
melaksanakan penelitian.
8. Rekan-rekan Agronomi dan Hortikultura 42 yang penulis banggakan,
mohon maaf tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Terima kasih atas
dukungan dan semangat yang diberikan serta kebersamaan yang sudah kita
lewati dalam masa susah dan senang.
9. Mba retno atas bimbingan dan bantuannya selama penulis melaksanakan
penelitian di laboratorium.

10. Teman-teman seperjuangan di TOP: deeto, tyas, hafith, arie, adjie, melly,
dan hudi. Keep Fighting Guys…!!! See y’all on the top.

 
 

11. Serta seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan skripsi
ini. Terima kasih atas saran dan kritiknya.

Bogor, Januari 2010

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Hipotesis


1
1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Melon
Kultur Jaringan
Eksplan
Media Kultur
Embriogenesis Somatik
Zat Pengatur Tumbuh

5
5
6
7
8
9
10


BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
Pelaksanaan Penelitian

13
13
13
13
15

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Percobaan 1
Kondisi Umum
Persentase Biji Berkecambah
Persentase Biji Berkalus
Percobaan 2
Kondisi Umum
Kalus Embriogenik
Jumlah Eksplan yang Menghasilkan Embrio Somatik dan
Jumlah Embrio Somatik
Persentase Kotiledon Berakar

20
20
21
21
22
24
27
27
29

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

38
38
38

DAFTAR PUSTAKA

39

LAMPIRAN

42

31
34

 
 

DAFTAR TABEL
Nomor

Teks

Halaman

1. Rekapitulasi Sidik Ragam Persentase Biji Berkecambah

22

2. Pengaruh Jenis Media Terhadap Rata-rata Persentase Biji
Berkecambah

23

3. Rekapitulasi Sidik Ragam Persentase Biji Berkalus

25

4. Pengaruh Jenis Media Terhadap Rata-rata Persentase Biji Berkalus

25

5. Rekapitulasi Sidik Ragam Persentase Eksplan yang Menghasilkan
Kalus Embriogenik

29

6. Interaksi Taraf Auksin (2,4-D, picloram, dan NAA) dengan BAP
Terhadap Persentase Eksplan yang Menghasilkan Kalus Embriogenik

30

7. Rekapitulasi Sidik Ragam Jumlah Embrio per Eksplan dan Jumlah
Eksplan yang Menghasilkan Embrio pada 42 HST

31

8. Interaksi Taraf Konsentrasi Auksin dan BAP Terhadap Jumlah
Eksplan yang Menghasilkan Embrio pada 42 HST

32

9. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Auksin Terhadap Jumlah Embrio per
Eksplan

34

10. Rekapitulasi Sidik Ragam Persentase Kotiledon Berakar

35

11. Interaksi Taraf Konsentrasi Auksin (2,4-D, picloram dan NAA) dengan
Sitokinin (BAP) Terhadap Rata-rata Persentase Kotiledon Berakar
36

INDUKSI EMBRIO SOMATIK MELON (Cucumis melo L.)
PADA BERBAGAI MEDIA DAN ZAT PENGATUR TUMBUH

OLEH
FENI SUKMAWATI
A24052279

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010

INDUKSI EMBRIO SOMATIK MELON (Cucumis melo L.)
PADA BERBAGAI MEDIA DAN ZAT PENGATUR TUMBUH

Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh
Feni Sukmawati
A24052279

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010

 
 

RINGKASAN

Feni Sukmawati. Induksi Embrio Somatik Melon (Cucumis melo L.) pada
berbagai Media dan Zat Pengatur Tumbuh. (Dibimbing oleh DARDA
EFENDI).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh media kultur dan
jenis Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) yang tepat untuk pembentukan embrio somatik
melon dalam kultur in vitro yang dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Penelitian ini terdiri dari 2 percobaan. Pada percobaan 1 eksplan yang
digunakan adalah biji melon muda yang berasal dari buah melon hibrida (H-7)
yang berumur 15 hari setelah penyerbukan. Biji melon muda ditanam pada 3 jenis
media kultur yaitu: MS, B5, dan WPM yang ditambahkan auksin 2,4Dichloropenoxyacetic acid. Percobaan 1 bertujuan untuk mengetahui jenis media
kultur dan konsentrasi 2,4-D yang tepat untuk menginduksi embrio somatik
melon. Pada percobaan 2 eksplan yang digunakan adalah kotiledon yang berasal
dari biji melon tua H-7. Kotiledon ditanam pada media MS dan diberikan
perlakuan kombinasi auksin (2,4-D, picloram, dan NAA) dengan BAP. Tujuan
dari percobaan 2 yaitu untuk mengetahui jenis serta konsentrasi auksin dan
sitokinin yang tepat untuk menginduksi embrio somatik melon.
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan acak kelompok 2 faktor. Pada percobaan 1 faktor pertama adalah jenis
media kultur yang terdiri dari 3 jenis yaitu: media MS, B5, WPM, dan faktor
kedua adalah konsentrasi 2,4-D yang terdiri dari 4 taraf yaitu: 0 mg/l, 0.5 mg/l, 1.0
mg/l, serta 1.5 mg/l. Terdapat 12 kombinasi perlakuan dan setiap perlakuan
diulang 3 kali berdasarkan hari penanaman sehingga diperoleh 36 satuan
percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 5 botol dan 1 botol terdiri dari 4
eksplan.
Pada percobaan 2 faktor pertama adalah jenis dan konsentrasi auksin yang
terdiri dari 7 taraf yaitu: tanpa auksin, 1.0 mg/l 2,4-D, 2.0 mg/l 2,4-D, 1.0 mg/l
picloram, 2.0 mg/l picloram, 1.0 mg/l NAA, dan 2.0 mg/l NAA. Faktor kedua

 
 

adalah konsentrasi BAP yang terdiri dari 2 taraf yaitu: 0 dan 0.1 mg/l. Terdapat 14
kombinasi perlakuan dan setiap perlakuan diulang 3 kali berdasarkan hari
penanaman sehingga diperoleh 42 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan
terdiri dari 5 botol dan 1 botol terdiri dari 4 eksplan.
Data pengamatan dianalisis dengan menggunakan uji F, jika terdapat
pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjut DMRT (Duncan
Multiple Range Test) pada taraf 5%. Pengolahan data dilakukan dengan perangkat
lunak Statistical Analysis System (SAS).
Pada percobaan 1 kombinasi perlakuan jenis media MS, B5, dan WPM
dengan taraf konsentrasi 2,4-D: 0, 0.5, 1.0, dan 1.5 mg/l belum mampu untuk
menginduksi embrio somatik. Pertumbuhan eksplan yang terjadi yaitu biji
berkecambah dan berkalus. Pada percobaan 2 terdapat interaksi antara jenis dan
konsentrasi auksin (2,4-D, picloram, dan NAA) dengan BAP pada peubah kalus
embriogenik yang mulai terjadi pada 18 HST. Media kultur yang tidak
ditambahkan auksin tidak mampu untuk menginduksi kalus embriogenik. Kalus
embriogenik yang terbentuk mampu menghasilkan embrio somatik pada 42 HST.
Jenis auksin NAA dengan konsentrasi 2.0 mg/l secara tunggal maupun
dikombinasikan

dengan

BAP,

menginduksi

eksplan

membentuk

kalus

embriogenik tertinggi dengan rata-rata persentase kalus embriogenik masingmasing sebesar 66.6 dan 73.3%. Perlakuan jenis auksin NAA dengan konsentrasi
1.0 dan 2.0 mg/l baik secara tunggal maupun dikombinasikan dengan 0.1 mg/l
BAP, mampu menginduksi embrio somatik dan memberikan hasil yang tidak
berbeda nyata. Jumlah eksplan yang menghasilkan embrio somatik tertinggi yaitu
pada perlakuan 1.0 dan 2.0 mg/l NAA tanpa dikombinasikan dengan BAP
masing-masing sebesar 6 eksplan. Jumlah embrio per eksplan tertinggi terbentuk
pada perlakuan 2.0 mg/l NAA yaitu sebesar 1.35 embrio.

 
 

LEMBAR PENGESAHAN
Judul : INDUKSI EMBRIO SOMATIK MELON (Cucumis melo L.) PADA
BERBAGAI MEDIA DAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Nama : Feni Sukmawati
NRP

: A24052279

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Dr Ir Darda Efendi, MSi.
NIP : 19630616 198903 1 006

Mengetahui.
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian IPB

Dr Ir Agus Purwito, MSc. Agr.
NIP : 19611101 198703 1 003

Tanggal lulus :

 
 

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 7 Februari 1988.
Penulis merupakan anak keempat dari Bapak Ir H Elyas dan Ibu Hj Maryati.
Tahun 1993 penulis lulus dari TK Margalaksana, Jakarta Timur, kemudian pada
tahun 1999 penulis lulus dari SD Malaka Sari 04 Pagi, Jakarta Timur. Penulis
menyelesaikan studi di SLTPN 139, Jakarta Timur pada tahun 2002 dan lulus dari
SMAN 44, Jakarta Timur pada tahun 2005.
Tahun 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa IPB melalui jalur USMI.
Selanjutnya diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Fakultas Pertanian.
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif mengikuti berbagai kepanitian
acara yang diselenggarakan oleh BEM KM IPB. Diluar kegiatan dalam kampus,
penulis bekerja sebagai guru privat Matematika dan IPA untuk pelajar tingkat
SMP.

 
 

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi
kekuatan, kesehatan, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Induksi Embrio Somatik Melon (Cucumis melo L.) pada
Berbagai Media dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)”.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Darda Efendi, MSi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan waktu dan membimbing penulis dengan sangat sabarnya serta
memberikan arahan dan saran selama penelitian dan penulisan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Sandra Arifin A., MS. dan Dr. Dewi Sukma, SP. MS. Yang telah
bersedia menjadi dosen penguji. Terima kasih atas saran dan nasehat yang
diberikan kepada penulis sewaktu ujian skripsi.
3. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi selaku pembimbing akademik penulis.
4. Seluruh keluarga atas dukungan dan perhatiannya. Penulis sangat
bersyukur berada dalam keluarga ini.
5. Seluruh staf pengajar di Departemen Agronomi dan Hortikultura yang
sudah membagikan ilmu kepada kami.
6. Willy Bayuardi Suwarno, SP. MSi., terima kasih atas bantuan benih melon
hibrida H7 yang telah diberikan. Semoga hasil penelitian ini dapat berguna
bagi yang memerlukan.
7. Rekan sepenelitian di laboratorium, Hafith Furqoni dan Dendih
Sukmadijaya. Terima kasih atas kebersamaan dan bantuannya dalam
melaksanakan penelitian.
8. Rekan-rekan Agronomi dan Hortikultura 42 yang penulis banggakan,
mohon maaf tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Terima kasih atas
dukungan dan semangat yang diberikan serta kebersamaan yang sudah kita
lewati dalam masa susah dan senang.
9. Mba retno atas bimbingan dan bantuannya selama penulis melaksanakan
penelitian di laboratorium.
10. Teman-teman seperjuangan di TOP: deeto, tyas, hafith, arie, adjie, melly,
dan hudi. Keep Fighting Guys…!!! See y’all on the top.

 
 

11. Serta seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan skripsi
ini. Terima kasih atas saran dan kritiknya.

Bogor, Januari 2010

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Hipotesis

1
1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Melon
Kultur Jaringan
Eksplan
Media Kultur
Embriogenesis Somatik
Zat Pengatur Tumbuh

5
5
6
7
8
9
10

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat
Metode Penelitian
Pelaksanaan Penelitian

13
13
13
13
15

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Percobaan 1
Kondisi Umum
Persentase Biji Berkecambah
Persentase Biji Berkalus
Percobaan 2
Kondisi Umum
Kalus Embriogenik
Jumlah Eksplan yang Menghasilkan Embrio Somatik dan
Jumlah Embrio Somatik
Persentase Kotiledon Berakar

20
20
21
21
22
24
27
27
29

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

38
38
38

DAFTAR PUSTAKA

39

LAMPIRAN

42

31
34

 
 

DAFTAR TABEL
Nomor

Teks

Halaman

1. Rekapitulasi Sidik Ragam Persentase Biji Berkecambah

22

2. Pengaruh Jenis Media Terhadap Rata-rata Persentase Biji
Berkecambah

23

3. Rekapitulasi Sidik Ragam Persentase Biji Berkalus

25

4. Pengaruh Jenis Media Terhadap Rata-rata Persentase Biji Berkalus

25

5. Rekapitulasi Sidik Ragam Persentase Eksplan yang Menghasilkan
Kalus Embriogenik

29

6. Interaksi Taraf Auksin (2,4-D, picloram, dan NAA) dengan BAP
Terhadap Persentase Eksplan yang Menghasilkan Kalus Embriogenik

30

7. Rekapitulasi Sidik Ragam Jumlah Embrio per Eksplan dan Jumlah
Eksplan yang Menghasilkan Embrio pada 42 HST

31

8. Interaksi Taraf Konsentrasi Auksin dan BAP Terhadap Jumlah
Eksplan yang Menghasilkan Embrio pada 42 HST

32

9. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Auksin Terhadap Jumlah Embrio per
Eksplan

34

10. Rekapitulasi Sidik Ragam Persentase Kotiledon Berakar

35

11. Interaksi Taraf Konsentrasi Auksin (2,4-D, picloram dan NAA) dengan
Sitokinin (BAP) Terhadap Rata-rata Persentase Kotiledon Berakar
36

 
 

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Teks

Halaman

1. (A) Buah Melon Muda Berumur 15 Hari, (B) Biji Melon Muda

16

2. Biji Tua Melon Hibrida H-7

16

3. Sketsa Biji Melon yang Sudah Dipisahkan Kulit Bijinya

18

4. Eksplan yang Terkontaminasi Oleh Cendawan

20

5. Media yang Terkontaminasi Oleh Cendawan

20

6. Biji Berkecambah Pada 2 Minggu Setelah Tanam

21

7. Grafik Pengaruh Konsentrasi 2,4-D Terhadap Rata-rata Persentase Biji
Berkecambah
24
8. Biji Berkalus Perlakuan Media B5 + 1.0 mg/L 2,4-D Pada 7 MST

24

9. Grafik Pengaruh Konsentrasi 2,4-D Terhadap Rata-rata Persentase Biji
26
Berkalus
10. Kalus yang Mengalami Organogenesis pada 10 MST

27

11. Kontaminasi Kultur oleh Cendawan

27

12. Kontaminasi Kultur oleh Bakteri

27

13. Perkembangan Eksplan Kotiledon yang Bervariasi

28

14. Embrio Somatik yang Terbentuk pada 42 HST

29

15. Kotiledon yang Membentuk Kalus Embriogenik Pada 39 HST

31

16. Eksplan yang Menghasilkan Embrio Somatik Perlakuan
1.0 mg/L NAA Tanpa BAP Pada 42 HST

31

 
 

17. Embrio Somatik pada Fase Globular dan Fase Jantung

33

18. Embrio Somatik pada Fase Torpedo dengan Pengamatan Secara
Mikroskopis

33

19. Kotiledon Berakar pada Perlakuan 1.0 mg/L Picloram Secara
Tunggal (A) dan Perlakuan (B) 1.0 mg/L Picloram + 0.1 mg/L
BAP pada 18 HST

35

20. Perbedaan Pertumbuhan Akar pada Eksplan: (A) pada Perlakuan Tanpa
Auksin, (B) pada Perlakuan Jenis Auksin Picloram Tanpa BAP
36

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Komposisi Larutan Stok Media MS

43

2. Komposisi Larutan Stok Media B5

44

3. Komposisi Larutan Stok Media WPM

45

4. Deskripsi Melon Hibrida H-7

46

5. Sidik Ragam Persentase Biji Berkecambah

47

6. Sidik Ragam Persentase Biji Berkalus

49

7. Sidik Ragam Persentase Kalus Embriogenik

50

8. Sidik Ragam Rata-Rata Jumlah Eksplan yang Menghasilkan Embrio
saat 42 HST

52

9. Sidik Ragam Jumlah Embrio per Eksplan saat 42 HST

52

10. Sidik Ragam Persentase Kotiledon yang Berakar

53

11. Pengaruh Taraf Konsentrasi 2,4-D Terhadap Rata-rata Persentase Biji
Berkecambah
55
12. Pengaruh Taraf Konsentrasi 2,4-D Terhadap Rata-rata Persentase Biji
55
Berkalus

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman melon (Cucumis melo L.) termasuk dalam suku labu-labuan atau
Cucurbitaceae. Tanaman melon berasal dari daerah Mediterania yang merupakan
perbatasan antara Asia Barat dengan Eropa dan Afrika. Tanaman ini kemudian
menyebar secara luas ke Timur Tengah dan Eropa. Buah melon mulai masuk di
Indonesia pada tahun 1980 dan dikenal sebagai buah impor yang dikonsumsi oleh
kalangan atas terutama tenaga ahli asing yang tinggal di Indonesia (Prajnanta,
2002). Buah melon biasanya dimakan segar sebagai buah meja atau diiris-iris
sebagai campuran es buah. Bagian yang dimakan adalah daging buah (mesokarp).
Teksturnya lunak, berwarna putih sampai merah, bergantung pada kultivarnya.
Melon juga dikenal sebagai buah yang mengandung vitamin C yang diperlukan
tubuh manusia. Buah melon saat ini tidak hanya dikonsumsi sebagai hidangan
pencuci mulut, tetapi digunakan sebagai buah untuk terapi kesehatan oleh para
ahli gizi karena memiliki khasiat. Khasiat dari buah melon antara lain yaitu untuk
membantu sistem pembuangan, antikanker, menurunkan resiko stroke dan
penyakit jantung serta mencegah penggumpalan darah. Melon mengandung zat
adenosin,

yaitu

suatu

zat

antikoagulan

yang

berfungsi

menghentikan

penggumpalan keping sel darah.
Kebutuhan dan permintaan buah melon terus meningkat sejalan dengan
berkembangnya pola gaya hidup sehat dan kesadaran masyarakat akan pemenuhan
gizi yang seimbang. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) konsumsi buah melon
pada tahun 2005-2008 mencapai 1.34-1.40 kg/kapita/tahun. Peningkatan
konsumsi masyarakat harus diimbangi dengan ketersediaan buah melon yang
berarti dilakukannya peningkatan produksi. Produksi buah melon meningkat pada
kurun waktu 2004-2007, masing-masing 47 664, 58 440, 55 370, dan 59 814 ton
(Departemen Pertanian, 2008). Peningkatan produksi melon dari tahun ke tahun
harus diimbangi dengan penyediaan benih melon baik kuantitas maupun
kualitasnya agar produktivitas melon dapat optimal.


 

Perbanyakan tanaman melon secara konvensional dikembangkan dengan
menggunakan benih (Setiadi dan Parimin, 2001). Namun perbanyakan secara
konvensional ini menghadapi kendala yaitu kurangnya ketersediaan benih melon
varietas unggul di Indonesia. Umumnya, benih melon yang beredar bukanlah asli
Indonesia (benih impor). Para pemulia tanaman saat ini telah berhasil melakukan
hibridisasi melon sehingga diperoleh varietas tanaman melon yang memiliki mutu
baik (melon hibrida). Varietas melon hibrida memiliki tingkat keseragaman dan
kualitas buah yang lebih tinggi, umur genjah, tahan dalam penyimpanan, lebih
tahan terhadap hama dan penyakit serta memiliki adaptasi yang luas dengan
lingkungan (Bayuardi, 2006). Melon hibrida dihasilkan dengan cara dilakukan
persilangan antara tetua jantan dan betina yang memiliki karakter yang baik
sehingga diperoleh benih melon yang memiliki sifat unggul. Produksi benih
melon hibrida saat ini masih menghadapi kendala yaitu harus dilakukan
persilangan untuk mendapatkan benih melon tersebut. Salah satu upaya yang
dapat dilakukan untuk membantu permasalahan ini adalah melalui teknik kultur
jaringan (in vitro).
Perbanyakan tanaman melalui teknik in vitro diharapkan dapat membantu
penyediaan bibit melon dalam jumlah banyak, bebas patogen berbahaya, dan
seragam untuk penanaman skala luas tanpa meninggalkan jaminan kualitasnya.
Salah satu teknik yang paling banyak digunakan dalam perbanyakan tanaman
secara in vitro adalah embriogenesis. Menurut Gunawan (1992), embriogenesis
merupakan proses terbentuknya embrio somatik yaitu embrio yang berasal bukan
dari zigot, tetapi yang berasal dari sel biasa tubuh tanaman (sel somatik).
Embriogenesis somatik merupakan suatu proses pembentukan embrio
dengan sel-sel somatik (baik haploid maupun diploid) yang berkembang
membentuk tumbuhan baru melalui tahapan perkembangan embrio yang spesifik
tanpa melalui fusi gamet (William dan Maheswara, 1986). Proses embriogenesis
dapat berlangsung secara langsung atau tidak langsung. Proses embriogenesis
secara langsung terjadi pembentukan proembrio atau embrioid pada potongan
eksplan, sedangkan embriogenesis secara tidak langsung diawali dengan
pembentukan kalus terlebih dahulu (Wattimena et al., 1992). Regenerasi melalui
embriogenesis somatik memberikan banyak keuntungan antara lain: waktu


 

perbanyakan lebih cepat, pencapaian hasil dalam mendukung program perbaikkan
tanaman lebih cepat, dan jumlah bibit yang dihasilkan tidak terbatas jumlahnya
(Mariska, 1996).
Penelitian induksi embrio somatik pada melon telah dilakukan sebelumnya
di Jepang. Menurut hasil penelitian Kageyama di Jepang (1991) perkembangan
embrio somatik melon terbaik dikulturkan pada media Murashige and Skoog
(MS) ditambah hormon 2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) 1 mg/l, 2napthaleneacetic acid (NAA) 4 mg/l dan 6-benzylaminopurine (BA) 0,1 mg/l.
Penelitian ini menunjukkan bahwa media MS ditambah hormon 2,4-D
memberikan pengaruh perkembangan embrio somatik yang normal secara
morfogenesis (Kageyama, et al, 1991). Tabei (1991) berhasil melakukan induksi
embrio somatik melon pada media MS yang ditambahkan auksin 2,4-D pada
konsentrasi yang tinggi yaitu 1.0 – 2.0 mg/l.
Penelitian ini menginduksi embrio somatik melon dengan menggunakan
berbagai media (MS, B5 dan Wood Plant Medium (WPM)) dan ZPT (2,4-D,
Picloram, NAA dan BAP) pada tingkat konsentrasi yang berbeda- beda.

Tujuan

Percobaan 1 dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis media
kultur dan konsentrasi 2,4-D yang tepat untuk menginduksi embrio somatik
melon. Tujuan dari percobaan 2 yaitu untuk mengetahui jenis serta konsentrasi
auksin dan sitokinin yang tepat untuk menginduksi embrio somatik melon dalam
kultur in vitro.

Hipotesis

Hipotesis percobaan 1 :
1. Terdapat jenis media yang optimum untuk induksi embrio somatik melon.
2. Terdapat konsentrasi 2,4-D yang optimum untuk induksi embrio somatik
melon.


 

3. Terdapat interaksi antara jenis media dan konsentrasi 2,4-D untuk induksi
embrio somatik melon.

Hipotesis percobaan 2 :
1. Terdapat jenis dan konsentrasi auksin yang optimum untuk induksi embrio
somatik melon.
2. Terdapat konsentrasi BAP yang optimum untuk induksi embrio somatik
melon.
3. Terdapat interaksi antara auksin (2,4-D, picloram, dan NAA) dan BAP
untuk induksi embrio somatik melon.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Melon

Klasifikasi botani tanaman melon adalah sebagai berikut:
Kingdom

: Plantarum

Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Sub-kelas

: Sympetalae

Ordo

: Cucurbitales

Keluarga

: Cucurbitaceae

Genus

: Cucumis

Spesies

: Cucumis melo L.
Tanaman melon (Cucumis melo L.) merupakan famili cucurbitaceae.

Melon termasuk tanaman yang menghasilkan biji sehingga dimasukkan dalam
tumbuhan berbiji (Spermatophyta). Biji melon tertutup oleh bakal buah sehingga
dimasukkan ke dalam golongan tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae).
Tanaman melon terdiri dari dua daun lembaga sehingga dimasukkan dalam kelas
tumbuhan berbiji belah (dikotil) dan tergolong dalam genera Cucumis.
Tanaman melon bersifat polimorfik, spesiesnya ada yang berbunga jantan,
berbunga betina, dan berbunga hemafrodit atau sempurna. Melon yang berada di
Amerika biasanya berbunga andromonoecious, yaitu pada satu tanaman
menghasilkan bunga jantan dan hemafrodit. Bunga jantan muncul secara
berkelompok pada ketiak daun yang berjarak cukup jauh dari bunga hemafrodit.
Bunga melon membuka sesudah matahari terbit, yang sangat bergantung pada
temperatur serta kelembaban. Bila temperatur rendah, kelembaban tinggi, dan
berawan, biasanya membukanya daun akan tertunda. Bunga mekar pada siang hari
dan pada hari itu juga tertutup kembali (Ashari, 1995). Bunga jantan terdiri dari
mahkota bunga dan benang sari serta tidak memiliki bakal buah. Bunga jantan
ditopang oleh tangkai bunga yang pipih panjang. Bunga jantan akan gugur setelah
1-2 hari mekar. Bunga betina umumnya terdapat pada ketiak daun ke-1 atau ke-2


 

pada setiap ruas percabangan. Bunga betina memiliki putik, mahkota bunga, dan
bakal buah. Bakal buah yang berbentuk bulat lonjong ditopang oleh tangkai buah
yang pendek dan tebal. Bunga betina akan gugur apabila 2-3 hari setelah mekar
tidak diserbuki.
Biji melon terdapat di antara rongga buah dan terbalut oleh plasenta
berwarna putih. Biji melon pada umumnya berwarna cokelat muda, panjang ratarata 0.9 mm dan diameter 0.4 mm. Dalam satu buah melon terdapat sekitar 500600 biji. Buah melon memiliki bentuk yang bermacam-macam yaitu bulat, oval
dan lonjong. Bentuk buah melon bergantung pada varietasnya. Bentuk buah
melon yang bulat terdapat pada varietas Sky Rocket, Jade Dew, Action, Aroma,
Sweet Star dan Emerald Sweet. Melon dengan bentuk buah oval terdapat pada
varietas Ten Me. Buah melon yang berbentuk lonjong terdapat pada varietas New
Century dan Super Salmon. Buah melon memiliki warna kulit buah yang beragam
dan bergantung pada varietas. Umumnya melon yang dibudidayakan di Indonesia
berwarna hijau muda pada saat masih muda dan berubah menjadi hijau tua ketika
matang (Prajnanta, 2002).

Kultur Jaringan

Kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari
tanaman seperti protoplasma, sel, kelompok sel, jaringan dan organ serta
menumbuhkannya dalam lingkungan yang aseptik, sehingga bagian-bagian
tanaman tersebut dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman
yang utuh (Gunawan, 1992). Menurut Wattimena et al. (1992), teknik kultur
jaringan adalah teknik bagaimana mengisolasi bagian-bagian tanaman (sel,
protoplasma, tepung sari, ovari, dan sebagainya), ditumbuhkan secara tersendiri,
dipacu untuk untuk memperbanyak diri, akhirnya diregenerasikan kembali
menjadi tanaman lengkap dalam suatu lingkungan yang aseptik dan terkendali.
Salah satu penerapan kultur jaringan adalah perbanyakan mikro. Tujuan utama
penerapan perbanyakan dengan menggunakan teknik kultur jaringan adalah
produksi tanaman dalam jumlah besar dalam waktu yang singkat terutama untuk
varietas-varietas unggulan serta memperoleh tanaman yang terbebas dari serangan


 

patogen. Torres (1989) menyatakan tujuan utama dari perbanyakan secara in vitro
tanaman sayuran meliputi produksi planlet dari tanaman yang sulit diperbanyak
dari biji, produksi bahan tanaman bebas virus dan perbaikan tanaman melalui
modifikasi genetika.
Werbrounds dan Debergh (1993) menyebutkan bahwa secara umum
terdapat lima tahapan dalam kultur jaringan yaitu: tahap persiapan, tahap inisiasi,
tahap kultur, tahap pemanjangan tunas, inisiasi akar, dan perkembangan akar serta
aklimatisasi. Tujuan utama dari penerapan metode kultur jaringan adalah produksi
bibit dalam jumlah besar dan waktu singkat, terutama untuk kultivar-kultivar
unggul yang baru dihasilkan.

Eksplan

Eksplan adalah bagian tanaman yang dijadikan bahan perbanyakan awal
yang ditanam dalam media, yang akan menunjukkan pertumbuhan dan
perkembangan tertentu. Arah pertumbuhan dan perkembangan atau regenerasi
ditentukan oleh komposisi media, zat pengatur tumbuh yang digunakan, bagian
tanaman yang dijadikan eksplan, genotipe, umur eksplan, letak pada cabang, serta
lingkungan tumbuh (Gunawan, 1992). Eksplan dapat berasal dari daun, peduncles,
bulb scales, petal, anther dan sisik umbi dari umbi-umbi yang tumbuh dalam
kultur (Conger, 1980). Gunawan (1992) menambahkan bahwa eksplan yang
diusahakan untuk kultur jaringan harus dalam keadaan aseptik, sehingga dapat
diperoleh kultur yang asenik yaitu kultur dengan hanya satu macam organisme
yang diinginkan. Pada umumnya semua bagian tanaman dapat dijadikan eksplan
tetapi sel-sel yang telah mengalami diferensiasi lebih lanjut sulit ditumbuhkan
dibandingkan sel-sel meristematik. Tidak semua jaringan tanaman memiliki
kemampuan yang sama untuk berdiferensiasi. Eksplan yang berukuran sangat
kecil memiliki daya tahan yang rendah untuk dikulturkan. Banyak sedikitnya
tunas yang dihasilkan dipengaruhi oleh ukuran dari suatu eksplan. Eksplan yang
berukuran 0.5-1.55 mm mampu memproduksi tunas yang lebih banyak (Conger,
1980).


 

Embrio somatik dapat diinisiasi dari jaringan juvenil atau jaringan
meristematik. Eksplan yang dapat digunakan dapat berupa daun muda, ujung
tunas, kotiledon, dan hipokotil, tetapi respon eksplan sangat bergantung dari
genotipe tanaman. Pada beberapa spesies tanaman hanya jaringan tertentu yang
dapat digunakan untuk inisiasi embrio somatik (Gray, 2000).
Penggunaan eksplan yang bersifat meristematik umumnya memberikan
keberhasilan pembentukan embrio somatik yang lebih tinggi (Purnamaningsih,
2002). Oridate dan Oosawa (1986) melaporkan embrio somatik berhasil diinduksi
dari eksplan yang berasal dari kotiledon pada tanaman melon. Hal yang sama juga
dilaporkan oleh Tabei et al. (1991) yang berhasil menginduksi embrio somatik
melon dengan menggunakan eksplan yang berasal dari kotiledon biji tua,
kotiledon dan hipokotil dari biji yang dikecambahkan, dan daun serta petiol dari
planlet muda. Pada tanaman yang segenus yaitu mentimun (Cucumis sativus L.)
penelitian mengenai organogenesis dan embriogenesis telah berhasil dilakukan.
Sumber eksplan yang digunakan dalam menginduksi embrio somatik yaitu
kotiledon dan hipokotil dari biji yang dikecambahkan secara in vitro (Chee, 1990).
Hal yang sama juga dilaporkan oleh Ladyman dan Girard (1992), yang berhasil
menginduksi embrio somatik dengan menggunakan eksplan kotiledon dari biji
yang dikecambahkan secara in vitro. Hasil penelitian Kuijpers et al. (1996) di
Belanda, berhasil menginduksi embrio somatik pada tanaman mentimun dengan
menggunakan eksplan daun muda dari biji yang dikecambahkan secara in vitro.

Media Kultur

Pertumbuhan kultur dan laju pembentukan tunas dipengaruhi oleh keadaan
fisik dari media tanam. Komposisi media adalah salah satu faktor yang memiliki
peranan penting untuk pertumbuhan dan morfogenesis jaringan tanaman dalam
proses perbanyakan (Conger, 1980). Media yang memenuhi syarat adalah media
yang mengandung nutrisi makro dan mikro dalam kadar dan perbandingan
tertentu serta sumber energi yang pada umumnya menggunaakan sukrosa
(Wetherel,

1982).

Selanjutnya

Gunawan

(1992)

menambahkan

bahwa

penambahan sukrosa sebagai sumber energi pada media kultur dapat membantu


 

pertumbuhan eksplan.

Sukrosa yang pada umumya dalam media kultur berupa

gula merupakan sumber karbohidrat untuk menggantikan karbon yang biasanya
didapat dari atmosfer melalui proses fotosintesis.
Keberhasilan dalam penggunaan metode kultur jaringan sangat bergantung
pada media yang digunakan. (Gunawan, 1992). Menurut George dan Sherrington
(1984), jenis media kultur jaringan dibedakan berdasarkan bentuk fisiknya, yaitu
media padat dan media cair yang mempunyai kelebihan dan kekurangan masingmasing. Pemilihan jenis media disesuaikan dengan jenis eksplan dan tujuan yang
diinginkan. Keuntungan penggunaan media padat antara lain dapat menghasilkan
pertumbuhan tunas yang cepat, morfogenesis dari kalus lebih baik, tunas serta
akar dapat tumbuh dengan teratur. Kekurangannya yaitu kontak eksplan dengan
media sedikit karena potensial air yang rendah.
Media MS (Murashige dan Skoog) merupakan media yang umum
digunakan untuk perbanyakan sejumlah besar spesies tanaman. Media MS banyak
mengandung unsur nitrogen (KNO3 dan NH4NO3; Tabel Lampiran 1) yang
mampu menstimulasi terjadinya inisiasi embriogenesis (Torres, 1989).
Media B5 dikembangkan oleh Gamborg dan Grupnya pada tahun 1968
untuk kultur suspensi kedelai. Pada masa ini media B5 digunakan untuk kulturkultur lain. Media ini menggunakan konsentrasi NH4+ yang rendah (Tabel
Lampiran 2). Fosfat yang diberikan adalah 1 mM, Ca2+ antara 1 – 4 mM,
sedangkan Mg2+ antara 0,5 – 3 mM (Gunawan, 1992).
Media WPM (Woody Plant Medium) dikembangkan oleh Llyod dan Mc
Cown pada tahun 1981, merupakan media dengan konsentrasi ion yang rendah
pada jaman sesudah penemuan media MS. Media ini konsisten dengan media
untuk tanaman berkayu yang dikembangkan oleh ahli lain, tetapi sulfat yang
digunakan lebih tinggi dari sulfat pada media tanaman berkayu lain (Gunawan,
1992).

Embriogenesis Somatik

Embriogenesis somatik adalah proses pembentukan embrio yang berasal
dari sel atau jaringan vegetatif tanaman yang membentuk struktur embrioid karena

10 
 

menyerupai embrio yang berasal dari sel zigot. Tahap pertama dalam
terbentuknya embrio somatik yaitu pembelahan sel tunggal secara terus-menerus
sehingga terbentuk kumpulan sel, kemudian kumpulan sel tersebut berkembang ke
tahap pembentukan proembrio globular lalu tahap jantung, dan terakhir tahap
torpedo. Embrio somatik pada tahap torpedo akan berkembang menjadi tanaman
muda (Dodds dan Roberts, 2002).
Embrio somatik dapat terbentuk secara langsung atau tidak langsung.
Embriogenesis somatik secara tidak langsung dimulai dengan pembelahan sel
secara terus-menerus menjadi kalus. Kalus adalah suatu kumpulan sel amorphous
yang terjadi dari sel-sel jaringan yang membelah secara terus-menerus (Gunawan,
1992). Kalus biasanya terbentuk setelah eksplan dikulturkan dalam media yang
mengandung auksin. Banyak faktor yang mempengaruhi embriogenesis antara
lain auksin eksogen, sumber eksplan, komposisi nitrogen yang ditambahkan
dalam media dan korbohidrat (sukrosa). Selanjutnya sel membelah terus hingga
memasuki tahap globular. Pada tahap globular sel aktif membelah ke segala arah
dan membentuk lapisan terluar yang akan menjadi protoderm (bakal epidermis).
Kelompok sel yang merupakan prekursor jaringan dasar dan jaringan pembuluh
pun mulai terbentuk. Pembelahan sel ke segala arah akan terhenti ketika primordia
kotiledon terbentuk, yaitu pada saat embrio matang sudah autotrof. Embrio
matang akan berkecambah dan tumbuh menjadi tumbuhan baru pada kondisi yang
cocok (Bajaj, 1994; Dodeman et al., 1997; Litz, 1985). Proses pembentukan dan
perkembangan embrio (embriogenesis) menentukan pola pertumbuhan, yaitu
meristem pucuk ke atas, meristem akar ke bawah, dan pola-pola dasar jaringan
lainnya berkembang pada aksis pucuk akar ini, namun terdapat variasi proses
embriogenesis pada setiap tumbuhan.

Zat Pengatur Tumbuh

Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik kompleks alami yang
disintesis oleh tanaman tingkat tinggi, yang berpengaruh pada pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Terdapat lima kelompok zat pengatur tumbuh yang
terdapat di dalam tanaman yaitu auksin, sitokinin, giberelin, asam absisik dan

11 
 

etilen yang masing-masing memiliki ciri khas dan pengaruh yang berlainan
terhadap proses fisiologi (Abidin, 1983). Kelima zat pengatur tumbuh ini terdapat
di dalam tanaman dalam berbagai bentuk, sehingga sulit untuk mengerti cara kerja
masing-masing dengan baik (Wattimena, 1988).
Menurut Wattimena (1988), zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik
bukan nutrisi yang aktif dalam jumlah kecil (10-6 – 10-5 mM) yang disintesis pada
bagian tertentu dari tanaman dan pada umumnya diangkut ke bagian lain tanaman
dimana zat tersebut menimbulkan tanggapan secara biokimia, fisiologis dan
morfologis.
Dalam kultur jaringan, ada dua golongan zat pengatur tumbuh yang sangat
penting adalah sitokinin dan auksin. Zat pengatur tumbuh ini mempengaruhi
pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan dan organ. Interaksi dan
perimbangan antara zat pengatur tumbuh yang diberikan dalam media dan yang
diproduksi oleh sel secara endogen, menentukan arah perkembangan suatu kultur.
Penambahan auksin atau sitokinin eksogen mengubah level ZPT endogen sel
(Gunawan, 1992).
Zat pengatur tumbuh auksin banyak dipergunakan secara luas dalam kultur
jaringan tanaman, memiliki peran dalam mendorong perpanjangan sel,
pembelahan sel, menginduksi pembentukan kalus, differensiasi jaringan xilem dan
floem, pembentukan akar, pembungaan, pembentukan buah-buah paternokarpi,
pembentukan bunga betina pada tanaman dioecious, dominasi apikal, respon
tropisme serta menghambat pengguguran buah dan bunga (George dan
Sherington, 1984). Abidin (1983) dan Wattimena (1988) menyatakan bahwa
sitokinin adalah salah satu zat pengatur tumbuh yang memiliki peranan dalam
proses pembelahan sel. Selanjutnya Wattimena (1988) menambahkan bahwa
beberapa efek fisiologis dari sitokinin adalah mendorong pembelahan sel,
mempengaruhi perkembangan embrio, memperlambat proses penghancuran butirbutir klorofil, memperlambat proses senesen pada daun, buah dan organ-organ
lainnya. Menurut Hennen (1983), sitokinin yang biasanya digunakan dalam kultur
jaringan tanaman dalam konsentrasi yang bervariasi yaitu kinetin, zeatin,
BAP/BA, 2ip dan Thidiazuron.

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan
Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan yang terhitung dari
bulan Mei sampai dengan bulan September 2009.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan sebagai eksplan dalam penelitian ini adalah biji
melon muda dan biji melon tua H-7 koleksi Pusat Kajian Buah-buahan Tropika
IPB. Media kultur MS (Murashige and Skoog), media B5, dan media WPM
(Woody Plant Medium), agar-agar sebagai bahan pemadat, sukrosa (gula), zat
pengatur tumbuh (2,4-D, picloram, NAA, dan BAP), klorox, alkohol 70%,
bakterisida (streptomycin sulfat), fungisida (mankozeb), detergen, betadhine dan
air steril.
Alat yang digunakan terdiri dari botol kultur, gelas ukur, gelas piala besar,
cawan petri, corong plastik, kompor, autoclave, laminar airflow cabinet, pH
meter, lampu spiritus, botol sprayer, rak kultur, plastik gulung dan karet gelang
serta peralatan diseksi seperti sudip, pinset, pisau, dan scalpel.

Metode Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan perlakuan dua faktor dengan menggunakan rancangan acak kelompok
(RAK).
Pada percobaan 1 faktor pertama adalah jenis media tumbuh dengan 3
taraf yaitu:

Media MS, Media WPM, dan Media B5. Faktor kedua adalah

konsentrasi zat pengatur tumbuh auksin jenis 2,4-D, dengan 4 taraf yaitu: 0, 0.5,
1.0 dan 1.5 mg/l. Terdapat 12 kombinasi perlakuan dan setiap perlakuan diulang 3

13 
 

kali berdasarkan hari penanaman sehingga diperoleh 36 satuan percobaan. Setiap
satuan percobaan terdiri dari 5 botol dan 1 botol terdiri dari 4 eksplan
Pada percobaan 2 faktor pertama adalah jenis dan konsentrasi auksin yang
terdiri dari 7 taraf yaitu: tanpa auksin, 1.0 mg/l 2,4-D, 2.0 mg/l 2,4-D, 1.0 mg/l
picloram, 2.0 mg/l picloram, 1.0 mg/l NAA, dan 2.0 mg/l NAA. Faktor kedua
adalah konsentrasi BAP yang terdiri dari 2 taraf yaitu: 0 dan 0.1 mg/l. Terdapat 14
kombinasi perlakuan dan setiap perlakuan diulangan 3 kali berdasarkan hasil
penanaman sehingga diperoleh 42 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan
terdiri dari 5 botol dan 1 botol terdiri dari 4 eksplan.
.Uji statistik yang digunakan yaitu analisis sidik ragam. Model rancangan
yang digunakan adalah :
Yijk

= µ + αi + βj + (αβ)ij + k + ijk

i

= perlakuan jenis media (percobaan 1) atau taraf jenis dan taraf
konsentrasi
auksin (percobaan 2)

j

= perlakuan taraf konsentrasi 2,4-D (perobaan 1) atau taraf konsentrasi
BAP (percobaan 2)

k

= 1, 2, 3 (ulangan)

Yijk

= respon perlakuan

µ

= pengaruh rata-rata umum

αi

= pengaruh perlakuan jenis media (percobaan 1) atau jenis dan taraf
konsentrasi auksin (percobaan 2) pada taraf ke-i

βj

= pengaruh perlakuan konsentrasi 2,4-D (percobaan 1) atau konsentrasi
BAP (percobaan 2) pada taraf ke-j

(αβ)ij = pengaruh interaksi antara dua faktor perlakuan
k

= pengaruh kelompok ke-k

ijk

= pengaruh galat percobaan

Pada percobaan 1 :

Pada Percobaan 2 :

i = 1,2,3

i = 1,2,3,...,7

j = 1,2,3,4

j = 1,2

k = 1,2,3

k = 1,2,3

14 
 

Data pengamatan diuji dengan menggunakan analisis ragam, jika terdapat
pengaruh yang nyata, maka akan dilanjutkan dengan uji lanjut DMRT (Duncan
Multiple Range Test) pada taraf 5%. Pengolahan data dilakukan dengan perangkat
lunak Statistical Analysis System (SAS).

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan dan Sterilisasi Alat
Alat-alat yang digunakan untuk kegiatan penanaman harus dalam keadaan
steril. Botol kultur, cawan petri, alat tanam (pinset, pisau dan scalpel) dicuci
bersih terlebih dahulu kemudian dikeringkan. Peralatan tanam dan cawan petri
tersebut dibungkus dengan kertas. Semua peralatan tersebut disterilisasi dengan
autoclave pada temperatur 1210C dengan tekanan 1.1 kgcm2 selama 1 jam.
Perhitungan waktu sterilisasi dimulai setelah tekanan mencapai 1.1 kgcm2.

Pembuatan Larutan Stok
Pembuatan larutan stok bahan pembuat media MS, B5 dan WPM
bertujuan untuk memudahkan pembuatan media. Larutan stok media dibuat sesuai
dengan komposisi media MS, WPM, dan B5 (Tabel Lampiran 1, 2, dan 3) yang
disimpan dalam erlenmeyer dengan konsentrasi yang lebih pekat dalam suhu
kamar.

Pembuatan Media Kultur
Percobaan I :
Media MS, B5 dan WPM dibuat dari larutan stok yang sudah tersedia. Hal
pertama yang dilakukan adalah memipet beberapa jenis larutan stok MS, B5, dan
WPM (Tabel Lampiran 1, 2, dan 3) kemudian ditambahkan zat pengatur tumbuh
2,4-D dengan konsentrasi sesuai perlakuan dan larutan gula sebanyak 30 g/l
selanjutnya ditambahkan aquades sampai volumenya mencapai 1000 ml. Media
diatur hingga derajat keasamannya (pH) 5.8-6.0. Penambahan dan pengurangan
pH dilakukan dengan penambahan larutan KOH atau HCl hingga mencapai pH
yang diinginkan. Larutan tersebut dipindahkan ke dalam wadah yang lebih besar

15 
 

kemudian ditambahkan agar-agar sebanyak 7 g/l. Media tersebut dipanaskan dan
diaduk sehingga agar-agar larut. Setelah mendidih media dituangkan ke dalam
botol-botol kultur steril yang telah dipersiapkan. Masing-masing botol kultur diisi
sebanyak 20 ml media. Botol segera ditutup rapat dengan menggunakan plastik
dan diikat dengan karet gelang lalu disterilkan dengan autoclaf pada suhu 1210C
dan tekanan 1.1 kgcm2 selama 30 menit. Selanjutnya media yang sudah disteril
disimpan dalam ruang penyimpanan media yang telah dilengkapi dengan
pendingin ruangan.
Percobaan II :
Pada percobaan 2 dilakukan perlakuan kombinasi berbagai auksin (2,4-D ;
Picloram dan NAA) dengan sitokinin (BAP). Kombinasi auksin dan sitokinin
yang akan dilakukan yaitu: 2,4-D + BAP ; Picloram + BAP dan NAA + BAP. Hal
pertama yang dilakukan dalam pembuatan media adalah memipet beberapa jenis
larutan stok komposisi media MS (Tabel Lampiran 1) kemudian ditambahkan
auksin dan sitokinin. Konsentrasi auksin yang digunakan yaitu 1.0 dan 2.0 mg/,
sedangkan konsentrasi sitokinin yang digunakan yaitu 0 dan 0.1 mg/l. Selanjutnya
ditambahkan larutan gula sebanyak 30 g/l dan ditambahkan aquades sampai
volumenya mencapai 1000 ml. Derajat keasamannya (pH) diatur sehingga
mencapai 5.8–6.0. Pengaturan pH dilakukan dengan penambahan larutan KOH
atau HCl hingga mencapai pH yang diinginkan. Larutan tersebut dipindahkan ke
dalam wadah yang lebih besar kemudian ditambahkan agar-agar sebanyak 7 g/l.
Media tersebut dipanaskan dan diaduk sehingga agar-agar larut. Setelah mendidih
media dituangkan ke dalam botol-botol kultur steril yang telah dipersiapkan.
Masing-masing botol kultur diisi sebanyak 20 ml media. Botol segera ditutup
rapat dengan menggunakan plastik dan diikat dengan karet gelang lalu disterilkan
dengan autoclaf pada suhu 1210C dan tekanan 1.1 kgcm2 selama 30 menit.
Selanjutnya media yang sudah disteril disimpan dalam ruang penyimpanan media
yang telah dilengkapi dengan pendingin ruangan.

16
 

P
Pemilihan
E
Eksplan
P
Percobaan
I:
Biji melon mudaa sebagai ekksplan diam
mbil dari buuah melon hibrida
h
H-7
m
muda,
berum
mur 15 hari setelah pennyerbukan yang
y
berasal dari kebun percobaan
P
Pusat
Kajian
n Buah-buahhan Tropikaa IPB. Biji melon
m
muda harus berppenampilan
b dan utu
baik
uh.

A

B

Gambar 1. (A) Buah
h Melon Mudda Berumur 15 Hari, (B)) Biji Melonn Muda

P
Percobaan
III :
Biji tua
t melon (m
mature seedd) yang berassal dari meloon hibrida H-7
H koleksi
P
Pusat
Kajiann Buah-buahhan Tropikaa IPB dipilihh yang berppenampilan baik, tidak
c
cacat,
berukuuran normall, dan seed coat bebas daari jamur.

Gaambar 2. Biji Tua Melonn Hibrida H-7

S
Sterilisasi
E
Eksplan
P
Percobaan
I:
y
mudaa terlebih dahulu diicuci bersiih dengan
Buahh melon yang
m
menggunaka
an detergen
n. Buah yanng sudah bersih kemuudian dirend
dam dalam
l
larutan
dithaane dan agreept, masing--masing 2 g//l selama 1 jjam. Buah yang
y
sudah

17 
 

disterilkan tersebut kemudian dipindahkan kedalam Laminar Airflow Cabinet.
Lalu buah direndam ke dalam clorox 25% selama 20 menit, dibilas dengan
aquades steril sebanyak 2 kali. Lalu buah dibelah secara melintang tepat dibagian
tengah. Biji melon dipisahkan dari daging buah kemudian satu-persatu biji
dibersihkan dari lendir yang menempel dengan menggunakan pinset. Biji yang
sudah bersih dari lendir direndam dalam klorox 5% selama 20 menit. Banyaknya
biji yang direndam adalah 100 biji per 100 ml larutan klorox.
Percobaan II :
Pada percobaan kedua biji melon tua dipisahkan dari kulit biji sehingga
diperoleh kotiledon (Gambar 3). Kotiledon yang diperoleh kemudian direndam
dalam larutan fungisida dan bakterisida dengan masing-masing konsentrasi 2 g/l
selama 1 jam. Kotiledon lalu dibilas den