Pengaruh Fumigasi Amonia terhadap Sifat Fisis, Mekanis dan Keawetan Tiga Jenis Kayu Hasil Tanaman
PENGARUH FUMIGASI AMONIA TERHADAP
SIFAT FISIS, MEKANIS DAN KEAWETAN
TIGA JENIS KAYU HASIL TANAMAN
ALDIO DWI CAHYO
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Fumigasi
Amonia terhadap Sifat Fisis, Mekanis dan Keawetan Tiga Jenis Kayu Hasil
Tanaman adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2013
Aldio Dwi Cahyo
NRP. E24080099
ABSTRAK
Aldio Dwi Cahyo. Pengaruh Fumigasi Amonia terhadap Sifat Fisis, Mekanis dan
Keawetan Tiga Jenis Kayu Hasil Tanaman. Dibimbing oleh IMAM WAHYUDI.
Kayu sengon (Falcataria moluccana), karet (Hevea brasiliensis) dan
mangium (Acacia mangium) akhir-akhir ini semakin diminati pihak industri
pengolahan kayu akibat terbatasnya ketersediaan kayu-kayu berkualitas. Kayu
sengon dijadikan palet dan/atau kotak kemasan (wood packaging), sedangkan
kayu karet dan mangium untuk mebel dan furniture. Ketiga jenis kayu tersebut
tergolong kayu yang tidak awet karena dihasilkan dari tegakan muda (empat
hingga dibawah 10 tahun untuk sengon dan mangium) serta mudah diserang blue
stain dan faktor perusak biologis lainnya meskipun berumur 25 tahun (untuk kayu
karet). Oleh karena itu perlu dilakukan proses peningkatan mutu kayu, yang salah
satunya adalah dengan fumigasi amonia yang telah terbukti mampu meningkatkan
umur pakai kayu dan sekaligus membunuh hama yang ada. Karena pengaruh
perlakuan fumigasi menggunakan amonia terhadap sifat fisis, mekanis dan
keawetan kayu belum banyak diteliti, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mempelajari hal tersebut khususnya pada kayu sengon, karet dan mangium hasil
tanaman. Jangan sampai perlakuan fumigasi yang diterapkan malah berdampak
pada penurunan kualitas kayu. Bahan utama yang digunakan adalah kayu teras
dari bagian tengah batang pohon sengon, karet dan mangium yang diperoleh dari
hutan rakyat sekitar Kampus IPB Darmaga. Umur pohon tidak diketahui dengan
pasti, namun diameter batang kayu-kayu yang diteliti berkisar antara 20-25 cm.
Parameter yang diteliti terdiri dari kadar air (KA), berat jenis (BJ), keteguhan
lentur (MOE), keteguhan patah (MOR), keteguhan tekan maksimum sejajar serat
(σtk//), kekerasan sisi radial dan tangensial serta kehilangan berat kayu. Ukuran
dan bentuk contoh-contoh uji serta prosedur pengujiannya mengikuti ASTM
D143-94 tahun 2007, dengan empat ulangan. Data yang dihasilkan selanjutnya
dianalisis dengan rancangan acak faktorial dua faktor menggunakan SAS 9.1.3
dan Microsoft Excel 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fumigasi amonia
mempengaruhi nilai KA dan kehilangan berat kayu. KA kayu dan kehilangan
berat juga dipengaruhi oleh jenis kayu, sedangkan interaksi antara jenis kayu dan
fumigasi amonia tidak. Setelah difumigasi, KA kayu cenderung meningkat
sebesar 8,40-22,80%, sedangkan kehilangan berat cenderung berkurang (27,2656,48%). Peningkatan KA yang tertinggi terdapat pada kayu mangium, sedangkan
yang terendah pada kayu karet. Setelah difumigasi, kayu karet lebih awet
dibandingkan kayu sengon. Hasil penelitian juga memperlihatkan bahwa
perlakuan fumigasi dan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap nilai-nilai
BJ, MOE, MOR, σtk//, kekerasan sisi radial maupun kekerasan sisi tangensialnya.
BJ dan beberapa sifat mekanis yang diteliti tersebut hanya dipengaruhi dan
bergantung pada jenis kayu.
Kata kunci: Sengon, karet, mangium, amonia, fumigasi
ABSTRACT
Aldio Dwi Cahyo. Effect of ammonia fumigation on physical-mechanical
properties and natural durability of three wood species from plantation.
Undersupervision of IMAM WAHYUDI.
Recently, sengon (Falcataria moluccana), karet (Hevea brasiliensis) and
mangium (Acacia mangium) woods became popular for many wood industries in
Indonesia due to the lack of better quality of wood. Sengon wood is for pallet
and/or packaging material, while karet- and mangium woods are for meubel and
furniture manufacturing. These three wood species belong to non durable wood:
sengon and mangium woods are commonly obtained from the younger trees (four
to less than 10 year-old), while karet wood even though it is around 25 year-old, it
is attacked easily by blue-stain and other destroying fungus. In order to improve
the quality of these three woods, fumigation technique using ammonia was
performed. Since effect of ammonia fumigation on physical-mechanical properties
and natural durability of wood, especially the wood from plantation, was not study
well, therefore, the aim of this study was focussing on the above aspect. It is hope
that fumigation process applied has no negative effect on wood quality. The main
material used was heartwood portion from the middle part of tree stem of sengon,
karet and mangium. All tree species were obtained from rural forest of
surrounding areas of IPB Darmaga Campus. There was no information about tree
age, but their diameters were around 20-25 cm. The parameters studied consist of
wood moisture content (MC), specific gravity (BJ), modulus of elasticity (MOE),
modulus of rupture (MOR), maximum compression strength parallel to the grain
(σtk//), hardness in radial and tangential surfaces and also the weight loss. All
sample size and shape and also the testing procedure were carried out following
the ASTM-D143 94 in 2007, with four replications. Data were then analyzed with
a random two-factor factorial design using SAS 9.1.3 and Microsoft Excel 2010.
The result showed that ammonia fumigation is significantly affects wood MC and
weight loss. Wood MC and weight loss were also influenced by wood species,
while interaction between wood species and ammonia fumigation was not. After
fumigation, wood MC tended to increase (8.40-22.80%), while the weight loss
tended to decrease (27.26-56.48%). The highest increasing of MC was found on
mangium wood, while the lowest on rubber wood. After fumigation, karet wood
was more durable compared to sengon wood. The research also showed that
ammonia fumigation and the interaction between wood species and fumigation
treatment have no significant effect on SG, MOE, MOR, σtk// and wood hardness.
SG and all mechanical properties studied were influenced only by wood species.
Keywords: Sengon, karet, mangium, ammonia, fumigation
PENGARUH FUMIGASI AMONIA TERHADAP
SIFAT FISIS, MEKANIS DAN KEAWETAN
TIGA JENIS KAYU HASIL TANAMAN
ALDIO DWI CAHYO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada
Departemen Hasil Hutan
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi
Nama
NIM
: Pengaruh Fumigasi Amonia terhadap Sifat Fisis, Mekanis dan
Keawetan Tiga Jenis Kayu Hasil Tanaman
: Aldio Dwi Cahyo
: E24080099
Menyetujui:
Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS
NIP. 19630106 198703 1 004
Mengetahui,
Ketua Departemen Hasil Hutan
Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. I Wayan Darmawan, MSc.
NIP. 19660212 199103 1 002
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugrahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Pengaruh
Fumigasi Amonia terhadap Sifat Fisis, Mekanis dan Keawetan Tiga Jenis Kayu
Hasil Tanaman. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Alasan dilakukannya penelitian ini karena
pengaruh fumigasi amonia terhadap ketiga sifat kayu tersebut apalagi terhadap
kayu-kayu hasil tanaman masih sangat terbatas. Jangan sampai fumigasi amonia
yang diterapkan malah mengurangi sifat dan karakteristik kayu.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan
demi kesempurnaan karya ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan pihak-pihak yang membutuhkan..
Bogor, Februari 2013
Aldio Dwi Cahyo
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Sengon (Falcataria moluccana)
Karet (Hevea brasiliensis)
Mangium (Acacia mangium Willd.)
Fumigasi
Amonia
Keawetan Alami Kayu
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan
Prosedur Penelitian
Persiapan contoh uji
Proses fumigasi
Pengujian sifat fisis
Pengujian sifat mekanis
Keteguhan lentur statis (MOE dan MOR)
Keteguhan tekan maksimum sejajar serat
Kekerasan sisi
Pengujian keawetan
Analisis data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Fisis
Kadar air (KA)
Berat jenis (BJ)
Sifat mekanis
Keteguhan lentur statis (MOE dan MOR)
Keteguhan tekan maksimum sejajar serat
Kekerasan radial dan tangensial
Keawetan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
ix
ix
1
1
2
2
2
2
3
3
4
4
4
5
5
5
6
6
6
7
7
7
8
8
8
9
10
10
10
10
11
11
13
14
15
16
16
16
17
18
25
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Ruang fumigasi
Sampel contoh uji
Pengujian keteguhan lentur statis
Pengujian keteguhan tekan maksimum sejajar serat
Pengujian kekerasan sisi
Pola susunan contoh uji kubur di lapangan
Rata-rata nilai KA kayu sebelum dan sesudah difumigasi
Rata-rata nilai BJ kayu sebelum dan sesudah difumigasi
Rata-rata nilai MOE sebelum dan sesudah difumigasi
Rata-rata nilai MOR sebelum dan sesudah difumigasi
Rata-rata keteguhan tekan maksimum sejajar serat sebelum dan
sesudah difumigasi
12 Rata-rata nilai kekerasan radial sebelum dan sesudah difumigasi
13 Rata-rata nilai kekerasan tangensial sebelum dan sesudah difumigasi
14 Rata-rata nilai kehilangan berat sebelum dan sesudah difumigasi
5
6
7
8
8
9
10
11
12
12
13
14
15
15
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Anova KA
Hasil uji Duncan KA
Anova BJ
Anova MOE
Anova MOR
Anova keteguhan tekan maksimum sejajar serat
Anova kekerasan radial
Anova kekerasan tangensial
Anova kehilangan berat
Hasil perhitungan KA dan BJ
Hasil perhitungan MOE dan MOR
Hasil perhitungan keteguhan tekan maksimum sejajar serat
Hasil perhitungan kekerasan sisi radial dan tangensial
Hasil perhitungan kehilangan berat melalui uji kubur
18
18
18
18
18
19
19
19
19
20
21
22
23
24
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemanfaatan jenis-jenis kayu hasil tanaman seperti sengon (Falcataria
moluccana), karet (Hevea brasiliensis) dan mangium (Acacia mangium) untuk
berbagai keperluan industri di Indonesia semakin populer akhir-akhir ini akibat
terbatasnya ketersediaan kayu berkualitas di pasaran kayu. Kayu sengon banyak
digunakan sebagai bahan baku pembuatan palet atau kemasan (wood packaging),
sedangkan kayu karet dan mangium untuk bahan baku mebel dan furniture. Kelas
kuat dan kelas awet ketiga jenis kayu hasil tanaman tersebut pada umumnya
tergolong rendah karena berasal dari pohon yang dipanen saat tegakan masih
muda (4 hingga dibawah 10 tahun untuk sengon dan mangium), serta mudah
diserang oleh jamur pewarna (blue stain) atau faktor perusak biologis lainnya
meski dari tegakan tua (minimal 25 tahun untuk karet).
Permintaan akan kayu yang terus meningkat untuk berbagai keperluan di
satu sisi dan terbatasnya pasokan kayu berkualitas disisi yang lain, mengakibatkan
terbukanya peluang pemanfaatan kayu-kayu hasil tanaman. Khusus untuk bahan
baku peti kemas serta mebel dan furniture, penggunaan kayu-kayu hasil tanaman
sangat prospektif karena ringan dan lebih murah. Kelemahan yang ada khususnya
dari segi kekuatan dan keawetan dapat diatasi dengan berbagai perlakuan atau
metode peningkatan kualitas yang teknologinya sudah dikuasai. Pemilihan metode
yang tepat diyakini dapat mengatasi kedua kelemahan yang ada.
Pengawetan kayu termasuk salah satu metode peningkatan kualitas karena
memperpanjang umur pakai (life service) kayu. Kayu-kayu yang sudah diawetkan
pada umumnya lebih awet sehingga tahan atau tidak mudah diserang oleh
berbagai faktor perusak kayu. Fumigasi yang pada awalnya diperuntukan bagi
pengendalian hama dapat dikategorikan sebagai salah satu teknik mengawetkan
kayu karena juga berdampak pada peningkatan umur pakai kayu. Selain mampu
membasmi hama yang ada, fumigan yang ada di dalam kayu mengakibatkan kayu
tidak lagi disukai oleh serangga dan mikroorganisme perusak kayu lainnya.
Perlakuan fumigasi menjadi semakin populer dengan diberlakukannya
ISPM (International Standard for Phytosanitary Measure) # 15 secara
internasional terhadap seluruh bahan pembungkus yang terbuat dari kayu (wood
packaging) untuk mengantisipasi penyebaran hama. Fumigan yang selama ini
dipakai adalah metil bromida. Di beberapa negara termasuk Indonesia
penggunaan metil bromida sangat dibatasi karena selain mahal juga tidak ramah
lingkungan. Akhir-akhir ini penggunaan amonia sebagai fumigan pengganti mulai
marak karena terbukti mampu berperan sebagaimana layaknya metil bromida.
Pengaruh perlakuan fumigasi amonia terhadap sifat fisis, mekanis dan keawetan
kayu apalagi pada kayu-kayu hasil tanaman masih sangat terbatas. Hal inilah yang
melatar-belakangi dilakukannya penelitian ini.
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh fumigasi amonia
terhadap sifat fisis, mekanis dan keawetan kayu dari tiga jenis kayu hasil tanaman,
yaitu sengon, karet dan mangium. Proses fumigasi yang dilakukan adalah proses
standar tetapi tanpa menggunakan bantuan sinar lampu.
Manfaat Penelitian
Mampu mengungkapkan pengaruh perlakuan fumigasi amonia terhadap
sifat fisis, mekanis dan keawetan ketiga jenis kayu yang diteliti.
Dapat diterapkan di lapangan khususnya di sentra-sentra industri palet
maupun furniture sehingga turut serta membantu perkembangan industri kemasan
kayu dan furniture di tanah air.
TINJAUAN PUSTAKA
Sengon (Falcataria moluccana)
Sengon merupakan salah satu jenis pohon anggota famili Mimosaceae.
Penyebaran alaminya mulai dari Pulau Jawa, Maluku, Sulawesi Selatan hingga
Papua. Tumbuhan ini banyak ditanam di luar daerah aslinya karena cepat tumbuh
dan mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Tinggi pohon mencapai 40 m
dengan panjang batang bebas cabang 10-30 m. Diameter batang mencapai 80 cm,
dengan kulit berwarna putih atau kelabu, tidak beralur, tidak mengelupas dan
tidak berbanir (Martawijaya et al. 2005).
Kayu sengon memiliki ciri umum sebagai berikut: pada pohon muda teras
gubal sukar dibedakan, sedangkan pada pohon tua warna teras putih sampai coklat
kemerahan atau kuning muda sampai coklat kemerahan, merah coklat keputihan.
Memiliki sedikit corak dengan tekstur agak kasar sampai kasar. Arah seratnya
berpadu dan kadang-kadang lurus. Kayu agak lunak dengan warna kayu putih
sampai coklat muda kemerahan. Porinya soliter dan berganda radial, parenkim
baur, kayunya lunak.
Menurut Pandit dan Kurniawan (2008), ciri anatomi kayu sengon adalah: sel
pembuluh (pori-pori)nya tata baur, bundar sampai bulat telur, soliter dan berganda
radial 2-3 sel, 4-7 sel per mm², diameter tangensial 160-340 mikron, dengan
bidang perforasi sederhana. Parenkimnya menyinggung sebagian pori (scanty)
sampai selubung (concentris), kebanyakan bertipe apotrakeal baur yang terdiri
dari 1-3 sel membentuk garis tangensial dengan jari-jari. Jari-jari kayu umumnya
sempit, terdiri atas 1-2 seri, jumlahnya 6-12 per mm, dengan komposisi
homoseluler (hanya terdiri atas sel-sel baring). BJ rata-rata kayu sengon 0,33
(0,24-0,49), Kelas Awet IV-V dan Kelas Kuat IV-V.
3
Karet (Hevea brasiliensis)
Tumbuhan karet pada awalnya hanya tumbuh di daerah Amazon, Brazil.
Pada akhir abad 18 mulai ditanam di daerah India, lalu di Singapura dan negaranegara Asia Tenggara lainnya termasuk Jawa. Pohon karet dibudidayakan dengan
tujuan utama untuk diambil getahnya.
Pohon karet yang tinggi rata-ratanya dapat mencapai 20 meter baru akan
diambil getahnya (disadap) pada umur 5-6 tahun. Secara ekonomis tanaman karet
menjanjikan karena ketika sudah tidak produktif menghasilkan getah (25 tahun)
dapat ditebang dan dijadikan bahan baku industri. Kayu karet berwarna putih
kekuningan sedikit krem ketika baru ditebang dan akan berubah sedikit
kecoklatan saat mengering. Tidak terdapat perbedaan warna yang mencolok
antara kayu gubal dengan kayu terasnya. Bisa dikatakan hampir tidak terdapat
kayu teras pada kayu karet.
Menurut pengalaman sifat pemesinan kayu karet tergolong baik hingga
sedang karena tidak menimbulkan banyak cacat saat diproses, sementara proses
assemblingnya mudah. Pemotongan dengan sudut pisau hingga 30° pun tetap
menghasilkan permukaan yang halus dan rata. Kayu karet banyak digunakan
sebagai bahan baku furniture untuk tujuan di bawah atap (interior) seperti top
table kitchen set, kursi dan meja serta tatakan pisau dan gagang peralatan dapur.
Kerapatan kayu karet antara 435- 625 kg/m³ pada kadar air 12%, sedangkan BJ
rata-ratanya 0,61 (0,55-0,70). Kayu ini termasuk kedalam Kelas Awet V dan
Kelas Kuat II-III (Pandit dan Kurniawan 2008).
Mangium (Acacia mangium Willd.)
Mangium juga merupakan anggota famili Mimosaceae. Penyebaran alami
dimulai dari Kepulauan Maluku, Papua, Papua New Guinea hingga Queensland
(Australia). Tumbuhan ini pertama kali ditanam di Sabah pada pertengahan tahun
1960 dengan bibit dari Australia. Sejak akhir 1970 hingga awal 1980, mangium
banyak ditanam di negara-negara Asia Tenggara khususnya Malaysia dan
Indonesia karena cepat tumbuh (Ogata et al. 2008).
Kayu mangium memiliki ciri umum: terasnya berwarna coklat pucat
sampai coklat tua, kadang-kadang coklat zaitun sampai coklat kelabu, batasnya
tegas dengan gubal yang berwarna kuning pucat sampai kuning jerami. Corak
kayu polos atau berjalur-jalur berwarna gelap dan terang bergantian pada bidang
radial. Bertekstur halus sampai agak kasar dan merata. Arah serat biasanya lurus,
kadang-kadang berpadu. Permukaannya agak mengkilap dan licin (Pandit dan
Kurniawan 2008).
Ciri anatomi kayunya adalah pori soliter dan berganda radial 2-3 sel,
diameter agak kecil, jarang sampai agak jarang, bidang perforasi sederhana.
Parenkimnya selubung, kadang-kadang bentuk sayap pada pori yang berukuran
kecil. Sel jari-jarinya sempit, jarang sampai agak jarang, ukurannya agak pendek
sampai pendek. Kayu ini memiliki BJ rata-rata 0,69 (0,49-0,84), Kelas Awet III
dan Kelas Kuat II-III (Pandit dan Kurniawan 2008).
4
Fumigasi
Fumigasi adalah salah satu cara untuk mengendalikan hama (rayap, kutu
buku, tikus, kecoa, kumbang, ngengat dan lain-lain) dengan menggunakan gas
beracun, biasanya methyl bromide (CH3Br). Dengan fumigasi, semua stadia hama
yang ada dalam kayu dapat dibasmi tanpa mengotori bahan yang difumigasi
(Hendrawan 2007). Menurut Anonim (2010), fumigasi adalah proses di mana
serangga dikeluarkan dari struktur kayu dengan menggunakan gas yang
mematikan.
Giler (2006) menyatakan bahwa fumigan adalah zat kimia baik tunggal
maupun campuran yang meliputi semua bahan aktif dan tidak aktif (jika ada) yang
diramu menjadi satu. Formulasi fumigan dapat berada dalam tiga bentuk zat yaitu
padat, cair dan gas. Fumigan yang ideal memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Sangat beracun terhadap hama yang menjadi target, namun tidak
terhadap tumbuhan, manusia dan organisme lain yang bukan menjadi
sasaran.
2. Tersedia di pasaran dan hemat dalam penggunaan.
3. Tidak memberikan bahaya kepada komoditas.
4. Tidak terbakar, tidak merusak dan tidak meledak dalam keadaan
penggunaan normal.
5. Mudah menguap dengan penetrasi yang baik.
6. Tidak berakibat buruk terhadap lingkungan.
Pada September 2000, the California Department of Pesticide Regulation
mengeluarkan peraturan prosedural baru yang membuat penggunaan fumigan
metil bromida sangat tidak praktis dan mahal. Peraturan ini pada dasarnya adalah
untuk menghentikan penggunaan senyawa tersebut sebagai fumigan dikarenakan
dapat merusak lapisan ozon (Anonim 2010).
Amonia
Amonia (NH3) memiliki bau khas yang menyengat. NH3 yang larut dalam
air disebut amonium hidroksida. Amonia umumnya bersifat basa, namun dapat
pula bertindak sebagai asam yang sangat lemah. Titik didih amonia -33°C dan
titik lelehnya -77,7°C sehingga amonia harus disimpan dalam suhu yang sangat
rendah atau dalam ruang bertekanan tinggi. Berat molekul amonia 17,03, tekanan
uap 400 mmHg (-45.4°C), kelarutan dalam air 31g/100g (25°C), berat jenis 0,682
(-33,4°C), berat jenis uap 0,6 dan suhu kritis 133°C. Sifat fisik dari amonia adalah
berupa gas tidak berwarna, berbau khas, bersifat iritan dan mudah larut dalam air
(Anonim 2009).
Amonia dapat berfungsi sebagai pupuk karena dapat diubah menjadi nitrit
dan nitrat oleh bakteri yang ada dalam tanah. Amonia juga dimanfaatkan dalam
pembuatan pupuk urea, bahan peledak dan digunakan pula dalam bidang farmasi
(Harwood et al. 2007). Amonia pada kadar tertentu dapat menyerang eksoskeleton
serangga dan dapat menimbulkan kematian (Anonim 2009).
Keawetan Alami Kayu
Keawetan kayu adalah daya tahan kayu terhadap berbagai faktor perusak
kayu, baik faktor biologis seperti jamur, serangga (terutama rayap dan bubuk kayu
5
kering) dan binatang laut maupun faktor non biologis (cuaca dan lingkungan).
Keawetan kayu dinilai melalui uji lapangan (biasanya dikubur atau uji kubur) atau
uji laboratorium. Tingkat keawetan kayu ditentukan berdasarkan persentase
penurunan berat kayu akibat serangan faktor perusak atau persentase kematian
organisme perusak. Keterawetan adalah kemampuan (mudah-tidaknya) kayu
ditembus oleh bahan pengawet (Martawijaya & Barly 2000).
Nandika et al. (1996) menyatakan bahwa keawetan kayu adalah daya tahan
suatu kayu terhadap serangan organisme perusak kayu seperti serangga dan jamur.
Keawetan alami kayu ditentukan oleh jenis dan banyaknya zat ekstraktif yang
bersifat racun terhadap organisme perusak kayu yang tentu saja bervariasi
menurut jenis kayu, umur pohon, lokasi dalam batang dan lain-lain. Hal inilah
yang menyebabkan keawetan alami berbagai jenis kayu berbeda-beda. Bahkan
pada jenis kayu yang sama dan pada pohon yang sama pun keawetan kayu bisa
berbeda.
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai Mei hingga Oktober 2012 di
laboratorium/workshop di lingkungan Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu
dan di Laboratorium Sifat Mekanis Kayu, Bagian Rekayasa Disain Bangunan
Kayu, Departemen Hasil Hutan serta di Arboretum Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ruang fumigasi (Gambar 1),
stiker untuk mengatur jarak antar kayu, wadah plastik untuk tempat amonia,
kamera dan peralatan kesehatan (masker, sarung tangan, google). Peralatan untuk
pengujian sifat fisis meliputi timbangan elektrik, oven, moisture meter, desikator,
kaliper, parafin dan alat tulis, sedangkan peralatan untuk pengujian sifat mekanis
terdiri dari universal testing machine (UTM) merek Amsler dan Instron.
Bahan yang digunakan adalah kayu sengon (Falcataria moluccana), karet
(Hevea brasiliensis), mangium (Acacia mangium), larutan amonia dan air. Kayu
yang diteliti berasal dari hutan atau tanaman rakyat di sekitar Kampus IPB
Darmaga, Bogor. Umur pohon tidak diketahui dengan pasti. Diameter batang
pohon berkisar 20-25 cm.
Gambar 1 Ruang Fumigasi
6
Prosedur Penelitian
Persiapan contoh uji
Bentuk dan ukuran contoh uji yang digunakan (Gambar 2) serta tahapan
pengujian sifat fisis, mekanis dan keawetan kayu dilakukan mengikuti standar
American Society for Testing and Materials (ASTM)-D143-94 2007. Contoh uji
masing-masing pengujian dibuat 2 set: untuk kontrol (tanpa fumigasi) dan untuk
perlakuan (fumigasi), semuanya disiapkan dalam kondisi kering udara (kadar air <
18%).
A
Tanpa Fumigasi
Fumigasi
D
D
1
2
C
B
C
1
B
1
2
2
E
E
2
1
F1
Keterangan:
A
B1 dan B2
C1 dan C2
D1 dan D2
E1 dan E2
F1 dan F2
Gambar 2 Sampel contoh uji
F2
: Balok kayu
: Contoh uji kubur (2 cm x 2 cm x 45 cm)
: Contoh uji keteguhan lentur statis (MOE dan MOR): 30
cm x 2 cm x 2 cm
: Contoh uji keteguhan tekan maksimum sejajar serat (2 cm
x 2 cm x 6 cm)
: Contoh uji KA dan BJ kayu (2 cm x 2 cm x 2 cm)
: Contoh uji kekerasan sisi (5 cm x 2 cm x 2 cm)
Proses fumigasi
Proses fumigasi dilakukan di ruang fumigasi berukuran (100 cm x 100 cm x
100 cm) yang terbuat dari plastik transparan berkerangka kayu yang berada di
Laboratorium Pengeringan Kayu/Workshop dekat Asrama Putra IPB. Di dalam
ruang fumigasi diletakkan tumpukan kayu yang akan difumigasi bersebelahan
7
dengan wadah berisi larutan amonia teknis sebanyak 6 liter, lalu ditutup rapat.
Contoh uji dibiarkan terpapar gas amonia selama 4 hari tanpa bantuan sinar lampu.
Setelah 4 hari contoh uji diangin-anginkan kembali untuk menghilangkan bau
amonia yang ada dan siap untuk diuji.
Pengujian sifat fisis
Contoh uji kontrol dan yang sudah difumigasi diukur dimensinya untuk
memperoleh volume awal (VA), lalu ditimbang berat awal (BA)-nya. Contoh uji
selanjutnya dikeringkan dalam oven (103 ± 2ºC) sampai beratnya konstan dan
ditimbang kembali untuk memperoleh berat kering tanur (BKT)-nya. Nilai kadar
air (KA) dan berat jenis (BJ) kayu kondisi kering udara dihitung dengan rumus:
KA = (BA-BKT) / BKT x 100%
BJ kayu = (BKT / VA) / kerapatan air
Pengujian sifat mekanis
Keteguhan lentur statis (MOE dan MOR)
Pengujian dilakukan dengan UTM merek Instron dimana pembebanan
dilakukan secara terpusat dengan arah tegak lurus permukaan contoh uji.
Kedudukan contoh uji saat pengujian dalam posisi horizontal (Gambar 3).
Pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan dengan kecepatan pembebanan 2,5
mm/menit sampai contoh uji mengalami kerusakan.
2cm
2cm
30cm
Gambar 3 Pengujian keteguhan lentur statis
Nilai MOE dan MOR dihitung dengan rumus:
MOE = (∆P L3) / 4 ∆y b h3
MOR = (3Pmaks L) / 2 b h2
Keterangan:
MOE = Modulus of elasticity (kg/cm2)
∆P
= Perubahan beban yang terjadi di bawah batas proporsi (kg)
L
= Jarak sangga (cm)
∆y
= Perubahan defleksi akibat beban (cm)
b
= Lebar contoh uji (cm)
h
= Tebal contoh uji (cm)
MOR = Modulus of rupture (kg/cm2)
Pmaks
= Beban maksimum (kg)
8
Keteguhan tekan maksimum sejajar serat
Pengujian juga dilakukan dengan UTM merek Instron. Pembebanan
dilakukan dengan arah sejajar permukaan contoh uji dimana kedudukan contoh uji
adalah vertikal (Gambar 4). Beban diberikan secara perlahan-lahan (6 mm/menit)
sampai contoh uji mengalami kerusakan. Nilai keteguhan tekan maksimum sejajar
serat (σtk//) dihitung dengan rumus:
σtk// = Pmaks / A
Keterangan:
Pmaks = beban maksimum (kg) dan A = luas permukaan contoh uji (cm2).
2,5 cm
10 cm
2,5 cm
Gambar 4 Pengujian keteguhan tekan maksimum sejajar serat
Kekerasan sisi
Pengujian kekerasan sisi (tangensial dan radial) dilakukan menggunakan
UTM merek Amsler. Kekerasan sisi diukur dengan cara memasukkan setengah
bola baja berdiameter 0,44 inci ke dalam permukaan kayu. Saat pengujian, posisi
contoh uji mendatar sesuai bidang yang akan diuji (Gambar 5).
2 cm
2 cm
5 cm
Gambar 5 Pengujian kekerasan sisi
Nilai kekerasan kayu (hardness atau H) dihitung dengan rumus:
H = Pmaks / A
Keterangan: A = luas permukaan bola baja = 1 cm2.
Pengujian keawetan
Pengujian keawetan kayu dilakukan di Arboretum Fakultas Kehutanan
IPB. Penguburan contoh uji dilakukan secara vertikal sedalam 25 cm sampai 30
cm secara acak. Jarak antar contoh uji dalam satu baris (antar kolom) sebesar 30
9
cm, sedangkan jarak antar baris sebesar 60 cm. Penguburan dilakukan selama tiga
bulan. Gambar 6 memuat pola penguburan contoh uji di lapangan.
Sebelum dikubur, masing-masing contoh uji ditimbang berat awal (BA) dan
diukur KAnya dengan moisture meter. Nilai BA dan KA digunakan untuk
memperoleh nilai BKTEst (BKT estimasi)-nya. Setelah 3 bulan, contoh uji
diangkat, lalu dibersihkan dari tanah yang menempel, kemudian dikeringkan
dalam oven sampai konstan dan ditimbang (BKT). Kehilangan berat (weight loss
atau WL) dihitung dengan rumus:
WL = (BKTEst – BKT) / BKTEst
dimana BKTEst = BA / (1 + KA/100).
KK 1
SF 3
MK 1
SK 1
SK 2
MF 2
KK 2
KF 4
SF 4
MF 3
KF 2
MK
2
MK 3
KK 3
KF 3
SF 1
SF 2
MF 1
MF 4
MK 4
SK 3
KK 4
KF 1
SK 4
Gambar 6 Pola susunan contoh uji kubur di lapangan
Keterangan: SK = Sengon kontrol, SF = Sengon difumigasi,
KK = Karet kontrol, KF = Karet difumigasi,
MK = Mangium kontrol, MF= Mangium
difumigasi;
1 s/d 4 = ulangan
Analisis data
Data sifat fisis dan mekanis yang diperoleh selanjutnya dianalisis
menggunakan SAS 9.1.3. dan Microsoft Excel 2010. Rancangan percobaan yang
digunakan pada penelitian ini adalah rancangan Faktorial Acak Lengkap (RAL)
dua faktor, yaitu jenis kayu sebagai faktor A dan pengaruh fumigasi sebagai faktor
B, dengan empat ulangan.
Model persamaan yang digunakan adalah:
Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Keterangan:
Yijk
= Respon dari faktor jenis ke-i, pengaruh fumigasi ke-j, dan
ulangan ke-k
μ
= Rataan umum
αi
= Pengaruh jenis kayu ke-i
βj
= Pengaruh perlakuan fumigasi ke-j
(αβ)ij
= Pengaruh interaksi antara jenis kayu ke-i dengan perlakuan
fumigasi ke-j
εijk
= Galat (kesalahan) percobaan
10
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Fisis
Kadar air (KA)
Hasil pengukuran rata-rata nilai KA kayu kondisi kering udara sebelum dan
sesudah difumigasi disajikan pada Gambar 7. Berdasarkan gambar tersebut
diketahui bahwa perlakuan fumigasi cenderung meningkatkan nilai KA kayu
dengan rata-rata peningkatan sebesar 8,40-22,80%. Peningkatan tertinggi
(22,80%) terdapat pada kayu mangium, sedangkan peningkatan terendah (8,40%)
terdapat pada kayu karet. Peningkatan nilai KA pada kayu sengon sebesar 9,42%.
Hasil penelitian ini bertolak-belakang dengan Asikin (2010) yang
menyatakan bahwa KA kayu sesudah difumigasi lebih rendah dibandingkan
dengan KA kayu sebelum difumigasi dengan rata-rata pengurangan nilai KA kayu
sebesar 1% hingga 5%. Perbedaan perlakuan fumigasi yang diterapkan diduga
merupakan faktor penyebabnya: Asikin (2010) menggunakan metoda perendaman,
sedangkan penelitian ini menggunakan metode pemaparan.
Gambar 7 Rata-rata nilai KA kayu sebelum dan sesudah difumigasi
Berdasarkan hasil analisis keragaman (Lampiran 1) diketahui bahwa jenis
kayu dan perlakuan fumigasi berpengaruh terhadap nilai KA kayu, tetapi tidak ada
interaksi antara keduanya. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 2) memperlihatkan
bahwa KA kayu karet sesudah difumigasi sebanding dengan KA kayu mangium
yang sudah difumigasi. Keduanya berbeda dibandingkan dengan KA kayu sengon
yang sudah difumigasi. Hal ini sesuai dengan Asikin (2010) yang menyatakan
bahwa perubahan nilai KA kayu sesudah difumigasi bergantung pada jenis kayu.
Berat jenis (BJ)
Hasil pengukuran rata-rata nilai BJ kayu sebelum dan sesudah difumigasi
disajikan pada Gambar 8. Tampak bahwa BJ kayu sengon yang sudah difumigasi
relatif tetap, BJ kayu karet yang sudah difumigasi meningkat sebesar 1,96%,
11
sedangkan BJ kayu mangium yang sudah difumigasi berkurang sebesar 3,33%
dibandingkan dengan BJ kayu sejenis yang tidak difumigasi.
Gambar 8 Rata-rata nilai BJ kayu sebelum dan sesudah difumigasi
Hal ini sesuai dengan hasil analisis keragamannya (Lampiran 3) dimana
hanya faktor jenis kayu yang berpengaruh terhadap nilai BJ kayu, sedangkan
perlakuan fumigasi dan interaksi antara jenis kayu dan perlakuan fumigasi tidak.
Ini berarti bahwa kayu yang difumigasi maupun yang tidak akan memiliki nilai BJ
kayu yang sama.
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Asikin (2010) dimana perubahan
nilai BJ kayu akibat difumigasi bergantung pada jenis kayu. Secara umum dapat
dikatakan bahwa perlakuan fumigasi tidak mempengaruhi nilai BJ kayu.
Sifat Mekanis
Keteguhan lentur statis (MOE dan MOR)
Hasil pengukuran rata-rata nilai MOE (keteguhan lentur) dan MOR
(keteguhan patah) pada kayu sebelum dan sesudah difumigasi disajikan pada
Gambar 9 dan 10. Berdasarkan Gambar 9 diketahui bahwa rata-rata MOE pada
ketiga jenis kayu sebelum difumigasi berkisar antara 56.690,40-73.082,01 kg/cm2,
sedangkan setelah difumigasi antara 56.955,97-77.101,52 kg/cm2. MOE kayu
yang difumigasi sebanding dengan MOE kayu tanpa fumigasi. Rata-rata nilai
MOR pada ketiga jenis kayu sebelum difumigasi berkisar antara 541,05-843,50
kg/cm2, sedangkan setelah difumigasi berkisar antara 540,88-890,70 kg/cm2
(Gambar 10). Sama halnya dengan MOE, MOR kayu-kayu yang difumigasi relatif
sebanding dengan MOR kayu-kayu kontrolnya.
Secara umum diketahui bahwa nilai MOE dan MOR pada kayu sengon,
karet dan mangium yang difumigasi cenderung meningkat, kecuali MOR pada
kayu sengon yang sedikit berkurang (0,03%). Berdasarkan Gambar 9 diketahui
bahwa peningkatan nilai MOE kayu sengon, karet dan mangium setelah
difumigasi masing-masingnya sebesar 0,23%, 1,00% dan 2,75%; sedangkan
12
Gambar 10 memperlihatkan peningkatan MOR kayu karet dan mangium masingmasingnya sebesar 3,25% dan 2,80%. Pengurangan MOR kayu sengon sangat
kecil (0,01%) sehingga dapat diabaikan.
Gambar 9 Rata-rata nilai MOE sebelum dan sesudah difumigasi
Gambar 10 Rata-rata nilai MOR sebelum dan sesudah difumigasi
Hasil analisis keragamannya (Lampiran 4 dan 5) memperlihatkan bahwa
MOE tidak dipengaruhi oleh jenis kayu, perlakuan fumigasi serta interaksi
keduanya, sedangkan MOR hanya dipengaruhi oleh jenis kayu. Ini berarti bahwa
MOE dan MOR kayu-kayu yang difumigasi tidak berbeda dibandingkan dengan
MOE dan MOR kayu sejenis yang tidak difumigasi.
MOE kayu sengon yang sudah difumigasi relatif sama dengan MOE kayu
karet yang sudah difumigasi, sedangkan MOE kayu karet yang sudah difumigasi
sama dengan MOE kayu mangium yang sudah difumigasi. MOE kayu sengon
yang sudah difumigasi berbeda bila dibandingkan dengan MOE kayu mangium
yang sudah difumigasi. Rata-rata nilai MOE kayu sengon, karet dan mangium
13
yang sudah difumigasi masing-masing sebesar 56.823 kg/cm2, 59.028 kg/cm2 dan
75.092 kg/cm2 (Lampiran 4).
Tidak adanya perbedaan yang signifikan antara MOE kayu sengon dengan
MOE kayu karet yang difumigasi padahal kedua jenis kayu tersebut memiliki nilai
BJ yang berbeda mengindikasikan adanya faktor lain yang berpengaruh terhadap
MOE. Reaksi kimia antara amonia dengan komponen kimiawi kayu diduga
memainkan peranan penting dalam hal ini.
Berdasarkan Lampiran 5 diketahui bahwa MOR kayu sengon yang sudah
difumigasi sama dengan MOR kayu karet yang sudah difumigasi. Keduanya
berbeda dibandingkan dengan MOR kayu mangium yang sudah difumigasi. Ratarata nilai MOR kayu sengon, karet dan mangium yang sudah difumigasi masingmasing sebesar 540,97 kg/cm2, 600,38 kg/cm2 dan 867,10 kg/cm2. Sama halnya
dengan KA dan BJ kayu, hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Asikin
(2010) dimana kayu-kayu yang difumigasi tidak mengalami perubahan nilai MOE
dan MOR yang nyata.
Keteguhan tekan maksimum sejajar serat
Hasil perhitungan rata-rata nilai keteguhan tekan maksimum sejajar serat
untuk ketiga jenis kayu yang diteliti disajikan pada Gambar 11. Berdasarkan
gambar tersebut diketahui bahwa perlakuan fumigasi memberikan pengaruh yang
bervariasi. Pada kayu sengon dan kayu karet, fumigasi mengakibatkan
berkurangnya nilai keteguhan tekan maksimum sejajar serat, masing-masing
sebesar 1,41% dan 8,42%, sedangkan pada kayu mangium terjadi peningkatan
sebesar 2,98%.
Gambar 11 Rata-rata keteguhan tekan maksimum sejajar serat sebelum dan
sesudah difumigasi
Hasil analisis keragamannya (Lampiran 6) memperlihatkan bahwa nilai
keteguhan tekan maksimum sejajar serat hanya dipengaruhi oleh jenis kayu.
Perlakuan fumigasi dan interaksi antara jenis kayu dan perlakuan fumigasi tidak
berpengaruh nyata. Hal ini menandakan bahwa kayu-kayu yang difumigasi
maupun yang tidak difumigasi memiliki nilai keteguhan tekan maksimum sejajar
14
serat yang sama. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Asikin (2010)
dimana secara umum perlakuan fumigasi tidak mempengaruhi nilai keteguhan
tekan maksimum sejajar serat kayu.
Lampiran 6 memperlihatkan bahwa nilai keteguhan tekan maksimum sejajar
serat kayu sengon yang sudah difumigasi sebanding dengan nilai keteguhan tekan
maksimum sejajar serat kayu karet yang sudah difumigasi, masing-masing sebesar
329,54 kg/cm2 dan 360,46 kg/cm2. Keduanya lebih rendah dibandingkan dengan
nilai keteguhan tekan maksimum sejajar serat kayu mangium yang sudah
difumigasi (466,14 kg/cm2).
Kekerasan radial dan tangensial
Hasil perhitungan rata-rata nilai kekerasan radial dan tangensial ketiga jenis
kayu yang diteliti disajikan pada Gambar 12 dan 13. Dari kedua gambar tersebut
diketahui bahwa perlakuan fumigasi memberikan pengaruh yang bervariasi
terhadap kekerasan kayu. Pada kayu sengon dan mangium, fumigasi
mengakibatkan peningkatan nilai kekerasan radial dan tangensial, sedangkan pada
kayu karet terjadi pengurangan. Rata-rata peningkatan nilai kekerasan radial pada
kayu sengon dan mangium masing-masing sebesar 22,57% dan 1,52%, sedangkan
pengurangan nilai pada kayu karet sebesar 2,42% (Gambar 12). Rata-rata
peningkatan nilai kekerasan tangensial pada kayu sengon dan mangium masingmasing sebesar 25,31% dan 8,41%, sedangkan pengurangan nilai kekerasan
tangensial pada kayu karet sebesar 4,75% (Gambar 13).
Gambar 12 Rata-rata nilai kekerasan radial sebelum dan sesudah difumigasi
Berdasarkan hasil analisis keragamannya (Lampiran 7 dan 8) diketahui
bahwa kekerasan kayu baik sisi radial maupun sisi tangensialnya hanya
dipengaruhi oleh jenis kayu, sedangkan perlakuan fumigasi serta interaksi antara
jenis kayu dan perlakuan fumigasi tidak. Ini berarti bahwa kayu yang difumigasi
maupun yang tidak difumigasi tidak mengalami perubahan nilai kekerasan
permukaan kayu yang signifikan. Hasil penelitian ini juga sama dengan penelitian
Asikin (2010) dimana kayu-kayu sebelum dan sesudah difumigasi tidak berbeda
nyata dalam hal kekerasan permukaannya.
15
Gambar 13 Rata-rata nilai kekerasan tangensial sebelum dan sesudah difumigasi
Lampiran 7 menyajikan nilai rata-rata kekerasan sisi radial kayu sengon,
karet dan mangium yang sudah difumigasi masing-masing sebesar 182,63 kg/cm2,
297,38 kg/cm2 dan 366,25 kg/cm2; sedangkan rata-rata kekerasan sisi
tangensialnya (Lampiran 8) masing-masing sebesar 204,25 kg/cm2 (sengon),
333,38 kg/cm2 (karet) dan 412,50 kg/cm2 (mangium).
Keawetan
Rata-rata kehilangan berat setelah uji kubur untuk ketiga jenis kayu, baik
sebelum maupun sesudah difumigasi disajikan pada Gambar 14. Dari gambar
tersebut diketahui bahwa perlakuan fumigasi cenderung meningkatkan keawetan
kayu. Hal ini tercermin dari semakin berkurangnya kehilangan berat kayu. Ratarata kehilangan berat pada kayu-kayu yang sudah difumigasi sebesar 1,07-8.30%,
sedangkan pada kayu-kayu yang tidak difumigasi sebesar 1,69-12,20%.
Gambar 14 Rata-rata nilai kehilangan berat sebelum dan sesudah difumigasi
16
Berdasarkan hasil analisis keragamannya (Lampiran 9) diketahui bahwa
kehilangan berat dipengaruhi oleh jenis kayu dan perlakuan fumigasi, sedangkan
interaksi antara jenis kayu dan perlakuan fumigasi tidak. Kehilangan berat pada
kayu-kayu yang difumigasi lebih rendah dibandingkan dengan kehilangan berat
kayu-kayu yang tidak difumigasi. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian
Azhim (2011) dengan kayu yang sama. Menurut Azhim (2011), rata-rata
mortalitas rayap pada kayu-kayu yang difumigasi lebih tinggi dibandingkan
dengan mortalitas rayap pada kayu-kayu yang tidak difumigasi. Dengan mortalitas
rayap sebesar 100% (pada kayu yang difumigasi), maka kehilangan beratnya lebih
rendah dibandingkan dengan mortalitas rayap sebesar 22,77% (pada kayu yang
tidak difumigasi).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehilangan berat bergantung pada jenis
kayu. Sebelum difumigasi, kehilangan berat tertinggi terdapat pada kayu sengon
(12,20%), diikuti oleh kayu karet (11,41%) dan yang terkecil pada kayu mangium
(1,69%). Sesudah difumigasi, kehilangan berat tertinggi terdapat pada kayu karet
(8,30%), diikuti oleh kayu sengon (5,31%) dan yang terkecil pada kayu mangium
(1,07%). Secara umum rata-rata kehilangan berat pada masing-masing jenis kayu
sebelum dan sesudah difumigasi sebesar 6,89% (sengon), 3,11% (karet) dan
0,62% (mangium). Dengan kehilangan berat yang paling rendah (1,07%), maka
fumigasi amonia meningkatkan keawetan kayu mangium.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Perlakuan fumigasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap BJ, MOE,
MOR, kekuatan tekan maksimum sejajar serat dan kekerasan kayu, namun
berpengaruh nyata terhadap nilai KA dan kehilangan berat kayu.
2. Perlakuan fumigasi mengakibatkan kayu menjadi lebih basah dengan rata-rata
peningkatan KA sebesar 8,40-22,80%.
3. Perlakuan fumigasi berpotensi meningkatkan keawetan kayu. Kehilangan
berat pada kayu yang difumigasi lebih rendah dibandingkan dengan
kontrolnya dengan nilai rata-rata kehilangan berat sebesar 1,07-8.30%.
4. Keawetan kayu mangium yang difumigasi lebih tinggi dibandingkan dengan
keawetan kayu sengon dan karet yang difumigasi.
Saran
Beberapa saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian yang
diperoleh adalah:
1. Perlu dilakukan penelitian sejenis yang melibatkan jenis-jenis kayu lain untuk
memperkuat hasil penelitian dengan memperoleh data yang lebih banyak.
17
2. Penelitian tentang pengaruh fumigasi amonia terhadap kandungan kimia dan
sifat akustik kayu perlu pula dilakukan.
3. Penelitian yang memfokuskan pada peranan faktor lain terhadap nilai MOE
kayu-kayu yang difumigasi perlu segera dilakukan untuk menemukan jawaban
yang ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Amonia. http://id.Wapedia.org. [Diakses tanggal 6 Agustus 2010].
Anonim. 2010. Termite and Fumigation. http://www.EWCN.org [Diakses pada 6
Agustus 2010].
Asikin PP. 2010. Pengaruh Fumigasi terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Beberapa
Jenis Kayu Rakyat. [Skripsi]. Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan
IPB. Bogor.
[ASTM]. American Society for Testing and Materials. 2007. Annual Books of
ASTM Standarts. Volume 04.10. Wood. D 143-94. Section Four. USA.
Azhim AAA. 2011. Efektifitas Fumigasi Berbahan Aktif Amonia pada Tiga Jenis
Kayu Kelas Awet Rendah terhadap Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus
Holm.). [Skripsi]. Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Boerhandy I, DS Agustina. 2006. Potensi Pemanfaatan Kayu Karet untuk
Mendukung Peremajaan Perkebunan Karet Rakyat. Palembang. Balai
Penelitian Sembawa.
Giler J. 2006. Fumigation Handbook. Washington, DC. United States
Departement of Agriculture.
Harwood WS, FG Herring, JD Madura, RH Petrucci. 2007. General Chemistry
Principles and Modern Applications, Ninth edition. Pearson Education
International.
Hendrawan. 2007. Memberantas Hama pada Data Arsip/Buku dengan Fumigasi.
Http://www.gratisiklan.com [Diakses pada 5 Agustus 2012].
Martawijaya A, Barly. 2000. Keterawetan 95 Jenis Kayu terhadap Impregnasi
dengan Pengawet CCA. Buletin Penelitian Hasil Hutan, Vol. 14 No. 7, hal:
264-273.
Nandika D, Soenaryo, A Saragih. 1996. Kayu dan Pengawetan Kayu. Dinas
Kehutanan DKI Jakarta. Jakarta.
Nandika D, Y Rismayadi, F Diba. 2003. Rayap: Biologi dan Pengendaliannya.
Surakarta. Muhammadiyah University Press.
Ogata K, T Fujii, H Abe and P Baas. 2008. Identification of the timbers of
Southeast Asia and Western Pacific. PP. 180. T Fujii, K Ogata, H Abe, S
Noshiro and A Kagawa (Editors). Kaiseisha Press. Japan.
Pandit IKN dan D Kurniawan. 2008. Anatomi Kayu: Struktur Kayu, Kayu
Sebagai Bahan Baku dan Ciri Diagnostik Kayu Perdagangan Indonesia.
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
18
LAMPIRAN
Lampiran 1 Anova KA
Source
Jenis kayu
Teknik fumigasi
Jenis kayu*teknik fumigasi
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
2
1
2
66.30340833
19.42200417
2.88290833
33.15170417
19.42200417
1.44145417
80.48
47.15
3.50
F
Jenis kayu
Teknik fumigasi
Jenis kayu*teknik fumigasi
2
1
2
482755.2549
4799.9645
2517.9916
241377.6275
4799.9645
1258.9958
6.28
0.12
0.03
0.0085
0.7279
0.9678
Lampiran 4 Anova MOE
Lampiran 5 Anova MOR
19
Lampiran 6 Anova keteguhan tekan maksimum sejajar serat
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Jenis kayu
Teknik fumigasi
Jenis kayu*teknik fumigasi
2
1
2
82088.08323
1576.09834
8839.55830
41044.04162
1576.09834
4419.77915
10.38
0.40
1.12
0.0010
0.5358
0.3488
Lampiran 7 Anova kekerasan radial
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Jenis kayu
Teknik fumigasi
Jenis kayu*teknik fumigasi
2
1
2
137678.5833
2688.1667
7034.0833
68839.2917
2688.1667
3517.0417
35.79
1.40
1.83
F
Jenis kayu
Teknik fumigasi
Jenis kayu*teknik fumigasi
2
1
2
176805.5833
8550.3750
15465.2500
88402.7917
8550.3750
7732.6250
34.01
3.29
2.98
F
Jenis kayu
Teknik fumigasi
Jenis kayu*teknik fumigasi
2
1
2
209.3163715
53.3359358
21.5833065
104.6581858
53.3359358
10.7916532
9.00
4.59
0.93
0.0022
0.0470
0.4144
20
Lampiran 10 Hasil perhitungan KA dan BJ
Jenis
Kayu
SKo 1
SKo 2
SKo 3
SKo 4
P
(cm)
2.28
2.16
2.29
2.3
L
(cm)
2.29
2.27
2.29
2.29
T
(cm)
2.16
2.16
2.2
2.16
4.76
4.73
4.71
4.751
BKT
(g)
4.09
4.11
4.05
4.04
Volume
(cm3)
11.28
10.59
11.54
11.38
KA
(%)
16.39
15.09
16.30
17.60
0.36
0.39
0.35
0.36
KKo 1
KKo 2
KKo 3
KKo 4
2.16
2.15
2.15
2.17
2.15
2.16
2.15
2.16
2.15
2.17
2.18
2.2
5.65
5.74
5.82
6.11
4.97
5.09
5.14
5.4
9.98
10.08
10.08
10.31
13.68
12.77
13.23
13.15
0.5
0.51
0.51
0.52
MKo 1
MKo 2
MKo 3
MKo 4
2.24
2.16
2.16
2.19
2.24
2.16
2.16
2.16
2.24
2.16
2.18
2.19
6.74
7.05
7.06
7.26
5.98
6.25
6.28
6.58
11.24
10.08
10.17
10.36
12.71
12.80
12.42
10.30
0.53
0.62
0.62
0.64
SFu 1
SFu 2
SFu 3
SFu 4
2.27
2.24
2.22
2.22
2.27
2.26
2.22
2.24
2.16
2.2
2.25
2.21
5.04
4.55
4.51
4.71
4.06
3.96
3.9
4.03
11.13
11.14
11.09
10.99
24.14
14.90
15.59
16.87
0.36
0.36
0.35
0.37
KFu 1
KFu 2
KFu 3
KFu 4
2.2
2.15
2.21
2.14
2.21
2.15
2.25
2.14
2.23
2.19
2.24
2
6.29
5.95
6.19
6.04
5.56
5.25
5.46
5.14
10.84
10.12
11.14
9.16
13.13
13.33
13.37
17.45
0.51
0.52
0.49
0.56
MFu 1
MFu 2
MFu 3
MFu 4
2.23
2.17
2.16
2.19
2.23
2.17
2.17
2.18
2.26
2.19
2.18
2.23
7.29
7.09
7.08
6.9
6.02
6.26
6.26
6.17
11.24
10.31
10.22
10.65
21.05
13.26
13.10
11.83
0.54
0.61
0.61
0.58
BB (g)
BJ
Keterangan: S = sengon, K = karet, M = mangium, Ko = kontrol, Fu = fumigasi; 1-4 =
ulangan
21
Lampiran 11 Hasil perhitungan MOE dan MOR
Kode
Sampel
dp/dy
L
(cm)
b
(cm)
h
(cm)
MOE
(kg/cm2)
Pmax
(kg)
MOR
(kg/cm2)
SKo 1
SKo 2
SKo 3
SKo 4
SFu 1
SFu 2
SFu 3
SFu 4
211.08
286.96
221.37
233.98
206.77
204.97
296.59
253.47
25
25
25
25
25
25
25
25
2.01
2.03
2.00
2.02
2.02
2.03
2.02
2.01
2.00
2.01
2.04
2.00
2.03
2.01
2.00
2.02
51276.82
67998.16
50928.20
56558.44
47797.82
48569.78
71692.74
59763.56
106.36
135.20
108.41
120.99
106.11
96.12
144.87
125.47
496.09
618.19
488.42
561.51
478.01
439.48
672.35
573.67
KKo 1
KKo 2
KKo 3
KKo 4
KFu 1
KFu 2
KFu 3
KFu 4
342.18
357.66
95.57
186.68
266.07
291.50
216.86
238.53
25
25
25
25
25
25
25
25
2.00
2.03
2.03
2.01
2.03
2.01
2.00
2.02
2.02
2.00
2.03
2.01
2.00
2.02
2.02
2.04
81083.14
86028.90
21983.76
44675.93
63998.52
68730.33
51387.25
54332.69
176.35
197.80
16.54
114.32
150.30
133.60
126.94
132.01
810.36
913.47
74.15
527.91
694.12
610.86
583.30
588.88
MKo 1
MKo 2
MKo 3
MKo 4
MFu 1
MFu 2
MFu 3
MFu 4
359.48
216.44
342.67
322.66
398.71
362.07
292.37
264.18
25
25
25
25
25
25
25
25
2.02
2.00
2.01
2.03
2.05
2.00
2.03
2.01
2.00
2.03
2.04
2.01
2.02
2.03
2.00
2.03
86894.72
50533.51
78442.16
76457.65
92174.16
84534.59
70324.53
61372.78
221.52
126.62
210.46
180.70
228.66
232.93
174.35
148.59
1028.09
576.12
943.52
826.25
1025.12
1059.82
805.17
672.71
Keterangan:
S = sengon, K = karet, M = mangium, Ko = kontrol, Fu = fumigasi; 1-4 =
ulangan, L = jarak sangga, b = lebar contoh uji, h = tebal contoh uji
22
Lampiran 12 Hasil perhitungan keteguhan tekan maksimum sejajar serat
Kode
Sampel
Pmax
(kg)
b (cm)
h
(cm)
A
(cm2)
Keteguhan Tekan
(kg/cm2)
SKo 1
SKo 2
SKo 3
SKo 4
SFu 1
SFu 2
SFu 3
SFu 4
1307.62447
1863.71988
1273.08733
981.21281
1515.83235
1326.02065
1177.96349
1271.46653
2.01
2.03
2.00
2.02
2.02
2.03
2.02
2.01
2.00
2.01
2.04
2.00
2.03
2.01
2.00
2.02
4.02
4.08
4.08
4.04
4.10
4.08
4.04
4.06
325.28
456.76
312.03
242.87
369.66
324.98
291.58
313.15
KKo 1
KKo 2
KKo 3
KKo 4
KFu 1
KFu 2
KFu 3
KFu 4
1627.11707
1589.86779
1734.85258
1450.39799
1155.67467
1321.93378
1539.77042
1310.23484
2.00
2.03
2.03
2.01
2.03
2.01
2.00
2.02
2.02
2.00
2.03
2.01
2.00
2.02
2.02
2.04
4.04
4.06
4.12
4.04
4.06
4.06
4.04
4.12
402.75
391.59
420.99
359.00
284.65
325.58
381.13
317.96
MKo 1
MKo 2
MKo 3
MKo 4
MFu 1
MFu 2
MFu 3
MFu 4
1760.08432
1989.38203
1563.99464
2054.09292
1659.90651
2500.0079
1721.59884
1950.10132
2.02
2.00
2.01
2.03
2.05
2.00
2.03
2.01
2.00
2.03
2.04
2.01
2.02
2.03
2.00
2.03
4.04
4.06
4.10
4.08
4.14
4.06
4.06
4.08
435.66
490.00
381.42
503.42
400.85
615.77
424.04
477.93
Keterangan:
S = sengon, K = karet, M = mangium, Ko = kontrol, Fu = fumigasi; 1-4 =
ulangan, b = lebar contoh uji, h = tebal contoh uji, A = luas penampang
23
Lampiran 13 Hasil perhitungan kekerasan sisi radial dan tangensial
Kode
Sampel
Radial
(kg)
Tangensial
(kg)
Kode
Sampel
Radial
(kg)
Tangensial
(kg)
SKo 1
SKo 2
SKo 3
SKo 4
102
153
125
216
107
161
130
254
SFu 1
SFu 2
SFu 3
SFu 4
222
220
212
211
260
246
223
253
KKo 1
KKo 2
KKo 3
KKo 4
272
278
297
372
339
313
348
400
SIFAT FISIS, MEKANIS DAN KEAWETAN
TIGA JENIS KAYU HASIL TANAMAN
ALDIO DWI CAHYO
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Fumigasi
Amonia terhadap Sifat Fisis, Mekanis dan Keawetan Tiga Jenis Kayu Hasil
Tanaman adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2013
Aldio Dwi Cahyo
NRP. E24080099
ABSTRAK
Aldio Dwi Cahyo. Pengaruh Fumigasi Amonia terhadap Sifat Fisis, Mekanis dan
Keawetan Tiga Jenis Kayu Hasil Tanaman. Dibimbing oleh IMAM WAHYUDI.
Kayu sengon (Falcataria moluccana), karet (Hevea brasiliensis) dan
mangium (Acacia mangium) akhir-akhir ini semakin diminati pihak industri
pengolahan kayu akibat terbatasnya ketersediaan kayu-kayu berkualitas. Kayu
sengon dijadikan palet dan/atau kotak kemasan (wood packaging), sedangkan
kayu karet dan mangium untuk mebel dan furniture. Ketiga jenis kayu tersebut
tergolong kayu yang tidak awet karena dihasilkan dari tegakan muda (empat
hingga dibawah 10 tahun untuk sengon dan mangium) serta mudah diserang blue
stain dan faktor perusak biologis lainnya meskipun berumur 25 tahun (untuk kayu
karet). Oleh karena itu perlu dilakukan proses peningkatan mutu kayu, yang salah
satunya adalah dengan fumigasi amonia yang telah terbukti mampu meningkatkan
umur pakai kayu dan sekaligus membunuh hama yang ada. Karena pengaruh
perlakuan fumigasi menggunakan amonia terhadap sifat fisis, mekanis dan
keawetan kayu belum banyak diteliti, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mempelajari hal tersebut khususnya pada kayu sengon, karet dan mangium hasil
tanaman. Jangan sampai perlakuan fumigasi yang diterapkan malah berdampak
pada penurunan kualitas kayu. Bahan utama yang digunakan adalah kayu teras
dari bagian tengah batang pohon sengon, karet dan mangium yang diperoleh dari
hutan rakyat sekitar Kampus IPB Darmaga. Umur pohon tidak diketahui dengan
pasti, namun diameter batang kayu-kayu yang diteliti berkisar antara 20-25 cm.
Parameter yang diteliti terdiri dari kadar air (KA), berat jenis (BJ), keteguhan
lentur (MOE), keteguhan patah (MOR), keteguhan tekan maksimum sejajar serat
(σtk//), kekerasan sisi radial dan tangensial serta kehilangan berat kayu. Ukuran
dan bentuk contoh-contoh uji serta prosedur pengujiannya mengikuti ASTM
D143-94 tahun 2007, dengan empat ulangan. Data yang dihasilkan selanjutnya
dianalisis dengan rancangan acak faktorial dua faktor menggunakan SAS 9.1.3
dan Microsoft Excel 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fumigasi amonia
mempengaruhi nilai KA dan kehilangan berat kayu. KA kayu dan kehilangan
berat juga dipengaruhi oleh jenis kayu, sedangkan interaksi antara jenis kayu dan
fumigasi amonia tidak. Setelah difumigasi, KA kayu cenderung meningkat
sebesar 8,40-22,80%, sedangkan kehilangan berat cenderung berkurang (27,2656,48%). Peningkatan KA yang tertinggi terdapat pada kayu mangium, sedangkan
yang terendah pada kayu karet. Setelah difumigasi, kayu karet lebih awet
dibandingkan kayu sengon. Hasil penelitian juga memperlihatkan bahwa
perlakuan fumigasi dan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap nilai-nilai
BJ, MOE, MOR, σtk//, kekerasan sisi radial maupun kekerasan sisi tangensialnya.
BJ dan beberapa sifat mekanis yang diteliti tersebut hanya dipengaruhi dan
bergantung pada jenis kayu.
Kata kunci: Sengon, karet, mangium, amonia, fumigasi
ABSTRACT
Aldio Dwi Cahyo. Effect of ammonia fumigation on physical-mechanical
properties and natural durability of three wood species from plantation.
Undersupervision of IMAM WAHYUDI.
Recently, sengon (Falcataria moluccana), karet (Hevea brasiliensis) and
mangium (Acacia mangium) woods became popular for many wood industries in
Indonesia due to the lack of better quality of wood. Sengon wood is for pallet
and/or packaging material, while karet- and mangium woods are for meubel and
furniture manufacturing. These three wood species belong to non durable wood:
sengon and mangium woods are commonly obtained from the younger trees (four
to less than 10 year-old), while karet wood even though it is around 25 year-old, it
is attacked easily by blue-stain and other destroying fungus. In order to improve
the quality of these three woods, fumigation technique using ammonia was
performed. Since effect of ammonia fumigation on physical-mechanical properties
and natural durability of wood, especially the wood from plantation, was not study
well, therefore, the aim of this study was focussing on the above aspect. It is hope
that fumigation process applied has no negative effect on wood quality. The main
material used was heartwood portion from the middle part of tree stem of sengon,
karet and mangium. All tree species were obtained from rural forest of
surrounding areas of IPB Darmaga Campus. There was no information about tree
age, but their diameters were around 20-25 cm. The parameters studied consist of
wood moisture content (MC), specific gravity (BJ), modulus of elasticity (MOE),
modulus of rupture (MOR), maximum compression strength parallel to the grain
(σtk//), hardness in radial and tangential surfaces and also the weight loss. All
sample size and shape and also the testing procedure were carried out following
the ASTM-D143 94 in 2007, with four replications. Data were then analyzed with
a random two-factor factorial design using SAS 9.1.3 and Microsoft Excel 2010.
The result showed that ammonia fumigation is significantly affects wood MC and
weight loss. Wood MC and weight loss were also influenced by wood species,
while interaction between wood species and ammonia fumigation was not. After
fumigation, wood MC tended to increase (8.40-22.80%), while the weight loss
tended to decrease (27.26-56.48%). The highest increasing of MC was found on
mangium wood, while the lowest on rubber wood. After fumigation, karet wood
was more durable compared to sengon wood. The research also showed that
ammonia fumigation and the interaction between wood species and fumigation
treatment have no significant effect on SG, MOE, MOR, σtk// and wood hardness.
SG and all mechanical properties studied were influenced only by wood species.
Keywords: Sengon, karet, mangium, ammonia, fumigation
PENGARUH FUMIGASI AMONIA TERHADAP
SIFAT FISIS, MEKANIS DAN KEAWETAN
TIGA JENIS KAYU HASIL TANAMAN
ALDIO DWI CAHYO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada
Departemen Hasil Hutan
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi
Nama
NIM
: Pengaruh Fumigasi Amonia terhadap Sifat Fisis, Mekanis dan
Keawetan Tiga Jenis Kayu Hasil Tanaman
: Aldio Dwi Cahyo
: E24080099
Menyetujui:
Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS
NIP. 19630106 198703 1 004
Mengetahui,
Ketua Departemen Hasil Hutan
Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. I Wayan Darmawan, MSc.
NIP. 19660212 199103 1 002
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugrahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Pengaruh
Fumigasi Amonia terhadap Sifat Fisis, Mekanis dan Keawetan Tiga Jenis Kayu
Hasil Tanaman. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Hasil Hutan, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Alasan dilakukannya penelitian ini karena
pengaruh fumigasi amonia terhadap ketiga sifat kayu tersebut apalagi terhadap
kayu-kayu hasil tanaman masih sangat terbatas. Jangan sampai fumigasi amonia
yang diterapkan malah mengurangi sifat dan karakteristik kayu.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan
demi kesempurnaan karya ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan pihak-pihak yang membutuhkan..
Bogor, Februari 2013
Aldio Dwi Cahyo
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Sengon (Falcataria moluccana)
Karet (Hevea brasiliensis)
Mangium (Acacia mangium Willd.)
Fumigasi
Amonia
Keawetan Alami Kayu
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan
Prosedur Penelitian
Persiapan contoh uji
Proses fumigasi
Pengujian sifat fisis
Pengujian sifat mekanis
Keteguhan lentur statis (MOE dan MOR)
Keteguhan tekan maksimum sejajar serat
Kekerasan sisi
Pengujian keawetan
Analisis data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Fisis
Kadar air (KA)
Berat jenis (BJ)
Sifat mekanis
Keteguhan lentur statis (MOE dan MOR)
Keteguhan tekan maksimum sejajar serat
Kekerasan radial dan tangensial
Keawetan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
ix
ix
1
1
2
2
2
2
3
3
4
4
4
5
5
5
6
6
6
7
7
7
8
8
8
9
10
10
10
10
11
11
13
14
15
16
16
16
17
18
25
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Ruang fumigasi
Sampel contoh uji
Pengujian keteguhan lentur statis
Pengujian keteguhan tekan maksimum sejajar serat
Pengujian kekerasan sisi
Pola susunan contoh uji kubur di lapangan
Rata-rata nilai KA kayu sebelum dan sesudah difumigasi
Rata-rata nilai BJ kayu sebelum dan sesudah difumigasi
Rata-rata nilai MOE sebelum dan sesudah difumigasi
Rata-rata nilai MOR sebelum dan sesudah difumigasi
Rata-rata keteguhan tekan maksimum sejajar serat sebelum dan
sesudah difumigasi
12 Rata-rata nilai kekerasan radial sebelum dan sesudah difumigasi
13 Rata-rata nilai kekerasan tangensial sebelum dan sesudah difumigasi
14 Rata-rata nilai kehilangan berat sebelum dan sesudah difumigasi
5
6
7
8
8
9
10
11
12
12
13
14
15
15
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Anova KA
Hasil uji Duncan KA
Anova BJ
Anova MOE
Anova MOR
Anova keteguhan tekan maksimum sejajar serat
Anova kekerasan radial
Anova kekerasan tangensial
Anova kehilangan berat
Hasil perhitungan KA dan BJ
Hasil perhitungan MOE dan MOR
Hasil perhitungan keteguhan tekan maksimum sejajar serat
Hasil perhitungan kekerasan sisi radial dan tangensial
Hasil perhitungan kehilangan berat melalui uji kubur
18
18
18
18
18
19
19
19
19
20
21
22
23
24
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemanfaatan jenis-jenis kayu hasil tanaman seperti sengon (Falcataria
moluccana), karet (Hevea brasiliensis) dan mangium (Acacia mangium) untuk
berbagai keperluan industri di Indonesia semakin populer akhir-akhir ini akibat
terbatasnya ketersediaan kayu berkualitas di pasaran kayu. Kayu sengon banyak
digunakan sebagai bahan baku pembuatan palet atau kemasan (wood packaging),
sedangkan kayu karet dan mangium untuk bahan baku mebel dan furniture. Kelas
kuat dan kelas awet ketiga jenis kayu hasil tanaman tersebut pada umumnya
tergolong rendah karena berasal dari pohon yang dipanen saat tegakan masih
muda (4 hingga dibawah 10 tahun untuk sengon dan mangium), serta mudah
diserang oleh jamur pewarna (blue stain) atau faktor perusak biologis lainnya
meski dari tegakan tua (minimal 25 tahun untuk karet).
Permintaan akan kayu yang terus meningkat untuk berbagai keperluan di
satu sisi dan terbatasnya pasokan kayu berkualitas disisi yang lain, mengakibatkan
terbukanya peluang pemanfaatan kayu-kayu hasil tanaman. Khusus untuk bahan
baku peti kemas serta mebel dan furniture, penggunaan kayu-kayu hasil tanaman
sangat prospektif karena ringan dan lebih murah. Kelemahan yang ada khususnya
dari segi kekuatan dan keawetan dapat diatasi dengan berbagai perlakuan atau
metode peningkatan kualitas yang teknologinya sudah dikuasai. Pemilihan metode
yang tepat diyakini dapat mengatasi kedua kelemahan yang ada.
Pengawetan kayu termasuk salah satu metode peningkatan kualitas karena
memperpanjang umur pakai (life service) kayu. Kayu-kayu yang sudah diawetkan
pada umumnya lebih awet sehingga tahan atau tidak mudah diserang oleh
berbagai faktor perusak kayu. Fumigasi yang pada awalnya diperuntukan bagi
pengendalian hama dapat dikategorikan sebagai salah satu teknik mengawetkan
kayu karena juga berdampak pada peningkatan umur pakai kayu. Selain mampu
membasmi hama yang ada, fumigan yang ada di dalam kayu mengakibatkan kayu
tidak lagi disukai oleh serangga dan mikroorganisme perusak kayu lainnya.
Perlakuan fumigasi menjadi semakin populer dengan diberlakukannya
ISPM (International Standard for Phytosanitary Measure) # 15 secara
internasional terhadap seluruh bahan pembungkus yang terbuat dari kayu (wood
packaging) untuk mengantisipasi penyebaran hama. Fumigan yang selama ini
dipakai adalah metil bromida. Di beberapa negara termasuk Indonesia
penggunaan metil bromida sangat dibatasi karena selain mahal juga tidak ramah
lingkungan. Akhir-akhir ini penggunaan amonia sebagai fumigan pengganti mulai
marak karena terbukti mampu berperan sebagaimana layaknya metil bromida.
Pengaruh perlakuan fumigasi amonia terhadap sifat fisis, mekanis dan keawetan
kayu apalagi pada kayu-kayu hasil tanaman masih sangat terbatas. Hal inilah yang
melatar-belakangi dilakukannya penelitian ini.
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh fumigasi amonia
terhadap sifat fisis, mekanis dan keawetan kayu dari tiga jenis kayu hasil tanaman,
yaitu sengon, karet dan mangium. Proses fumigasi yang dilakukan adalah proses
standar tetapi tanpa menggunakan bantuan sinar lampu.
Manfaat Penelitian
Mampu mengungkapkan pengaruh perlakuan fumigasi amonia terhadap
sifat fisis, mekanis dan keawetan ketiga jenis kayu yang diteliti.
Dapat diterapkan di lapangan khususnya di sentra-sentra industri palet
maupun furniture sehingga turut serta membantu perkembangan industri kemasan
kayu dan furniture di tanah air.
TINJAUAN PUSTAKA
Sengon (Falcataria moluccana)
Sengon merupakan salah satu jenis pohon anggota famili Mimosaceae.
Penyebaran alaminya mulai dari Pulau Jawa, Maluku, Sulawesi Selatan hingga
Papua. Tumbuhan ini banyak ditanam di luar daerah aslinya karena cepat tumbuh
dan mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Tinggi pohon mencapai 40 m
dengan panjang batang bebas cabang 10-30 m. Diameter batang mencapai 80 cm,
dengan kulit berwarna putih atau kelabu, tidak beralur, tidak mengelupas dan
tidak berbanir (Martawijaya et al. 2005).
Kayu sengon memiliki ciri umum sebagai berikut: pada pohon muda teras
gubal sukar dibedakan, sedangkan pada pohon tua warna teras putih sampai coklat
kemerahan atau kuning muda sampai coklat kemerahan, merah coklat keputihan.
Memiliki sedikit corak dengan tekstur agak kasar sampai kasar. Arah seratnya
berpadu dan kadang-kadang lurus. Kayu agak lunak dengan warna kayu putih
sampai coklat muda kemerahan. Porinya soliter dan berganda radial, parenkim
baur, kayunya lunak.
Menurut Pandit dan Kurniawan (2008), ciri anatomi kayu sengon adalah: sel
pembuluh (pori-pori)nya tata baur, bundar sampai bulat telur, soliter dan berganda
radial 2-3 sel, 4-7 sel per mm², diameter tangensial 160-340 mikron, dengan
bidang perforasi sederhana. Parenkimnya menyinggung sebagian pori (scanty)
sampai selubung (concentris), kebanyakan bertipe apotrakeal baur yang terdiri
dari 1-3 sel membentuk garis tangensial dengan jari-jari. Jari-jari kayu umumnya
sempit, terdiri atas 1-2 seri, jumlahnya 6-12 per mm, dengan komposisi
homoseluler (hanya terdiri atas sel-sel baring). BJ rata-rata kayu sengon 0,33
(0,24-0,49), Kelas Awet IV-V dan Kelas Kuat IV-V.
3
Karet (Hevea brasiliensis)
Tumbuhan karet pada awalnya hanya tumbuh di daerah Amazon, Brazil.
Pada akhir abad 18 mulai ditanam di daerah India, lalu di Singapura dan negaranegara Asia Tenggara lainnya termasuk Jawa. Pohon karet dibudidayakan dengan
tujuan utama untuk diambil getahnya.
Pohon karet yang tinggi rata-ratanya dapat mencapai 20 meter baru akan
diambil getahnya (disadap) pada umur 5-6 tahun. Secara ekonomis tanaman karet
menjanjikan karena ketika sudah tidak produktif menghasilkan getah (25 tahun)
dapat ditebang dan dijadikan bahan baku industri. Kayu karet berwarna putih
kekuningan sedikit krem ketika baru ditebang dan akan berubah sedikit
kecoklatan saat mengering. Tidak terdapat perbedaan warna yang mencolok
antara kayu gubal dengan kayu terasnya. Bisa dikatakan hampir tidak terdapat
kayu teras pada kayu karet.
Menurut pengalaman sifat pemesinan kayu karet tergolong baik hingga
sedang karena tidak menimbulkan banyak cacat saat diproses, sementara proses
assemblingnya mudah. Pemotongan dengan sudut pisau hingga 30° pun tetap
menghasilkan permukaan yang halus dan rata. Kayu karet banyak digunakan
sebagai bahan baku furniture untuk tujuan di bawah atap (interior) seperti top
table kitchen set, kursi dan meja serta tatakan pisau dan gagang peralatan dapur.
Kerapatan kayu karet antara 435- 625 kg/m³ pada kadar air 12%, sedangkan BJ
rata-ratanya 0,61 (0,55-0,70). Kayu ini termasuk kedalam Kelas Awet V dan
Kelas Kuat II-III (Pandit dan Kurniawan 2008).
Mangium (Acacia mangium Willd.)
Mangium juga merupakan anggota famili Mimosaceae. Penyebaran alami
dimulai dari Kepulauan Maluku, Papua, Papua New Guinea hingga Queensland
(Australia). Tumbuhan ini pertama kali ditanam di Sabah pada pertengahan tahun
1960 dengan bibit dari Australia. Sejak akhir 1970 hingga awal 1980, mangium
banyak ditanam di negara-negara Asia Tenggara khususnya Malaysia dan
Indonesia karena cepat tumbuh (Ogata et al. 2008).
Kayu mangium memiliki ciri umum: terasnya berwarna coklat pucat
sampai coklat tua, kadang-kadang coklat zaitun sampai coklat kelabu, batasnya
tegas dengan gubal yang berwarna kuning pucat sampai kuning jerami. Corak
kayu polos atau berjalur-jalur berwarna gelap dan terang bergantian pada bidang
radial. Bertekstur halus sampai agak kasar dan merata. Arah serat biasanya lurus,
kadang-kadang berpadu. Permukaannya agak mengkilap dan licin (Pandit dan
Kurniawan 2008).
Ciri anatomi kayunya adalah pori soliter dan berganda radial 2-3 sel,
diameter agak kecil, jarang sampai agak jarang, bidang perforasi sederhana.
Parenkimnya selubung, kadang-kadang bentuk sayap pada pori yang berukuran
kecil. Sel jari-jarinya sempit, jarang sampai agak jarang, ukurannya agak pendek
sampai pendek. Kayu ini memiliki BJ rata-rata 0,69 (0,49-0,84), Kelas Awet III
dan Kelas Kuat II-III (Pandit dan Kurniawan 2008).
4
Fumigasi
Fumigasi adalah salah satu cara untuk mengendalikan hama (rayap, kutu
buku, tikus, kecoa, kumbang, ngengat dan lain-lain) dengan menggunakan gas
beracun, biasanya methyl bromide (CH3Br). Dengan fumigasi, semua stadia hama
yang ada dalam kayu dapat dibasmi tanpa mengotori bahan yang difumigasi
(Hendrawan 2007). Menurut Anonim (2010), fumigasi adalah proses di mana
serangga dikeluarkan dari struktur kayu dengan menggunakan gas yang
mematikan.
Giler (2006) menyatakan bahwa fumigan adalah zat kimia baik tunggal
maupun campuran yang meliputi semua bahan aktif dan tidak aktif (jika ada) yang
diramu menjadi satu. Formulasi fumigan dapat berada dalam tiga bentuk zat yaitu
padat, cair dan gas. Fumigan yang ideal memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Sangat beracun terhadap hama yang menjadi target, namun tidak
terhadap tumbuhan, manusia dan organisme lain yang bukan menjadi
sasaran.
2. Tersedia di pasaran dan hemat dalam penggunaan.
3. Tidak memberikan bahaya kepada komoditas.
4. Tidak terbakar, tidak merusak dan tidak meledak dalam keadaan
penggunaan normal.
5. Mudah menguap dengan penetrasi yang baik.
6. Tidak berakibat buruk terhadap lingkungan.
Pada September 2000, the California Department of Pesticide Regulation
mengeluarkan peraturan prosedural baru yang membuat penggunaan fumigan
metil bromida sangat tidak praktis dan mahal. Peraturan ini pada dasarnya adalah
untuk menghentikan penggunaan senyawa tersebut sebagai fumigan dikarenakan
dapat merusak lapisan ozon (Anonim 2010).
Amonia
Amonia (NH3) memiliki bau khas yang menyengat. NH3 yang larut dalam
air disebut amonium hidroksida. Amonia umumnya bersifat basa, namun dapat
pula bertindak sebagai asam yang sangat lemah. Titik didih amonia -33°C dan
titik lelehnya -77,7°C sehingga amonia harus disimpan dalam suhu yang sangat
rendah atau dalam ruang bertekanan tinggi. Berat molekul amonia 17,03, tekanan
uap 400 mmHg (-45.4°C), kelarutan dalam air 31g/100g (25°C), berat jenis 0,682
(-33,4°C), berat jenis uap 0,6 dan suhu kritis 133°C. Sifat fisik dari amonia adalah
berupa gas tidak berwarna, berbau khas, bersifat iritan dan mudah larut dalam air
(Anonim 2009).
Amonia dapat berfungsi sebagai pupuk karena dapat diubah menjadi nitrit
dan nitrat oleh bakteri yang ada dalam tanah. Amonia juga dimanfaatkan dalam
pembuatan pupuk urea, bahan peledak dan digunakan pula dalam bidang farmasi
(Harwood et al. 2007). Amonia pada kadar tertentu dapat menyerang eksoskeleton
serangga dan dapat menimbulkan kematian (Anonim 2009).
Keawetan Alami Kayu
Keawetan kayu adalah daya tahan kayu terhadap berbagai faktor perusak
kayu, baik faktor biologis seperti jamur, serangga (terutama rayap dan bubuk kayu
5
kering) dan binatang laut maupun faktor non biologis (cuaca dan lingkungan).
Keawetan kayu dinilai melalui uji lapangan (biasanya dikubur atau uji kubur) atau
uji laboratorium. Tingkat keawetan kayu ditentukan berdasarkan persentase
penurunan berat kayu akibat serangan faktor perusak atau persentase kematian
organisme perusak. Keterawetan adalah kemampuan (mudah-tidaknya) kayu
ditembus oleh bahan pengawet (Martawijaya & Barly 2000).
Nandika et al. (1996) menyatakan bahwa keawetan kayu adalah daya tahan
suatu kayu terhadap serangan organisme perusak kayu seperti serangga dan jamur.
Keawetan alami kayu ditentukan oleh jenis dan banyaknya zat ekstraktif yang
bersifat racun terhadap organisme perusak kayu yang tentu saja bervariasi
menurut jenis kayu, umur pohon, lokasi dalam batang dan lain-lain. Hal inilah
yang menyebabkan keawetan alami berbagai jenis kayu berbeda-beda. Bahkan
pada jenis kayu yang sama dan pada pohon yang sama pun keawetan kayu bisa
berbeda.
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan mulai Mei hingga Oktober 2012 di
laboratorium/workshop di lingkungan Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu
dan di Laboratorium Sifat Mekanis Kayu, Bagian Rekayasa Disain Bangunan
Kayu, Departemen Hasil Hutan serta di Arboretum Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ruang fumigasi (Gambar 1),
stiker untuk mengatur jarak antar kayu, wadah plastik untuk tempat amonia,
kamera dan peralatan kesehatan (masker, sarung tangan, google). Peralatan untuk
pengujian sifat fisis meliputi timbangan elektrik, oven, moisture meter, desikator,
kaliper, parafin dan alat tulis, sedangkan peralatan untuk pengujian sifat mekanis
terdiri dari universal testing machine (UTM) merek Amsler dan Instron.
Bahan yang digunakan adalah kayu sengon (Falcataria moluccana), karet
(Hevea brasiliensis), mangium (Acacia mangium), larutan amonia dan air. Kayu
yang diteliti berasal dari hutan atau tanaman rakyat di sekitar Kampus IPB
Darmaga, Bogor. Umur pohon tidak diketahui dengan pasti. Diameter batang
pohon berkisar 20-25 cm.
Gambar 1 Ruang Fumigasi
6
Prosedur Penelitian
Persiapan contoh uji
Bentuk dan ukuran contoh uji yang digunakan (Gambar 2) serta tahapan
pengujian sifat fisis, mekanis dan keawetan kayu dilakukan mengikuti standar
American Society for Testing and Materials (ASTM)-D143-94 2007. Contoh uji
masing-masing pengujian dibuat 2 set: untuk kontrol (tanpa fumigasi) dan untuk
perlakuan (fumigasi), semuanya disiapkan dalam kondisi kering udara (kadar air <
18%).
A
Tanpa Fumigasi
Fumigasi
D
D
1
2
C
B
C
1
B
1
2
2
E
E
2
1
F1
Keterangan:
A
B1 dan B2
C1 dan C2
D1 dan D2
E1 dan E2
F1 dan F2
Gambar 2 Sampel contoh uji
F2
: Balok kayu
: Contoh uji kubur (2 cm x 2 cm x 45 cm)
: Contoh uji keteguhan lentur statis (MOE dan MOR): 30
cm x 2 cm x 2 cm
: Contoh uji keteguhan tekan maksimum sejajar serat (2 cm
x 2 cm x 6 cm)
: Contoh uji KA dan BJ kayu (2 cm x 2 cm x 2 cm)
: Contoh uji kekerasan sisi (5 cm x 2 cm x 2 cm)
Proses fumigasi
Proses fumigasi dilakukan di ruang fumigasi berukuran (100 cm x 100 cm x
100 cm) yang terbuat dari plastik transparan berkerangka kayu yang berada di
Laboratorium Pengeringan Kayu/Workshop dekat Asrama Putra IPB. Di dalam
ruang fumigasi diletakkan tumpukan kayu yang akan difumigasi bersebelahan
7
dengan wadah berisi larutan amonia teknis sebanyak 6 liter, lalu ditutup rapat.
Contoh uji dibiarkan terpapar gas amonia selama 4 hari tanpa bantuan sinar lampu.
Setelah 4 hari contoh uji diangin-anginkan kembali untuk menghilangkan bau
amonia yang ada dan siap untuk diuji.
Pengujian sifat fisis
Contoh uji kontrol dan yang sudah difumigasi diukur dimensinya untuk
memperoleh volume awal (VA), lalu ditimbang berat awal (BA)-nya. Contoh uji
selanjutnya dikeringkan dalam oven (103 ± 2ºC) sampai beratnya konstan dan
ditimbang kembali untuk memperoleh berat kering tanur (BKT)-nya. Nilai kadar
air (KA) dan berat jenis (BJ) kayu kondisi kering udara dihitung dengan rumus:
KA = (BA-BKT) / BKT x 100%
BJ kayu = (BKT / VA) / kerapatan air
Pengujian sifat mekanis
Keteguhan lentur statis (MOE dan MOR)
Pengujian dilakukan dengan UTM merek Instron dimana pembebanan
dilakukan secara terpusat dengan arah tegak lurus permukaan contoh uji.
Kedudukan contoh uji saat pengujian dalam posisi horizontal (Gambar 3).
Pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan dengan kecepatan pembebanan 2,5
mm/menit sampai contoh uji mengalami kerusakan.
2cm
2cm
30cm
Gambar 3 Pengujian keteguhan lentur statis
Nilai MOE dan MOR dihitung dengan rumus:
MOE = (∆P L3) / 4 ∆y b h3
MOR = (3Pmaks L) / 2 b h2
Keterangan:
MOE = Modulus of elasticity (kg/cm2)
∆P
= Perubahan beban yang terjadi di bawah batas proporsi (kg)
L
= Jarak sangga (cm)
∆y
= Perubahan defleksi akibat beban (cm)
b
= Lebar contoh uji (cm)
h
= Tebal contoh uji (cm)
MOR = Modulus of rupture (kg/cm2)
Pmaks
= Beban maksimum (kg)
8
Keteguhan tekan maksimum sejajar serat
Pengujian juga dilakukan dengan UTM merek Instron. Pembebanan
dilakukan dengan arah sejajar permukaan contoh uji dimana kedudukan contoh uji
adalah vertikal (Gambar 4). Beban diberikan secara perlahan-lahan (6 mm/menit)
sampai contoh uji mengalami kerusakan. Nilai keteguhan tekan maksimum sejajar
serat (σtk//) dihitung dengan rumus:
σtk// = Pmaks / A
Keterangan:
Pmaks = beban maksimum (kg) dan A = luas permukaan contoh uji (cm2).
2,5 cm
10 cm
2,5 cm
Gambar 4 Pengujian keteguhan tekan maksimum sejajar serat
Kekerasan sisi
Pengujian kekerasan sisi (tangensial dan radial) dilakukan menggunakan
UTM merek Amsler. Kekerasan sisi diukur dengan cara memasukkan setengah
bola baja berdiameter 0,44 inci ke dalam permukaan kayu. Saat pengujian, posisi
contoh uji mendatar sesuai bidang yang akan diuji (Gambar 5).
2 cm
2 cm
5 cm
Gambar 5 Pengujian kekerasan sisi
Nilai kekerasan kayu (hardness atau H) dihitung dengan rumus:
H = Pmaks / A
Keterangan: A = luas permukaan bola baja = 1 cm2.
Pengujian keawetan
Pengujian keawetan kayu dilakukan di Arboretum Fakultas Kehutanan
IPB. Penguburan contoh uji dilakukan secara vertikal sedalam 25 cm sampai 30
cm secara acak. Jarak antar contoh uji dalam satu baris (antar kolom) sebesar 30
9
cm, sedangkan jarak antar baris sebesar 60 cm. Penguburan dilakukan selama tiga
bulan. Gambar 6 memuat pola penguburan contoh uji di lapangan.
Sebelum dikubur, masing-masing contoh uji ditimbang berat awal (BA) dan
diukur KAnya dengan moisture meter. Nilai BA dan KA digunakan untuk
memperoleh nilai BKTEst (BKT estimasi)-nya. Setelah 3 bulan, contoh uji
diangkat, lalu dibersihkan dari tanah yang menempel, kemudian dikeringkan
dalam oven sampai konstan dan ditimbang (BKT). Kehilangan berat (weight loss
atau WL) dihitung dengan rumus:
WL = (BKTEst – BKT) / BKTEst
dimana BKTEst = BA / (1 + KA/100).
KK 1
SF 3
MK 1
SK 1
SK 2
MF 2
KK 2
KF 4
SF 4
MF 3
KF 2
MK
2
MK 3
KK 3
KF 3
SF 1
SF 2
MF 1
MF 4
MK 4
SK 3
KK 4
KF 1
SK 4
Gambar 6 Pola susunan contoh uji kubur di lapangan
Keterangan: SK = Sengon kontrol, SF = Sengon difumigasi,
KK = Karet kontrol, KF = Karet difumigasi,
MK = Mangium kontrol, MF= Mangium
difumigasi;
1 s/d 4 = ulangan
Analisis data
Data sifat fisis dan mekanis yang diperoleh selanjutnya dianalisis
menggunakan SAS 9.1.3. dan Microsoft Excel 2010. Rancangan percobaan yang
digunakan pada penelitian ini adalah rancangan Faktorial Acak Lengkap (RAL)
dua faktor, yaitu jenis kayu sebagai faktor A dan pengaruh fumigasi sebagai faktor
B, dengan empat ulangan.
Model persamaan yang digunakan adalah:
Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Keterangan:
Yijk
= Respon dari faktor jenis ke-i, pengaruh fumigasi ke-j, dan
ulangan ke-k
μ
= Rataan umum
αi
= Pengaruh jenis kayu ke-i
βj
= Pengaruh perlakuan fumigasi ke-j
(αβ)ij
= Pengaruh interaksi antara jenis kayu ke-i dengan perlakuan
fumigasi ke-j
εijk
= Galat (kesalahan) percobaan
10
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat Fisis
Kadar air (KA)
Hasil pengukuran rata-rata nilai KA kayu kondisi kering udara sebelum dan
sesudah difumigasi disajikan pada Gambar 7. Berdasarkan gambar tersebut
diketahui bahwa perlakuan fumigasi cenderung meningkatkan nilai KA kayu
dengan rata-rata peningkatan sebesar 8,40-22,80%. Peningkatan tertinggi
(22,80%) terdapat pada kayu mangium, sedangkan peningkatan terendah (8,40%)
terdapat pada kayu karet. Peningkatan nilai KA pada kayu sengon sebesar 9,42%.
Hasil penelitian ini bertolak-belakang dengan Asikin (2010) yang
menyatakan bahwa KA kayu sesudah difumigasi lebih rendah dibandingkan
dengan KA kayu sebelum difumigasi dengan rata-rata pengurangan nilai KA kayu
sebesar 1% hingga 5%. Perbedaan perlakuan fumigasi yang diterapkan diduga
merupakan faktor penyebabnya: Asikin (2010) menggunakan metoda perendaman,
sedangkan penelitian ini menggunakan metode pemaparan.
Gambar 7 Rata-rata nilai KA kayu sebelum dan sesudah difumigasi
Berdasarkan hasil analisis keragaman (Lampiran 1) diketahui bahwa jenis
kayu dan perlakuan fumigasi berpengaruh terhadap nilai KA kayu, tetapi tidak ada
interaksi antara keduanya. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 2) memperlihatkan
bahwa KA kayu karet sesudah difumigasi sebanding dengan KA kayu mangium
yang sudah difumigasi. Keduanya berbeda dibandingkan dengan KA kayu sengon
yang sudah difumigasi. Hal ini sesuai dengan Asikin (2010) yang menyatakan
bahwa perubahan nilai KA kayu sesudah difumigasi bergantung pada jenis kayu.
Berat jenis (BJ)
Hasil pengukuran rata-rata nilai BJ kayu sebelum dan sesudah difumigasi
disajikan pada Gambar 8. Tampak bahwa BJ kayu sengon yang sudah difumigasi
relatif tetap, BJ kayu karet yang sudah difumigasi meningkat sebesar 1,96%,
11
sedangkan BJ kayu mangium yang sudah difumigasi berkurang sebesar 3,33%
dibandingkan dengan BJ kayu sejenis yang tidak difumigasi.
Gambar 8 Rata-rata nilai BJ kayu sebelum dan sesudah difumigasi
Hal ini sesuai dengan hasil analisis keragamannya (Lampiran 3) dimana
hanya faktor jenis kayu yang berpengaruh terhadap nilai BJ kayu, sedangkan
perlakuan fumigasi dan interaksi antara jenis kayu dan perlakuan fumigasi tidak.
Ini berarti bahwa kayu yang difumigasi maupun yang tidak akan memiliki nilai BJ
kayu yang sama.
Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Asikin (2010) dimana perubahan
nilai BJ kayu akibat difumigasi bergantung pada jenis kayu. Secara umum dapat
dikatakan bahwa perlakuan fumigasi tidak mempengaruhi nilai BJ kayu.
Sifat Mekanis
Keteguhan lentur statis (MOE dan MOR)
Hasil pengukuran rata-rata nilai MOE (keteguhan lentur) dan MOR
(keteguhan patah) pada kayu sebelum dan sesudah difumigasi disajikan pada
Gambar 9 dan 10. Berdasarkan Gambar 9 diketahui bahwa rata-rata MOE pada
ketiga jenis kayu sebelum difumigasi berkisar antara 56.690,40-73.082,01 kg/cm2,
sedangkan setelah difumigasi antara 56.955,97-77.101,52 kg/cm2. MOE kayu
yang difumigasi sebanding dengan MOE kayu tanpa fumigasi. Rata-rata nilai
MOR pada ketiga jenis kayu sebelum difumigasi berkisar antara 541,05-843,50
kg/cm2, sedangkan setelah difumigasi berkisar antara 540,88-890,70 kg/cm2
(Gambar 10). Sama halnya dengan MOE, MOR kayu-kayu yang difumigasi relatif
sebanding dengan MOR kayu-kayu kontrolnya.
Secara umum diketahui bahwa nilai MOE dan MOR pada kayu sengon,
karet dan mangium yang difumigasi cenderung meningkat, kecuali MOR pada
kayu sengon yang sedikit berkurang (0,03%). Berdasarkan Gambar 9 diketahui
bahwa peningkatan nilai MOE kayu sengon, karet dan mangium setelah
difumigasi masing-masingnya sebesar 0,23%, 1,00% dan 2,75%; sedangkan
12
Gambar 10 memperlihatkan peningkatan MOR kayu karet dan mangium masingmasingnya sebesar 3,25% dan 2,80%. Pengurangan MOR kayu sengon sangat
kecil (0,01%) sehingga dapat diabaikan.
Gambar 9 Rata-rata nilai MOE sebelum dan sesudah difumigasi
Gambar 10 Rata-rata nilai MOR sebelum dan sesudah difumigasi
Hasil analisis keragamannya (Lampiran 4 dan 5) memperlihatkan bahwa
MOE tidak dipengaruhi oleh jenis kayu, perlakuan fumigasi serta interaksi
keduanya, sedangkan MOR hanya dipengaruhi oleh jenis kayu. Ini berarti bahwa
MOE dan MOR kayu-kayu yang difumigasi tidak berbeda dibandingkan dengan
MOE dan MOR kayu sejenis yang tidak difumigasi.
MOE kayu sengon yang sudah difumigasi relatif sama dengan MOE kayu
karet yang sudah difumigasi, sedangkan MOE kayu karet yang sudah difumigasi
sama dengan MOE kayu mangium yang sudah difumigasi. MOE kayu sengon
yang sudah difumigasi berbeda bila dibandingkan dengan MOE kayu mangium
yang sudah difumigasi. Rata-rata nilai MOE kayu sengon, karet dan mangium
13
yang sudah difumigasi masing-masing sebesar 56.823 kg/cm2, 59.028 kg/cm2 dan
75.092 kg/cm2 (Lampiran 4).
Tidak adanya perbedaan yang signifikan antara MOE kayu sengon dengan
MOE kayu karet yang difumigasi padahal kedua jenis kayu tersebut memiliki nilai
BJ yang berbeda mengindikasikan adanya faktor lain yang berpengaruh terhadap
MOE. Reaksi kimia antara amonia dengan komponen kimiawi kayu diduga
memainkan peranan penting dalam hal ini.
Berdasarkan Lampiran 5 diketahui bahwa MOR kayu sengon yang sudah
difumigasi sama dengan MOR kayu karet yang sudah difumigasi. Keduanya
berbeda dibandingkan dengan MOR kayu mangium yang sudah difumigasi. Ratarata nilai MOR kayu sengon, karet dan mangium yang sudah difumigasi masingmasing sebesar 540,97 kg/cm2, 600,38 kg/cm2 dan 867,10 kg/cm2. Sama halnya
dengan KA dan BJ kayu, hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Asikin
(2010) dimana kayu-kayu yang difumigasi tidak mengalami perubahan nilai MOE
dan MOR yang nyata.
Keteguhan tekan maksimum sejajar serat
Hasil perhitungan rata-rata nilai keteguhan tekan maksimum sejajar serat
untuk ketiga jenis kayu yang diteliti disajikan pada Gambar 11. Berdasarkan
gambar tersebut diketahui bahwa perlakuan fumigasi memberikan pengaruh yang
bervariasi. Pada kayu sengon dan kayu karet, fumigasi mengakibatkan
berkurangnya nilai keteguhan tekan maksimum sejajar serat, masing-masing
sebesar 1,41% dan 8,42%, sedangkan pada kayu mangium terjadi peningkatan
sebesar 2,98%.
Gambar 11 Rata-rata keteguhan tekan maksimum sejajar serat sebelum dan
sesudah difumigasi
Hasil analisis keragamannya (Lampiran 6) memperlihatkan bahwa nilai
keteguhan tekan maksimum sejajar serat hanya dipengaruhi oleh jenis kayu.
Perlakuan fumigasi dan interaksi antara jenis kayu dan perlakuan fumigasi tidak
berpengaruh nyata. Hal ini menandakan bahwa kayu-kayu yang difumigasi
maupun yang tidak difumigasi memiliki nilai keteguhan tekan maksimum sejajar
14
serat yang sama. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Asikin (2010)
dimana secara umum perlakuan fumigasi tidak mempengaruhi nilai keteguhan
tekan maksimum sejajar serat kayu.
Lampiran 6 memperlihatkan bahwa nilai keteguhan tekan maksimum sejajar
serat kayu sengon yang sudah difumigasi sebanding dengan nilai keteguhan tekan
maksimum sejajar serat kayu karet yang sudah difumigasi, masing-masing sebesar
329,54 kg/cm2 dan 360,46 kg/cm2. Keduanya lebih rendah dibandingkan dengan
nilai keteguhan tekan maksimum sejajar serat kayu mangium yang sudah
difumigasi (466,14 kg/cm2).
Kekerasan radial dan tangensial
Hasil perhitungan rata-rata nilai kekerasan radial dan tangensial ketiga jenis
kayu yang diteliti disajikan pada Gambar 12 dan 13. Dari kedua gambar tersebut
diketahui bahwa perlakuan fumigasi memberikan pengaruh yang bervariasi
terhadap kekerasan kayu. Pada kayu sengon dan mangium, fumigasi
mengakibatkan peningkatan nilai kekerasan radial dan tangensial, sedangkan pada
kayu karet terjadi pengurangan. Rata-rata peningkatan nilai kekerasan radial pada
kayu sengon dan mangium masing-masing sebesar 22,57% dan 1,52%, sedangkan
pengurangan nilai pada kayu karet sebesar 2,42% (Gambar 12). Rata-rata
peningkatan nilai kekerasan tangensial pada kayu sengon dan mangium masingmasing sebesar 25,31% dan 8,41%, sedangkan pengurangan nilai kekerasan
tangensial pada kayu karet sebesar 4,75% (Gambar 13).
Gambar 12 Rata-rata nilai kekerasan radial sebelum dan sesudah difumigasi
Berdasarkan hasil analisis keragamannya (Lampiran 7 dan 8) diketahui
bahwa kekerasan kayu baik sisi radial maupun sisi tangensialnya hanya
dipengaruhi oleh jenis kayu, sedangkan perlakuan fumigasi serta interaksi antara
jenis kayu dan perlakuan fumigasi tidak. Ini berarti bahwa kayu yang difumigasi
maupun yang tidak difumigasi tidak mengalami perubahan nilai kekerasan
permukaan kayu yang signifikan. Hasil penelitian ini juga sama dengan penelitian
Asikin (2010) dimana kayu-kayu sebelum dan sesudah difumigasi tidak berbeda
nyata dalam hal kekerasan permukaannya.
15
Gambar 13 Rata-rata nilai kekerasan tangensial sebelum dan sesudah difumigasi
Lampiran 7 menyajikan nilai rata-rata kekerasan sisi radial kayu sengon,
karet dan mangium yang sudah difumigasi masing-masing sebesar 182,63 kg/cm2,
297,38 kg/cm2 dan 366,25 kg/cm2; sedangkan rata-rata kekerasan sisi
tangensialnya (Lampiran 8) masing-masing sebesar 204,25 kg/cm2 (sengon),
333,38 kg/cm2 (karet) dan 412,50 kg/cm2 (mangium).
Keawetan
Rata-rata kehilangan berat setelah uji kubur untuk ketiga jenis kayu, baik
sebelum maupun sesudah difumigasi disajikan pada Gambar 14. Dari gambar
tersebut diketahui bahwa perlakuan fumigasi cenderung meningkatkan keawetan
kayu. Hal ini tercermin dari semakin berkurangnya kehilangan berat kayu. Ratarata kehilangan berat pada kayu-kayu yang sudah difumigasi sebesar 1,07-8.30%,
sedangkan pada kayu-kayu yang tidak difumigasi sebesar 1,69-12,20%.
Gambar 14 Rata-rata nilai kehilangan berat sebelum dan sesudah difumigasi
16
Berdasarkan hasil analisis keragamannya (Lampiran 9) diketahui bahwa
kehilangan berat dipengaruhi oleh jenis kayu dan perlakuan fumigasi, sedangkan
interaksi antara jenis kayu dan perlakuan fumigasi tidak. Kehilangan berat pada
kayu-kayu yang difumigasi lebih rendah dibandingkan dengan kehilangan berat
kayu-kayu yang tidak difumigasi. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian
Azhim (2011) dengan kayu yang sama. Menurut Azhim (2011), rata-rata
mortalitas rayap pada kayu-kayu yang difumigasi lebih tinggi dibandingkan
dengan mortalitas rayap pada kayu-kayu yang tidak difumigasi. Dengan mortalitas
rayap sebesar 100% (pada kayu yang difumigasi), maka kehilangan beratnya lebih
rendah dibandingkan dengan mortalitas rayap sebesar 22,77% (pada kayu yang
tidak difumigasi).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehilangan berat bergantung pada jenis
kayu. Sebelum difumigasi, kehilangan berat tertinggi terdapat pada kayu sengon
(12,20%), diikuti oleh kayu karet (11,41%) dan yang terkecil pada kayu mangium
(1,69%). Sesudah difumigasi, kehilangan berat tertinggi terdapat pada kayu karet
(8,30%), diikuti oleh kayu sengon (5,31%) dan yang terkecil pada kayu mangium
(1,07%). Secara umum rata-rata kehilangan berat pada masing-masing jenis kayu
sebelum dan sesudah difumigasi sebesar 6,89% (sengon), 3,11% (karet) dan
0,62% (mangium). Dengan kehilangan berat yang paling rendah (1,07%), maka
fumigasi amonia meningkatkan keawetan kayu mangium.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Perlakuan fumigasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap BJ, MOE,
MOR, kekuatan tekan maksimum sejajar serat dan kekerasan kayu, namun
berpengaruh nyata terhadap nilai KA dan kehilangan berat kayu.
2. Perlakuan fumigasi mengakibatkan kayu menjadi lebih basah dengan rata-rata
peningkatan KA sebesar 8,40-22,80%.
3. Perlakuan fumigasi berpotensi meningkatkan keawetan kayu. Kehilangan
berat pada kayu yang difumigasi lebih rendah dibandingkan dengan
kontrolnya dengan nilai rata-rata kehilangan berat sebesar 1,07-8.30%.
4. Keawetan kayu mangium yang difumigasi lebih tinggi dibandingkan dengan
keawetan kayu sengon dan karet yang difumigasi.
Saran
Beberapa saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian yang
diperoleh adalah:
1. Perlu dilakukan penelitian sejenis yang melibatkan jenis-jenis kayu lain untuk
memperkuat hasil penelitian dengan memperoleh data yang lebih banyak.
17
2. Penelitian tentang pengaruh fumigasi amonia terhadap kandungan kimia dan
sifat akustik kayu perlu pula dilakukan.
3. Penelitian yang memfokuskan pada peranan faktor lain terhadap nilai MOE
kayu-kayu yang difumigasi perlu segera dilakukan untuk menemukan jawaban
yang ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Amonia. http://id.Wapedia.org. [Diakses tanggal 6 Agustus 2010].
Anonim. 2010. Termite and Fumigation. http://www.EWCN.org [Diakses pada 6
Agustus 2010].
Asikin PP. 2010. Pengaruh Fumigasi terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Beberapa
Jenis Kayu Rakyat. [Skripsi]. Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan
IPB. Bogor.
[ASTM]. American Society for Testing and Materials. 2007. Annual Books of
ASTM Standarts. Volume 04.10. Wood. D 143-94. Section Four. USA.
Azhim AAA. 2011. Efektifitas Fumigasi Berbahan Aktif Amonia pada Tiga Jenis
Kayu Kelas Awet Rendah terhadap Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus
Holm.). [Skripsi]. Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Boerhandy I, DS Agustina. 2006. Potensi Pemanfaatan Kayu Karet untuk
Mendukung Peremajaan Perkebunan Karet Rakyat. Palembang. Balai
Penelitian Sembawa.
Giler J. 2006. Fumigation Handbook. Washington, DC. United States
Departement of Agriculture.
Harwood WS, FG Herring, JD Madura, RH Petrucci. 2007. General Chemistry
Principles and Modern Applications, Ninth edition. Pearson Education
International.
Hendrawan. 2007. Memberantas Hama pada Data Arsip/Buku dengan Fumigasi.
Http://www.gratisiklan.com [Diakses pada 5 Agustus 2012].
Martawijaya A, Barly. 2000. Keterawetan 95 Jenis Kayu terhadap Impregnasi
dengan Pengawet CCA. Buletin Penelitian Hasil Hutan, Vol. 14 No. 7, hal:
264-273.
Nandika D, Soenaryo, A Saragih. 1996. Kayu dan Pengawetan Kayu. Dinas
Kehutanan DKI Jakarta. Jakarta.
Nandika D, Y Rismayadi, F Diba. 2003. Rayap: Biologi dan Pengendaliannya.
Surakarta. Muhammadiyah University Press.
Ogata K, T Fujii, H Abe and P Baas. 2008. Identification of the timbers of
Southeast Asia and Western Pacific. PP. 180. T Fujii, K Ogata, H Abe, S
Noshiro and A Kagawa (Editors). Kaiseisha Press. Japan.
Pandit IKN dan D Kurniawan. 2008. Anatomi Kayu: Struktur Kayu, Kayu
Sebagai Bahan Baku dan Ciri Diagnostik Kayu Perdagangan Indonesia.
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
18
LAMPIRAN
Lampiran 1 Anova KA
Source
Jenis kayu
Teknik fumigasi
Jenis kayu*teknik fumigasi
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
2
1
2
66.30340833
19.42200417
2.88290833
33.15170417
19.42200417
1.44145417
80.48
47.15
3.50
F
Jenis kayu
Teknik fumigasi
Jenis kayu*teknik fumigasi
2
1
2
482755.2549
4799.9645
2517.9916
241377.6275
4799.9645
1258.9958
6.28
0.12
0.03
0.0085
0.7279
0.9678
Lampiran 4 Anova MOE
Lampiran 5 Anova MOR
19
Lampiran 6 Anova keteguhan tekan maksimum sejajar serat
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Jenis kayu
Teknik fumigasi
Jenis kayu*teknik fumigasi
2
1
2
82088.08323
1576.09834
8839.55830
41044.04162
1576.09834
4419.77915
10.38
0.40
1.12
0.0010
0.5358
0.3488
Lampiran 7 Anova kekerasan radial
Source
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
Jenis kayu
Teknik fumigasi
Jenis kayu*teknik fumigasi
2
1
2
137678.5833
2688.1667
7034.0833
68839.2917
2688.1667
3517.0417
35.79
1.40
1.83
F
Jenis kayu
Teknik fumigasi
Jenis kayu*teknik fumigasi
2
1
2
176805.5833
8550.3750
15465.2500
88402.7917
8550.3750
7732.6250
34.01
3.29
2.98
F
Jenis kayu
Teknik fumigasi
Jenis kayu*teknik fumigasi
2
1
2
209.3163715
53.3359358
21.5833065
104.6581858
53.3359358
10.7916532
9.00
4.59
0.93
0.0022
0.0470
0.4144
20
Lampiran 10 Hasil perhitungan KA dan BJ
Jenis
Kayu
SKo 1
SKo 2
SKo 3
SKo 4
P
(cm)
2.28
2.16
2.29
2.3
L
(cm)
2.29
2.27
2.29
2.29
T
(cm)
2.16
2.16
2.2
2.16
4.76
4.73
4.71
4.751
BKT
(g)
4.09
4.11
4.05
4.04
Volume
(cm3)
11.28
10.59
11.54
11.38
KA
(%)
16.39
15.09
16.30
17.60
0.36
0.39
0.35
0.36
KKo 1
KKo 2
KKo 3
KKo 4
2.16
2.15
2.15
2.17
2.15
2.16
2.15
2.16
2.15
2.17
2.18
2.2
5.65
5.74
5.82
6.11
4.97
5.09
5.14
5.4
9.98
10.08
10.08
10.31
13.68
12.77
13.23
13.15
0.5
0.51
0.51
0.52
MKo 1
MKo 2
MKo 3
MKo 4
2.24
2.16
2.16
2.19
2.24
2.16
2.16
2.16
2.24
2.16
2.18
2.19
6.74
7.05
7.06
7.26
5.98
6.25
6.28
6.58
11.24
10.08
10.17
10.36
12.71
12.80
12.42
10.30
0.53
0.62
0.62
0.64
SFu 1
SFu 2
SFu 3
SFu 4
2.27
2.24
2.22
2.22
2.27
2.26
2.22
2.24
2.16
2.2
2.25
2.21
5.04
4.55
4.51
4.71
4.06
3.96
3.9
4.03
11.13
11.14
11.09
10.99
24.14
14.90
15.59
16.87
0.36
0.36
0.35
0.37
KFu 1
KFu 2
KFu 3
KFu 4
2.2
2.15
2.21
2.14
2.21
2.15
2.25
2.14
2.23
2.19
2.24
2
6.29
5.95
6.19
6.04
5.56
5.25
5.46
5.14
10.84
10.12
11.14
9.16
13.13
13.33
13.37
17.45
0.51
0.52
0.49
0.56
MFu 1
MFu 2
MFu 3
MFu 4
2.23
2.17
2.16
2.19
2.23
2.17
2.17
2.18
2.26
2.19
2.18
2.23
7.29
7.09
7.08
6.9
6.02
6.26
6.26
6.17
11.24
10.31
10.22
10.65
21.05
13.26
13.10
11.83
0.54
0.61
0.61
0.58
BB (g)
BJ
Keterangan: S = sengon, K = karet, M = mangium, Ko = kontrol, Fu = fumigasi; 1-4 =
ulangan
21
Lampiran 11 Hasil perhitungan MOE dan MOR
Kode
Sampel
dp/dy
L
(cm)
b
(cm)
h
(cm)
MOE
(kg/cm2)
Pmax
(kg)
MOR
(kg/cm2)
SKo 1
SKo 2
SKo 3
SKo 4
SFu 1
SFu 2
SFu 3
SFu 4
211.08
286.96
221.37
233.98
206.77
204.97
296.59
253.47
25
25
25
25
25
25
25
25
2.01
2.03
2.00
2.02
2.02
2.03
2.02
2.01
2.00
2.01
2.04
2.00
2.03
2.01
2.00
2.02
51276.82
67998.16
50928.20
56558.44
47797.82
48569.78
71692.74
59763.56
106.36
135.20
108.41
120.99
106.11
96.12
144.87
125.47
496.09
618.19
488.42
561.51
478.01
439.48
672.35
573.67
KKo 1
KKo 2
KKo 3
KKo 4
KFu 1
KFu 2
KFu 3
KFu 4
342.18
357.66
95.57
186.68
266.07
291.50
216.86
238.53
25
25
25
25
25
25
25
25
2.00
2.03
2.03
2.01
2.03
2.01
2.00
2.02
2.02
2.00
2.03
2.01
2.00
2.02
2.02
2.04
81083.14
86028.90
21983.76
44675.93
63998.52
68730.33
51387.25
54332.69
176.35
197.80
16.54
114.32
150.30
133.60
126.94
132.01
810.36
913.47
74.15
527.91
694.12
610.86
583.30
588.88
MKo 1
MKo 2
MKo 3
MKo 4
MFu 1
MFu 2
MFu 3
MFu 4
359.48
216.44
342.67
322.66
398.71
362.07
292.37
264.18
25
25
25
25
25
25
25
25
2.02
2.00
2.01
2.03
2.05
2.00
2.03
2.01
2.00
2.03
2.04
2.01
2.02
2.03
2.00
2.03
86894.72
50533.51
78442.16
76457.65
92174.16
84534.59
70324.53
61372.78
221.52
126.62
210.46
180.70
228.66
232.93
174.35
148.59
1028.09
576.12
943.52
826.25
1025.12
1059.82
805.17
672.71
Keterangan:
S = sengon, K = karet, M = mangium, Ko = kontrol, Fu = fumigasi; 1-4 =
ulangan, L = jarak sangga, b = lebar contoh uji, h = tebal contoh uji
22
Lampiran 12 Hasil perhitungan keteguhan tekan maksimum sejajar serat
Kode
Sampel
Pmax
(kg)
b (cm)
h
(cm)
A
(cm2)
Keteguhan Tekan
(kg/cm2)
SKo 1
SKo 2
SKo 3
SKo 4
SFu 1
SFu 2
SFu 3
SFu 4
1307.62447
1863.71988
1273.08733
981.21281
1515.83235
1326.02065
1177.96349
1271.46653
2.01
2.03
2.00
2.02
2.02
2.03
2.02
2.01
2.00
2.01
2.04
2.00
2.03
2.01
2.00
2.02
4.02
4.08
4.08
4.04
4.10
4.08
4.04
4.06
325.28
456.76
312.03
242.87
369.66
324.98
291.58
313.15
KKo 1
KKo 2
KKo 3
KKo 4
KFu 1
KFu 2
KFu 3
KFu 4
1627.11707
1589.86779
1734.85258
1450.39799
1155.67467
1321.93378
1539.77042
1310.23484
2.00
2.03
2.03
2.01
2.03
2.01
2.00
2.02
2.02
2.00
2.03
2.01
2.00
2.02
2.02
2.04
4.04
4.06
4.12
4.04
4.06
4.06
4.04
4.12
402.75
391.59
420.99
359.00
284.65
325.58
381.13
317.96
MKo 1
MKo 2
MKo 3
MKo 4
MFu 1
MFu 2
MFu 3
MFu 4
1760.08432
1989.38203
1563.99464
2054.09292
1659.90651
2500.0079
1721.59884
1950.10132
2.02
2.00
2.01
2.03
2.05
2.00
2.03
2.01
2.00
2.03
2.04
2.01
2.02
2.03
2.00
2.03
4.04
4.06
4.10
4.08
4.14
4.06
4.06
4.08
435.66
490.00
381.42
503.42
400.85
615.77
424.04
477.93
Keterangan:
S = sengon, K = karet, M = mangium, Ko = kontrol, Fu = fumigasi; 1-4 =
ulangan, b = lebar contoh uji, h = tebal contoh uji, A = luas penampang
23
Lampiran 13 Hasil perhitungan kekerasan sisi radial dan tangensial
Kode
Sampel
Radial
(kg)
Tangensial
(kg)
Kode
Sampel
Radial
(kg)
Tangensial
(kg)
SKo 1
SKo 2
SKo 3
SKo 4
102
153
125
216
107
161
130
254
SFu 1
SFu 2
SFu 3
SFu 4
222
220
212
211
260
246
223
253
KKo 1
KKo 2
KKo 3
KKo 4
272
278
297
372
339
313
348
400