Sifat Fisis dan Kandungan Zat Ekstraktif Kayu Ekaliptus (Eucalyptus grandis W. Hill ex Maiden) Pada Umur 3, 6 dan 9 Tahun

(1)

SIFAT FISIS DAN KANDUNGAN ZAT EKSTRAKTIF

KAYU EKALIPTUS (Eucalyptus grandis W.Hill ex Maiden)

PADA UMUR 3, 6 DAN 9 TAHUN

SKRIPSI

Oleh : Syawal Arijona

021203040 / TEKNOLOGI HASIL HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

Ridwanti Batubara, S. Hut, M. P Komisi I

Onrizal, S. Hut, M. Si Komisi II

Judul Skripsi : Sifat Fisis dan Kandungan Zat Ekstraktif Kayu Ekaliptus (Eucalyptus grandis W. Hill ex Maiden) Pada Umur 3, 6 dan 9 Tahun

Nama : Syawal Arijona NIM : 021203040 Jurusan : Kehutanan

Program Studi : Teknologi Hasil Hutan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Mengetahui:

Ketua Departemen Kehutanan

Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, M. S Ketua Jurusan


(4)

i ABSTRACT

The aim of this research to evaluate physical and extractives solvability of ekaliptus wood (Eucalyptus grandis). This wood is for make pulp and papper. Physical and extractives solvability properties of ekaliptus wood were vary based on age, height and depth of wood location in the tree. The physical propertieshas evaluated consist of moisture content, specific gravity and volume reductibility. For extractives solvability properties has evaluated consist of extractives solvability in cold water, in hot water, in alcohol 96%, and in NaOH 1%.

The average green moisture content of ekaliptus wood between 15,06%-17,77%, moisture content of air between 15,06%-15,06%-17,77%, specific gravity between 0,50-0,61, green volume reductibility between 10,73%-20,40%, volume reductibility of air between 4,72%-10,49%. Extractives solvability in cold water between 1,00%-19,20%, in hot water between 3,80%-16,20%, in alcohol 96% between 3,20%-19,20%, and in NaOH1% between 5,40%-16,40%.

Based on specific gravity , ekaliptus wood belonged to the strength class III, so that except for pulp and papper can be used for tight contruction such as furniture. Based on extractives solvability, ekaliptus wood have high extractives.

Key words: Ekaliptus wood (Eucalyptus grandis), physicak properties, chemical properties, solvability, moisture content.


(5)

ii ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan menguji sifat fisis dan kimia kayu ekaliptus (Eucalyptus grandis) yang merupakan jenis kayu untuk bahan baku pembuat pulp. Sifat fisis dan kimia kayu ekaliptus bervariasi berdasarkan umur, ketinggian dan kedalaman letak kayu pada pohon. Sifat fisis yang diuji meliputi kadar air, kerapatan dan penyusutan. Sifat kimia yang diuji meliputi kelarutan zat ekstraktif pada pelarut air dingin, air panas, alkohol 96%, NaOH 1%.

Kadar air basah kayu ekaliptus berkisar antara 116,61%-128,88%, kadar air kering udara antara 15,06%-17,77%, kerapatan antara 0,50-0,61, penyusutan volume basah antara10,73%-20,40%, penyusutan volume kering udara antara 4,72%-10,49%, kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin antara 1,00%-19,20%, dalam air panas antara 3,80%-16,20%, dalam alkohol 96% antara 3,20%-19,20% dan dalam NaOH 1% antara 5,40%-16,40%.

Berdasarkan kerapatan yang diperoleh kayu ekaliptus termasuk kelas kuat III, selain untuk bahan pulp dan kertas kayu ekaliptus dapat juga digunakan sebagai bahan kontruksi ringan seperti mebel. Berdasarkan kelarutan zat ekstraktif yang diperoleh, kayu ekaliptus memiliki kelarutan zat ekstraktif yang tinggi.

Kata kunci: Kayu ekaliptus (Eucalyptus grandis), sifat fisis, sifat kimia,kelarutan, kadar air


(6)

RIWAYAT HIDUP

Syawal Arijona Hasibuan dilahirkan di Jakarta pada tanggal 1 juli 1984 dari Ayah S.T. Hasibuan dan Ibu R. Siregar. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Pada tahun 1996, penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 2 Padangsidimpuan. Pada tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 3 Padangsidimpuan. Pada tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMU Negeri 3 Sipirok. Kemudian penulis melanjutjan studi ke Perguruan Tinggi Negeri Universitas Sumatera Utara mengambil Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan Fakiltas Pertanian pada tahun 2002 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Penulis telah melakukan kegiatan Prktik Umum Kehutanan (PUK) pada bulan juli 2004 di hutan pegunungan Lau Kawar dan hutan mangrove Bandar Khalipah. Pada bulan Agustus 2006 penulis telah melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Taman Nasional Batang Gadis (TNBG).


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT karena telah memberikan berkat dan anugrah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Adapun judul skripsi ini adalah “Sifat Fisis dan Kandungan Zat Ekstraktif Kayu Ekaliptus ( Eucalyptus grandis W.Hill ex Maiden) Pada Umur 3, 6 dan

9 Tahun”.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Ibu Ridwanti Batubara, S. Hut, M. P sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Onrizal, S. Hut, M. Si sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Ayahanda S.T. Hasibuan dan Ibunda R. Siregar tercinta atas segala

pengorbanan dan kasih sayang, doa sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi.

3. Adek-adek saya Rizky julia Hasibuan dan Reza Ade Putra Hasibuan.

4. Teman-teman Teknologi Hasil Hutan, Manajemen Hutan dan Budidaya

Hutan angkatan 2002.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, November 2007


(8)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT...i

ABSTRAK...ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL...vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Manfaat ... 3

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisis Kayu ... .. 4

Kadar Air Kayu ... .. 4

Penyusutan Kayu ... .. 5

Kerapatan Kayu ... .. 6

Komponen Kimia Kayu... ...7

Pengertian Zat Ekstraktif ... 7

Penyebaran Zat Ekstraktif... 8

Kegunaan Zat Ekstraktif ... 9

Tinjauan Kayu Eukaliptus ... 10

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 13

Bahan dan Alat Penelitian ... 13

Prosedur Pengujian... 13

Metode Penelitian ... 14

Sifat Fisis... 14

Pembuatan Contoh Uji Sifat Fisis ... 14

Pengujian Sifat Fisis ... 15

Sifat Kimia... 18

Pengambilan dan Pembuatan Sampel ... 18

Pengujian Sifat Kimia ... 18

Pengolahan Data... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisis... 22

Kadar Air... 22


(9)

v

Penyusutan Volume... 28

Sifat Kimia (Kelarutan Zat Ekstraktif )... 31

Kelarutan Dalam Air Dingin... 32

Kelarutan Dalam Air Panas... 34

Kelarutan Dalam Alkohol 96 %... 35

Kelarutan Dalam NaOH 1 %... 37

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 41

Saran... 42

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Pembagian batang berdasarkan tinggi pohon ... 14

2. Pembagian batang berdasarkan variasi kedalaman ... 15

3. Contoh uji kadar air ... 15

4. Contoh uji kerapatan kayu ... 16


(11)

vii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Rata-rata kadar air basah... 22

2. Rata-rata kadar air kering udara... 24

3. Rata-rata kerapatan... 26

4. Kelas kuat kayu berdasarkan BJ / kerapatan kayu... 28

5. Rata-rata penyusutan basah... 29

6. Rata-rata penyusutan kering udara... 30

7. Kelarutan pada air dingin... 33

8. UJGD pengaruh umur terhadap kelarutan ekstraktif yang larut pada air dingin... 33

9. UJGD pengaruh ketinggian terhadap kelarutan ekstraktif yang larut pada air dingin... 34

10. Kelarutan pada air panas... 35

11. UJGD pengaruh umur terhadap kelarutan ekstraktif yang larut pada air panas... 35

12. UJGD pengaruh ketinggian terhadap kelarutan ekstraktif yang larut pada air panas... 36

13. Kelarutan pada alkohol... 36

14. UJGD pengaruh umur terhadap kelarutan ekstraktif yang larut pada alkohol... 37

15. UJGD pengaruh ketinggian terhadap kelarutan ekstraktif yang larut pada alkohol... 37

16. Kelarutan pada NaOH... .. 38

17. UJGD pengaruh umur terhadap kelarutan ekstraktif yang larut pada NaOH... 38

18. UJGD pengaruh ketinggian terhadap kelarutan ekstraktif yang larut pada NaOH... 39


(12)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Rata-rata kadar air serbuk kayu Eucalyptus grandis.... 45.

2. Hasil kelarutan ekstraktif dalam air dingin...45

3. Analisis sidik ragam kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin... 45

4. Hasil kelarutan ekstraktif dalam air panas……….………... 46

5. Analisis sidik ragam kelarutan zat ekstraktif dalam air panas ... 46

6. Hasil kelarutan ekstraktif dalam Alkohol 96 %... 46

7. Analisis sidik ragam kelarutan zat ekstraktif dalam alkohol 96%... 47

8. Hasil kelarutan ekstraktif dalam NaOH 1 %...……... 47


(13)

i

ABSTRACT

The aim of this research to evaluate physical and extractives solvability of

ekaliptus wood (Eucalyptus grandis). This wood is for make pulp and papper.

Physical and extractives solvability properties of ekaliptus wood were vary based on age, height and depth of wood location in the tree. The physical propertieshas evaluated consist of moisture content, specific gravity and volume reductibility. For extractives solvability properties has evaluated consist of extractives solvability in cold water, in hot water, in alcohol 96%, and in NaOH 1%.

The average green moisture content of ekaliptus wood between 15,06%-17,77%, moisture content of air between 15,06%-15,06%-17,77%, specific gravity between 0,50-0,61, green volume reductibility between 10,73%-20,40%, volume reductibility of air between 4,72%-10,49%. Extractives solvability in cold water between 1,00%-19,20%, in hot water between 3,80%-16,20%, in alcohol 96% between 3,20%-19,20%, and in NaOH1% between 5,40%-16,40%.

Based on specific gravity , ekaliptus wood belonged to the strength class III, so that except for pulp and papper can be used for tight contruction such as furniture. Based on extractives solvability, ekaliptus wood have high extractives.

Key words: Ekaliptus wood (Eucalyptus grandis), physicak properties, chemical


(14)

ii

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan menguji sifat fisis dan kimia kayu ekaliptus (Eucalyptus grandis) yang merupakan jenis kayu untuk bahan baku pembuat pulp. Sifat fisis dan kimia kayu ekaliptus bervariasi berdasarkan umur, ketinggian dan kedalaman letak kayu pada pohon. Sifat fisis yang diuji meliputi kadar air, kerapatan dan penyusutan. Sifat kimia yang diuji meliputi kelarutan zat ekstraktif pada pelarut air dingin, air panas, alkohol 96%, NaOH 1%.

Kadar air basah kayu ekaliptus berkisar antara 116,61%-128,88%, kadar air kering udara antara 15,06%-17,77%, kerapatan antara 0,50-0,61, penyusutan volume basah antara10,73%-20,40%, penyusutan volume kering udara antara 4,72%-10,49%, kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin antara 1,00%-19,20%, dalam air panas antara 3,80%-16,20%, dalam alkohol 96% antara 3,20%-19,20% dan dalam NaOH 1% antara 5,40%-16,40%.

Berdasarkan kerapatan yang diperoleh kayu ekaliptus termasuk kelas kuat III, selain untuk bahan pulp dan kertas kayu ekaliptus dapat juga digunakan sebagai bahan kontruksi ringan seperti mebel. Berdasarkan kelarutan zat ekstraktif yang diperoleh, kayu ekaliptus memiliki kelarutan zat ekstraktif yang tinggi.

Kata kunci: Kayu ekaliptus (Eucalyptus grandis), sifat fisis, sifat kimia,kelarutan,


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman, perhatian masyarakat akan bahan-bahan alami dari hutan telah meningkat. Dari segi lingkungan, barang-barang dari kayu lebih disukai. Kayu adalah bahan yang telah digunakan umat manusia sejak prasejarah, baik untuk tempat berteduh/rumah, untuk senjata maupun untuk memanaskan ruangan. Hal ini disebabkan karena kayu mudah didapat, dapat dipotong atau dibentuk dengan alat sederhana, dapat disambung, dapat direkatkan, mempunyai keragaman dekoratif yang tinggi, dan cukup kuat digunakan untuk berbagai keperluan (Coto, 2003).

Menurut Frick dan Moediartianto (2001) bahwa dari segi manfaatnya bagi kehidupan manusia, kayu dinilai mempunyai sifat-sifat utama yang menyebabkan kayu selalu dibutuhkan manusia. Namun, salah satu tantangan terpenting yang dihadapi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat adalah produktifitas hasil hutan kayu yang semakin menurun. Upaya untuk penanggulangannya dapat berupa peningkatan produktifitas dan pemanfaatan hasil HTI yang ada di Indonesia. Contoh jenis tanaman HTI yang dibudidayakan di Indonesia adalah jenis Eucalyptus grandis. Tanaman jenis ini biasanya digunakan sebagai kayu gergajian dan bahan pembuatan pulp-kertas

Untuk pengelolahan dan pemanfaatan Eucalyptus grandis yang lebih tepat serta penggunaan alternatif selain yang telah disebutkan di atas, maka kita harus mengetahui sifat-sifat dari Eucalyptus grandis tersebut. Sesuai yang dikatakan Pandit dan Ramdan (2002) bahwa setiap jenis pohon mempunyai sifat yang berbeda-beda, oleh karena itu setiap jenis kayu yang dihasilkan mempunyai sifat yang berbeda pula. Jadi kesalahan dalam menetapkan sifat dari kayu akan menghasilkan kesalahan dalam pemanfaatan dan


(16)

penggunaan kayu. Untuk itu perlu dilakukan penelitian sifat-sifat dari kayu Eukaliptus (Eucalyptus grandis).

Penelitian sifat fisis berupa pengukuran kadar air, kerapatan dan susut volume. Ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan kayu dan stabilitas dimensi dari kayu tersebut. Sedangkan sifat kimia berupa kelarutan zat ekstraktif, untuk mengetahui banyaknya zat ekstraktif yang terdapat dalam kayu tersebut, karena banyaknya zat ekstraktif dalam kayu mempengaruhi ketahanan suatu kayu terhadap serangan hama dan jamur.

Pada kesempatan ini akan dilakukan penelitian sifat fisis kayu Eukaliptus berupa kadar air (KA), berat jenis (BJ) dan susut volume, serta penelitian sifat kimia kayu berupa kandungan Zat Ekstraktif yang terkandung pada kayu Eukaliptus. Penelitian ini dilakukan pada kayu Eukaliptus (Eucalyptus grandis) dengan umur 3, 6 dan 9 tahun, baik secara vertikal (ketinggian) maupun secara horizontal (kedalaman).

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui sifat fisis kayu Eukaliptus (Eucalyptus grandis) pada Umur 3, 6 dan 9 tahun meliputi : kadar air, kerapatan dan penyusutan volume.

2. Mengetahui kandungan zat ekstraktif kayu eukaliptus (Eucaylyptus grandis) pada umur 3, 6 dan 9 tahun.


(17)

Manfaat Penelitian

Manfaat yang bisa diambil dari penelitian ini adalah :

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu langkah dalam pemanfaatan yang tepat dari kayu Eukaliptus (Eucalyptus grandis).

2. Tersedianya data tentang kayu Eukaliptus (Eucalyptus grandis).

Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Semakin bertambah umur maka sifat fisis dan kandungan zat ekstraktif dalam kayu semakin besar

2. Terdapat variasi secara vertikal dan horizontal terhadap sifat fisis dan kandungan zat ekstraktif dalam kayu.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Sifat Fisis Kayu

Sifat fisis kayu perlu diperhatikan untuk pengembangan penggunaan kayu secara optimal, baik dari segi kekuatan maupun keindahan. Beberapa sifat fisis kayu yang harus diketahui dalam penggunaan kayu adalah berat jenis atau kerapatan kayu, kadar air, kembang susut dan cacat-cacat kayu.

Kadar Air Kayu

Kadar air kayu merupakan jumlah air yang dikandung kayu yang dinyatakan dalam % berat kering ovennya, jumlah air yang dikandung kayu bervariasi tergantung dari jenis kayu, berkisar antara 40%-200% berat kering kayu (Pansin dan Zeeuw, 1980). Sedangkan menurut Haygreen dan Bowyer (1989) kadar air didefinisikan sebagai berat air di dalam kayu yang dinyatakan dalam persen berat kering tanur (BKT) kayu.

Air dalam kayu terdiri dari air bebas dan air terikat di mana kedua-duanya secara bersama-sama menentukan kadar air kayu. Air yang terdapat di dalam rongga sel disebut sebagai air bebas sedangkan air yang terdapat di dalam dinding sel disebut air terikat (Haygreen dan Bowyer, 1989).

Kayu bersifat higroskopis, artinya memiliki daya tarik terhadap air, baik dalam bentuk uap maupun cairan. Kemampuan kayu untuk menghisap atau mengeluarkan air tergantung pada suhu dan kelembaban udara sekelilingnya, sehingga banyaknya air dalam kayu selalu berubah-ubah menurut keadaan udara/atmosfer sekelilingnya. Semua sifat fisis kayu sangat dipengaruhi oleh perubahan kadar air kayu. Oleh karena itu dalam penggunaan kayu sebagai bahan


(19)

baku bangunan, perabot, dan lain sebagainya perlu diketahui kandungan airnya, letaknya dalam kayu, dan bagaimana air itu bergerak di dalam kayu

(Dumanauw, 1990).

Ada beberapa tahapan pengabsorsian air dalam kayu (proses evaporasi) : - Kayu basah (green wood)

Semua rongga sel dan dinding sel kayu penuh kandungan air. Kadar air dapat mencapai 200%.

- Titik jenuh serat (fibre saluration point)

Air bebas pada rongga sel kayu telah keluar semuanya, kandungan air dalam dinding sel tetap. Kadar air kayunya 25%-30%.

- Kering udara atau titik keseimbangan kadar air kayu (equilibrium moisture content)

Kayu menyesuaikan diri dengan udara sekitarnya, sehingga kandungan air dalam dinding sel yang berlebihan mulai terevaporasi keluar.

- Kering tanur

Rongga sel dan dinding sel tidak mengandung air lagi. Berat kayu tidak dapat turun lebih lanjut.

Berat, penyusutan, kekuatan dan sifat lainnya tergantung pada kadar air kayu. Variabilitas kadar air terjadi pada bagian-bagian dari pohon yang sama, perbandingan kayu teras dan kayu gubal (Forest Products Laboratory, 1999).

Penyusutan Kayu

Dimensi kayu akan stabil pada saat kadar air di atas titik jenuh serat. Kayu akan mengubah dimensinya pada saat kayu kehilangan air dibawah titik tersebut.


(20)

Dalam proses penyusutan kayu, bagian sel yang berperan adalah dinding sel terutama dinding sel sekunder. Dinding sel primer sangat tipis jika dibandingkan dengan dinding sel sekunder sehingga pengaruhnya kecil dan sering diabaikan.

Penyusutan dan pengembangan mengakibatkan kembang, pecah, belah atau mengurangi nilai dekoratif, membuat kayu tidak dapat digunakan, oleh karena itu penting untuk mengerti fenomena dan mengatasinya agar kayu dapat digunakan (Forest Products Laboratory, 1999).

Menurut Haygreen dan Bowyer (1989), variasi dalam penyusutan contoh-contoh uji yang berbeda dari spesies yang sama dibawah kondisi yang sama terutama akibat dari tiga faktor yaitu (1) ukuran dan bentuk potongan, ini mempengaruhi orientasi serat dalam potongan dan keseragaman kandungan air di seluruh tebal, (2) kerapatan contoh uji, semakin tinggi kerapatan contoh uji semakin banyak kecenderungannya untuk menyusut dan (3) laju pengeringan contoh uji, di bawah kondisi pengeringan yang cepat, tegangan internal terjadi karena perbedaan penyusutan.

Kerapatan Kayu

Kayu adalah bahan yang terdiri atas sel-sel. Struktur yang terdiri atas sel yang memberikan kayu banyak sifat-sifat dan ciri-ciri yang unik. Kerapatan kayu berhubungan langsung dengan porositasnya, yaitu proporsi volume rongga kosong. Kerapatan didefenisikan sebagai massa atau berat per satuan volume. Ini biasanya dinyatakan dalam kilogram per meter kubik (Haygreen dan Bowyer, 1989).


(21)

Kerapatan kayu adalah massa atau berat kayu per unit volume kayu. Kerapatan merupakan faktor penting untuk mengetahui sifat fisik dan mekanik kayu (Panshin dan De Zeeuw 1980). Kerapatan biasanya dinyatakan dalam pon per kaki atau kg/m3 (Haygreen dan Bowyer, 1989). Menghitung kerapatan kayu, meliputi air yang terkandung dalam kayu. Kerapatan kayu biasanya dipengaruhi oleh variasi anatomi, kadar air serta rasio kayu gubal dan kayu teras (Forest Products Laboratory, 1999).

Komponen Kimia Kayu

Menurut Fengel dan Wegener (1995) sepanjang menyangkut komponen kimia kayu, maka perlu dibedakan antara komponen-komponen makromolekul utama dinding sel yaitu selulosa, poliosa (hemiselulosa) dan lignin yang terdapat pada semua kayu dan komponen-komponen minor dengan berat molekul kecil (ekstraktif dan zat-zat mineral) yang biasanya berkaitan dengan jenis kayu tertentu dalam jenis dan jumlahnya. Perbandingan dan komposisi kimia lignin dan poliosa berbeda pada kayu lunak dan kayu teras, sedangkan selulosa merupakan komponen yang seragam pada semua kayu.

Pengertian Zat Ekstraktif

Menurut Achmadi (1990), selain selulosa, hemiselulosa dan lignin, komponen kimia lainnya yang terdapat dalam kayu adalah substansi yang biasa disebut dengan zat ekstraktif. Zat ekstraktif biasanya berada di dalam pori-pori dan dinding sel tanaman berkayu dalam jumlah yang sedikit. Zat ekstraktif tersebut tidak semuanya bisa larut dalam pelerut kimia, hal ini disebabkan karena


(22)

adanya struktur lain dalam zat ekstraktif tersebut seperti mineral atau getah yang mempunyai derajat kondensasi yang tinggi. Zat ekstraktif yang umumnya mempunyai gugus alkohol dan berikatan dengan lignin, kadang dapat diekstraksi dengan pelarut netral.

Zat ekstraktif umumnya adalah zat yang mudah larut dalam pelarut seperti eter, alkohol, bensin dan air. Persentase zat ekstraktif ini rata-rata 3-8% dari berat kayu kering tanur. Termasuk di dalamnya minyak-minyakan, resin, lilin, lemak, tannin, gula pati dan zat warna. Zat ekstraktif ini merupakan bagian struktur dinding sel, tetapi terdapat dalam rongga sel. Dalam arti yang sempit, zat ekstraktif merupakan senyawa-senyawa yang larut dalam pelarut organik dan dalam pengertian ini, nama zat ekstraktif digunakan dalam analisis kayu (Fengel dan Wegener, 1995).

Zat Ekstraktif mengandung senyawa-senyawa tunggal tipe lipofil dan hidrofil dalam jumlah yang besar. Ekstraktif dapat dipandang sebagai konstituen kayu yang tidak struktural, hampir seluruhnya terbentuk dari senyawa-senyawa ekstraseluler dengan berat molekul rendah (Sjöström, 1995).

Penyebaran Zat Ekstraktif

Dumanauw (1990) menyatakan bahwa zat ekstraktif bukan merupakan bagian struktur dinding sel, tetapi terdapat dalam rongga sel. Sedangkan Sjöström (1995) berpendapat bahwa zat ekstraktif tidak tersebar secara merata dalam batang dan dinding sel serat. Ekstraktif terdapat pada tempat tertentu, sebagai contoh asam dalam tumbuhan resin banyak terdapat dalam saluran resin dalam kulit kayu, sedangkan lemak dan lilin banyak terdapat dalam sel parenkim jari-jari


(23)

baik pada kayu daun jarum dan kayu daun lebar. Umumnya kayu daun lebar mempunyai kandungan zat ekstraktif yang lebih banyak dibandingkan dengan kayu daun jarum.

Selanjutnya Fengel dan Wegener (1995), mengemukakan bahwa zat ekstraktif berpusat pada resin kanal dan sel parenkim jari-jari. Pada lamela tengah juga terdapat zat ekstraktif dengan kadar yang lebih rendah jika dibandingkan dengan interseluler dan dinding sel trakeid serta serat libriform.

Zat Ekstraktif dalam kayu dapat berupa karbohidrat, gula, pektin, zat warna dan asam-asam tertentu yang berasosiasi dan mudah larut dalam air dingin. Zat yang terlarut dalam air panas antara lain lemak, zat warna, tanin, damar dan flobatannin. Selanjutnya yang terlarut dalam NaOH terdiri dari senywa karbohidrat dan lignin (Achmadi, 1990).

Kegunaan Zat Ekstraktif

Zat ekstraktif dapat digunakan untuk mengenali suatu jenis kayu. Jenis kayu yang berbeda menyebabkan kandungan zat ekstraktif yang berbeda pula, sehingga dapat dijadikan sebagai alat identifikasi/ pengenalan kayu (Dumanauw, 1982).

Sedangkan menurut Sjostrom (1995) bahwa tipe-tipe ekstraktif yang berbeda adalah perlu untuk memepertahankan fungsi biologi pohon yang bermacam-macam. Sebagai contoh lemak merupakan sumber energi sel-sel kayu, sedangkan terpenoid-terpenoid rendah, asam-asam resin, dan senyawa-senyawa fenol melindungi kayu terhadap kerusakan secara mikrobiologi atau serangan serangga.


(24)

Ekstraktif tidak hanya penting untuk taksonomi dan biokimia pohon-pohon, tetapi juga penting bila dikaitkan dengan aspek-aspek teknologi. Ekstraktif merupakan bahan dasar yang berharga untuk pembuatan bahan-bahan kimia organik dan mereka memainkan peranan penting dalam proses pembuatan pulp dan kertas.

Tinjauan Kayu Eukaliptus

Marga (genus) Eucalyptus mempunyai lebih dari 500 jenis pohon dan perdu, sebahagian besar merupakan jenis asli dari Australia. Hanya ada 2 jenis yang ditemukan tumbuh di daerah Malaysiana (Papua Nugini, Maluku, Sulawesi, dan Filipina). Beberapa jenis berasal dari utara Australia sampai timur Malaysiana. Saat ini telah lebih dari 10 jenis yang dikenal yang berasal dari Papua Nugini. Sebahagian besar jenis Eucalyptus berada di wilayah pesisir pantai New South Wales dan barat daya Australia. Sekarang ini banyak spesies dari

Eucalyptus yang ditanam untuk hutan tanaman seperti di wilayah benua Asia, wilayah tropis dan sub-tropis Afrika, selatan Eropa dan Amerika tengah dan selatan (Prosea, 1994).

Tanaman Eucalyptus pada umumnya berupa pohon kecil hingga besar tingginya 60 – 87m. Batang utamanya berbentuk lurus, dengan diameter hingga 200 cm. Permukaan pepagan licin, berserat, bercak luka yang mengelupas, daun muda dan daun dewasa sifatnya berbeda, daun dewasa umumnya berseling kadang berhadapan tunggal, tulang tengah jelas, pertulangan skunder menyirip atau sejajar, berbau harum bila diremas. Perbungaan berbentuk payung yang rapat kadang-kadang berupa malai rata diujung ranting. Buah berbentuk kapsul, kering


(25)

dan berdinding tipis. Biji berwarna coklat atau hitam. (World Agroforestry Centre, 2004).

Jenis Eucalyptus merupakan jenis yang tidak membutuhkan persyaratan yang tinggi terhadap tanah dan tempat tumbuhnya. Jenis Eucalyptus termasuk jenis yang sepanjang tahun tetap hijau dan sangat membutuhkan cahaya. Kayunya mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi untuk dipakai sebagai kayu gergajian, konstruksi, finir, plywood, furniture dan bahan pembuat pulp dan kertas. Oleh karena itu jenis tanaman ini cenderung untuk selalu dikembangkan (Departemen Kehutanan dan Perkebunan 1994).

Jenis Eucalyptus grandis tersebar di wilayah pesisir Queensland bagian selatan dan New South Wales bagian utara di benua Australia. Jenis ini banyak

ditanam di semenanjung Malaysia untuk hutan tanaman. Jenis Eucalyptus

grandis merupakan jenis yang penting untuk hutan tanaman di daerah tropis maupun sub-tropis (Prosea, 1994).

Tanaman ini dapat bertunas kembali setelah dipangkas dan agak tahan terhadap serangan rayap. Jenis ini termasuk cepat pertumbuhannya terutama pada waktu muda. Sistem perakaran yang sangat muda cepat sekali memanjang menembus ke dalam tanah. Intensitas penyebaran akarnya ke arah bawah hampir sama banyaknya dengan ke arah samping (Departemen Kehutanan dan Perkebunan 1994).

Susunan Taksonomi Eucalyptus grandis sebagai berikut, (World


(26)

Divisio : Spermathopyta

Sub Divisio : Angiospermae

Kelas : Dikotyledon

Ordo : Myrtales

Family : Myrtaceae

Genus : Eucalyptus


(27)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan dan Work Shop Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari bulan April sampai Agustus 2007.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan adalah kayu ekaliptus (Eucalyptus grandis) umur 3, 6 dan 9 tahun, yang diperoleh dari Toba Pulp Lestari (TPL) sektor Tele,

aquades panas, aquades dingin, larutan alkohol 96 %, NaOH 1% dan asam asetat 10%.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian antara lain: gergaji tangan, golok, meteran, kaliper, band saw, mesin serut single dan double planner, ampelas, oven, kantong plastik, ayakan 40 mesh, desikator, timbangan, gelas piala 100 ml dan 400 ml, magnetic stirer, water bath, tabung erlenmeyer 300 ml dan 1000 ml, kertas saring, kalkulator, komputer, piranti lunak SPSS 13.0 for Windows, dan alat tulis.

Prosedur Pengujian

Pengujian yang dilakukan terdiri dari sifat fisis kayu meliputi kadar air, kerapatan dan penyusutan volume. Sifat kimia kayu meliputi kelarutan zat ekstraktif. Pengujian sifat fisis berdasarkan British Standard (BS) 373 : 1957, BSI

Wood Technologi (1957) dan pengujian sifat kimia berdasarkan Standar TAPPI (Technical Association of The Pulp and Paper Industri), Anonim(1961) dalam Batubara(2006). Pengujian sifat fisis dan kimia dilakukan dengan 3 kali ulangan.


(28)

Metode Penelitian Sifat Fisis

1. Pembuatan Contoh Uji Sifat Fisis

Pembuatan bahan untuk pengujian sifat fisis diambil

dari kayu ekaliptus yang berumur 3, 6 dan 9 tahun pada bagian pangkal, tengah dan ujung dari setiap batang pohon. Dari tiap umur pohon dilakukan tiga kali ulangan, cara pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Pembagian Batang Berdasarkan Ketinggian Pohon.

Kemudian pada masing-masing bagian dibuat contoh uji berukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm sebanyak tiga bagian berdasarkan penampangnya, yaitu bagian dekat kulit (p), bagian tengah (t) dan bagian dekat empulur (d) seperti disajikan pada Gambar 2.

ujung

tengah


(29)

Keterangan : p : dekat kulit

t : tengah

d : dekat empulur

Gambar 2. Pembagian Batang Berdasarkan Variasi Kedalaman

2. Pengujian Sifat Fisis a. Kadar Air

Kadar air adalah jumlah air yang terdapat di dalam kayu dibagi dengan berat kering tanur (BKT) dan dinyatakan dalam persen. Pengujian kadar air ini dilakukan untuk penyeragaman contoh uji. Cara penentuan kadar air adalah sebagai berikut :

1. Contoh uji kadar air diambil dari setiap stick dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm.

2 cm

2 cm

2 cm

Gambar 3. Contoh Uji Kadar Air

2. Contoh uji ditimbang untuk menentukan berat awalnya, kemudian

dikeringudarakan menggunakan kipas angin selama ± 3 minggu. Setelah dikeringudarakan contoh uji ditimbang untuk menentukan berat kering udara.


(30)

3. Contoh uji yang telah kering udara dimasukkan kedalam oven dengan suhu 103±2ºC selama 24 jam kemudian ditimbang beratnya dan dioven kembali selama 3 jam kemudian ditimbang dan dioven lagi sampai beratnya konstan. Jumlah sample tiap perlakuan adalah 3 buah. 4. Perhitung kadar air dengan rumus :

KA Basah (%) = x100%

Oven Kering Berat Oven Kering Berat Awal Berat −

KA Kering Udara (%)= Berat Kering Udara- Berat Kering Oven

Berat Kering Oven

b. Kerapatan Kayu

Kerapatan merupakan perbandingan antara massa kayu dengan volume kayu. Cara penentuan kerapatan kayu adalah sebagai berikut :

1. Contoh uji diambil dari setiap stick dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm. 2 cm

2 cm

2 cm

Gambar 4. Contoh Uji Kerapatan Kayu

2. Contoh uji dikering udarakan dengan kipas angin selama ± 3 minggu kemudian ditimbang beratnya (berat kering udara) dan diukur dimensinya.

3. Dihitung volume kering udara

4. Kerapatan kayu dapat dihitung dengan rumus :

Kerapatan Kayu (gr/cm3)=

) cm ( Volume ) gram ( Berat 3


(31)

c. Penyusutan Volume

Penyusutan pada kayu terjadi dikarenakan adanya molekul-molekul air yang terlepas dari dinding-dinding sel pada kayu, penyusutan kayu ini terjadi apabila kayu berada pada kondisi dibawah titik jenuh serat. Pengukuran susut dilakukan pada tiap arah aksial, radial dan arah tangensial. Cara penentuan penyusutannya adalah sebagai berikut :

1. Contoh uji penyusutan diambil dari setiap stick dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm. Diukur dimensinya (volume segar).

2 cm

2 cm

2 cm

Gambar 5. Contoh Uji Penyusutan Volume

2. Contoh uji dikeringudarakan dengan menggunakan kipas angin selama ± 3 minggu. Kemudian diukur dimensinya.

3. Contoh uji dimasukkan ke dalam oven pada suhu 103±2ºC selama 24 jam kemudian diukur dimensinya.

4. Penyusutan dapat dihitung dengan rumus :

Penyusutan segar (%) = x100%

segar Volume Oven Kering Volume segar Volume

Penyusutan KU (% ) = x100%

Udara Kering Volume Oven Kering Volume Udara Kering VolumeSifat Kimia


(32)

Pengambilan dan pembuatan sampel

Contoh uji pengujian sifat kimia diambil dari kayu ekaliptus yang berumur 3, 6 dan 9 tahun pada bagian pangkal, tengah dan ujung, dari setiap bagian pohon dijadikan serbuk kemudian disaring dengan menggunakan saringan 40-60 mesh. Serbuk dikering udarakan dan diukur kadar airnya.

2. Pengujian Sifat Kimia

Setelah dilakukan pengukuran nilai KA maka selanjutnya dilakukan analisis kandungan zat ekstraktif, baik yang larut dalam air dingin, air panas, NaOH 1% maupun dalam alkohol 96 % dengan 3 kali ulangan. Analisis kimia yang dilaksanakan dalam penelitian ini semuanya menggunakan standar TAPPI (Technical Association of the Pulp and Paper Industry), yang meliputi

a. Air Dingin (TAPPI T 207 om-88)

- 2 gram serbuk kayu kering tanur dimasukkan kedalam gelas piala dan

ditambahkan 200 ml aquades

- ekstraksi dilakukan + 48 jam dengan suhu 23+20C, kemudian diaduk dengan menggunakan magnetc stirer dalam waktu yang konstan

- selanjutnya serbuk disaring dengan gelas pori yang steril dan telah

diketahuiberatnya, lalu serbuk dicuci dengan 200 ml aquades

- kemudian dimasukkan kedalam oven yang bersuhu 103+20C selama 24

jam lalu didinginkan dalam desikator (+ 15 menit) dan ditimbang. Pengeringan dan penimbangan dilakukan hingga didapat berat yang konstan.

b. Air Panas(TAPPI T 207 om-88)


(33)

- kemudian tambahkan 200 ml aquades panas dan dimasukkan dalam

waterbath yang airnya telah mendidih selama 3 jam, permukaan air pada

waterbath harus selalu di atas permukaan air yang ada di dalam erlenmeyer

- pada periode tertentu yang konstan, campuran tersebut harus diaduk

perlahan-lahan

- isi erlenmeyer dipindahkan kedalam gelas pori yang bersih dan kering serta telah diketahui beratnya. Selanjutnya dibilas dengan 200 ml aquades

panas dan dioven dengan suhu 103+20C selama 24 jam. Didinginkan

dalam desikator +15 menit, kemudian ditimbang

- pengeringan dan penimbangan dilakukan hingga didapat berat yang

konstan.

c. Alkohol 96% (TAPPI T 204 om-88)

- serbuk kayu kering tanur sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 300 ml lalu diekstraksi dengan 200 ml larutan alkohol 96 % selama 4-6 jam

- setelah diekstraksi, disaring dengan gelas saring yang bersih dan diketahui beratnya

- dibilas dengan aquades panas dan alkohol sampai bersih, kemudian dibilas lagi dengan aquades panas dan dimasukkan kedalam oven dengan suhu 103+20C selama 24 jam

- didinginkan dalam desikator + 15 menit, kemudian ditimbang

- pengeringan dan penimbangan dilakukan hingga didapat berat yang


(34)

d. NaOH (TAPPI T 212 om-88)

- 2 gram serbuk kayu kering tanur dimasukkan kedalam gelas piala 500 ml

- selanjutnya ditambahkan 100 ml larutan NaOH 1% dan dimasukkan ke

dalam waterbath yang airnya telah mendidih selama 1 jam. Permukaan air waterbath harus selalu di atas air dengan gelas piala

- isi gelas piala dipindahkan kedalam gelas pori yang bersih dan kering serta diketahui beratnya, kemudian dibilas dengan aquades panas +100 ml dan asam asetat 10% sebanyak 25 ml. Selanjutnya ditambahkan lagi 25 ml asam asetat 10% dan terakhir dibilas dengan aquades panas sampai bebas asam (dicek dengan kertas lakmus)

- lalu dimasukkan dalam oven bersuhu 103+20C selama 24 jam - didingikan dalam desikator +15 menit, kemudian ditimbang

- pengeringan dan penimbangan dilakukan hingga didapat berat yang

konstan.

Setelah semua prosedur tadi dilakukan, maka dapat dicari besarnya kandungan zat ekstraktif yang laut dalam air dingin, air panas, alkohol 96% dan NaOH 1% dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

% x100 Ba

Bo -Ba Ekstraktif

(%) =

Dimana: Ba = Berat serbuk mula-mula (g)

Bo = Berat serbuk kering oven setelah diekstraksi (g)

Pengolahan Data


(35)

2. Kelarutan zat ekstraktif untuk mengetahui pengaruh umur dan arah vertikal dianalisis menggunakan RAL (Rancangan Acak Lengkap) dua faktor, yaitu faktor umur kayu yaitu umur 3 tahun (A1), umur 6 tahun (A2)

dan umur 9 tahun (A3). Faktor letak ketinggian kayu dalam batang yaitu

pangkal (B1), tengah (B2) dan ujunga (B3).Sehingga pola rancangan

faktorialnya adalah 3 x 3 dengan 3 kali ulangan. Model matematikanya adalah sebagai berikut (Steel dan Torrie, 1991):

Yijk = μ + Ai + Bj + ABij + εijk

Dimana:

Yijk : peubah respon karena pengaruh bersama umur ke-i pada ketinggian

ke-j dan ulangan ke-k. μ : rata-rata yang sebenarnya.

Ai : efek sebenarnya dari faktor umur ke-i.

Bj : efek sebenarnya dari faktor letak ketinggian ke-j.

ABij : efek sebenarnya dari interaksi antara faktor umur ke-i pada letak

ketinggian ke-j.

εijk : efek sebenarnya dari unit eksperimen dikarenakan oleh pengaruh

bersama umur ke-i, letak ketinggian ke-j dan ulangan ke-k


(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Fisis

Kadar Air

Kadar air yang diukur pada penelitian ini berada dalam dua kondisi yang berbeda, yakni kadar air basah, yang diukur pada keadaan kayu masih segar dan kadar air kering udara yang diukur pada keadaan kayu setelah dikering udarakan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kadar air basah berkisar antara 116,61 % sampai dengan 128,88 %, selengkapnya pada Tabel 1, dan kadar air kering udara antar 15,06 % sampai dengan 17,77%, selengkapnya pada Tabel 2. Tabel 1. Rata-rata kadar air basah batang Eucalyptus grandis (%)

UMUR

Horizontal

Vertikal E T L Rataan

3 P 128,74 126,27 128,88 127,96

T 123,79 126,26 123,95 124,67

U 128,86 127,01 125,72 126,36

Rataan 127,16 126,51 126,18 126,33

6 P 126,60 128,21 116,61 123,80

T 123,62 126,07 126,99 125,56

U 125,43 123,31 127,14 125,29

Rataan 125,22 125,86 123,58 124,88

9 P 123,04 125,18 117,49 121,90

T 127,35 125,04 122,91 125,10

U 127,43 123,18 125,20 125,27

Rataan 125,94 124,47 121,86 124,09

Umum 126,09 125,61 123,87 125,19

Pada Tabel 1 terlihat bahwa berdasarkan faktor kedalaman batang, nilai kadar air mempunyai nilai rata-rata yang semakin kecil dari dekat inti menuju bagian luar atau dekat kulit, yaitu pada bagian inti 126,09 % diikuti pada bagian tengah 125,61% dan bagian luar 123,87 %. Berdasarkan faktor umur, semakin


(37)

bertambah umur pohon semakin rendah KA nya, yaitu untuk umur 3 tahun 126,33 %, umur 6 tahun 124,88 % dan untuk umur 9 tahun 124,09 %. Sedangkan untuk faktor ketinggian semakin ke atas semakin tinggi KA nya, yaitu bagian pangkal 124,56 %, tengah 125,11 % dan ujung 125,64 %.

Nilai kadar air dapat mencapai lebih dari 100 %. Hal ini terjadi karena penyebut adalah berat kering tanur bukan berat total. Menurut Haygreen dan Bowyer (1989) dalam bagian xylem, air umumnya berjumlah lebih daripada separuh berat total, artinya berat air dalam kayu segar umumnya sama atau lebih besar daripada berat bahan kayu kering.

Tabel 2. Rata-rata kadar air kering udara batang Eucalyptus grandis (%) UMUR

Horizontal

Vertikal E T L Rataan

3 P 16,13 16,15 16,01 16,09

T 16,18 15,46 15,38 15,67

U 17,77 17,67 16,28 16,97

Rataan 16,69 16,42 15,89 16,25

6 P 16,74 16,52 16,45 16,57

T 16,24 15,56 15,21 15,67

U 16,82 16,33 16,28 16,47

Rataan 16,60 16,14 15,98 16,24

9 P 15,47 15,06 15,29 15,27

T 16,50 16,87 16,79 16,72

U 16,63 16,70 16,53 16,62

Rataan 16,21 16,21 16,20 16,21

Umum 16,49 16,26 16,03 16,26

Hal serupa juga terdapat pada kadar air kering udara, dimana berdasarkan faktor kedalaman batang, nilai kadar air mempunyai nilai rata-rata yang semakin kecil dari dekat inti menuju bagian luar atau dekat kulit, yaitu pada bagian inti 16,49 % diikuti pada bagian tengah 16,26 % dan bagian luar 16,03 %. Berdasarkan faktor umur, semakin bertambah umur pohon semakin rendah KA


(38)

nya, yaitu untuk umur 3 tahun 16,25 %, umur 6 tahun 16,24 % dan untuk umur 9 tahun 16,21 %. Sedangkan untuk faktor ketinggian semakin ke atas semakin tinggi KA nya, yaitu bagian pangkal 15,98 %, tengah 16,02 % dan ujung 16,69%, selengkapnya pada Tabel 2 di atas.

Kayu memiliki sifat adsortif yaitu memiliki kemampuan untuk menyerap uap air dari udara sekitarnya sampai kayu mencapai keseimbangan kandungan air dengan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu kayu disebut sebagai suatu bahan yang higroskopis. Ketika kandungan air suatu kayu telah mencapai keseimbangan dengan lingkungan sekitarnya maka banyaknya air yang terdapat di dalam dinding sel akan menguap keluar. Keadaan seperti ini disebut sebagai kadar air kering udara. Kadar air kering udara suatu kayu tergantung pada suhu dan kelembaban udara sekitarnya.

Pada data kadar air basah dan kering udara diatas dapat dilihat bahwa kadar air pada bagian dekat empulur (inti) lebih besar dari kadar air dekat kulit (luar), hal ini terjadi karena pada bagian dalam kayu merupakan kayu juvenil atau kayu muda yang memiliki dinding sel kecil dan pori besar yang dapat menyimpan air lebih banyak dibanding dengan kayu dewasa. Hal ini sesuai dengan Haygreen dan Bowyer (1989) bahwa dinding sel kayu tipis dengan rongga besar akan lebih banyak menampung air.

Pada kadar air basah dan kering udara dapat dilihat juga bahwa kadar air batang menurun seiring bertambahnya umur tanaman, hal ini karena jumlah kayu teras banyak terdapat pada kayu yang berumur lebih tua, menurut Haygreen dan Bowyer (1989) bahwa salah satu sumber variasi perbedaan kadar air batang


(39)

dikarenakan adanya perubahan kayu gubal ke kayu teras seiring bertambahnya umur, dimana kadar air kayu gubal cenderung lebih tinggi daripada kayu teras.

Berdasarkan faktor ketinggian kadar air dalam kondisi basah dan kering udara semakin tinggi dari bagian pangkal ke ujung, hal ini dikarenakan pada bagian ujung kayu teras belum terbentuk, proporsi kayu gubal lebih besar sehingga kadar air dibagian ujung meningkat. Menurut Pandit dan Hikmat (2002) kayu teras mulai dibentuk pada riap tumbuh tertua yaitu pada riap tumbuh pertama, oleh karena itu diameter kayu teras menurun mulai dari pangkal hingga kebagian ujung pohon. Dari struktur anatominya diameter sel pori dan lumen pada pangkal lebih kecil daripada bagian ujung. Hal ini sesuai dengan Tsoumis (1991) bahwa diameter sel pori dan lumen semakin ke ujung semakin besar, ini berarti kandungan air bebas yang dapat ditampung lebih besar dibanding bagian yang lain sehingga bagian ujung lebih basah dibanding bagian pangkal.

Kerapatan Kayu

Pengamatan kerapatan kayu Eucalyptus grandis bertujuan untuk menduga kekuatan dari kayu tersebut, sehingga dapat diketahui kemungkinan pemanfaatannya secara optimal dengan mengacu kepada kelas kuat kayu yang berhubungan dengan berat jenis kayu. Dalam Haygreen dan Bowyer (1989) dikatan bahwa kerapatan kayu dianggap sama dengan berat jenis kayu, karena dalam sistem metrik 1 cm3 air beratnya tetap 1 gr.

Hasil penelitian kerapatan kayu menunjukkan bahwa nilai kerapatan kayu

Eucalyptus grandis berkisar antara 0,50 gr/cm3 sampai dengan 0,61 gr/cm3, dengan rata-rata kerapatan 0,55 gr/cm3. Lengkapnya pada Tabel 3.


(40)

Tabel 3. Rata-rata kerapatan batang Eucalyptus grandis (gr/cm3)

UMUR

Horizontal

Vertikal E T L Rataan

3 P 0.55 0.55 0.54 0.55

T 0.55 0.53 0.55 0.54

U 0.55 0.54 0.54 0.54

Rataan 0.55 0.54 0.54 0.55

6 P 0.57 0.57 0.58 0.57

T 0.56 0.55 0.54 0.55

U 0.52 0.50 0.53 0.52

Rataan 0.55 0.54 0.55 0.55

9 P 0.53 0.54 0.58 0.55

T 0.53 0.52 0.61 0.55

U 0.52 0.56 0.58 0.55

Rataan 0.53 0.54 0.59 0.55

Umum 0.54 0.54 0.56 0.55

Kerapatan kayu Eucalyptus grandis berdasarkan faktor kedalaman

semakin ke luar kerapatannya relatif sama, untuk inti 0,54 gr/cm3, tengah 0,54 gr/cm3, dan bagian luar 0,56gr/cm3. Sedangkan untuk faktor ketinggian, semakin ke atas kerapatan semakin rendah, yaitu pangkal 0,56 gr/cm3, tengah 0,55 gr/cm3, ujung 0,54 gr/cm3.

Kerapatan berdasarkan faktor umur menunjukkan bahwa semakin bertambah umur pohon kerapatan cenderung tetap/sama. Makin bertambah umur, maka persentase kayu dewasa makin tinggi. Pada penelitian ini dengan menggunakan ketelitian dua angka di belakang koma penaikan kerapatannya tidak terlihat. Pada umur 3,6 dan 9 tahun kerapatannya adalah 0,55 gr/cm3.

Tingginya nilai kerapatan pada bagian dekat kulit (luar) menurut Haygreen dan Bowyer (1989), menyatakan kerapatan/berat jenis kayu meningkat jika kandungan air berkurang. Hal ini sesuai dengan hasil yang diperoleh pada


(41)

pengukuran kadar air, dimana kadar air semakin berkurang ke arah luar sehingga kerapatan semakin bertambah ke arah tersebut.

Berdasarkan faktor ketinggian rata-rata kerapatan kayu terbesar terdapat pada bagian pangkal kayu, hal ini dikarenakan semakin keujung bagian kayu gubal semakin besar, dimana pada bagian ujung kayu teras belum terbentuk, menurut Tsoumis (1991) kayu teras mulai terbentuk pada lingkaran tumbuh tertua dekat empulur, sesuai dengan riap tumbuh dimulai dari bagian pangkal ke atas. Haygreen dan Bowyer (1989) juga menyatakan dalam banyak species, kayu bulat pangkal cenderung untuk memiliki berat jenis / kerapatan yang lebih tinggi daripada kayu bulat yang dipotong lebih tinggi dalam batang utama.

Menurut Tsoumis (1991) bahwa variasi berat jenis/ kerapatan terjadi terutama karena perbedaan banyaknya ruang-ruang kosong pada jenis kayu. Tsoumis juga menambahkan bahwa variasi berat jenis/ kerapatan juga disebabkan oleh variasi anatomi kayu, salah satu yang membedakan adalah tipe sel (trakeid, pori,dan sel parenkim).

Dari nilai rata-rata kerapatan kayu Eucalyptus grandis yang diperoleh sebesar 0,55 kg/cm3, sehingga kelas kuat kayu Eucalyptus grandis adalah kelas kuat III. Dimana kelas kuat III adalah untuk kayu yang memiliki kerapatan antara 0,40 hingga 0,60. Berikut adalah daftar kelas kuat kayu menurut kerapatan/ berat jenisnya.

Tabel 4. Kelas kuat kayu berdasarkan BJ / kerapatan kayu

Kelas Kuat Berat Jenis/ Kerapatan Kayu

I >0,90

II 0,60-0,90

III 0,40-0,60

IV 0,30-0,40

V <0,30


(42)

Berdasarkan kelas kuat kayu yang diperoleh tersebut, kayu Eucalyptus grandis selain untuk bahan baku pulp dan kertas dapat juga digunakan sebagai bahan kontruksi ringan seperti meabel, terutama pada bagian dekat kulit dan pangkal batang yang mempunyai kerapatan yang paling tinggi.

Penyusutan Volume

Pada penelitian ini susut volume yang diukur berada dalam dua kondisi yang berbeda, yakni penyusutan volume dari kondisi basah ke kondisi kering oven dan kondisi kering udara ke kondisi kering oven. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai penyusutan volume basah berkisar antara 10,73% sampai dengan 20,40%, seperti yang dilihat pada Table 5, dan penyusutan kering udara berkisar antara 4,72% sampai dengan 10,49%, seperti yang dilihat pada Table 6.

Pada penelitian penyusutan basah berdasarkan faktor kedalaman batang, nilai penyusutan batang Eucalyptus grandis mempunyai nilai rata-rata yang semakin besar dari dekat inti menuju bagian luar atau dekat kulit, yaitu pada bagian inti 14,16 % diikuti pada bagian tengah 15,20 % dan bagian luar 15,45 %. Berdasarkan faktor umur, semakin bertambah umur penyusutan juga bertambah besar, untuk umur 3 tahun 13,88 % , umur 6 tahun 15,24 %, umur 9 tahun 15,68%, sedangkan penyusutan berdasarkan faktor ketinggian semakin ke atas semakin kecil penyusutannya, untuk bagian pangkal 15,52 %, tengah 15,05 % dan bagian ujung 14,13 %, selengkapnya pada Tabel 5 di bawah.


(43)

Tabel 5. Penyusutan basah batang Eucalyptus grandis (%) UMUR

Horizontal

Vertikal E T L Rataan

3 P 15,25 15,12 14,11 14,82

T 12,60 13,05 13,64 13,43

U 12,73 13,73 14,75 13,74

Rataan 13,53 13,96 14,17 13,88

6 P 15,14 19,71 16,85 17,23

T 14,04 14,92 14,05 14,34

U 13,88 15,29 13,31 14,16

Rataan 14,35 16,64 14,74 15,24

9 P 13,33 14,52 15,67 14,50

T 15,17 16,55 20,40 17,37

U 15,28 13,95 16,27 15,16

Rataan 14,59 15,00 17,45 15,68

Umum 14,16 15,20 15,45

Penyusutan terjadi jika kayu kehilangan air dibawah titik jenuh serat, yaitu kehilangan air terikat. Besarnya penyusutan terjadi sama dengan banyaknya air yang keluar, menurut Haygreen dan Bowyer (1989) besarnya penyusutan umumnya sebanding dengan banyaknya air yang dikeluarkan dari dinding sel.

Hal serupa juga terdapat pada penyusutan kering udara, dimana nilai penyusutan kering udara batang Eucayyptus grandis mempunyai nilai rata-rata yang semakin kecil dari dekat inti menuju bagian luar atau dekat kulit, yaitu pada bagian inti 6,87 % diikuti pada bagian tengah 7,28 % dan bagian luar 7,41 %, pada faktor umur penyusutan kayu semakin bertambah seiring dengan bertambahnya umur, yaitu untuk umur 3 tahun 6,78 %, umur 6 tahun 7,37 %, umur 9 tahun 7,38%. Sedangkan penyusutan berdasarkan faktor ketinggian semakin keatas penyusutan semakin berkurang, untuk bagian pangkal 7,25 %, tengah 7,19 % dan bagian ujung 7,11 %. Jelasnya pada Tabel 6.


(44)

Tabel 6. Penyusutan kering udara batang Eucalyptus grandis (%) UMUR

Horizontal

Vertikal E T L Rataan

3 P 6,57 6,96 7,19 6,88

T 6,69 6,71 6,81 6,74

U 6,82 6,72 6,66 6,73

Rataan 6,67 6,79 6,88 6,78

6 P 7,08 8,49 8,31 7,96

T 6,84 7,61 8,38 7,61

U 6,03 6,70 6,87 6,53

Rataan 6,65 7,60 7,85 7,37

9 P 7,09 6,66 6,93 6,89

T 7,37 7,08 7,17 7,21

U 7,27 8,59 8,29 8,05

Rataan 7,24 7,44 7,47 7,38

Umum 6,87 7,28 7,41 7,18

Berdasarkan faktor kedalaman (horizontal) pada penyusutan basah dan kering udara, semakin ke arah luar penyusutannya semakin tinggi, hal ini dikarenakan berkas pembuluh lebih banyak terdapat pada bagian luar. Seperti yang dikatakan Supriadi (1999) bahwa banyaknya berkas pembuluh dapat menyebabkan persentasi parenkim kayu yang mampu mengandung air menjadi lebih kecil. Hal ini yang menyebabkan pada penyusutan basah bagian dekat kulit memiliki penyusutan yang paling tinggi. Walaupun KA pada bagian dekat empulur lebih tinggi, tetapi berkas pembuluh dan pori tempat bergeraknya air lebih banyak terdapat pada bagian dekat kulit, ini juga alasan mengapa penyusutan pada bagian dekat kulit lebih besar.

Pada penyusutan volume basah maupun kering udara, untuk faktor ketinggian semakin ke ujung penyusutannya semakin menurun. Hal ini dikarenakan kerapatan atau berat jenis kayu semakin ke ujung semakin menurun, berat jenis kayu gubal lebih rendah dari kayu teras. Menurut Haygreen dan


(45)

Bowyer (1989) semakin tinggi kerapatan atau berat jenis contoh uji maka semakin banyak kecenderungannya untuk menyusut.

. Pada penyusutan basah dan kering udara, untuk faktor umur semakin

bertambah umur penyusutannya semakin tinggi, hal ini terjadi karena nilai kerapata atau berat jenis kayu semakin bertambah seiring bertambahnya umur kayu, dengan kata lain kerapatan pada kayu umur 9 tahun lebih tinggi. Jika kerapatan tinggi maka susut kayu tinggi, karena kayu dengan kerapatan tinggi air dalam dinding selnya lebih banyak. Secara toeritis air yang keluar dari dinding sel berbanding lurus dengan penyusutan.

Sifat Kimia

Zat ekstraktif memiliki arti penting dalam kayu karena dapat mempengaruhi sifat keawetan, warna, bau dan rasa suatu jenis kayu. Zat ekstraktif juga dapat digunakan mengenal suatu jenis kayu. Dalam Fengel dan Wegener (1995) dikatakan bahwa ekstraktif sampel kayu dapat digunakan untuk menentukan struktur dan komponen-komponen penyusunnya.

Sebelum melakukan analisis, kita harus mengetahui kadar air kayu

Eucalyptus grandis karena merupakan hal yang sangat penting. Seperti yang diungkapkan oleh Achmadi (1990), karena kayu adalah bahan higroskopis, maka sistem kayu-air amat penting di bidang teknologi kayu, fisika kayu, dan kimia kayu.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai kadar air serbuk kayu

Eucalyptus grandis umur 3 tahun 20,10 %, untuk umur 6 tahun 11,11 % dan untuk umur 9 tahun 7,21 %. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 1.


(46)

Kelarutan Dalam Air Dingin

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kelarutan zat ekstraktif kayu

Eucalyptus grandis dalam air dingin berkisar antara 1,47% sampai dengan 18,43% dengan rata-rata 8,14 % seperti yang terlihat pada Tabel 7. Untuk lebih jelasnya nilai kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin disajikan dalam Lampiran2. Tabel 7. Kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin

Umur Pohon

Ketinggian ( Vertikal )

Rata-Rata

Pangkal Tengah Ujung

3 4,07 5,00 1,47 3,51

6 12,10 11,53 1,27 8,30

9 18,43 16,00 3,43 12,62

Rata-Rata 11,53 10,84 2,07 8,14

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin berdasarkan faktor ketinggian (vertikal), semakin kearah ujung maka kelarutannya semakin kecil, pada bagian pangkal sebesar 11,53 %, pada bagian tengah 10,84 % dan pada bagian ujung 2,07 %. Sedangkan pada faktor umur, semakin bertambah umur kelarutan ekstraktifnya juga semakin bertambah, untuk umur 3 tahun memiliki kelarutan zat ekstraktif 3,51 %, umur 6 tahun 8,30% dan pada umur 9 tahun 12,64 %.

Hasil analisis sidik ragam pada kelarutan zat ekstraktif dalam air dingin menunjukkan bahwa faktor umur dan faktor ketinggian memberikan pengaruh nyata, begitu juga dengan interaksi antara keduanya. Berdasarkan Uji Jarak Ganda Duncan (UJGD) untuk faktor antar umur berbeda nyata. Hal ini semakin menguatkan bahwa perbedaan umur kayu kandungan zat ekstraktifnya juga beda. Kandungan zat ekstraktif kayu ekaliptus antar umur 3, 6, dan 9 tahun semuanya berbeda. Selanjutnya UJGD untuk faktor ketinggian sama seperti pada faktor umur, faktor ketinggian antara pangkal, tengah dan ujung juga beda nyata.


(47)

Kelarutan dalam air dingin mempunyai rataan kandungan zat ekstraktif yang paling kecil. Ini terjadi karena kelarutan serbuk kayu dalam air dingin sangat kecil. Menurut Fengel dan Wegener (1995) komponen utama bagian dari kayu yang dapat larut dalam air terdiri atas karbohidrat, protein dan garam-garam anorganik. Sedangkan komponen penyusun kayu lainnya susah atau tidak dapat larut dalam air dingin, hal ini dapat dilihat pada saat penelitian. Ketika serbuk kayu dimasukkan kedalam air, serbuk kayu susah menyatu, serbuk kayu berada di permukaan air, bahkan menempel pada gelas erlenmeyer. Tetapi lama-kelamaan serbuk kayu tersebut akan larut juga kedalam air.

Kelarutan Dalam Air Panas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kelarutan zat ekstraktif kayu

Eucalyptus grandis dalam air panas berkisar antara 3,93 % sampai dengan 14,83% dengan rata-rata 8,97 % seperti yang terlihat pada Tabel 10. Untuk lebih jelasnya nilai kelarutan zat ekstraktif dalam air panas disajikan dalam Lampiran 4.

Tabel 8. Kelarutan zat ekstraktif dalam air panas. Umur

Pohon

Ketinggian ( Vertikal )

Rata-Rata

Pangkal Tengah Ujung

3 8,00 5,07 3,93 5,67

6 9,53 11,60 6,90 9,34

9 14,83 12,23 8,67 11,91

Rata-Rata 10,79 9,63 6,50 8,97

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kelarutan zat ekstraktif dalam air panas berdasarkan faktor ketinggian (vertikal), semakin kearah ujung kelarutannya semakin kecil, pada bagian pangkal sebesar 10,79 %, pada bagian tengah 9,63 % dan pada bagian ujung 6,50 %. Sedangkan pada faktor umur,


(48)

semakin bertambah umur kelarutan ekstraktifnya juga semakin bertambah, untuk umur 3 tahun memiliki kelarutan zat ekstraktif 5,67 %, umur 6 tahun 9,34% dan pada umur 9 tahun 11,91 %.

Hasil analisis sidik ragam pada kelarutan zat ekstraktif dalam air panas menunjukkan bahwa faktor umur dan faktor ketinggian memberikan pengaruh nyata, begitu juga dengan interaksi antara keduanya. Berdasarkan Uji Jarak Ganda Duncan (UJGD) untuk faktor umur maupun faktor ketinggian memberikan pengaruh yang nyata terhadap kelarutan zat ekstraktif dalam air panas.

Rata-rata kelarutan zat ekstraktif pada air panas lebih tinggi dari kelarutan pada air dingin. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan suhu air pada saat ekstraksi dapat merubah hasil kelarutan. Dengan adanya pemanasan maka proses ekstraksi yang terjadipun akan lebih cepat dan zat ekstraktif yang ada dalam kayu akan terlarut lebih banyak.

Kelarutan Dalam Alkohol 96 %

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kelarutan zat ekstraktif kayu

Eucalyptus grandis dalam Alkohol 96 % berkisar antara 3,73 % sampai dengan 18,27% dengan rata-rata 10,36 % seperti yang terlihat pada Tabel 13. Untuk lebih jelasnya nilai kelarutan zat ekstraktif dalam air panas disajikan dalam Lampiran 6. Tabel 9. Kelarutan zat ekstraktif dalam Alkohol 96 %.

Umur Pohon

Ketinggian ( Vertikal )

Rata-Rata

Pangkal Tengah Ujung

3 7,73 5,93 3,73 5,79

6 14,70 11,50 7,40 11,20

9l 18,27 14,93 9,10 14,10


(49)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kelarutan zat ekstraktif dalam air panas berdasarkan faktor ketinggian (vertikal), semakin kearah ujung maka kelarutannya semakin kecil, pada bagian pangkal sebesar 13,57 %, pada bagian tengah 10,79 % dan pada bagian ujung 6,74 %. Sedangkan pada faktor umur, semakin bertambah umur kelarutan ekstraktifnya juga semakin bertambah, untuk umur 3 tahun memiliki kelarutan zat ekstraktif 5,79 %, umur 6 tahun 11,20% dan pada umur 9 tahun 14,10 %.

Hasil analisis sidik ragam pada kelarutan zat ekstraktif dalam alkohol 96% menunjukkan bahwa faktor umur dan faktor ketinggian memberikan pengaruh nyata, begitu juga dengan interaksi antara keduanya. Berdasarkan Uji Jarak Ganda Duncan (UJGD) baik faktor umur maupun faktor ketinggian memberikan pengaruh yang nyata terhadap kelarutan zat ekstraktif dalam alkohol 96 %.

Kelarutan zat ekstraktif dengan pelarut alkohol adalah pelarut yang memiliki nilai kelarutan ekstraktif paling tinggi setelah pelarut NaOH. Hal ini diduga karena pelarut alkohol yang digunakan sesuai dengan komponen kayu yang akan diekstrak. Menurut Achmadi (1990), ada beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah zat ekstraktif yang didapat dari proses ekstraksi, karena dalam penentuan kandungan ekstraktif tidak terlepas dari beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu jenis kayu, jenis pelarut dan proses ekstraksi.

Kelarutan Dalam NaOH 1 %

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kelarutan zat ekstraktif kayu


(50)

16,00% dengan rata-rata 12,37 % seperti yang terlihat pada Tabel 16. Untuk lebih jelasnya nilai kelarutan zat ekstraktif dalam air panas disajikan dalam Lampiran 8. Tabel 10. Kelarutan zat ekstraktif dalam NaOH 1 %.

Umur Pohon

Ketinggian ( Vertikal )

Rata-Rata

Pangkal Tengah Ujung

3 13,87 4,80 6,00 8,22

6 16,00 15,37 11,43 14,27

9l 14,97 15,07 13,83 14,62

Rata-Rata 14,95 11,75 10,42 12,37

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kelarutan zat ekstraktif dalam air panas berdasarkan faktor ketinggian (vertikal), semakin kearah ujung maka kelarutannya semakin kecil, pada bagian pangkal sebesar 14,95 %, pada bagian tengah 11,75 % dan pada bagian ujung 10,42 %. Sedangkan pada faktor umur, semakin bertambah umur kelarutan ekstraktifnya juga semakin bertambah, untuk umur 3 tahun memiliki kelarutan zat ekstraktif 8,22 %, umur 6 tahun 14,27% dan pada umur 9 tahun 14,62 %.

Hasil analisis sidik ragam pada kelarutan zat ekstraktif dalam NaOH 1% menunjukkan bahwa faktor umur dan faktor ketinggian memberikan pengaruh nyata, begitu juga dengan interaksi antara keduanya. Berdasarkan Uji Jarak Ganda Duncan (UJGD) baik faktor umur maupun faktor ketinggian memberikan pengaruh yang nyata terhadap kelarutan zat ekstraktif dalam NaOH 1 %.

Kelarutan zat ekstraktif dengan pelarut NaOH 1% adalah yang paling tinggi dari semua jenis pelarut yang digunakan, hal ini diduga karena selain kesesuaian dari bahan pelarut yang digunakan dengan kayu yang diekstrak, dalam prosesnya juga menggunakan faktor suhu. Pengekstratan dilakukan dengan air mendidih selama 1 jam. Selain itu besarnya kelarutan ekstraktif juga diduga


(51)

karena pada proses penyaringan serbuk kayu dibilas dengan asam asetat dan

aqudes panas berulangkali.

Secara umum dapat dilihat bahwa serbuk kayu Eucalyptus grandis pada umur 3 tahun memiliki kelarutan yang paling rendah dari setiap pengujian yang dilakukan dan kayu umur 9 tahun memiliki kelarutan yang paling tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa umur pohon yang semakin tua memiliki kandungan zat ekstraktif yang semakin tinggi. Hal ini terjadi karena pada kayu umur 3 tahun persentase jumlah dari kayu gubal lebih banyak dari kayu teras, sedangkan pada kayu umur 9 tahun kebalikannya, jumlah kayu teras lebih banyak dari kayu gubal. Kita ketahui bahwa kelarutan ekstraktif pada kayu teras lebih tinggi dari kayu gubal, ini dapat dilihat dari warna kayu teras yang lebih gelap dari kayu gubal. Menurut Simatupang (1988), bahwa adanya beberapa kandungan zat ekstraktif menjadi penyebab gelapnya warna kayu.

Secara umum juga dapat dilihat pada faktor ketinggian (vertikal) bahwa

serbuk kayu Eucalyptus grandis pada bagian pangkal memiliki kelarutan

ekstraktif yang lebih tinggi dibanding dengan bagian tengah dan ujung batang. Hal ini terjadi karena pada bagian ujung kayu teras belum terbentuk, proporsi kayu gubal lebih besar. Menurut Pandit dan Hikmat (2002) kayu teras mulai terbentuk pada riap tumbuh tertua yaitu pada riap tumbuh pertama. Oleh karena itu diameter kayu teras menurun dimulai dari pangkal hingga kebagian ujung pohon.

Menurut penelitian Harpenas (2007) pada umur 3, 6 dan 9 tahun belum terbentuk kayu dewasa, pemanjangan serat masih terus terjadi, yang merupakan ciri dari kayu juvenil, tetapi pada bagian pangkal memiliki kandungan yang


(52)

terbesar dikarenakan pada bagian tersebut berada dekat akar dan bagian lain (tengah dan ujung) jauh dari akar, dimana akar itu sendiri mempunyai fungsi sebagai penyimpan makanan, penopang batang atau menyalurkan sari-sari makanan, sehingga kandungan ekstraktif berakumulasi pada bagian pangal.

Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan proses ekstraksi selain jenis kayu, jenis pelarut dan proses ekstraksi seperti yang telah dibahas sebelumnya adalah ukuran serbuk. Menurut Achmadi (1990), ukuran partikel yang digunakan dalam analisis berkisar 40-80 mesh atau berukuran 0,005-0,4 mm. Oleh karena itu kayu yang akan diekstrak harus digiling dahulu agar penetrasi pelarut berlangsung sempurna. Penyaringan juga harus dilakukan untuk menjamin keseragaman partikel, sehingga reaksi berlangsung seragam.


(53)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Sifat fisis kayu Eucalyptus grandis berturut-turut dari umur 3, 6 dan 9 tahun untuk kadar air basah adalah 126,33%, 124,88% dan 124,09%. Untuk kadar kering udara adalah 16,25%, 16,24%, dan 16,21%. Untuk kerapatan cenderung sama, yaitu 55 gr/cm3. Untuk penyusutan volume basah adalah 13,88%, 15,24% dan 15,68%. Untuk penyusuta volume kering udara adalah 6,78%, 7,37% dan 7,38%. Berdasarkan hasil yang didapat bahwa seiring bertambahnya umur kayu maka kadar air basah dan kering udara semakin berkurang, kerapatan kayu cenderung sama dan penyusutan volume basah maupun kering udara semakin bertambah.

2. Kelarutan zat ekstraktif pada air dingin berkisar 1,00%-19,20%, dalam air panas 3,80%-16,20%, dalam alkohol 96% berkisar 3,20%-19.20% dan untuk NaOH 1% berkisar 5,40%-16,40%. Kelarutan zat ekstraktif pada kayu berdasarkan umur pada semua kelarutan dapat disimpulkan, semakin bertambah umur kelarutan zat ekstraktifnya semakin bertambah. Dari data tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kelarutan zat ekstraktif pada kayu Eucalyptus grandis termasuk tinggi.


(54)

Saran

1. Berdasarkan pengukuran kerapatan dan analisa kandungan zat ekstraktif kayu ekaliptus, kayu ini selain untuk bahan baku pulp dan kertas bisa juga digunakan untuk kontruksi ringan seperti meabel. Untuk proses pengolahannya terutama yang berkaitan dengan perekatan atau kemampuan infiltrasi perekat kedalam sel, perlu dilakukan perlakuan pendahuluan untuk mengurangi konsentrasi zat ekstraktif yang tergolong tinggi tersebut.

2. Untuk melengkapi data tentang kayu ekaliptus, perlu dilakukan penelitian labih lanjut terutama dalam pengujian sifat dasar lain yaitu keawetan batang ekaliptus untuk mengetahui tingkat keawetan dan sifat mekanik (kelas kuat) kayu ekaliptus.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, S. S. 1990. Kimia Kayu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktoral Jendral Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas Ilmu Hayat IPB. Bogor.

Ali, K. H. 1991. Rancangan Percobaan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Batubara, R. 2006. Bahan Ajar Praktikum Kimia Kayu. Universitas Sumatera Utara. Mehdan.

Britis Standars Institution. 1957. Wood Technology

http//www.dandybooksellers.com/acatalog/BSI_GBM42_html-217k.

[9-9-2007]

Coto, Z. 2003. FORKOM Teknologi dan Industri Kayu. ITHH-Fakultas Kehutanan IPB. Bogor

Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1994. Panduan Kehutanan Indonesia. Departemen Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia. Jakarta.

Dumanauw, J.F. 1990. Mengenal Kayu. Kanisius. Yogyakarta.

Fengel. D. dan G. Wegener. 1995. Kayu Kimia dan Ultrastruktur dan Reaksi-reaksi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta (Terjemahan).

Forest Products Laboratory. 1999. Wood Handbook Wood as an Engineering Material. Forest Products Society. United States of America.

Frick, H. dan Moediartianto. 2001. Ilmu Konstruksi Bangunan Kayu. Kanisius. Soegijapranata University Press. Jakarta.

Haygreen, J.G. Jim L. Bowyer. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. suatu Pengantar(terjemahan Sutjipto A.H.). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Gomez, K. A. dan Arturo. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistika Untuk Penelitian Pertanian. Edisi Kedua. UI Press. Jakarta.

Kartasujana, I. dan Abdurrahim, M. 1979. Kayu Perdagangan Indonesia Sifat dan Kegunaannya. Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Bogor

Pandit, I.K.N. dan Hikmat Ramdan. 2002. Anatomi Kayu: Pengantar Sifat Kayu Sebagai Bahan Baku. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Panshin, A. J. and C. De Zeeuw. 1980. Text Book of Wood Technology. Mc


(56)

Prosea, 1994. Plant Resources of South-East Asia: Timber Trees Major Commersial Timbers No 5(1). Bogor Indonesia

.

Sjöström, E., 1995. Kimia Kayu Dasar-Dasar dan Penggunaan, Edisi Kedua, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Supriadi, A. R. dan Edy, S. 1999. Karakteristik Dolok dan Sifat Penggergajian Kayu. Buletin Penelitian Hasil Hutan 17 (1). Bogor.

Tsoumis, G. 1991. Science and Technology of Wood : Structure Properties Utilization. Van Nostrand Reinhold. New York.

World Agroforestry Centre. 2004. Agroforestree Date Base Eucaliptus.


(1)

karena pada proses penyaringan serbuk kayu dibilas dengan asam asetat dan aqudes panas berulangkali.

Secara umum dapat dilihat bahwa serbuk kayu Eucalyptus grandis pada umur 3 tahun memiliki kelarutan yang paling rendah dari setiap pengujian yang dilakukan dan kayu umur 9 tahun memiliki kelarutan yang paling tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa umur pohon yang semakin tua memiliki kandungan zat ekstraktif yang semakin tinggi. Hal ini terjadi karena pada kayu umur 3 tahun persentase jumlah dari kayu gubal lebih banyak dari kayu teras, sedangkan pada kayu umur 9 tahun kebalikannya, jumlah kayu teras lebih banyak dari kayu gubal. Kita ketahui bahwa kelarutan ekstraktif pada kayu teras lebih tinggi dari kayu gubal, ini dapat dilihat dari warna kayu teras yang lebih gelap dari kayu gubal. Menurut Simatupang (1988), bahwa adanya beberapa kandungan zat ekstraktif menjadi penyebab gelapnya warna kayu.

Secara umum juga dapat dilihat pada faktor ketinggian (vertikal) bahwa serbuk kayu Eucalyptus grandis pada bagian pangkal memiliki kelarutan ekstraktif yang lebih tinggi dibanding dengan bagian tengah dan ujung batang. Hal ini terjadi karena pada bagian ujung kayu teras belum terbentuk, proporsi kayu gubal lebih besar. Menurut Pandit dan Hikmat (2002) kayu teras mulai terbentuk pada riap tumbuh tertua yaitu pada riap tumbuh pertama. Oleh karena itu diameter kayu teras menurun dimulai dari pangkal hingga kebagian ujung pohon.

Menurut penelitian Harpenas (2007) pada umur 3, 6 dan 9 tahun belum terbentuk kayu dewasa, pemanjangan serat masih terus terjadi, yang merupakan ciri dari kayu juvenil, tetapi pada bagian pangkal memiliki kandungan yang


(2)

terbesar dikarenakan pada bagian tersebut berada dekat akar dan bagian lain (tengah dan ujung) jauh dari akar, dimana akar itu sendiri mempunyai fungsi sebagai penyimpan makanan, penopang batang atau menyalurkan sari-sari makanan, sehingga kandungan ekstraktif berakumulasi pada bagian pangal.

Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan proses ekstraksi selain jenis kayu, jenis pelarut dan proses ekstraksi seperti yang telah dibahas sebelumnya adalah ukuran serbuk. Menurut Achmadi (1990), ukuran partikel yang digunakan dalam analisis berkisar 40-80 mesh atau berukuran 0,005-0,4 mm. Oleh karena itu kayu yang akan diekstrak harus digiling dahulu agar penetrasi pelarut berlangsung sempurna. Penyaringan juga harus dilakukan untuk menjamin keseragaman partikel, sehingga reaksi berlangsung seragam.


(3)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Sifat fisis kayu Eucalyptus grandis berturut-turut dari umur 3, 6 dan 9 tahun untuk kadar air basah adalah 126,33%, 124,88% dan 124,09%. Untuk kadar kering udara adalah 16,25%, 16,24%, dan 16,21%. Untuk kerapatan cenderung sama, yaitu 55 gr/cm3. Untuk penyusutan volume basah adalah 13,88%, 15,24% dan 15,68%. Untuk penyusuta volume kering udara adalah 6,78%, 7,37% dan 7,38%. Berdasarkan hasil yang didapat bahwa seiring bertambahnya umur kayu maka kadar air basah dan kering udara semakin berkurang, kerapatan kayu cenderung sama dan penyusutan volume basah maupun kering udara semakin bertambah.

2. Kelarutan zat ekstraktif pada air dingin berkisar 1,00%-19,20%, dalam air panas 3,80%-16,20%, dalam alkohol 96% berkisar 3,20%-19.20% dan untuk NaOH 1% berkisar 5,40%-16,40%. Kelarutan zat ekstraktif pada kayu berdasarkan umur pada semua kelarutan dapat disimpulkan, semakin bertambah umur kelarutan zat ekstraktifnya semakin bertambah. Dari data tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kelarutan zat ekstraktif pada kayu Eucalyptus grandis termasuk tinggi.


(4)

Saran

1. Berdasarkan pengukuran kerapatan dan analisa kandungan zat ekstraktif kayu ekaliptus, kayu ini selain untuk bahan baku pulp dan kertas bisa juga digunakan untuk kontruksi ringan seperti meabel. Untuk proses pengolahannya terutama yang berkaitan dengan perekatan atau kemampuan infiltrasi perekat kedalam sel, perlu dilakukan perlakuan pendahuluan untuk mengurangi konsentrasi zat ekstraktif yang tergolong tinggi tersebut.

2. Untuk melengkapi data tentang kayu ekaliptus, perlu dilakukan penelitian labih lanjut terutama dalam pengujian sifat dasar lain yaitu keawetan batang ekaliptus untuk mengetahui tingkat keawetan dan sifat mekanik (kelas kuat) kayu ekaliptus.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, S. S. 1990. Kimia Kayu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktoral Jendral Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas Ilmu Hayat IPB. Bogor.

Ali, K. H. 1991. Rancangan Percobaan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Batubara, R. 2006. Bahan Ajar Praktikum Kimia Kayu. Universitas Sumatera Utara. Mehdan.

Britis Standars Institution. 1957. Wood Technology

http//www.dandybooksellers.com/acatalog/BSI_GBM42_html-217k.

[9-9-2007]

Coto, Z. 2003. FORKOM Teknologi dan Industri Kayu. ITHH-Fakultas Kehutanan IPB. Bogor

Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1994. Panduan Kehutanan Indonesia. Departemen Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia. Jakarta.

Dumanauw, J.F. 1990. Mengenal Kayu. Kanisius. Yogyakarta.

Fengel. D. dan G. Wegener. 1995. Kayu Kimia dan Ultrastruktur dan Reaksi-reaksi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta (Terjemahan).

Forest Products Laboratory. 1999. Wood Handbook Wood as an Engineering Material. Forest Products Society. United States of America.

Frick, H. dan Moediartianto. 2001. Ilmu Konstruksi Bangunan Kayu. Kanisius. Soegijapranata University Press. Jakarta.

Haygreen, J.G. Jim L. Bowyer. 1989. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. suatu Pengantar(terjemahan Sutjipto A.H.). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Gomez, K. A. dan Arturo. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistika Untuk Penelitian Pertanian. Edisi Kedua. UI Press. Jakarta.

Kartasujana, I. dan Abdurrahim, M. 1979. Kayu Perdagangan Indonesia Sifat dan Kegunaannya. Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Bogor

Pandit, I.K.N. dan Hikmat Ramdan. 2002. Anatomi Kayu: Pengantar Sifat Kayu Sebagai Bahan Baku. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Panshin, A. J. and C. De Zeeuw. 1980. Text Book of Wood Technology. Mc


(6)

Prosea, 1994. Plant Resources of South-East Asia: Timber Trees Major Commersial Timbers No 5(1). Bogor Indonesia

.

Sjöström, E., 1995. Kimia Kayu Dasar-Dasar dan Penggunaan, Edisi Kedua, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Supriadi, A. R. dan Edy, S. 1999. Karakteristik Dolok dan Sifat Penggergajian Kayu. Buletin Penelitian Hasil Hutan 17 (1). Bogor.

Tsoumis, G. 1991. Science and Technology of Wood : Structure Properties Utilization. Van Nostrand Reinhold. New York.

World Agroforestry Centre. 2004. Agroforestree Date Base Eucaliptus.