Pengaruh Perlakuan Fumigasi Amonia Terhadap Tingkat Pewarnaan dan Keawetan Beberapa Jenis Kayu Rakyat.

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini hutan rakyat telah banyak dikelola dengan orientasi komersial, untuk memenuhi kebutuhan pasar komoditas hasil hutan. Tidak seperti pada masa lampau, dimana kebanyakan hutan rakyat berorientasi subsisten, hanya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga petani sendiri. Belakangan ini hutan-hutan rakyat telah dikenal sebagai penghasil kayu yang handal yang memiliki peluang tinggi untuk dijadikan produk bernilai tambah tinggi khususnya furniture. Jenis-jenis kayu dari hutan rakyat yang dimaksud diantaranya adalah Karet (Hevea brasiliensis), Afrika (Maesopsis eminii), Jabon (Anthocephalus chinensis), Gmelina (Gmelina arborea), Sengon (Paraserianthes falcataria), Mahoni (Swietenia macrophylla), Puspa (Alstonia scholaris), Rasamala (Altingia excelsa), Durian (Durio zibethinus), Nangka (Arthocarpus heterophyllus) dan lain-lain.

Namun mengingat rendahnya kualitas tampilan, seperti warna pucat dan tidak seragam serta corak serat yang kurang menarik dari jenis-jenis kayu rakyat tersebut, maka perlu adanya upaya untuk meningkatkan kualitas penampilan alaminya agar dapat bersaing dan diterima konsumen khususnya internasional seperti layaknya kayu-kayu yang sudah terkenal akan keindahan coraknya seperti kayu jati.

Saat ini proses pewarnaan kayu dilakukan dengan mengaplikasikan bahan-bahan pewarna sintetis (stain, dye) yang memiliki beberapa kelemahan seperti warna cepat luntur, sering mengangkat serat-serat kayu, terjadinya emisi komponen penyusun yang dapat mengganggu kenyamanan dan kesehatan, proses aplikasinya butuh waktu lama dan harganya relatif mahal. Fumigasi kayu (wood fuming) dengan amonia merupakan salah satu metode yang dapat dikembangkan dan diterapkan di masa datang untuk peningkatan kualitas penampilan warna dan corak alami kayu. Metoda fumigasi untuk bidang perkayuan di Indonesia umumnya masih dipergunakan untuk tujuan pengawetan produk perkayuan terhadap serangan jamur maupun serangga. Penggunaan untuk tujuan lain seperti untuk merubah tampilan permukaan kayu sejauh ini belum pernah dilakukan di Indonesia. Fumigasi menggunakan uap amonia (ammonia fumigation) merupakan metode unggulan pewarnaan alami kayu untuk menggelapkan dan menyeragamkan tampilan warna kayu-kayu yang tampilan alaminya pucat.


(2)

Melalui penelitian ini metode fumigasi amonia dicobakan pada beberapa jenis kayu rakyat, seperti kayu Durian (Durio sp.), kayu Mahoni (Swietenia macrophylla), kayu Menteng (Baccaurea racemosa), kayu Mindi (Melia azedarach), kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus) dan kayu Rambutan (Nephelium lappaceum L). Larutan amonia yang digunakan adalah amonia cair konsentrasi 25% yang dijual secara komersil di pasaran. Dengan pertimbangan bahwa banyak faktor yang berpengaruh pada proses fumigasi, maka pada penelitian ini cakupan penelitian dibatasi pada faktor volume larutan dan lamanya waktu reaksi.

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kondisi fumigasi optimum (kombinasi antara volume larutan amonia serta lamanya waktu reaksi fumigasi) sehingga diperoleh hasil pewarnaan yang menarik. Disamping itu penelitian ini juga ditujukan untuk mengetahui daya tahan kayu yang difumigasi terhadap serangan rayap kayu kering (Cryptotermes spp.) dan pelunturan warna oleh pengaruh cuaca.

1.3. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan menghasilkan suatu kondisi fumigasi yang baik (kombinasi antara volume larutan amonia dan lamanya waktu fumigasi) untuk mendapatkan warna kayu yang gelap dan tahan terhadap pelunturan akibat pengaruh cuaca. Selain itu diharapkan diperoleh hasil pengujian daya tahan kayu terfumigasi terhadap serangan rayap kayu kering, sehingga dapat digunakan sebagai metode pengawetan kayu. Selanjutnya hasil-hasil ini dapat diterapkan secara nyata dalam industri furniture, sehingga membantu perkembangan industri pengerjaan kayu di Indonesia.


(3)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fumigasi Kayu

Salah satu proses penting dalam produksi meubel dan furniture adalah finishing. Proses ini berperan penting karena sangat menentukan hasil akhir dari suatu proses pengerjaan kayu dan sangat signifikan dalam menentukan harga jual suatu produk perkayuan. Proses ini pada dasarnya adalah memodifikasi penampilan kayu sedemikian rupa sehingga sesuai dengan hasil yang kita inginkan.

Kramer (1989) menyatakan bahwa modifikasi penampilan atau warna kayu dapat dilakukan melalui dua tehnik yaitu: staining dan dyeing. Staining merupakan metode merubah warna alami kayu yang paling banyak diterapkan oleh industri kayu saat ini, karena banyaknya pilihan warna yang tersedia berupa stain. Namun tehnik ini berimplikasi pada tertutupnya penampilan alami serat kayu yang indah akibat masuknya pigmen yang mengisi pori kayu sehingga mengurangi keindahan kayu. Disamping itu penggunaan stain sebagai pewarna sangat dikhawatirkan oleh masyarakat konsumen karena adanya emisi komponen bahan pewarna yang mengganggu kesehatan pada saat pemakaian. Dyeing adalah suatu proses kimia yang mengkombinasikan penggunaan bahan pewarna dan penggunaan mordants untuk pewarnaan dan merubah penampilan serat-serat kayu. Kelemahan metode ini adalah kurang ramah lingkungan karena menggunakan bahan-bahan kimia yang cukup berbahaya dan menyebabkan karat pada alat-alat sambung dari logam.

Metoda pewarnaan menggunakan tehnik fumigasi amonia merupakan salah satu metoda dalam proses finishing kayu yang bukan saja mudah dilakukan namun hampir pasti selalu berhasil dan apabila hasilnya kurang memuaskan atau gagal maka percobaan pewarnaan dapat diulang lagi. Perubahan warna yang telah terjadi pada kayu diperkirakan dapat bertahan selama ratusan tahun karena pada proses fumigasi amonia ini yang mengalami perubahan adalah pigmen kayu itu sendiri dan tidak perlu khawatir akan terjadinya pengelupasan maupun pelunturan (fading) seperti yang sering terjadi pada tehnik pewarnaan lainnya (staining atau dyeing). Disamping itu metoda pewarnaan kayu dengan tehnik staining atau dyeing tidak mengubah pigmen alami kayu, melainkan hanya menutupi permukaan alami kayu dengan pigmen baru, sehingga menutup corak alami serat-serat kayunya (Bavaro dan Mossman, 1996).


(4)

Saat ini telah ada metoda pewarnaan cara fumigasi seperti fumigasi belerang untuk menggelapkan dan mengkilapkan warna rotan secara alami. Belakangan ini metoda fumigasi khususnya fumigasi amonia telah mulai dicobakan untuk pewarnaan alami kayu. Metoda fumigasi (fuming) kayu pada intinya adalah menempatkan kayu pada lingkungan panas dan terdapat uap amonia sehingga terjadi perubahan warna kayu hasil reaksi antara komponen kayu yang diduga tanin dengan gas amonia. Kegelapan dan keseragaman warna yang terbentuk setelah proses fumigasi sangat ditentukan oleh kandungan dan distribusi tanin dalam kayu. Tanin merupakan polifenol dengan tingkat keasaman rendah. Tanin terdapat secara alami pada hampir semua jenis kayu hanya saja kandungannya berbeda-beda. Kayu Oak, Walnut dan Mahoni memiliki kandungan tanin yang cukup tinggi sehingga variasi warna yang dapat diciptakan juga lebih banyak mulai dari agak gelap ke gelap.

Waktu yang dibutuhkan mengubah warna kayu Oak sangat terantung pada tingkat kepekatan kompartemen, secara teori 48 jam merupakan waktu yang cukup. Apabila proses fumigasi tidak cukup praktis akibat bahan terlalu besar untuk ukuran kompartemen, dapat digunakan dengan cara lain yaitu menempelkan amonia kuat langsung ke permukaan bahan dengan bantuan kuas atau spon dengan syarat bahan tersebut belum mengalami perlakuan staining dan perlakuan lainnya yang mempunyai efek menutupi pori kayu karena akan menghalangi reaksi yang diinginkan (Dredsner, 2005).

2.2 Peran tanin dalam fumigasi amonia

Asam tanin (tannic acid) merupakan nama komersial untuk tanin. Asam tanin merupakan bahan baku pembuatan stain (warna). Asam tanin secara alami terdapat pada kayu Oak, Walnut dan Mahoni, dan dapat diaplikasikan pada kayu yang memiliki kadar tanin rendah. Perubahan warna yang terjadi pada proses fuming disebabkan oleh reaksi antara tanin terkondensasi terutama Flavonoids yang memiliki struktur (5-OH) bebas dengan amonia NH3. Jenis tanin ini antara lain Robinetin, Kaempferol, Quercetin dan Morin.

Pada penelitian perubahan warna pada empat bagian kayu teras pada kayu Acacia maerensii dengan perlakuan fuming tidak terjadi perubahan warna sama sekali. Dari hasil analisis kimia menunjukkan adanya kandungan (3-OH) bebas dalam jumlah


(5)

besar di kayu teras dan sedikit sekali kandungan (5-OH) bebas (Marby et al, 1970 dalam Carrodus, 1971).

2.3 Jenis Kayu

2.3.1 Nangka (Artocarpus heterophyllus)

Nangka termasuk ke dalam family Moraceae, nama ilmiahnya adalah Artocarpus heterophyllus. Pohon Nangka umumnya berukuran sedang, dengan tinggi rata-rata sekitar 20 m samapai 30 m. Batang bulat silindris, dengan garis tengah sekitar 1 m. Tajuknya padat dan lebat, melebar dan membulat apabila di tempat terbuka. Seluruh bagian tumbuhan mengeluarkan getah putih pekat apabila dilukai.

Nangka tumbuh dengan baik di iklim tropis sampai dengan 25˚ lintang utara

maupun selatan, walaupun diketahui pula masih dapat berbuah hingga 30˚ lintang utara maupun selatan. Tanaman ini menyukai wilayah dengan curah hujan lebih dari 1500 mm pertahun di mana musim keringnya tidak terlalu keras. Nangka kurang toleran terhadap udara dingin, kekeringan dan penggenangan.

Kayu Nangka berwarna kuning di bagian teras, berkualitas baik dan mudah dikerjakan. Kayu ini cukup kuat, awet dan tahan terhadap serangan rayap atau jamur, serta memiliki pola yang menarik, gampang mengkilap apabila diserut halus dan digosok dengan minyak. Karena itu kayu nangka kerap dijadikan perkakas rumah tangga, mebel, konstruksi bangunan, konstruksi kapal sampai ke alat musik. Kayu Nangka memiliki serat agak kasar dan bewarna kuning sitrun mengkilat. Warna kuning ini disebabkan oleh adanya kandungan Morine. Zat ini termasuk dapat diekstrak dengan air mendidih atau alkohol. Morine dapat juga digunakan sebagai pewarna kuning pada makanan.

Bailey (1962), dalam Isrianto (1997) mengemukakan klasifikasi nangka sebagai berikut:

Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Kelas : Dicotyladoneae Ordo : Yrticales Famili : Moraceae


(6)

Kayu Nangka tergolong ke dalam kayu setengah keras, tahan terhadap serangan rayap, tahan terhadap pembusukan jamur dan bakteri,mudah dikerjakan dan mengkilap kalau disemir. Walaupun tidak sekuat kayu Jati, kayu Nangka dianggap lebih unggul daripada kayu Jati untuk pembuatan mebel, konstruksi bangunan, pembubutan, tiang kapal, dayung, perkakas dan alat musik (Veirheij dan Coronel, 1997).

2.3.2 Mahoni(Swietenia Macrophylla)

Nama botani mahoni adalah Swietenia macrophylla Blume, famili Meliaceae, meliputi dua jenis yaitu Swietenia macrophylla King (mahoni daun besar) dan Swietenia mahagoni Jacq (mahoni daun kecil), sedangkan di negara lain terdapat : American Mahagoni, Baywood (Inggris), Acajou Amerique (Perancis); mahagony, Broadleaf Mahagoni (USA).

Daerah penyebarannya di seluruh Jawa dengan ciri tinggi pohon mencapai 35 meter, diameter sampai 125 cm bentuk silindris, tidak berbanir tajuk membulat. Kayu teras bewarna coklat muda sampai coklat tua kemerahan lambat laun menjadi lebih tua. Tekstur kayu agak halus arah serat berpadu, kadang bergelombang. Permukan kayu licin dan terdapat variasi gambar yang disebabkan oleh arah serat dan lingkaran tumbuh yang tidak teratur (Martawijaya, 1995).

Kayu Mahoni memiliki pori soliter dan bergabung 2-3 dalam arah radial diameter 100-200 mikron, frekuensi 30-65 per mm² , berisi deposit dengan bidang perforasi yang sederhana. Terdapat Parenkim terminal yang merupakan pita panjang - panjang pada kayu akhir dalam lingkaran tumbuh, jari-jari multiserat, lebar 30-50 mikron, heteroselular, panjang serat 1.362 mikron dengan diameter 27 mikron, tebal dinding 3,4 mikron dan diameter rongga sel 10,2 mikron.

Berat jenis kayu Swietenia macrophylla 0,61 (0,53-0,67) kelas kuat II, kelas awet III dan Swietenia mahagoni 0,64 (0,56-0,72), kelas kuat II, kelas awet III dengan penyusutan sampa kering udara untuk Swietenia macrophylla 0,9% (radial) dan 1,3 (tangensial) sedangkan untk kering tanur 3,3% (radial) dan 5,7 (tangensial).

Tsoumis (1991) menyatakan bahwa warna kayu disebabkan oleh bahan yang dapat di ekstrak (Tanin dan sebagainya) yang disebut ekstraktif. Ekstraktif adalah bahan kimia dalam kayu yang dapat dilarutkan dalam pelarut netral seperti air, eter, alkohol, benzen dan aseton. Kandungan ekstraktif dalam kayu bervariasi, mulai dari 1 % hingga lebih dari 10% dan dapat mencapai 20 % untuk kayu-kayu tropis.


(7)

Achmadi (1990) menyatakan bahwa flavanoid, stilbena, tanin dan antosianin termasuk golongan zat warna ekstraktif kayu. Uprichard (1993) juga menyatakan bahwa polifenol dan tanin pada kayu daun lebar memiliki kontribusi besar pada warna kayu, khususnya warna kayu teras.

Kayu Mahoni memiliki daya tahan terutama terhadap rayap kayu kering (Cryptotermes Spp), sukar diawetkan. Kayu mahoni dapat dikeringkan dengan baik tanpa cacat yang berarti, pengeringan alami pada ketebalan 2,5 sampai 5 cm masing-masing memerlukan 40-50 hari. Untuk pengeringan dalam Dry Klin disarankan menggunakan bagan pengeringan moderat pada suhu 43ºC - 76ºC dengan kelembaban nisbi 75%-33%. Kayu Mahoni mudah dikerjakan meskipun dalam proses pembubutan kadang timbul bulu-bulu halus dan serat yang patah (Martawijaya 1995).

2.3.3 Rambutan (Nephelium lappaceum)

Rambutan (Nephelium lappaceum) adalah tanaman tropis yang tergolong ke dalam suku lerak-lerakan atau Sapindaceae, berasal dari daerah kepulauan di Asia Tenggara. Kata "rambutan" berasal dari bentuk buahnya yang mempunyai kulit menyerupai rambut. Rambutan banyak terdapat di daerah tropis seperti Afrika, Kamboja, Karibia , Amerika Tengah, India, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan Sri Lanka.

Pohon Rambutan berukuran cukup besar di vegetasi alaminya, namun pohon-pohon hasil perbanyakan (clonal trees) hanya memiliki tinggi sekitar 4-7 m. Daun majemuk menyirip ganda sempurna (paripinnate) sampai 6 pasang anak daun. Anak-anak daun berbentuk bulat telur sampai bulat telur sungsang, berukuran panjang 5-28 cm dan lebar 2-10.5 cm, permukaan atas daun halus dan ujung daun meruncing. Pembungaan umumnya terminal (terkadang pseudo-terminal), terdapat bunga jantan dan bunga hermafrodit. Bunga bersimetri banyak (actinomorphic), berwarna putih atau kuning atau hijau. Daun kelopak terdiri atas 4-5 daun yang saling lepas. Umumnya tidak ada daun-daun mahkota, terkadang dari 4 daun mahkota terreduksi menjadi satu daun saja dengan ukuran yang tidak lebih dari 0.7-2.1 mm. Tangkai benang sari diselaputi rambut-rambut panjang khususnya di bagian pangkalnya. Posisi kepala sari terlungkup menghadap ke samping dan tergolong dapat pecah (anther dehiscing latero-introrse). putik berkembang dengan baik di bunga hermafrodit. Tangkai kepala putik berkembang


(8)

dengan baik. Buah berbentuk samara elips sampai semi globular dengan panjang 7 cm dan lebar 5 cm, umumnya terdiri atas satu lembaga.

Rambutan dapat tumbuh subur pada daerah dataran rendah tropis lembab, pada ketinggian dari permukaan air laut hingga 600 mdpl. Tumbuhan ini menyusun lapisan kanopi bawah dan tengah hutan primer dan sekunder. Curah hujan di habitat alaminya dapat mencapai 2500 mm per tahun. Jenis ini tumbuh pada tanah subur berpasir yang kaya humus atau tanah liat yang kaya humus, dengan pH tanah berkisar antara 4.5-6.5. Kayunya cocok untuk bahan bangunan. Pohon ini dapat ditanam untuk pemulihan kembali lahan-lahan kritis.

2.3.4 Durian (Durio zibethinus)

Durian (Durio zibethinus) termasuk ke dalam famili Bombacaceae, di Sumatera Utara dikenal dengan nama andurian, tarutung (toba), drotong (pakpak). Daerah penyebarannya mulai dari Aceh, Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi dan Maluku. Tinggi pohon ini bisa mencapai 50-60 m dengan diameter 120-140 cm dan biasanya berbanir. Durian dapat tumbuh baik di daerah rendah sampai pada ketinggian 600m dpl, yang mempunyai iklim basah dengan curah hujan antara 1500-2500 mm/tahun dan merata sepanjang tahun. Suhu udara yang sesuai 20˚-30˚C, dengan pH antara 5,5-7. Kayu terasnya bewarna coklat merah jika masih segar, lambat laun akan menjadi cokelat kelabu atau coklat semu-semu lembayung. Kayu gubal berwarna putih dan dapat dibedakan dengan jelas dari kayu teras, tebal sampai 5 cm. Teksturnya agak kasar dan merata dengan arah serat lurus atau bepadu. Permukaan kayu agak licin dan mengkilap.

Kayu durian termasuk kelas awet IV/V dan kelas luat II-III dengan berat jenis 0,57. Kayunya mudah digergaji meskipun permukaan cenderung untuk berbulu, mudah dikupas untuk dibuat vinir. Kayu durian cepat menjadi kering tanpa cacat, tetapi papan yang tipis cenderung untuk menjadi cekung. Jika diawetkan dapat menyerap bahan pengawet dengan mudah meskipun dengan proses perendaman. Kayu Durian biasa dipakai sebagai bahan untuk pembuatan peti, plywood, veneer atau bahan-bahan seperti papan dan balok untuk kontruksi ringan.


(9)

2.3.5 Mindi (Melia azedarach)

Nama botani Mindi adalah Melia azedarach L, famili meliaceae. Nama Mindi di negara lain adalah Persia lilac (United Kingdom), Arbre de paternoster (France), Paraiso (Spain), Peternosterbaum (Germany).

Daerah penyebarannya di seluruh Jawa, Bali, NTT dan NTB. Dengan ciri tinggi pohon mencapai 40 meter, diameter sampai 185 cm dan tidak berbanir. Kayu gubal bewarna putih kemerah – merahan dan mempunyai batas yang jelas dengan kayu terasnya. Tekstur kayu sangat kasar dengan arah serat lurus atau agak berpadu. Permukan kayu agak licin dan mengkilap indah.

Kayu Mindi memiliki pori soliter dan bergabung 2-3 dalam arah radial, dengan ukuran diameter 30-360 mikron. Frekuensi 1-50 per mm² dan berisi zat bewarna coklat sampai hitam. Parenkim paratrakeal berbentuk selubung lengkap atau tidak lengkap. Parenkim apotrakeal tersebar membentuk pita pendek. Jari-jari homoseluler dan umumnya multiseriat dengan lebar 7-61 mikron dan tinggi sampai 1000 mikron. Panjang serat 1323 mikron, dengan diameter 27 mikron. Tebal dinding 2,8 mikron dan diameter lumen 21,0 mikron. Berat jenis kayu Mindi 0,53 (0,42-0,65), dengan kelas kuat II-III dan kelas awet IV-V.

Kayu Mindi dapat dikeringkan dengan baik tanpa cacat yang berarti, pengeringan alami pada ketebalan 2,5cm dari kadar air 37 – 15% memerlukan waktu 40-50 hari. Pengeringan dalam Dry Klin disarankan menggunakan bagan pengeringan moderat pada suhu 60ºC - 80ºC dengan kelembaban nisbi 80%-40%.

2.3.6 Menteng (Baccaurea racemosa)

Pohon Menteng (Baccaurea racemosa) memiliki ketinggian 15-25m, diameternya 25-70 cm, tajuknya padat dan tidak teratur. Daunnya bundar telur-lonjong sampai bundar telur sungsang, berukuran (7-18) cm x (37)cm, berkelenjar, bertangkai daun 0,5-4,5 cm dengan penumpu segitiga. Racemosa dibedakan dalam dua forma: yang satu daging buahnya putih (menteng), dan yang satu lagi daging buahnya merah (bencoy). Kayunya digunakan untuk bangunan rumah, perahu, dan mebel. Sama halnya dengan pohon-pohon kauliflora lainnya, Menteng dianggap sebagai pohon perambat yang baik. Jenis-jenis yang dibudidayakan membentuk tajuk yang bagus dan dapat dimanfaatkan juga sebagai tanaman hias dan pohon pelindung. Kulit kayunya dapat


(10)

digunakan untuk mewarnai sutra menjadi kuning, merah, atau lembayung muda, melalui proses pewarnaan yang dalam bahasa Melayu disebut 'pekan'. Kulit kayu ini digunakan juga untuk mengobati mata bengkak.

2.4 Pengolahan Citra (Image Prosessing)

Pengolahan citra adalah proses mengamati dan menganalisa suatu objek tanpa berhubungan langsung dengan objek yang diamati. Proses dan analisanya melibatkan persepsi visual dengan data masukan maupun data keluaran yang diperoleh berupa citra dari objek yang diamati. Teknik-teknik pengolahan citra meliputi penajaman citra, penonjolan fitur tertentu dari suatu citra, kompresi citra dan koreksi citra yang tidak fokus atau kabur (Ahmad, 2005). Sebagaimana layaknya mata dan otak, sistem visual yang buatan atau vision system (computer vision) adalah suatu sistem yang mempunyai kemampuan untuk menganalisa objek secara visual, setelah data objek yang bersangkutan dimasukkan dalam bentuk citra (image) untuk membuat model nyata dari sistem visual (Ahmad, 2005).

Citra merupakan sekumpulan titik-titik dari gambar yang berisi informasi warna dan tidak tergantung pada waktu. Umumnya citra dibentuk dari kotak-kotak persegi empat yang teratur sehingga jarak horizontal dan vertikal antar pixel sama pada seluruh bagian citra. Warna citra didapat melalui penjumlahan nilai Red, Green dan Blue (RGB). Permukaan suatu benda yang terlihat sebenarnya hanya memantulkan cahaya yang jatuh pada benda tersebut, itulah sebabnya mata kita tidak dapat melihat suatu benda, apapun warnanya, bila ditempatkan dalam ruangan yang gelap sekali (Ahmad,2005).

Selain memantulkan benda juga dapat memancarkan sinar sendiri agar dapat terlihat oleh mata. Dengan cara mengalirkan sejumlah energi ke titik-titik penyusun layar monitor, maka akan tampak suatu benda ke layar monitor. Monitor dan kartu grafik komputer menggunakan model warna RGB (red, green blue), yaitu suatu model warna yang didasarkan pada pembentukan warna melalui ketiga warna pokoknya, yaitu merah, hijau dan biru untuk mempresentasikan suatu warna. Dalam hal ini warna didefinisikan dengan jumlah relatif dari intensitas ketiga warna tersebut yang diperlukan untuk membentuk suatu warna. Kekuatan intensitas setiap komponen warna tadi dapat berkisar dari 0% sampai 100% dimana intensitas dengan nilai nol (0%) untuk ketiga


(11)

warna pokok tadi berarti ketiadaan suatu warna maupun kecerahan pada suatu piksel sehingga tampak sebagai titik hitam pada monitor. Demikian sebaliknya jika nilai intensitas penuh (100%) untuk ketiga warna pokok berarti semua komponen warna akan saling menetralkan pada suatu piksel sehingga tampak suatu titik putih pada monitor. Dengan demikian warna merah murni akan muncul bila komponen warna merahnya bernilai penuh, sedangkan dua komponen lainya bernilai nol. Sama halnya dengan keadaan warna hijau murni dan biru murni. Gabungan untuk berbagai nilai komponen penyusunnya di luar keadaan tadi akan menghasilkan warna campuran yang dalam kehidupan sehari-hari kita nilai secara kualitatif seperti kuning kemerahan, hijau muda, kuning kehijauan dan sebagainya (Ahmad, 2005).

Citra masukan diperoleh melalui kamera yang didalamnya terdapat suatu alat digitasi yang mengubah citra masukan berbentuk analog menjadi citra digital. Alat digitasi ini dapat berupa penjelajahan solid-state yang menggunakan matrik sel yang sensitif terhadap cahaya yang masuk, dimana citra yang direkam maupun yang digunakan mempunyai kedudukan atau posisi yang tetap.

Alat masukan citra yang digunakan adalah kamera CCD (Charge coupled Device) atau juga menggunakan kamera digital, dimana sensor citra dari alat ini menghasilkan citra berupa citra analog sehingga dibutuhkan proses digitasi dengan menggunakan alat digitasi.

Perangkat pengolahan citra terdiri dari perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Komponen utama dari perangkat keras citra digital adalah komputer dan alat peraga komputer baik yang multiguna atau dari jenis khusus yang dirancang untuk image processing digital. Proses pengolahan citra umumnya dilakukan dari piksel ke piksel yang bersifat paralel.

Model warna telah banyak dikembangkan oleh para ahli, seperti model RGB (red, green, blue), model CMY(K) (Cyan, Magenta, Yellow), YcbCr (Luminase serta dua komponen kromasi Cb dan Cr), dan HSI (Hue, Saturation, Imtensity). Model warna RGB merupakan model warna pokok aditif, yaitu warna dibentuk dengan mengkombinasikan energi cahaya dari ketiga warna pokok dalam berbagai perbandingan (Ahmad, 2005)

Salah satu cara yang mudah untuk menghitung nilai warna dan menafsirkan hasilnya dalam model warna RGB adalah dengan melakukan normalisasi terhadap


(12)

ketiga komponen warna tersebut. Normalisasi perlu dilakukan terutama bila sejumlah citra ditangkap dengan penerangan yang berbeda-beda. Hasil perhitungan tiap komponen warna pokok yang telah dinormalisasi akan menghilangkan pengaruh penerangan, sehingga nilai untuk setiap komponen warna dapat dibandingkan satu sama lainnya walaupun berasal dari citra dengan kondisi penerangan yang berbeda.

Model warna RGB dapat dinormalisasi dengan rumus sebagai berikut: Indeks warna merah (I Red) =

Indeks warna hijau (I Green = Indeks warna biru (I Blue) =

Nilai R, G dan B masing-masing berupa besaran yang menyatakan nilai intensitas warna merah, hijau dan biru. Nilai warna hasil normalisasi ini kemudian ditafsirkan dengan melihat besarannya dimana apabila ketiga komponen yang telah dinormalkan ini, katakanlah masing-masing menjadi indeks warna merah (R), hijau (G) dan biru (B), mempunyai nilai yang sama (1/3) maka objek tidak berwarna. Bila R lebih besar daripada G dan B maka objek bewarna merah, dan seterusnya. Warna merah murni akan mempunyai nilai R yang sama dengan satu, sementara dua indeks lainnya bernilai nol.

2.5. Rayap kayu kering

Iklim Indonesia yang terletak di daerah tropis sangat mendukung organisme perusak kayu, termasuk rayap kayu kering (Cryptotermes cynochepalus). Di Indonesia rayap tergolong ke dalam kelompok serangga perusak kayu utama. Binatang kecil yang tergolong ke dalam serangga sosial ini, mampu menghancurkan bangunan yang berukuran besar dan mengakibatkan kerugian yang besar pula. Rayap adalah serangga berukuran kecil dan hidup dalam kelompok-kelompok sosial yang mempunyai sistem kasta dan berkembang sempurna. Dalam setiap koloni terdapat tiga kasta yang menurut fungsinya masing-masing diberi nama kasta pekerja, kasta prajurit, dan kasta reproduktif (primer dan sekunder). Dalam penggolongan ini bentuk morfologi dari setiap kasta sesuai dengan fungsinya masing-masing (Nandika dan Tambunan, 1989).

Rayap kayu kering termasuk famili kalotermitidae dan biasanya menyerang kayu-kayu kering yang digunakan sebagai bahan bangunan, perlengkapan rumah tangga dan lain-lain. Sarangnya terletak di dalam kayu dan tidak mempunyai hubungan dengan


(13)

tanah. Rayap kayu kering dapat bekerja dalam kayu yang mempunyai kadar air 10-12% atau lebih rendah (Tarumingkeng, 1971)

Rayap kayu kering (Cryptotermes spp) adalah jenis rayap yang sangat umum terdapat pada daerah-darah tropis, khususnya pada dataran rendah Jawa Barat, Sumatera, Kalimantan dan Filipina. Penyebaran rayap kayu kering berhubungan dengan iklim lembab. Nimfa Cryptotermes spp memiliki panjang 5-6 mm dengan warna kuning kecoklatan. Pada kasta reproduktif muda berukuran 10 mm (Tarumingkeng, 1971).

Tarumingkeng (1971) juga menyatakan bahwa rayap kayu kering merupakan perusak kayu paling banyak, terutama pada kayu yang berada dalam keadaan kering, seperti kusen pintu, jendela, alat-alat rumah tangga dan lain-lain. Hampir semua kayu ringan dan tidak awet diserang. Bahan-bahan lain yang mengandung selulosa seperti kertas dan kain diserang juga.

Serangan tidak mudah terlihat dari luar karena hanya pada bagian yang terlindung. Dari bagian luar, kayu yang diserang kelihatan masih utuh, padahal pada bagian dalam telah berlubang-lubang atau rusak sama sekali. Hanya kotoran berbentuk butiran halus merupakan ciri khas serangan rayap kayu kering. Rayap kayu kering menyerang kayu kelas awet rendah sampai sedang, yaitu kelas awet III sampai IV dan kayu tersebut ternaungi dengan kadar air < 12 %.


(14)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian ini, baik proses fumigasi maupun pengolahan data penelitian dilakukan di Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksakan selama 5 bulan, mulai dari bulan Juni – November 2008.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat-alat yang digunakan sebagai penunjang proses penelitian ini diantaranya: 1. Kilang fumigasi menyerupai bentuk oven yang terbuat dari bahan logam berpintu

kaca dengan alas berbahan aluminium dengan busa (stereoform) sebagai pembatas antara aluminium dengan kaca. Bagian pintu dibuat dari kaca ditujukan agar memudahkan pengamatan akan terjadinya perubahan warna. Ruangan fumigasi ini berukuran 100 x 50 x 70 cm. Ruangan ini dilengkapi dengan 2 unit bohlam yang masing-masing berdaya 100 watt yang berfungsi sebagai pemanas sekaligus penerang. Bentuk dari ruang fumigasi disajikan pada Gambar 1a.

2. Wadah penampung amonia yang berupa satu unit bak plastik dengan ukuran 40 x 15 x 8 cm.

3. Satu unit termometer sebagai penunjuk suhu dalam ruangan. 4. Peralatan keselamatan (masker, kacamata, dan sarung tangan).

5. Seperangkat komputer dengan software pencitra warna RGB, aplikasi Adobe Photoshop 7.0 dan aplikasi Microsoft Office 2007.

6. Alat pencatat, timbangan digital, kaliper, kalkulator dan moisture meter.

Bahan yang digunakan adalah papan dari 6 jenis kayu hutan rakyat, yaitu: kayu Durian (Durio sp.), kayu Mahoni (Swietenia macrophylla), kayu Menteng (Baccaurea racemosa), kayu Mindi (Melia azedarach), kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus) dan kayu Rambutan (Nephelium lappaceum L). Persiapan contoh uji dikelompokan menjadi dua, yaitu contoh uji berukuran 2 x 8 x 15 cm untuk pengujian daya tahan pewarnaan terhadap cuaca sebanyak 18 contoh uji untuk setiap jenis kayu, dan contoh uji berukuran 5 x 2,5 x 2 cm untuk pengujian daya tahan terhadap rayap kayu kering berjumlah 18 contoh uji untuk setiap jenis kayu. Jadi total contoh uji yang dipersiapkan untuk kedua pengujian ini adalah masing-masing 108 contoh uji.


(15)

3.3 Proses Fumigasi Kayu

Proses fumigasi amonia dilakukan pada kilang fumigasi. Kayu direaksikan dengan uap amonia dalam ruangan fumigasi yang kedap udara dengan lama waktu yang bervariasi, yaitu 24, 48, dan 72 jam. Tahapan fumigasi dijelaskan secara sistematis pada uraian di bawah ini :

1. Persiapan contoh uji.

2. Pengambilan data gambar awal (kontrol) untuk tiap sampel yang akan difumigasi. 3. Pemanasan ruang fumigasi dengan menyalakan 2 bohlam berdaya 100 watt.

Pemberian panas ini bertujuan agar gas amonia cepat menguap dan reaksi antara amonia dan kayu terjadi lebih cepat. Selain berfungsi sebagai pemanas bohlam juga berfungsi sebagai penerang ruangan. Penyusunan empat contoh uji untuk setiap jenis kayu, terdiri dari dua contoh uji berukuran 2 x 8 x 15 cm dan dua lainya berukuran 5 x 2,5 x 2 cm (Gambar 1b). Pada tahap ini harus diperhatikan penataan celah antar sampel kayu supaya gas amonia dapat bereaksi merata keseluruh permukaan kayu. 4. Meletakan bak ke dalam ruang fumigasi.

5. Menuangkan larutan amonia ke dalam bak sesuai dengan volume yang diujikan (dua, empat dan enam liter). Memakai peralatan keamanan untuk menghindari larutan atau gas tidak kontak langsung dengan kulit, mata ataupun terhirup saat bernafas.

6. Pintu kaca ditutup agar tidak terjadi kebocoran.

7. Setelah waktu reaksi yang diinginkan tercapai, pintu ruang fumigasi dibuka secara perlahan dan biarkan beberapa saat sampai kadar amonia dalam ruangan turun. 8. Keluarkan bak amonia sisa dan masukan amonia sisa tersebut ke dalam ember berisi

air untuk dinetralkan.

9. Contoh uji diangkat satu per satu dan didiamkan untuk beberapa saat (±24 jam), selanjutnya difoto untuk mengamati dan mendokumentasikan perubahan warna yang terjadi.

10. Setelah ruang fumigasi terbebas dari sisa gas yang masih ada, lantai dasar ruang kedap dibersihkan dan dilap untuk menghindari terjadinya korosi akibat pengendapan sebagian gas amonia ini pada lantai ruang kilang.


(16)

(a) (b)

Gambar 1 Ruang fumigasi (a), dan penempatan contoh uji kayu dalam ruang fumigasi (b)

3.4 Pengolahan Citra Gambar

Sampel yang telah di fumigasi didiamkan untuk beberapa saat, dengan tujuan supaya saat didokumentasikan sampel sudah dalam keadaan kering dan tidak berbau, serta tidak mengganggu saat proses pendokumentasian.

Pendokumentasian sampel dilakukan dengan menggunakan seperangkat komputer yang dilengkapi dengan software pengolahan citra gambar yang bernama visual basic 6.0 dan satu unit mikroskop. Mikroskop ini telah terhubung kekomputer dengan menggunakan kabel data. Selanjutnya setiap sampel akan diamati dibawah mikroskop, dan kemudian dilakukan proses capture gambar dengan menggunakan Motic Image Plus 2.0 setelah sebelumnya gambar difokuskan dulu dengan mikroskop. Gambar yang telah dihasilkan kemudian disimpan kedalam memori hardisk untuk analisa citra lebih lanjut.

Data diolah menggunakan pencitra warna RGB untuk menentukan nilai perubahan pada warna utama. Program pengolahan citra secara langsung menentukan indeks normalisasi pada setiap komponen warna sehingga dapat langsung diperoleh data RGB pada masing-masing kayu dan volume amonia. Selanjutnya melakukan pengamatan hasil, pencatatan dan pengolahan data menggunakan Microsoft Office Excel 2007.


(17)

3.5 Pengujian Daya Tahan Warna

Daya tahan warna yang akan diujikan adalah daya tahan terhadap pengaruh cuaca. Contoh uji kayu yang telah difumigasi akan disingkapkan dibawah pengaruh langsung sinar matahari selama 3 bulan (Gambar 2). Selanjutnya sampel diamati terhadap kemungkinan terjadinya pelunturan warna.

Gambar 2 Pengujian daya tahan warna terhadap cuaca

3.6 Pengujian daya tahan terhadap rayap kayu kering (Cryptotermes spp)

Pengujian daya tahan rayap kayu kering ini dilakukan dengan mengumpankan sampel kayu yang berukuran 5 x2,5 x 2 cm yang telah selesai di fumigasi. Sampel ini tidak langsung diumpankan, melainkan dikondisikan terlebih dahulu dengan cara mendiamkan sampel di ruangan terbuka yang dilengkapi dengan fan untuk beberapa saat, sampai bau amonia pada sampel sudah hilang. Setelah bau amonia hilang sampel tersebut diumpankan ke rayap kayu kering.

Tahap-tahap pengujian terhadap rayap kayu kering (Cryptotermes spp) lengkapnya sebagai berikut :

1. Contoh uji terfumigasi yang berukuran 6 x 3 x 3 cm dipersiapkan sebanyak 150 buah (Gambar 3a).

2. Ke dalam wadah kaca dimasukkan contoh uji yang sebelumnya telah diketahui berat awal dan kadar airnya, yang nantinya digunakan untuk mengukur BKT dugaan dari setiap contoh uji.

3. Selanjutnya ke dalam wadah yang telah berisi sampel kayu dimasukkan 50 ekor rayap kayu kering (Cryptotermes spp) yang sehat (Gambar 3b).


(18)

4. Bagian atas wadah kaca ditutup dengan menggunakan kain kasa yang berpori agak besar supaya rayap tidak keluar dari wadah dan juga supaya wadah tidak dimasuki oleh binatang pemakan rayap seperti tikus dan semut. Kemudian bagian atas wadah yang telah tertutup kain kasa diikat dengan menggunakan karet gelang.

5. Wadah kaca kemudian disimpan di tempat gelap selama 12 minggu. 6. Setelah 12 minggu wadah dan kayu tersebut dibongkar.

7. Contoh uji kayu dibersihkan, sambil menghitung jumlah rayap kayu kering yang masih hidup dan yang sudah mati untuk mengetahui persentase mortalitas rayap kayu kering.

8. Selanjutnya contoh uji dimasukan kedalam oven bersuhu 103±2ºC untuk memperoleh BKT, sehingga dapat dihitung persentase kehilangan berat.

(a)

(b)

Gambar 3 Wadah kaca tempat pengujian daya tahan terhadap rayap kayu kering (a) dan wadah kaca yang sudah diisi dengan sampel kayu beserta rayap kayu kering (b)


(19)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh perlakuan fumigasi terhadap tingkat pewarnaan

4.1.1 Pengaruh perlakuan fumigasi terhadap tingkat pewarnaan pada kayu Nangka

Hasil pengamatan terhadap tingkat perubahan warna akibat perlakuan konsentrasi dan lamanya waktu reaksi terhadap kayu Nangka disajikan pada Gambar 4.

Pada Gambar 4 nampak bahwa sampel kayu Nangka telah mengalami perubahan warna mulai dari perlakuan fumigasi dengan amonia volume dua liter dan waktu reaksi selama 24 jam. Hal ini ditandai dengan terjadinya perubahan warna pada sampel kayu Nangka dari warna kuning cerah menjadi kecokelatan. Peningkatan waktu reaksi menjadi 48 jam ternyata menyebabkan terjadinya perubahan warna yang nyata pada sampel kayu Nangka. Sampel kayu Nangka yang difumigasi dengan amonia volume dua liter dan waktu reaksi selama 48 jam menghasilkan warna yang lebih gelap daripada sampel kayu Nangka yang difumigasi dengan amonia volume dua liter dan waktu reaksi selama 24 jam. Peningkatan waktu reaksi menjadi 72 jam ternyata tidak memberikan hasil yang signifikan. Sampel kayu Nangka yang difumigasi dengan amonia volume dua liter dan waktu reaksi selama 72 jam memiliki warna yang hampir sama dengan warna sampel kayu Nangka yang difumigasi dengan amonia volume dua liter dan waktu reaksi 48 jam. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan amonia dengan volume dua liter dan waktu reaksi selama 48 jam telah memperlihatkan hasil yang cukup bagus tanpa meningkatkan waktu reaksinya.

Peningkatan volume amonia menjadi empat liter memperlihatkan perubahan warna yang signifikan pada sampel kayu Nangka. Sampel kayu Nangka yang difumigasi dengan amonia empat liter menghasilkan warna cokelat kehitaman. Sampel kayu Nangka yang difumigasi dengan amonia volume empat liter dan waktu reaksi selama 72 jam memiliki warna yang lebih gelap dibandingkan sampel kayu Nangka yang difumigasi dengan amonia volume empat liter dan waktu fumigasi selama 24 dan 48 jam.


(20)

Gambar 4 Tingkat pewarnaan karena perlakuan konsentrasi amonia dan lama waktu reaksi fumigasi pada jenis kayu Nangka.

Perkembangan warna hasil fumigasi dengan amonia pada volume dua liter Kontrol

Kontrol

Kontrol

24 jam 48 jam 72 jam

Setelah disingkap dibawah pengaruh cuaca selama 12 minggu

Perkembangan warna hasil fumigasi dengan amonia pada volume empat liter

24 jam 48 jam 72 jam

Perkembangan warna hasil fumigasi dengan amonia pada volume enam liter

24 jam 48 jam 72 jam

Setelah disingkap dibawah pengaruh cuaca selama 12 minggu

Setelah disingkap dibawah pengaruh cuaca selama 12 minggu


(21)

Pada perlakuan fumigasi dengan menggunakan amonia volume empat liter terlihat pengaruh peningkatan waktu reaksi terhadap tingkat kegelapan warna yang dihasilkan. Pada Gambar 4 terlihat sampel kayu Nangka yang difumigasi dengan waktu fumigasi yang lebih lama memiliki warna yang lebih gelap dibandingkan dengan sampel kayu Nangka yang difumigasi dengan waktu reaksi yang lebih singkat.

Peningkatan volume amonia menjadi enam liter ternyata tidak memberikan perbedaan yang mencolok dari segi kegelapan warna yang dihasilkan oleh sampel kayu Nangka. Hal ini diduga karena reaksi antara amonia dengan tanin kayu telah mencapai titik optimum pada perlakuan fumigasi dengan amonia empat liter dan waktu reaksi selama 48 jam, sehingga penambahan amonia dengan volume yang lebih besar tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kegelapan yang dihasilkan. Pada Gambar 4 terlihat sampel kayu Nangka yang difumigasi dengan amonia volume enam liter, rata-rata memiliki tingkat kegelapan warna yang hampir sama dengan sampel kayu Nangka yang difumigasi dengan amonia volume empat liter. Peningkatan waktu reaksi juga tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan warna pada sampel kayu Nangka yang difumigasi dengan amonia volume enam liter.

Hasil pengamatan kualitatif terhadap foto sampel kayu Nangka mengindikasikan bahwa perlakuan fumigasi amonia untuk meningkatkan perubahan warna menunjukkan pengaruh yang nyata. Kondisi ini mengindikasikan kayu Nangka reaktif terhadap amonia.

Kuantifikasi perubahan warna akibat perlakuan fumigasi dilakukan melalui analisis indeks warna RGB. Hasil pengukuran nilai indeks warna RGB akibat perlakuan fumigasi disajikan pada Gambar 5. Perubahan indeks warna merah (R), hijau (G) dan biru (B) menunjukkan besar perubahan warna pada kayu Nangka. Data hasil pengukuran secara detail disajikan pada Lampiran 1.

Hasil pada Gambar 5 mengindikasikan adanya perubahan warna pada sampel kayu Nangka, mulai terjadi pada perlakuan fumigasi dengan amonia volume dua liter dan waktu reaksi selama 24 jam. Kecenderungan perubahan warna kayu menjadi semakin gelap ditandai dengan terjadinya penurunan indeks


(22)

Gambar 5 Hasil kuantifikasi warna kayu menggunakan indeks warna RGB akibat perlakuan fumigasi dengan menggunakan amonia volume dua liter (a), empat liter (b) dan enam liter (c) pada kayu Nangka

(a)

(c) (b)


(23)

warna merah (R). Sampel kayu Nangka yang difumigasi dengan amonia dua liter dan waktu reaksi selama 24 jam telah mengalami penggelapan warna yang ditandai dengan menurunnya indeks warna merah sebesar 0.01 poin. Penurunan nilai indeks warna hijau (G) terbesar menunjukkan tingkat efektifitas perubahan warna tertinggi pada perlakuan fumigasi amonia.

Nilai indeks warna hijau (G) juga mengalami penurunan sebesar 0.13 poin pada sampel kayu Nangka yang difumigasi dengan amonia volume dua liter dan waktu reaksi selama 24 jam. Peningkatan indeks warna biru (B) mengindikasikan warna alami kayu menjadi semakin gelap. Indeks warna biru (B) mengalami peningkatan yang signifikan pada sampel kayu Nangka yang difumigasi dengan amonia volume dua liter dan waku reaksi selama 24 jam sebesar 0.14 poin.

Peningkatan waktu reaksi menjadi 48 jam memberikan pengaruh terhadap tingkat kegelapan warna yang dihasilkan pada sampel kayu Nangka yang difumigasi dengan amonia volume dua liter. Hal ini ditandai dengan semakin besarnya penurunan nilai indeks warna merah yang dihasilkan. Sampel kayu Nangka yang difumigasi dengan amonia volume dua liter dan waktu fumigasi selama 48 jam mengalami penurunan nilai indeks warna merah yang lebih besar daripada sampel kayu Nangka yang difumigasi dengan amonia dua liter dan waktu reaksi selama 24 jam, yaitu dengan penurunan nilai indeks warna merah sebesar 0.05 poin. Hal ini menandakan sampel kayu Nangka yang difumigasi dengan amonia dua liter dan waktu reaksi selama 48 jam memiliki warna yang lebih gelap daripada sampel kayu Nangka yang difumigasi dengan amonia volume dua liter dan waktu reaksi selama 24 jam. Sampel kayu Nangka yang difumigasi dengan amonia volume dua liter dan waktu reaksi selama 48 jam memiliki nilai indeks warna hijau yang tidak jauh berbeda dengan sampel kayu Nangka yang difumigasi dengan amonia dua liter dan waktu reaksi selama 24 jam, dengan nilai penurunan sebesar 0.15 poin. Sementara itu nilai indeks warna biru (B) pada sampel kayu Nangka yang difumigasi dengan amonia volume dua liter dan waktu reaksi selama 48 jam mengalami peningkatan dengan nilai yang lebih besar daripada sampel kayu Nangka yang difumigasi dengan amonia volume dua liter dan waktu fumigasi selama 24 jam, yaitu sebesar 0.21 poin.

Pada perlakuan fumigasi dengan amonia volume dua liter, peningkatan waktu fumigasi menjadi 72 jam menyebabkan terjadinya penurunan nilai indeks warna merah


(24)

yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan fumigasi yang menggunakan waktu reaksi selama 24 dan 48 jam. Hal ini menandakan bahwa sampel kayu Nangka yang difumigasi dengan waktu reaksi selama 72 jam memiliki warna yang lebih gelap dibandingkan sampel kayu Nangka yang difumigasi dengan waktu reaksi selama 24 dan 48 jam. Penurunan nilai indeks warna merah yang diperoleh yaitu sebesar 0.10 poin. Sampel kayu Nangka yang difumigasi dengan dua liter amonia dan waktu reaksi selama 72 jam memiliki penurunan nilai indeks warna hijau dan peningkatan nilai indeks warna biru sebesar 0.07 (indeks warna hijau) dan 0.17 (indeks warna biru), yang menandakan bahwa warna alami kayu semakin gelap.

Peningkatan volume amonia menjadi empat liter memberikan hasil yang signifikan terhadap tingkat kegelapan warna yang dihasilkan. Hanya dengan difumigasi selama 24 jam Sampel kayu Nangka telah mengalami penggelapan warna yang nyata, yang ditandai dengan penurunan indeks warna merah yang signifikan yaitu sebesar 0.08 poin. Nilai penurunan indeks warna merah terbesar dimiliki oleh sampel kayu Nangka yang difumigasi dengan amonia volume empat liter dan waktu fumigasi selama 72 jam, yaitu sebesar 0.14 poin. Nilai ini melebihi nilai yang dihasilkan oleh sampel kayu Nangka yang difumigasi dengan amonia volume dua liter dan waktu reaksi selama 48 jam. Penurunan nilai indeks warna hijau terbesar juga dimiliki oleh sampel kayu Nangka yang difumigasi dengan amonia volume empat liter dan waktu reaksi selama 72 jam, yaitu sebesar 0.14 poin, yang menandakan kayu Nangka sangat reaktif terhadap amonia. Sampel kayu Nangka yang difumigasi dengan amonia volume empat liter dan waktu reaksi selama 72 jam memiliki peningkatan nilai indeks warna biru tertinggi yaitu sebesar 0.25 poin, yang menandakan bahwa warna alami kayu ini semakin gelap. Nilai ini juga melebihi nilai yang dicapai oleh sampel kayu Nangka yang difumigasi dengan amonia volume dua liter dan waktu reaksi selama 48 jam.

Peningkatan volume amonia menjadi enam liter tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan warna kayu Nangka. Pada Gambar 5 nampak penurunan nilai indeks wana merah yang terbesar dimiliki oleh sampel kayu Nangka yang difumigasi dengan amonia enam liter dan waktu fumigasi selama 24 jam, yaitu 0.10 poin. Nilai ini tidak lebih besar dari penurunan nilai indeks warna merah yang dimiliki oleh sampel kayu Nangka yang difumigasi dengan amonia volume empat liter dan waktu fumigasi selama 72 jam. Nilai indeks warna hijau tertinggi juga dimiliki oleh sampel kayu


(25)

Nangka yang difumigasi dengan amonia volume enam liter dan waktu fumigasi selama 48 jam, yaitu sebesar 0.12 poin. Nilai indeks warna biru tertinggi dimiliki oleh sampel kayu Nangka yang difumigasi dengan amonia volume enam liter dan waktu fumigasi selama 48 jam, yaitu sebesar 0.20 poin. Nilai ini tidak lebih besar dari pada nilai indeks warna biru yang diperoleh sampel kayu Nangka yang difumigasi dengan amonia empat liter dan waktu fumigasi selama 72 jam. Hal ini diduga karena pada perlakuan fumigasi dengan amonia volume empat liter dan waktu reaksi selama 72 jam, reaksi yang terjadi antara amonia dengan tanin kayu Nangka telah mencapai kondisi optimum, sehingga dengan penambahan amonia yang lebih besar tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kegelapan warna yang dihasilkan.

4.1.2 Pengaruh perlakuan fumigasi terhadap tingkat pewarnaan pada kayu Mahoni

Hasil pengamatan terhadap tingkat perubahan warna akibat perlakuan konsentrasi dan lamanya waktu reaksi terhadap kayu Mahoni disajikan pada Gambar 6.

Pada Gambar 6 terlihat secara umum seluruh sampel kayu Mahoni mengalami penggelapan warna dari warna kemerahan menjadi merah kecokelatan sampai cokelat kahitaman. Sampel kayu Mahoni yang difumigasi dengan amonia volume dua liter dan waktu fumigasi selama 24 jam belum memperlihatkan penggelapan warna yang nyata. Pada Gambar 6 terlihat sampel kayu Mahoni yang memiliki warna awal kemerahan tidak memperlihatkan perubahan warna yang berarti setelah difumigasi dengan amonia dua liter dan waktu reaksi selama 24 jam, yang berarti dengan waktu reaksi selama 24 jam amonia belum mampu berikatan secara sempurna dengan tanin kayu. Peningkatan waktu fumigasi menjadi 48 jam memberikan pengaruh nyata terhadap tingkat kegelapan yang dihasilkan sampel kayu Mahoni. Fumigasi dengan menggunakan amonia volume dua liter dan waktu reaksi selama 48 jam menghasilkan warrna merah kecokelatan pada sampel kayu Mahoni. Warna yang dihasilkan memiliki tingkat kegelapan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan sebelumnya (24 jam waktu fumigasi). Meningkatkan lama waktu reaksi fumigasi menjadi 72 jam ternyata tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tingkat kegelapan warna yang dihasilkan. Sampel kayu Mahoni yang difumigasi dengan amonia volume dua liter dan waktu reaksi selama 72 jam ternyata tidak menghasilkan tingkat kegelapan warna yang lebih tinggi jika


(26)

dibandingkan dengan sampel kayu Mahoni yang difumigasi dengan waktu reaksi sebelumnya (48 jam).

Peningkatan volume amonia menjadi empat liter memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan warna sampel kayu Mahoni. Pada Gambar 6 terlihat seluruh sampel kayu Mahoni yang difumigasi dengan amonia volume empat liter memiliki tingkat kegelapan warna yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan warna yang dihasilkan oleh sampel-sampel kayu Mahoni yang difumigasi dengan amonia volume dua liter.

Secara kualitatif pada perlakuan fumigasi menggunakan amonia dengan volume empat liter, seluruh sampel kayu Mahoni dengan tingkat perlakuan berbeda cenderung berubah warna dari warna kemerahan menjadi merah kecoklatan (Gambar 6), tetapi dengan intensitas yang lebih gelap jika dibandingkan dengan warna merah kecokelatan yang dihasilkan oleh sampel kayu Mahoni yang difumigasi dengan menggunakan amonia volume dua liter dan waktu reaksi selama 48 jam.

Peningkatan volume amonia menjadi enam liter ternyata juga memberikan hasil yang nyata terhadap tingkat penggelapan warna sampel kayu Mahoni. Seperti yang terlihat pada Gambar 6, seluruh sampel kayu Mahoni berubah warna menjadi cokelat kehitaman setelah difumigasi dengan menggunakan amonia volume enam liter. Pengaruh lama waktu reaksi tidak terlihat nyata pada perlakuan fumigasi dengan menggunakan amonia volume enam liter. Seperti yang terlihat pada Gambar 6, seluruh sampel kayu Mahoni yang difumigasi dengan amonia volume enam liter secara kualitatif berubah warna dengan tingkat kegelapan yang hampir sama.


(27)

Gambar 6 Tingkat pewarnaan karena perlakuan konsentrasi amonia dan lama waktu reaksi fumigasi pada jenis kayu Mahoni

Perkembangan warna hasil fumigasi dengan amonia pada volume dua liter

24 jam 48 jam 72 jam

Setelah disingkap dibawah pengaruh cuaca selama 12 minggu

Kontrol

Perkembangan warna hasil fumigasi dengan amonia pada volume empat liter

Kontrol 24 jam 48 jam 72 jam

Setelah disingkap dibawah pengaruh cuaca selama 12 minggu

Perkembangan warna hasil fumigasi dengan amonia pada volume enam liter

Kontrol 24 jam 48 jam 72 jam

Setelah disingkap dibawah pengaruh cuaca selama 12 minggu


(28)

Hasil pengamatan kualitatif terhadap foto sampel kayu Mahoni di atas mengindikasikan bahwa peningkatan volume amonia untuk meningkatkan perubahan warna juga menunjukkan penggelapan warna yang berarti. Kondisi ini

menunjukkan kayu Mahoni reaktif terhadap fumigasi amonia, sehingga teknik fumigasi amonia dapat diaplikasikan.

Kuantifikasi perubahan warna akibat perlakuan fumigasi dilakukan melalui analisis indeks warna RGB. Hasil pengukuran nilai indeks warna RGB akibat perlakuan fumigasi disajikan pada Gambar 7.

Penurunan nilai indeks warna merah tertinggi dimiliki pada sampel kayu Mahoni yang difumigasi dengan amonia volume dua liter, dimiliki oleh sampel kayu Mahoni yang difumigasi dengan waktu reaksi selama 48 jam, yaitu sebesar 0.06 poin. Penurunan nilai indeks warna hijau terbesar dimiliki oleh sampel kayu Mahoni yang difumigasi dengan waktu reaksi selama 72 jam, yaitu sebesar 0.04 poin. Peningkatan nilai indeks warna biru juga terjadi pada sampel kayu Mahoni yang difumigasi dengan waktu reaksi selama 72 jam, yaitu sebesar 0.08 poin.

Peningkatan volume amonia menjadi empat liter memberikan hasil nyata terhadap perubahan warna pada sampel kayu Mahoni. Sampel kayu Mahoni yang difumigasi dengan amonia empat liter dan waktu reaksi 24 jam mengalami penurunan indeks warna merah dengan nilai yang cukup signifikan, yaitu sebesar 0.09 poin, yang diikuti oleh sampel kayu Mahoni yang difumigasi dengan amonia volume empat liter dan waktu reaksi 48 dan 72 jam, dengan nilai masing-masing sebesar 0.08 dan 0.06 poin. Penurunan nilai indeks warna hijau tertinggi dimiliki oleh sampel kayu Mahoni yang difumigasi dengan amonia empat liter dan waktu fumigasi selama 72 jam, yang diikuti oleh sampel kayu Mahoni yang difumigasi dengan amonia empat liter dan waktu reaksi selama 48 dan 24 jam, dengan nilai masing-masing sebesar 0.04 dan 0.02 poin. Nilai peningkatan indeks warna biru terbesar dimiliki oleh sampel kayu Mahoni yang difumigasi dengan amonia empat liter dan waktu reaksi selama 72 dan 48jam, dengan nilai yang sama yaitu sebesar 0.13 poin.

Peningkatan volume amonia menjadi enam liter ternyata memberikan hasil yang signifikan terhadap tingkat kegelapan yang dihasilkan pada sampel kayu Mahoni. Pada Gambar 7 dapat dilihat Sampel kayu Mahoni yang difumigasi


(29)

Gambar 7 Hasil kuantifikasi warna kayu menggunakan indeks warna RGB akibat perlakuan fumigasi dengan menggunakan amonia volume dua liter (a), empat liter (b) dan enam liter (c) pada kayu Mahoni

(a)

(c) (b)


(30)

dengan amonia enam liter dan waktu reaksi selama 48 jam memiliki nilai penurunan indeks warna merah paling besar, yaitu dengan nilai sebesar 0.16 poin. Sampel kayu Mahoni yang difumigasi dengan amonia enam liter dan waktu reaksi selama 48 jam juga memiliki nilai peningkatan indeks warna biru yang signifikan, yaitu sebesar 0.19 poin. Peningkatan waktu reaksi menjadi 72 jam ternyata tidak memberikan hasil yang nyata terhadap tingkat kegelapan warna yang dihasilkan jika dibandingkan dengan sampel kayu Mahoni yang difumigasi dengan amoia enam liter dan waktu reaksi selama 48 jam. Hal ini juga diduga disebabkan karena reaksi antara amonia dengan tanin kayu Mahoni telah mencapai titik optimum, sehingga dengan peningkatan waktu reaksi selama 72 jam tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tingkat kegelapan warna yang dihasilkan. Nilai penurunan indeks warna merah yang dimiliki oleh sampel kayu Mahoni yang difumigasi dengan amonia volume enam liter dan waktu reaksi selama 72 jam adalah sebesar 0.11 poin, sedangkan nilai peningkatan indeks warna biru yang dihasilkan hanya 0.15 poin.

4.1.3 Pengaruh perlakuan fumigasi terhadap tingkat pewarnaan pada kayu Rambutan

Hasil pengamatan terhadap tingkat perubahan warna akibat perlakuan konsentrasi dan lamanya waktu reaksi terhadap kayu Rambutan disajikan pada Gambar 8.

Pada Gambar 8 terlihat sampel kayu Rambutan yang memiliki warna awal merah kecokelatan tidak mengalami perubahan warna yang berarti setelah difumigasi dengan menggunakan amonia volume dua liter dan waktu reaksi selama 24 jam.

Peningkatan waktu reaksi menjadi 48 jam ternyata berpengaruh terhadap perubahan warna pada sampel kayu Rambutan, yang dibuktikan dengan bertambah gelapnya warna yang dihasilkan. Peningkatan waktu reaksi menjadi 72 jam ternyata juga berpengaruh terhadap perubahan warna yang terjadi. Warna awal sampel kayu Rambutan yang merah kecokelatan berubah menjadi cokelat kehitaman setelah difumigasi dengan amonia dua liter dan waktu reaksi selama 72 jam. Dari gambaran diatas dapat disimpulkan bahwa peningkatan waktu fumigasi berpengaruh terhadap perubahan warna pada sampel kayu Rambutan.


(31)

Peningkatan volume amonia menjadi empat liter ternyata juga memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan warna pada sampel kayu Rambutan. Pada Gambar 8 nampak secara keseluruhan sampel kayu Rambutan yang difumigasi dengan amonia volume empat liter telah mengalami penggelapan warna mulai dari waktu reaksi 24 jam. Secara kualitatif pada Gambar 8 nampak hampir semua sampel kayu Rambutan yang difumigasi dengan amonia empat liter memiliki tingkat kegelapan yang hampir sama. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan lama waktu reaksi tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan warna pada sampel kayu Rambutan yang difumigasi dengan menggunakan amonia volume empat liter.

Peningkatan volume amonia menjadi enam liter tidak menunjukkan hasil yang nyata terhadap perubahan tingkat kegelapan warna yang dihasilkan pada sampel kayu Rambutan. Pada Gambar 8 dapat kita lihat tingkat kegelapan warna yang dihasilkan oleh sampel-sampel kayu Rambutan yang difumigasi dengan amonia enam liter tidak jauh berbeda dengan tingkat kegelapan warna yang dimiliki oleh sampel kayu Rambutan yang difumigasi dengan amonia empat liter.

Hasil pengamatan kualitatif terhadap foto sampel kayu Rambutan diatas mengindikasikan bahwa perlakuan fumigasi amonia untuk meningkatkan perubahan warna menunjukkan pengaruh yang nyata. Kondisi ini menunjukkan kayu Rambutan reaktif terhadap amonia dan dapat diaplikasikan untuk metode fumigasi amonia.


(32)

Gambar 8 Tingkat pewarnaan karena perlakuan konsentrasi amonia dan lama waktu reaksi fumigasi pada jenis kayu Rambutan

24 jam 48 jam

Kontrol

Perkembangan warna hasil fumigasi dengan amonia pada volume dua liter

24 jam 48 jam 72 jam

Setelah disingkap dibawah pengaruh cuaca selama 12 minggu

Kontrol

Perkembangan warna hasil fumigasi dengan amonia pada volume empat liter

Setelah disingkap dibawah pengaruh cuaca selama 12 minggu

Kontrol 24 jam 48 jam 72 jam

Perkembangan warna hasil fumigasi dengan amonia pada volume enam liter

24 jam 48 jam 72 jam

Setelah disingkap dibawah pengaruh cuaca selama 12 minggu


(33)

Gambar 9 Hasil kuantifikasi warna kayu menggunakan indeks warna RGB akibat perlakuan fumigasi dengan menggunakan amonia volume dua liter (a), empat liter (b) dan enam liter (c) pada kayu Rambutan

(a)

(c) (b)


(34)

Kuantifikasi perubahan warna akibat perlakuan fumigasi dilakukan melalui analisis indeks warna RGB. Hasil pengukuran nilai indeks warna RGB akibat perlakuan fumigasi disajikan pada Gambar 9.

Pada Gambar 9 nampak perubahan warna yang terjadi pada sampel kayu Rambutan yang difumigasi dengan amonia volume dua liter. Penurunan indeks warna merah terbesar dimiliki oleh sampel kayu Rambutan yang difumigasi dengan amonia volume dua liter dan waktu reaksi selama 48 jam, yaitu sebesar 0.19 poin, yang mengindikasikan warna kayu bertambah gelap. Sampel kayu Rambutan yang difumigasi dengan amonia volume dua liter dan waktu reaksi selama 72 jam memiliki nilai penurunan indeks warna merah sebesar 0.09 poin. Penurunan indeks warna hijau terjadi pada sampel kayu Rambutan yang difumigasi dengan amonia dua liter dan waktu reasi selama 24 dan 72 jam, namun sebaliknya indeks warna hijau pada sampel kayu Rambutan yang difumigasi dengan amonia dua liter dan waktu reaksi selama 48 jam justru mengalami peningkatan sebesar 0.01 poin. Penurunan indeks warna hijau terbesar dimiliki oleh sampel kayu Rambutan yang difumigasi dengan amonia dua liter dan waktu reaksi selama 72 jam, yaitu sebesar 0.01 poin, yang menandakan fumigasi dengan amonia efektif dilaukan pada kayu Rambutan. Peningkatan indeks warna biru terbesar dimiliki oleh sampel kayu Rambutan yang difumigasi dengan amonia dua liter dan waktu reaksi selama 48 jam, yaitu sebesar 0.11 poin. Sampel kayu Rambutan yang difumigasi dengan amonia dua liter dan waktu reaksi selama 72 jam memiliki nilai peningkatan indeks warna biru sebesar 0.10 poin.

Peningkatan volume amonia menjadi empat liter ternyata memberikan pengaruh nyata terhadap tingkat kegelapan warna yang dihasilkan. Sampel kayu Rambutan yang difumigasi dengan amonia empat liter dan waktu reaksi selama 48 jam memiliki nilai penurunan indeks warna merah terbesar, yaitu sebesar 0.16 poin, yang diikuti oleh sampel kayu Rambutan yang difumigasi dengan amonia volume empat liter dan waktu reaksi selama 72 dan 24 jam, dengan nilai masing-masing 0.10 dan 0.09 poin. Peningkatan indeks warna biru terbesar dimiliki oleh sampel kayu Rambutan yang difumigasi dengan amonia volume empat liter dan waktu reaksi selama 48 jam, yaitu sebesar 0.16 poin, yang diikuti oleh sampel kayu Rambutan yang difumigasi dengan amonia empat liter dan waktu reaksi selama 24 jam, yaitu sebesar sebesar 0.09 poin.


(35)

Peningkatan volume amonia menjadi enam liter ternyata tidak menunjukkan hasil yang signifikan terhadap perubahan warna pada sampel kayu Rambutan. Hal ini mengindikasikan bahwa pada perlakuan fumigasi menggunakan amonia volume empat liter dan waktu reaksi selama 48 jam, reaksi antara amonia dengan tanin pada kayu Rambutan telah mencapai titik optimum, sehingga dengan peningkatan volume amonia yang lebih besar tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kegelapan yang dihasilkan. Sampel kayu Rambutan yang difumigasi dengan amonia enam liter dan waktu reaksi 48 jam memiliki peningkatan nilai indeks warna merah tertinggi, yaitu sebesar 0.19 poin, yang diikuti oleh sampel kayu Rambutan yang difumigasi dengan amonia volume enam liter dan waktu reaksi selama 24 jam, yaitu sebesar 0.08 poin. Penurunan nilai indeks warna hijau hanya terjadi pada sampel kayu Rambutan yang difumigasi dengan amonia enam liter dan waktu reaksi selama 48 dan 72 jam, sedangkan sampel kayu Rambutan yang difumigasi dengan amonia enam liter dan waktu reaksi selama 24 jam mengalami peningkatan nilai indeks warna hijau. Penurunan nilai indeks warna hijau terbesar dimiliki sampel kayu Rambutan yang difumigasi dengan amonia volume enam liter dan waktu reaksi selama 48 jam yaitu sebesar 0.01 poin. Peningkatan nilai indeks warna biru terbesar dimiliki oleh sampel kayu Rambutan yang difumigasi dengan amonia volume enam liter dan waktu reaksi selama 48 jam, yaitu dengan nilai sebesar 0.12 poin.

4.1.4 Pengaruh perlakuan fumigasi terhadap tingkat pewarnaan pada kayu Durian

Hasil pengamatan terhadap tingkat perubahan warna akibat perlakuan konsentrasi dan lamanya waktu reaksi terhadap kayu Durian disajikan pada Gambar 10.

Pada Gambar 10 terlihat bahwa secara keseluruhan sampel kayu Durian tidak mengalami perubahan warna yang nyata. Penggelapan warna akibat fumigasi amonia tidak terlihat dengan jelas pada sampel kayu Durian.

Analisis kualitatif tidak menunjukkan perubahan warna sampel kayu Durian yang diinginkan secara signifikan. Sampel kayu Durian yang difumigasi dengan amonia dua liter secara umum tidak memperlihatkan penggelapan warna yang berarti dan tetap menunjukkan warna yang tidak terlalu berbeda dengan warna awal kayu Durian (kontrol). Peningkatan waktu reaksi menjadi 48 dan 72 jam ternyata


(36)

menunjukkan perbedaan warna yang kecil antara warna awal sampel kayu Durian yang telah difumigasi dengan warna sampel kayu Durian awal (kontrol). Sampel kayu Durian yang difumigasi dengan amonia dua liter dan waktu reaksi selama 48 jam menyebabkan sampel berubah warna menjadi cokelat terang. Sampel kayu Durian yang difumigasi dengan amonia dua liter dan waktu reaksi selam 72 jam ternyata juga memiliki warna yang tidak jauh berbeda dengan warna yang dimiliki oleh sampel sebelumnya, sehingga terlihat lama waktu fumigasi yang diterapkan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan warna pada sampel kayu Durian yang difumigasi dengan amonia volume dua liter.

Pengamatan terhadap Gambar 10 terindikasi bahwa peningkatan volume amonia menjadi empat liter juga hanya menyebabkan perubahan warna yang kecil pada sampel kayu Durian. Peningkatan lama waktu reaksi menjadi 48 dan 72 jam ternyata juga tidak menghasilkan perubahan warna yang nyata terhadap sampel kayu Durian. Hal ini dibuktikan dengan tidak meningkatnya kegelapan warna kayu Durian seiring dengan peningkatan waktu reaksi.

Sampel kayu Durian yang diberi perlakuan fumigasi dengan amonia volume enam liter ternyata juga tidak menyebabkan perubahan warna yang nyata. Pada Gambar 10 dapat dilihat perubahan warna yang sangat kecil terjadi pada sampel kayu Durian yang difumigasi dengan amonia enam liter. Peningkatan waktu fumigasi juga tidak mempengaruhi perubahan warna secara signifikan terhadap sampel kayu Durian yang difumigasi dengan amonia volume enam liter. Pada Gambar 10 juga terlihat seluruh sampel kayu Durian yang difumigasi dengan amonia enam liter dengan tingkat waktu reaksi bperbeda menghasilkan warna akhir yang relatif sama .


(37)

Gambar 10 Tingkat pewarnaan karena perlakuan konsentrasi amonia dan lama waktu reaksi fumigasi pada jenis kayu Durian

Setelah disingkap dibawah pengaruh cuaca selama 12 minggu

24 jam 48 jam 72 jam

Perkembangan warna hasil fumigasi dengan amonia pada volume empat liter

Setelah disingkap dibawah pengaruh cuaca selama 12 minggu

24 jam 48 jam 72 jam

Perkembangan warna hasil fumigasi dengan amonia pada volume enam liter

24 jam 48 jam 72 jam

Setelah disingkap dibawah pengaruh cuaca selama 12 minggu

Kontrol

Kontrol

Kontrol


(38)

Gambar 11 Hasil kuantifikasi warna kayu menggunakan indeks warna RGB akibat perlakuan fumigasi dengan menggunakan amonia volume dua liter (a), empat liter (b) dan enam liter (c) pada kayu Durian

(a)

(c) (b)


(39)

Hasil pengamatan kualitatif terhadap foto sampel kayu Durian diatas mengindikasikan bahwa peningkatan volume amonia dan waktu reaksi untuk meningkatkan perubahan warna tidak menunjukkan penggelapan warna yang

berarti. Kondisi ini menunjukkan kayu Durian kurang reaktif terhadap fumigasi amonia dan tidak dianjurkan pengaplikasian atau penggunaan metode fumigasi amonia.

Kuantifikasi perubahan warna akibat perlakuan fumigasi dilakukan melalui analisis indeks warna RGB. Hasil pengukuran nilai indeks warna RGB akibat perlakuan fumigasi disajikan pada Gambar 11.

Pada Gambar 11 nampak perubahan indeks warna merah yang kecil diperlihatkan oleh sampel kayu Durian yang difumigasi dengan amonia volume dua liter, yang mengindikasikan warna sampel kayu terfumigasi tidak jauh berbeda dengan warna awalnya. Nilai perubahan indeks warna tertinggi dimiliki oleh sampel kayu Durian yang difumigasi dengan amonia dua liter dan waktu reaksi selama 48 jam, yaitu sebesar 0.05 poin. Sampel kayu Durian yang difumigasi dengan amonia volume dua liter dan waktu reaksi selama 72 dan 24 jam mengikuti dengan nilai masing-masing 0.04 dan 0.03 poin. Penurunan indeks warna hijau hanya terjadi pada sampel kayu Durian yang difumigasi dengan amonia dua liter dan waktu reaksi 72 jam dengan nilai sebesar 0.05 poin. Berbeda dengan sampel kayu Durian yang difumigasi dengan amonia dua liter dan waktu reaksi 72 jam, sampel kayu Durian yang difumigasi dengan amonia dua liter dan waktu reaksi selama 24 dan 48 jam justru mengalami peningkatan indeks warna hijau, dengan nilai masing-masing 0.03 dan 0.01 poin. Terjadinya peningkatan nilai indeks warna hijau mengindikasikan bahwa fumigasi amonia tidak efektif diterapkan pada kayu Durian. Nilai peningkatan indeks warna biru seiring dengan peningkatan waktu reaksi. Nilai terbesar dimiliki oleh sampel kayu Durian yang difumigasi dengan amonia volume dua liter dan waktu reaksi selama 72 jam yaitu sebesar 0.05 poin.

Peningkatan volume amonia menjadi empat liter ternyata juga tidak menyebabkan perubahan yang berarti terhadap perubahan warna pada sampel kayu Durian. Penurunan indeks warna merah hanya terjadi pada sampel kayu Durian yang difumigasi dengan amonia empat liter dan waktu reaksi selama 24 jam, sedangkan sampel yang difumigasi dengan amonia empat liter dan waktu fumigasi selama 48 dan 72 jam justru mengalami peningkatan. Nilai peningkatan indeks warna hijau terbesar


(40)

dimiliki oleh sampel kayu Durian yang difumigasi dengan amonia volume empat liter dan waktu reaksi selama 24 jam, yaitu sebesar 0.03 poin, yang diikuti oleh sampel kayu Durian yang difumigasi dengan amonia empat liter dan waktu fumigasi selam 72 dan 48 jam, yaitu dengan nilai masing-masing sebesar 0.02 dn 0.01 poin. Peningkatan indeks warna biru hanya terjadi pada sampel kayu Durian yang difumigasi dengan amonia empat liter dan waktu reaksi selama 24 dan 72 jam, sedangkan sampel kayu Durian yang difumigasi dengan amonia volume empat liter dan waktu reaksi selama 48 jam mengalami penurunan nilai indeks warna biru. Peningkatan indeks warna biru terbesar dimiliki oleh sampel kayu Durian yang difumigasi dengan amonia empat liter dan waktu reaksi selama 24 jam, yaitu sebesar 0.03 poin.

Peningkatan volume amonia menjadi enam liter juga tidak memberikan hasil nyata terhadap perubahan warna pada sampel kayu Durian. Nilai penurunan indeks warna merah terbesar dimiliki oleh sampel kayu Durian yang difumigasi dengan amonia volume enam liter dan waktu reaksi selam 48 jam, yaitu sebesar 0.03 poin. Penurunan indeks warna hijau hanya terjadi pada sampel kayu Durian yang difumigasi dengan amonia volume enam liter dan waktu reaksi selama 48 jam, yaitu sebesar 0.02 poin. Nilai peningkatan indeks warna biru terbesar juga dimiliki oleh sampel kayu Durian yang difumigasi dengan amonia enam liter dan waktu reaksi selama 48 jam, dengan nilai sebesar 0.06 poin.

4.1.5 Pengaruh perlakuan fumigasi terhadap tingkat pewarnaan pada kayu Mindi

Hasil pengamatan terhadap tingkat perubahan warna akibat perlakuan konsentrasi dan lamanya waktu reaksi terhadap kayu Mindi disajikan pada Gambar 12.

Sama halnya dengan sampel kayu Durian, ternyata perlakuan fumigasi juga tidak memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan warna pada sampel kayu Mindi. Pada Gambar 12 nampak secara keseluruhan sampel kayu Mindi tidak mengalami perubahan warna yang signifikan setelah diberi perlakuan fumigasi. Sampel kayu Mindi yang difumigasi dengan amonia volume dua liter memperlihatkan warna yang tidak jauh berbeda dengan warna sampel awalnya. Peningkatan waktu fumigasi ternyata juga tidak memberikan hasil nyata terhadap perubaan warna kayu Mindi yang difumigasi dengan amonia volume dua liter. Pada Gambar 12 terlihat sampel kayu Mindi yang difumigasi dengan waktu yang lebih lama tidak menghasilkan perubahan warna


(41)

dibandingkan dengan sampel kayu Mindi yang difumigasi dengan waktu yang lebih singkat.

Peningkatan volume amonia menjadi empat liter juga tidak memberikan hasil yang nyata terhadap perubahan warna pada sampel kayu Mindi. Pada Gambar 12 terlihat seluruh sampel kayu Mindi yang difumigasi dengan amonia volume empat liter tidak mengalami perubahan warna yang berarti. Warna yang dihasilkan setelah diberi perlakuan fumigasi juga tidak terlalu berbeda dengan warna awal kayu Mindi (kontrol). Peningkatan waktu reaksi menjadi 48 dan 72 jam ternyata juga tidak memberikan hasil nyata terhadap perubahan warna pada kayu Mindi. Hal ini dibuktikan dengan tidak bertambah gelapnya warna yang dihasilkan seiring dengan peningkatan waktu reaksi.

Peningkatan volume amonia menjadi enam liter ternyata juga tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan warna kayu Mindi. Sampel kayu Mindi yang difumigasi dengan amonia enam liter memiliki warna yang hanya sedikit gelap jika dibandingkan dengan sampel kontrol.

Hasil pengamatan kualitatif terhadap foto sampel kayu Mindi diatas mengindikasikan bahwa peningkatan volume amonia dan waktu reaksi untuk meningkatkan perubahan warna tidak menunjukkan penggelapan warna yang berarti. Kondisi ini menunjukkan kayu Mindi kurang reaktif terhadap fumigasi amonia dan tidak dianjurkan penggunaan metode fumigasi amonia.


(42)

Gambar 12 Tingkat pewarnaan karena perlakuan konsentrasi amonia dan lama waktu reaksi fumigasi pada jenis kayu Mindi

Perkembangan warna hasil fumigasi dengan amonia pada volume dua liter

Setelah disingkap dibawah pengaruh cuaca selama 12 minggu

24 jam 48 jam 72 jam Kontrol

24 jam 48 jam 72 jam

Perkembangan warna hasil fumigasi dengan amonia pada volume empat liter

Kontrol

Setelah disingkap dibawah pengaruh cuaca selama 12 minggu

24 jam 48 jam 72 jam

Perkembangan warna hasil fumigasi dengan amonia pada volume enam liter

Kontrol

Setelah disingkap dibawah pengaruh cuaca selama 12 minggu


(1)

sample BA KA BKT_est BKT setelah A Rayap Sisa rayap mati M

MH1 14,183 21,430 11,680 11,561 1,019 15,000 35,000 0,700

MH2 15,732 20,880 13,015 12,918 0,742 9,000 41,000 0,820

rata-rata 14,958 21,155 12,347 12,240 0,880 12,000 38,000 0,760

NG1 15,101 17,350 12,868 12,762 0,826 11,000 39,000 0,780

NG2 14,563 18,600 12,279 12,196 0,677 11,000 39,000 0,780

rata-rata 14,832 17,975 12,574 12,479 0,752 11,000 39,000 0,780

RB1 20,448 15,750 17,666 17,551 0,649 16,000 34,000 0,680

RB2 21,132 14,850 18,400 18,263 0,743 10,000 40,000 0,800

rata-rata 20,790 15,300 18,033 17,907 0,696 13,000 37,000 0,740

DR1 14,028 19,380 11,751 11,628 1,044 23,000 27,000 0,540

DR2 14,048 19,180 11,787 11,673 0,969 12,000 38,000 0,760

rata-rata 14,038 19,280 11,769 11,651 1,007 17,500 32,500 0,650

MT1 14,313 18,280 12,101 11,845 2,115 26,000 24,000 0,480

MT2 13,680 17,080 11,684 11,530 1,321 20,000 30,000 0,600

rata-rata 13,997 17,680 11,893 11,688 1,718 23,000 27,000 0,540

MD1 11,961 18,830 10,066 9,984 0,811 12,000 38,000 0,760

MD2 13,841 18,980 11,633 11,583 0,430 18,000 32,000 0,640

rata-rata 12,901 18,905 10,849 10,784 0,621 15,000 35,000 0,700


(2)

sample BA KA BKT_est BKT setelah Rayap Sisa rayap mati M

MH1 17,927 21,500 14,755 14,723 0,215 11,000 39,000 0,780

MH2 14,693 20,880 12,155 12,062 0,765 5,000 45,000 0,900

rata-rata 16,310 21,190 13,455 13,393 0,490 8,000 42,000 0,840

NG1 17,516 19,180 14,697 14,663 0,232 19,000 31,000 0,620

NG2 18,909 18,230 15,993 15,814 1,122 14,000 36,000 0,720

rata-rata 18,213 18,705 15,345 15,239 0,677 16,500 33,500 0,670

RB1 22,603 15,180 19,624 19,596 0,143 24,000 26,000 0,520

RB2 21,565 12,600 19,152 19,047 0,548 35,000 15,000 0,300

rata-rata 22,084 13,890 19,388 19,322 0,345 29,500 20,500 0,410

DR1 14,873 19,200 12,477 12,365 0,900 14,000 36,000 0,720

DR2 13,427 19,200 11,264 11,241 0,207 26,000 24,000 0,480

rata-rata 14,150 19,200 11,871 11,803 0,553 20,000 30,000 0,600

MT1 14,887 18,530 12,560 12,531 0,228 21,000 29,000 0,580

MT2 13,759 18,700 11,591 11,489 0,883 33,000 17,000 0,340

rata-rata 14,323 18,615 12,076 12,010 0,556 27,000 23,000 0,460

MD1 14,329 18,880 12,053 11,812 2,002 17,000 33,000 0,660

MD2 14,384 20,580 11,929 11,791 1,157 10,000 40,000 0,800

rata-rata 14,357 19,730 11,991 11,802 1,580 13,500 36,500 0,730


(3)

sample

BA

KA

BKT_est

BKT setelah

Rayap Sisa

M

MH1

17,014

16,400

14,617

14,603

0,095

0,000

50,000

1,000

MH2

15,931

21,050

13,161

13,138

0,172

0,000

50,000

1,000

rata-rata

16,473

18,725

13,889

13,871

0,133

0,000

50,000

1,000

NG1

15,854

15,250

13,756

13,745

0,081

0,000

50,000

1,000

NG2

17,438

15,230

15,133

15,123

0,067

0,000

50,000

1,000

rata-rata

16,646

15,240

14,445

14,434

0,074

0,000

50,000

1,000

RB1

21,430

15,330

18,581

18,547

0,185

4,000

46,000

0,920

RB2

22,173

16,180

19,085

18,980

0,550

14,000

36,000

0,720

rata-rata

21,802

15,755

18,833

18,764

0,368

9,000

41,000

0,820

DR1

15,194

18,980

12,770

12,653

0,918

13,000

37,000

0,740

DR2

14,057

19,050

11,808

11,671

1,157

22,000

28,000

0,560

rata-rata

14,626

19,015

12,289

12,162

1,038

17,500

32,500

0,650

MT1

14,681

17,680

12,475

12,469

0,051

0,000

50,000

1,000

MT2

15,053

17,800

12,778

12,691

0,684

6,000

44,000

0,880

rata-rata

14,867

17,740

12,627

12,580

0,368

3,000

47,000

0,940

MD1

14,424

18,550

12,167

12,043

1,019

17,000

33,000

0,660

MD2

14,195

19,630

11,866

11,781

0,714

11,000

39,000

0,780

rata-rata

14,310

19,090

12,016

11,912

0,867

14,000

36,000

0,720


(4)

A = % Kehilangan Berat

sample

BA

KA

BKT_est

BKT setelah

A

Rayap Sisa

rayap mati

M

MH1

17,010

19,500

14,234

14,175

0,417

22,000

28,000

0,560

MH2

13,737

20,980

11,355

11,206

1,310

0,000

50,000

1,000

rata-rata

15,374

20,240

12,795

12,691

0,863

11,000

39,000

0,780

NG1

14,526

18,980

12,209

12,195

0,113

13,000

37,000

0,740

NG2

13,453

18,880

11,316

11,309

0,066

0,000

50,000

1,000

rata-rata

13,990

18,930

11,763

11,752

0,089

6,500

43,500

0,870

RB1

21,444

14,900

18,663

18,471

1,030

0,000

50,000

1,000

RB2

19,865

16,100

17,110

17,094

0,095

11,000

39,000

0,780

rata-rata

20,655

15,500

17,887

17,783

0,562

5,500

44,500

0,890

DR1

13,260

19,600

11,087

11,038

0,442

18,000

32,000

0,640

DR2

14,423

18,500

12,171

11,891

2,303

15,000

35,000

0,700

rata-rata

13,842

19,050

11,629

11,465

1,372

16,500

33,500

0,670

MT1

15,202

18,300

12,850

12,842

0,065

0,000

50,000

1,000

MT2

14,708

18,230

12,440

12,417

0,186

10,000

40,000

0,800

rata-rata

14,955

18,265

12,645

12,630

0,126

5,000

45,000

0,900

MD1

12,881

18,330

10,886

10,802

0,769

11,000

39,000

0,780

MD2

13,645

18,730

11,492

11,349

1,248

7,000

43,000

0,860


(5)

sample

BA

KA

BKT_est

BKT setelah

A

Rayap Sisa

M

MH1

15,287

17,380

13,024

13,013

0,081

8,000

42,000

0,840

MH2

14,264

21,280

11,761

11,752

0,078

0,000

50,000

1,000

rata-rata

14,776

19,330

12,392

12,383

0,080

4,000

46,000

0,920

NG1

15,626

19,680

13,056

13,048

0,065

0,000

50,000

1,000

NG2

15,058

17,030

12,867

12,846

0,162

7,000

43,000

0,860

rata-rata

15,342

18,355

12,962

12,947

0,113

3,500

46,500

0,930

RB1

21,803

12,500

19,380

19,245

0,699

11,000

39,000

0,780

RB2

19,885

13,750

17,481

17,121

2,061

22,000

28,000

0,560

rata-rata

20,844

13,125

18,431

18,183

1,380

16,500

33,500

0,670

DR1

13,831

18,830

11,639

11,518

1,042

24,000

26,000

0,520

DR2

13,149

19,500

11,003

10,946

0,521

9,000

41,000

0,820

rata-rata

13,490

19,165

11,321

11,232

0,782

16,500

33,500

0,670

MT1

15,240

17,380

12,983

12,971

0,096

0,000

50,000

1,000

MT2

14,540

18,130

12,308

12,297

0,093

0,000

50,000

1,000

rata-rata

14,890

17,755

12,646

12,634

0,095

0,000

50,000

1,000

MD1

12,915

18,430

10,905

10,839

0,607

12,000

38,000

0,760

MD2

13,005

19,330

10,898

10,712

1,710

17,000

33,000

0,660

rata-rata

12,960

18,880

10,902

10,776

1,158

14,500

35,500

0,710


(6)

RINGKASAN

ANDREAS PRADIBTA. Pengaruh Perlakuan Fumigasi Amonia Terhadap Tingkat

Pewarnaan dan Keawetan Beberapa Jenis Kayu Rakyat. Di bawah bimbingan

WAYAN DARMAWAN dan ISTIE SEKARTINING RAHAYU.

Belakangan ini hutan-hutan rakyat telah dikenal sebagai penghasil kayu yang handal yang memiliki peluang tinggi untuk dijadikan produk bernilai tambah tinggi khususnya furniture. Namun mengingat rendahnya kualitas tampilan (warna pucat dan tidak seragam, corak serat kurang menarik) jenis-jenis kayu rakyat tersebut maka perlu adanya upaya untuk meningkatkan kualitas penampilan alaminya (warna gelap cerah dan seragam, corak serat menarik) agar dapat bersaing dan diterima konsumen khususnya internasional seperti layaknya kayu-kayu yang sudah terkenal akan keindahan coraknya seperti kayu jati.

Salah satu proses penting dalam produksi meubel dan furniture adalah finishing. Proses ini pada dasarnya adalah memodifikasi penampilan kayu sedemikian rupa sehingga sesuai dengan hasil yang kita inginkan.

Menurut Kramer (1989), modifikasi penampilan atau warna kayu dapat dilakukan melalui dua tehnik yaitu: staining dan dyeing. Staining merupakan metode merubah warna alami kayu yang paling banyak diterapkan oleh industri kayu saat ini, karena banyaknya pilihan warna yang tersedia berupa stain. Namun tehnik ini dapat berimplikasi pada tertutupnya penampilan alami serat kayu yang indah akibat masuknya pigmen yang mengisi pori kayu sehingga mengurangi keindahan kayu. Ada tehnik lain yang dapat merubah warna alami kayu yang dicobakan pada penelitian ini, yaitu fumigasi amonia.

Penelitian fumigasi dilakukan dengan cara menempatkan contoh uji basah berukuran 2 x 8 x 15 cm dan 5 x 2,5 x 2 cm yang tediri dari kayu Durian, Nangka, Mahoni, Menteng, Mindi dan Rambutan ke dalam ruang fumigasi yang berukuran panjang 100 cm x lebar 50 cm x tinggi 70 cm sebanyak masing – masing 2 contoh uji untuk tiap jenis kayu yang nantinya di gunakan untuk uji daya tahan terhadap cuaca dan uji daya tahan terhadap rayap kayu kering. Tahap selanjutnya adalah memasukan larutan amonia pada volume dua, empat dan enam liter ke dalam ruangan tersebut. Pengamatan dilakukan pada selang waktu 24, 48 dan 72 jam. Contoh uji hasil fumigasi difoto dan diamati secara makroskopis dan mikroskopis serta dihitung nilai RGBnya.

Hasil yang diperoleh dari serangkaian percobaan di atas adalah perubahan warna hanya terjadi pada jenis sampel kayu Nangka, Mahoni dan Rambutan. Kayu Nangka memiliki nilai pergeseran warna yang paling tinggi dibandingkan dengan jenis kayu lainya. Peningkatan konsentrasi amonia berpengaruh terhadap tingkat kegelapan yang dihasilkan. Peningkatan konsentrasi amonia juga berpengaruh terhadap nilai mortalitas rayap dan persen kehilangan berat sampel kayu. Secara keseluruhan sampel uji kayu yang difumigasi dengan volume amonia yang lebih besar memiliki nilai mortalitas rayap lebih besar dan nilai kehilangan berat yang lebih kecil dibandingkan dengan sampel kayu yang difumigasi dengan volume amonia yang lebih kecil.