Identification and optimization of growth media of microalgae originated from Cipanas hot spring water West Java that is potential for biodiesel source

(1)

CIPANAS JAWA BARAT YANG BERPOTENSI

SEBAGAI BAHAN BAKU BIODIESEL

HENI HIDAJATININGTYAS

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Identifikasi dan Optimasi Media Tumbuh Isolat Mikroalga asal Sumber Air Panas Cipanas Jawa Barat yang Berpotensi sebagai Bahan Baku Biodiesel” merupakan gagasan dan karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, November 2011

Heni Hidajatiningtyas G353090011


(3)

Media of Microalgae Originated from Cipanas Hot Spring Water West Java that is Potential for Biodiesel Source. Supervised by TATIK CHIKMAWATI and MIFTAHUDIN

The increasing use of fossil fuel leads to the depletion of fuel sources and increases CO2 emission level into the environment that affects global warming. Microalgae is an alternative biodiesel source that is renewable and environmentally friendly. The objective of the research was to identify and optimize the growth media of microalgae isolate originated from Cipanas hot spring water. Identification was done based on morphological and 18S rDNA gene sequence approaches. Growth media experiment was designed as a factorial randomized block design. First factor was water media composition containing aquades and hot spring water with five level of aquades:hot spring water ratio, which were 1:0, 0:1, 1:1, 2:1, and 1:2 (v/v). The second factor was P concentration, which were 40, 80 and 120 ppm. The result showed that the morphologically a microalgae isolate had similarity to Chroococcus sp prokaryotic, but molecular data indicated that the microalgae was similar to uncultured freshwater eukaryote clones. The highest cell density of microalgae culture was 2.19 and 2,21 which were achieved when microalgae was cultured in aquades:hot spring water medium 1:2 (v/v) and in P concentration 120 ppm, respectively. The highest dry weight average of biomass (175 mg) was obtained in aquades:hot spring water 1:0 (v/v) with P concentration 120 ppm. Hot spring water could be substituted by aquades to gain high lipid content microalgae. Growth media containing aquades:hot spring water 1:0 (v/v) with P concentration 40 ppm produced the highest average of lipid content (21%) and highest average of lipid productivity, 17 mg l-1 day-1.


(4)

Isolat Mikroalga asal Sumber Air Panas Cipanas Jawa Barat yang Berpotensi sebagai Bahan Baku Biodiesel. Dibimbing oleh TATIK CHIKMAWATI dan MIFTAHUDIN.

Salah satu cara untuk mengatasi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil adalah dengan menggunakan bahan bakar alternatif seperti biodiesel yang terbarukan dan ramah lingkungan. Mikroalga dapat dijadikan alternatif sumber bahan baku biodiesel yang lebih efisien dalam pemanfaatan lahan. Untuk dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai bahan baku biodiesel, maka identitas isolat mikroalga harus diketahui dengan pasti, dan lingkungan tumbuh yang optimum juga harus tersedia. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan identifikasi isolat mikroalga berdasarkan ciri morfologi dan molekuler menggunakan sekuen gen 18S rDNA serta optimasi media tumbuh melalui modifikasi komposisi air media tumbuh dan konsentrasi P untuk menghasilkan pertumbuhan dan kandungan lipid yang tinggi pada isolat mikroalga yang berasal dari sumber air panas Cipanas di Jawa Barat.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2010 sampai bulan Juni 2011 di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Laboratorium Terpadu, dan Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Departemen Biologi FMIPA IPB Bogor. Identifikasi morfologi dilakukan berdasarkan buku identifikasi yang berjudul “The Freshwater Algae“ (Prescot 1978) dan buku “Introduction to the Algae Structure and Reproduction second edition” (Bold & Wyne 1985), sedangkan identifikasi molekuler dilakukan berdasarkan sekuen gen 18S rDNA.

Untuk mengetahui media tumbuh yang optimum untuk mikroalga, maka dilakukan percobaan laboratorium. Penelitian dilakukan dengan tahapan peremajaan isolat, verifikasi lipid, identifikasi morfologi, molekuler dan optimasi media tumbuh. Percobaan tersebut merupakan percobaan faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah komposisi air media terdiri dari lima taraf perbandingan aquades : air dari sumber air panas, yaitu 1:0, 0:1, 1:1, 2:1, dan 1:2 (v/v). Faktor kedua adalah konsentrasi P dengan tiga taraf, yaitu 40, 80 dan 120 ppm. Percobaan disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis sidik ragam pada tingkat kepercayaan 95% menggunakan program SPSS (Statistical Product Service Solution) dan dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test).

Pengamatan dengan mikroskop flourescence menunjukkan isolat mikroalga yang berasal dari sumber air panas (SAP) Cipanas berpendar warna merah kekuningan yang menunjukkan bahwa isolat mikroalga ini memiliki kandungan lipid netral yang dapat dijadikan bahan baku biodiesel. Pengamatan dengan mikroskop cahaya terlihat bahwa hasil kultur peremajaan isolat ini mengalami kontaminasi dengan organisme lain. Identifikasi isolat mikroalga yang dominan dalam media tumbuh berdasarkan ciri morfologi memiliki kemiripan dengan Chroococcus sp. yang merupakan organisme prokariot, sedangkan mikroalga jenis lain yang ada memiliki kemiripan dengan golongan Chlorophyta yang eukariot. Sementara identifikasi berdasarkan sekuen gen 18S rDNA menunjukkan


(5)

Pola pertumbuhan fase lag atau adaptasi terjadi pada hari kedua. Perlakuan komposisi air media yang mengandung aquades:SAP dengan perbandingan 1:2 (v/v) masih mengalami pertambahan sel sampai hari ke-14, sedangkan perlakuan air media menggunakan aquades saja mulai mengalami fase stasioner lebih cepat pada hari ke-10. Pertumbuhan tertinggi isolat mikroalga terjadi pada komposisi aquades:SAP dengan perbandingan 1:2 (v/v) dengan nilai OD sebanyak 2,19 dan pada perlakuan konsentrasi P 120 ppm dengan nilai OD sebanyak 2,21. Pertumbuhan mikroalga meningkat dengan semakin tingginya konsentrasi P yang ditambahkan ke media.

Interaksi antara komposisi media aquades:SAP dengan perbandingan 1:0 (v/v) dan konsentrasi P 120 ppm menghasilkan biomasa tertinggi sebanyak 175 gr per 100 ml isolat mikroalga yang dipanen. Peningkatan kandungan lipid isolat mikroalga tidak dipengaruhi oleh komposisi air media yang berarti penggunaan air media berupa aquades dapat digunakan dalam budidaya mikroalga asal ditambahkan hara essensial untuk pertumbuhan tanpa harus menggunakan air dari sumber air panas untuk media tumbuh mikroalga. Interaksi antara komposisi air media aquades:SAP dengan perbandingan 1:0 (v/v) dan konsentrasi P 40 ppm cenderung menghasilkan rata-rata bobot kering lipid yang paling tinggi dengan jumlah rata-rata 28 mg per 100 ml isolat mikroalga, kandungan lipid yang paling tinggi sebesar 21%, dan rata-rata produktivitas tertinggi sebesar 17 mg l-1 hari-1.

Peningkatan kandungan pati dipengaruhi peningkatan konsentrasi P. Rata-rata kandungan pati yang paling tinggi sebanyak 0,06 mg ml-1 diperoleh isolat yang media tumbuhnya mengandung P dengan konsentrasi 120 ppm, sedangkan rata-rata kandungan protein isolat yang paling tinggi (0,73 mg ml-1) dihasilkan pada perlakuan aquades:SAP dengan perbandingan 2:1 (v/v).


(6)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

CIPANAS JAWA BARAT YANG BERPOTENSI

SEBAGAI BAHAN BAKU BIODIESEL

HENI HIDAJATININGTYAS

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Biologi Tumbuhan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(8)

(9)

Nama : Heni Hidajatiningtyas NIM : G353090011

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Tatik Chikmawati, M.Si. Dr. Ir. Miftahudin, M.Si.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Biologi Tumbuhan Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Miftahudin, M.Si. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.


(10)

dan karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian yang berjudul “Identifikasi dan Optimasi Media Tumbuh Isolat Mikroalga asal Sumber Air Panas Cipanas Jawa Barat yang Berpotensi sebagai Bahan Baku Biodiesel“ ini didanai oleh Departemen Agama Republik Indonesia.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Tatik Chikmawati, M.Si. dan Dr.Ir. Miftahudin, M.Si. selaku pembimbing atas kesabarannya dalam memberikan saran, bimbingan, dukungan serta kesempatan dalam pelaksanaan penelitian dan penyempurnaan penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Dra. Nunik Sri Ariyanti, M.Si., atas kesediaannya sebagai penguji luar komisi dengan memberikan saran dan bimbingan dalam penyempurnaan penulisan tesis ini.

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Kementerian Agama Republik Indonesia yang telah mengadakan program beasiswa Pascasarjana (S2) bagi guru madrasah utusan daerah, Institut Pertanian Bogor yang telah memberi kesempatan belajar dan menambah wawasan, para staf dosen, pegawai TU, laboran Departemen Biologi, teman-teman yang bekerja di Laboratorium Fisiologi dan Genetika Molekuler atas kesabarannya membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian di laboratorium. Bapak Parman, dan juga kepada teman-teman Biologi Tumbuhan serta teman-teman di IPB yang senantiasa siap membantu dan memberi semangat untuk senantiasa berjuang menjadi lebih baik, yang ke semuanya tidak dapat saya sebutkan satu per satu, penulis mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dan kebersamaannya.

Akhirnya ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Purwadi S.Pddan ananda Yusrina Azmi Hidayat, ananda M Najib Taufiqurrahman dan ananda Syakira Nikmah atas dukungan, kekuatan, kesabaran, pengorbanan, dan ketulusannya dalam memberi motivasi dan semangat. Kepada Bapak (alm.), Ibu (alm.) yang selama hidup beliau senantiasa menjadi inspirasi, semangat, dukungan dan do’a untuk penulis dalam menyelesaikan tugas belajar di Pascasarjana IPB. Semoga Allah mengampuni segala kekhilafan beliau berdua dan menempatkannya di tempat yang mulia disisi-Nya. Amin. Kepada adik-adikku serta seluruh keluarga atas dukungan, doa dan kasih sayangnya selama ini. Kepada seluruh keluarga besar MTsN Pare Kediri Jawa Timur atas doa dan dukungannya. Semoga Allah senantiasa membalas kebaikan semuanya dengan pahala yang berlipat ganda, amin.

Semoga hasil penelitian ini bermanfaat, terutama dapat memberikan informasi untuk kepentingan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan kesejahteraan manusia terutama masyarakat Indonesia.

.

Bogor, November 2011


(11)

Penulis dilahirkan di Blitar propinsi Jawa Timur pada tanggal 7 Oktober 1969 sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak H. Moeksin Effendi (alm.) dan Ibu Hj. Moeslimah (alm.). Tahun 1988 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kediri, dan pada tahun 1988 penulis diterima pada Diploma III Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Malang dan lulus pada tahun 1991. Selanjutnya pada tahun yang sama melanjutkan S1 Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Malang dan lulus tahun 1994.

Saat ini penulis bekerja sebagai staf pengajar di Madrasah Tsanawiyah Negeri Pare Kabupaten Kediri Propinsi Jawa Timur. Tahun 2009 penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan ke Program Magister Sains pada Program Studi Biologi Tumbuhan Departemen Biologi FMIPA Institut Pertanian Bogor melalui Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dari Departemen Agama Republik Indonesia.


(12)

   

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Habitat dan Sebaran ... 5

Jenis Mikroalga Sumber Air Panas ... 6

Identifikasi Mikroalga ... 7

Pertumbuhan Mikroalga ... 8

Biomasa Mikroalga ... 10

1. Lipid Mikroalga ... 11

2. Karbohidrat Mikroalga ... 13

3. Protein Mikroalga ... 13

Peranan Mikroalga ... 13

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 15

Bahan Penelitian ... 15

Metode Penelitian ... 15

1. Peremajaan Mikroalga ... 15

2. Verifikasi Lipid Mikroalga ... 16

3. Identifikasi Mikroalga ... 17

3.1 Identifikasi Morfologi ... 17

3.2 Identifikasi molekuler ... 17

Isolasi DNA ... 17

Pemilihan Primer ... 18

Amplifikasi PCR ... 19

Pemurnian Hasil PCR ... 19

Sekuensing DNA ... 20

4. Perlakuan Media ... 20

4.1 Rancangan penelitian ... 20

4.2 Persiapan Media Tumbuh ... 21

4.3 Pelaksanaan Penelitian ... 21

4.4 Peubah yang Diamati ... 22

Pertumbuhan ... 22

Biomassa ... 22

Kandungan Lipid ... 22

Kandungan Pati ... 23


(13)

Hasil Penelitian ... 25

1. Identifikasi Mikroalga ... 25

2. Pertumbuhan Mikroalga ... 29

3. Biomassa Mikroalga ... 32

4. Kandungan dan Produktivitas Lipid Mikroalga ... 33

5. Kandungan Pati Mikroalga ... 33

6. Kandungan Protein Mikroalga ... 34

Pembahasan ... 35

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 43

Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45


(14)

Halaman 1 Komposisi kimia protein, karbohidrat, lipid dan asam nukleat

dalam % dari bobot kering mikroalga (Becker et al. 1994) ... 11

2 Kandungan lipid dari bobot kering pada beberapa mikroalga (%)

(Chisti 2007) ... 12

3 Rata-rata produksi biodiesel yang dihasilkan oleh beberapa jenis

tanaman per hektar (Chisti 2007) ... 14

4 Primer yang digunakan untuk amplifikasi gen 18S rDNA mikroalga

(Harada et al. 2007) ... 18

5 Daftar organisme yang mempunyai kemiripan DNA dengan isolat mikroalga berdasarkan hasil BLAST dari koleksi

database Bank Gen ... 29

6 Rata-rata OD pada hari ke-16 pada komposisi air media

yang berbeda ... 30

7 Rata-rata OD pada hari ke-16 pada 3 tingkat konsentrasi P (ppm)

yang berbeda ... 31

8 Bobot kering biomassa (mg) isolat mikroalga pada berbagai media dan

komposisi air konsentrasi P (ppm) ... 32

9 Bobot kering lipid (mg) isolat mikroalga pada berbagai komposisi

air media dan konsentrasi P (ppm) ... 33

10Kandungan lipid (%) isolat mikroalga pada berbagai komposisi

air media dan konsentrasi P (ppm) ... 33

11Produktivitas lipid (mg l-1 hari-1) isolat mikroalga pada berbagai

komposisi air media dan konsentrasi P (ppm) ... 33

12Kandungan pati (mg ml-1)pada isolat mikroalga pada tiga

konsentrasi P (ppm) yang berbeda ... 34

13Kandungan protein (mg ml-1) isolat mikroalga pada


(15)

Halaman 1 Diagram alir penelitian ... 16

2 Posisi primer forward-reverse gabungan menggunakan primer SR1-SR5 dengan SR4-SR9 dan perkiraan hasil PCR yang diharapkan ... 19

3 Denah percobaan dalam penempatan botol perlakuan berupa komposisi air media (A1) aquades:SAP (1:0)(v/v),(A2) Aquades:SAP (0:1)(v/v) (A3) aquades : SAP (1:1)(v/v),(A4) aquades:SAP (1:2)(v/v),

(A5) aquades:SAP (2:1)(v/v) dan (P1) konsentrasi P 40 ppm,

(P2) konsentrasi 80 ppm, (P3) konsentrasi 120 ppm ... 22

4 (A) Pengamatan hasil verifikasi lipid dengan mikroskop fluorescence (B) Pengamatan morfologi isolat mikroalga

dengan mikroskop cahaya ... 25

5 Hasil isolasi DNA (1,2) pita DNA isolat mikroalga

(3) marka molekuler yang digunakan 1 kb DNA Ladder ... 26

6 Hasil Amplifikasi DNA (PCR) gen 18S rDNA (1) pita DNA yang dihasilkan menggunakan primer forward-reverse SR1-SR 5 dengan panjang produk 600 bp (2) marker yang digunakan 1000 bp DNA Ladder (3) pita yang dihasilkan dengan menggunakan primer

forward-reverse SR4-SR9 dengan panjang produk 750 bp ... 27

7 Hasil sekuen gen 18S rDNA isolat mikroalga yang berasal dari sumber

air panas Cipanas ... 28

8 Pola pertumbuhan mikroalga pada komposisi air media yang berbeda aquades:SAP (1:0)(v/v)( ), aquades: SAP (0:1)(v/v)( ),

aquades:SAP (1:1)(v/v)( ), aquades: SAP (1:2)(v/v)( ),

aquades:SAP (2:1)(v/v)( ) ... 30

9 Pola pertumbuhan isolat mikroalga pada berbagai konsentrasi


(16)

Halaman

1 Komposisi media BG 11 untuk media mikroalga ... 51

2 Warna Isolat mikroalga yang mendapat perlakuan ... 52

3 Analisis sidik ragam rata-rata OD ... 54

4 Analisis sidik ragam rata-rata bobot kering biomassa ... 54

5 Analisis sidik ragam rata-rata bobot kering lipid ... 54

6 Analisis sidik ragam rata-rata kandungan lipid ... 55

7 Analisis sidik ragam rata-rata produktivitas lipid ... 55

8 Analisis sidik ragam rata-rata kandungan gula ... 55

9 Analisis sidik ragam rata-rata kandungan pati ... 56

10 Analisis sidik ragam rata-rata kandungan protein ... 56

11 Rata-rata persentase penyusutan bobot biomassa hari ke-16 isolat mikroalga ... 57

12 Kandungan unsur-unsur makro dan mikro dalam air dari sumber air Panas Cipanas Jawa Barat ... 57


(17)

Persediaan bahan bakar berbasis fosil semakin menipis seiring dengan meningkatnya pertambahan penduduk dunia, sedangkan masyarakat dunia terutama negara-negara berkembang seperti Indonesia memiliki ketergantungan yang sangat tinggi terhadap bahan bakar fosil tersebut untuk memenuhi keperluan hidupnya sehari-hari. Keadaan ini akan berdampak pada berbagai sektor terutama transportasi, sektor industri, pertanian bahkan ketahanan energi nasional. Dampak selanjutnya yang akan timbul dengan adanya penggunaan bahan bakar minyak bumi yang terus menerus mendorong peningkatan kadar emisi CO2 di atmosfir

yang akan berpengaruh terhadap pemanasan global dan perubahan iklim (Chisti 2007; Handoko et al. 2008)

Salah satu cara untuk mengatasi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil untuk pengadaan energi nasional antara lain dengan menggunakan bahan bakar alternatif seperti biodiesel yang terbarukan dan ramah lingkungan (Mahyudin & Kusnandar 2006). Ada banyak jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel diantaranya tanaman jarak pagar dan kelapa sawit. Akan tetapi pemenuhan kebutuhan akan biodiesel yang dihasilkan tanaman tersebut membutuhkan waktu yang lama dan lahan yang luas. Mikroalga dapat dijadikan sumber bahan baku biodiesel untuk bahan bakar alternatif yang lebih efisien dalam pemanfaatan lahan, karena budidaya mikroalga tidak membutuhkan lahan luas dan waktu panennya lebih cepat, selain itu biomassanya mempunyai kandungan lipid tinggi dan angka pertumbuhan sel yang cepat dengan penggandaan sel terjadi setiap 3,5 jam (Chisti 2007) serta tidak menyebabkan terjadinya kompetisi antara kebutuhan energi dan pangan.

Karakterisasi dan identifikasi mikroalga yang mempunyai potensi sebagai bahan baku biodiesel perlu dilakukan baik secara morfologi maupun secara molekuler dengan tujuan untuk mengetahui identitas jenis, karakter dan ciri-ciri khusus dari mikroalga yang potensial tersebut. Informasi yang dihasilkan akan sangat berguna sebagai bahan dasar penelitian selanjutnya.

Mikroalga merupakan organisme yang paling efektif dalam memanfaatkan energi cahaya matahari dan menyerap CO2 dari lingkungannya untuk melakukan


(18)

proses fotosintesis. Selain itu, biomassa dari banyak mikroalga mempunyai kandungan lipid tinggi. Organisme ini juga toleran terhadap perubahan kondisi lingkungan yang ekstrim seperti tanah, danau, air limbah, salju, suhu tinggi seperti sumber air panas dan kadar garam yang tinggi seperti laut (Agustini & Kabinawa 2010). Keunggulan mikroalga didukung dengan kondisi alam Indonesia memberikan keuntungan bagi Indonesia karena memiliki potensi kekayaan alam perairan yang dapat dikembangkan dimasa mendatang. Seperti diketahui Indonesia merupakan perairan tropis dengan kelimpahan sinar matahari dan memiliki 75% wilayahnya meliputi perairan dengan luas mencapai 5,8 juta km2.

Mikroalga berukuran mikro dapat ditemukan di berbagai macam habitat, antara lain di perairan dan tanah yang lembab. Biomassa mikroalga mengandung protein, lipid, dan karbohidrat, yang semuanya dapat dimanfaatkan. Lipid dapat dijadikan bahan baku biodiesel dan gliserin, karbohidrat dapat menghasilkan etanol melalui proses fermentasi, sedangkan protein dapat dijadikan bahan makanan dan bahan industri.

Pertumbuhan dan produksi mikroalga sangat dipengaruhi kondisi lingkungan. Adapun faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas lipid mikroalga antara lain intensitas cahaya, suhu, tekanan osmosis, pH dan konsentrasi nutrien dalam media (Becker et al.1994). Nybakken (1982) mengemukakan bahwa nutrisi anorganik utama yang diperlukan fitoplankton untuk tumbuh dan berkembang biak adalah N dalam bentuk NO3- dan P dalam bentuk PO43-.

Optimasi media tumbuh merupakan aspek yang sangat penting dalam pengembangan teknologi budidaya mikroalga untuk menghasilkan lipid mikroalga yang tinggi (Li et al. 2008). Pemberian kondisi media kultur yang tepat dengan cara melakukan pengaturan kondisi kultur dapat meningkatkan kandungan lipid mikroalga dengan rentangan 15-20% lipid di alam dapat ditingkatkan menjadi 60% di laboratorium dan menjadi 40% di ruang terbuka (Brown et al. 1994). Griffiths dan Harrison (2009) melaporkan bahwa untuk Chlorophyta terjadi perbedaan kandungan lipid dengan pengaturan konsentrasi N. Penggunaan N yang cukup dapat menghasilkan kandungan lipid antara 20-30%, sedangkan adanya pengurangan konsentrasi N dapat meningkatkan kandungan lipid antara 18-64%.


(19)

Selanjutnya Hidayat (2008) melaporkan bahwa mikroalga cenderung menghasilkan lipid yang tinggi dengan penambahan KH2PO4 (sebagai sumber P)

pada konsentrasi 0.6 mM dan KNO3 (sebagai sumber N) pada konsentrasi 0,2 M

dalam media tumbuhnya.

Penelitian Gunawan (2010) menggunakan empat isolat mikroalga yang berasal dari sumber air panas di Jawa Barat menunjukkan bahwa pada konsentrasi N dan intensitas cahaya rendah seluruh mikroalga memiliki kandungan dan produktivitas lipid yang tinggi, sebaliknya pada konsentrasi N dan intensitas cahaya yang tinggi, kandungan dan produktivitas lipid rendah. Isolat mikroalga yang berasal dari sumber air panas Cipanas mempunyai kandungan lipid tertinggi sebanyak 30% dan produktivitas lipid tertinggi 20 g l-1 hari-1pada konsentrasi N 0.5 M dan intensitas cahaya 70 µmol foton (m2)-1 detik-1 (5000 lux). Penelitian tersebut merupakan penelitian awal dalam usaha mengadaptasikan isolat mikroalga ke lingkungan budidaya sehingga masih menggunakan air dari sumber air panas tempat asal mikroalga dalam media tumbuhnya. Untuk memudahkan dalam pengembangan selanjutnya dari isolat tersebut, maka sangat diperlukan untuk mengganti air dari habitat asal dengan air biasa. Selain konsentrasi N, penentuan konsentrasi P dalam media juga sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan produktivitas lipid.

Pengaturan komposisi air media dan konsentrasi P yang digunakan untuk media tumbuh isolat mikroalga yang menghasilkan lipid perlu dilakukan untuk menentukan media yang tepat dalam meningkatkan kandungan dan produktivitas lipid pada mikroalga potensial yang berasal dari sumber air panas. Oleh karena itu, penentuan media yang tepat dengan pengaturan air media dan konsentrasi P untuk budidaya mikroalga sebagai bahan baku biodiesel dikaji lebih lanjut. Tujuan Penelitian

Penelitian tentang mikroalga ini bertujuan untuk:

1. Identifikasi isolat mikroalga yang berasal dari sumber air panas Cipanas berdasarkan ciri morfologi dan molekuler menggunakan sekuen gen 18S rDNA 2. Optimasi media tumbuh melalui modifikasi komposisi air media tumbuh dan konsentrasi P untuk menghasilkan pertumbuhan dan kandungan lipid yang


(20)

tinggi pada isolat mikroalga yang berasal dari sumber air panas Cipanas Jawa Barat.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai landasan untuk penelitian selanjutnya tentang identifikasi mikroalga yang potensial dan metode budidaya mikroalga yang menghasilkan lipid tinggi untuk bahan baku biodiesel dalam rangka mencari sumber bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan.


(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Mikroalga merupakan kelompok organisme renik yang dapat berupa sel tunggal maupun koloni yang tersebar luas di alam. Bentuk mikroalga bervariasi meliputi filamen atau berbentuk bulat atau lonjong yang sepanjang hidupnya dapat terapung bebas atau menetap di suatu tempat bahkan ada yang membentuk alat perekat terapung dalam kumpulan di permukaan perairan. Jenis mikroalga ditemukan ada lebih kurang 25.000 spesies (Bold et al. 1980; Wilson & Loomis 1962).

Bila dibandingkan dengan organisme fotosintetik lainnya, mikroalga paling efisien dalam menangkap dan memanfaatkan energi matahari dan CO2

untuk keperluan fotosintesis karena organisme ini mengandung klorofil serta pigmen-pigmen lain untuk melangsungkan fotosintesis menjadi biomassa dan akumulasi pati (Rodjaroen et al. 2007). Dengan demikian keberadaan mikroalga sangat membantu menyerap CO2 dari atmosfer, sehingga dapat mengurangi

bahaya gas-gas rumah kaca yang merupakan faktor-faktor penyebab terjadinya

global warming atau pemanasan global. Habitat dan Sebaran

Mikroalga ditemukan diberbagai perairan baik air tawar maupun air laut dan dijumpai hampir di semua lingkungan yang mengandung air, CO2 dan yang

terkena sinar matahari (Pelczar & Chan 1986). Pada umumnya mikroalga penyebarannya sangat luas dan kebanyakan hidup pada perairan air tawar terutama dari divisi Chrysophyta. Organisme ini dapat ditemukan pula pada perairan ekstrim yaitu daerah gersang atau tanah yang miskin hara. Bahkan terdapat jenis mikroalga yang mampu hidup di salju dan dapat tumbuh subur pada sumber air panas, dengan suhu sampai 85°C yang merupakan batas suhu tertinggi bagi kehidupan organisme dalam keadaan aktif dan mampu hidup pada pH antara 2-9 (Brown et al. 1994; Wilson & Loomis 1962).Mikroalga dapat bertahan hidup pada kondisi lingkungan yang ekstrim salah satunya disebabkan adanya musilagenous pada permukaan luar tubuhnya yang dapat melindungi organ sel yang ada dalam tubuhnya dari pengaruh temperatur dan pH yang berbeda (Wehr & Sheath 2003).


(22)

Jenis Mikroalga Sumber air Panas

Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak lokasi sumber air panas. Mikroalga yang mampu untuk beradaptasi pada sumber air panas dengan suhu dan pH yang berbeda kemungkinan adalah jenis yang berbeda. Menurut Stevenson et al. (1996) keanekaragaman spesies mikroalga di alam bertambah pada rentangan suhu antara 0-25°C dan akan mengalami penurunan pada suhu diatas 30°C. Peningkatan suhu perairan menunjukkan adanya perubahan dominasi oleh beberapa kelas mikroalga, antara lain Bacillariophyceae pada suhu kurang dari 20°C, pada suhu 15-30°C didominasi oleh Chlorophyceae, dan pada suhu lebih dari 30°C banyak dijumpai Cyanophyceae. Namun demikian, hasil penelitian Gunawan (2010) sedikit berbeda, yaitu pada empat sumber air panas yang ada di propinsi Jawa Barat dengan rentangan suhu antara 45-53°C dan pH 2-7,6. Chlorophyta merupakan divisi yang paling banyak ditemukan di empat lokasi sumber air panas tersebut, diikuti oleh divisi Cyanophyta dan Bacillariophyta, sedangkan Chrysophyta memiliki jumlah keragaman kelas yang paling sedikit.

Pada empat lokasi sumber air panas di Jawa Barat yang diteliti oleh Gunawan (2010), yaitu Cipanas, Ciwalini, Ciater dan Gunung Pancar ditemukan

Chroococcus sp. dari divisi Cyanophyta. Jenis mikroalga ini mampu bertahan hidup dalam kondisi laboratorium pada air media yang berasal dari keempat lokasi penelitian tersebut. Cyanophyta umumnya hidup pada perairan netral atau cenderung basa dan umumnya tidak ditemukan pada perairan dengan pH kurang dari 4 (Prihantini et al. 2008) dengan warna hijau kebiruan, koloni berbentuk

spherical (bulat), yang didalam selnya terdapat klorofil a, karoten dan xantofil (pada umumnya tidak dalam bentuk fikoeritrin, fikosianin) dan terdapat vakuola (Prescott 1978). Pada Chroococcus sp. memiliki fikosianin yang merespon sebagian besar energi yang diserap untuk fotosintesis yang hampir mendekati efisiensi energi yang diserap oleh klorofil untuk proses fotosintesis. Dinding selnya tipis dan mempunyai membran yang bagian luarnya dilapisi musilagenous yang menghubungkan bagian dasar dari koloni. Musilagenous pada Cyanophyta mengandung arabinosa, glukosa, galaktosa dan mannosa (Lewin 1962).

Penelitian Yani (2003) di daerah sumber air panas desa Air Putih Kecamatan Lebong Utara Provinsi Bengkulu menemukan beberapa kelas


(23)

mikroalga yaitu Cyanophyceae, Chlorophyceae, Bacillariophyceae, Chysophyceae, Cryptophyceae, Rhodophyceae, dan Xanthophyceae. Kandungan unsur hara yang terkandung pada suatu perairan juga berpengaruh pada jenis mikroalga yang mendominasi wilayah tersebut. Pada perairan yang memiliki konsentrasi P yang rendah (0,00-0,02 mg l-1) akan didominasi oleh diatom, pada perairan dengan konsentrasi P yang sedang (0,02-0,05 mg l-1) akan dijumpai Chlorophyceae yang melimpah, dan pada perairan yang memiliki konsentrasi P yang tinggi (>0,10mgl-1), maka Cyanophyceae menjadi dominan (Tambaru 2008). Identifikasi Mikroalga

Identifikasi mikroalga dilakukan dengan pendekatan morfologi harus dilengkapi dengan pendekatan molekuler (Berard et al. 2005) karena adanya plastisitas morfologi mikroalga. Karakterisasi untuk mempelajari morfologi mikroalga memerlukan identifikasi dari isolat dan kultur mikroalga (Kortikov et al. 2001). Identifikasi morfologi mikroalga dapat dilakukan menggunakan buku identifikasi antara lain buku dengan judul Introduction to the algae structure and reproduction second edition (Bold & Wynne 1985) berdasarkan ciri-ciri yang diamati dari spesies mikroalga. Identifikasi spesies secara morfologi memiliki kelemahan karena dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, sedangkan identifikasi secara molekuler akan menghasilkan informasi genetik yang lebih akurat dan lebih cepat serta tidak dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (Umayah & Purwantara 2006).

Identifikasi molekuler dilakukan dengan mengetahui urutan nukleotida gen 18S rDNA dan gen 16S rDNA. Gen 18S rDNA merupakan gen pengkode rRNA 18S pada organisme eukariotik, sedangkan gen 16S rDNA merupakan gen pengkode rRNA 16S pada organisme prokariotik. Gen ini mempunyai beberapa urutan nukleotida (basa) yang conserved (lestari) dan beberapa urutan yang bervariasi pada organisme Eukariotik dan Prokariotik, sehingga urutan nukleotida gen 18S rDNA dan gen 16S rDNA dapat digunakan untuk identifikasi mikroalga. Pertumbuhan Mikroalga

Pertumbuhan mikroalga meliputi empat tahapan yaitu fase lag, fase eksponensial, fase stasioner atau konstan dan diakhiri dengan fase kematian


(24)

(Sidabutar 1999). Fase lag merupakan fase adaptasi mikroalga terhadap media tumbuhnya. Fase eksponensial merupakan fase pertumbuhan secara pesat. Fase stasioner terjadi saat jumlah selnya relatif konstan dimana nutrisi dan jumlah selnya tidak seimbang yang selanjutnya diikuti dengan fase kematian ditandai dengan adanya penurunan jumlah sel.

Pertumbuhan mikroalga sangat dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara makro, mikro dan kondisi lingkungan. Kebutuhan unsur hara makro dan unsur hara mikro pada mikroalga yang hidup di perairan air tawar berbeda dengan yang hidup di perairan laut. Pada umumnya unsur hara utama yang dibutuhkan oleh mikroalga laut memiliki perbandingan rasio C:N:P:Si menurut Redfield berkisar antara 106:16:1:15 (Tambaru 2008). Intensitas cahaya mempengaruhi pertumbuhan dan kandungan lipid pada mikroalga. Penelitian yang dilakukan Gunawan (2010) melaporkan bahwa pada intensitas cahaya 5000 lux menunjukkan pertumbuhan yang optimal pada mikroalga.

Koleksi mikroalga di dalam laboratorium dapat menggunakan satu atau lebih jenis mikroalga yang diberi nutrien khusus ke dalam kultur seperti NO3- atau PO43- serta dilakukan penyinaran lampu (Bold & Wynne 1985). Media tumbuh

mikroalga yang digunakan harus mengandung unsur anorganik berupa N, P, Fe dan Si (Chisti 2007). Kultur mikroalga membutuhkan nutrien anorganik berupa unsur hara makro meliputi C, H, O, N, P, K, S, Mg, Si, dan Ca, sedangkan unsur mikro meliputi Fe, Zn, Cu, Na,Mo, Co, B, Mn, Cl dan Ni (Agustini & Kabinawa 2010;Hamim 2007). Unsur hara makro yang utama berupa N dalam bentuk NO3ˉ

dan P dalam bentuk PO43- diperlukan untuk pertumbuhan mikroalga, sehingga

kedua unsur tersebut merupakan faktor pembatas dalam pertumbuhan mikroalga.Penelitian yang dilakukan oleh Griffiths dan Harrison (2009) melaporkan bahwa pengurangan konsentrasi nitrogen pada media mikroalga hijau dapat meningkatkan kandungan lipid dari 41% menjadi dua kali lipat.

Unsur P sangat dibutuhkan oleh mikroalga dalam pengaturan proses pertumbuhan dan metabolisme yaitu digunakan untuk menyusun membran sel (fosfolipid), sebagai bahan dasar ATP dan sintesa asam nukleat (Theodorou et al.

1991; Ferrao-Filho et al. 2003). Unsur P dalam larutan nutrien biasanya dalam bentuk PO43- yang akan diserap oleh mikroalga dalam kondisi lingkungan banyak


(25)

menerima cahaya dan dalam pH antara 6-7 (Lewin 1962). Unsur hara makro seperti P penting dalam pembentukan protein. Pembatasan unsur P pada mikroalga hijau Selenastrum minutum menurunkan kandungan proteinnya (Theodorou et al. 1991). Hidayat (2008) juga melaporkan bahwa mikroalga menghasilkan kandungan lipid yang tinggi pada konsentrasi N sebanyak 0,2 M dan konsentrasi P sebanyak 0,6 mM dalam medium BG 11. Unsur K berfungsi dalam metabolisme karbohidrat, unsur Fe dan Na berperan dalam pembentukan klorofil. Unsur Si dan Ca merupakan bahan dalam pembentukan dinding sel.

Unsur hara mikro diberikan dalam jumlah kecil dan harus tetap ada dengan fungsi sebagai katalis selama proses biosintesis untuk menunjang pertumbuhan organisme. Dalam media tumbuh mikroalga biasanya ditambahkan EDTA atau sitrat untuk menstabilkan fungsi hara mikro dan juga berfungsi sebagai chelator (Widianingsih et al. 2008). Selain itu penambahan garam-garam fosfat sebagai larutan buffer atau larutan penyangga akan menyebabkan pH media tumbuh menjadi stabil (Sidabutar 1999). Pengkulturan mikroalga biasanya pada rentangan pH antara 7 sampai 9 dan pH yang optimum antara 8,2-8,7 yang akan meningkatkan angka pertumbuhan mikroalga (Abdulazis 2010).

Media tumbuh yang digunakan dalam skala laboratorium atau skala budidaya banyak variasinya dengan komposisi mineral yang berbeda sesuai kebutuhan dan jenis mikroalga yang digunakan. Pengkulturan mikroalga dalam kondisi fase ekponensial biasanya dilakukan dalam 4 sampai 7 hari inokulasi, pada rentangan waktu tersebut sebaiknya mikroalga diberi kondisi media dengan konsentrasi nutrien yang optimal bagi pertumbuhan mikroalga (Sutomo et al. 2007).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Hidayat (2008) diketahui bahwa medium BG 11 merupakan medium kultur yang terbaik bagi mikroalga. Menurut Rippka et al. (1979) biasanya medium BG 11 digunakan untuk mengisolasi Cyanophyta dan mikroalga air tawar. Medium BG 11 mengandung NO3ˉ sebagai sumber N, sedangkan HPO4²ˉ dan H2PO4ˉ sebagai sumber P dan


(26)

Biomassa Mikroalga

Mikroalga merupakan organisme yang mampu memanfaatkan CO2 karena

memiliki enzim Rubisco (Ribulosa 1,5 carboxylic biphosphat) dalam siklus Calvin. Hasil fotosintesis akan terakumulasi dalam bentuk biomassa. Biomassa yang terbentuk menurut perkiraan Chisti (2007) untuk tiap 1 m3 media tumbuh menghasilkan 1 kg bobot kering mikroalga. Berdasarkan perkiraan tersebut, maka untuk lahan 1 ha dalam hal ini setara dengan 10.000 m3 akan menghasilkan 10.000 kg bobot kering mikroalga, sehingga dari 10.000 kg bobot kering akan dihasilkan biodiesel 1.500 sampai 7.700 liter.

Biomassa yang terdapat dalam mikroalga mengandung karbohidrat, lemak dan protein. Namun, mikroalga lebih efektif menghasilkan selulosa, pati dan lipid (Sheehan et al. 1998). Menurut Becker et al. (1994) mikroalga mempunyai struktur sel yang sederhana yang menghasilkan biomassa dan produksi lipid lebih tinggi dibandingkan tanaman pertanian yang lain. Semua jenis alga memiliki komposisi kimia sel yang terdiri dari lemak (fatty-acids), karbohidrat, protein,dan asam nukleat. Namun masing-masing jenis mikroalga memiliki komposisi kimia berupa protein, karbohidrat (pati) dan lemak yangberbeda (Tabel 1). Perbedaan ini tergantung dari jenis dan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan mikroalga tersebut.

Sebagian besar mikroalga akan menghasilkan lipid dalam jumlah besar dengan adanya keterbatasan N dalam media tumbuhnya tetapi kekurangan nutrisi yang lain dalam media tumbuhnya dapat juga mengakibatkan peningkatan lipid yang dihasilkan (Borowitzka& Borowitzka 1988). Kondisi lingkungan kultur dan tempat yang berbeda juga akan mempengaruhi jumlah kandungan lipid, karbohidrat dan protein yang berbeda pula (Sutomo 2005). Penelitian Griffiths dan Harrison (2009) menyebutkan bahwa Chlorophyta dan Cyanophyta menghasilkan kandungan lipid yang berbeda dengan perlakuan dibawah kondisi medium yang mengandung N 100% dan penghilangan unsur N dari media tumbuh. Kandungan lipid pada Cyanophyta menunjukkan hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan kandungan lipid pada Chlorophyta.


(27)

1. Lipid Mikroalga

Pada umumnya mikroalga memiliki kandungan lipid bervariasi dari yang terendah sampai tertinggi, yaitu 1,9% sampai 40% (Tabel 1). Namun kondisi kultur dan waktu yang berbeda dapat meningkatkan kandungan lipid terlihat kandungan lipid mikroalga pada jenis mikroalga yang sama (Tabel 1 dan 2) memiliki kandungan lipid berbeda. Pada kondisi pertumbuhan normal kandungan lipid mikroalga 10-30% bobot kering (Schenk et al. 2008). Kandungan lipid mikroalga dengan rata-rata sebesar 40%, melebihi kadar lipid tanaman darat seperti kelapa, jarak pagar, dan kelapa sawit.

Tabel 1 Komposisi kimia protein, karbohidrat, lipid dan asam nukleatdalam% dari bobot kering mikroalga (Becker et al. 1994).

Komposisi kimia Protein Karbohidrat Lipid Asam nukleat

Scenedesmus obliquus 50-56 10-17 12-14 3-6

Scenedesmus quadricauda 47 - 1.9 -

Scenedesmus dimorphus 8-18 21-52 16-40 -

Chlamydomonas rheinhardii 48 17 21 -

Chlorella vulgaris 51-58 12-17 14-22 4-5

Chlorella pyrenoidosa 57 26 2 -

Spirogyra sp. 6-20 33-64 11-21 -

Dunaliella bioculata 49 4 8 -

Dunaliella salina 57 32 6 -

Euglena gracilis 39-61 14-18 14-20 -

Prymnesium parvum 28-45 25-33 22-38 1-2

Tetraselmis maculata 52 15 3 -

Porphyridium cruentum 28-39 40-57 9-14 -

Spirulina platensis 46-63 8-14 4–9 2-5

Spirulina maxima 60-71 13-16 6-7 3-4.5

Synechoccus sp. 63 15 11 5


(28)

Lipid alami yang dihasilkan oleh mikroalga berupa triasilgliserol serupa dengan lipid yang dihasilkan tumbuhan tinggi bahkan beberapa jenis mikroalga dapat menghasilkan triasilgliserol hingga 60% dari berat tubuh mikroalga (Sheehan et al.1998). Sintesis triasilgliserol (TAGSs) menurut Sheehan et al.

(1998) terjadi karena adanya reaksi enzimatik oleh enzim Carboxylic Acetylcoenzyme A (ACCase) dalam biosintesis protein yang dapat mengkonversi lipid menjadi asam lemak. Berdasarkan penelitian Pratoomyot et al. (2005) menyebutkan bahwa asam lemak yang terdapat pada mikroalga mengandung jumlah atom karbon C14, C16, C18 dan C20.

Tabel 2 Kandungan lipid dari bobot kering pada beberapa mikroalga (%) (Chisti 2007).

Mikroalga Kandungan

lipid

Botryococcus braunii 25–75

Chlorella sp. 28–32

Crypthecodinium cohnii 20

Cylindrotheca sp. 16–37

Dunaliella primolecta 23

Isochrysis sp. 25–33

Monallanthus salina >20

Nannochloris sp. 20–35

Nannochloropsis sp. 31–68

Neochloris oleoabundans 35–54

Nitzschia sp. 45–47

Phaeodactylum tricornutum 20–30

Schizochytrium sp. 50–77

Tetraselmis sueica 15–23

Lipid mikroalga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel. Griffiths dan Harrison (2009) melaporkan bahwa kelompok mikroalga yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku biodiesel, yakni diatom (Bacillariophyceae), mikroalga hijau (Chlorophyceae), dan mikroalga hijau biru (Cyanophyceae).


(29)

2. Karbohidrat Mikroalga

Karbohidrat merupakan salah satu komponen penting dalam metabolisme yang mensuplai energi yang dibutuhkan dalam respirasi dan proses penting lainnya. Kandungan karbohidrat pada beberapa makroalga bervariasi dan diketahui pada Chlorophyta lebih tinggi dibandingkan dengan Phaeophyta dan Rhodophyta (Kumar etal. 2010). Karbohidrat dalam mikroalga yang terlarut dalam sitoplasma dalam bentuk glukosa, sedangkan yang tersimpan sebagai cadangan makanan dalam bentuk pati. Pirenoid di dalam kloroplas merupakan tempat pembentukan pati dan umumnya terdapat butiran lipid didalam atau diluar kloroplas. Endapan pati banyak terdapat pada sel yang tumbuh pada lingkungan yang miskin nutrien dimana ketersediaan N dan P rendah (Hoek et al. 1997;Wilson & Loomis 1962). Pati yang terdapat dalam mikroalga dapat ditemukan dalam bentuk karbohidrat, glukosa dan polisakarida yang lain (Rodjaroen et al. 2007).

3. Protein Mikroalga

Protein mempunyai fungsi penting sebagai katalis enzim, sistem transport dan penyimpanan, mengontrol diferensiasi sel. Protein mikroalga meliputi glutamat, asam aspartat, valin, leusin, alanin, arginin, lysin dan phenyl alanin terdapat dalam konsentrasi tinggi, sedangkan sistein dan histidin dalam konsentrasi rendah (El-Sarraf & El-Shaarawy 1994). Menurut Chrismadha et al.

(2006) kandungan protein dipengaruhi oleh konsentrasi N dan P yang terdapat dalam media tumbuh mikroalga sehingga apabila konsentrasi N dan P dalam media menurun akan menyebabkan kandungan protein menurun yang diikuti degradasi komponen sel yang berkaitan dengan proses sintesa protein termasuk klorofil a dan pigmen lainnya. Kandungan protein pada makroalga hijau dan merah rata-rata 21-35% dari berat basah lebih tinggi dibandingkan kandungan protein makroalga coklat pada umumnya dengan rata-rata: 10-17% dari berat basah (Kumar et al. 2010)

Peranan Mikroalga

Mikroalga telah sejak lama dimanfaatkan sebagai bahan makanan, terutama sebagai sumber vitamin, anti oksidan, pewarna atau bahan aditif yang


(30)

aman, serta digunakan pula dalam industri farmakologi dalam skala besar. Di alam, mikroalga mengambil peranan yang penting sebagai akumulator logam berat (adsorben logam berat), yaitu mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untuk mengadsorpsi ion-ion logam, baik dalam keadaan hidup maupun dalam bentuk sel mati (biomassa). Peranan mikroalga yang lain adalah sebagai penyerap CO2, dan juga berasosiasi dengan bakteri untuk mengikat N (Sheehan et al.1998).

Biodiesel mikroalga merupakan bahan bakar bersifat dapat diperbaharui dan paling ramah serta tidak beracun terhadap lingkungan dibanding minyak tanah yang biasa digunakan sebagai bahan dasar minyak diesel, karena biodiesel dari mikroalga netral dari unsur karbon (tidak terikat dengan karbon) sehingga hanya menyisakan uap air dan energi panas, selain itu dapat terdekomposisi oleh dekomposer (Mahyudin & Kusnandar 2006; Widjaya 2009).

Mikroalga dapat menghasilkan 150-200 kali lipid lebih banyak dibanding tumbuhan penghasil lipid (kelapa sawit, jarak pagar) pada kondisi terbaiknya per akre per tahun (Tabel 3). Mikroalga memiliki potensi yang paling besar sebagai penghasil bahan baku biodiesel dibandingkan dengan tumbuhan lainnya. Berbeda dengan tumbuhan lain, mikroalga mampu menghasilkan lipid sangat tinggi untuk bahan baku pembuatan biodiesel dengan waktu panen cepat (Chisti 2007).

Tabel 3 Rata-rata produksi biodiesel yang dihasilkan oleh beberapa jenis tanaman per hektar (Chisti 2007).

No Jenis tanaman Produksi biodiesel(l ha-1) Luas lahan (ha)

1 Jagung 172 1540

2 Kedelai 446 594

3 Canola 1190 223

4 Jarak 1892 140

5 Kelapa 2689 99

6 Kelapa Sawit 5950 45


(31)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2010 sampai bulan Juni 2011 di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Laboratorium Terpadu, dan Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Departemen Biologi FMIPA IPB Bogor.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat mikroalga asal sumber air panas Cipanas (koleksi dari Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Departemen Biologi FMIPA IPB).

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan tahapan peremajaan isolat, verifikasi lipid, identifikasi morfologi dan molekuler serta optimasi media tumbuh isolat mikroalga (Gambar 1).

1. Peremajaan Mikroalga

Tahapan peremajaan ini dilakukan untuk mendapatkan jumlah dan masa sel isolat mikroalga yang cukup untuk digunakan pada tahapan uji selanjutnya. Tahapan ini dilakukan dengan menumbuhkan masing-masing isolat mikroalga pada media yang berisi air dari sumber air panas (SAP) ditambah media BG 11 (Lampiran 1) dan isolat mikroalga dalam botol volume 500 ml, dengan perbandingan secara berurutan SAP: media BG 11: mikroalga = 346,4 ml: 3,6 ml: 50 ml. Selanjutnya diberi aerasi dan pencahayaan 5000 lux selama 16-21 harisampai mencapai Optical Density (OD) diatas 1 untuk mendapatkan mikroalga yang jumlahnya sesuai dengan kebutuhan penelitian.


(32)

Gambar 1 Diagram alir penelitian

2. Verifikasi Lipid Mikroalga

Mikroalga yang dapat dijadikan sebagai bahan baku biodiesel harus diketahui memiliki kandungan lipid. Pengujian ada tidaknya lipid dilakukan dengan menggunakan larutan nile red (NR) (Cooksey et al. 1987). Larutan stok NR berupa 1 mg NR yang dilarutkan dalam 1 ml aceton. Isolat mikroalga sebanyak 1 ml ditetesi larutan stok NR sebanyak 10 µl dan dibiarkan selama 20-30 menit. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop fluorescence

Media optimum Isolat mikroalga

Peremajaan isolat mikroalga

Identifikasi

Percobaan media tumbuh 1. Identifikasi lipid

Pengamatan parameter : 1. Pertumbuhan

2. Bobot kering biomassa 3. Bobot kering lipid 4. Kandungan pati 5. Kandungan protein 2. Identifikasi morfologi

3. Identifikasi molekuler

4. Sekuensing DNA

5. Analisis bioinformatika (BLAST)


(33)

dengan filter biru pada panjang gelombang 450-490 nm. Jika sel mikroalga berpendar warna kuning maka mikroalga tersebut mengandung lipid netral sebagai bahan baku biodiesel.

3. Identifikasi Mikroalga 3.1Identifikasi Morfologi

Identifikasi morfologi isolat mikroalga dilakukan dengan pengamatan menggunakan mikroskop cahaya dengan beracuan pada buku identifikasi yang berjudul “The Freshwater Algae“ (Prescot 1978) dan buku “Introduction to the Algae Structure and Reproduction second edition” (Bold & Wyne 1985).

3.2Identifikasi Molekuler Isolasi DNA

Isolasi DNA dilakukan dengan metode Sambrook et al. (1989) yang telah dimodifikasi yaitu dengan menyiapkan 500 µl isolat mikroalga ke dalam tabung eppendorf ukuran 2 ml steril lalu disentrifus dengan kecepatan 13000 rpm selama 5 menit. Pelet yang dihasilkan dipindahkan ke tabung baru dan ditambah 650 µl buffer lysis SDS. Bahan yang sudah disiapkan disentrifus dengan kecepatan 13000 rpm selama 15 menit. Supernatan diambil dan ditambah dengan 1 volume FCIAA (25:24:1), kemudian dicampur dengan cara dibolak-balik selama 5 menit dengan perlahan. Langkah selanjutnya larutan disentrifus dengan kecepatan 13000 rpm selama 10 menit. Hasilnya ditambahkan lagi dengan 1 volume CIAA (24:1) dan dicampur lagi dengan dibolak-balik selama 5 menit, kemudian disentrifus dengan kecepatan 13000 rpm selama 10 menit. Supernatan yang dihasilkan dipindahkan ke dalam eppendorf baru ukuran 1,5 ml steril lalu ditambahkan dengan 1 volume isopropanol dan dicampur perlahan selama 5 menit kemudian disentrifus dengan kecepatan 13000 rpm selama 10 menit.

Pelet DNA yang diperoleh ditambah dengan etanol 70%, dicampur dengan dibolak-balik dan disentrifus lagi dengan kecepatan 4000 rpm selama 1 menit. Selanjutnya pelet dipisahkan dari supernatan dan diinkubasi dalam suhu 37°C. Setelah kering ditambahkan dengan TE (50 µl) dan disimpan dalam suhu 4°C.


(34)

Pengecekan ada tidaknya DNA dilakukan dengan elektroforesis menggunakan gel agarose 1% dalam buffer Tris-Borate-EDTA (TBE), dengan daya 65 volt selama 1 jam. Hasil elektroforesis diamati dengan penyinaran lampu UV.

Pemilihan Primer

Penentuan primer untuk amplifikasi harus disiapkan sesuai dengan tujuan penelitian. Persiapan untuk tahapan amplifikasi DNA dimulai dengan pengecekan primer yang akan digunakan untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya kesalahan dalam melakukan identifikasi molekuler. Primer yang digunakan adalah pasangan primer forward SR1 dan SR4, primer reverse SR5 dan SR9 yang dikombinasi seperti pada Tabel 4 yang dikembangkan dari sekuen gen 18S rDNA dari organisme eukariotik (Harada et al. 2007). Posisi primer forward-reverse

yang digunakan pada DNA cetakan ditunjukkan pada Gambar 2 .

Tabel 4 Primer yang digunakan untuk amplifikasi gen 18S rDNA mikroalga (Harada et al. 2007)

Fragmen Primer Posisi basa Hasil yang

diharapkan 1 SR1( Forward)

5’-TACCTGGTTGATCCTGCCAG-3’

1–10

SR5(Reverse)

5’-ACTACGAGCTTTTTAACTGC-3’

630–611

600 bp

2 SR4(Forward)

5’-AGGGCAAGTCTGGTGCCAG-3’

548–566

SR9( Reverse)

5’AACTAAGAACGGCCATGCAC-3’

1286–1267


(35)

Gambar 2 Posisi primer forward-reverse gabungan menggunakan primer SR1-SR5 dan primer SR4-SR9 dan perkiraan hasil PCR yang diharapkan.

Amplifikasi PCR

Amplifikasi gen 18S rDNA dari isolat mikroalga untuk 50 µl reaksi mengandung 0,5 µl Taq Polimerase 0.5v; 5 µlbuffer PCR (10x);1 µl Primer Forward 10 µM;1 µl Primer Reverse10 µM; 2,5 µl dNTPs 2 mM; 37,5 µl aqudestilata steril; 2,5 µl DNA template (DNA cetakan). Amplifikasi gen 18S rDNA dilakukan dengan PCR menggunakan kondisi PCR sebagai berikut: pra denaturasi 94oC selama 3 menit, kemudian dilanjutkan dengan denaturasi 94oC selama 1 menit, annealing 55oC selama 1 menit, elongasi 72oC selama 2 menit sebanyak 35 siklus, dan diakhiri dengan final extention 72oC selama 10 menit, dan pasca PCR 15°C selama 59 menit. Setelah dilakukan amplifikasi dilanjutkan pengecekan hasil PCR dengan menggunakan elektroforesis menggunakan agarose 1% dengan daya 65 volt selama 1 jam. Hasil elektroforesis diamati menggunakan lampu UV.

Pemurnian Hasil PCR

Hasil PCR dipurifikasi mengikuti protokol Promega dengan metode sentrifus sebelum dilakukan sequensing. Tahapan purifikasi diawali dengan melakukan elektroforesis sebanyak ±50 µl dari hasil PCR pada gel agarose 1%. Pita pada gel yang terdapat DNA dipotong diatas meja lampu UV. Masing-masing potongan gel dari hasil reaksi PCR ditempatkan ke dalam satu minikolum SV tabung koleksi. Campuran gel yang mencair dipindahkan ke minikolum SV dan diinkubasi selama 1 menit pada suhu ruang. Sampel dalam rakitan minikolum

Produk 600 bp

Produk 750 bp

SR1 SR5


(36)

SV disentrifus dalam mikrosentrifugasi pada kecepatan 14.000 rpm selama 1 menit. Minikolom SV dipindahkan dari rakitan kolom putar dan cairan dikeluarkan dari tabung koleksi. Minikolom dalam tabung koleksi dicuci dengan menambahkan 700 µl larutan pencuci membran yang sebelumnya dilarutkan dengan etanol 95%.

Cairan dalam rakitan minikolom SV disentrifus dengan kecepatan 14.000 rpm selama 1 menit. Pencucian diulangi dengan 500 µl larutan pencuci membran dan disentrifusi dengan kecepatan 14.000 rpm selama 5 menit. Rakitan minikolom SV dari sentrifus dipindahkan secara hati-hati. Tabung koleksi dikosongkan dan dilakukan sentrifus ulang dari kolom rakitan selama 1 menit dengan mikrosentrifus yang tutupnya terbuka agar residu etanol terevaporasi sebanyak-banyaknya. Selanjutnya minikolom SV dipindahkan secara hati-hati ke tabung mikrosentrifus 1,5 ml. Air bebas ion-nuklease sebanyak 50 µl ditambahkan pada minikolom SV secara langsung ke tengah kolom tanpa menyentuh membran dengan ujung pipet dan diinkubasi pada suhu ruang selama 1 menit. Minikolom SV tersebut disentrifus dengan kecepatan 14.000 rpm selama 1 menit dan tabung mikrosentrifus yang mengandung DNA disimpan pada suhu 4°C atau -20°C. Pengecekan hasil purifikasi dilakukan dengan elektroforesis menggunakan agarose 1% dengan daya 65 volt selama 1 jam. Hasil elektroforesis diamati menggunakan lampu UV.

Sekuensing DNA

Hasil pemurnian disekuen dengan metode Sanger menggunakan alat ABI 3730XL (Sambrook et al. 1989). Data yang diperoleh digunakan untuk analisis bioinformatika (BLAST) berdasarkan aksesi data base dari Bank Gen (http: // www.ncbi.nlm.nih.gov [10 Juli 2011]).

4. Perlakuan Media Tumbuh 4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan percobaan faktorial dengan dua faktor yaitu faktor pertama komposisi air untuk media yang terdiri dari lima taraf yaitu aquades:SAP dengan perbandingan 1:0, 0:1, 1:1, 2:1, dan 1:2 (v/v). Faktor kedua


(37)

konsentrasi P yang terdiri dari tiga taraf yaitu 40, 80 dan 120 ppm. Masing-masingkombinasi perlakuan dilakukan tiga ulangan, sehingga secara keseluruhan ada 45 satuan percobaan. Percobaan disusun berdasarkan rancangan acak kelompok (RAK).

4.2. Persiapan Media Tumbuh

Isolat mikroalga ditumbuhkan pada media BG 11 (Lampiran 1) yang mengandung berbagai macam hara makro dan hara mikro yang dibutuhkan oleh mikroalga. Pembuatan stok bahan berupa K2HPO4, NaNO3,MgSO4.7H2O,

CaCl2.2H2O,Citric Acid,Fe- Amonium Citrat, Na2EDTA,Na2CO3, trace element

untuk pembuatan media BG11 (komposisi pada Lampiran 1) disiapkan dengan menggunakan botol yang berbeda untuk masing-masing bahan dalam keadaan steril. Persiapan media untuk perlakuan harus dilakukan dalam keadaan segar (dibuat segera sebelum dipakai). Tahapan perlakuan untuk unsur P menggunakan K2HPO4sebagai sumber P dari media BG 11 diberikan bervariasi dengan

konsentrasi P 40, 80 dan 120 ppm sesuai dengan perlakuan yang akan diberikan sebanyak 1 ml untuk 1 liter air media.

4.3. Pelaksanaan Penelitian

Botol media ukuran 500 ml yang steril diisi dengan air media yang berbeda sesuai dengan perlakuan air media yang akan diberikan dengan perbandingan secara berurutan air media: media BG11, yaitu 346,4 ml: 3,6 mldan dilakukan dalam ruang laminar. Masing-masing botol media diberi media BG 11 yang sudah disiapkan dalam keadaan segar sebanyak 1 ml dalam 1 l air media untuk setiap stok bahan. Media BG 11 yang dipakai mengandung N 0,5 M dan konsentrasi P 40, 80 dan 120 ppm. Botol media yang telah siap segera diisi dengan isolat mikroalga yang telah memiliki Optical density (OD) >1 sebanyak 50 ml dan ditutup dengan penutup botol yang telah dimodifikasi dalam kondisi steril, lalu diberi selang aerator dan lubang pengeluaran udara.

Penempatan botol dilakukan dalam rak yang dilengkapi lampu TL yang mempunyai intensitas cahaya 70 µmol foton (m2)-1 detik-1 (5000 lux) dengan rentangan suhu 24-28°C, penyinaran dilakukan selama 24 jam hari-1, dan rak


(38)

ditutup dengan kain hitam untuk mengurangi pengaruh dari lingkungan luar (Gambar 3). Pengamatan dilakukan selama 16 hari.

Gambar 3 Denah percobaan dalam penempatan botol perlakuan berupa komposisiair media (A1) aquades: SAP (1:0)(v/v),

(A2) Aquades:SAP (0:1)(v/v) (A3) aquades:SAP (1:1)(v/v), (A4) aquades:SAP (1:2)(v/v), (A5) aquades:SAP (2:1)(v/v) dan (P1) konsentrasi P 40 ppm, (P2) konsentrasi P 80 ppm, (P3) konsentrasi P 120 ppm.

4.4Peubah yang diamati Pertumbuhan

Pengukuran pertumbuhan sel mikroalga dilakukan dengan mengukur OD kultur mikroalga yang dilakukan setiap 2 hari sekali selama 16 hari pengamatan. OD diukur dengan cara sampel tiap perlakuan diambil sebanyak 8 ml dan dilakukan pengukuran dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 680 nm (Lee et al. 1998).

Biomassa

Pengukuran bobot basah dan bobot kering dilakukan pada hari ke-16. Pengukuran dilakukan dengan cara mengambil 100 ml kultur mikroalga, kemudian disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit dan diambil peletnya sebagai bobot basah. Selanjutnya pelet di oven pada suhu 80°C selama 24 jam. Biomassa yang telah kering kemudian ditimbang sebagai bobot kering. Kandungan Lipid

Pengukuran kandungan lipid dilakukan pada hari ke-16 dengan proses ekstraksi. Lipid mikroalga diukur dengan mengikuti metode yang dilakukan oleh


(39)

Bligh dan Dyer (1959) yang telah dimodifikasi dalam hal kecepatan sentrifus diubah menjadi 3000 rpm selama 10 menit. Metode ini menggunakan pelarut metanol dan kloroform. Pengujian kandungan lipid mikroalga dilakukan dengan cara biomassa mikroalga yang telah kering ditambah dengan 2 ml air murni, 5 ml metanol dan 2,5 ml kloroform, selanjutnya digoyang dengan shaker selama 1 malam. Setelah selesai ditambah kembali dengan 2,5 ml air murni dan 2,5 ml kloroform.

Tahap berikutnya larutan disentrifus kembali pada kecepatan 3000 rpm selama 10 menit dan diambil endapan lipid (pelet) dan diletakkan di dalam tabung reaksi, kemudian dipanaskan pada waterbath suhu 200°C untuk menghilangkan campuran larutan kimia yang ditambahkan sebelumnya. Kandungan lipid mikroalga yang sudah ditumbuhkan pada medium yang sesuai dianalisa dengan rumus yang digunakan oleh Weldy dan Huesemann (2007) sehingga didapatkan berat lipid. Perhitungan % total lipid mikroalga adalah:

%

Keterangan : Lw = Bobot lipid (g)

Bw = Bobot kering mikroalga (g)

Produktivitas lipid mikroalga dihitung menggunakan rumus

/ /

Kandungan Pati

Kandungan pati diukur berdasarkan kandungan gula total mengikuti metode Cleg-Anthrone (Apriyantono et al. 1989) dengan cara 1 g sampel kering atau 2,5 g sampel basah ditambahkan 10 ml air dan dilarutkan dengan 13 ml asam perklorat 52%. Hasil yang diperoleh diencerkan menjadi 100 ml lalu dilakukan penyaringan. Ekstrak yang dihasilkan diencerkan lagi sampai volume 250 ml. Ekstrak tadi diambil 10 ml dan diencerkan dengan air menjadi volume 100 ml larutan. Sebanyak 1 ml larutan tersebut dimasukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi dan ditambah 5 ml pereaksi Anthrone dengan cepat. Setelah itu dipanaskan dalam penangas air 100°C selama 12 menit. Pengukuran


(40)

absorbansinya pada panjang gelombang 630 nm. Hasilnya dibandingkan dengan larutan standar glukosa pada konsentrasi 10, 20, 40, 60, 80, dan 100 ppm. Kandungan pati dapat dihitung dengan rumus dari Goni et al. (1997) sebagai berikut

Kandungan pati = kandungan gula 0,9

Kandungan Protein

Metode yang digunakan untuk menetapkan kandungan protein adalah metode Biuret (Apriyantono et al. 1989) yang telah dimodifikasi. Pengujian ini dilakukan dengan cara menyiapkan sampel dengan volume total masing-masing 1 ml pada tabung corning ukuran 15 ml. Ke dalam masing-masing tabung corning tersebut ditambahkan 1 ml Trichloro-acetic acid (TCA) 10% sehingga protein akan terdenaturasi. Selanjutnya tabung disentrifus pada kecepatan 3000 rpm selama 10 menit sampai protein yang terdenaturasi mengendap dan supernatan dibuang dengan cara dekantasi. Ke dalam endapan ditambah dengan 2 ml etil eter dan dicampur merata lalu disentrifus kembali dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit untuk menghilangkan residu TCA.

Sampel yang sudah siap dibiarkan kering pada suhu kamar dalam ruang asam. Ke dalam endapan kering ditambahkan 4 ml air dan dicampur merata. Pada saat dilakukan pengukuran protein ditambahkan 6 ml pereaksi biuret. Setelah itu diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 520 nm. Hasil absorbansinya dibandingkan dengan nilai absorban dengan larutan BSA pada konsentrasi 0, 20, 40, 60, 80, 100 ppm.

4. Analisis data

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis sidik ragam pada tingkat kepercayaan 95% menggunakan program SPSS (Statistical Product Service Solution) dan dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test).


(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

1. Identifikasi Mikroalga

Penentuan keseragaman jenis merupakan tahap awal yang harus dilakukan pada mikroalga yang akan dijadikan sebagai bahan baku biodiesel untuk memastikan bahwa isolat yang digunakan benar-benar jenis yang diharapkan dan dalam kultur yang dibiakkan terdapat satu jenis mikroalga (monokultur). Akan tetapi pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 1000 x menunjukkan bahwa kultur sel-sel isolat mikroalga mengalami kontaminasi, sehingga di dalam kultur ditemukan beberapa jenis mikroalga (Gambar 4B). Adapun pengecekan kandungan lipid menunjukkan isolat mikroalga berpendar merah kekuningan yang berarti isolat mikroalga mengandung lipid polar dan lipid netral (Gambar 4A).

(A) (B) Gambar 4 (A) Pengamatan hasil verifikasi lipid dengan mikroskop fluorescence.

(B) Pengamatan morfologi isolat mikroalga dengan mikroskop

cahaya.

Identifikasi secara morfologi dari jenis mikroalga yang dominan menunjukkan isolat mikroalga membentuk koloni yang tersusun atas 2, 4, 8 sel atau kelipatannya dan berbentuk seperti bola kubus, sel dilindungi oleh adanya lapisan musilagenus yang melapisi setiap sel seperti amplop, warna selnya biru kehijauan (Gambar 4B) diduga termasuk dalam genus Chroococcus sp. dan dikelompokkan dalam divisi Cyanophyta, sedangkan golongan yang lain termasuk


(42)

spesies dari Chlorophyta.Warna isolat yang mengalami perlakuan berbagai air media dan konsentrasi P mulai hari ke-0 sampai hari ke-16 cenderung memiliki warna yang sama yaitu berwarna hijau (Lampiran 2), tetapi berbeda nilai OD-nya. Identifikasi secara morfologi hanya berhasil sampai pada tingkat genus untuk jenis yang dominan dalam kultur.

Identifikasi molekuler dilakukan untuk mendukung identifikasi secara morfologi. Pengecekan fragmen hasil isolasi DNA mikroalga (Gambar 5) melalui elektroforesis menunjukkan hasil yang bagus dan terlihat adanya pita DNA yang tajam, jelas dan tidak terdegradasi dengan ukuran sesuai dengan yang diharapkan.

Gambar 5 Hasil isolasi DNA (1,2) pita DNA isolat mikroalga (3) marka molekuler yang digunakan 1 kb DNA Ladder.

Pengecekan hasil PCR melalui elektroforesis menunjukkan panjang produk PCR sesuai dengan yang diharapkan yaitu 600 bp untuk fragmen 1 yang menggunakan primer SR1-SR5 dan 750 bp untuk fragmen 2 dengan primer SR4-SR9 (Gambar 6). Tahap selanjutnya adalah purifikasi fragmen DNA hasil amplifikasi PCR menggunakan protokol yang tersedia pada kit (Promega, USA) untuk mendapatkan DNA secara murni untuk dilakukan sekuensing dan analisis BLAST pada database Bank gen.

- 1 - 10 - 2 - 3

- 0,5 - 1,5

2


(43)

Gambar 6 Hasil Amplifikasi DNA (PCR) gen 18S rDNA (1) pita DNA yang dihasilkan menggunakan primer forward-reverse SR1-SR5 dengan panjang produk 600 bp (2) marker yang digunakan 1000 bp DNA Ladder (3) pita yang dihasilkan dengan menggunakan primer forward-reverse SR4-SR9 dengan panjang produk 750 bp.

Hasil sekuen gen 18S rDNA dari fargmen 1 dan fragmen 2 yang diperoleh dengan menggunakan primer forward-reverse SR1-SR5 dan SR4-SR9 disajikan pada Gambar 7. Berdasarkan hasil analisis sekuen gen 18S rDNA dengan menggunakan program BLAST terhadap sekuen DNA menunjukkan bahwa 50% dari sekuen DNA mikroalga mempunyai kemiripan (similaritas) 84% (E value 0,0 dan skor maksimum 645) dengan sekuen DNA aksesi Uncultured freshwater eukaryote clone LG11-03 18S ribosomal RNA gene (AY919722.1), sedangkan daftar beberapa organisme yang urutan nukleotidanya mempunyai kemiripan DNA dengan isolat mikroalga dengan max identity 79-84% berdasarkan hasil analisis BLAST ditampilkan dalam Tabel 5.

750 bp 600 bp


(44)

GGACTGCTGT CTCAAGATAA GCCATGCATG TCTAAGTATA AACAATTTAT 50 ACCGGTAAAA CCGCCAAGGG CTCTATAATA CATTTATTTT TTATTTTATT 100 GCACCCACAA TTTATATAAC TGCGTAATTT CTAGAGATAA TATACGTGAA 150 AAATCCCCAG TCTTTGGAAG GGATGTATTT ATTAAATAAA AAACCAATCC 200 ATCTCTCCGT TCGCTCCTTG GTGAATCATA ATAACTTTCC GGATCAAACG 250 GCCGCGTGTC TGCTACGCTT CATTCAAATT TCTGCCCGAT CAACTTTCTA 300 TGGACGGATA GAGGCCTAAC ATCCTTTTAA CGGGCGACGG ACAATTAAGG 350 ATCGATTCCT TACAGAGAGC CTGCCAGATC AATACCACTT CCAAGGAAGG 400 AAAGTAGCCC GCACATTACC CAATCCTTAC TCACACAGGT AGTGACTATC 450 AATAACTATG CAGTCCCCGA ACAGGCCGGT GTAATTGGAA TGAGAACAAT 500 TTAAATCCCT TATCGAGGAA CAATTAGAGG GCAAGTCTGG TGCCAGCAGC 550 CGCGGTAATT CCAGCTCCAA TAGCGTATAT TAAAGTTGCT GCAGTTAAAA 600 AGCTCGTAGT TGAATTTCTG GAGCGTATAT TAAAGTTGCT GCAGTTAAAA 650 AGCTCGTAGT TGAATTTCTG GCCCGGGNCG CCTGGCCGCC CAGCGTTGGC 700 CCGTGGCGTG GAGGCTCCCT CCCGCTGTAC GACTGGGGAT CATCTTTTCC 750 GTTTGTTGGC CCGCGTCCGC CATTGTGATC TGTTAAAATT AAAAAGCGCA 800 AGCGTCGCTC TTGCGCTCTT GCTTTGAATA CATTGAAATG GTAAAACCGC 850 GCTTTACTTT CGTTTGTTTT TGAAGGTGAC AAAAAGTAAA ATAAGTTGGG 900 AGGGGGGTTG TTGGGCTGTC GGGTGTTCAG TGCTGGTCTT TGTTGACCAC 950 AAGCTGAACA GAAACCAACG CCCAGNCGGA ATCATTTCTT TAATAAAAAA 1000 GTAAAGTTAT AGGAGAGAAT AAGATAACCT CCCGCCCTTG TTCATACAAT 1050 AAGCCTTCCC ACCTGTCTTT GACTGCGGTT TGACTCTGTC TCATCTGGCG 1100 GATCTCTAGA AACTTAAGGT TCCGGGTTCC CGGGGGGTAT GGTTGGAATN 1150 CTGAAACTTT TGACAAANAC CGCCAGTCNC CCGAGNAGCG GAGCCTGTGG 1200 CCTAACTCTG ACTCACAAAA CGAAACCTCA CTCGACCACG ACACTTTTGA 1250 CATATAGAGA GGGATT 1266

Gambar 7 Hasil sekuen gen 18S rDNA isolat mikroalga yang berasal dari sumber air panas Cipanas.


(45)

Tabel 5 Daftar organisme yang mempunyai kemiripan DNA dengan isolat mikroalga berdasarkan hasil BLAST dari koleksi database Bank Gen

Accecion Description Max score

Total score

Query

coverage E value

Max indentity AY919722.1 Uncultured freshwater

eukaryote clone LG11-03 18S ribosomal RNA

gene, partial sequence 645 645 50% 0,0 84% AJ130863.1 Unidentified eukaryote

18S ribosomal RNA,

clone LKM74, partial 636 636 50% 1,00E-178 83% AY919786.1 Uncultured freshwater

eukaryote clone LG30-03 18S ribosomal RNA

gene, partial sequence 630 630 50% 6,00E-177 83% GQ995317.1 Uncultured

Chytridiomycota clone T5P1AeC12 18S ribosomal RNA gene,

partial sequence 531 531 50% 4,00E-147 80% AB586075.1 Spizellomyces sp. NBRC

105423 gene for 18S ribosomal RNA, partial

sequence 524 524 50% 6,00E-145 79%

2. Pertumbuhan Mikroalga

Pertumbuhan mikroalga diukur berdasarkan nilai OD. Isolat mikroalga sampai hari ke-16 mengalami pertumbuhan berbeda pada perlakuan air media dan konsentrasi P, tetapi secara umum menghasilkan pola pertumbuhan yang sama, meliputi fase lag, fase eksponensial, dan fase stasioner. Fase lag atau adaptasi berlangsung selama hari pertama perlakuan, diikuti fase eksponensial pada semua perlakuan air media terjadi sampai hari ke-14. Selanjutnya mengalami fase stasioner (Gambar 8).

Perlakuan komposisi air media dan konsentrasi P secara tunggal berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan mikroalga, tetapi interaksi antara kedua faktor tidak mempengaruhi secara nyata (Lampiran 5). Penggunaan komposisi air media yang mengandung SAP Cipanas pada media tumbuh mikroalga menghasilkan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan pada perlakuan air media yang mengandung aquades (Tabel 6). Komposisi air media yang mengandung aquades:SAP dengan perbandingan 1:2 (v/v) memiliki nilai rata-rata


(46)

pertumbuhan yang paling tinggi dengan nilai absorbansi yaitu 2,19. Isolat mikroalga pada media yang mengandung aquades:SAP dengan perbandingan 1:0 (v/v) memiliki nilai rata-rata pertumbuhan paling rendah dan lebih lambat peningkatan pertumbuhannya selama fase kriptik pada hari ke-10 sampai harike-14, sehingga lebih cepat mengalami fase kematian dibandingkan dengan perlakuan yang lain (Gambar 8).

Tabel 6 Rata-rata OD pada hari ke-16 pada komposisi air media yang berbeda

Air media Rata-rata OD

Aquades:SAP (1:0) 1,83a

Aquades:SAP (0:1) 2,17b

Aquades:SAP (1:1) 2,16b

Aquades:SAP (2:1) 2,11ab

Aquades:SAP (1:2) 2,19b

Keterangan : Nilai rata-rata pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 berdasarkan uji DMRT.

Gambar 8 Pola pertumbuhan isolat mikroalga pada komposisi air media yang berbeda aquades:SAP (1:0)(v/v) ( ), aquades:SAP (0:1) (v/v)( ), aquades:SAP (1:1) (v/v) ( ), aquades:SAP (2:1) (v/v) ( ), aquades:SAP (1:2) (v/v)( ).

0 0,5 1 1,5 2 2,5

0 2 4 6 8 10 12 14 16

N

ilai O

D

p

a

da

λ

680 nm


(47)

Perlakuan konsentrasi P yang semakin tinggi menyebabkan peningkatan pertumbuhan isolat mikroalga (Tabel 7). Hasil yang diperoleh terlihat bahwa konsentrasi P 120 ppm menunjukkan rata-rata pertumbuhan isolat mikroalga paling tinggi(2,21) bila dibandingkan dengan perlakuan konsentrasi P 40 ppm dan P 80 ppm sampai pada hari ke-14. Selanjutnya pertumbuhan isolat mikroalga pada semua perlakuan mulai mengalami penurunan pertumbuhan yang menandakan awal fase stasioner (Gambar 9).

Tabel 7 Rata-rata OD isolat mikroalga pada hari ke-16 pada tiga tingkat konsentrasi P (ppm)berbeda

Konsentrasi P Rata-rata OD

40 1,95a 80 2,11ab 120 2,21b

Keterangan: Nilai rata-rata pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 berdasarkan uji DMRT.

Gambar 9 Pola pertumbuhan isolat mikroalga pada berbagai konsentrasi P 40 ppm ( ), 80 ppm ( ), 120 ppm ( ).

0 0,5 1 1,5 2 2,5

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Ni

lai OD

pad

a

λ

6

80 nm


(48)

3. Biomassa Mikroalga

Biomassa diukur berdasarkan bobot kering biomassa mikroalga untuk menentukan kandungan lipid yang dihasilkan. Interaksi antara komposisi media dan konsentrasi P mempengaruhi secara nyata bobot kering biomassa isolat (Tabel 8). Rata-rata bobot kering biomassa yang tertinggi (175 mg dalam 100 ml isolat mikroalga) diperoleh pada media tumbuh dengan komposisi aquades:SAP dengan perbandingan 1:0 (v/v) dan konsentrasi P 120 ppm.

Tabel 8 Pengaruh interaksi antara komposisi air media dengan konsentrasi P (ppm)terhadap bobot kering biomassa (mg)isolat mikroalga

Interaksi Aquades:SAP

(1:0) (0:1) (1:1) (2:1) (1:2)

Konsentrasi P 40 135ab 153ab 133a 137ab 157ab 80 171ab 1406ab 170ab 171ab 132a 120 175b 165ab 140ab 155ab 167ab

Keterangan: Nilai rata-rata pada kolom dan baris yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 berdasarkan uji DMRT.

4. Kandungan dan Produktivitas Lipid Mikroalga

Komposisi air media, konsentrasi P yang ditambahkan dan interaksi keduanya tidak mempengaruhi secara nyata kandungan lipid dan produktivitas lipid mikroalga pada pengamatan hari ke-16. Namun demikian, media tumbuh dengan komposisi air media aquades:SAP dengan perbandingan 1:0 (v/v) dan konsentrasi P 40 ppm cenderung menghasilkan rata-rata bobot kering lipid tertinggi (28 mg dalam 100 ml isolat mikroalga) yang disajikan pada Tabel 9, kandungan lipid tertinggi, yaitu sebesar 21% (Tabel 10), dan produktivitas lipid tertinggi, yaitu sebesar 17mg l-1hari-1 (Tabel 11).


(49)

Tabel 9 Bobot kering lipid (mg) isolat mikroalga pada berbagai komposisi air media dan konsentrasi P (ppm)

Komposisi air media Konsentrasi P

40 80 120

Aquades:SAP (1:0) 28 21 20

Aquades:SAP (0:1) 22 21 18

Aquades:SAP (1:1) 14 23 18

Aquades:SAP (2:1) 25 18 20

Aquades:SAP (1:2) 16 14 24

Tabel 10 Kandungan lipid (%) isolat mikroalga pada berbagai komposisi air media dengan konsentrasi P (ppm)

Komposisi air media Konsentrasi P

40 80 120

Aquades:SAP (1:0) 21 12 12

Aquades:SAP (0:1) 14 18 11

Aquades:SAP (1:1) 10 15 14

Aquades:SAP (2:1) 19 11 13

Aquades:SAP (1:2) 10 10 14

Tabel 11 Produktivitas lipid (mgl-1 hari-1) isolat mikroalga pada berbagai komposisi air media dengan konsentrasi P (ppm)

Komposisi air media Konsentrasi P

40 80 120

Aquades:SAP (1:0) 17 13 13

Aquades:SAP (0:1) 14 13 11

Aquades:SAP (1:1) 9 14 11

Aquades:SAP (2:1) 16 11 13

Aquades:SAP (1:2) 10 8 15

5. Kandungan Pati Mikroalga

Pada hari ke-16 perlakuan konsentrasi P yang berbeda dalam media tumbuh mempengaruhi kandungan pati isolat mikroalga, sedangkan perlakuan komposisi air media dan interaksi antara komposisi air media dan konsentrasi P


(50)

tidak mempengaruhi kandungan pati isolat mikroalga. Kandungan pati isolat mikroalga pada media dengan konsentrasi P 120 ppm lebih tinggi daripada kandungan pati mikroalga pada media dengan konsentrasi P 80 dan 40 ppm (Tabel 12).

Tabel 12 Kandungan pati (mg ml-1) pada isolat mikroalga pada tiga konsentrasi P (ppm) yang berbeda

Keterangan: Nilai rata-rata pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 berdasarkan uji DMRT.

6. Kandungan Protein Mikroalga

Komposisi air media yang berbeda mempengaruhi kandungan protein isolat mikroalga, sedangkan konsentrasi P dan interaksi antara komposisi air media dan konsentrasi P tidak mempengaruhi kandungan protein mikroalga. Rata-rata kandungan protein tertinggi (0,73 mg ml-1) dihasilkan isolat mikroalga yang ditumbuhkan pada media yang mengandung aquades:SAP dengan perbandingan 2:1 (v/v),meskipun nilai ini tidak berbeda nyata dari perlakuan media dengan komposisi SAP yang lain. Semua isolat mikroalga yang diberi perlakuan komposisi air media yang mengandung SAP cenderung memiliki kandungan protein lebih tinggi dibandingkan dengan media yang hanya berupa aquades (Tabel 13).

Tabel 13 Kandungan protein (mg ml-1)isolat mikroalga pada komposisi

air media berbeda

Komposisi air media Rata-rata protein

Aquades:SAP (1:0) 0,51a

Aquades:SAP (0:1) 0,72b

Aquades:SAP (1:1) 0,71b

Aquades:SAP (2:1) 0,73b

Aquades:SAP (1:2) 0,72b

Keterangan: Nilai rata-rata pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 berdasarkan uji DMRT.

Konsentrasi P Rata-rata kandungan pati

40 0,03a 80 0,03a 120 0,06b


(51)

Pembahasan

Isolat mikroalga koleksi Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Departemen Biologi FMIPA IPB berpendar dengan warna merah kekuningan dibawah mikroskop flourescence. Menurut Matsumoto et al. (2010) dan Elumalai et al.

(2011) warna merah menunjukkan adanya lipid polar atau klorofil dan warna kuning menunjukkan adanya lipid netral yang mengandung hidrokarbon dan triasilgliserol pada isolat mikroalga. Lipid netral yang dikandung biomassa mikroalga merupakan bahan dasar biodiesel (Matsumoto et al.2010). Hal ini menunjukkan bahwa isolat mikroalga ini memiliki kandungan lipid yang dapat dijadikan bahan baku biodiesel.

Kultur mikroalga yang digunakan dalam penelitian ini masih mengandung beberapa jenis mikroalga yang hidup dalam kultur peremajaan, yang berarti kultur yang digunakan belum monokultur. Penentuan nama jenis mikroalga berdasarkan hasil pengamatan mikroskop cahaya memiliki tingkat kesulitan yang tinggi dalam melakukan identifikasi secara tepatkarena mikroalga memiliki plastisitas yang tinggi yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan hidupnya. Pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan akan memiliki bentuk yang berbeda dengan pada kondisi lingkungan yang normal. Identifikasi morfologi memiliki kelemahan yaitu hasil pengamatan dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (Umayah & Purwantara 2006).

Adapun mikroalga yang dominan memiliki ciri-ciri yaitu berwarna hijau kebiruan, koloni berbentuk seperti bola (spherical), mempunyai dinding sel yang dilindungi oleh lapisan polisakarida dalam bentuk musilagenus yang menghubungkan bagian dasar dari koloni. Sel yang dilindungi oleh musilagenous yang melingkupi sekitar sel dan biasanya menyalin bentuk sel. Setiap sel biasanya membelah diri berbentuk seperti setengah bola dengan jumlah sel ganda 2, 4, 8 dan seterusnya dan tetap dalam bentuk koloni, sehingga berbentuk kubus.Identifikasi morfologi isolat mikroalga yang dominan berdasarkan buku

The Freshwater Algae (Prescot 1978) dan buku Introduction to the AlgaeStructure and Reproduction. second edition (Bold & Wyne 1985) menunjukkan kesamaan ciri-ciri yang dimiliki Chroococcus sp. golongan Cyanophyta (prokariot) yang didalam selnya terdapat klorofil a, karoten dan xantofil (pada umumnya tidak


(52)

dalam bentuk fikoeritrin, fikosianin) dan terdapat vakuola semu yang disebut gelembung udara (Prescott 1978). Selain itu terdapat jenis mikroalga yang tidak dominan dan diduga memiliki kemiripan dengan golongan Chlorophyta.

Bold dan Wyne (1985) menuliskan dalam bukunya bahwa pada umumnya Cyanophyta mendominasi habitat yang mempunyai rentangan pH netral. Media tumbuh dalam penelitian ini setelah diberikan media BG 11 memiliki pH sekitar 7-8. Aquades yang digunakan mempunyai pH sekitar 6, sedangkan pH air sumber air panas Cipanas sekitar 7,6. Isolat ini dalam penelitian Gunawan (2010) ditemukan pada sumber air panas Cipanas, Ciater, Gunung Pancar dan Ciwalini yang habitat asalnya memiliki pH dan suhu yang berbeda. Namun dalam kondisi laboratorium ternyata Chroococcus sp. mendominasi semua air yang berasal dari keempat sumber air panas tersebut.

Dalam identifikasi molekuler, isolasi DNA dan pemilihan primer yang benarserta prosedur amplifikasi fragmen target yang benar dan akurat perlu diperhatikan untuk meminimalkan kemungkinan kesalahan dalam mendapatkan sekuen DNA yang diharapkan. Isolasi DNA dilakukan untuk mendapatkan DNA yang murni, sehingga dapat diamplifikasi dengan baik. Akan tetapi untuk mendapatkan DNA yang murni perlu dilakukan tehnik isolasi yang tepat.

Beberapa masalah timbul pada saat isolasi DNA.Pertama, isolat mikroalga terkontaminasi dengan organisme lain yang dapat mengganggu dalam mendapatkan DNA yang diharapkan. Hal ini dapat diatasi dengan menyediakan isolat mikroalga yang berasal dari kultur yang steril dan monokultur. Kultur yang steril dan monokultur diharapkan bebas dari organisme yang lain seperti jenis mikroalga lain, rotifera, protozoa dan fungi yang eukariotik.

Masalah kedua adalah adanya senyawa polifenol dan polisakarida yang tinggi dari isolat mikroalga. Adanya polifenol dan polisakarida yang tinggi mempengaruhi kemurnian DNA dan juga mempengaruhi enzim-enzim yang digunakan dalam teknik molekuler seperti polymerase dan ligase (Barnwell et al. 1998). Isolat mikroalga yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai lapisan musilagenus yang mengandung polisakarida yang tinggi. Isolasi DNA pada tanaman yang banyak mengandung polisakarida dan senyawa polifenol umumnya menggunakan CTAB (Ardiana 2009). Perlakuan konsentrasi CTAB berfungsi


(53)

untuk proses lisis dinding sel. Oleh karena itu dalam pelaksanaaan isolasi DNA dari sampel pada organisme yang memiliki musilagenus seharusnya menggunakan konsentrasi CTAB bertingkat seperti yang dilakukan oleh Barnwell et al. (1998). Penggunaan CTAB bertingkat dilakukan untuk melisis dinding sel mikroalga secara bertahap, sehingga didapatkan DNA murni yang bebas dari polisakarida dan senyawa polifenol.

Hasil analisis BLAST dari sekuen DNA mikroalga menunjukkan 50% dari sekuen DNA mikroalga pada penelitian ini mempunyai kemiripan 84% dengan aksesi AY919722.1 Uncultured freshwater eukaryote clone LG11-03 18S ribosomal RNA gene. Aksesi AY919722.1 merupakan golongan eukariotik yang ditemukan dalam danau air tawar dan belum teridentifikasi nama jenisnya. Oleh karena isolat mikroalga yang digunakan dalam penelitian ini merupakan isolat lokal Indonesia, sementara data dalam database umumnya berupa mikroalga yang berasal dari luar negeri, maka belum dimungkinkan untuk memberi nama spesies pada mikroalga yang ditemukan pada sumber air panas Cipanas dan untuk itu perlu dikaji lebih lanjut.

Tahap peremajaan isolat mikroalga dilakukan untuk mendapatkan mikroalga dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan siap diberi perlakuan, karena isolat ini awalnya dalam kondisi dorman selama dalam laboratorium. Peremajaan dilakukan pada volume 50, 100, 200sampai 400 ml masing-masing selama 3 minggu sampai isolat mencapai OD >1 untuk mendapatkan isolat yang aktif tumbuh. Pengambilan bahan penelitian dilakukan pada saat isolat mengalami fase eksponensial yaitu dalam keadaan aktif tumbuh, sehingga fase lag atau adaptasi cepat terjadi (Isnansetyo & Kurniastuty 1995). Hasil yang diperoleh pada komposisi air media yang berbeda mempunyai laju pertumbuhan yang berbeda. Hal ini berarti dengan komposisi air media yang berbeda dalam media tumbuh dapat mempengaruhi pertumbuhan sel mikroalga (P<0,05).

Pola pertumbuhan mikroalga pada umumnya meliputi 3 fase pertumbuhan yaitu fase lag, fase log atau eksponensial, dan fase stasioner (Pelczar & Chan 1986). Pola pertumbuhan pada fase lag atau adaptasi berlangsung sangat cepat. Isolat ini yang berada dalam fase eksponensial menunjukkan isolat mikroalga


(54)

mampu tumbuh dengan cepat pada media baru yang berbeda dengan media peremajaan.

Pada kondisi media tumbuh yang terbatas mikroalga seperti halnya tumbuhan hijau masih mampu melakukan fotosintesis dan respirasi seluler untuk menghasilkan energi yang dibutuhkan dalam berbagai proses antara lain proses metabolisme untuk mempertahankan hidupnya. Akan tetapi hasil proses metabolisme yang terjadi pada kondisi kurang menguntungkan berbeda dengan pada kondisi lingkungan optimum karena media baru memiliki kandungan nutrien yang berbeda dengan media sebelumnya sehingga mempengaruhi metabolisme mikroalga (Pelczar & Chan 1986).

Komposisi air media yang mengandung air yang berasal dari SAP mempunyai kecenderungan meningkatkan pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan air media berupa aquades. Kondisi diatas menunjukkan bahwa air media yang mengandung SAP memiliki kandungan nutrisi baik hara makro maupun hara mikro yang lebih baik dibandingkan dengan media tumbuh yang hanya mengandung aquades. Media tumbuh yang banyak mengandung nutrien dan memiliki pH yang sesuai kebutuhan dalam proses fisiologi isolat mikroalga akan memberikan peluang bagi sel-sel isolat untuk tumbuh dan berkembang dengan cepat (Suantika & Hendrawandi 2009).

Air media berupa aquades dapat digunakan untuk air media isolat mikroalga, tetapi menghasilkan rata-rata pertumbuhan paling rendah dan fase kriptik pada hari ke-10 lebih lama dibandingkan dengan perlakuan komposisi air media yang mengandung aquades:SAP dengan perbandingan 1:2 (v/v). Hal ini karena konsentrasi hara makro dan hara mikro yang terdapat dalam air media berupa aquades tidak cukup untuk pertumbuhan isolat mikroalga. Akibatnya banyak sel yang mati dan mengalami lisis.Sel yang lisis dapat menjadi nutrisi baru bagi isolat. Pola pertumbuhan isolat mikroalga pada media tumbuh yang berupa aquades menghasilkan fase stasioner lebih cepat, sehingga lebih cepat menuju fase kematian bila dibandingkan dengan komposisi air media yang mengandung SAP. Pada awal fase ini terjadi pengurangan pertumbuhan, dimana penambahan jumlah individu mulai berkurang atau menurun yang disebabkan oleh berkurangnya


(1)

Lampiran 2 Warna isolat mikroalga yang mendapat perlakuan

A.Pada perlakuan komposisi air media yang berbeda

P3 P2

P1 P3

P2 P1 P3

P2 P1

A3 A2

A1

P1 P2

P2 P3 P3

P1


(2)

B.Pada perlakuan konsentrasi P berbeda

P1

P2

P3 Keterangan:

A1 = Aquades:SAP (1:0) A2 = Aquades:SAP (0:1) A3 = Aquades:SAP (1:1) A4 = Aquades:SAP (1:2) A5 = Aquades:SAP (2:1)

A5 A4

A3 A2

A1

A1 A2 A3 A4 A5

A3 A2

A1 A4 A5

P1 = Konsentrasi P 40 ppm P2 = Konsentrasi P 80 ppm P3 = Konsentrasi P 120 ppm


(3)

Lampiran 3 Analisis sidik ragam rata-rata OD

Sumber db JK KT F Hitung P value Ulangan 2 6,383 3,192 32,561 0,000* air media 4 0,922 0,231 2,353 0,078* Fosfat 2 0,573 0,286 2,921 0,070* Interaksi 8 0,448 0,056 0,571 0,792 Galat 30 2,745 0,098

Total 44 11,071      

Keterangan :*Berbeda nyata pada taraf uji α = 0,05

Lampiran 4 Analisis sidik ragam rata-rata bobot kering biomassa

Sumber db JK KT F Hitung P value Ulangan 2 0,159 0,079 137,511 0,000* Air media 2 0,000 0,00008759 0,152 0,961

Fosfat 4 0,002 0,001 1,784 0,190 Interaksi 8 0,006 0,001 1,360 0,256 Galat 28 0,016 0,001

Total 44 0,184 Keterangan : *Berbeda nyata pada taraf uji α = 0,05

Lampiran 5 Analisis sidik ragam rata-rata bobot kering lipid

Sumber db JK KT F Hitung P value Ulangan 2 0,002 0,001 1,770 0,189 Air media 2 0,0000908 0,0000227 0,036 0,997 Fosfat 4 0,006 0,0030 4,754 0,017* Interaksi 8 0,001 0,000 0,230 0,982 Galat 28 0,018 0,002

Total 44 0,027 Keterangan :*Berbeda nyata pada taraf uji α = 0,05


(4)

Lampiran 6 Analisis sidik ragam rata-rata kandungan lipid

Sumber db JK KT F Hitung P value Ulangan 2 900.392 450,196 13,063 0,000* Air media 2 117,516 58,758 1,705 0,589

Fosfat 4 98,46 24,615 0,714 0,200 Interaksi 8 301,347 37,668 1,093 0,397 Galat 28 964,978 34,463

Total 44 2382,693 Keterangan : *Berbeda nyata pada taraf uji α = 0,05

Lampiran 7 Analisis sidik ragam rata-rata produktivitas lipid

Sumber db JK KT F Hitung P value Ulangan 2 0,001 0,000 4,169 0,026* Air media 2 0,001 0,000 1,604 0,201 Phosphat 4 0,002 0,001 6,893 0,004* Interaksi 8 0,001 0,00007448 0,621 0,753 Galat 28 0,003 0,000

Total 44 0,007 Keterangan : *Berbeda nyata pada taraf uji α = 0,05

Lampiran 8 Analisis sidik ragam rata-rata kandungan gula

Sumber db JK KT F Hitung P value Ulangan 2 0,02 0,010 12,018 0,000* Air media 2 0,003 0,001 0,882 0,487

Fosfat 4 0,006 0,003 3,606 0,040* Interaksi 8 0,003 0,000 0,514 0,836 Galat 28 0,023 0,001

Total 44 0,054 Keterangan :*Berbeda nyata pada taraf uji α = 0,05


(5)

Lampiran 9 Analisis sidik ragam rata-rata kandungan pati

Sumber db JK KT F Hitung P value Ulangan 2 0,016 0,008 12,072 0,000* Air media 2 0,002 0,001 3,650 0,482

Fosfat 4 0,005 0,002 0,891 0,039* Interaksi 8 0,003 0,000 0,514 0,836 Galat 28 0,018 0,001

Total 44 0,044 Keterangan : *Berbeda nyata pada taraf uji α = 0,05

Lampiran 10 Analisis sidik ragam rata-rata kandungan protein

Sumber db JK KT F Hitung P value Ulangan 2 3,693 1,820 61,261 0,000* Air media 2 0,310 0,078 0,635 0,057*

Fosfat 4 0,038 0,019 2,610 0,537 Interaksi 8 0,216 0,027 0,911 0,522 Galat 28 0,832 0,030

Total 44 5,035


(6)

Lampiran 11 Rata-rata persentase penyusutan bobot biomassa hari ke-16 isolat mikroalga

Kode Bobot Persen

penyusutan basah kering

AIPI 1,708 0,143 8,348 AIP2 1,823 0,125 6,872 A1P3 1,827 0,165 9,030 A2P1 1,459 0,124 8,515 A2P2 1,610 0,129 8,013 A2P3 2,258 0,182 8,059 A3P1 2,150 0,156 7,242 A3P2 2,347 0,167 7,129 A3P3 1,842 0,180 9,758 A4P1 1,543 0,163 10,558 A4P2 2,055 0,166 8,064 A4P3 1,514 0,164 10,855 A5P1 2,116 0,154 7,287 A5P2 2,227 0,176 7,922 A5P3 1,924 0,179 9,298 Keterangan : A1 = Aquades:SAP (1:0) P1 = konsentrasi P 40 ppm

A2 = Aquades:SAP (0:1) P2 = konsentrasi P 80 ppm A3 = Aquades:SAP (1:1) P3 = konsentrasi P 120 ppm A4 = Aquades:SAP (1:2)

A5 = Aquades:SAP (2:1)

Lampiran 12 Kandungan unsur-unsur makro dan mikro (ppm) dalam air dari sumber air panas Cipanas Jawa Barat

Lokasi C N P K Ca Mg Fe Cu Zn Mn Cipanas 942 69,38 0,93 5,06 0,09 Tr 0,22 Tr Tr tr Keterangan : Tr = Tidak terukur