Efisiensi Bank Pembangunan Daerah di Indonesia

EFISIENSI BANK PEMBANGUNAN DAERAH DI INDONESIA

FIKRIA ULFA WARDANI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efisiensi Bank Pembangunan
Daerah di Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013

Fikria Ulfa Wardani
NIM H14090127

iv

ABSTRAK

FIKRIA ULFA WARDANI. Efisiensi Bank Pembangunan Daerah di Indonesia.
Dibimbing oleh NUNUNG NURYARTONO.
Bank Pembangunan Daerah merupakan agent of development yang diharapkan
kontribusinya dalam pembangunan daerah, khususnya dalam peningkatan investasi,
proyek-proyek pembangunan daerah, dan Pendapatan Asli Daerah itu sendiri.
Peningkatan peran ini diwujudkan melalui pilar-pilar BPD Regional Champion,
sehingga BPD diharapkan mampu menunjukkan kinerja yang baik dengan mampu
beroperasi pada tingkat efisiensi yang efisien, khususnya dalam efisiensi biaya. Hasil
estimasi Stochastic Frontier Analysis dengan menggunakan pendekatan time-invariant
inefficiency model, dan time-variant decay model menunjukkan bahwa hanya dua BPD
yang mampu beroperasi secara efisien; sebelas BPD mampu beroperasi pada tingkat
cukup efisien; dua belas BPD lainnya dinilai kurang efisien, dan satu BPD dinilai tidak
efisien, yaitu BPD Sulawesi Utara.

Kata Kunci
Analysis.

:

Efisiensi Bank, Bank Pembangunan Daerah, Stochastic Frontier

ABSTRACT
FIKRIA ULFA WARDANI. Efficiency of Regional Development Banks in Indonesia.
Supervised by NUNUNG NURYARTONO.
Regional Development Bank is agent of development that expected to contribute
to regional development, especially to improve investment, projects of regional
development, and Regional Based Income. Increasing the role of Regional Development
Banks are implemented to BPD Regional Champion by Bank Indonesia (the Central
Bank of Indonesia), that BPD could operate in best practice and efficient. The result of
estimation Stochastic Frontier Analysis with time invariant inefficiency model approach
and time variant decay model approach show that only two BPDs are efficient, eleven
BPDs are efficient enough, twelve BPDs are less efficient, and only one BPD is not
efficient. BPD which not efficient is BPD Sulawesi Utara.
Keywords

:
Frontier Analysis

Bank Efficiency, Regional Development Banks, Stochastic

EFISIENSI BANK PEMBANGUNAN DAERAH DI INDONESIA

FIKRIA ULFA WARDANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


Judul Skripsi : Efisiensi Bank Pembangunan Daerah di Indonesia
Nama
: Fikria Ulfa Wardani
NIM
: H14090127

Disetujui oleh

Dr Ir R Nunung Nuryartono, MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dedi Budiman Hakim, MEc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

viii


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Desember 2012 ini ialah efisiensi lembaga keuangan,
dengan judul penelitian Efisiensi Bank Pembangunan Daerah di Indonesia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir R Nunung Nuryartono selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan serta masukan selama
penulisan skripsi ini, Dr Ir Iman Sugema selaku dosen penguji utama, Sholahuddin
Al-Ayubi, M.Si selaku dosen penguji Komisi Pendidikan yang telah memberikan
saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini, serta Kak Ade Holis yang telah
banyak memberi saran selama penelitian. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Bapak, Mamak, adik penulis Muh Fajar Dani, beserta keluarga
yang selalu mendukung dan tak henti-hentinya mendoakan.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman sebimbingan,
Bintan Badriatul Ummah, Dea Rizki dan Niki Nurhayati atas bantuan dan dukungan
dalam menjalani penelitian, serta kepada sahabat saya Indah Rizki Anugrah, Evanti
Andriani Syahputri, Surya Sallina, Yanida Yusuf Setiawan, Ahira Septini Putri, Siti
Zubaidah, dan Fadhilah Mukhlisoh penulis haturkan terima kasih atas semangat dan

doa yang menguatkan. Khusus untuk sahabat penulis di BEM KM IPB Kreasi Untuk
Negeri, Dede Rahmat, Muh Sigit Susanto, Zaenal, Ratih Sulistianingrum, Sri Ratna
Ningsih, Meita Farida, Nabilah Aisyah, Nurazizah Hapsari, Sarah Nur Amalia,
Adam Hussin, Nurhidayat, Masruroh Mastin, Aisyah Warsid, seluruh teman-teman
pimpinan yang tidak dapat disebutkan satu persatu, dan Ksatria Jakpus 2013 yang
disayangi (Tuti, Dara, Siska, Laras, Noeng, Elvira, Anissa, Riki, Icad, Riswan, dan
Fikri) penulis haturkan terima kasih atas dukungan, perhatian dan semangat yang
kalian berikan selama menjalani penelitian.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat
kekurangan sehingga saran dan kritik sangat penulis harapkan demi perbaikan skripsi
ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2013
Fikria Ulfa Wardani

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
Efisiensi Bank
Definisi, Peran dan Fungsi Bank Pembangunan Daerah
BPD Regional Champion
Penelitian-Penelitian Terdahulu
Kerangka Pemikiran
Hipotesis
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Definisi Operasional
Rumusan Umum
Metode Analisis dan Pengolahan Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan BPD Setelah Implementasi BPD Regional Champion

Tingkat Efisiensi Bank Pembangunan Daerah
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

ix
x
x
xi
1
1
2
4
4
4
4
8
10

11
12
13
13
13
13
14
14
17
17
32
36
36
37
39
51

DAFTAR TABEL
1. Definisi Operasional Variabel yang Digunakan dalam Penelitian
2. Statistik Deskriptif Peubah yang Digunakan dalam Analisis Efisiensi BPD

3. Hasil Estimasi Fungsi Biaya Menggunakan Time-Invariant Model dan TimeVarying Decay Model
4. Perbandingan Efisiensi Bank Pembangunan Daerah di Indonesia
5. Distribusi Nilai Efisiensi Biaya

DAFTAR GAMBAR
1. Perkembangan 26 Bank Pembangunan Daerah di Indonesia selama 2000 –
2012 (dalam milyar rupiah)
2
2. Net Interest Margin Perbankan Indonesia selama tahun 2012 (dalam persen) 3
3. Garis Frontier Produksi
5
4. Kerangka Pemikiran Penelitian Efisiensi BPD
12
5. Total Biaya BPD Kelompok Aset Rp 1 – 10 trilyun setelah implementasi
BPD Regional Champion (dalam milyar rupiah)
18
6. Total Biaya BPD Kelompok Aset Rp 10 – 50 trilyun setelah implementasi
BPD Regional Champion (dalam milyar rupiah)
19
7. Total Biaya BPD Kelompok Aset > Rp 50 trilyun setelah implementasi BPD

Regional Champion (dalam milyar rupiah)
20
8. Total Laba Tahun Berjalan BPD Kelompok Aset Rp 1- 10 trilyun setelah
implementasi BPD Regional Champion (dalam milyar rupiah)
21
9. Total Laba Tahun Berjalan BPD Kelompok Aset Rp 10 – 50 trilyun setelah
implementasi BPD Regional Champion (dalam milyar rupiah)
21
10. Total Laba Tahun Berjalan BPD Kelompok Aset > Rp 50 trilyun setelah
implementasi BPD Regional Champion (dalam milyar rupiah)
22
11. Total Aset BPD Kelompok Aset Rp 1 – 10 Trilyun setelah Implementasi
BPD Regional Champion (dalam milyar rupiah)
23
12. Total Aset BPD Kelompok Aset Rp 10 – 50 Trilyun setelah Implementasi
BPD Regional Champion (dalam milyar rupiah)
24
13. Total Aset BPD Kelompok Aset > Rp 50 Trilyun setelah Implementasi BPD
Regional Champion (dalam milyar rupiah)
24
14. Total Dana Pihak Ketiga BPD Kelompok Aset Rp 1 – 10 Triliun setelah
implementasi BPD Regional Champion (dalam milyar rupiah)
25
15. Total Dana Pihak Ketiga BPD Kelompok Aset Rp 10 – 50 Triliun setelah
implementasi BPD Regional Champion (dalam milyar rupiah)
26
16. Total Dana Pihak Ketiga BPD Kelompok Aset > Rp 50 Triliun setelah
implementasi BPD Regional Champion (dalam milyar rupiah)
27
17. Total Penyaluran Kredit BPD Kelompok Aset Rp 1 - 10 Trilyun setelah
implementasi BPD Regional Champion (dalam milyar rupiah)
28
18. Total Penyaluran Kredit BPD Kelompok Aset Rp 10 - 50 Trilyun setelah
implementasi BPD Regional Champion (dalam milyar rupiah)
29

14
32
34
35
36

19. Total Penyaluran Kredit BPD Kelompok Aset Rp 10 - 50 Trilyun setelah
implementasi BPD Regional Champion (dalam milyar rupiah)
20. Posisi BOPO terhadap Laba BPD di Indonesia pada tahun 2011
21. Posisi NIM terhadap Laba BPD di Indonesia pada tahun 2011
22. Posisi ROA terhadap Laba BPD di Indonesia pada tahun 2011

29
30
31
32

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil estimasi fungsi biaya dengan Time Invariant Model
39
2. Hasil estimasi fungsi biaya dengan Time Varying Decay Model
40
3. Hasil Estimasi Besaran Linear Production, Residual, dan Eksponensial dari
Time Invariant Model
41
4. Hasil Estimasi Besaran Linear Production, Residual, dan Eksponensial dari
Time Varying Decay Model
46

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Bank Pembangunan Daerah di Indonesia sudah muncul sejak tahun 1962 melalui
Undang-Undang no. 13 tahun 1962 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank
Pembangunan Daerah, tetapi perkembangan yang sangat pesat baru terjadi sejak tahun
2000, yaitu akibat pengaruh otonomi daerah yang memberikan kebebasan bagi setiap
daerah tingkat I di Indonesia untuk mencari dan mengelola anggaran daerahnya sendiri.
Otonomi daerah ini memberikan keleluasaan wewenang bagi pemerintah daerah untuk
meningkatkan Pendapatan Asli Daerahnya, salah satunya melalui peningkatan aktivitas
dan laba BPD. Dengan demikian setelah adanya otonomi daerah, peran BPD untuk
dapat berkontribusi secara nyata dalam pembangunan daerah sangat diharapkan,
utamanya berhubungan dengan pembiayaan daerah.
Peningkatan peran BPD dalam pembangunan daerah semata-mata dilakukan
karena BPD memiliki peran yang strategis dalam mendorong perekonomian daerah.
Peran strategis ini berupa penyediaan produk-produk perbankan yang sesuai dengan
karakteristik dan kebutuhan masing-masing daerah serta peningkatan akses lembaga
keuangan bagi masyarakat daerah, khususnya masyarakat pedesaan yang belum kenal
dengan lembaga keuangan (financial literacy). Salah satu contoh produk perbankan
BPD yang menyesuaikan dengan kebutuhan daerahnya adalah ‘Kredit Cinta Rakyat’
oleh BPD Jawa Barat Banten. Kredit Cinta Rakyat adalah kredit usaha perseorangan
tanpa bunga berupa modal kerja/usaha secara bergulir. Dana kredit ini merupakan dana
yang berasal dari Pemerintah Daerah Jawa Barat dan Banten sebesar Rp 165 miliar.
Peran nyata BPD lain dalam pembangunan daerah ditunjukkan dengan
kepercayaan pemerintah daerah terhadap BPD sebagai penghimpun utama dana
pemerintah, khususnya dana-dana yang disalurkan oleh pemerintah daerah, seperti gaji
Pegawai Negeri Sipil pada Pemerintah Daerah, dana cadangan pensiun PNS Pemda,
hingga bantuan dana beasiswa bagi masyarakat tidak mampu. Besarnya peran BPD
terhadap pengelolaan perekonomian daerah ini menjadi faktor fundamental peran BPD
sebagai agent of regional development, atau agen pembangunan daerah.
Selain itu, BPD dikatakan memiliki keunggulan lokasi dibandingkan dengan
kelompok bank lainnya karena sudah terlebih dahulu beroperasi serta lebih memahami
dan menguasai medan bisnis di daerahnya masing-masing. Keunggulan ini merupakan
potensi BPD untuk menggerakkan perekonomian daerah melalui pemberdayaan Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di daerah, serta penyaluran kredit ke sektorsektor ekonomi yang produktif. Peningkatan peran setelah pelaksanaan otonomi daerah
inilah sehingga selama tahun 2000 – 2012, BPD mengalami perkembangan yang sangat
pesat. Perkembangan ini dapat dilihat dari total aset yang dimiliki BPD, Dana Pihak
Ketiga (DPK) yang terhimpun, jumlah kredit yang disalurkan, dan laba tahun berjalan.

2

400
350
300
250
200
150
100
50
0
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Dana Pihak Ketiga
Penyaluran Kredit
Total Asset
Laba Tahun Berjalan
Sumber : Statistik Perbankan Indonesia 2000-2012 (diolah)

Gambar 1 Perkembangan 26 Bank Pembangunan Daerah di Indonesia selama 2000 –
2012 (dalam milyar rupiah)
Perkembangan BPD ini pun tak lepas dari peningkatan peran BPD yang
dilakukan Bank Indonesia melalui UU no. 7 tahun 1998 tentang Perbankan, yaitu
merubah status BPD dari Bank Pemerintah menjadi Bank Umum, sehingga memberikan
keleluasaan bagi BPD untuk meningkatkan pelayanan dan variasi produk perbankan
yang ditawarkan, termasuk dapat menambah fungsi sebagai bank devisa. Peningkatan
peran BPD ini dilakukan agar BPD dapat bersaing dengan bank-bank umum lain,
termasuk bank umum pemerintah, swasta, maupun asing.
Selain itu, sejak tahun 2010 Bank Indonesia meluncurkan program BPD
Regional Champion yang menekankan pada pembentukan BPD yang kokoh dengan
modal yang kuat dan memiliki nilai profit yang tinggi. Peningkatan peran yang
dilakukan oleh BI ini diharapkan dapat membantu BPD meningkatkan aktivitas dan
perkembangan BPD itu sendiri secara signifikan. Setelah adanya program BPD
Regional Champion ini, BPD diharapkan mampu menunjukkan kinerja yang baik. Dan
untuk menilai kinerja BPD itu, diperlukan suatu studi yang mengukur kinerja, salah
satunya dengan mengukur tingkat efisiensi BPD.

Perumusan Masalah
Perkembangan Dana Pihak Ketiga, penyaluran kredit, laba tahun berjalan, dan
total aset BPD selama 12 (dua belas) tahun terakhir yang menunjukkan kecenderungan
peningkatan signifikan, tentunya akan membuat Pemerintah Daerah berharap banyak
akan peran BPD dalam mempercepat pembangunan perekonomian daerah. Namun, jika
dilihat dari Net Interest Margin BPD yang cenderung lebih tinggi dibandingkan NIM
Bank Umum lainnya, BPD dinilai sulit bertahan dengan marjin tipis dibandingkan Bank
Umum lainnya. BPD juga dinilai boros karena pencapaian NIM yang begitu besar dan
tertinggi setelah Bank Umum Swasta Nasional non Devisa di antara kelompok bank
lain. NIM yang begitu tinggi ini dikhawatirkan akan membuat sektor-sektor Usaha
Mikro Kecil Menengah akan enggan meminjam dana pada BPD, sehingga dapat

3

menghambat fungsi BPD sebagai lembaga intermediasi dan agent of development di
daerah. Meskipun demikian hingga akhir 2012, NIM BPD mengalami penurunan yang
cukup signifikan dan bertahan pada rasio 6,7%.
12
10

Bank Umum
Bank Persero

8

BUSN Devisa
6

BUSN non Devisa
BPD

4

Bank Campuran
2

Bank Asing

0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun

Jul

Agt Sep Okt Nov Des

Sumber : Statistik Perbankan Indonesia 2012 (diolah)

Gambar 2 Net Interest Margin Perbankan Indonesia selama tahun 2012 (dalam persen)
Pada awal pendirian, maksud khusus pendirian BPD adalah untuk menyediakan
sumber dana bagi pelaksanaan usaha-usaha pembangunan daerah dalam rangka
Pembangunan Nasional Semesta Berencana. Namun seiring perkembangannya, aktifitas
BPD sebagian besar bergantung pada simpanan giro Pemerintah Daerah, dana cadangan
pensiun bagi Pegawai Negeri Sipil, serta rekening PNS yang diwajibkan oleh Pemda.
Padahal jika melihat keunggulan serta potensi yang dimiliki, BPD dapat melakukan
aktifitas lain yang dapat dilakukan oleh bank umum, seperti melayani aktifitas
pembayaran ekspor-impor, membuka kantor cabang di daerah lain, hingga mencetak
Letter of Credit. Bahkan, dengan keunggulan lokasi, BPD dapat menjangkau daerah
yang sulit dijangkau oleh bank umum lainnya untuk dapat menggali potensi-potensi
daerah hingga daerah terpencil.
Perkembangan BPD yang merupakan bagian dari perkembangan industri
perbankan nasional juga harus menunjukkan kinerja efisiensi yang optimal dalam
rangka mendukung sepenuhnya pembiayaan pembangunan daerah dan stabilitas sistem
keuangan. Dalam menopang stabilitas sistem keuangan, salah satunya diperlukan
pengawasan dan pengaturan terhadap lembaga keuangan agar fungsi lembaga keuangan
khususnya bank sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana masyarakat dapat
berjalan optimal.
Dengan demikian, dapat dirumuskan beberapa permasalahan penelitian
mengenai Bank Pembangunan Daerah, antara lain :
1. Bagaimana kondisi perkembangan Bank Pembangunan Daerah sejak
implementasi BPD Regional Champion ?
2. Bagaimana tingkat efisiensi Bank Pembangunan Daerah di Indonesia ?

4

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini
antara lain :
1. Menjelaskan kondisi perkembangan Bank Pembangunan Daerah sejak
implementasi BPD Regional Champion.
2. Menganalisa tingkat efisiensi Bank Pembangunan Daerah, khususnya dengan
menggunakan pendekatan efisiensi biaya.

Kegunaan Penelitian
Kegunaan hasil penelitian ini antara lain :
1. Bank Indonesia, sebagai pengambil kebijakan dalam menentukan langkah
kebijakan lebih lanjut mengenai Bank Pembangunan Daerah,
2. Stakeholders Bank Pembangunan Daerah dan pemerintah daerah sebagai
masukan dalam pengelolaan bank masing-masing, dan
3. Pengembangan keilmuan, khususnya kepada para dosen, mahasiswa, dan
peneliti yang berminat untuk meneliti perbankan Indonesia, khususnya Bank
Pembangunan Daerah.

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
Efisiensi Bank
Efisiensi dalam ekonomi merupakan indikator penilaian kinerja suatu pelaku
ekonomi dalam berproduksi dengan biaya dan input serendah mungkin, agar
mendapatkan output sebanyak mungkin, sehingga efisiensi bagi sebuah bank atau
industri perbankan secara keseluruhan merupakan aspek yang paling penting untuk
diperhatikan untuk mewujudkan suatu kinerja keuangan yang sehat dan berkelanjutan
(Abidin Z, 2008).
Menurut Yumanita dan Ascarya (2005), konsep efisiensi diawali dari konsep
ekonomi mikro, yaitu teori produsen dan teori konsumen. Teori produsen menyebutkan
bahwa produsen cenderung memaksimumkan keuntungan dan meminimalkan biaya.
Sedangkan di sisi lain, teori konsumen menyebutkan bahwa konsumen cenderung
memaksimukan utilitasnya atau tingkat kepuasannya. Dalam teori produsen dikenal
adanya garis frontier produksi. Garis ini menggambarkan hubungan antara input dan
output dalam proses produksi. Garis frontier produksi ini mewakili tingkat output
maksimum dari setiap penggunaan input yang mewakili penggunaan teknologi dari
suatu perusahaan atau industri.
Frontier efficiency cukup superior bagi sebagian besar standar rasio keuangan
dari laporan keuangan, seperti return on asset atau cost/revenue ratio, yang umumnya
digunakan oleh regulator, manager lembaga keuangan, atau konsultan industri dalam
mengevaluasi kinerja keuangan. Frontier efficiency superior karena ukuran dari frontier
efficiency menggunakan teknik pemograman atau statistik yang menghilangkan

5

pengaruh dari perbedaan di dalam harga input dan faktor pasar eksogen lainnya yang
mempengaruhi kinerja standar (rasio) dalam rangka untuk mendapatkan estimasi yang
terbaik berdasarkan kinerja.
B

Y
C

A

0

X

Gambar 3 Garis Frontier Produksi
Dalam mengukur efisiensi institusi keuangan, tidak ada ukuran atau pendekatan
yang bersifat umum dan standar. Berbagai macam cara dan metode dapat digunakan
dalam mengukur efisiensi institusi keuangan khususnya bank, antara lain pendekatan
parametrik dan non parametrik. Pendekatan parametrik melakukan pengukuran dengan
menggunakan ekonometrik yang stikastik dan berusaha untuk menghilangkan gangguan
dari pengaruh ketidakefisienan. Ada tiga pendekatan parametrik ekonometrik, yaitu:
1. Stochastic Frontier Approach (SFA);
2. Thick Frontier Approach (TFA);
3. Distribution Free Approach (DFA)
Beberapa metode pendekatan parametrik ekonometrik dalam penilaian efisiensi
yang dapat digunakan antara lain metode yang dikemukakan Berger dan Mester (1997),
Ferrier dan Lovell (1990), Battese dan Coelli (1993).
Berger dan Mester (1997) menyatakan bahwa ada tiga konsep penting yang
digunakan, yaitu konsep efisiensi biaya, efisiensi laba standar, dan efisiensi laba
alternatif. Pertama konsep efisiensi biaya, yang memberikan ukuran seberapa besar
selisih biaya yang dikeluarkan bank dengan biaya praktek dalam memproduksi jasa
perbankan yang sama di kondisi yang sama, sehingga fungsi biaya dapat dirumuskan
sebagai berikut :
(2.1)
Keterangan :
C
= biaya variabel (variabel cost)
w
= vektor harga variabel input
y
= vektor jumlah variable output
z
= jumlah dari input dan output yang tetap
= faktor inefisiesi yang dapat meningkatkan biaya di atas level terbaik produksi
= error random

6

Konsep kedua adalah efisiensi laba standar, yang mengukur seberapa besar
biaya bank untuk memproduksi dalam mendapatkan laba yang maksimum sesuai level
input dan harga tertentu, sehingga dapat ditumuskan dalam fungsi logaritma natural :
(2.2)
Keterangan :
Π
= variabel laba dari perusahaan
Θ
= variabel konstan dari laba perusahaan (agar log natural berjumlah positif)
p
= vektor harga dari variabel output
= tingkat inefisiensi yang mengurangi laba
= error random
Konsep terakhir yang dikemukakan Berger dan Mester (1997) adalah efisiensi
laba alternatif. Efisiensi ini diukur dari seberapa besar pendapatan bank akan laba
maksimum dengan level output tertentu daripada harga ouput itu sendiri. Efisiensi laba
alternatif dapat dirumuskan dalam fungsi logaritma natural sebagai berikut :
(2.3)
Keterangan :
Π
= variabel laba dari perusahaan
Θ
= variabel konstan dari laba perusahaan (agar log natural berjumlah positif)
y
= vektor harga dari variabel output
= tingkat inefisiensi yang mengurangi laba
= error random
Metode Ferrier dan Lovell (1990) dalam menghitung efisiensi lembaga
perbankan menggunakan dua pendekatan : pendekatan estimasi ekonometrika dalam
lingkup biaya, dan pendekatan program linear yang menghitung dalam lingkup
produksi. Kedua pendekatan ini memiliki konsep dasar yang sangat berbeda, dan
masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Meskipun demikian, kedua
pendekatan ini dapat menunjukkan seberapa besar efisiensi biaya bervariasi dengan
penyediaan pelayanan dan produksi output, dan seberapa besar biaya memengaruhi
efisiensi.
Pendekatan estimasi ekonometrika merupakan pendekatan yang digunakan
untuk mendapatkan parameter stokastik dari lingkup biaya dalam pengamatan biayaoutput. Pendekatan ini menggunakan :
variabel input :
variabel biaya tetap :
variabel output :
variabel lingkungan :
sehingga dapat dirumuskan total biaya dalam fungsi translog :

7

[






∑∑



j = 1, ..., n,

[



]

∑∑

∑∑


]

(2.5)
(2.6)



Pengaruh variabel eksogen (variabel lingkungan) dapat diasumsikan
memengaruhi fungsi biaya secara linear, dan juga tidak memengaruhi pembagian
efisiensi biaya.
Pendekatan program linear oleh Ferrier dan Lovell (1990) merupakan
pendekatan yang menggunakan paramater non stokastik dalam lingkup produksi di atas
pengamatan input-output. Perhitungan ini tetap menilai hubungan antara efisiensi biaya
dan output, dan menilai efisiensi teknis seperti pendekatan ekonometrik. Kemungkinan
produksi dapat dikarakterisktikkan dalam kebutuhan input L(y), yang dapat dirumuskan
sebagai berikut :




{



}

(2.7)

Sementara itu, pendekatan nonparametrik dengan program linier
(Nonparametric Linear Programming Approach) melakukan pengukuran nonparametrik
dengan menggunakan pendekatan yang tidak stokastik dan cenderung
mengkombinasikan gangguan dan ketidakefisienan. Hal ini dibangun berdasarkan
penemuan dan observasi dari populasi dan mengevaluasi efisiensi relatif terhadap unitunit yang diobservasi. Salah satu pendekatan pengukuran nonparametrik ini digunakan
oleh Vivas et al. (2002) dalam menghitung kinerja efisiensi.

8

Metode Vivas et al. (2002) dalam menghitung kinerja efisiensi perbankan adalah
dengan menggunakan model Data Envelopment Analysis (DEA). Model DEA memiliki
kelebihan utama yaitu tidak perlu merumuskan fungsi fungsional dalam perhitungan
efisiensi, sedangkan kekurangan utamanya adalah tidak dapat menghitung fungsi error.
Perhitungan ini menggunakan variabel n berupa input dasar perbankan, variabel m
berupa output dasar perbankan, dan dapat ditambahkan variabel lingkungan z untuk
model lengkap DEA. Formulasi yang digunakan adalah sebagai berikut :

(2.8)
untuk variabel lingkungan
dimana Y merupakan matriks vektor dari output, X merupakan matriks vektor dari
input, Z merupakan matriks dari output eksogen (lingkungan), (X0, Y0, Z0) merupakan
vektor koresponden yang telah diurutkan, eT menunjukkan vektor baris dari pertama, τ
adalah vektor dari variabel intensif, dan merupakan skor efisiensi yang memiliki
besaran antara 0 dan 1. Apabila bernilai kurang 1, pengurangan keseluruhan input
perlu dilakukan secara proporsional untuk mencapai batasan efisiensi.
Keuntungan dari pengunaan DEA adalah bahwa pendekatan ini tidak
memerlukan spesifikasi yang eksplisit dari bentuk fungsi dan hanya memerlukan sedikit
struktur untuk membentuk frontier efisiensinya. Kelemahan yang mungkin muncul
adalah “self identifier” dan “near self identifier”.
Definisi, Peran dan Fungsi Bank Pembangunan Daerah
Berdasarkan UU no. 13 tahun 1962, Bank Pembangunan Daerah merupakan
suatu lembaga keuangan bank yang didirikan di daerah swantantra tingkat I (provinsi)
yang ditujukan untuk pengerahan modal dan potensi di daerah dalam rangka
pembiayaan pembangunan daerah. Bank Pembangunan Daerah (BPD) pada dasarnya
didirikan dengan maksud khusus untuk menyediakan pembiayaan bagi pelaksanaan
usaha-usaha pembangunan daerah dalam rangka Pembangunan Nasional Semesta
Berencana. Namun dengan disahkannya UU no. 10 tahun 1998 tentang Perbankan,
status Bank Pembangunan Daerah disamakan dengan status bank umum, sekaligus
menghapus UU no. 13 tahun 1962.
Dengan demikian, saat ini BPD dapat melakukan usaha-usaha yang sama
dengan bank umum sesuai dengan UU no. 10 tahun 1998, antara lain :
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro,
deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu;
b. Memberikan kredit;
c. Menerbitkan surat pengakuan hutang
d. Membeli, menjual, atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk
kepentingan dan atas perintah nasabahnya;

9

i.

e.
f.

g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.

n.
o.

p.

q.

Surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang
masa berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam
perdagangan surat-surat dimaksud;
ii. Surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa
berlakunya tidak lebih lama dari kebiasaan perdagangan surat-surat
dimaksud;
iii. Kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah;
iv.
Sertifikat Bank Indonesia (SBI);
v.
Obligasi;
vi.
Surat dagang berjangka waktu sampai dengan satu tahun;
vii.
Instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan
satu tahun;
Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah;
Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana
kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi
maupun dengan wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya;
Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;
Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;
Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu
kontrak;
Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam
bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek;
Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali
amanat;
Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan
prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak
bertentangan dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang
ditetapkan oleh BI;
Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di
bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek,
asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan
memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh BI;
Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat dari
kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah,
dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi
ketentuan yang ditetapkan oleh BI; dan
Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai
dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang
berlaku.

10

BPD Regional Champion
BPD Regional Champion (BRC) merupakan program yang diluncurkan BI sejak
2012 dalam rangka mendukung tercapainya BPD sebagai agent of regional
development. Dalam setiap tahapan implementasinya, BRC mengacu pada tiga pilar
penopang :
1. Ketahanan kelembagaan yang kuat.
Implementasi pilar ini diharapkan nantinya dapat membentuk BPD mampu
beroperasi secara efisien, sehingga beberapa indikator kunci dari pilar ini adalah :
a) Modal inti diupayakan terus meningkat dan diharapkan beberapa BPD minimal
telah mencapai rata-rata minimal sebesar Rp 1 Triliun pada tahun 2014.
b) Rasio Return on Assets (ROA) diupayakan minimal 2,5 persen pada tahun 2014.
Meskipun ROA seluruh BPD telah melampaui ini, BPD dituntut tetap dapat
mempertahankannya.
c) Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) BPD diupayakan
setinggi-tingginya sebesar 75 persen hingga 2014.
d) Mengupayakan Net Interest Margin (NIM) setinggi-tingginya sebesar 5,5 persen
pada tahun 2014.
2. Kemampuan sebagai Agent of Regional Development.
Melalui pilar ini, nantinya BPD diharapkan untuk lebih berorientasi bagi
pengembangan bisnis perbankan yang memiliki korelasi tinggi terhadap perekonomian
daerah. Adapun indikator kunci yang menjadi acuan pilar ini adalah :
a) Pertumbuhan kredit sekurang-kurangnya 20 persen per tahun.
b) Portofolio kredit produktif diharapkan menjadi sekurang-kurangnya 40 persen
pada tahun 2014 dan terus meningkat di tahun-tahun berikutnya.
c) Rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) berada pada level 78-100 persen.
d) Penghimpunan dana masyarakat di luar dana Pemerintah Daerah diupayakan
setidaknya mencapai minimal 70 persen, yang tentunya juga dengan
memperhatikan kondisi daerah masing-masing.
e) Meningkatkan penyaluran kredit kepada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) melalui linkage program.
f) Meningkatkan efektivitas penyaluran kredit kepada debitur dengan orientasi
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
g) Menjadi Apex Bank yang merupakan bank induk yang akan membantu
mendukung aktivitas Lembaga Keuangan Mikro(LKM) seperti Bank Perkreditan
Rakyat (BPR), Bank Pasar, Perkreditan Kecamatan/Desa, sehingga mampu
berperan secara lebih optimal dalam membantu pengembangan UMKM.
3. Kemampuan melayani kebutuhan masyarakat.
Beberapa hal yang menjadi indikator kuncinya adalah :
a) Meningkatkan pemahaman terhadap produk-produk keuangan melalui edukasi
kepada masyarakat dan harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh BPD seperti
dengan memberikan layanan BPD Net Online dan electronic banking (ebanking);
b) Mempermudah akses layanan keuangan seluas-luasnya terutama kepada
masyarakat kecil;
c) Memiliki kualitas SDM professional, yang dapat dicapai melalui berbagai
macam pelatihan di Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (ASBANDA) HRD
Center;

11

d) Memperkenalkan produk unggulan yang dipergunakan secara luas oleh
masyarakat;
e) Memperluas jaringan layanan kantor hingga tingkat kecamatan;
f) Memaksimalkan peran BPD sebagai konsultan keuangan bagi Pemerintah
Daerah dalam mengelola keuangan daerahnya.

Penelitian-Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian Abidin (2008) dari Asian Banking Finance and Informatics
Institute of Perbanas mengenai efisiensi Bank Pembangunan Daerah dengan
menggunakan pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) menunjukkan bahwa
selama 2006-2007, tingkat efisiensi 26 BPD di Indonesia mengalami peningkatan dari
81% menjadi 89%, namun masih tetap di bawah angka 100 persen (efisiensi sempurna).
Bila digolongkan berdasarkan kelompok aset, BPD beraset besar memiliki tingkat
efisiensi yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok BPD yang lain dan di
atas total keseluruhan BPD. Hasil penelitian Abidin menunjukkan bahwa pada tahun
2006, BPD yang mencapai tingkat efisiensi sempurna (tingkat efisiensi 100 persen)
adalah BPD Bengkulu, BPD Jabar, dan BPD Sulawesi Tengah. Sedangkan pada tahun
2007, ada enam BPD yang mencapai efisiensi sempurna, yaitu BPD Aceh, BPD Sumut,
BPD Bengkulu, BPD Jakarta, BPD Jabar, BPD Sulawesi Tengah, dan BPD Papua.
Hasil penelitian Rahmania (2010) yang berjudul “Analisis Kinerja Efisiensi
Teknis Bank Pembangunan Daerah (BPD) dengan Pendekatan data Envelopment
Analysis (DEA)” menunjukkan bahwa pada tahun 2008, hanya lima BPD yang
tergolong efisien, yaitu BPD Kaltim, BPD Sulsel, BPD Sulawesi Tengah, BPD
Sulawesi Tenggara, dan BPD NTB. Dan pada tahun 2009, ada sembilan BPD yang
mencapai efisiensi, yaitu BPD Jambi, BPD Kalsel, BPD Kaltim, BPD Lampung, BPD
NTB, BPD NTT, BPD Sulsel, BPD Sultra, dan BPD Sulawesi Tengah.
Analisis efisiensi BPD lainnya dilakukan oleh Priyanto, Anggarini, dan
Gurendrawati dalam “Efficiency Analysisi of BPD in Indonesia Before and After of BI
Policy Package” menunjukkan bahwa 26 BPD di Indonesia mengalami peningkatan
efisiensi teknis yang fluktuatif, yaitu adanya penurunan efisiensi teknis BPD pada tahun
2007-2009, kemudian meningkat pada tahun 2010. Sedangkan efisiensi alokatif dan
skala ekonomi memiliki tren yang lebih baik, dan tingkat efisiensi meningkat setiap
tahunnya. Selain itu, penelitian ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan efisiensi
BPD sebelum dan sesudah kebijakan Bank Indonesia terkait perbankan pada April
2008, yakni adanya peningkatan yang cukup konsisten dari tahun ke tahun.
Penelitian yang cukup penting sebagai sumber acuan dalam penelitian mengenai
analisis tentang efisiensi dari institusi keuangan adalah penelitian yang dilakukan
Berger dan Mester (1997) yang berjudul “Inside the Black Box : What Explain
Differences in the Efficiencies of Financial Institutions”. Dalam penelitian tersebut
Berger dan Mester mencoba untuk melakukan perhitungan ulang terhadap literaturliteratur yang sudah ada dengan menggunakan data dari 6,000 bank umum yang ada di
Amerika Serikat selama tahun 1990-1995. Pendekatan yang digunakan dalam
perhitungan digunakan berdasarkan perbedaan dalam konsep efisiensi yang digunakan,
perbedaan dalam metode pengukuran untuk mengestimasi efisiensi dalam konsep
efisiensi, dan korelasi yang mungkin ada antara efisiensi bank, pasar, dan karakteristik
peraturan sebagai faktor eksogen yang menjelaskan perbedaan efisiensi. Hasil

12

penelitiannya menunjukkan adanya inefisiensi yang cukup besar dalam perbankan AS,
dengan hasil yang berbeda pada ketiga pendekatan yang digunakan. Perbedaan hasil
tersebut cukup signifikan menggambarkan efisiensi karena adanya perbedaan teknik
pengukuran efisiensi, perbedaan rumus fungsional, dan perlakuan yang bervariasi
terhadap kualitas output dan modal finansial.

Kerangka Pemikiran
Perkembangan Bank Pembangunan Daerah di Indonesia merupakan bagian dari
perkembangan perbankan Indonesia. Salah satu arah kebijakan perbankan tahun 2012
berdasarkan Booklet Perbankan Indonesia oleh Bank Indonesia (2012) adalah
pengawalan industri perbankan dengan penerapan fungsi stabilitas keuangan dan
pengawalan fungsi intermediasi secara efisien, sehingga perbankan Indonesia
khususnya BPD harus mampu mencapai efisien, untuk menopang stabilitas sistem
keuangan dan penyempurnaan inklusi keuangan.

Bank Pembangunan Daerah di Indonesia

Efisiensi bank

Faktor yang memengaruhi efisiensi

Variabel-variabel analisis

Tingkat efisiensi bank

Efisien

Tidak efisien

Gambar 4 Kerangka Pemikiran Penelitian Efisiensi BPD

13

Hipotesis
Untuk mengukur tingkat efisiensi Bank Pembangunan Daerah di Indonesia,
maka perlu dirinci dasar hipotesis dalam penelitian ini. Hipotesis dalam penelitian ini
adalah bahwa 26 Bank Pembangunan Daerah di Indonesia mengalami peningkatan
efisiensi yang signifikan dari tahun ke tahun, hal ini disebabkan oleh upaya-upaya
peningkatan peran BPD dan dapat dilihat dari peningkatan laba tahun berjalan, aset
BPD, serta aktivitas BPD. Selain itu, tingkat efisiensi BPD dinilai akan konsisten
dengan nilai Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional yang dimiliki BPD.
BPD yang memiliki nilai BOPO yang rendah cenderung lebih efisien dibandingkan
BPD yang memiliki rasio BOPO yang tinggi. BOPO merupakan indikator yang paling
sederhana dalam penilaian efisiensi perbankan. Semakin rendah rasio BOPO maka bank
tersebut semakin efisien karena mampu menghasilkan keuntungan maksimum dari
biaya (input) yang minimum. Sebaliknya, semakin besar rasio BOPO, maka semakin
tidak efisien bank tersebut, karena memiliki rasio beban biaya terhadap pendapatan
yang semakin besar.

METODOLOGI PENELITIAN
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data panel, yang
berupa data kerat lintang (cross section) sebanyak 26 Bank Pembangunan Daerah di
Indonesia dan data deret waktu (time series) dalam periode tahunan selama periode
2005-2011. Data yang diperoleh merupakan data sekunder yang bersumber dari laporan
keuangan bulanan masing-masing BPD, antara lain berasal dari Statistik Perbankan
Indonesia dan Laporan Keuangan Publikasi Bank oleh Bank Indonesia, serta Laporan
Keuangan Tahunan Bank oleh BPD. Seluruh BPD kemudian dikelompokkan
berdasarkan kepemilikan aset Rp 1 - 10 trilyun, Rp 10 – 50 trilyun, dan BPD dengan
total aset > Rp 50 trilyun, agar dapat diamati pertumbuhannya secara proporsional.

Definisi Operasional
Dalam menganalisa efisiensi masing-masing BPD, maka perlu dirumuskan
fungsi biaya yang menggambarkan struktur biaya BPD. Fungsi biaya tersebut terdiri
atas biaya sebagai peubah tidak bebas, dan beberapa peubah bebas yang terdiri atas
peubah harga input, peubah jumlah output, dan peubah eksogen. Peubah harga input
merupakan input operasional produk perbankan, yaitu Dana Pihak Ketiga dan biaya
tenaga kerja. Peubah jumlah output merupakan produk perbankan yang dimiliki BPD,
antara lain kredit, surat berharga, dan pinjaman bank lain. Peubah eksogen merupakan
faktor-faktor lingkungan yang diestimasi memengaruhi fungsi biaya BPD. Peubahpeubah yang akan digunakan dalam penelitian ini dapat dirinci dalam tabel berikut :

14

Tabel 1 Definisi Operasional Variabel yang Digunakan dalam Penelitian
Simbol

Jenis Peubah

C

Peubah tidak bebas
(dependent variables)

dpk
btk
kredit
bl
sec
NPL
D

Peubah harga input
(variable input prices)

Peubah jumlah output
(variable output
quantities)
Peubah eksogen
(environmental
variables)

Definisi Peubah
Jumlah biaya/beban berupa beban
bunga, beban bukan bunga, dan
beban operasional lainnya (rupiah)
Jumlah simpanan dasar/Dana Pihak
Ketiga (rupiah)
Total biaya/beban tenaga kerja dibagi
dengan total tenaga kerja (rupiah)
Jumlah pinjaman yang disalurkan/
penyaluran kredit (rupiah)
Jumlah pinjaman ke bank lain
(rupiah)
Jumlah sekuritas (rupiah)
Rasio Non Performing Loans (persen)
Dummy intersep lokasi : Pulau Jawa
– luar Pulau Jawa

Rumusan Umum
Dalam penelitian ini, metode perhitungan efisiensi yang digunakan adalah
pendekatan efisiensi biaya yang dikemukakan oleh Berger dan Mester (1997). Fungsi
biaya yang digunakan dapat dirumuskan sebagai berikut :
(3.1)
Model yang digunakan untuk mengestimasi efisiensi menspesifikasikan fungsi
biaya (Berger and Mester 1997) yang terdiri atas variabel input, variabel output, dan
variabel eksogen (lingkungan). Fungsi biaya yang digunakan dalam estimasi efisiensi
dapat dirumuskan sebagai berikut :

(3.2)

Metode Analisis dan Pengolahan Data
Metode analisis yang akan digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi 26 BPD
di Indonesia adalah analisis data panel. Analisis data panel merupakan subjek dari salah
satu pendekatan yang cukup aktif dan inovatif dalam literatur ekonometrik. Hal ini
dikarenakan data panel memiliki jumlah observasi yang lebih besar karena merupakan
gabungan dari data deret waktu dan data kerat lintang, sehingga dapat memberikan data
yang informatif, mengurangi kolinearitas antarpeubah serta meningkatkan derajat
kebebasan yang artinya meningkatkan efisiensi. (Firdaus, 2011). Perangkat lunak yang
akan digunakan dalam penelitian ini adalah Microsoft Excel 2010 untuk

15

mengelompokkan data kemudian selanjutnya diolah dengan menggunakan program
STATA 11.
Metode pengolahan data yang digunakan untuk menganalisis besaran efisiensi
setiap BPD menggunakan Stochastic Frontier Analysis dengan pendekatan timeinvariant inefficiency model dan time-variant decay model, serta menghitung besaran
distribusi nilai efisiensi secara statistik dengan fungsi elastisitas biaya. Stochastic
Frontier Analysis merupakan suatu pendekatan frontier ekonomi, yang menilai fungsi
dari biaya, keuntungan, atau hubungan produksi sejumlah input, output, faktor
lingkungan, serta memperhitungkan random error.
Stochastic Frontier Approach
Fungsi produksi dalam SFA mempostulasikan keberadaan ketidakefisienan
teknis dari produksi sejumlah output. Untuk gabungan beberapa level input,
diasumsikan bahwa jumlah produksi akan melonjak di atas rata-rata fungsi parametrik
dari input yang diketahui, termasuk paramater yang tidak diketahui, random error, yang
disesuaikan dengan ukuran kesalahan dari setiap level produksi faktor lain, seperti
dampak dari cuaca, demonstrasi buruh, atau produk yang rusak/gagal. Semakin besar
jumlah yang direalisasikan oleh penurunan sedikit produksi, maka semakin besar level
ketidakefisienan teknis (Battese dan Coelli, 1993).
SFA disusun dari model error dimana infesiensi diasumsikan mengikuti
asimetri distribusi, biasanya half-normal, semantara random error mengikuti simteris
distribusi, biasanya standard normal. Inilah kelemahan SFA dimana secara umum tidak
ada sebuah pengakuan terhadap bentuk penyebaran yang pasti dari peubah. Bentuk
distribusi setengah normal dan eksponensial adalah bentuk distribusi yang selama ini
dipilih. Akan tetapi, kedua bentuk distribusi ini cenderung bernilai nol sehingga besar
efek efisiensi yang dicari juga mendekati nol.
Fungsi produksi SFA untuk data panel dapat adalah sebagai berikut :
(3.3)
Keterangan :
Yit
=
xit
=
β
=
Vit
=
Uit
=
teknis.

produksi untuk panel observasi
vektor nilai dari kombinasi input produksi yang dikenal
vektor dari parameter yang tidak dikenal
random error
peubah random yang tidak negatif, yang disebut dengan ketidakefisienan

Time Invariant Model
Time invariant menggunakan maximum likelihood yang mengestimasi untuk
parameter time invariant model. Dalam model ini, efek ketidakefisienan dapat
dijelaskan oleh model :
(3.4)
dimana
,
,
Dalam model ini,
terdistribusi secara independen satu sama lain dan
bervariasi dalam model. Dengan demikian, hasil efisien dari time invariant model secara
umum akan menunjukkan hasil yang sama antar waktu.

16

Time Varying Decay Model
Time varying decay model merupakan kombinasi sukar dari banyak faktor,
seperti tekstur permukaan statis, variasi temporal, dan pola waktu spasial lebih. Linear
data reduksi teknik seperti Dekomposisi Besaran Singular tidak mudah menangkap
struktur kompleks dalam time varying model yang bervariasi penampilan (Gu et. al.
2008). Time varying decay menggunakan maxiumum likelihood yang mengestimasi
parameter time varying decay model. Dalam model ini, efek ketidakefisienan akan
dijelaskan oleh model berikut

dimana

{

}

(3.5)

Saat > 0, derajat ketidakefisienan akan menurun seiring waktu. Saat < 0,
maka derajat ketidakefisienan akan meningkat seiring waktu. Karena t = Tt di eriode
terakhir, maka periode terakhir dari produsen i mengandung level dasar dari
ketidakefisienan untuk produsen itu. Jika > 0, level ketidakefisienan akan hilang
selama level dasar. Jika < 0, level ketidakefisiean akan meningkat ke level dasar.
Dengan demikian, hasil efisiensi time varying decay model akan menunjukkan
perbedaan antar waktu.
Analisis Efisiensi
Perhitungan efisiensi masing-masing BPD dilakukan dengan menghitung
besaran linear prediction pada STATA 11 dari hasil estimasi time invariant model.
Dalam hal ini besaran efisiensi dari fungsi biaya hanya dihitung dari hasil estimasi timeinvariant model karena menghasilkan besaran efisiensi yang sama pada setiap BPD
selama periode pengamatan. Hasil estimasi efisiensi tersebut dihitung besaran linear
prediction-nya, kemudian dihitung masing-masing residual dari besaran linear
prediction tadi, dengan :
(3.6)
Kemudian hasil residual tadi dieksponensialkan untuk mendapatkan besaran
efisiensi masing-masing BPD dalam periode pengamatan. Efisiensi kemudian dihitung
dengan membagi besaran ekponensial residual minimum dibagi dengan eksponensial
residual masing-masing BPD.

(3.7)
Hasil pembagian tersebut akan berkisar pada 0 < NE < 1, sehingga BPD yang memiliki
koefisien efisiensi biaya mencapai nilai 1 merupakan BPD yang mencapai efisiensi
sempurna.

17

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan BPD Setelah Implementasi BPD Regional Champion
BPD Regional Champion yang diluncurkan oleh Bank Indonesia sejak 2010
merupakan dorongan bagi masing-masing BPD untuk meningkatkan kinerja sesuai
dengan pilar-pilar BRC. Tiga pilar BPD Regional Champion yang disusun adalah
ketahanan kelembagaan yang kuat, sehingga BPD mampu beroperasi secara efisien;
kemampuan sebagai agent of development, sehingga BPD dapat meningkatkan
kontribusinya bagi pembangunan daerah; serta kemampuan melayani kebutuhan
masyarakat.
Berdasarkan ketiga pilar BPD Regional Champion, pola gambaran
perkembangan BPD setelah implementasi BRC dapat dinilai dari total biaya, total laba,
total aset, jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK), jumlah penyaluran kredit, posisi Net
Interest Margin (NIM), Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE), dan Non
Performing Loan (NPL) . Pola gambaran perkembangan BPD ini akan dijelaskan
terlebih dahulu berdasarkan kepemilikan aset BPD.
Pengelompokan BPD berdasarkan total aset (total aktiva) dapat dikelompokkan
atas 3 kelompok : 1) Kelompok aset Rp 1 - 10 trilyun; 2) Kelompok aset Rp 10 – 50
trilyun; 3) Kelompok aset > Rp 50 trilyun. Pada kelompok aset pertama, ada sebanyak
14 dari 26 BPD yang memiliki aset Rp 1- 10 trilyun pada 3 (tiga) tahun terakhir, setelah
implementasi BRC. Pada kelompok aset yang kedua, ada sebelas BPD yang memiliki
aset Rp 10 – 50 trilyun. Pada kelompok aset yang ketiga, ada satu BPD yang memiliki
aset di atas Rp 50 trilyun, yaitu BPD Jawa Barat Banten.
Pada kelompok aset Rp 1 – 10 trilyun, ada 14 dari 26 Bank Pembangunan
Daerah di Indonesia yang memiliki aset Rp 1 – 10 trilyun, yaitu BPD Jambi, BPD
Bengkulu, BPD Lampung, BPD Yogyakarta, BPD Kalimantan Barat (Kalbar), BPD
Kalimantan Selatan (Kalsel), BPD Kalimantan Tengah (Kalteng), BPD Sulawesi
Selatan dan Barat (Sulselbar), BPD Sulawesi Utara (Sulut), BPD Sulawesi Tenggara
(Sultra), BPD Sulawesi Tengah (Sulteng), BPD Maluku, BPD Nusa Tenggara Barat
(NTB), dan BPD Nusa Tenggara Timur (NTT).
Perkembangan Total Biaya
Pola gambaran perkembangan BPD dapat diamati dari total biaya/beban yang
ditanggung oleh BPD selama tahun berjalan. Total biaya merupakan akumulasi dari
total beban operasional dan total beban non-operasional. Total beban operasional terdiri
atas total beban bunga, serta total beban non bunga lainnya, seperti beban administrasi
dan umum, beban personalia (tenaga kerja), beban transaksi valas, dan beban promosi.
Perkembangan total biaya BPD kelompok aset Rp 1 – 10 trilyun setelah
implementasi BRC mencapai angka rata-rata 34,06% selama tiga tahun terakhir.
Peningkatan biaya terbesar dialami oleh BPD Sulawesi Utara, yakni sebesar 52,27%
dari total biaya Rp 561,03 milyar pada 2010 dan mencapai Rp 1,17 trilyun pada posisi
2012. Sementara BPD Nusa Tenggara Barat mencapai perkembangan total biaya
terendah dibandingkan BPD lain di kelompoknya, yakni hanya mencapai pertumbuhan
sebesar 1,57% dari Rp 395,9 milyar pada tahun 2010 dan hanya mencapai Rp 402,2
milyar selama tahun 2012.

18

1,200
1,000
800
600
400
200
2010

2011

2012

Jambi
Bengkulu
Lampung
Yogya
Kalbar
Kalteng
Kalsel
Sulut
Sulteng
Sulselbar
Maluku
NTB
NTT

Sumber : Laporan Keuangan Publikasi Bank (diolah)

Gambar 5 Total Biaya BPD Kelompok Aset Rp 1 – 10 trilyun setelah implementasi
BPD Regional Champion (dalam milyar rupiah)
BPD yang memiliki perkembangan total biaya setelah implementasi BRC di atas
rata-rata perkembangan total biaya BPD di kelompok asetnya adalah BPD Jambi
dengan pertumbuhan total biaya mencapai 43,36%; BPD Bengkulu dengan
pertumbuhan total biaya 37,67%; BPD Kalimantan Tengah dengan pertumbuhan total
biaya mencapai 39,10%; BPD Kalimantan Selatan dengan pertumbuhan total biaya
mencapai 38,15%; BPD Sulawesi Utara dengan pertumbuhan total biaya tertinggi
sebesar 52,27%; BPD Sulawesi Tenggara dengan pertumbuhan biaya total 38,40%;
BPD Maluku dengan pertumbuhan total biaya terbesar kedua dengan besaran 50,21%
dalam tiga tahun terakhir; dan BPD Nusa Tenggara Timur dengan pertumbuhan total
biaya mencapai 48,15% setelah implementasi BRC.
Sedangkan BPD yang memiliki pertumbuhan total biaya di bawah rata-rata
kelompok aset Rp 1 – 10 trilyun adalah BPD Lampung dengan pertumbuhan sebesar
24,52%; BPD Yogyakarta dengan pertumbuhan sebesar 18,77%; BPD Kalimantan
Barat dengan pertumbuhan sebesar 31,84%; BPD Sulawesi Tengah dengan
pertumbuhan 18,64%; serta BPD Nusa Tenggara Barat dengan pertumbuhan total biaya
terkecil di kelompok asetnya, yakni hanya sebesar 1,57%.
Pada BPD kelompok aset Rp 10 – 50 trilyun, rata-rata perkembangan total biaya
BPD setelah implementasi BPD Regional Champion adalah mencapai 17,68%.
Peningkatan biaya terbesar dicapai oleh BPD Kalimantan Timur dengan total biaya
mencapai Rp 989,2 milyar pada tahun 2010 dan meningkat 60,05% hingga mencapai Rp
2,48 trilyun pada tahun 2012. Sedangkan peningkatan biaya terendah, bahkan
mengalami penurunan yang terbesar dialami oleh BPD Aceh. Total biaya BPD Aceh
pada tahun 2010 mencapa