Analisis Efisiensi Bank Pemerintah Daerah Di Indonesia
SKRIPSI
ANALISIS EFISIENSI BANK PEMERINTAH DAERAH DI
INDONESIA
OLEH
YOHANNES HAPOSAN RITONGA
080501103
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(2)
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Efisiensi Bank Pemerintah Daerah Di Indonesia” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara
Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga, dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam skripsi ini saya bersedia sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, Desember 2013 Penulis
Yohannes Haposan Ritonga
(3)
ABSTRAK
Sejumlah faktor sangat mempengaruhi terhadap efisiensi suatu bank. Untuk mengetahaui keberadaan efisiensi seperti NIM, CAR dan ROA diperlukan sebuah penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi bank. Dalam rangka mewujudkan perbankan yang sehat untuk meningkatkan perekonomian setiap daerah melalui Bank Pemerintah daerah (BPD).
Metode penelitian studi kasus dengan teknik analisis regresi berganda. Dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Bank Indonesia.
Hasil penelitian menunjukkan secara parsial CAR, NIM dan ROA mempunyai pengaruh yang signifikan dan positif terhadap BOPO. CAR dan NIM secara parsial berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap BOPO. Secara bersamaan CAR, NIM, dan ROA berpengaruh terhadap BOPO.
Secara bersamaan variabel CAR, NIM dan ROA mampu memberikan penjelasan variabel BOPO sebesar 51,9% sedangkan sisanya 41,9 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak ada pada model estimasi.
(4)
ABSTRACT
Factors of influence the efficiency of a bank. To know where efficiency as NIM, ROA CAR and required a study. This study aims to determine the efficiency of the bank. In order to realize a healthy banking system to boost the economy of each region through the local Bank Pemerintah Daerah (BPD).
Case study method with regression analysis techniques. By using secondary data obtained from Bank Indonesia.
Results showed partial CAR, NIM and ROA has a significant and positive impact on ROA. CAR and NIM partially negative and significant effect on BOPO. Simultaneously CAR, NIM, ROA and ROA influence. CAR variables simultaneously, NIM and ROA ROA variable is able to provide an explanation of 51.9% while the remaining 41.9% is explained by other variables that do not exist in the estimation model.
(5)
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis Ucapkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa Atas Berkat dan Perlindungannya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga akhirnya penulis dapat menyesaikan skripsi dengan judul “Analisis Efisiensi Bank Pemerintah Daerah Di Indonesia”. Penulisan skripsi ini merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Pembangunan di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Teristimewa penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orangtua tersayang Ayahanda Syamsul Hasiholan Ritonga dan Ibunda Bestiana Hutagalungatas segala doa, dukungan, motivasi dan kasih sayang serta kesabaran yang luar biasa yang tidak terhingga kepada penulis.
Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum. M.Ec, Ac, Ak selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, Mec dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Irsyad, SE. M.Soc.Sc. Ph.D dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
(6)
4. Bapak Prof. DR Ramli, SE, MS selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan memberikan arahan kepada penulis selama masa penyusunan skripsi.
5. Bapak Syarief Fauzie, SE, M.Ak selaku Dosen Pembaca Penilai Skripsi yang telah memberikan arahan dan saran kepada penulis untuk perbaikan skripsi ini.
6. Kepada Bapak/Ibu dosen Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan.
7. Seluruh staff Administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utrara yang telah banyak membantu penulis dalam setiap administrasi yang diperlukan oleh penulis.
8. Kepada Abang dan Kakakku yang selama ini memberi dukungan. 9. Kepada teman-teman di Ekonomi Pembangunan stambuk 2008.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.
Akhir kata penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan peneliti lainnya.
Medan, Desember 2013 Penulis
(7)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perbankan di Indonesia ... 8
2.2 Efisiensi ... 11
2.3 Konsep Efisiensi ... 17
2.4 Penilaian Tingkat Kesehatan Bank ... 25
2.5 Faktor yang Menggurkan Penilaian Tingkat Kesehatan Bank ... 27
2.6 Variabel Penelitian ... 30
2.7 Penelitian Terdahulu ... 32
2.8 Kerangka Konseptual ... 34
2.9 Hipotesis ... 36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 38
3.2 Jenis Sumber Data ... 38
3.3 Pengolahan Data ... 38
3.4 Teknik Analisis ... 39
3.5 Uji Kesesuaian Data ... 40
3.5.1 Koefisien Determinasi (R2) ... 40
3.5.2 Uji Simultan (Uji-F) ... 40
3.5.3 Uji Parsial (Uji-t) ... 41
3.6 Uji Asumsi Klasik ... 41
3.6.1 Uji Normalitas ... 41
3.6.2 Uji Multikolinearitas ... 42
3.6.3 Uji Heterokedastisitas ... 42
(8)
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum BPD (Bank Pembangunan Daerah) . 44
4.1.1 Nama-nama BPD di Indonesia ... 44
4.1.2 Perkembangan BOPO pada BPD di Indonesia . 45 4.1.3 Perkembangan CAR pada BPD di Indonesia .... 47
4.1.4 Perkembangan NIM pada BPD di Indonesia .... 49
4.1.5 Perkembangan ROA pada BPD di Indonesia .... 51
4.2 Hasil Uji Asumsi Klasik ... 53
4.2.1 Uji Normalitas ... 53
4.2.2 Uji Multikolineritas ... 55
4.2.3 Uji Heterokedastisitas ... 56
4.2.4 Uji Autokolerasi ... 57
4.3 Hasil Uji Ketetapan Model (Test of Goodness Fit) ... 58
4.3.1 Uji-F ... 58
4.4 Analisis Hasil Estimasi ... 59
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 62
5.2 Saran ... 62
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(9)
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Halaman
1.1 Nama-nama Bank Pembangunan Daerah di Indonesia ... 3
1.2 Penilaian Tingkat Kesehatan Bank ... 12
2.2 Predikat Kesehatan Bank ... 13
4.1 Nama-nama BPD di Indonesia ... 45
4.2 Perkembangan BOPO pada BPD di Indonesia ... 47
4.3 Perkembangan CAR pada BPD di Indonesia ... 53
4.4 Perkembangan NIM pada BPD di Indonesia ... 54
4.5 Perkembangan ROA pada BPD di Indonesia... 55
4.2.1 One Sampel Kolmogorov Smirnov Test ... 56
4.2.2 Uji Multikolineritas ... 56
4.3 Hasil Uji Heterokendasitas ... 57
4.3.1 Uji F ... 59
(10)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Halaman
2.1 Konsep Efisiensi dari Pendekatan Sisi Input ... 19
2.2 Konsep Efisiensi dengan Pendekatan Output ... 21
2.3 Kerangka Konseptual ... 37
4.1 Analisis Grafik ... 52
(11)
DAFTAR LAMPIRAN
No Lampiran Judul Halaman
(12)
ABSTRAK
Sejumlah faktor sangat mempengaruhi terhadap efisiensi suatu bank. Untuk mengetahaui keberadaan efisiensi seperti NIM, CAR dan ROA diperlukan sebuah penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efisiensi bank. Dalam rangka mewujudkan perbankan yang sehat untuk meningkatkan perekonomian setiap daerah melalui Bank Pemerintah daerah (BPD).
Metode penelitian studi kasus dengan teknik analisis regresi berganda. Dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Bank Indonesia.
Hasil penelitian menunjukkan secara parsial CAR, NIM dan ROA mempunyai pengaruh yang signifikan dan positif terhadap BOPO. CAR dan NIM secara parsial berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap BOPO. Secara bersamaan CAR, NIM, dan ROA berpengaruh terhadap BOPO.
Secara bersamaan variabel CAR, NIM dan ROA mampu memberikan penjelasan variabel BOPO sebesar 51,9% sedangkan sisanya 41,9 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak ada pada model estimasi.
(13)
ABSTRACT
Factors of influence the efficiency of a bank. To know where efficiency as NIM, ROA CAR and required a study. This study aims to determine the efficiency of the bank. In order to realize a healthy banking system to boost the economy of each region through the local Bank Pemerintah Daerah (BPD).
Case study method with regression analysis techniques. By using secondary data obtained from Bank Indonesia.
Results showed partial CAR, NIM and ROA has a significant and positive impact on ROA. CAR and NIM partially negative and significant effect on BOPO. Simultaneously CAR, NIM, ROA and ROA influence. CAR variables simultaneously, NIM and ROA ROA variable is able to provide an explanation of 51.9% while the remaining 41.9% is explained by other variables that do not exist in the estimation model.
(14)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar BelakangBank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan). Industri perbankan memegang peranan penting bagi pembangunan di bidang ekonomi. Bank memiliki peran sebagai financial intermediary antara unit-unit lain yang mengalami kelebihan dana (surplus unit) dan kekurangan dana (defisit unit). Melalui bank kelebihan tersebut dapat disalurkan kepada pihak-pihak yang memerlukan sehingga memberikan manfaat pada kedua belah pihak.
Dalam perekonomian, sebagai lembaga keuangan, bank mempunyai dua peran yaitu sebagai transmisi dan sebagai lembaga perantara. Fungsi yang disebut pertama berkaitan peranan lembaga keuangan dalam mekanisme pembangunan dalam agen-agen ekonomi sebagai akibat adanya transaksi diantara mereka. Sebagai contoh Bank Indonesia yang mencetak uang sebagai alat pembayaran yang sah, ini dimaksudkan untuk mempermudah transaksi diantara masyarakat dalam perekonomian Indonesia. Demikian juga bank-bank umum menerbitkan cek dimaksudkan untuk memudahkan transaksi yang dilakukan nasabah disisi lain, fungsi kedua dari lembaga keuangan berkaitan erat dengan fasilitas /kemudahan mengenai aliran dana dari mereka yang kelebihan dana (penabung) kepada yang kekurangan dana (peminjam) dalam hal ini, lembaga keuangan
(15)
adalah sebagai broker, pialang/deealer dalam berbagai aktiva (asset) yang berperan untuk meningkatkan efisiensi kedua belah pihak (save and borrower). Mereka dapat membantu memindahkan/menyalurkan dana dari pemilik dana (Lenders) kepada peminjam yang tidak terbatas dan tidak dikenal oleh pemilik dana, dengan biaya transaksi dan informasi yang relatif rendah dibandingkan bila mereka sendiri harus mencari dan melakukan transaksi langsung.
Berdasarkan kepemilikannya bank 5 jenis yaitu, bank milik pemerintah, bank milik swasta nasional, bank milik koperasi, bank milik asing dan bank milik campuran. Pada penelitian ini akan dibahas bank milik pemerintah. Bank milik pemerintah adalah bank yang akte pendirian maupun modal bank ini sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah indonesia, sehingga seluruh keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah pula. Contohnya adalah Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Tabungan Negara (BTN) , dan Bank Mandiri. Disamping itu terdapat pula Bank Pemerintah Daerah (BPD) terdapat di daerah tingkat I dan tingkat II masing-masing propinsi. Modal BPD sepenuhnya dimiliki oleh pemda masing-masing tingkatan. Ada 26 Bank Pemerintah Daerah di Indonesia, yaitu:
(16)
Tabel 1.1
Nama-nama Bank Pembangunan Daerah di Indonesia No Nama Bank No Nama Bank
1 Bank BJB 14 Bank KALBAR
2 Bank JATIM 15 Bank NTT
3 Bank KALTIM 16 BankBPD KALSEL 4 Bank JATENG 17 Bank SULUT 5 Bank RIAU KEPRI 18 Bank BPD DIY 6 Bank PAPUA 19 Bank NTB
7 BankBPD ACEH 20 Bank PEMBANGUNAN
KALTENG 8 Bank SUMUT 21 Bank JAMBI 9 Bank SUMSEL BABEL 22 Bank SULTRA 10 Bank BPD BALI 23 Bank LAMPUNG
11 Bank DKI 24 Bank MALUKU
12 Bank SULSELBAR 25 Bank BENGKULU 13 Bank NAGARI 26 Bank SULTENG Sumber: Majalah Infobank (Januari 2013)
Bank Pembangunan Daerah (BPD) turut serta dalam menggerakkan roda perekonomian daerah. Dikatakan demikian karna BPD sebagai pemegang kas daerah dalam kegiatannya berfungsi melakukan pembiayaan bagi pelaksanaan usaha kecil, kredit mikro dan sebagainya. Pasal 3 Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 62 Tahun 1999 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Bank Pembangunan Daerah (BPD) menjelaskan lebihlanjut mengenai fungsi perbankan daerah. Perbankan daerah mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat. Bank Pembangunan Daerah juga menjadi penyimpan kas daerah serta salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD)
(17)
BPD adalah perbankan di mana lebih dari lima puluh persen sahamnya milik pemerintah daerah. Potensi daerah dapat diangkat melalui bantuan modal usaha dari BPD. Lingkup BPD relatif kurang luas karena umumnya hanya melayani kebutuhan dana tingkat Propinsi, Kotamadya, maupun Kabupaten. Kantor cabang BPD juga sedikit, hanya sebagian kecil saja yang mampu membuka kantor cabang di Propinsi lain.
Di era otonomi daerah seperti saat ini, peran Bank Pembangunan Daerah (BPD) memiliki potensi yang sangat besar, sebagai akselerator sekaligus mendinamisasi perekonomian yang bertujuan untuk menggerakkan pembangunan di daerah. Selama ini selain sebagai bank komersial, BPD dibebani fungsi sebagai agen pendorong pembangunan daerah (regional agent of development). BPD
dituntut tetap memainkan peran dalam memberikan fasilitas dana pembangunan daerah, baik proyek investasi maupun modal kerja. Namun, di sisi lain, sebagai bagian dari kebijakan perbankan nasional, BPD juga wajib mengikuti regulasi yang ditentukan Bank Indonesia (BI).
BPD dalam kerangka ikut berpartisipasi mendorong dan memfasilitasi stimulus fiskal setidaknya harus berkonsentrasi pada beberapa hal, antara lain: 1) berspesialisasi pada sektor yang menguntungkan atau potensial di daerah
tersebut atau sektor yang terkait proyek-proyek pemda,
2) mulai memfokuskan usaha pada pembiayaan KMK dan KI, dan
3) memberikan proporsi kredit yang cukup besar bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), termasuk di dalamnya penyederhanaan proses administratifnya. Perlu juga dikaji,
(18)
4) penerapan linkage program dan skema penjaminan untuk UMKM yang kesulitan
dalam persyaratan pengajuan kredit.
Efisiensi merupakan salah satu parameter kinerja yang secara teoritis merupakan salah satu kinerja yang mendasari seluruh kinerja sebuah organisasi. Kemampuan menghasilkan output yang maksimal dengan input yang ada
merupakan ukuran kinerja yang diharapkan. Pada saat pengukuran efisiensi dilakukan, bank dihadapkan pada kondisi bagaimana mendapatkan tingkat output
yang optimal dengan tingkat input yang ada, atau mendapatkan tingkat input yang
minimum dengan tingkat output tertentu. Dengan diidentifikasikannya alokasi
input dan output, dapat dianalisa lebih jauh untuk melihat penyebab
ketidakefisiensian.
Efisiensi dalam dunia perbankan adalah salah satu parameter kinerja yang cukup populer, banyak digunakan karena merupakan jawaban atas kesulitan-kesulitan dalam menghitung ukuran-ukuran kinerja perbankan. Sering kali, perhitungan tingkat keuntungan menunjukkan kinerja yang baik, tidak masuk dalam kriteria “sehat” atau berprestasi dari sisi peraturan. Sebagaimana diketahui, industri perbankan adalah industri yang paling banyak diatur oleh peraturan-peraturan yang sekaligus menjadi ukuran kinerja dunia perbankan Capital
Adequacy Ratio (CAR), Reserve Requirement, Legal Lending Limit dan
kredibilitas para pengelola bank adalah contoh peraturan-peraturan yang sekaligus menjadi kriteria kinerja di dunia perbankan. Selain itu pengukuran efisiensi perbankan dapat dilakukan dengan 3 pendekatan lainnya yaitu ; Data
(19)
Envelopment Analysis (DEA), Stochastic Frontier Approach (SFA), dan
Distribution Free Approach (DFA).
Dengan demikian diharapkan BPD menjadi garda terdepan pembangunan ekonomi daerah untuk mendukung program pemerintah menciptakan lapangan kerja sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat daerah yang secara kolektif akan menurunkan tingkat kemiskinan secara nasional dan meningkatkan kesejahteraan bangsa.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk meneliti dengann judul Analisis Efisiensi Bank Pemerintah Daerah di Indonesia.
1.2Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah pengaruh CAR ( Capital Adequacy Ratio) terhadap BOPO (Biaya
Operasional Terhadap Pendapatan Operasional) BPD di Indonesia.
2. Apakah pengaruh NIM (Net Interest Margin) terhadap BOPO (Biaya
Operasional Terhadap Pendapatan Operasional) BPD di Indonesia.
3. Apakah pengaruh ROA (Return On Average Asset) terhadap BOPO (Biaya
Operasional Terhadap Pendapatan Operasional) BPD di Indonesia.
1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh CAR ( Capital Adequacy Ratio) terhadap
terhadap BOPO (Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional) BPD di Indonesia.
(20)
2. Untuk mengetahui pengaruh NIM ( Net Interest Margin) terhadap
terhadap BOPO (Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional) BPD di Indonesia.
3. Untuk mengetahui pengaruh ROA (Return On Asset) terhadap terhadap
BOPO (Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional) BPD di Indonesia.
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Untuk memberikan informasi kepada masyarakat terutama nasabah Bank pemerintah Daerah (BPD) di Indonesia.
2. Penelitian ini juga bermanfaat bagi Bank Pemerintah Daerah (BPD) yang ada di Indonesia sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
3. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dan informasi dalam melakukan penelitian masa yang akan datang.
(21)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perbankan IndonesiaBank adalah lembaga keuangan atau perusahaan yang bergerak di bidang keuangan yang menyediakan berbagai jasa keuangan. Kegiatan utama dari bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya.
Bank merupakan lembaga keuangan yang sangat penting dalam perekonomian terutama dalam sistem pembayaran moneter. Secara umum bank didefinisikan sebagai lembaga keuangan yang usaha pokoknya menghimpun dana dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit serta memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Stuart dalam anonim (2009) mendefinisikan bank sebagai badan usaha yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit baik dengan alat pembayarannya sendiri maupun uang yang diperolehnya dari pihak lain maupun dengan jalan memperedarkan alat-alat penukar baru berupa uang giral. Dengan demikian bank merupakan perantara keuangan (financial intermediaries) sehingga menimbulkan interaksi antara kreditur dan debitur. Menurut George dalam anonim (2008), Bank memiliki tiga karakteristik khusus yang berbeda dalam fungsinya jika dibandingkan dengan lembaga keuangan lainnya, pertama terkait dengan fungsi
bank sebagai lembaga kepercayaan untuk menyimpan dana masyarakat, baik dalam penciptaan uang dan dalam mekanisme pembayaran dalam sistem perkenomian. Kedua sebagai lembaga intermediasi keuangan, perbankan berperan
(22)
kredit dan pembiaayaan lain dalam dunia usaha. Ketiga sebagai lembaga
penanaman aset finansial, bank memiliki peranan penting dalam mengembangkan pasar keuangan terutama pasar uang domestik dan valuta asing. Bank berperan dalam mentransformasikan aset finansial seperti simpanan masyarakat ke dalam bentuk finansial aset lain yaitu kredit dan surat-surat berharga yang dikeluarkan pemerintah dan Bank Sentral. Bank Indonesia (2006) mengkategorikan fungsi Bank sebagai financial intermedieries dalam 3 (tiga) hal yakni :
1. Sebagai lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan.
2. Sebagai lembaga yang menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit.
3. Melancarkan transaksi perdagangan dan peredaran uang.
Fungi perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun, penyalur dan pelayanan jasa dalam lalu lintas dan peredaran uang di masyarakat yang bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahateraan rakyat banyak. Berdasarkan Undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang perbankan, bank didefinisikan sebagai Badan Usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali dalam bentuk pinjaman (kredit) dan atau bentuk lainnya dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup orang banyak. Sedangkan perbankan menurut Undang-Undang tersebut adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup
(23)
kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
2.1.1 Fungsi Bank
Adapun secara spesifik bank-bank dapat berfungsi sebagai agent of trust,
agent of develovment dan agen of services (Arlan Widiantara:2012).
1. Agent Of Trust
Yaitu lembaga yang landasannya kepercayaan. Dasar utama kegiatan perbankan adalah kepercayaan ( trust ), baik dalam penghimpun dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan mau menyimpan dana-dananya di bank apabila dilandasi kepercayaan. Dalam fungsi ini akan di bangun kepercayaan baik dari pihak penyimpan dana maupun dari pihak bank dan kepercayaan ini akan terus berlanjut kepada pihak debitor. Kepercayaan ini penting dibangun karena dalam keadaan ini semua pihak ingin merasa diuntungkan untuk baik dari segi penyimpangan dana, penampung dana maupun penerima penyaluran dana tersebut.
2. Agent Of Development
Yaitu lembaga yang memobilisasi dana untuk pembangunan ekonomi. Kegiatan bank berupa penghimpun dan penyalur dana sangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan kegiatan investasi, kegiatan distribusi, serta kegiatan konsumsi barang dan jasa, mengingat bahwa kegiatan investasi , distribusi dan konsumsi tidak dapat dilepaskan dari adanya penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian suatu masyarakat.
(24)
3. Agent Of Services
Yaitu lembaga yang memobilisasi dana untuk pembangunan ekonomi. Disamping melakukan kegiatan penghimpun dan penyalur dana, bank juga memberikan penawaran jasa perbankan yang lain kepada masyarakan. Jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum.
2.2 Efisiensi
Efisiensi merupakan salah satu parameter pengukur kinerja dari sebuah organisasi yang didalam penelitian ini adalah bank. Efisiensi dapat juga diterjemahkan sebagai kemampuan suatu organisasi dalam menyelesaikan pekerjaan dengan benar dengan perhitungan rasio perbandingan antara input dan
output. Dimana efisiensi adalah bagaimana menggunakan input yang minimal
dengan menghasilkan output yang semaksimal mungkin.
Ada beberapa jenis efisiensi dalam perbankan, antara lain efisiensi dalam skala dimana suatu bank dapat dikatakan efisiensi dalam skala adalah ketika suatu bank mampu beroperasi dalam skala yang konstan, efisiensi dalam cakupan disini agar efisiensi dalam cakupan tercapai adalah ketika suatu bank mampu beroperasi pada diversifikasi lokasi, efisiensi teknis dimana suatu bank dalam menyatakan suatu hubungan antara input dan output pada proses produksinya, dan efisiensi
alokasi dimana agar efisiensi alokasi ini tercapai suatu bank harus mampu untuk menentukan berbagai output yang dapat memaksimalkan keuntungan.
Menurut Pernomo dan Darmawan (2000), suatu perusahaan dapat dikatakan efisien apabila: (1) Mempergunakan jumlah unit input yang lebih
(25)
dengan menghasilkan jumlah output yang sama, (2) Menggunakan jumlah unit
input yang sama, tetapi dapat menghasilkan jumlah output yang lebih besar.
Perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan yang berkembang di Indonesia dituntut untuk memiliki kinerja yang baik. Salah satu cara untuk mengukur kinerja perbankan adalah efisiensi, dimana efisiensi perbankan dapat dilihat dari penggunaan input dan output yang digunakan dalam kegiatan
operasional bank.
Menurut Pass dan Lowes (1997), efisiensi merupakan hubungan antara faktor input (factor inputs) yang langka dengan output (outputs) barang dan jasa.
Hubungan ini dapat diukur secara fisik (efisiensi teknik (technological efficiency)
atau secara biaya (efisiensi ekonomi (economic efficiency)). Konsep efisiensi
dipergunakan sebagai kriteria dalam penilaian seberapa baik pasar mengalokasikan sumberdaya.
Kinerja pasar merupakan efisiensi dari suatu pasar (market) dalam
menggunakan sumberdaya yang langka untuk memenuhi permintaan konsumen akan barang dan jasa, yaitu seberapa baik suatu pasar telah memberikan kontribusi pada optimisasi kesejahteraan ekonomi. Elemen-elemen kunci dari kinerja pasarmencakup :
(26)
(a) efisiensi produksi (productive efficiency)
(b) efisiensi distribusi (distributive efficiency), yaitu kemampuan suatu pasar
untuk memproduksi dan mendistribusikan produk-produknya dengan biaya yang paling rendah.
(c) efisiensi alokasi (allocative efficiency), yaitu tingkat di mana harga pasar yang
dibebankan pada para pembeli konsisten dengan biaya penawaran termasuk pengembalian suatu laba normal (normal profit) pada para pemasok.
(d) kemajuan teknologi (technological progressiveness), kemampuan para
pemasok untuk selalu memperkenalkan teknik-teknik distribusi dan produksi baru yang hemat biaya dan memperkenalkan produk-produk superior.
(e) kinerja produk (product performance), yaitu kualitas dan keanekaragaman
produk yang ditawarkan oleh para pemasok. Dalam teori pasar (theory of
markets), kinerja pasar ditentukan oleh interaksi dari struktur pasar (market
structure) dan perilaku pasar (marketconduct), sementara kinerja pasar itu sendiri
memiliki pengaruh terhadap struktur dan perilaku pasar.
Efisiensi pengalokasian (allocative efficiency) merupakan suatu aspek dari
kinerja pasar (market performance) yang menunjukkan pengalokasian yang
optimum dari sumberdaya yang langka untuk memproduksi barang dan jasa yang sesuai dengan permintaan konsumen. Hal ini dicapai ketika tingkat harga pasardan keuntungan konsisten dengan biaya sumberdaya riil untuk menyediakan produk tersebut. Lebih khusus, kesejahteraan konsumen optimum apabila harga dari setiap produk sama dengan biaya terendah dari sumberdaya dalam
(27)
menyediakan produk tersebut, ditambah keuntungan normal yang diterima oleh perusahaan.
Efisiensi produksi (productive efficiency) merupakan sebuah aspek dari
kinerja pasar (market performance) yang menunjukkan efisiensi suatu pasar
dalam memproduksi produk-produk pada biaya yang serendah mungkin dalam jangka panjang dengan menggunakan teknologi yang ada. Efisiensi produksi tercapai apabila output diproduksi dalam pabrik dengan skala optimal dan terdapat suatu keseimbangan antara penawaran dan permintaan pasar jangka panjang.
Efisiensi distribusi (distribution efficiency) merupakan suatu aspek dari
kinerja pasar (market performance) yang menunjukkan efisiensi (efficiency) suatu
pasar dalam mendistribusikan output dari pemasok ke konsumen. Biaya distribusi termasuk pengangkutan, pergudangan, biaya penanganan, bersama-sama dengan margin keuntungan dari distributor. Sebagai tambahan, pemasok menimbulkan biaya penjualan atau selling cost (periklanan atau advertising dan biaya-biaya lain
dari pembedaan produk atau product differentiation) dalam mengusahakan dan
mempertahankan secara terus menerus permintaan akan produk mereka. Efisiensi distribusi yang optimal diperoleh apabila biaya distribusi fisik minimum dan biaya penjualan dipertahankan pada tingkat yang paling rendah untuk mempertahankan total permintaan pasar secara terus menerus.
Menurut Hadad, et. al (2003), efisiensi merupakan salah satu parameter
kinerja yang secara teoritis merupakan salah satu kinerja yang mendasari seluruh kinerja sebuah organisasi. Kemampuan menghasilkan output yang maksimal dengan input yang ada merupakan ukuran kinerja yang diharapkan. Pada saat
(28)
pengukuran efisiensi dilakukan, bank dihadapkan pada kondisi bagaimana mendapatkan tingkat output yang optimal dengan tingkat input yang ada, atau mendapatkan tingkat input yang minimum dengan tingkat output tertentu. Efisiensi dalam dunia perbankan adalah salah satu parameter kinerjayang cukup populer, banyak digunakan karena merupakan jawaban atas kesulitan kesulitan dalam menghitung ukuran-ukuran kinerja. Sering kali, perhitungan tingkat keuntungan menunjukkan kinerja yang baik, tidak masuk dalam kriteria“sehat” atau berprestasi dari sisi peraturan. Sebagaimana diketahui, industri perbankan adalah industri yang paling banyak diatur oleh peraturan-peraturan yang sekaligus menjadi ukuran kinerja dunia perbankan. Capital Adequacy Ratio(CAR), Reserve
Requirement, Legal Lending Limit dan kredibilitas para pengelola bank adalah
contoh peraturan-peraturan yang sekaligus menjadi kriteria kinerja didunia perbankan. Sedangkan dengan menggunakan metode parametrik, ada dua
pendekatan untuk menghitung efisiensi, yaitu Stochastic Frontier Approach
(SFA) dan Distribution Free Approach (DFA).
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam Febryani dan Zulfadin (2003), kinerja perusahaan dapat diukur dengan menganalisa dan mengevaluasi laporan keuangan. Dalam konteks perbankan, kinerja merupakan cerminan dari kemampuan sebuah bank dalam mengelola dan mengalokasikan dananya (Febryani dan Zulfadin, 2003). Ramli dalam Mirnawati (2007) menyatakan bahwa efisiensi perbankanberperan bagi kehidupan makro dan mikro bangsa Indonesia. Peranan efisiensi perbankan dari sisi makro yaitu melalui kegiatan utamanya dalam pasar finansial berupa mobilisasi dana dan penyaluran kredit. Lembaga
(29)
perbankan tidak hanya dapat meningkatkan produktivitas dana tetapi juga dapat mendorong perkembangan sektor-sektor ekonomi lainnya. Bahkan penyaluran kredit konsumsi mempunyai dampak positif bagi dunia usaha karena ikut membantu peningkatan permintaan terhadap berbagai jenis produk dan jasa. Peranan efisiensi perbankan ditinjau dari sisi mikro menggambarkan kemampuan bank yang bersangkutan dalam mengelola input untuk menghasilkan output. Bank-bank yang tidak efisien bisa tersingkir dari pasar karena tidak mampu bersaing dengan kompetitornya, baik dari segi harga (pricing) maupun kualitas
produk dan pelayanan (Mirnawati, 2007).
Menurut Farrel dalam Coelli et. al (1998), efisiensi teknis mencerminkan
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan output yang maksimum dengan jumlah input tertentu. Menurut Hassan (2003), sebuah perusahaan dikatakan lebih efisien secara teknis daripada perusahaan lainnya jika perusahaan tersebut menghasilkan output yang relatif lebih banyak dengan menggunakan input dalam jumlah yang sama. Inefisiensi teknis disebabkan oleh manajemen dan dapat dikendalikan dengan manajemen. Sumber inefisiensi teknis dapat berupa inefisiensi teknis murni (terkait dengan input) atau skala inefisiensi (terkait dengan output).
Menurut Farrel dalam Yudistira (2003), skala efisiensi adalah hubungan antara biaya produksi rata-rata per unit dan volume bank. Jadi, suatu bank dikatakan memiliki skala ekonomi saat peningkatan outputnya diikuti dengan biaya produksi per unit yang lebih rendah.
(30)
2.3 Konsep Efisiensi
Efisiensi merupakan salah satu parameter kinerja yang secara teoretis mendasari seluruh kinerja sebuah organisasi dengan mengacu pada filosofi “kemampuan menghasilkan output yang optimal dengan input-nya yang ada, adalah merupakan ukuran kinerja yang diharapkan”. Dengan demikian ada pemisahan antara harga dan unit yang digunakan (input) maupun harga dan unit yang dihasilkan (output) sehingga dapat diidentifikasi berapa tingkat efisiensi teknologi, efisiensi alokasi, dan total efisiensi. Dengan diidentifikasinya alokasi input dan output, maka akan dapat dianalisis lebih jauh untuk melihat penyebab inefisiensi suatu bank.
Konsep efisiensi pertama kali diperkenankan oleh Farrel (1957) yang merupakan tindak lanjut dari model yang diajukan oleh Debreu (1951) dan Koopmans (1951). Konsep pengukuran efisiensi Farrel dapat memperhitungkan input majemuk (lebih dari 1 input). Farrel menyatakan bahwa efisiensi sebuah perusahaan terdiri dari dua komponen, yaitu efisiensi teknis (technicalefficiency)
dan efisiensi alokatif (allocative efficiency). Efisiensi teknis menunjukkan
kemampuan perusahaan untuk mencapai output semaksimal mungkin dari
sejumlah input. Sedangkan efisiensi alokatif menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk menggunakan input dengan proporsi seoptimal mungkin pada
tingkat harga input tertentu. Kedua komponen ini kemudian dikombinasikan
untuk menghasilkan ukuran efisiensi total atau efisiensi ekonomis (economic
(31)
Kumbhaker dan Lovell (2000), mengatakan bahwa efisiensi teknis merupakan salah satu dari komponen efisiensi ekonomi secara keseluruhan. Tetapi, dalam rangka mencapai efisiensi ekonominya suatu perusahaan harus efisien secara teknis. Untuk mencapai tingkat keuntungan yang maksimal, sebuah perusahaan harus dapat berproduksi pada tingkat output yang optimal dengan jumlah input tertentu (efisiensi teknis) dan menghasilkan output dengan kombinasi yang tepat pada tingkat harga tertentu (efisiensi alokatif).
Konsep pengukuran efisiensi dapat dilihat baik dengan fokus pada sisi input (input-oriented) maupun fokus pada sisi output (output-oriented). Kedua
pendekatan ini analog dengan konsep primal dan dual dalam teknik operations
research, yang bagaikan dua sisi mata uang, sehingga kedua pendekatan ini secara
konsisten akan menghasilkan kesimpulan yang sama tentang efisiensi relatif sebuah perusahaan terhadap sekawannya. Berikut ini adalah ikhtisar tentang kedua pendekatan ukuran efisiensi tersebut: Pendekatan sisi input adalah diasumsikan sebuah perusahaan yang menggunakan dua jenis input, yaitu x1 dan
x2, untuk memproduksi satu jenis output (y) dengan asumsi constant returns to
scale (CRS). Asumsi CRS maksudnya adalah jika kedua jenis input, x1 dan x2,
ditambah dengan jumlah persentase tertentu, maka output juga akan meningkat dengan persentase yang sama.
Konsep efisiensi dari pendekatan sisi input dapat digambarkan pada kurva
(32)
X2/y S
P A Q
R
Q’
S’
0 A X1/y
Sumber: Coelli (2005)
Gambar 2.1
Konsep Efisiensi dari Pendekatan Sisi Input
Dari gambar di atas, kurva SS’ adalah kurva isoquant yang merupakan
himpunan titik-titik perusahaan yang paling efisien dalam kumpulan sekawannya (fully efficient firms) atau perusahaan-perusahaan yang paling efisien secara teknis
(fully technically efficient). Perusahaan yang berada di titik P adalah perusahaan
yang tergolong kurang efisien. Perusahaan ini dapat menjadi perusahaan yang lebih efisien jika ia dapat mengurangi kedua jenis inputnya, x1 dan x2, untuk
memproduksi 1 unit output sehingga perusahaan tersebut berada di titik Q. Jarak
PQ disebut sebagai potential improvement, yaitu berapa banyak kuantitas input
dapat dikurangi secara proporsional untuk memproduksi kuantitas output yang sama. Ukuran efisiensi teknis sebuah perusahaan dalam kelompok sekawan (TEi) secara umum diukur dengan rasio:
(33)
TEi = 1 – QP/OP = 0Q/0P
sehingga 0 ≤1 i TE . Nilai TEi = 1 menunjukkan bahwa perusahaan i adalah yang paling efisien secara teknis diantara kelompok sekawannya.
Garis AA’ adalah garis isocost yang menunjukkan rasio harga (price ratio)
antara input 2 terhadap input 1. Efisiensi alokatif (AEi) perusahaan i yang berada
pada titik P, ditunjukkan oleh rasio: AEi = 1 – RQ/0Q = 0R/0Q
dimana RQ menunjukkan pengurangan biaya produksi yang akan terjadi jika produksi dilakukan pada titik yang efisien baik secara teknis maupun secara alokatif, yaitu Q. Titik Q adalah efisien secara teknis, namun tidak efisiens secara alokatif.
Efisiensi Ekonomis (EEi) perusahaan i adalah merupakan produk atau hasil kali antara Efisiensi Teknis (TEi) dengan Efisiensi Alokatif (AEi), secara matematis:
EEi = TEi x AEi = (0Q/0P) x (0R/0Q) = 0R/0P dimana 0 ≤ TEi , AEi , EEi ≤ 1
Pendekatan sisi output berlawanan dengan pendekatan sisi input yang menjawab berapa banyak kuantitas input bisa dikurangi secara proporsional untuk memproduksi kuantitas output yang sama, pendekatan sisi output menjawab berapa banyak kuantitas output dapat ditingkatkan secara proporsional dengan kuantitas input yang sama.
(34)
Asumsikan sebuah perusahaan dengan 2 jenis output (y1 dan y2) dan 1
jenis input (x) dalam ancangan CRS. Gambar 2 berikut ini akan menunjukkan
konsep ukuran efisiensi dengan pendekatan sisi output.
y2/x
D Z C
B B’
A
D’
0 Z’ A’ y1/x
Sumber: Coelli (2005)
Gambar 2.2
Konsep Efisiensi dengan PendekatanSisi Output
Pada gambar di atas, kurva ZZ’ adalah Kurva Kemungkinan Produksi (PPF) sedangkan garis DD’ adalah garis isorevenue yang menunjukkan rasio
harga kedua output. Titik B adalah titik yang efisien secara teknis sedangkan titik
A tidak efisien. Jarak AB adalah besarnya potential improvement yang mungkin
dilakukan perusahaan pada titik A untuk menjadi perusahaan yang efisien secara teknis. Ukuran Efisiensi Teknis (TEi) untuk sebuah perusahaan adalah:
TEi = 1 – AB/0B = 0A/0B (4)
Jika kita memiliki informasi tentang harga output, maka Efisiensi Alokatif (AEi)
(35)
AEi = 1 – BC/0C = 0B/0C (5)
Improvement ke titik C memiliki makna bahwa perusahaan di titik B masih dapat
meningkatkan pendapatannya dengan berproduksi di titik yang efisien secara teknis dan secara alokatif, yaitu di titik B’. Secara umum, Efisiensi Ekonomis (EEi) merupakan produk atau hasil kali antara Efisiensi Teknis dengan Efisiensi Alokatif, secara matematis:
EEi = TEi x AEi = 0A/0B x 0B/0C = 0A/0C (6)
Ukuran efisiensi relatif, baik dengan pendekatan sisi input maupun output
sama-sama membutuhkan pendefinisian garis pembatas (frontier) yang
menunjukkan perusahaan-perusahaan yang secara relatif paling efisien daripada kelompok sekawannya.
Jemric dan Vujcic (2002) menganalisis tingkat efisiensi bank di Kroasia dengan menggunakan pendekatan DEA selama periode 1995-2000. Pengukuran efisiensi didasarkan atas ukuran bank, struktur kepemilikan, tahun berdiri, dan kualitas aset. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa bank asing memiliki tingkat efisiensi yang paling tinggi dan bank yang baru lebih efisien daripada bank yang telah lama beroperasi. Secara umum bank yang kecil lebih efisien, namun secara lokal bank yang besar lebih efisien. Penyebab utama dari ketidakefisienan dalam perbankan di Kroasia adalah jumlah tenaga kerja dan aset tetap.
Hadad et.al (2003), melakukan penelitian terhadap bank umum nasional
selama periode 1995-2003 menggunakan pendekatan DEA. Terdapat tiga poin penting dari hasil penelitian ini yaitu; pertama, kredit yang terkait dengan bank
(36)
dan surat berharga mempunyai potensi pengembangan yang sangat tinggi untuk meningkatkan efisiensi secara keseluruhan, kedua, merger dari bank tidak
selamanya membuat bank menjadi lebih efisien, dan ketiga, kelompok bank
swasta nasional non devisa dapat dikatakan merupakan yang paling efisien selama 3 tahun (2001-2003) dalam kurun analisis 8 tahun (1996-2003) dibanding bank-bank lainya. Bank asing campuran sempat menjadi yang paling efisien di tahun 1997, sedangkan bank swasta nasional devisa di tahun 1998 dan 1999.
Yudistira (2003) melakukan penelitian terhadap 18 bank syariah di seluruh dunia selama periode 1997-2000 dengan menggunakan pendekatan DEA dan spesifikasi input output berdasarkan pendekatan intermediasi. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan efisiensi 18 bank syariah yang diobservasi mengalami sedikit inefisiensi di tingkat wajar 10 persen jika dibandingkan dengan bank konvensional. Hal ini disebabkan karena periode 1998-1999 bank-bank tersebut mengalami krisis global sehingga mempengaruhi kinerjanya. Bank syariah yang berskala kecil cenderung tidak ekonomis. Oleh karena itu, dianjurkan agar bank-bank yang skala ekonominya masih kecil melakukan merger atau akuisisi. Abdul Majid et al. (2003) menguji efisiensi biaya
bank komersial Malaysia selama periode 1993-2000 dengan membandingkan efisiensi sebelum dan sesudah krisis keuangan. Hasilempiris menunjukkan bahwa efisiensi bankMalaysia sebelum dan sesudah krisis tidak ada perbedaan secara statistik. Studi juga menemukan bahwa bank yang dimiliki asing lebih efisien daripada bank yang dimiliki lokal.
(37)
Astiyah dan Husman (2006) melakukan penelitian untuk menganalisis tingkat efisiensi perbankan di Indonesia dengan menggunakan derivasi fungsi profit. Pengukuran profit efficiency dalam studi ini mencakup model dengan
penekanan fungsi intermediasi dan tanpa penekanan fungsi intermediasi. Estimasi pengukuran efisiensi bank menggunakan metode stochastic frontier analysis
dengan data bulan selama periode 2001-2004 terhadap 20 bank dengan aset terbesar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai efisiensi dengan model penekanan intermediasi lebih rendah dari model tanpa penekanan intermediasi. Rata-rata efisiensi selama periode penelitian dengan menggunakan model non-intermediasi adalah 92,4% dibandingkan dengan 91,4% dengan model penekanan intermediasi. Lebih tingginya rata-rata tingkat efisiensi tanpa penekanan intermediasi mengindikasikan bahwa komponen kredit memberikan kontribusi yang lebih rendah kepada profitabilitas jika dibandingkan dengan output lainnya. Sehingga hal ini mengindikasikan bahwa bank belum menempatkan kredit sebagai komponen utama dalam kegiatan usahanya.
Abidin (2007) melakukan penelitian untuk mengevaluasi kinerja efisiensi 93 bank umum di Indonesia pada periode tahun 2002 hingga tahun 2005 dengan menggunakan metode DEA. Hasil temuan menunjukan bahwa kelompok bank asing dan bank pemerintah lebih efisien dibandingkan dengan kelompok bank lain. Staikouras, et.al (2007), melakukan penelitian terhadap efisiensi biaya pada
sektor perbankan di enam negara-negara Eropa Tenggara (SouthEastern
European) selama periode 1998–2003. Menggunakan pendekatan SFA,
(38)
mengidentifikasikan tingkatefisiensi biaya yang rendah, dengan perbedaan ketidakefisienan diantara negara Eropa Tenggara. Bank asing dan bank dengan kepemilikan asing yang besar merupakan bank dengan tingkat inefisiensi yang rendah.
Ariff, Mohamed, dan Can, Luc, (2008), melakukan penelitian efisiensi biaya dan profit pada 28 bank komersial di Cina menggunakan teknik nonparametrik selama periode 1995-2004. Penelitian ini menguji pengaruh jenis kepemilikan, ukuran, profil risiko, profitabilitas dan perubahan lingkungan terhadap efisiensi bank menggunakan regresi Tobit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat efisiensi profit lebih rendah dari efisiensi biaya. Hasil ini mendukung bahwa yang paling penting dari ketidakefisienan adalah atas sisi penerimaan. Temuan lain dari penelitian ini menunjukkan bahwa joint-stock
banks (nationaland city-based), lebih efisien biaya dan profit dari pada bank milik
pemerintah sementara bank ukuran-menengah secara statistik lebih efisien dari bank kecil dan besar. Dalam rangka meningkatkan efisiensi, penelitian ini memberikan beberapa usulan antara lain; mempercepat reformasi keterbukaan pasar perbankan, memperbaiki manajemen risiko, mengurangi subsidi modal pemerintah dan menyebarkan kepemilikan bank-bank Cina.
2.4 Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Penilaian tingkat kesehatan bank secara kuantitatif dilakukan terhadap 5 faktor, yaitu faktor Permodalan (Capital), Kualitas Aktiva Produktif (Asset), Manajemen, Rentabilitas(Earning) dan Likuiditas. Analisis ini dikenal dengan istilah Analisis CAMEL.
(39)
1. Aspek Permodalan (Capital)
Penilaian pertama adalah aspek permodalan, dimana aspek ini menilai permodalan yang dimiliki bank yang didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Penilaian tersebut didasarkan paa CAR (Capital Adequacy Ratio) yang ditetapkan BI, yaitu perbandingan antara Modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko.
2. Aspek Kualitas Aktiva Produktif (Asset)
Aktiva produktif atau Productive Assets atau sering disebut dengan Earning Assets adalah semua aktiva yang dimiliki oleh bank dengan maksud untuk dapat memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya. Ada empat macam jenis aktiva produktif yaitu :
a. Kredit yang diberikan b. Surat berharga
c. Penempatan dana pada bank lain d. Penyertaan
Penilaian aset, sesuai dengan Peraturan BI adalah dengan membandingkan antara aktiva produktif yang diklasifikasikan dengan aktiva produktif. Selain itu juga rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif terhadap aktiva produktif yang diklasifikasikan. Klasifikasi aktiva produktif merupakan aktiva produktif yang telah dilihat kolektabilitasnya, yaitu lancar, kurang lancar, diragukan dan macet.
(40)
3. Aspek Kualitas Manajemen (Management)
Aspek ketiga penilaian kesehatan bank meliputi kualitas manajemen bank. Untuk menilai kualitas manajemen akan mengajukan 250 pertanyaan yang menyangkut manajem enbank yang bersangkutan. Kualitas ini juga akan melihat dari segi pendidikan serta pengalaman para karyawannya dalam menangani berbagai kasus yang terjadi.
4. Aspek Rentabilitas (Earing)
Merupakan pengukuran kemampuan bank dalam meningkatkan labanya, juga untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai bank yang bersangkutan. Penilaian ini meliputi:
1. ROA atau Rasio Laba terhadap Total Aset, dan
2. Perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional (BOPO)
5. Aspek Likuiditas (Likuidity)
Aspek kelima adalah penilaian terhadap aspek likuiditas bank. Suatu bank dukatakan likuid, apabila bank yang bersangkutan mampu membayar semua hutangnya, terutama hutang-hutang jangka pendek. Selain itu juga bank harus mampu memenuhi semua permohonan kredit yang layak dibiayai.
Penilaian dalam aspek ini meliputi :
a. Rasio kewajiabn bersih Call Money terhadap Aktiva Lancar
b. Rasio kredit terhadap dana yang diterima oelh bank seperti KLBI, Giro, Tabungan, deposito dan lain-lain.
(41)
Tabel 2.1
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
No Faktor yang dinilai Komponen Bobot
1 Pemodalan Rasio modal terhadapat aktiva tertimbang
menurut resiko (ATMR)
25%
2 Kualitas Aktiva
Produktif
1. Rasio aktiva produktif yang diklasifikasi-kan terhadap jumlah
aktiva produktif
2. Rasio cadangan penghapusan aktiva terhadaap aktiva
produktif
yang diklasifikasikan
25% 5%
3 Manajemen Manajemen Umum dan
Manajemen Resiko
25% 4 Rentabilitas 1. Rasio laba terhadap rata-rata
volume usaha
2. Rasio biaya operasional terhadap
pendapatan operasional
5% 5%
5 Likuiditas 1. Rasio kewajiban bersil call money
terhadap aktiva lancar
2. Rasio pinjaman terhadap dana pihak ketiga
5% 5%
Jumlah bobot untuk kelima faktor tersebut adalah 100%. Nilai kredit kemudian digunakan untuk menentukan predikat kesehatan bank, ditetapkan sebagai berikut :
Tabel 2.2
Pridikat Kesehatan Bank
Nilai Kredit Predikat
81-100 Sehat
66-<81 Cukup Sehat
51-<66 Kurang Sehat
(42)
Disamping penilaian analisis CAMEL, kesehatan bank juga dipengaruhi hasil penilaian lainnya, yaitu penilaian terhadap :
1. Ketentauan pelaksanaan pemberian kredit Usaha Kesil (KUK) dan pelaksanaan Kredit Eksport
2. Pelanggaran terhadap ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) atau sering disebut dengan Legal Lending Limit
3. Pelanggaran Posisi Devisa Netto
2.5 Faktor yang Menggugurkan Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Ada beberapa faktor yang menyebabkan pengguguran tingkat kesehatan suatu bank yaitu:
• Perselisihan Intern
• Campur Tangan Pihak Luar Bank
• Window Dressing
• Praktek Bank dalam Bank
• Kesulitan yang Mengakibatkan Pengunduran dalam Kliring
• Praktek yang Membahayakan Usaha Bank
Hal-hal yang mempengaruhi penilaian kesehatan bank umum antara lain yaitu:
• Pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit
• Pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit
• Pelanggaran Ketentuan Know Your Customer
• Pelanggaran Transparansi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah
(43)
• Pelanggaran Ketentuan Penyelesaian Pengaduan Nasabah.
Hasil penilaian tingkat kesehatan bank umum adalah sebagai berikut: 1. PK1 adalah Bank Tergolong Sangat Baik dan Mampu Mengatasi
Pengaruh Negatif Kondisi Perekonomian dan Industri
2. PK2 adalah Bank Tergolong Baik dan Mampu Mengatasi Pengaruh Negatif Kondisi Perekonomian dan Industri Keuangan Namun Masih memiliki Kelemahan Minor yang dapat Segera Diatasi oleh Tindakan Rutin
3. PK3 adalah Bank Tergolong Cukup Baik Namun Terdapat Beberapa Kelemahan yang Dapat Menyebabkan Peringkat Kompositnya Memburuk Apabila Bank Tidak Segera Melakukan Tindakan Korektif. 4. PK4 adalah Bank Tergolong Kurang Baik dan Sangat Sensitif terhadap
Pengaruh Negatif Kondisi Perekonomian dan Industri Keuangan
5. PK5 adalah Bank Tergolong Tidak Baik dan Sangat Sensitif Terhadap Pengaruh Negatif Perekonomian serta mengalami kesulitan yang Membahayakan Kelangsungan Usahanya.
2.6 Variabel Penelitian
Ada beberapa variable dalam pebnelitian ini antara lain, yaitu:
1. BOPO (Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional)
Salah satu rasio yang menunjukkan efisiensi bank adalah biaya operasionalterhadap pendapatan operasional (BOPO). Efisiensi bank mempengaruhi kinerja bank, yakni untuk menunjukkan apakah bank telah menggunakan semua faktor produksinya dengan tepat guna dan berhasil guna.
(44)
Untuk mencapai keuntungan maksimal, sebuah perusahaan harus dapat berproduksi pada tingkat output yang optimal dengan jumlah input tertentu. Dengan kata lain semakin rendah tingkat BOPO maka semakin tinggi tingkat keuntungan bank.
2. CAR ( Capital Adequacy Ratio)
Besarnya modal suatu bank akan mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kinerja bank tersebut. Semakin besar modal suatu bank, maka masyarakat akan berasumsi bahwa bank tersebut dapat menutup resiko yang mungkin terjadi. CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva beresiko. Disamping itu bank yang memiliki CAR yang tinggi dapat dikatakan bahwa bank tersebut mempunyai cukup modal untuk mengembangkan usahanya sehingga berpotensi mendapat laba yang lebih tinggi.
3. NIM (Net Interest Margin)
NIM yaitu rasio antara pendapatan bunga bersih terhadap jumlah kredit yang diberikan (outstanding credit). Pendapatan bunga bersih diperoleh dari
bunga yang diterima dari pinjaman yang diberikan dikurangi dengan biaya bunga dari sumber dana yang dikumpulkan. NIM suatu bank dikatakan sehat apabila mempunyai NIM diatas 2%.
4. ROA (Return On Average Asset)
Menutut Richard dalam Kusumanigrum (2011) “ROA yang selalu meningkat, sangat bermanfaat bagi kinerja suatu perusahaan. Hal ini disebabkan semakin tinggi ROA maka semakin efisien bank tersebut dan profitabilitas yang
(45)
didapatpun semakin tinggi”. Profitabilitas tidak hanya penting bagi pengelola bank, tapi bagi stakeholder lainnya. Bagi perusahaan, tentu profitabilitas berkaitan langsung dengan tingkat pendapatan yang akan diperoleh. Bagi masyarakat, khususnya deposen, tidak akan merasa waswas menyimpan uangnya di bank, karena bank yang memiliki profitabilitas dapat dikatakan mempunyai modal yang cukup dan jauh dari kebangkrutan. Dengan kata lain profitabilitas dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat. Bagi pemerintah bank yang memiliki profitabilitas yang tinggi, maka bank tersebut tergolong bank sehat, maka akan memperlancar lalu lintas ekonomi dan dapat menopang perekonomian suatu negara.
2.7 Penelitian Terdahulu No Nama, Tahun,
Judul
Variabel Hasil
1 Bhava Wahyu
Nugraha, 2007, Analisis Efisiensi Perbankan Menggunakan Metode Non Parametrik Data Envelopment Analysys
Y ( Efisensi Perbankan), X1(Bank Pemerintah), X2 (Bank Swasta Nasional), X3(Bank Swasta Asing)
1. Kelompok bank milik pemerintah, dengan jumlah 3 bank yaitu Bank Rakyat Indonesia, Bank Negara Indonesia, dan Bank Mandiri, sebanyak 2 bank tidak mencapai tingkat efisiensi atau hanya sebesar 33,3% bank yang mencapai tingkat efisiensi.
2. Kelompok bank swasta nasional, dengan jumlah 10 bank yaitu Bank Nusantara Parahyangan, Bank Bumi Artha, Bank Kesawan, Bank Central Asia, Bank Bukopin, Bank CIMB Niaga, Bank Danamon, Bank Ekonomi
(46)
Raharja, Bank Permata, dan Bank Pundi Indonesia, sebanyak 4 bank tidak mencapai tingkat efisiensi atau sebesar 60% bank mencapai tingkat efisiensi. 3. Kelompok bank asing dan campuran tidak masuk ke dalam sampel penelitian karena tidak sesuai dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan pada teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling, sehingga Bank Asing dan Campuran tidak lebih efisien dibandingkan dengan Bank Pemerintah dam Bank Swasta Nasional pada periode tahun 2007-2010.
2 Suswandi (2007), Analisis Efisiensi Bank Syariah Di Indonesia
Y1 (penempatan pada Bank Indonesia), Y2(Penempatan Pada Bank Lain), Y3( pembiayaan yang diberikan), X1(Dana Pihak Ketiga), X2(Modal Disetror)
1.Hipotesis yang
menyatakan bahwa variabel input dan output berpengaruh terhadap laba perbankan syariah dapat diterima. Hal ini berarti variabel yang digunakan pada penelitian ini berpengaruh terhadap laba perbankan syariah di Indonesia. Besarnya pengaruh variabel yang digunakan terhadap laba perbankan syariah adalah sebesar 53,79 %.
2. Selama periode Januari 2003 sampai dengan Desember 2006 perbankan syariah di Indonesia telah mengalami efisiensi total rata-rata sebesar 94,37 % tiap tahunnya. Dengan efisiensi rata-rata paling tinggi terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 98,29 %
(47)
dan terendah terjadi pada tahun 2003 yaitu sebesar 90,12 %.
3. Berdasarkan hasil uji parsial dapat diketahui bahwa dalam penelitian ini, variabel-variabel yang digunakan ada yang tidak berpengaruh terhadap laba perbankan syariah. Variabel tersebut adalah Dana Pihak Ketiga dan Penempatan pada bank lain. Sedangkan variabel yang
mempengaruhi laba pada perbankan syariah adalah Modal disetor, Penempatan pada Bank Indonesia, dan Pembiayaan yang
diberikan.
4. Meskipun modal disetor dalam penelitian ini berpengaruh terhadap laba perbankan syariah tetapi modal disetor ini
berpengaruh negatif (inefisien) terhadap laba perbankan syariah di Indonesia. Sedangkan penempatan pada Bank Indonesia dan pembiayaan diberikan sama-sama berpengaruh positif terhadap laba perbankan syariah di Indonesia. 5. Secara umum efisiensi perbankan syariah di Indonesia selama periode yang diteliti (Januari 2003 – Desember 2006)
mengalami peningkatan, tetapi untuk beberapa bulan efisiensi perbankan syariah mengalami penurunan, yaitu pada bulan April 2003, Juni dan Oktober 2004, Mei dan Oktober 2005, Maret, Juli, dan
(48)
Oktober 2006.
3 Joko Sarjono (2008), Analisis Efisensi Bank Umum Syariah Di Indonesia Dengan Metode Data Envelopment
Analisis (DEA)
Y(Modal), Y2
(biaya-biaya), X1(Aset), X2(Pendapatapan Operasional Lain), X3(jumlah kantor cabang), X4(Jumlah ATM)
Tingkat efisiensi dari ketiga Bank Umum Syariah periode 2005-2007 adalah Bank Muamalat memiliki skor 100% (efisiensi sempurna, Bank Sariah Mandiri memiliki efisiensi 100% (efisiensi sempurna) dan Bank Syariah Mega tidak efisien karna tingkat efisiensinya hanya 99,2 %
2.6 Kerangka Konseptual
1. BOPO (Biaya Operasional Terhadap Pendapatan Operasional)
BOPO adalah rasio perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional, semakin rendah tingkat rasio BOPO berarti semakin baik kinerja manajemen bank tersebut, karena lebih efisien dalam menggunakan sumber daya yang ada di perusahaan. Besarnya rasio BOPO yang dapat ditolerir oleh perbankan di Indonesia adalah sebesar 93,52%, hal ini sejalan dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.
2. CAR ( Capital Adequacy Ratio)
CAR(Capital Adequacy Ratio) adalah rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh bank. Semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko. Jika nilai CAR tinggi maka bank tersebut mampu membiayai kegiatan operasional dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas.
(49)
3. Net Interest Margin (NIM)
Net Interest Margin (NIM) atau marjin bunga bersih (NIM) adalah ukuran perbedaan antara bunga pendapatan yang dihasilkan oleh bank atau lembaga keuangan lain dan nilai bunga yang dibayarkan kepada pemberi pinjaman mereka (misalnya, deposito), relatif terhadap jumlah mereka (bunga produktif ) aset. Hal ini mirip dengan margin kotor perusahaan non-finansial.
4. Return on Asset (ROA)
Return on Asset (ROA) adalah salah satu bentuk dari rasio profitabilitas untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan menggunakan total aktiva yang ada dan setelah biaya-biaya modal (biaya yang digunakan mendanai aktiva) dikeluarkan dari analisis. ROA adalah rasio keuntungan bersih pajak yang juga berarti suatu ukuran untuk menilai seberapa besar tingkat pengembalian dari aset yang dimiliki perusahaan. (Bambang R, 1997). Reurn On Asses (ROA) yang positif menunjukan bahwa dari total aktiva yang dipergunakan untuk operasi perusahaan mampu memberikan laba bagi perusahaan. Sebaliknya jika ROA negatif menunjukan toal aktiva yang dipergunakan tidak memberikan keuntungan/rugi.
(50)
Gambar 2.3
Kerangka Konseptual Analisis Efisiensi Bank Pemerintah Daerah di Indonesia
2.7 Hipotesis
1. CAR ( Capital Adequacy Ratio) berpengaruh positif terhadap BOPO (Biaya Operasional Terhadap Pendapatan)
2. NIM (Net Interest Margin) berpengaruh positif terhadapBOPO (Biaya
Operasional Terhadap Pendapatan)
3. ROA (Return on Asset) berpengaruh positif terhadap BOPO (Biaya Operasional Terhadap Pendapatan).
Y BOPO (Biaya Operasional Terhadap
Pendapatan)
X2
Net Interest Margin (NIM)
X3 Return on Asset
(ROA)
X1
Capital Adequacy Ratio (CAR)
(51)
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan langkah dan prosedur yang dilakukan dalam pengumpulan data dan informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian dengan cara analisis regresi berganda.
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini menganalisis efisiensi Bank Pemerintah Daerah (BPD) di Indonesia pada tahun 2011-2012. Sebagai variable Y adalah BOPO, dan yang menjadi variable X adalak X1 adalah CAR, X2 adalah NIM dan X3 adalah ROA.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, bentuk data cross sectionyang bersifat kuantitatif, pada Januari 2011- Desember 2012.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini secara umum adalah merupakan data yang dipublikasikan oleh Majalah Info Bank serta bahan-bahan kepustakaan berupa bacaan yang berhubungan dengan penelitian, website, artikel dan jurnal-jurnal.
3.3 Pengolahan Data
Sebagai alat bantu dalam proses mengerjakan penelitian ini, penulis menggunakan program SPSS 17 untuk mengolah data.
(52)
3.4 Analisis Data
Model analisis yamg digunakan dalam menganalisis data adalah model ekonometrika. Teknik analisis yang digunakan adalah metode Ordinary Least Squares atau OLS.
Data yang digunakan dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan analisis statistik yaitu persamaan linear berganda. Model persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:
Y = f (X1, X2, X3, ) ...(1)
Kemudian fungsi tersebut ditransformasikan ke dalam model persamaan regresi linear berganda dengan spesifikasi model sebagai berikut :
Y = α+ β1 X1+ β2 X2+ β3 X3+ e
Dimana:
Y = BOPO (Biaya Operasional Terhadap Pendapatan) dalam satuan persen (%)
X1 = CAR ( Capital Adequacy Ratio) dalam satuan persen (%) X2 = NIM (Net Interest Margin) dalam satuan persen (%) X3 = ROA (Return on Asset) dalam satuan persen (%)
Α = Intercept
β1β2β3 = koefisien Regresi
e = Error Term
3.5 Uji Kesesuaian (Test Of Godness Of Fit) 3.5.1 Koefisien Determinasi (R²)
Koefisien determinasi (R²) dilakukan untuk melihat adanya hubungan yang sempurna atau tidak, yang ditunjukkan pada apakah perubahan variabel independen akan diikuti oleh variabel dependen pada proporsi yang sama. Pengujian ini dengan melihat nilai R Square (R2). Nilai koefisien determinasi
(53)
adalah antara 0 sampai dengan 1. Selanjutnya nilai R² yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independent dalam menjelaskan variasi variabel dependent amat terbatas. Nilai yang mendekati 1 berarti variabel-variabel independent memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi dependent (Ghozali, 2005).
3.5.2 Uji Simultan (Uji-F)
Uji ini digunakan untuk menunjukkan apakah semua variabel independent yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen.
Kriteria pengambilan keputusan :
a. Jika nilai signifikansi< 0,05, maka variabel independen secara simultan (bersama-sama) mempengaruhi variabel dependen.
b. Jika nilai signifikansi> 0,05, maka variabel independen secara simultan (bersama-sama) tidak mempengaruhi variabel dependent.
3.5.3 Uji Parsial (Uji-t)
Uji ini digunakan untuk menunjukkan seberapa jauh pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen.
Kriteria pengambilan keputusan :
a. Jika nilai signifikansi< 0,05, maka variabel independent secara parsial mempengaruhi variabel dependent.
b. Jika nilai signifikansi> 0,05, maka variabel independent secara parsial tidak mempengaruhi variabel dependen.
(54)
3.6 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 3.6.1 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel terikat dan varabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal.
Dalam penelitian ini metode untuk menguji normalitas adalah dengan menggunakan metode grafik dan dengan uji kolmogorov-smirnov. Dengan
metode grafik, hasil pengujian normalitas dengan menggunakan normal
probability plot. Apabila normal probability plot menunjukan titik-titik yang
menyebar disekitar garis diagonal, serta penyebarannya mengikuti arah garis diagonal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi layak dipakai karena memenuhi asumsi normalitas. Sedangkan pada uji kolmogorov-smirnov,
distribusi data dikatakan normal jika nilai probabilitas > 0,05.
3.6.2 Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui apakah didalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variable bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika variable independen saling berkolerasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variable otogonal adalah variabel independen sama atau nol (Ghozali, 2005).
Multikolinearitas dapat dilihat dari (1) Nilai tolerance dan (2) Variance Inflation Factor (VIF). Jika VIF lebih besar dari 10, maka antar variabel bebas
(55)
(independent variable) terjadi persoalan multikolinearitas dan sebaliknya bila VIF
kurang dari 10, maka antar variabel bebas (independent variable) tidak terjadi
persoalan multikolinearitas.
3.6.3 Uji Heteroskedastisitas
Uji ini bertujuan menguji apakah model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian dari residual satu pengamatan kepengamatan yang lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang lebih baik adalah yang Homoskedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas karena data cross section mengandung berbagai ukuran
(Kecil,sedang, dan besar) (Ghozali, 2005).
Dalam penelitian ini metode untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas adalah dengan menggunakan metode grafik dan dengan uji Glejser. Dengan metode grafik, hasil pengujian normalitas dengan menggunakan
grafik Scatterplot. Apabila dari grafik tersebut menunjukan titik-titk menyebar secara acak serta tersebar, baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y, hal ini menunjukan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi dalam penelitian ini. Sedangkan pada uji Glejser, model regresi dikatakan
terbebas dari masalah heterokedastistas jika nilai probabilitas > 0,05.
3.7Defenisi Operasional
1. BOPO (Biaya Operasional Terhadap Pendapatan) adalah merupakan rasio perbandingan antara total beban operasional dengan total pendapatan operasional pada BPD di Indonesia dalam satuan persen (%).
(56)
2. CAR ( Capital Adequacy Ratio) adalah rasio yang mengukur perbandingan
antara modal dalam aktiva tertimbang menurut resiko pada BPD di Indonesia dalam satuan persen (%)
3. .NIM (Net Interest Margin) ukuran perbedaan antara bunga pendapatan yang
dihasilkan oleh BPD di Indonesia dalam satuan persen (%).
4. ROA (Return on Asset) adalah rasio yang mengukur perbandingan antara laba sebelum pajak dengan total asset BPD di Indonesia dalam satuan persen (%).
(57)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum BPD (Bank Pembangunan Daerah)Pengertian Bank adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai banknote. Kata bank berasal daribanca berarti tempat penukaran uang.
Sedangkan menurut undang-undang perbankan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Bank Pemerintah Daerah adalah bank-bank yang sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Bank milik Pemerintah Daerah yang umum dikenal adalah Bank Pembangunan Daerah (BPD), yang didirikan berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 1962. Masing-masing Pemerintah Daerah telah memiliki BPD sendiri. Di samping itu beberapa Pemerintah Daerah.
BPD memiliki tujuan untuk mendorong perekonomian suatau daerah secara khususnya dan perekonomian nasional secara umumnya. BPD mempercepat terlaksananya usaha-usaha pembangunan yang merata di seluruh Indonesia perlu adanya pengerahan modal dan potensi di daerah-daerah untuk pembiayaan pembangunan daerah.
(58)
4.1.1 Nama-nama Bank Pembangunan Daerah di Indonesia
Bank Pembangunan Daerah di Indonesia ada 26, yaitu:
Tabel 4.1
Nama-nama Bank Pembangunan Daerah di Indonesia No Nama Bank No Nama Bank
1 Bank BJB 14 Bank KALBAR
2 Bank JATIM 15 Bank NTT
3 Bank KALTIM 16 BankBPD KALSEL 4 Bank JATENG 17 Bank SULUT 5 Bank RIAU KEPRI 18 Bank BPD DIY 6 Bank PAPUA 19 Bank NTB
7 BankBPD ACEH 20 Bank PEMBANGUNAN
KALTENG 8 Bank SUMUT 21 Bank JAMBI 9 Bank SUMSEL BABEL 22 Bank SULTRA 10 Bank BPD BALI 23 Bank LAMPUNG
11 Bank DKI 24 Bank MALUKU
12 Bank SULSELBAR 25 Bank BENGKULU 13 Bank NAGARI 26 Bank SULTENG Sumber: Majalah Infobank (Januari 2013)
4.1.2 Perkembangan BOPO pada Bank Pembangunan Daerah di Indonesia
Salah satu rasio yang menunjukkan efisiensi bank adalah biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO). Efisiensi bank mempengaruhi kinerja bank, yakni untuk menunjukkan apakah bank telah menggunakan semua faktor produksinya dengan tepat guna dan berhasil guna. Untuk mencapai keuntungan maksimal, sebuah perusahaan harus dapat berproduksi pada tingkat output yang optimal dengan jumlah input tertentu. Dengan kata lain semakin rendah tingkat BOPO maka semakin tinggi tingkat keuntungan bank. Perkembangan BOPO pada Bank Pembangunan Daerah di Indonesia dapat dilihat pada tabel 4.2
(59)
Tabel 4.2
BOPO pada Bank Pembangunan Daerah di Indonesia
No Nama Bank 2011 2012
1 Bank BJB 78.03 76.76
2 Bank JATIM 57.09 70.02
3 Bank KALTIM 77.13 78.72
4 Bank JATENG 77.44 72.47
5 Bank RIAU KEPRI 76.24 75.29
6 Bank PAPUA 65.17 69.01
7 Bank BPD ACEH 76.98 67.67
8 Bank SUMUT 70.94 71.36
9 Bank SUMSEL BABEL 81.89 78.72
10 Bank BPD BALI 69.85 59.19
11 Bank DKI 78.70 75.4
12 Bank SULSELBAR 70.65 63.56
13 Bank NAGARI 79.26 77.49
14 Bank KALBAR 65.91 70.51
15 Bank NTT 77.96 76.79
16 Bank BPD KALSEL 72.07 80.41
17 Bank SULUT 86.15 77.26
18 Bank BPD DIY 75.05 74.19
19 Bank NTB 63.13 63.67
20 Bank PEMBANGUNAN
KALTENG
58.83 71.85
21 Bank JAMBI 70.11 71.82
22 Bank SULTRA 56.34 71.05
23 Bank LAMPUNG 70.11 70.29
24 Bank MALUKU 66.57 71.52
25 Bank BENGKULU 80.21 67.78
26 Bank SULTEMG 74.02 78.56
Sumber: Majalah Info Bank
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa perkembangan BOPO pada setiap BPD sangat berbeda-beda, ada beberapa BPD yang mengalami peningkatan dan ada pula yang mengalami penurunan. BPD yang paling banyak mengalami peningkatan BOPO adalah Bank JATIM yaitu pada tahun 2011 sebesar 57,09% mengalami peningkatan pada tahun 2012 sebesar 13,93% menjadi 70,02%. Sementara BPD yang mengalai penurunan BOPO paling banyak adalah Bank
(60)
BENGKULU yaitu pada tahun 2011 sebesar 80,21% menjadi 67,78 pada tahun 2012.
Jika di bandingkan dengan BOPO bank BUMN milik pemerintah seperti Bank Mandiri, BRI dan BNI maka BOPO bank BUMN ini lebih tinggi daripada NIM Bank Pembangun Daerah (BPD). Seperti terdapat pada tabel dibawah ini:
Table 4.3
BOPO pada Bank BUMN di Indonesia
No Nama Bank 2011 2012
1 Bank Mandiri 89,60 90
2 BRI 66,9 67,98
3 BNI 72,60 73,89
Sumber: Bank Indonesia
4.1.3 Perkembangan CAR pada Bank Pembangunan Daerah di Indonesia
Besarnya modal suatu bank akan mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kinerja bank tersebut. Semakin besar modal suatu bank, maka masyarakat akan berasumsi bahwa bank tersebut dapat menutup resiko yang mungkin terjadi. CAR merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva beresiko. Disamping itu bank yang memiliki CAR yang tinggi dapat dikatakan bahwa bank tersebut mempunyai cukup modal untuk mengembangkan usahanya sehingga berpotensi mendapat laba yang lebih tinggi. Perkembangan CAR pada Bank Pembangunan Daerah di Indonesia dapat dilihat pada tabel 4.4
(61)
Tabel 4.4
CAR pada Bank Pembangunan Daerah di Indonesia
No Nama Bank 2011 2012
1 Bank BJB 18.82 24,93
2 Bank JATIM 15.99 18.44
3 Bank KALTIM 16.31 25.24
4 Bank JATENG 15.63 21.06
5 Bank RIAU KEPRI 17.85 14.08
6 Bank PAPUA 22.21 17.98
7 Bank BPD ACEH 16.4 21.73
8 Bank SUMUT 17.58 17.58
9 Bank SUMSEL BABEL 10.99 12.35
10 Bank BPD BALI 11.4 14.92
11 Bank DKI 11.45 10.04
12 Bank SULSELBAR 19.96 20.14
13 Bank NAGARI 11.92 14.07
14 Bank KALBAR 16.62 16.29
15 Bank NTT 20.05 17.84
16 Bank BPD KALSEL 13.22 14.64
17 Bank SULUT 10.3 14.46
18 Bank BPD DIY 13.08 13.68
19 Bank NTB 12.36 11.85
20 Bank PEMBANGUNAN
KALTENG
19.87 20.56
21 Bank JAMBI 18.35 20.76
22 Bank SULTRA 26.00 23.07
23 Bank LAMPUNG 19.22 16.88
24 Bank MALUKU 13.87 14.15
25 Bank BENGKULU 22.32 15.76
26 Bank SULTEMG 24.93 25.17
Sumber: Majalah Info Bank
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa perkembangan CAR pada setiap BPD sangat berbeda-beda, ada beberapa BPD yang mengalami peningkatan dan ada pula yang mengalami penurunan. BPD yang paling banyak mengalami peningkatan CAR adalah Bank BJB yaitu pada tahun 2011 sebesar 18,82% mengalami peningkatan pada tahun 2012 menjadi 24,93%. Sementara BPD yang
(62)
mengalai penurunan CAR paling banyak adalah Bank BENGKULU yaitu pada tahun 2011 sebesar 22,36% menjadi 15,76% pada tahun 2012.
Jika di bandingkan dengan CAR bank BUMN milik pemerintah seperti Bank Mandiri, BRI dan BNI maka CAR bank BUMN ini lebih tinggi daripada NIM Bank Pembangun Daerah (BPD). Seperti terdapat pada tabel dibawah ini:
Table 4.5
CARPada Bank BUMN di Indonesia
No Nama Bank 2011 2012
1 Bank Mandiri 17,20 % 18 %
2 BRI 14,96 % 16,45%
3 BNI 17,60 % 18 %
Sumber: Bank Indonesia
4.1.4 Perkembangan NIM pada Bank Pembangunan Daerah di Indonesia
NIM yaitu rasio antara pendapatan bunga bersih terhadap jumlah kredit yang diberikan (outstanding credit). Pendapatan bunga bersih diperoleh dari
bunga yang diterima dari pinjaman yang diberikan dikurangi dengan biaya bunga dari sumber dana yang dikumpulkan. NIM suatu bank dikatakan sehat apabila mempunyai NIM diatas 2%. Perkembangna NIM pada Bank Pembangunan Daerah di Indonesia dapat dilihat pada tabel 4.6
(63)
Tabel 4.6
NIM pada Bank Pembangunan Daerah di Indonesia
Sumber: Majalah Info Bank
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa perkembangan NIM pada setiap BPD sangat berbeda-beda, semua BPD yang mengalami penurunan NIM. BPD yang paling banyak mengalami penurunan NIM adalah Bank KALBAR yaitu pada tahun 2011 sebesar 11,84% mengalami penurunan pada tahun 2012 menjadi 8,69%.
No Nama Bank 2011 2012
1 Bank BJB 6.76 7.12
2 Bank JATIM 7.94 6.55
3 Bank KALTIM 7.95 6.2
4 Bank JATENG 8.61 7.9
5 Bank RIAU KEPRI 7.61 6.54
6 Bank PAPUA 7.49 6.62
7 Bank BPD ACEH 6.87 7.63
8 Bank SUMUT 9.65 8.86
9 Bank SUMSEL BABEL 6.54 6.32
10 Bank BPD BALI 5.89 7.39
11 Bank DKI 5.06 5.18
12 Bank SULSELBAR 10.09 9.18
13 Bank NAGARI 7.44 7.32
14 Bank KALBAR 11.84 8.69
15 Bank NTT 9.93 8.25
16 Bank BPD KALSEL 7.39 6.26
17 Bank SULUT 8.55 7.55
18 Bank BPD DIY 9.23 8.96
19 Bank NTB 12.93 11.83
20 Bank PEMBANGUNAN
KALTENG
8.71 7.23
21 Bank JAMBI 11.38 7.65
22 Bank SULTRA 16.4 8.59
23 Bank LAMPUNG 6.57 6.57
24 Bank MALUKU 12.75 7.58
25 Bank BENGKULU 12.22 10.5
(64)
Jika di bandingkan dengan NIM bank BUMN milik pemerintah seperti Bank Mandiri, BRI dan BNI maka NIM bank BUMN ini lebih tinggi daripada NIM Bank Pembangun Daerah (BPD).
Table 4.7
NIM Pada Bank BUMN di Indonesia
No Nama Bank 2011 2012
1 Bank Mandiri 15,89 % 17 %
2 BRI 13,35 % 13 %
3 BNI 12% 11,89%
Sumber: Bank Indonesia
4.1.5 Perkembangan ROA pada Bank Pembangunan Daerah di Indonesia
Menutut Richard dalam Kusumanigrum (2011) “ROA yang selalu meningkat, sangat bermanfaat bagi kinerja suatu perusahaan. Hal ini disebabkan semakin tinggi ROA maka semakin efisien bank tersebut dan profitabilitas yang didapatpun semakin tinggi”. Profitabilitas tidak hanya penting bagi pengelola bank, tapi bagi stakeholder lainnya. Bagi perusahaan, tentu profitabilitas berkaitan langsung dengan tingkat pendapatan yang akan diperoleh. Bagi masyarakat, khususnya deposen, tidak akan merasa waswas menyimpan uangnya di nank, karena bank yang memiliki profitabilitas dapat dikatakan mempunyai modal yang cukup dan jauh dari kebangkrutan. Dengan kata lain profitabilitas dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat. Bagi pemerintah bank yang memiliki profitabilitas yang tinggi, maka bank tersebut tergolong bank sehat, maka akan memperlancar lalu lintas ekonomi dan dapat menopang perekonomian suatu negara. Perkembangna ROA pada Bank Pembangunan Daerah di Indonesia dapat dilihat pada tabel 4.8
(65)
Tabel 4.8
ROA pada Bank Pembangunan Daerah di Indonesia
No Nama Bank 2011 2012
1 Bank BJB 2.97 2.7
2 Bank JATIM 5.29 3.17
3 Bank KALTIM 4 2.52
4 Bank JATENG 2.88 3.12
5 Bank RIAU KEPRI 2.51 2.28
6 Bank PAPUA 3.37 2.83
7 Bank BPD ACEH 2.91 4.05
8 Bank SUMUT 3.77 2.55
9 Bank SUMSEL BABEL 2.51 2.57
10 Bank BPD BALI 3.51 4.81
11 Bank DKI 2.39 2.41
12 Bank SULSELBAR 4.49 4.36
13 Bank NAGARI 2.63 2.73
14 Bank KALBAR 5.44 3.51
15 Bank NTT 4.6 3.91
16 Bank BPD KALSEL 3.99 2.25
17 Bank SULUT 2.13 2.93
18 Bank BPD DIY 2.71 2.61
19 Bank NTB 6.19 5.59
20 BankPEMBANGUNAN KALTENG 4.41 3.28
21 Bank JAMBI 2.69 3.06
22 Bank SULTRA 8.89 4.77
23 Bank LAMPUNG 3.59 3.4
24 Bank MALUKU 5.27 3.46
25 Bank BENGKULU 3.24 3.38
26 Bank SULTEMG 3.19 1.79
Sumber: Majalah Info Bank
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa perkembangan ROA pada setiap BPD sangat berbeda-beda, semua BPD mengalami penurunan ROA . BPD yang mengalami penurunan ROA paling banyak adalah Bank SULTRA yaitu pada tahun 2011 sebesar 8,89% menjadi 4,77% pada tahun 2012.
Jika di bandingkan dengan ROA bank BUMN milik pemerintah seperti Bank Mandiri, BRI dan BNI maka ROA bank BUMN ini lebih tinggi daripada
(66)
Table 4.9
ROAPada Bank BUMN di Indonesia
No Nama Bank 2011 2012
1 Bank Mandiri 3,40 3,35
2 BRI 4,93 4,80
3 BNI 2,90 3,20
Sumber: Bank Indonesia
4.2 Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui apakah data yang digunakan dalam penelitian sudah normal dan bebas dari gejala multikolienaritas, heterokendastisitas. Asumsi klasik terdiri dari:
4.2.1 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel dependen dan variabel independen keduanya berdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji apakah data penelitian ini terdistribusi normal atau tidak dapat dideteksi melaui 2 cara yaitu analisis grafik dan uji Kolmogorov-Smirnov
a. Analisis Grafik
(1)
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, Oktafrid, 2011. ‘Penilaian tingkat kesehatan Bank dengan
Menggunakan Metode
Camel pada PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa tengah tahun
2006-2009’. Karya ilmiah yang tidak dipublikasikan, Universitas
Dipenegoro.
Ghozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Semarang : Badan Penerbit UNDIP.
Humas Bank Indonesia. (2010). Dinamika Transformasi Bank Di Indonesia. Bank
Indonesia.
Hamonangan, Reynaldo., Hasan Sakti Siregar. 2009. Pengaruh Capital Adequacy
Ratio, Debt To Equity Ratio, Non Performing Loan, Operating Ratio,
dan Loan To Deposit Ratio terhadap Return On Equity (ROE)
Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal
Akuntansi Universitas Sumatra Utara.
Kasmir. 2008. Manajemen Perbankan. 2008. Jakarta: Rajawali Pers.
Koncoro. 2001. Metode Kuantitatif Teori dan Aplikasi. STIM YKPN. Yogyakarta.
Kuncoro, Mudrajad.2003. Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta.
Erlangga.
Mankiw, N. George, 2007, Teori Makroekonomi, Terjemahan, Erlangga, Jakarta.
Muliaman, Hadad, dkk. 2003. Analisis Efisiensi Industri Perbankan Indonesia:
Penggunaan Metode Non Parametrik DEA. Buletin Ekonomi Moneter
dan Perbankan (Online), (http://www.google.co.id/search?, diakses 21
Mei 2012).
(2)
Republik Indonesia. 1992. Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun 1992
tentang Perbankan.
Republik Indonesia. 1998.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun
1998 tentang Perbankan.
Sugiyono, 2005. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV Alfabeta.
Suryanto, Eko. (2011). Analisis Efisiensi Kinerja Bank Pemerintah dan Bank
Swasta Nasional yang Terdaftar di BEI Tahun 2007-2009 Berdasarkan
Metode Data Envelopment Analysis (DEA).
Wusanan, Enggar Chrisya Putri. (2009). Analisis Rasio Arus Kas Sebagai Sistem
Peringatan
Dini Dalam Memprediksi Kegagalan Bank (Studi Kasus
Pada Perusahaan Perbankan Yang Listing Di
BEI).http://karya-ilmiah.um.ac.id/ index.php/manajemen/article/view/2826.
(3)
LAMPIRAN
Variables Entered/Removed Model Variables Entered VariablesRemoved Method 1 ROA, CAR, NIMa . Enter a. All requested variables entered.
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate Change Statistics Durbin-Watson R Square Change F
Change df1 df2
Sig. F Change
1 .769a .591 .566 4.31123 .591 23.144 3 48 .000 2.098 a. Predictors: (Constant), ROA, CAR, NIM
b. Dependent Variable: BOPO
Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig.
95,0% Confidence Interval for B
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta
Lower Bound
Upper
Bound Tolerance VIF 1 (Constant) 85.651 3.209 26.689 .000 79.198 92.103
CAR -.122 .148 -.078 -.823 .414 -.420 .176 .958 1.044 NIM .602 .403 .204 1.494 .142 -.208 1.413 .456 2.194 ROA 4.624 .721 -.887 -6.415 .000 -6.073 -3.175 .445 2.246 a. Dependent Variable: BOPO
(4)
Coefficient Correlationsa
Model ROA CAR NIM
1 Correlations ROA 1.000 -.154 -.732 CAR -.154 1.000 .020 NIM -.732 .020 1.000 Covariances ROA .519 -.016 -.213 CAR -.016 .022 .001 NIM -.213 .001 .163 a. Dependent Variable: BOPO
Collinearity Diagnosticsa
Model Dimension Eigenvalue Condition Index
Variance Proportions (Constant) CAR NIM ROA 1 1 3.868 1.000 .00 .00 .00 .00 2 .083 6.831 .06 .23 .04 .24 3 .031 11.153 .36 .55 .17 .29 4 .018 14.856 .58 .22 .79 .47 a. Dependent Variable: BOPO
(5)
(6)
Correlations
CAR NIM ROA
Unstandardized Residual Spearman's rho CAR Correlation Coefficient 1.000 .077 .203 -.005
Sig. (2-tailed) . .587 .149 .973
N 52 52 52 52
NIM Correlation Coefficient .077 1.000 .580 -.125 Sig. (2-tailed) .587 . .000 .377
N 52 52 52 52
ROA Correlation Coefficient .203 .580 1.000 -.128 Sig. (2-tailed) .149 .000 . .368
N 52 52 52 52
Unstandardized Residual Correlation Coefficient -.005 -.125 -.128 1.000 Sig. (2-tailed) .973 .377 .368 .