Host range of the giant whitefly Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae) and damaged levels on horticultural crops in the sub-districts of Cisarua (Bogor) and Cipanas (Cianjur).

KISARAN INANG DAN TINGKAT KERUSAKAN AKIBAT
SERANGAN KUTUKEBUL Aleurodicus dugesii Cockerell
(Hemiptera: Aleyrodidae) PADA TANAMAN HORTIKULTURA
DI KECAMATAN CISARUA (BOGOR) DAN
KECAMATAN CIPANAS (CIANJUR)

ERNA MARYANA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kisaran Inang dan Tingkat Kerusakan
Akibat Serangan Kutukebul Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera:
Aleyrodidae) pada Tanaman Hortikultura di Kecamatan Cisarua (Bogor) dan
Kecamatan Cipanas (Cianjur) adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
manapun.

Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, 30 April 2012
Erna Maryana
NRP A352100104

ABSTRACT
ERNA MARYANA. Host Range of The Giant Whitefly Aleurodicus dugesii
Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae) and Damaged Levels on Horticultural Crops
in The Sub-districts of Cisarua (Bogor) and Cipanas (Cianjur). Supervised by
PURNAMA HIDAYAT and R. YAYI MUNARA KUSUMAH.
Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae) is a polyphagous
whitefly which attacks more than 43 plant genera in 35 families (Lasalle et al.
1997). The whitefly sucks on plant sap, extracting important nutrients that lead to
defoliation, stunting and plant death. Information about host range, population
density, level of damage and yield loss is necessary to control this pest. Study
of the host range, population density, level of damage to horticultural crops and
yield loss were done in two Sub-districts Cisarua (Bogor) and Cipanas (Cianjur).
The research method consisted of gathering information from relevant agencies

and field observations. Results of the study revealed that the number of
horticultural crops attacked by A. dugesii in two sub-districts were 36 species
consists of 23 families. A dominant host plant species were family of Fabaceae,
Solanaceae and Euphorbiaceae.
The highest population of whitefly on
horticultural plants were 1 986 per leaf on tamarillo in Sub-districts Cipanas
(Cianjur). The level of damage in the range of 1 – 80%. Economic losses due to
A. dugesii on avocado plants in the village of Citeko was Rp. 40 290 000,- per
year.
Keyword : host range, damage level, population density, A. dugesii

RINGKASAN
ERNA MARYANA. Kisaran Inang dan Tingkat Kerusakan Akibat Serangan
Kutukebul Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae) pada
Tanaman Hortikultura di Kecamatan Cisarua (Bogor) dan Kecamatan Cipanas
(Cianjur).
Dibimbing oleh PURNAMA HIDAYAT dan R. YAYI MUNARA
KUSUMAH.
Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae) merupakan hama
pendatang baru di Indonesia dan dilaporkan pertama kali pada Maret 2007

menyerang tanaman kembang sepatu di Cimanggu, Bogor, Jawa Barat (Hidayat
& Watson 2007). Saat ini kutukebul tersebut telah ditemukan di banyak area
termasuk Jawa Barat meliputi Bandung, Cianjur, Sukabumi, Subang dan Garut
(Murgianto 2010). Kutukebul A. dugesii tergolong serangga polifag karena
memiliki kisaran inang yang luas. Kutukebul ini diketahui menyerang 43 genus
dari 35 famili tanaman di California (Lasalle et al. 1997). Dooley & Evans (2006)
melaporkan A. dugesii menyerang tanaman dari famili Araceae, Begoniaceae,
Burseraceae, Cannaceae, Cucurbitaceae, Euphorbiaceae, Geraniaceae,
Juglandaceae, Labiate, Liliaceae, Malvaceae, Rutaceae, Sapotaceae,
Solanaceae, Ulmaceae dan Viscaceae. Komoditas hortikultura merupakan
komoditas yang dominan terserang oleh A. dugesii. Imago dan nimfa kutukebul
ini menyerang tanaman dengan cara menghisap cairan tanaman dan
mengekstrak nutrisi penting yang menyebabkan tanaman mengalami perontokan
daun (defoliasi), kerdil dan kematian tanaman (Bellow & Hoddle 2010). Informasi
tentang kisaran inang, kepadatan populasi, tingkat kerusakan dan kehilangan
hasil akibat serangan A. dugesii di Indonesia masih sangat terbatas. Informasi
mengenai hal-hal tersebut akan bermanfaat dalam keberhasilan pengendalian
kutukebul. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kisaran inang, kepadatan
populasi, tingkat kerusakan pada tanaman hortikultura di Kecamatan Cisarua
(Bogor) dan Kecamatan Cipanas (Cianjur), serta kehilangan hasil dan kerugian

ekonomi akibat serangan A. dugesii pada tanaman alpukat di Desa Citeko
(Cisarua). Penelitian dilakukan di berbagai lahan pertanaman hortikultura di
Kecamatan Cisarua dan Kecamatan Cipanas. Metode penelitian terdiri dari
1) pengumpulan informasi dari instansi terkait 2) pengamatan lapangan meliputi
pengamatan kisaran inang A. dugesii, kepadatan populasi A. dugesii, tingkat
kerusakan pada tanaman hortikultura, tingkat kerusakan pada tanaman alpukat
dan labu siam serta kehilangan hasil pada tanaman alpukat di Desa Citeko
Kecamatan Cisarua.
Hasil pengamatan menunjukkan jumlah tanaman
hortikultura yang terserang A. dugesii di Kecamatan Cisarua berjumlah 20
spesies terdiri dari 13 famili dan di Kecamatan Cipanas terdapat 27 spesies
terdiri dari 20 famili. Total jumlah tanaman yang menjadi inang A. dugesii di dua
kecamatan tersebut adalah 36 spesies terdiri dari 23 famili tanaman hortikultura.
Famili tanaman hortikultura yang banyak ditemukan terserang A. dugesii berasal
dari Fabaceae, Solanaceae dan Euphorbiaceae. Hasil perhitungan populasi
kutukebul A. dugesii pada tanaman hortikultura yang tertinggi yaitu 1 986 ekor
per daun pada terong belanda di Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur.
Tingkat kerusakan rata-rata yang dialami tanaman hortikultura berkisar 1 – 80%.
Kerugian ekonomi akibat serangan A. dugesii pada tanaman alpukat di Desa
Citeko sebesar Rp. 40 290 000,- per tahun.

Kata kunci: kisaran inang, tingkat kerusakan, kepadatan populasi, A. dugesii

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya.
Pengutipan hanya untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan
kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan
kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KISARAN INANG DAN TINGKAT KERUSAKAN AKIBAT
SERANGAN KUTUKEBUL Aleurodicus dugesii Cockerell
(Hemiptera: Aleyrodidae) PADA TANAMAN HORTIKULTURA
DI KECAMATAN CISARUA (BOGOR) DAN
KECAMATAN CIPANAS (CIANJUR)

ERNA MARYANA


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Entomologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Dadan Hindayana

Judul Tesis : Kisaran Inang dan Tingkat Kerusakan Akibat Serangan Kutukebul
Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae) pada
Tanaman Hortikultura di Kecamatan Cisarua (Bogor) dan
Kecamatan Cipanas (Cianjur)
Nama
: Erna Maryana
NRP

: A352100104

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc.
Ketua

Dr. Ir. R. Yayi Munara Kusumah, M.Si.
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi
Entomologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Pudjianto, M.Si.


Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

Tanggal Ujian: 30 April 2012

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis penelitian yang berjudul
“Kisaran Inang dan Tingkat Kerusakan Akibat Serangan Kutukebul Aleurodicus
dugesii Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae) pada Tanaman Hortikultura di
Kecamatan Cisarua (Bogor) dan Kecamatan Cipanas (Cianjur)”. Tesis ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Progam Studi Entomologi Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan pada
November 2011 sampai Februari 2012, bertempat di Laboratorium
Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor dan beberapa wilayah di Kecamatan Cisarua Kabupaten
Bogor dan Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya; penghargaan dan hormat yang sedalam-dalamnya
penulis sampaikan kepada ibu, bapak, suami tercinta dan anakku tersayang atas

do’a restu dan dorongan moril selama pendidikan berlangsung; Dr. Ir. Purnama
Hidayat, M.Sc. dan Dr. Ir. R. Yayi Munara Kusumah, M.Si. selaku dosen
pembimbing penelitian yang telah memberikan bimbingan, kritik, saran dan
masukan selama berlangsungnya penelitian hingga penyusunan tesis ini; seluruh
staf pengajar di Progam Studi Entomologi/Fitopatologi, Institut Pertanian Bogor
atas ilmu yang telah diberikan selama penulis menuntut ilmu di IPB; dan semua
rekan Pascasarjana Program Khusus Karantina angkatan ke-2 Aprida, Uwi,
Ratih, Yuli, Nurul, Riri, Fitri, Rahma, Aulia, Arif, Catur, Selamet, Joni, Lulu serta
semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Selain itu penghargaan
disampaikan untuk Badan Karantina Pertanian yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi melalui beasiswa yang
bekerjasama dengan sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Semoga tesis penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi pihak yang
membutuhkan, terutama di bidang Hama dan Penyakit Tanaman.
Bogor, 30 April 2012
Erna Maryana

RIWAYAT HIDUP
Erna Maryana dilahirkan di Bogor pada tanggal 16 April 1981 dari ayah
Umardani dan ibu Sukaesih sebagai anak kedua dari dua bersaudara. Penulis

menikah dengan Hendra dan dikarunia satu orang anak laki-laki bernama
Muhammad Raffa Fargil Hulfawi.
Tahun 1999 penulis lulus dari SMA PGRI I Bogor dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Jurusan Hama dan Penyakit
Tumbuhan, Fakultas Pertanian dan selesai pada tahun 2003.
Penulis bekerja sebagai staf Fungsional di Stasiun Karantina Pertanian
Kelas II Ternate sejak tahun 2005 sampai tahun 2009. Pada tahun yang sama
penulis dipindah tugaskan ke Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati
Nabati, Badan Karantina Pertanian sampai dengan saat ini. Pada tahun 2010
penulis memperoleh Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS) dari Badan
Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian untuk mengikuti pendidikan
Pascasarjana (S2) di IPB pada mayor Entomologi.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................


xii

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................

xiv

PENDAHULUAN ....................................................................................
Latar Belakang .............................................................................
Tujuan Penelitian ..........................................................................
Manfaat Penelitian ........................................................................

1
1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................
Taksonomi dan Informasi Umum Kutukebul A. dugesii .................
Biologi Kutukebul A. dugesii .........................................................
Telur ....................................................................................
Nimfa ...................................................................................
Pupa ....................................................................................
Imago ..................................................................................
Siklus Hidup ........................................................................
Kisaran Inang Kutukebul A. dugesii ..............................................
Gejala Serangan A. dugesii pada tanaman ...................................
Distribusi Kutukebul A. dugesii ......................................................
Musuh Alami Kutukebul A. dugesii ................................................
Dampak Ekonomi Kutukebul A. dugesii ........................................
Pengendalian Kutukebul A. dugesii ..............................................
Tanaman Alpukat ..........................................................................

5
5
5
5
6
6
6
7
8
10
10
10
11
11
12

BAHAN DAN METODE ..........................................................................
Tempat dan Waktu .......................................................................
Alat dan Bahan .............................................................................
Metode .........................................................................................
Pengumpulan Informasi .......................................................
Pengamatan Lapangan (survei) ..........................................
Pembuatan Preparat Kutukebul dan Identifikasi ...................
Pengamatan Kisaran Inang A. dugesii ...............................
Pengamatan Kepadatan Populasi A. dugesii .......................
Pengamatan Kerusakan pada Tanaman Hortikultura ...........
Tingkat Kerusakan dan Kehilangan Hasil pada Tanaman
Alpukat dan Labu Siam di Desa Citeko Kecamatan
Cisarua .................................................................................

15
15
15
15
15
15
17
18
18
19

HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................
Kondisi Umum Lokasi Pengamatan ..............................................
Identifikasi Kutukebul A. dugesii ...................................................
Kisaran Inang A. dugesii ...............................................................
Populasi A. dugesii .......................................................................
Tingkat Kerusakan pada Tanaman Hortikultura ............................
Tingkat Kerusakan dan Kehilangan Hasil pada Tanaman Alpukat
dan Labu Siam di Desa Citeko Kecamatan Cisarua ......................

20
23
23
24
25
34
37
40

KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................
Kesimpulan ...................................................................................
Saran ............................................................................................

45
45
45

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................

47

LAMPIRAN .............................................................................................

51

DAFTAR TABEL

1

Halaman
Tanaman inang A. dugesii (Evans GA 2008) ..................................
8

2

Tanaman inang A. dugesii (Murgianto 2010) ...................................

9

3

Jenis dan frekuensi temuan tanaman inang A. dugesii di Kecamatan
Cisarua ...........................................................................................

26

Jenis dan frekuensi temuan tanaman inang A. dugesii di Kecamatan
Cipanas ..........................................................................................

28

Frekuensi temuan tanaman inang (famili) yang terserang A. dugesii
di Kecamatan Cisarua dan Cipanas ................................................

32

Tingkat kerusakan dan populasi nimfa, pupa dan imago A. dugesii
pada tanaman labu siam di Desa Citeko, Kecamatan Cisarua,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat ........................................................

40

Tingkat kerusakan dan populasi nimfa, pupa dan imago A. dugesii
pada tanaman alpukat di Desa Citeko, Kecamatan Cisarua,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat ........................................................

41

Hasil pengamatan pada tanaman alpukat dan labu siam di Desa
Citeko Kecamatan Cisarua .............................................................

43

4
5
6

7

8

DAFTAR GAMBAR

1

Halaman
Pola peletakan telur oleh imago betina A. dugesii pada daun
kembang sepatu .............................................................................
5

2

Telur (A), pupa (B) dan imago (C) A. dugesii (Murgianto 2010) .......

7

3

Gejala serangan A. dugesii pada tanaman, tanda panah
menunjukkan filamen lilin putih (A) dan embun jelaga (B) .................

10

Lokasi survei kutukebul di Kecamatan Cisarua (06°42’ LS dan
106°56’ BB): Desa Batulayang, Desa Citeko, Desa Leuwimalang,
Desa Tugu Selatan dan Desa Tugu Utara ......................................

16

Lokasi survei kutukebul di Kecamatan Cipanas (06˚47’ LS dan
106˚59˚ BT): Desa Batulawang, Desa Ciloto, Desa Cimacan, Desa
Cipanas dan Desa Sindangjaya ......................................................

17

Gejala serangan A. dugesii pada tanaman hortikultura filamen lilin
putih (A), embun jelaga (B), embun jelaga (C), daun kering (D),
daun kering (E) dan tanaman mati (F) ..............................................

19

Lokasi survei kehilangan hasil akibat serangan kutukebul A. dugesii
pada tanaman alpukat dan labu siam di Desa Citeko Kecamatan
Cisarua 6°41'54"S;106°56'2"E .........................................................

20

Pola mosaik pada sayap (A) dan imago jantan A. dugesii dengan
ujung abdomen yang berbentuk capit (B) ........................................

24

Fase pupa A. dugesii dengan enam pasang pori pada bagian
abdomen (angka 1 – 6) serta dua pasang pori yang berukuran lebih
kecil pada bagian posterior (angka 5&6) .........................................

25

10 Jumlah tanaman inang A. dugesii di Kecamatan Cisarua dan
Cipanas ...........................................................................................

26

11 Jumlah tanaman inang A. dugesii pada setiap desa di Kecamatan
Cisarua ...........................................................................................

27

12 Jumlah tanaman inang A. dugesii pada setiap desa di Kecamatan
Cipanas ..........................................................................................

28

13 Pertanaman labu siam sehat (A), (B), (C) dan hanya pada tanaman
tepi yang terserang A. dugesii (D) di Desa Cipanas Kecamatan
Cipanas ..........................................................................................

29

14 Tanaman hortikultura yang menjadi inang A. dugesii di Kecamatan
Cisarua dan Kecamatan Cipanas ...................................................

33

15 Populasi A. dugesii yang ditemukan pada berbagai jenis tanaman
hortikultura di Kecamatan Cisarua dan Cipanas .............................

34

16 Populasi A. dugesii pada tanaman hortikultura di Kecamatan
Cisarua ...........................................................................................

35

4

5

6

7

8
9

17 Populasi A. dugesii pada tanaman hortikultura di Kecamatan
Cipanas ...........................................................................................

36

18 Tingkat kerusakan berbagai jenis tanaman hortikultura akibat
serangan A. dugesii di Kecamatan Cisarua dan Cipanas ................

37

19 Tingkat kerusakan pada tanaman hortikultura akibat serangan
A. dugesii di Kecamatan Cisarua ...................................................

37

20 Tingkat kerusakan pada tanaman hortikultura akibat serangan
A. dugesii di Kecamatan Cipanas ...................................................

38

21 Gejala serangan A. dugesii di Kecamatan Cisarua pada jeruk nipis
(A), bunga alamanda (B) alpukat (C) dan kembang sepatu (D) .......

38

22 Gejala serangan A. dugesii di Kecamatan Cipanas pada bunga
tionghoa (A), labu siam (B) dan kana (C) dan terong kori (D) .........

39

23 Populasi tanaman alpukat (pohon) dan labu siam (rambatan) di
Desa Citeko Kecamatan Cisarua ....................................................

40

DAFTAR LAMPIRAN

1
2

Halaman
Hasil Pengamatan tanaman hortikultura terserang A. dugesii
di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor .........................................
53
Hasil pengamatan tanaman hortikultura terserang A. dugesii
di Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur ......................................

55

Gambar tanaman inang A. dugesii di Kecamatan Cisarua dan
Kecamatan Cipanas ........................................................................

57

4

Daftar pertanyaan di Desa Citeko ...................................................

66

5

Data cuaca Januari 2011 – Februari 2012 (BMKG Citeko) ..............

67

3

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae) atau kutukebul
raksasa (Giant Whitefly) merupakan hama pendatang baru di Indonesia dan
dilaporkan pertama kali pada Maret 2007 menyerang tanaman kembang sepatu
di Cimanggu, Bogor, Jawa Barat (Hidayat & Watson 2007). Saat ini kutukebul
tersebut telah ditemukan di banyak area di Jawa Barat meliputi Bandung,
Cianjur, Sukabumi, Subang dan Garut (Murgianto 2010). Kutukebul A. dugesii
pertama kali ditemukan pada tahun 1896 dari koleksi spesimen di Guanajuato,
Meksiko (Gill 1992).

Kutukebul ini juga ditemukan di daerah La Mesa (San

Diego), dilaporkan oleh David Kellum seorang ahli serangga (entomolog) dari
San Diego pada 15 Oktober 1992 (Gill 1992).

Kutukebul tersebut telah

ditemukan di banyak area di California dan tempat lainnya meliputi Arizona,
Florida, Hawaii, Louisiana dan Texas.

Sejak masuk ke California Selatan

kutukebul menyebar dengan cepat ke arah utara sepanjang pantai (Bellows et al.
2002).
Kutukebul A. dugesii merupakan hama penting karena memiliki kisaran
inang yang luas. Kutukebul ini diketahui menyerang 43 genus dari 35 famili
tanaman di California (Lasalle et al. 1997).

Sedangkan menurut Bellows &

Hoddle (2010) terdapat sekitar 200 jenis dari 35 famili tanaman yang berpotensi
sebagai inang A. dugesii.

Hama ini umumnya menyerang tanaman hias di

pembibitan, landskap dan pekarangan rumah.

Tanaman yang paling banyak

diserang antaralain begonia, kembang sepatu, anggrek, pisang, murbei, xylosma,
aralia, beraneka macam sayuran, jeruk dan alpukat (Bellows et al. 2002).
Di Indonesia A. dugesii menyerang tanaman terong belanda, rosela, okra, palem
botol, sirih gading, kurika, telang, hanjuang, keliki, Neomari longifolia, buncis,
dewandaru, leunca, serai, cincau, kacang panjang, kecipir, spathiphyllum dan
komoditas hortikultura merupakan komoditas yang dominan terserang oleh
A. dugesii (Murgianto 2010).
Imago dan nimfa kutukebul ini menyerang tanaman dengan cara
menghisap cairan tanaman dan mengekstrak nutrisi penting yang menyebabkan
tanaman mengalami perontokan daun (defoliasi), kerdil dan kematian tanaman
(Bellow & Hoddle 2010).

Menurut Bellows et al. (2002) kutukebul merusak

tanaman dengan cara menusukan stiletnya kedalam jaringan vaskular atau floem

2
daun kemudian menghisap cairan daun. Populasi kutukebul yang tinggi akan
menyebabkan daun mengering dan rontok. Selain itu kutukebul mengeluarkan
cairan embun madu yang terakumulasi di daun dan dapat menjadi media bagi
pertumbuhan embun jelaga.

Embun jelaga dapat menghambat kemampuan

daun dalam fotosintesis.
Pada area pertanaman kembang sepatu di California Selatan kutukebul
A. dugesii secara ekonomi cukup merugikan. Kutukebul A. dugesii memproduksi
filamen lilin putih yang halus dan panjang seperti janggut sehingga dapat
menutupi daun secara keseluruhan. Lilin tersebut dapat ditiup oleh angin dan
menimbulkan masalah pada meubel yang berada di luar ruangan, mobil, kolam
renang dan ventilasi ac (Gill 1992), serta dapat mengurangi nilai keindahan
tanaman. Akibat serangan A. dugesii industri pembibitan di California mengalami
kerugian ekonomi sekitar 3.4 miliar dolar Amerika per tahun (Bellows & Hoddle
2010).
Di Indonesia alpukat dan labu siam merupakan tanaman yang sering
terserang A. dugesii (Murgianto 2010).

Serangan A. dugesii pada alpukat

berpotensi menyebabkan kehilangan hasil yang cukup besar yang pada akhirnya
akan mengurangi pendapatan petani.

Prospek bisnis alpukat semakin cerah

sehubungan dengan semakin terbukanya peluang pasar. Selain di pasar lokal,
pasar luar negeri pun berhasil ditembusnya. Mula-mula hanya Singapura dan
Belanda, kemudian menyusul Saudi Arabia, Perancis dan Brunei Darussalam.
Impor Perancis pada tahun 1989 sebanyak 3 790 kg dengan nilai 379 US$ dan
pada tahun 1990 meningkat menjadi 5 749 kg dengan nilai 10 876 US$
(Prihatman 2000). Oleh karena itu usaha pengendalian kutukebul A. dugesii
pada tanaman alpukat perlu mendapat perhatian yang serius.
Tanaman labu siam adalah tumbuhan suku labu-labuan (Cucurbitaceae)
yang dapat dimakan buah dan pucuk mudanya.
tanah

atau

agak

memanjat

dan

biasa

Tumbuhan ini merambat di

dibudidayakan

di

pekarangan.

Di Indonesia, labu siam merupakan sayuran sekunder namun hampir selalu
dapat dijumpai di pasar.

Cisarua (Bogor) dan Cipanas (Cianjur) merupakan

daerah dengan banyak tanaman hortikultura dan diketahui banyak terserang
A. dugesii (Murgianto 2010).
Saat ini status kutukebul A. dugesii di Indonesia belum terdaftar sebagai
Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK).

Menurut Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia nomor 14 tahun 2002 tentang Karantina

3
Tumbuhan definisi Organisme Penggangu Tumbuhan (OPT) adalah semua
organisme yang dapat merusak, mengganggu kehidupan, atau menyebabkan
kematian

tumbuhan,

sedangkan

OPTK

merupakan

semua

Organisme

Penganggu Tumbuhan yang ditetapkan oleh Menteri untuk dicegah masuknya ke
dalam dan tersebarnya di dalam wilayah Negara Republik Indonesia.

Jenis

Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina ditetapkan dengan Peraturan
Menteri Pertanian No. 93/Permentan/OT.140/12/2011 (Kementan 2011). OPT
dikategorikan sebagai OPTK apabila belum terdapat di Indonesia atau sudah ada
namun terbatas dan sedang dikendalikan oleh pemerintah serta mempunyai nilai
ekonomi yang penting.

Salah satu kriteria penentuan sebagai OPTK dapat

dilakukan dengan melakukan kajian terhadap kerugian ekonomi yang ditimbulkan
oleh OPT tersebut.
Di Indonesia informasi mengenai kisaran inang, kepadatan populasi,
tingkat kerusakan dan kehilangan hasil akibat serangan A. dugesii sangat
terbatas. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui kisaran
inang, kepadatan populasi, tingkat kerusakan tanaman dan kehilangan hasil
akibat serangan A. dugesii termasuk kerugian ekonomi untuk informasi dasar
penentuan status OPTK.
Tujuan Penelitian
Mengetahui kisaran inang, kepadatan populasi, tingkat kerusakan pada
tanaman hortikultura di Kecamatan Cisarua (Bogor) dan Kecamatan Cipanas
(Cianjur), serta kehilangan hasil dan kerugian ekonomi akibat serangan
A. dugesii pada tanaman alpukat di Desa Citeko (Cisarua).
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai informasi dasar tentang
kisaran inang, kepadatan populasi, tingkat kerusakan pada tanaman hortikultura
dan kehilangan hasil, kerugian ekonomi akibat serangan A. dugesii pada
tanaman alpukat serta dasar penentuan status OPTK.

TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi dan Informasi Umum Kutukebul A. dugesii
Kutukebul A. dugesii digolongkan ke dalam ordo Hemiptera, subordo
Sternorrhyncha, famili Aleyrodidae dan subfamili Aleurodicinae (Martin et al.
2000).

David

Kellum

dan

Mike

Rose

entomolog

dari

San

Diego

merekomendasikan nama umum hama ini sebagai kutukebul raksasa (Giant
Whitefly) dikarenakan ukurannya yang sangat besar dan untuk membedakan
dengan kutukebul dari subfamili yang sama dapat dilihat dari pola pada sayapnya
(Gill 1992).
Biologi Kutukebul A. dugesii
Telur
Serangga dewasa betina mengendapkan telur yang dihasilkannya kedalam
lilin yang diproduksinya. Telur diletakkan secara memutar mengikuti alur lilin
yang dibentuk (Gambar 1).

Biasanya lilin tersebut dibentuk dalam pola

konsentris pada permukaan bawah daun (Hodges 2011).

Lilin tersebut

diproduksi oleh serangga imago betina saat akan meletakkan telur di tanaman
inang, sedangkan imago jantan tidak memproduksi lilin (Botha et al. 2000).
Kutukebul A. dugesii bereproduksi secara seksual (hanya sesekali saja
parthenogenesis).

Imago betina yang belum kawin (2N) akan menghasilkan

keturunan jantan (1N). Telur yang dibuahi akan menjadi keturunan yang 2N
(Martin et al. 2000). Imago betina dapat menghasilkan 150 – 300 telur selama
hidupnya.

Serangga betina yang sudah dibuahi oleh serangga jantan

menempelkan telurnya di permukaan daun dengan suatu pengait khusus yaitu
pedisel.

Selama fase telur, calon nimfa kutukebul mendapatkan makanan

dengan cara mengambil cairan dari tanaman inang (Murgianto 2010).

Gambar 1 Pola peletakan telur oleh imago betina A. dugesii pada daun
kembang sepatu

6
Nimfa
Ketika telur menetas, nimfa instar pertama kutukebul akan bergerak untuk
mencari tempat penyerapan makanan (feeding site) yang sesuai dan menetap di
sana. Nimfa terdiri dari 4 instar (Nguyen & Hamon 2004) dalam siklus hidup
serangga ini, hanya instar pertama yang memiliki tungkai untuk bergerak mencari
tempat yang sesuai, nimfa instar 2 – 4 tidak memiliki tungkai sehingga tidak
dapat bergerak walaupun kondisi lingkungan di sekitar daerah penyerapan
makanan memburuk. Sampai pada tahap ini, nampak siklus hidup kutukebul
mirip dengan siklus hidup serangga Famili Coccoidea lainnya. Namun pada fase
terakhir, kutukebul menghentikan aktifitas makannya dan membentuk semacam
kubah tempat perlindungan proses menuju imago (Murgianto 2010).
Pupa
Fase nimfa instar 4 biasa disebut “pupa” oleh sebagian orang walaupun
secara teknis sebutan pupa tidak tepat karena hama ini tidak melewati fase
istirahat (Garrison 2001). Setelah melewati fase pupa, kutukebul menjadi imago.
Kulit pupa tetap tinggal pada permukaan daun untuk jangka waktu yang lama
(Murgianto 2010).

Nimfa instar 3 dan 4 memproduksi filamen lilin yang

panjangnya dapat mencapai lebih dari 10 inchi dalam kondisi rumah kaca.
Sedangkan di alam bebas lilin tersebut terkadang rusak terkena terpaan angin
ataupun percikan air hujan.

Umumnya pada hama lain filamen lilin yang

diproduksi akan berada satu tempat dengan embun madu sehingga embun
jelaga berkembang pada satu tempat yaitu dibawah permukaan daun. Berbeda
dengan metode yang dilakukan kutukebul untuk mengeluarkan embun madu
yaitu dengan membalikan lingula (organ berbentuk lidah dalam lubang vasiform
/struktur anus) menembus permukaan daun atas, sehingga embun jelaga
berkembang di permukaan atas daun (Hodges 2011).
Imago
Kutukebul A. dugesii merupakan kutukebul yang berukuran besar, bentuk
hampir sama dengan A. dispersus.

Imago A. dugesii memiliki panjang lebih

kurang 4 mm, sedangkan imago A. dispersus hanya memiliki panjang 2 – 3 mm.
Selain dari ukurannya yang besar, ciri khas lain A. dugesii berupa adanya pola
mosaik atau totol hitam pada sayapnya (Heu et al. 2004). Ukuran imago jantan
dan betina sama (Nguyen & Hamon 2004). Pembeda antara imago betina dan
jantan terletak pada capit di ujung abdomen yang hanya dimiliki oleh imago

7
jantan. Imago A. dugesii relatif tidak aktif bergerak dan berkumpul di bagian
bawah permukaan daun (Hodges 2011).
Siklus Hidup
Di Florida pada musim panas dan dingin siklus hidup dari telur sampai
imago berkisar 25 – 30 hari (Nguyen & Hamon 2004).

Sedangkan menurut

Hodges 2011 A. dugesii memerlukan waktu 35 hari menyelesaikan satu siklus
hidup di Florida pada musim panas dan dingin.

A. dugesii memiliki 6 fase

perkembangan yaitu telur, nimfa instar 1, nimfa instar 2, nimfa instar 3, nimfa
instar 4 dan imago. Pada Gambar 2 diperlihatkan bentuk fase telur, pupa (nimfa
instar 4) dan imago kutukebul A. dugesii.

1 mm

1 mm

A

B
1 mm

C
Gambar 2 Telur (A), pupa (B) dan imago (C) A. dugesii (Murgianto 2010)

8
Kisaran Inang Kutukebul A. dugesii
Berdasarkan data dari Pest and Disease Image Library (PaDIL 2011)
A. dugesii merupakan hama serius pada tanaman hias. Tercatat ada sekitar
lebih dari 200 tanaman antara lain kembang sepatu, kamboja, alpukat, jeruk,
jambu biji, kayu manis, anggrek, murbei, begonia, melati, pisang, eucalyptus, pir,
apel dan aprikot. Menurut Evans GA (2008) terdapat 36 spesies tanaman yang
menjadi inang A. dugesii (Tabel 1) dan Murgianto (2010) menyebutkan terdapat
38 spesies tanaman inang A. dugesii di Kabupaten Bogor, Bandung, Cianjur,
Garut, Sukabumi dan Subang (Tabel 2).
Tabel 1 Tanaman inang A. dugesii (Evans GA 2008)
Famili
Spesies
Anacardiaceae
Mangifera indica
Annonaceae
Annona sp.
Apocynaceae
Plumeria sp.
Araceae
Spathyphyllum Floribundum
Araliaceae
Aralia sp.
Asteraceae
Baccharis trinervis
Begoniaceae
Begonia sp.
Burseraceae
Bursera simaruba
Cannaceae
Canna sp.
Ceneopodiaceae
Chenopodium ambrosioides
Chrysobalanaceae
Chrysobalanus icaco
Cucurbitae
Cucurbita sp.
Euphorbiaceae
Acalypha wilkesiana
Euphorbiaceae
Chamaesyce hypericifolia
Geraniaceae
Geranium sp.
Juglandaceae
Carya pecan
Labiatae
Coleus scutellarioides
Labiatae
Salvia elegans
Liliaceae
Hemerrocallis sp.
Lauraceae
Cinnamomum sp.
Lauraceae
Persea americana
Malvaceae
Gossypium hirsutum
Malvaceae
Hibiscus sp.
Malvaceae
Hibiscus rosa-sinensis
Malvaceae
Hibiscus syriacus
Moraceae
Morus
Musaceae
Heliconia sp.
Myrtaceae
Psidium guajava
Rutaceae
Citrus sp.
Sapotaceae
Bumelia laetivierus
Solanaceae
Capsicum annuum
Turneraceae
Turnera ulmifolia
Ulmaceae
Trema michrantum
Verbenaceae
Citharexylum spinosum
Verbenaceae
Clerodendrum sp.
Viscaceae
Phoradendron leucarpum

Referensi
Sampson & Drew 1941
Sampson & Drew 1941
Kumashiro 2004
Evans G. et al. 2006
Caballero 1992
Caballero 1992
Evans G. et al. 2006
Evans G. et al. 2006
Evans G. et al. 2006
Sampson 1994
Sampson 1994
Evans G. et al. 2006
Evans G. et al. 2006
Evans G. et al. 2006
Evans G. et al. 2006
Evans G. et al. 2006
Evans G. et al. 2006
Evans G. et al. 2006
Evans G. et al. 2006
Kumashiro 2004
Kumashiro 2004
Cabalerro 1992
Kumashiro 2004
Evans G. et al 2006
Evans G. et al 2006
Sampson 1994
Kumashiro 2004
Kumashiro 2004
Evans G. et al. 2006
Evans G. et al. 2006
Evans G. et al. 2006
Kumashiro. 2004
Evans G. et al. 2006
Kumashiro. 2004
Kumashiro. 2004
Evans G. et al. 2006

9
Tabel 2 Tanaman inang A. dugesii (Murgianto 2010)
Famili
Lamiaceae
Solanaceae
Asteraceae
Cucurbitaceae
Malvaceae
Malvaceae
Solanaceae
Arecaceae
Amaranthaceae
Araceae
Araceae
Buddlejaceae
Fabaceae
Dracaenaceae
Euphorbiaceae
Euphorbiaceae
Graminae
Iridaceae
Leguminoceae
Lauraceae
Myrtaceae
Myrtaceae
Solanaceae
Maranthaceae
Nyctaginaceae
Rutaceae
Poaceae
Verbenaceae
Cannaceae
Fabaceae
Laxmanniaceae
Musaceae
Rutaceae
Solanaceae
Solanaceae
Fabaceae
Arecaceae
Arecaceae

Spesies

Nama lokal

Lokasi

Coleus sp.
Solanum aculeatissimum
Dahlia kelvin
Secium edule
Hibiscus sabdariffa
Abelmochus esculentus
Capsicum anuum
Hyphorbe lagenicaulis
Amaranthus spinosus
Syngonium podophyllum
Colocasia esculenta
Buddleja davidii
Clitoria ternatea
Dracaena fragrans
Ricinus communis
Euphorbia pulcherima
Saccharum officinarum
Neomarica longifolia
Phaseolus vulgaris
Persea americana
Psidium guajava
Eugenia uniflora
Solanum nigrum
Marantha esculenta
Bougenvilia spectabilis
Citrus medica
Cymbopogon narbus
Premna speciosa
Canna edulis
Vigna unguiculata
Cordyline australis
Musa paradisiacal
Citrus nobilis
Physalis angulata
Solanum melongena
Psophocarpus tetragonocobus
Cocos nucifera
Spathyphylum sp.

Jawer kotok
Terong kori
Bunga dahlia
Labu siam
Rosela
Okra
Cabai merah
Palem botol
Bayam liar
Sirih gading
Talas
Kurika
Telang
Hanjuang
Keliki
Kastuba
Tebu
Bunga iris
Buncis
Alpukat
Jambu biji
Dewandaru
Leunca
Garut
Bunga kertas
Jeruk pepaya
Serai
Cingcau
Ganyong
Kacang panjang
Hanjuang
Pisang
Jeruk garut
Ciplukan
Terong ungu
Kecipir
Kelapa
Spathyphylum

Bogor
Bandung
Cianjur
Cianjur
Cianjur
Cianjur
Cianjur
Cianjur
Cianjur
Cianjur
Cianjur
Cianjur
Cianjur
Cianjur
Cianjur
Cianjur
Cianjur
Cianjur
Cianjur
Cianjur
Cianjur
Cianjur
Cianjur
Cianjur
Cianjur
Cianjur
Cianjur
Cianjur
Garut
Garut
Garut
Garut
Garut
Garut
Garut
Garut
Sukabumi
Subang

10
Gejala Serangan A. dugesii pada tanaman
Gejala serangan A. dugesii unik dan khas dimana permukaan bawah daun
terdapat filamen lilin putih yang halus dan panjang seperti janggut yang
dihasilkan oleh fase nimfa (Gambar 3A). Saat menyerang tanaman A. dugesii
mengeluarkan embun madu yang menyebabkan debu terkumpul pada daun
sehingga tanaman yang terserang berat kelihatan kotor dan menarik semut
(Faber BA & Phillips PA 2001). Selain itu embun madu dijadikan media bagi
pertumbuhan embun jelaga (Nguyen & Hamon 2004) (Gambar 3B).

Embun

jelaga menghambat proses fotosintesis karena cahaya matahari terhalang oleh
lapisan jelaga di permukaan daun (Watson 2007). Apabila populasi A. dugesii
tinggi seluruh daun bisa tertutup oleh lapisan lilin (Bellows & Hoddle 2010).

A
Gambar 3

B

Gejala serangan A. dugesii pada tanaman, tanda
menunjukkan filamen lilin putih (A) dan embun jelaga (B)

panah

Distribusi Kutukebul A. dugesii
Di Indonesia kutukebul A. dugesii telah ditemukan di banyak area di Jawa
Barat meliputi Bandung, Cianjur, Sukabumi, Subang dan Garut (Murgianto 2010).
Menurut

Bellows

dan

Hoddle

(2010)

sebaran

A.

dugesii

meliputi

California, Florida dan Hawaii. Sedangkan Lasalle et al. (1997) menyebutkan
sebaran A. dugesii meliputi Arizona, Louisiana dan Texas, Kanada, Amerika
Tengah, Amerika Selatan, Afrika, Costa Rica, Belize, Guatemala, Mexico,
Nikaragua, Venezuela dan Canary Islands.
Musuh Alami Kutukebul A. dugesii
Jenis musuh alami A. dugesii dari jenis predator yaitu Delphastus catalinae
(Horn) (Coleoptera: Coccinellidae) (Garrison 2001), sedangkan dari jenis

11
parasitoid yang menyerang nimfa A. dugesii antara lain Idioporus affinis,
Encarsiella

noyesii;

Encarsia

hispida

(Hymenoptera:

Aphelinidae)

dan

Entedononecremnus krauteri (Hymenoptera: Eulophidae) (Bellows & Hoddle
2010).
Di Indonesia musuh alami A. dugesii yang ditemukan terdiri dari jenis
predator dan parasitoid. Jenis musuh alami A. dugesii dari jenis predator yaitu
Nephaspis

sp.

(Coleoptera:

Coccinellidae),

Cryptolaemus

montrouzieri

(Coleoptera: Coccinellidae), Harmonia axyridis (Coleoptera: Coccinellidae),
Scymnus sp. (Coleoptera: Coccinellidae). Sedangkan musuh alami dari jenis
parasitoid yaitu Encarsiella noyesii (Hymenoptera: Aphelinidae), Encarsia sp.
(Hymenoptera: Aphelinidae) dan Amitus sp. (Hymenoptera: Platygastridae)
(Prabowo 2012).
Dampak Ekonomi Kutukebul A. dugesii
Menurut Watson (2007), kutukebul adalah hama penting terutama jika
kutukebul menyerang tanaman bernilai tinggi seperti tanaman hortikultura
meliputi tanaman hias, tanaman sayur, tanaman buah dan tanaman obat.
Kutukebul A. dugesii memiliki kisaran inang yang luas. Di Indonesia diketahui
menyerang 38 spesies dari 25 famili meliputi tanaman perkebunan dan
hortikultura (Murgianto 2010).

Selain itu A. dugesii memiliki kemampuan

reproduksi yang tinggi dengan tidak adanya musuh alami. Saat ini di California
A. dugesii merupakan hama penting di tanaman hias (Bellows & Hoddle 2010).
Serangan berat A. dugesii mengakibatkan tanaman menjadi lemah, daun
menguning, kering, jatuh dan tanaman mati (Nguyen & Hamon 2004). Industri
pembibitan di California mengalami kerugian ekonomi sekitar 3.4 miliar dolar
Amerika per tahun akibat serangan A. dugesii (Bellows & Hoddle 2010).
Pengendalian Kutukebul A. dugesii
Pencegahan penyebaran hama dapat dilakukan dengan tidak membawa
bahan tanaman dari wilayah terinfestasi ke area lain yang masih bebas,
memastikan transportasi pengangkut sampah bersih dari area terinfestasi
kutukebul ke area lain. Pengendalian dengan menggunakan bahan kimia tidak
efektif, hama akan terkendali untuk sementara waktu tetapi akan diikuti dengan
resurjensi hama (Faber BA & Phillips PA 2001).

Selain itu penggunaan

insektisida spektrum luas tidak direkomendasikan karena akan mematikan

12
musuh alaminya.

Salah satu metode pengendalian yang direkomendasikan

adalah pengendalian hayati dengan menggunakan musuh alami. Penggunaan
sabun juga dapat digunakan mengurangi infestasi kutukebul (Heu et al. 2004).
Tanaman Alpukat
Klasifikasi lengkap tanaman alpukat adalah sebagai berikut:
Divisi
: Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Bangsa
: Ranales
Keluarga
: Lauraceae
Marga
: Persea
Varietas
: Persea americana Mill
Varietas-varietas alpukat di Indonesia dapat digolongkan menjadi dua,
yaitu:
1) Varietas unggul
Sifat-sifat unggul tersebut antara lain produksinya tinggi, toleran terhadap
hama dan penyakit, buah seragam berbentuk oval dan berukuran sedang, daging
buah berkualitas baik dan tidak berserat, berbiji kecil melekat pada rongga biji,
serta kulit buahnya licin. Sampai dengan tanggal 14 Januari 1987, Menteri
Pertanian telah menetapkan 2 varietas alpukat unggul, yaitu alpukat ijo panjang
dan ijo bundar. Sifat-sifat kedua varietas tersebut antara lain:
a. Tinggi pohon: alpukat ijo panjang 5 – 8 m, alpukat ijo bundar 6 – 8 m.
b. Bentuk daun: alpukat ijo panjang bulat panjang dengan tepi rata, alpukat ijo
bundar bulat panjang dengan tepi berombak.
c. Berbuah: alpukat ijo panjang terus-menerus, tergantung pada lokasi dan
kesuburan lahan, alpukat ijo bundar terus-menerus, tergantung pada lokasi
dan kesuburan lahan.
d. Berat buah: alpukat ijo panjang 0.3 – 0.5 kg, alpukat ijo bundar 0.3 – 0.4 kg
e. Bentuk buah: alpukat ijo panjang bentuk pear (pyriform), alpukat ijo bundar
lonjong (oblong).
f. Rasa buah: alpukat ijo panjang enak, gurih, agak lunak, alpukat ijo bundar
enak, gurih dan agak kering.
g. Diameter buah: alpukat ijo panjang 6.5 – 10 cm (rata-rata 8 cm), alpukat ijo
bundar 7.5 cm.
h. Panjang buah: alpukat ijo panjang 11.5 – 18 cm (rata-rata 14 cm), alpukat ijo
bundar 9 cm.

13
i. Hasil: alpukat ijo panjang 40 – 80 kg/pohon/tahun (rata-rata 50 kg), alpukat ijo
bundar 20 – 60 kg/pohon/tahun (rata-rata 30 kg).
2) Varietas lain
Varietas alpukat kelompok ini merupakan plasma nutfah Instalasi Penelitian
dan Pengkajian Teknologi Tlekung (Malang). Beberapa varietas alpukat yang
terdapat di kebun percobaan Tlekung (Malang) adalah alpukat merah panjang,
merah bundar, dickson, butler, winslowson, benik, puebla, furete, collinson,
waldin, ganter, mexcola, duke, ryan, leucadia, queen dan edranol.
Manfaat Tanaman
Bagian tanaman alpukat yang banyak dimanfaatkan adalah buahnya
sebagai makanan buah segar. Selain itu pemanfaatan daging buah alpukat yang
biasa dilakukan masyarakat Eropa adalah digunakan sebagai bahan pangan
yang diolah dalam berbagai masakan. Manfaat lain dari daging buah alpukat
adalah untuk bahan dasar kosmetik.

Bagian lain yang dapat dimanfaatkan

adalah daunnya yang muda sebagai obat tradisional (obat batu ginjal dan
rematik).
Sentra Penanaman
Negara-negara penghasil alpukat dalam skala besar adalah Amerika
(Florida, California, Hawaii), Australia, Cuba, Argentina dan Afrika Selatan. Dari
tahun ke tahun Amerika mempunyai kebun alpukat yang senantiasa meningkat.
Di Indonesia, tanaman alpukat masih merupakan tanaman pekarangan, belum
dibudidayakan dalam skala usahatani. Daerah penghasil alpukat adalah Jawa
Barat, Jawa Timur, sebagian Sumatera, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara.
Ketinggian Tempat
Pada umumnya tanaman alpukat dapat tumbuh di dataran rendah sampai
dataran tinggi, yaitu 5 – 1 500 mdpl. Namun tanaman ini akan tumbuh subur
dengan hasil yang memuaskan pada ketinggian 200 – 1 000 mdpl.

Untuk

tanaman alpukat ras Meksiko dan Guatemala lebih cocok ditanam di daerah
dengan ketinggian 1 000 – 2 000 mdpl, sedangkan ras Hindia Barat pada
ketinggian 5 – 1 000 mdpl.
Ciri-ciri buah yang sudah tua tetapi belum masak adalah:
a) warna kulit tua tetapi belum menjadi cokelat/merah dan tidak mengkilap;
b) bila buah diketuk dengan punggung kuku, menimbulkan bunyi yang nyaring;
c) bila buah digoyang-goyang, akan terdengar goncangan biji.

14
Penetapan tingkat ketuaan buah tersebut memerlukan pengalaman
tersendiri.

Sebaiknya perlu diamati waktu bunga mekar sampai enam bulan

kemudian, karena buah alpukat biasanya tua setelah 6 – 7 bulan dari saat bunga
mekar. Untuk memastikannya, perlu dipetik beberapa buah sebagai contoh. Bila
buah-buah contoh tersebut masak dengan baik, tandanya buah tersebut telah tua
dan siap dipanen.
Cara Panen
Umumnya memanen buah alpukat dilakukan secara manual, yaitu dipetik
menggunakan tangan. Apabila kondisi fisik pohon tidak memungkinkan untuk
dipanjat, maka panen dapat dibantu dengan menggunakan alat/galah yang diberi
tangguk

kain/goni

pada

ujungnya/tangga.

Saat

dipanen,

buah

harus

dipetik/dipotong bersama sedikit tangkai buahnya (3 – 5 cm) untuk mencegah
memar, luka/infeksi pada bagian dekat tangkai buah.
Periode Panen
Biasanya alpukat mengalami musim berbunga pada awal musim hujan dan
musim berbuah lebatnya biasanya pada bulan Desember, Januari dan Februari.
Indonesia yang keadaan alamnya cocok untuk pertanaman alpukat, musim
panen dapat terjadi setiap bulan.
Prakiraan Produksi
Produksi buah alpukat pada pohon-pohon yang tumbuh dan berbuah baik
dapat mencapai 70 – 80 kg/pohon/tahun. Produksi rata-rata yang dapat
diharapkan dari setiap pohon berkisar 50 kg. Tanaman alpukat yang berasal dari
bibit okulasi atau sambung akan mulai berbuah pada umur 4 tahun dengan
produksi

3 300 kg/ha. Produksi ini akan terus bertambah hingga mencapai

kestabilan pada tahun ke-7 (panen keempat) dengan jumlah produksi rata-rata
12 000 kg/ha. Keuntungan baru dapat diperoleh pada panen kedua (tahun ke-5)
dan akan stabil pada panen keempat (tahun ke-7) (Prihatman 2000).

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian

dilakukan

diberbagai

lahan

pertanaman

hortikultura

di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor dan Kecamatan Cipanas Kabupaten
Cianjur, untuk penghitungan jumlah populasi kutukebul dilakukan di Laboratorium
Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor. Penelitian dimulai dari bulan November 2011 sampai
bulan Februari 2012.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kantung plastik, kertas
label, streples, kuas, pulpen, buku tulis, jarum bertangkai, alkohol 70%, KOH
10%, akuades, acid fuchsin, glacial acetic acid, acid alcohol 50%, alkohol 100%,
carbol xylene, minyak cengkeh dan canada balsam.

Sedangkan alat yang

digunakan adalah GPS (Global Positioning System) Megellan tipe 315 berfungsi
untuk mengetahui posisi lintang dan bujur dari suatu lokasi, kamera, mikroskop
stereo, lampu neon, kaca pembesar, alat penghitung, tas survei, gelas ukur,
cawan Syracus dan tabung reaksi.
Metode
Pengumpulan Informasi
Permintaan informasi dari Dinas Pertanian Kecamatan Cisarua Kabupaten
Bogor dan Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur mengenai:
a. Peta kecamatan
b. Profil kecamatan
c. Informasi lokasi pertanaman hortikultura
Pengamatan Lapangan (Survei)
Lokasi pengamatan dilaksanakan di dua kecamatan yaitu Kecamatan
Cipanas (Cianjur) dan Kecamatan Cisarua (Bogor). Pemilihan lokasi ditentukan
berdasarkan informasi bahwa di kedua kecamatan tersebut merupakan sentra
tanaman hortikultura.

Selain itu adanya informasi mengenai daerah sebar

Aleurodicus dugesii cenderung berada di dataran tinggi seperti Cipanas
(Murgianto 2010). Survei kutukebul dilaksanakan di 5 (lima) desa pada setiap

16
kecamatan. Untuk Kecamatan Cisarua antara lain Desa Batulayang, Desa
Leuwimalang, Desa Tugu Selatan, Desa Tugu Utara dan Desa Citeko (Gambar
4). Sedangkan Kecamatan Cipanas adalah Desa Cimacan, Desa Ciloto, Desa
Sindangjaya, Desa Batulawang dan Desa Cipanas (Gambar 5).

Pemilihan 5

(lima) desa ditentukan dengan cara membagi peta kecamatan secara diagonal
menjadi lima petak contoh (5 desa) pengamatan.

Dalam tiap petak contoh

dilaksanakan pengamatan-pengamatan pada unit-unit contoh yang tersebar
disesuaikan dengan keberadaan inang kutukebul (tanaman hortikultura).
Komponen-komponen yang diamati pada saat survei antaralain kisaran inang,
kepadatan populasi, tingkat kerusakan akibat serangan kutukebul A. dugesii,
pendugaan tingkat kerusakan dan kepadatan populasi A. dugesii pada tanaman
alpukat dan labu siam di Desa Citeko serta kehilangan hasil pada tanaman
alpukat di Desa Citeko Kecamatan Cisarua.

Kabupaten Bogor

Gambar 4

Lokasi survei kutukebul di Kecamatan Cisarua (06°42’ LS dan
106°56’ BB): Desa Batulayang, Desa Citeko, Desa Leuwimalang,
Desa Tugu Selatan dan Desa Tugu Utara

17

Kab.
Cianjur

Gambar 5 Lokasi survei kutukebul di Kecamatan Cipanas (06˚47’LS dan
106˚59˚ BT): Desa Batulawang, Desa Ciloto, Desa Cimacan, Desa
Cipanas dan Desa Sindangjaya
Pembuatan Preparat Kutukebul dan Identifikasi
Spesimen kutukebul yang diperoleh dari lapang dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang di dalamnya telah terdapat larutan alkohol 70%, selanjutnya
tabung reaksi tersebut dimasukkan ke dalam gelas ukur untuk dipanaskan pada
suhu 80 – 100 ºC selama 5 – 10 menit. Setelah itu, spesimen dan larutan alkohol
80% dituangkan ke dalam cawan Syracus. Kemudian spesimen di masukkan ke
dalam tabung reaksi yang telah terisi KOH 10% dan dipanaskan. Spesimen
dimasukkan ke dalam larutan KOH 10% untuk mengeluarkan cairan tubuh.
Langkah berikutnya adalah isi dari tubuh kutukebul dikeluarkan dengan menusuk
bagian lingkar dorsal posterior spesimen lalu menekan terus-menerus secara
perlahan hingga cairan tubuhnya keluar. Larutan KOH 10% dibuang dengan
pipet hingga tidak ada sisa. Selanjutnya aquades dimasukkan untuk mencuci
sisa larutan KOH 10%.
Tahap

berikutnya

adalah

proses

pewarnaan.

Pewarnan

pupa

menggunakan campuran asam fuchsin dengan asam asetik glacial dengan
perbandingan 1:1 pada cawan syracus selama 10 – 20 menit. Setelah melalui

18
tahap ini, pupa akan berwarna merah pekat. Pupa direndam dalam alkohol 80%
sampai warnanya agak memudar. Hal ini bertujuan untuk mengurangi efek
pewarnaan. Alkohol 80% dibuang dan diganti dengan larutan Carbol xylene
kemudian direndam selama satu menit. Larutan Carbol xylene dibuang dan
diganti dengan alkohol absolut dan dipindahkan ke dalam cawan syracus yang
berisi minyak cengkeh selama 10 menit.

Selanjutnya pupa diambil dan

diletakkan di tengah kaca objek. Setelah pupa ditata lurus, diteteskan Canada
balsam secara merata dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian preparat
dikeringkan ke dalam elemen pengering selama 4 – 7 hari. Pembuatan preparat
yang berasal dari kantung pupa tidak melalui proses pemana

Dokumen yang terkait

The Rise and Tide of the Minangkabau Traditional Trading in Kuala Lumpur: A Preliminary Research

0 55 8

The Translation Equivalence Of Adjectives In Sir Arthur Conan Doyle The Five Orange Pips And Lima Butir Biji Jeruk By Daisy Dianasari

0 24 74

Controversy About The Marriage Of Jesus In Dan Brown’s Novel The Da Vinci Code

0 34 49

Host Plants, Pamitoids and Hyperparasitoids of Green Peach Aphid, Myzus persicae (Sulzer) (Hornoptem: Aphididae) in the neighburhood of Bogor and Cimjur (West Java).

0 70 312

Serangga Parasitoid dan Predator Kutukebul Aleurodicus dispersus Russell dan Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae) di Wilayah Bogor dan Beberapa Wilayah Lainnya

1 17 105

Research Result Utilization of Cultivation of Plantation and Horticultural Crops State Polytechnic of Agriculture of Pangkajenne and the Islands (The Case of Utilization by of the Farmers in Manggalung Village, Mandalle Sub-district, South Sulawesi).

0 2 86

Host range of the giant whitefly Aleurodicus dugesii Cockerell and damaged levels on horticultural crops in the sub districts of Cisarua and Cipanas

2 23 106

Research and Development on Horticultural Crops in Indonesia

0 4 16

The Effects of Special Autonomy Fund and Oil and Gas Revenue Sharing on education spending and the Quality of Education: The case of Districts and Cities in Aceh

0 0 6

Waspadai Invasi Kutu Kebul Raksasa (Giant Whitefly) Aleurodicus dugesii Cockerell (Homoptera: Aleyrodidae) pada Tanaman Sayuran

0 0 6