Serangga Parasitoid dan Predator Kutukebul Aleurodicus dispersus Russell dan Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae) di Wilayah Bogor dan Beberapa Wilayah Lainnya
SERANGGA PARASITOID DAN PREDATOR KUTUKEBUL
Aleurodicus dispersus Russell DAN Aleurodicus dugesii Cockerell
(HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) DI WILAYAH BOGOR
DAN BEBERAPA WILAYAH LAINNYA
RADHIAN ARDY PRABOWO
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
ABSTRAK
RADHIAN ARDY PRABOWO. Serangga Parasitoid dan Predator Kutukebul
Aleurodicus dispersus Russell dan Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera:
Aleyrodidae) di Wilayah Bogor dan Beberapa Wilayah Lainnya. Dibimbing oleh
PURNAMA HIDAYAT.
Salah satu kelompok kutukebul yang menjadi hama di Indonesia adalah
genus Aleurodicus. Kutukebul A. dispersus dan A. dugesii memiliki kisaran inang
yang luas. Di Indonesia, publikasi mengenai parasitoid dan predator A. dispersus
dan A. dugesii sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis
parasitoid dan predator kutukebul A. dispersus dan A. dugesii yang ditemukan di
wilayah Bogor dan wilayah lainnya. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil
sampel tanaman yang terserang kutukebul A. dispersus dan A. dugesii berupa
imago, pupa, maupun kantung pupa untuk diidentifikasi di laboratorium.
Pencarian sampel kutukebul dilakukan di beberapa kecamatan di
Kabupaten/Kotamadya Bogor dan wilayah lainnya di luar Bogor. Pencatatan
informasi garis lintang dan ketinggian tempat pengambilan sampel menggunakan
GPS (Global Positioning System) sebelum kegiatan pengoleksian kutukebul
dilakukan. Sebagian pupa kutukebul yang diperoleh digunakan untuk mengetahui
jenis parasitoid dan tingkat parasitisasinya. Pengamatan parasitoid dilakukan di
laboratorium dengan menghitung jumlah pupa kutukebul yang terparasit pada
sampel daun dan selanjutnya pupa tersebut dipelihara sampai parasitoid menetas.
Parasitoid yang menetas dimasukkan ke dalam botol koleksi yang berisi alkohol
70% dan selanjutnya dibuat preparat slide untuk identifikasi. Pengamatan predator
kutukebul dilakukan secara langung di lapang pada bagian tanaman yang
terserang kutukebul. Imago predator yang ditemukan dimasukkan ke dalam botol
koleksi yang berisi alkohol 70% dan jika berupa larva atau pupa di bawa ke
laboratorium untuk dipelihara sampai menjadi imago. Hasil penelitian yang
dilakukan pada Maret-Agustus 2011 menunjukkan bahwa parasitoid dan tingkat
parasitisasi rata-rata kutukebul A. dispersus yang ditemukan adalah Encarsia sp.
dan Encarsiella noyesii (Hymenoptera: Aphelinidae) masing-masing 63,64% dan
52,38%. Predator yang ditemukan memangsa kutukebul A. dispersus adalah
Nephaspis sp., Harmonia axyridis, Cryptolaemus montrouzieri, dan Scymnus sp.
(Coleoptera: Coccinellidae). Parasitoid dan tingkat parasitisasi rata-rata kutukebul
A. dugesii yang ditemukan Encarsia sp., E. noyesii, Amitus sp. (Hymenoptera:
Platygatridae), dan Scelionidae sp1 (Hymenoptera: Scelionidae) masing-masing
59,26%, 60%, 1,48%, dan 36%. Predator yang ditemukan memangsa kutukebul
A. dugesii adalah Nephaspis sp., H. axyridis, C. montrouzieri, dan Scymnus sp.
SERANGGA PARASITOID DAN PREDATOR KUTUKEBUL
Aleurodicus dispersus Russell DAN Aleurodicus dugesii Cockerell
(HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) DI WILAYAH BOGOR
DAN BEBERAPA WILAYAH LAINNYA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
RADHIAN ARDY PRABOWO
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
: Serangga Parasitoid dan Predator Kutukebul Aleurodicus
dispersus Russell dan Aleurodicus dugesii Cockerell
(Hemiptera: Aleyrodidae) di Wilayah Bogor dan Beberapa
Wilayah Lainnya
Nama mahasiswa : Radhian Ardy Prabowo
NIM
: A34070012
Judul skripsi
Disetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc.
NIP. 19601218 198601 1 001
Diketahui,
Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Dr. Ir. Abjad Asih Nawangsih, M.Si
NIP. 19650621 198910 2 002
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tebing Tinggi pada tanggal 21 April 1989, sebagai
anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Amir Hasan, SP dan Ibu
Winarti. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri No.
104312 Dolok Masihul pada tahun 2001. Penulis melanjutkan pendidikan ke
SLTP Negeri 8 Tebing Tinggi dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2004,
pendidikan melanjutkan pendidikan ke tingkat Sekolah Menengah Atas. Pada
tahun 2007, penulis menyelesaikan pendidikannya di SMA Negeri 2 Tebing
Tinggi dan penulis diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Saringan Masuk IPB (USMI).
Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis aktif diberbagai kepanitian dan
organisasi, seperti Ikatan Mahasiswa Muslim Asal Medan (IMMAM) sebagai
anggota, Anggota Divisi Komunikasi dan Informasi di Himpunan Mahasiswa
Proteksi Tanaman (Himasita) IPB periode 2008-2009, Ketua Divisi Komunikasi
dan Informasi Himasita IPB periode 2009-2010, dan Entomology Club sebagai
anggota (2008-sekarang). Penulis pernah mengikuti lomba Identifikasi Serangga
dan Spelling Bee yang diadakan oleh Entomology Club yang bekerja sama dengan
Museum Serangga Departemen Proteksi Tanaman dan memperoleh juara ke-3
dalam lomba Identifikasi Serangga tingkat Departemen Proteksi Tanaman.
Penulis pernah magang di Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman
Perkebunan (BBP2TP) Medan (Juli-Agustus 2009). Selain itu, penulis juga
pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Pengendalian Hayati dan
Pengelolaan Habitat (2010) dan Dasar-dasar Proteksi Tanaman (2011).
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi dengan judul “Serangga Parasitoid dan Predator Kutukebul
Aleurodicus dispersus Russell dan Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera:
Aleyrodidae) di Wilayah Bogor dan Beberapa Wilayah Lainnya”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui jenis parasitoid dan predator kutukebul A. dispersus
dan A. dugesii yang ditemukan di wilayah Bogor dan beberapa wilayah lainnya
dan diharapkan dapat menjadi informasi dasar dalam mendukung keberhasilan
pengendalian kutukebul A. dispersus dan A. dugesii.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ayahanda, Ibunda, dan Adik-adik
yang telah memberikan semangat, cinta, doa, dan kasih sayangnya. Terima kasih
juga penulis tujukan kepada Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc. selaku dosen
pembimbing yang selalu memberi bimbingan, arahan, fasilitas, bantuan, motivasi,
kritik dan saran sejak persiapan penelitian hingga penulisan skripsi ini selesai;
Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, M.Sc. selaku dosen pembimbing akademik; Dr. Ir. Abdul
Munif, M.Sc. selaku dosen penguji tamu; seluruh staf pengajar di Departemen
Proteksi Tanaman atas ilmu yang diajarkan selama penulis menuntut ilmu di
Institut Pertanian Bogor; rekan-rekan di Laboratorium Biosistematika Serangga
(Ibu Aisyah, Mbak Atiek, Lia Nurulalia, Yani Maharani, Sari Nurulita, Anik
Larasati, Van Basten Tambunan, Ahmad K. Latip, Irma Utami, dan Osmond
Vito); serta rekan-rekan Proteksi Tanaman angkatan 44 yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Bogor, Desember 2011
Radhian Ardy Prabowo
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
x
PENDAHULUAN ..................................................................................
1
Latar Belakang ...............................................................................
Tujuan Penelitian ...........................................................................
Manfaat Penelitian .........................................................................
1
2
2
TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................
3
Aleurodicus dispersus Russell (Hemiptera: Aleyrodidae) ...............
Biologi dan Taksonomi ..........................................................
Parasitoid dan predator A. dispersus ......................................
Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae) ..............
Biologi dan Taksonomi ..........................................................
Parasitoid dan predator A. dugesii ..........................................
3
3
4
6
6
8
BAHAN DAN METODE .......................................................................
14
Tempat dan Waktu .........................................................................
Bahan dan Alat ..............................................................................
Metode Penelitian ..........................................................................
Pengumpulan sampel kutukebul ...........................................
Pengamatan parasitoid dan predator ....................................
Pembuatan preparat slide kutukebul dan parasitoid .............
Identifikasi kutukebul, parasitoid dan predator .....................
14
14
14
14
15
16
16
HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................
17
Hasil ...............................................................................................
Pembahasan ......................................................................................
17
28
KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................................
33
Kesimpulan ....................................................................................
Saran ..............................................................................................
33
33
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
34
LAMPIRAN ............................................................................................
37
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Musuh alami (parasitoid) dari A. dispersus .....................................
11
2. Musuh alami (predator) dari A. dispersus ........................................
11
3. Parasitoid kutukebul A. dispersus yang ditemukan di wilayah
Bogor dan beberapa wilayah lainnya ...............................................
18
4. Predator kutukebul A. dispersus yang ditemukan di wilayah
Bogor dan beberapa wilayah lainnya ...............................................
18
5. Parasitoid kutukebul A. dugesii yang ditemukan di wilayah
Bogor dan beberapa wilayah lainnya ...............................................
19
6. Predator kutukebul A. dugesii yang ditemukan di wilayah
Bogor dan beberapa wilayah lainnya ...............................................
19
7. Parasitoid dan predator kutukebul yang ditemukan
berdasarkan jenis lahan pengamatan ................................................
31
8. Parasitoid dan predator kutukebul yang ditemukan
berdasarkan ketinggian lokasi pengamatan ......................................
32
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Pupa A. dispersus (dorsal) dengan empat pasang pori pada bagian
abdomen (angka 1-4) (a), serangan A. dispersus pada tanaman
papaya (b) ...........................................................................................
4
2. Enam pasang pori pada bagian abdomen A. dugesii (angka 1-6)
dengan dua pasang pori tereduksi (angka 5&6) (a), lilin A. dugesii
pada tanaman kembang sepatu (b), telur A. dugesii diletakkan
spiral ...................................................................................................
7
3. Imago betina parasitoid E. noyesii dalam preparat slide (dorsal) (a),
Toraks E. noyesii dengan seta di mesoskutum (b), Sayap depan
dan belakang E. noyesii (c), Antena E. noyesii berjumlah
delapan ruas (d) ..................................................................................
20
4. Imago betina Encarsia sp. dalam preparat slide (dorsal) (a),
Toraks Encarsia sp. dengan seta di mesoskutum (b) .........................
21
5. Imago betina Amitus sp. dalam preparat slide dengan kepala
terpisah (a), Sayap depan dan belakang Amitus sp. (b),
Antena Amitus sp. (c) .........................................................................
22
6. Imago betina parasitoid Scelionidae sp1 (lateral) (a), Kepala dan
antena Scelionidae sp1 (b), sayap Scelionidae sp1 (c) ………..
23
7. Imago Nephaspis sp. (dorsal) .............................................................
24
8. Larva C. montrouzieri (dorsal) diselimuti lilin berwarna putih (a),
Imago C. montrouzieri (dorsal) (b) . ...................................................
25
9. Larva predator H. axyridis (a), Pupa H. axiridis (b), Imago
H. axyridis (dorsal) (c) .......................................................................
26
10. Imago Scymnus sp. (dorsal) terdapat corak vertikal berwarna
merah pada bagian elitra ....................................................................
27
11. Pupa yang berwarna gelap ditunjuk tanda panah
menunjukkan pupa A. dispersus (a) dan A. dugesii (b) yang
terparasit, pupa A. dispersus (c) dan A. dugesii (d) berlubang
tempat keluarnya parasitoid ...............................................................
30
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Parasitoid dan predator kutukebul A. dispersus yang ditemukan
di wilayah Bogor dan beberapa wilayah lainnya ................................
38
2. Parasitoid dan predator kutukebul A. dugesii yang ditemukan di
wilayah luar Bogor dan beberapa wilayah lainnya .............................
41
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beberapa kelompok kutukebul merupakan hama penting pada berbagai
tanaman pertanian, khususnya hortikultura. Salah satu kelompok kutukebul yang
menjadi hama di Indonesia adalah genus Aleurodicus. Di Indonesia ditemukan
tiga spesies kutukebul dari genus Aleurodicus, yaitu A. destructor, A. dispersus,
dan A. dugesii. Menurut Martin (2008), kutukebul A. destructor tidak lagi
termasuk ke dalam genus Aleurodicus melainkan telah berubah menjadi genus
Aleuroctarthus.
Kutukebul A. dispersus diketahui telah menyerang berbagai tanaman di
banyak negara. Kutukebul A. dispersus dilaporkan di Indonesia pada tahun 1991
menyerang tanaman jambu biji (Yu et al. 2007). Hama ini tergolong dalam
serangga polifag. Botha et al. (2000) melaporkan di Indonesia ditemukan 22
spesies dari 14 famili tanaman yang terserang kutukebul A. dispersus. Bahkan
Murgianto (2010) melaporkan kutukebul A. dispersus menyerang 111 spesies dari
53 famili tanaman di daerah Bogor dan sekitarnya. Mani (2010) menyatakan
famili tanaman yang umum terserang kutukebul A. dispersus adalah
Euphorbiaceae dan Fabaceae.
Kutukebul A. dugesii dilaporkan di California pada tahun 1992 (Gill 1992)
dan di Florida tahun 1996 (Nguyen & Hamon 2004). Di Indonesia, kutukebul
A. dugesii pertama kali dilaporkan keberadaannya pada Maret 2007 menyerang
tanaman kembang sepatu di daerah Cimanggu, Bogor (Hidayat & Watson 2007).
Kutukebul ini diketahui telah menyerang 40 spesies dari 27 famili tanaman
terutama banyak menyerang spesies tanaman dari famili Solanaceae di wilayah
Jawa Barat (Murgianto 2010). Pengendalian kutukebul A. dispersus dan A. dugesii
dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satu alternatif pengendalian yang
ramah lingkungan yang dapat menekan perkembangan kutukebul tersebut adalah
pengendalian hayati dengan musuh alami seperti parasitoid, predator dan patogen.
Di Indonesia, publikasi tentang serangga parasitoid dan predator kutukebul
A. dispersus dan A. dugesii sangat terbatas. Kutukebul A. dispersus diperkirakan
2
memiliki musuh alami yang lebih banyak dibandingkan kutukebul A. dugesii. Hal
ini dikarenakan kutukebul A. dispersus telah lebih lama berada di Indonesia
dibandingkan kutukebul A. dugesii yang baru dilaporkan di Indonesia pada tahun
2007.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis parasitoid dan predator
kutukebul A. dispersus dan A. dugesii yang ditemukan di wilayah Bogor dan
beberapa wilayah lainnya.
Manfaat
Hasil penelitian ini merupakan informasi dasar yang bermanfaat dalam
mendukung keberhasilan pengendalian kutukebul A. dispersus dan A. dugesii.
TINJAUAN PUSTAKA
Aleurodicus dispersus Russell (Hemiptera: Aleyrodidae)
Biologi dan Taksonomi
Kutukebul A. dispersus memiliki karakteristik yang sama dengan
A. dugesii. Telur berbentuk bulat panjang dengan berwarna kuning dan berukuran
0,2-0,3 mm. Imago betina memiliki fekunditas 51,80-64,06 telur. Biasanya telur
diletakkan di permukaan bawah daun. Setelah telur menetas berubah menjadi
nimfa. Nimfa terdiri dari 3 instar. Nimfa instar pertama memiliki tungkai untuk
bergerak mencari tempat penyerapan makanan yang sesuai dan menetap disana.
Pada fase ini, nimfa berbentuk bulat telur dan pipih. Pada fase instar kedua dan
ketiga selama masa perkembangannya haya melekat di daun karena nimfa
kutukebul tersebut tidak memiliki tungkai sehingga tidak dapat bergerak
walaupun kondisi lingkungan tidak mendukung di sekitar daerah penyerapan
makanan.
Stadia terakhir, kutukebul menghentikan aktivitas makannya dan
membentuk pupa sebelum menjadi imago. Pupa berwarna kuning, berbentuk
lonjong dengan ukuran panjang 1 mm dan lebar 0,75 mm serta diselimuti lilin
berwarna putih. Setelah melalui fase pupa, kutukebul menjadi imago. Imago
keluar dari kantung pupa melalui bagian yang paling lunak yaitu bagian belakang
dari kantung pupa. Total periode nimfa normalnya berkisar 12-14 hari dan fase
pupa sekitar 3-4 hari (Palaniswami et al. 1995)
Kutukebul A. dispersus aktif di pagi hari dan umumnya perkawinan terjadi
pada sore hari. Kutukebul ini memiliki inang sangat banyak dan adanya lapisan
liin yang menyelimuti tubuhnya sehingga sangat sulit dikendalikan. Kutukebul
A. dispersus digolongkan ke dalam ordo Hemiptera, subfamili Aleurodicinae,
family Aleyrodidae (Rusell 1965).
Kutukebul A. dispersus memiliki ciri morfologi seperti pupa berwarna
transparan dan tubuh dikelilingi oleh lilin. Subdorsum memiliki pori majemuk
penghasil lilin. Nimfa dan imago dapat ditemukan di bawah permukaan daun dan
hidup dalam berkelompok. Bentuk luar agak lonjong, terdapat empat pasang pori
4
pada bagian abdomen yang berukuran sama dengan diameter ± 25 µm (Gambar
1). Pori abdominal terdapat pada segmen III dan IV. Lingkaran dorsal dengan pola
pori berseptat pada wilayah submedian dan kebanyakan dari pori tersebut
berukuran agak besar dan tebal. Diskus dorsal dengan pori-pori septat yang jelas
terdapat di daerah submedian, sebagian besar dengan pori-pori rimmed yang luas
dan padat terdapat di daerah subdorsal.
1
2
3
4
0,5 mm
(a)
(b)
Gambar 1 Pupa A. dispersus (dorsal) dengan empat pasang pori pada bagian
abdomen (angka 1-4) (a), serangan A. dispersus pada tanaman pepaya
(b).
Parasitoid dan predator A. dispersus
Ditemukan dua parasitoid utama yang memarasit kutukebul A. dispersus
yaitu Encarsia haitiensis (Hymenoptera: Aphelinidae) dan E. quadeloupe
(Hymenoptera:
Aphelinidae)
serta
dua
spesies
predator
Cryptolaemus
montrouzieri (Coleoptera: Coccinellidae) dan Axinoscymnus puttarudriahi
(Coleoptera:
Coccinellidae)
(Mani
2010).
Parasitoid
E.
haitiensis
dan
E. quadeloupae terbukti sangat berguna dalam menekan kutukebul A. dispersus di
Kepulauan Pasifik, Afrika dan negara-negara Asia (Mani dan Krishnamoorthy
2002). Namun Aishwariya et al. (2007) menyatakan predator C. montrouzieri dan
Axinoscymnus puttarudriahi tidak menunjukkan hubungan yang signifikan
terhadap populasi kutukebul A. dispersus. Kedua predator tersebut juga tidak
mampu mencegah peledakan kutukebul di Indonesia pada tanaman jambu biji
5
(Kajita et al. 1991). Metzler & Laprade (1998) juga melaporkan ditemukan empat
spesies parasitoid yaitu E. noyesii, E. aluerodici, E. probo dan E. quadeloupe
yang memarasit kutukebul A. dispersus. Dilaporkan juga ditemukan predator
yang memangsa kutukebul A. dispersus yaitu Nephaspis sp. (Coleoptera:
Coccinellidae) dan Scymnus sp. (Coleoptera: Coccinellidae) (Metzler & Laprade
1998).
Mani (2010) melaporkan dalam pengamatannya di India bahwa terdapat
dua spesies parasitoid (Tabel 1) dan 45 spesies predator (Tabel 2) sebagai musuh
alami dari A. dispersus.
Encarsia haitiensis Dozier (Hymenoptera: Aphelinidae) berwarna kuning,
memiliki ukuran tubuh 0,57 mm dengan lebar 0,26 mm. Antena terdiri dari 8 ruas.
Sayap depan dan sayap belakang setaseus. Nimfa yang terparasitisasi berwarna
hitam dengan lama terparasitisasi sampai parasitoid menetas berkisar 17 hari.
Imago hidup selama 4-6 hari (Geetha 2000). Parasitoid E. haitiensis memarasit
A. dispersus pertama kalinya di Bangalore pada Januari 1998. E. haitiensis
dilaporkan memarasit A. dispersus mencapai 97% di Bangalore (Ramani 2000).
Encarsia quadeloupae Viggiani (Hymenoptera: Aphelinidae) berwarna
hitam. Periode pupa spesies ini hidup selama rata-rata 7,32 hari. Imago dapat
hidup selama 20 hari pada suhu 30 0C.
Cryptolaemus montrouzieri Mulsant (Coleoptera: Coccinellidae). Mani &
Krishnamoorthy (1999) melaporkan bahwa masing-masing larva C. montrouzieri
instar I. II ,III, dan instar IV rata-rata mengkonsumsi jumlah nimfa A. dispersus
sebanyak 23,50, 47,85, 74,60, dan 149,80. Satu ekor larva C. montrouzieri dapat
mengkonsumsi 138-228 nimfa A. dispersus sepanjang periode perkembangannya
selama 16 hari.
Axinoscymnus puttarudriahi Kapur & Munshi (Coleoptera: Coccinellidae).
Telur menetas selama empat hari. Perkambangan periode larva selama 7-8 hari
sedangkan periode pupa selama 5-6 hari. Total siklus hidupnya mulai dari telur
sampai imago adalah 16-18 hari. Imago A. puttarudriahi dapat hidup selama 3147
hari.
Imago
perkembangannya.
betina
mampu
bertelur
51-134
telur
dalam
masa
6
Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae)
Biologi dan Taksonomi
Kutukebul A. dugesii memiliki tipe metamorfosis paurometabola
(metamorfosis bertingkat). Secara umum, serangga pradewasa dengan tipe
metamorfosis ini disebut nimfa. Metamorfosis serangga ini dimulai dari telur,
berkembang menjadi nimfa, dan selanjutnya berkembang menjadi imago.
Telur dihasilkan oleh imago A. dugesii betina. Imago betina mampu
menghasilkan 150-300 telur selama hidupnya. Imago betina yang sudah dibuahi
oleh imago jantan akan menempelkan telurnya di permukaan daun dengan suatu
pengait yang disebut pedisel. Kutukebul A. dugesii bereproduksi secara seksual,
namun sesekali saja bersifat partenogenesis. Imago betina yang tidak dibuahi akan
menghasilkan keturunan jantan.
Sebelum telur menetas, calon nimfa kutukebul mendapatkan makanan dari
tanaman inangnya (Dreistadt et al. 2001). Nimfa instar pertama memiliki tungkai
untuk bergerak mencari tempat penyerapan makanan yang sesuai dan menetap
disana. Fase selanjutnya, nimfa kutukebul tersebut tidak memiliki tungkai
sehingga tidak dapat bergerak walaupun kondisi lingkungan tidak mendukung di
sekitar daerah penyerapan makanan. Stadia terakhir, kutukebul menghentikan
aktivitas makannya dan membentuk puparium sebelum menjadi imago. Setelah
melewati fase pupa, kutukebul menjadi imago.
Imago kutukebul A. dugesii memiliki ukuran tubuh 4-5 mm. Kutukebul
A. dugesii merupakan spesies kutukebul yang berukuran paling besar.
Dibandingkan dengan spesies lain, imago kutukebul Bemisia tabaci hanya
memiliki ukuran tubuh 1-2 mm dan A. dispersus berukuran 2-3 mm.
Kutukebul A. dugesii digolongkan ke dalam ordo Hemiptera, subordo
Sternorrhyncha, family Aleyrodidae, dan subfamily Aleurodicine. Kutukebul
spesies ini sangat unik. Selain memiliki ukuran tubuh yang panjang, kutukebul
A. dugesii memiliki ciri khas berupa adanya pola mosaik atau totol-totol hitam di
sayapnya yang berwarna abu-abu. Kutukebul A. dugesii meletakkan telur secara
melingkar (berbentuk spiral) mengikuti alur lilin yang dibentuk. Biasanya telur
diletakkan di bawah permukaan daun. Lilin tersebut dihasilkan oleh imago
7
A. dugesii betina, sedangkan imago jantan tidak menghasikan lilin (Botha et al.
2000). Menurut Aylsworth (1996), lilin dapat mencapai panjang lebih dari 10
inchi dalam kondisi rumah kaca, sedangkan di alam bebas lilin tersebut rusak
diterpa angin ataupun percikan hujan. Lilin diproduksi saat imago betina
meletakkan telur di tanaman inang. Imago betina mampu menghasilkan 150-300
telur selama hidupnya.
Kutukebul A. dugesii memiliki ciri morfologi berupa pupa berwarna
transparan dan banyak mengekskresikan lilin. A. dugesii banyak ditemukan di
bawah permukaan dalam berkelompok. Bentuk luar agak lonjong dan pada bagian
abdomen terdapat enam pasang pori dengan dua pasang pori yang tereduksi
(Gambar 2). Pori abdominal tersebut memiliki ukuran berdiameter 28 µm dan
terdapat pada segmen III dan VI. Lingkaran dorsal dengan dengan pola pori
berseptat terdapat pada wilayah submedian dan kebanyakan dari pori tersebut
berukuran tebal dan agak besar. Barisan pori pada wilayah submarginal tidak
terinterupsi oleh vasiform orifice. Dua pasang pori posterior tereduksi dan
berbentuk seperti lonceng (bell-shaped).
(b)
1
2
3
6
5
(a)
4
(c)
Gambar 2 Enam pasang pori pada bagian abdomen A. dugesii (angka 1-6) dengan
dua pasang pori tereduksi (angka 5&6) (a), lilin A. dugesii pada
tanaman kembang sepatu (b), telur A. dugesii diletakkan spiral (c).
8
Kerusakan kutukebul A. dispersus dan A. dugesii dapat dibedakan berupa
kerusakan langsung dan kerusakan tidak langsung. Kerusakan langsung
disebabkan oleh aktifitas makan fase nimfa dan imago yang menusuk menghisap
cairan daun sehingga mengakibatkan matinya jaringan daun. Penghisapan cairan
tanaman yang dilakukan oleh nimfa juga dapat menginduksi gangguan fisiologis
tanaman (physiological disorder) seperti tidak teraturnya waktu matang tanaman
tomat dan daun yang keperakan (silver leaf) pada tanaman famili Cucurbitaceae.
Kerusakan tidak langsung berupa ekskresi embun madu yang dijadikan media
bagi pertumbuhan embun jelaga. Embun jelaga sendiri menghambat proses
fotosintesis karena cahaya matahari terhalang oleh lapisan jelaga di permukaan
daun. Kerugian yang ditimbulkan berkisar 20-100% tergantung dari tanaman dan
musim serta hubungan antara serangga ini dengan faktor lain.
Parasitoid dan predator A. dugesii
Pada
tahun
1995,
di
Texas
ditemukan
spesies
parasitoid
Entedononecremnus krauteri (Hymenoptera: Eulophidae) memarasit kutukebul
A. dugesii (Garrison 2001, Zolnerowich 1996) dan ditemukan di California tahun
1997 (Nguyen & Hamon 2004). Selain itu, ditemukan dua spesies parasitoid yang
memarasit A. dugesii yaitu Encarsiella noyesii (Hymenoptera: Aphelinidae) dan
Idioporus affinis (Hymenoptera: Pteromalidae) (Hayat 1983, Lassale et al. 1997,
Garrison 2001, Dreistadt 2001, Myartseva 2002). Kedua spesies tersebut berasal
dari Guadalajara, Mexico. Eksplorasi sebelumnya tercatat bahwa sampai 80%
larva A. dugesii terparasitisasi oleh E. noyesii dan I. affinis (Garrison 2001).
Terdapat beberapa spesies predator dari A. dugesii yang ditemukan. Predator dari
A.
dugesii
yang
ditemukan
adalah
Delphastus
catalinae
(Coleoptera:
Coccinellidae). Pada tahun 1995, spesies Delphastus catalinae ditemukan
memangsa A. dugesii di California (Garrison 2001). Spesies lain yang dianggap
predator dari A. dugesii adalah Chrysopa (Neuroptera: Chrysopidae) and
Chrysoperla spp (Neuroptera: Chrysopidae), bahkan Harmonia axyridis
(Coleoptera: Coccinellidae) ditemukan memangsa A. dugesii juga (Dreistadt
2001).
9
Encarsiella noyesii Polaszek & Hayat (Hymenoptera: Aphelinidae)
termasuk ke dalam subordo Chalcidoidea. Peran spesies aphelinidae sangat
penting di dalam ekosistem sebagai musuh alami dari banyak inang dan telah
sukses digunakan sebagai agens pengendali biologi di Mexico dan di banyak
negara. Karakteristik genus Encarsiella memiliki delapan segmen antena baik
serangga jantan maupun betina. Segmen ketiga dari garis lintang di ujung antena
terdapat 2-4 seta. Terdiri dari mesoskutum dengan jumlah seta yang tidak tetap
tetapi selalu lebih dari enam (Myartseva et al. 2002).
Parasitoid E. noyesii memiliki ukuran tubuh imago sangat kecil, tidak
menyengat. Parasitoid ini meletakkan telurnya dengan cara memarasitsasi pupa
kutukebul A. dugesii. Sebelum menetas menjadi imago, parasitoid ini hidup dan
mendapatkan di dalam tubuh inangnya. Saat E. noyesii menetas akan
meninggalkan lubang pada bagian pupa yang terparasitisasi.
Idioporus affinis LaSalle & Polaszek (Hymenoptera: Pteromalidae)
memiliki ukuran tubuh yang sangat kecil. Parasitoid ini berukuran 0,85-1,15 mm
(Lassale 1997). Cara memarasit I. affinis sama seperti E. noyesii. Parasitoid ini
meletakkan telurnya dengan cara memarasit pupa kutukebul A. dugesii. Sebelum
menetas menjadi imago, parasitoid ini hidup dan mendapatkan di dalam tubuh
inangnya. Saat E. noyesii menetas akan meninggalkan lubang pada bagian pupa
yang terparasit.
Parasitoid I. affinis betina memiliki ciri kepala yang berwarna coklat
gelap. Antena terdiri dari lima segmen dengan skapus dan pedisel yang panjang
dan tanpa anneli. Sedangkan ciri I. affinis jantan hampir mirip dengan I. affinis
betina. Antena tidak berkembang seperti imago betinanya. Antena imago jantan
memiliki skapus yang yang seluruhnya berwarna coklat kecuali pada bagian
ukungnya berwarna pucat. Pedisel berwarna coklat, flagelum berwarna kuning
sampai coklat terang. Koksa bagian depan berwarna coklat sedangkan koksa
bagian tengah dan belakang berwarna kuning. Femur depan berwarna, tibia
berwarna kuning, dan semua tarsi berwarna kuning sampai coklat terang.
Entedononecremnus krauteri Zolnerowich & Rose (Hymenoptera:
Eulophidae) termasuk ke dalam Superfamili Chalcidoidea. Spesies ini
10
merupakan parasit utama yang memarasit kutukebul, terutama spesies A.dugesii
dan spesies tersebut belum pernah dilaporkan menyerang inang kutukebul lainnya
(Zolnerowich & Rose 1996).
Imago betina E. krauteri berukuran 0,98-1,17 mm. Kepala dan tubuhnya
berwarna hitam. Pada antenna, skapus dan pedisel testaseus dengan ruas dan club
funikular berwarna kecoklatan. Koksa berwarna hitam dan trokanter coklat gelap.
Femur dan tibia berwarna hitam. Tarsi terdiri dari 4 ruas. Ruas 1-3 berwarna putih
sedangkan tarsi ruas ke-4 berwarna hitam. Sayap transparan sedangkan venasinya
berwarna kecoklatan.
Imago jantan berukuran lebih kecil dari betinanya yaitu 0,99-1,14 mm.
ukuran skapus 3,3-4,0 kali lebih panjang dengan sebuah celah ventral yang berisi
pori yang terbuka. Ruas funikular kedua sedikit lebih panjang sekitar 3 kali lebih
panjang dari ruas funikular pertama.
Delphastus catalinae (Horn) (Coleoptera: Coccinellidae) sering sekali
digunakan di rumah kaca umumnya untuk mengendalikan kutukebul Bemisia
tabaci. Predator ini sering ditemukan berasosiasi dengan populasi tinggi dari
beragam spesies kutukebul lainnya.
Ukuran imago sangat kecil yaitu 1,4 mm. Spesies ini berwarna coklat
gelap sampai kehitaman. Pada imago betina, kepala berwarna kuning kemerahan,
berwarna lebih terang dari kepala imago jantan. Telur berbentuk oval berwarna
kekuningan. Imago betina mampu bertelur 2-6 telur per hari dan dapat bertelur
lebih dari 300 telur dalam hidupnya selama 65 hari.betina harus makan 100-150
telur kutukebul per hari untuk dapat melanjutkan bertelur.
Chrysoperla sp. (Neuroptera: Chrysopidae) memiliki nama umum Green
Lacewing. Spesies ini termasuk ke dalam ordo Neuroptera, family Chrysopidae.
Imago berwarna hijau terang. Sayap berwarna transparan dengan banyak selaput.
Imago betina mampu menghasilkan telur 100-200 telur. Biasanya imago betina
meletakkan telur pada malam hari serta telur diletakkan di bagian permukaan
bawah daun.
11
Tabel 1 Musuh alami (parasitoid) dari A. dispersus (Mani 2010)
Musuh alami
Famili (Ordo)
Referensi
Aphelinidae (Hymenoptera)
Srinivasa et al. (1999);
Encarsia haitiensis
Dozier
Beevi et al. (1999);
(=Encarsia meritoria
Mani et al. (2001); Geetha
Gahan)
& Swamiappan (2001c)
Encarsia guadeloupae
Viggiani
Aphelinidae (Hymenoptera)
Mani et al.(2001);
Beevi et al.(2001)
Tabel 2 Musuh alami (predator) dari A. dispersus (Mani 2010)
Musuh alami
Famili (Ordo)
Referensi
Leptus sp.
Erythraeidae (Acarina)
Geetha&Swamiappan(2001c)
Axinoscymnus
puttarudiahi Kapur and
Munshi
Coccinellidae (Coleoptera)
Curinus coeruleus
Muls.
Horniolus sp.
Coccinellidae (Coleoptera)
Mani
&
Krishnamoorthy
(1999a,c)
Asia
Mariam
(1999);
Muralikrishna(1999)
Mani et al. ( 2001)
Coccinellidae (Coleoptera)
Anonim (2002)
Cheilomenes
sexmaculata(Fab.)
Coccinellidae (Coleoptera)
Cryptolaemus
montrouzieri Muls
Coccinellidae (Coleoptera)
Chilocorus nigrita
(Fab.)
Coccinellidae (Coleoptera)
Anegleis cardoni
(Wiese)
Coccinellidae (Coleoptera)
Anegleis perrotteti
(Muls.)
Jauravia dorsalis
(Wise.).
Coccinellidae (Coleoptera)
Palaniswami et al. (1995);
Mani
&
Krishnamoorthy
(1999a);
Asia
Mariam
(1999);
Muralikrishna(1999);
Geetha (2000)
Mani
&
Krishnamoorthy
(1999a);
Muralikrishna(1999);
Geetha (2000);
Mani
&
Krishnamoorthy
(1999b);
Geetha (2000);
Mani et al. (2001);
Asia Mariam(1999);
Geetha (2000);
Anonim (2002)
Coccinellidae (Coleoptera)
Anonim (2002)
12
Musuh alami
Famili (Ordo)
Referensi
Jauravia pallidula
Motseh.
Rodoloia breviuscula
Weise
Rodolia fumida Mulsant
Serangium
parcesetosum Sic
Nephus regularis Sic,
Scymnus sp.
Rodolia amabilis Kapur
Psedoscymnus sp.
Keiscymnus sp.
Scymnus coccivora
Ayyar
Scymnus latemaculatus
Motsch.
Scymnus posticalis Sic
Scymnus saciformis
Motsch.
Scymnus nubilus Muls.
Pseudaspidimerus
flaviceps(Walk.)
Pseudaspidimerus
trinotatus(Walk.)
Cybocephalus sp.
Coccinellidae (Coleoptera)
Anonim (2002)
Coccinellidae (Coleoptera)
Anonim (2002); Geetha (2000)
Coccinellidae (Coleoptera)
Coccinellidae (Coleoptera)
Anonim (2002); Geetha (2000)
Mani et al.(2000a); PDBC
(1999)
Anonim (2001)
Anonim (1999)
Anonim (2002)
Anonim (2000)
Anonim (2000)
Anonim (2002)
Mallada astur (Banks)
Chrysopidae (Neuroptera)
Apertochrysa sp.
Chrysopidae (Neuroptera)
Nobilinus sp.
Chrysopidae (Neuroptera)
Mallada boninensis
(Okomato)
Chrsoperla carnea
(Steph)
Symherobius barberi
(Banks)
Hemerobius sp.
Notiobiella viridinervis
Banks
Leucopis sp.
Chrysopidae (Neuroptera)
Coccinellidae (Coleoptera)
Coccinellidae (Coleoptera)
Coccinellidae (Coleoptera)
Coccinellidae (Coleoptera)
Coccinellidae (Coleoptera)
Coccinellidae (Coleoptera)
Coccinellidae (Coleoptera)
Coccinellidae (Coleoptera)
Coccinellidae (Coleoptera)
Anonim (2002);
Geetha (2000)
Anonim (2002)
Anonim (2002)
Coccinellidae (Coleoptera)
Coccinellidae (Coleoptera)
Anonim (1999)
Anonim (2002)
Coccinellidae (Coleoptera)
Anonim (2001)
Nitidulidae (Coleoptera)
Chrysopidae (Neuroptera)
Mani
&
Krishnamoorthy
(2001);
Muralikrishna (1999);
Geetha (2000)
Mani
&
Krishnamoorthy
(1977c);
Asia Mariam (1999);
Geetha (2000);
Mani
&
Krishnamoorthy
(1999a); Geetha et al . (1999)
Mani
&
Krishnamoorthy
(1999a);
Mani
&
Krishnamoorthy
(1999a);
Geetha et al. (2000)
Hemerobiidae (Neuroptera)
Paulson & Kumashiro (1985)
Hemerobiidae (Neuroptera)
Hemerobiidae (Neuroptera)
Mani et al. (2001)
Mani et al. (2001)
Chamaemyiidae (Diptera)
Anonim (2000)
13
Musuh alami
Famili (Ordo)
Referensi
Triommato
coccdivora
(Felt)
Acletoxenus indicus
Malloch
Spalgis epeus (West
wood)
Oecophylla smaragdina
(F)
Solenopsis geminata (F)
Oxopes sp.
House sparrow, Passer
domesticus (L)
Spider hunter
Archnothera
longirostris (Latham)
Pied bushchat Saxicola
caprata (L)
Tailor bird Orthotomus
sutorius
Cecidomiidae (Diptera)
Lycaenidae (Lepidoptera)
Mani
&
Krishamoorthy
(1999a)
Mani
&
Krishnamoorthy
(1999a)
Mani et al.(2001)
Formicidae (Hymenoptera)
Gopi et al. (2001)
Formicidae (Hymenoptera)
Oxypidae (Acari)
Aves
Gopi et al. (2001)
Geetha (2000)
Gopi et al. (2001)
Aves
Gopi et al. (2001)
Aves
Gopi et al. (2001)
Aves
Gopi et al. (2001)
Drosophilidae (Diptera)
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di berbagai lahan pertanian, pekarangan dan
kehutanan di Kabupaten dan Kotamadya Bogor meliputi Kecamatan Dramaga,
Rancabungur, Tanah Sereal, Bogor Timur, Ciawi, Megamendung, dan Cisarua.
Wilayah lain yang juga di survei yaitu Kecamatan Pacet dan Haurwangi
(Kabupaten Cianjur), Lembang (Kabupaten Bandung), serta Cibadak dan Cisaat
(Kabupaten Sukabumi). Identifikasi dilakukan di Laboratorium Biosistematika
Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Penelitian dilakukan dari Maret 2011 sampai dengan Agustus 2011.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan untuk pembuatan preparat slide adalah sampel
kutukebul dari tanaman inang, alkohol 50-100%, larutan KOH 10%, fuchsin acid
dan glacial acetic acid, carbol cylene, minyak cengkeh dan canada balsam.
Alat yang digunakan adalah mikroskop cahaya dan stereo, GPS (Global
Positioning System) Mio Digi Walker, Camera digital, kantung plastik transparan,
kaca pembesar, alat tulis, tabung reaksi, cawan siracus, kaca penutup preparat dan
kaca objek, serta gunting.
Metode Penelitian
Pengumpulan sampel kutukebul
Tanaman yang yang diamati adalah semua tanaman yang terserang
kutukebul A. dispersus dan A. dugesii yang ditemukan di berbagai lahan
pengamatan. Pengambilan sampel kutukebul pada bagian tanaman inang yang
terserang, baik berupa imago, pupa, dan kantung pupa untuk diidentifikasi di
laboratorium. Sampel yang ditemukan di lapang dimasukkan ke dalam kantung
plastik dan selanjutnya dibawa ke Laboratorium Biosistematika Serangga,
Departemen Proteksi Tanaman IPB. Dengan bantuan mikroskop, pupa yang
menempel pada tanaman inang dilepaskan perlahan menggunakan jarum mikro.
Selanjutnya pupa disimpan ke dalam alkohol 70% hingga siap untuk diawetkan
15
dalam bentuk preparat slide. Namun tidak semua pupa yang didapat diawetkan
dalam bentuk preparat slide. Sebagian pupa yang didapat juga akan dipelihara
untuk mengetahui jenis parasitoid dan tingkat parasitisasinya. Pencatatan
informasi garis lintang dan ketinggian tempat pengambilan sampel menggunakan
GPS sebelum kegiatan pengoleksian kutukebul dilakukan.
Pengamatan parasitoid dan predator
Pengamatan parasitoid dilakukan di laboratorium. Sampel daun tanaman
inang yang terserang kutukebul yang diperoleh di lapang dimasukkan ke dalam
kantung plastik dan selanjutnya dibawa ke laboratorium. Di laboratorium, dengan
bantuan mikroskop pupa yang menempel pada tanaman inang dihitung jumlahnya.
Hal ini dilakukan untuk menghitung tingkat parasitisasinya dan mendapatkan
parasitoid dimana sebelumnya telah memarasit inangnya. Pupa kutukebul yang
berwarna hitam merupakan salah satu ciri pupa yang telah terparasit parasitoid.
Daun yang berisi pupa yang telah dihitung jumlah pupanya dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang ditutup dengan kain kasa. Dalam waktu beberapa hari,
parasitoid yang keluar dari pupa kutukebul dihitung jumlahnya dan langsung
dimasukkan ke dalam botol koleksi yang berisi alkohol 70% hingga siap
diawetkan dalam bentuk preparat slide untuk diidentifikasi.
Tingkat parasitisasi dihitung dengan:
Jumlah parasitoid yang menetas
Jumlah pupa yang diamati
%
Pengamatan predator kutukebul dilakukan pada saat pengamatan langsung
di lapang. Pengamatan predator kutukebul dilakukan pada bagian tanaman yang
terserang kutukebul. Pengamatan dibantu menggunakan kaca pembesar. Predator
kutukebul yang ditemukan dalam bentuk imago dimasukkan ke dalam botol
koleksi yang berisi alkohol 70% sedangkan penemuan predator kutukebul dalam
bentuk larva atau pupa akan dibawa ke laboratorium untuk dipelihara sampai
menjadi imago.
16
Pembuatan preparat slide kutukebul dan parasitoid
Pembuatan preparat kutukebul dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu
metode dengan pemanasan dan tanpa pemanasan (Watson 2007).
Pembuatan preparat slide parasitoid dilakukan dengan perendaman alkohol
secara bertingkat mulai dari alkohol 70%, 80%, 95%, dan 100%. Perendaman
dilakukan masing-masing selama 10 menit. Agar alkohol tidak menguap, cawan
siracus ditutup menggunakan penutupnya. Alkohol hasil perendaman terakhir
dibuang dan diganti dengan perendaman minyak cengkeh selama 10 menit.
Spesimen diambil dan diletakkan di atas kaca objek selanjutnya ditata lurus.
Setelah spesimen tertata lurus, diteteskan canada balsam secara merata dan
ditutup dengan kaca penutup, kemudian preparat dikeringkan ke dalam elemen
pengering.
Identifikasi kutukebul, parasitoid, dan predator
Pengamatan morfologi dan identifikasi kutukebul dilakukan di bawah
mikroskop cahaya dengan perbesaran 4, 10, dan 40 kali. Buku identifikasi yang
digunakan untuk mengidentifikasi spesies kutukebul yaitu Key to Commonly
Intercepted Whitefly Pest (Dooley 2006) dan Identification of Whiteflies
(Hemiptera: Aleyrodidae) (Watson 2007).
Pengamatan morfologi dan identifikasi parasitoid dan predator dilakukan
di bawah mikroskop cahaya dan stereo. Kunci identifikasi yang digunakan untuk
membantu dalam identifikasi parasitoid yaitu Key To Parasitoid Genera
Associated With Whiteflies (Aleyrodidae) (http://www.sel.barc.usda.gov:8080/)
dan Hymenoptera of The World: An Identification Guide to Families (Goulet dan
Huber 1993). Buku yang digunakan untuk mengidentifikasi predator yaitu Insect:
Their Natural History and Diversity (Marshall 2006) dan Coccinellidae
(http://gaga.biodiv.tw/).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pengamatan kutukebul A. dispersus dan A. dugesii dilakukan di Kabupaten
Bogor dan Kotamadya Bogor meliputi Kecamatan Dramaga (162-351 mdpl),
Kecamatan
Rancabungur,
Kecamatan
Ciawi
(636
mdpl),
Kecamatan
Megamendung (698-975 mdpl), Kecamatan Cisarua (977-1021 mdpl), Kecamatan
Tanah Sereal (200 mdpl), dan Kecamatan Bogor Timur (277 mdpl). Pengamatan
juga dilakukan di beberapa kecamatan di luar Kabupaten dan Kotamadya Bogor
yaitu Kecamatan Pacet dan Haurwangi (Kabupaten Cianjur) (283-1201 mdpl),
Kecamatan Lembang (Kabupaten Bandung) (1231-1322 mdpl), serta Kecamatan
Cisaat dan Cibadak (Kabupaten Sukabumi) (586-594 mdpl). Pengamatan di
Kecamatan Cibadak dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung walat, IPB.
Kutukebul A. dispersus ditemukan di semua wilayah pengamatan kecuali di
Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Pacet, dan Kecamatan Cibadak. Begitu juga
kutukebul A. dugesii hampir ditemukan di semua wilayah pengamatan kecuali di
Kecamatan Rancabungur, Kecamatan Ciawi, dan Kecamatan Haurwangi.
Penyebaran kutukebul A. dispersus dan A. dugesii sudah sangat meluas
karena kedua kutukebul ini ditemukan di wilayah mana saja, baik wilayah dataran
rendah, sedang maupun dataran tinggi. Banyaknya jumlah tanaman inang
memungkinkan populasi kutukebul ada sepanjang tahun baik menyerang inang
utama maupun inang alternatif. Jambu biji, singkong, dan kastuba merupakan
tanaman yang menjadi inang utama kutukebul A. dispersus (Tabel Lampiran 1).
Kembang sepatu, alpukat, labu siam, dan begonia merupakan tanaman yang
menjadi inang utama kutukebul A. dugesii (Tabel Lampiran 2).
Parasitoid yang ditemukan memarasit kutukebul A. dispersus adalah
Encarsia sp., dan Encarsiella noyesii (Hymenoptera: Aphelinidae), sedangkan
predator yang ditemukan memangsa kutukebul A. dispersus adalah Nephaspis sp.,
Cryptolaemus montrouzieri, Harmonia axyridis, dan Scymnus sp. (Coleoptera:
Coccinellidae).
18
Parasitoid yang ditemukan memarasit kutukebul A. dugesii adalah
Encarsia sp., E. noyesii (Hymenoptera: Aphelinidae), Amitus sp. (Hymenoptera:
Platygastridae), dan Scelionidae sp1 (Hymenoptera: Scelionidae), sedangkan
predator yang ditemukan memangsa kutukebul A. dugesii adalah Nephaspis sp.,
C. montrouzieri, H. axyridis, dan Scymnus sp.
Informasi parasitoid dan predator kutukebul A. dispersus dan A. dugesii
yang ditemukan di wilayah Bogor dan wilayah lainnya dapat dilihat pada
Tabel 3 - Tabel 6.
Tabel 3 Parasitoid kutukebul A. dispersus yang ditemukan di wilayah Bogor dan
beberapa wilayah lainnya
Parasitoid
E. noyesii
Encarsia sp.
Lokasi penemuan
Kecamatan (Kabupaten/Kotamadya)
Dramaga (Bogor)
Tanah sereal (Bogor)
Ciawi (Bogor)
Megamendung (Bogor)
Cisarua (Bogor)
Dramaga (Bogor)
Rancabungur (Bogor)
Tanah Sereal (Bogor)
Ciawi (Bogor)
Megamendung (Bogor)
Cisarua (Bogor)
Haurwangi (Cianjur)
Lembang (Bandung)
Tingkat parasitisasi
rata-rata (%)
6,99
36,35
21,30
52,38
23,68
21,11
49,61
26,67
21,30
4,84
12,83
63,64
6,98
Tabel 4 Predator kutukebul A. dispersus yang ditemukan di wilayah Bogor dan
beberapa wilayah lainnya
Populasi/bagian
Lokasi penemuan
Predator
tanaman yang
Kecamatan (Kabupaten/Kotamadya)
diamati
Nephaspis sp.
Dramaga (Bogor)
>5
Megamendung (Bogor)
>5
Cisarua (Bogor)
>5
Cisarua (Bogor)
3-5
H. axyridis
Lembang (Bandung)
>5
Cisarua (Bogor)
1-2
C. montrouzieri
Scymnus sp.
Dramaga (Bogor)
1-2
19
Tabel 5 Parasitoid kutukebul A. dugesii yang ditemukan di wilayah Bogor dan
beberapa wilayah lainnya
Lokasi penemuan
Tingkat parasitisasi
Parasitoid
Kecamatan (Kabupaten/Kotamadya)
rata-rata (%)
Dramaga (Bogor)
28,34
E. noyesii
Tanah sereal (Bogor)
4,11
Megamendung (Bogor)
43,32
Cisarua (Bogor)
12,57
Pacet (Cianjur)
14,92
Lembang (Bandung)
3,65
Cibadak (Sukabumi)
60,00
Cisaat (Sukabumi)
14,68
Encarsia sp.
Bogor Timur (Bogor)
21,04
Dramaga (Bogor)
6,35
Cisarua (Bogor)
12,57
Lembang (Bandung)
59,26
Amitus sp.
Pacet (Cianjur)
1,48
Scelionidae sp1
Lembang (Bandung)
36,00
Tabel 6 Predator kutukebul A. dugesii yang ditemukan di wilayah Bogor dan
beberapa wilayah lainnya
Populasi/bagian
Lokasi penemuan
Predator
tanaman yang
Kecamatan (Kabupaten/Kotamadya)
diamati
Nephaspis sp.
Dramaga (Bogor)
1-2
Megamendung (Bogor)
>5
Cisarua (Bogor)
>5
Pacet (Cianjur)
>5
Lembang (Bandung)
1-2
Megamendung (Bogor)
1-2
H. axyridis
Lembang (Bandung)
>5
Pacet (Cianjur)
1-2
C. montrouzieri
Lembang (Bandung)
3-5
Pacet (Cianjur)
1-2
Scymnus sp.
20
Inforrmasi karaktter morfologgi parasitoidd yang ditem
mukan adalah sebagai
b
berikut:
E
Encarsiella
noyesii Pola
aszek & Haayat (Hymen
noptera: Ap
phelinidae)
Tubu
uh E. noyesiii berwarna hitam dam memiliki
m
ukkuran 0, 7 mm.
m
Sayap
d
depan
dengaan marginal vein (mv) dan stigma veein (sv). Proonotum dipissahkan dari
t
tegula
oleh prepectus.
p
R
Ruas
apikal ttidak meman
njang dan skkutelum (Sc)) berbentuk
o
oval.
Flagellum betina terdiri
t
dari 6 ruas [Gam
mbar 3d (F11-F6)] namuun kadangk
kadang
flagelum jantann 5 ruas. Selluruh tarsi biasanya
b
terddiri dari 5 ruas,
r
tarsus
t
tungkai
tenggah memiliki 4 ruas. Mesoskutum
m (Mc) terddiri dari baanyak seta.
J
Jumlah
seta lebih dari 200.
Mc
St
Sc
Axx
0,22 mm
(a)
(b)
S
SB
B
P
F1
mv
F2
sv
F3
smv
F4
SD
F
F5
F6
(d)
(c)
K
Keterangan
: Mc= meesoskutum, Sc= skuteluum, Ax= axila,
a
St= seta,
s
smv=
submargiinal vein, mvv= marginall vein, sv= sstigma vein, S= skapus,
P= pedissel, F1-F6= flagelum, SD=
S
sayap ddepan, dan SB=
S
sayap
belakang.
G
Gambar
3 Imago betin
na parasitoidd E. noyesii dalam prepparat slide (d
dorsal) (a),
Toraks
T
E. noyesii dengaan seta di mesoskutum
m
(b), Sayap depan dan
belakang
b
E. noyesii (c), Antena E. noyesii berjum
mlah delapann ruas (d).
21
E
Encarsia
sp
p. (Hymenop
ptera: Apheelinidae)
Tubu
uh Encarsia sp. berwarnna kuning dan
n memiliki uukuran 0,6 mm.
m
Sayap
d
depan
dengaan marginal vein (mv) dan stigma veein (sv). Proonotum dipissahkan dari
t
tegula
oleh prepectus. Ruas apikaal tidak memanjang daan skutelum berbentuk
o
oval.
Flageelum betina terdiri dari 6 ruas namuun kadang-kkadang flageelum jantan
b
berjumlah
5 ruas. Selurruh tarsi biassanya terdirii dari 5 ruas, tarsus tunggkai tengah
m
memiliki
4 ruas.
r
Karaaktiristik darri Encarsia sp. sangatt mirip denngan karakteeristik dari
E noyesii karena keduua spesies ini sama-saama tergolong dalam superfamili
E.
s
C
Chalcidoide
a, family Aphelinidae.
A
Namun yanng membedaakan kedua spesies ini
a
adalah
jumlah seta padda bagian meesoskutum. Jumlah setaa di mesosk
kutum pada
E
Encarsia
sp.. kurang darii 20.
Ax
St
Mc
Sc
0,2 mm
(a)
(b)
K
Keterangan
: Mc= mesoskutum, Sc=
= skutelum, Ax=
A axila, dan
d St= seta.
G
Gambar
4 Imago betinna Encarsia sp. dalam preparat
p
slidde (dorsal) (a),
( Toraks
Encarsia sp. dengan setta di mesosku
utum (b).
22
A
Amitus
sp. (Hymenopte
(
era: Platygaastridae)
Sayaap depan teerdiri dari marginal vein (mv) ddan stigma vein (sv),
p
pronotum
m
mencapai
teggula, tubuh spesies inii umumnya berwarna hitam
h
atau
c
coklat
gelap
p. Antena terrdiri dari skkapus, pediseel, dan flageelum, diman
na flagelum
a
antena
betinna berjumlahh 8 ruas yanng terdiri daari 5 ruas fuunikel dan 3 ruas club.
P
Pada
bagian
n tungkai, tarrsi 5-5-5.
Subm
marginal veiin (smv) tippis dan apikkal meruncinng. Pada bag
gian tubuh
d
diselimuti
oleh beberapa seta. Flaggelum antenaa jantan terddiri dari 7 ruuas funikel
d 1 ruas cllub serta bag
dan
gian flagelum
m ruas keduaa memiliki ssebuah tiloidd.
mv
sv
T
SB
SD
A
(b)
0,22 mm
F8
8
F7
K
(a)
P
F6
F5
F1
F22
F3 F4
(c)
K
Keterangan:
A= abdomeen, T= torakks, K= kepalla, mv= marrginal vein, sv= stigma
vein, SD=
= sayap deppan, SB= sayap
s
belakang, P= peedisel, dan
F1-F8= flaagelum.
G
Gambar
5 IImago betinna Amitus spp. dalam prepparat slide dengan
d
kepaala terpisah
(a), Sayap deepan dan belakang Amittus sp. (b), A
Antena Amituus sp. (c).
23
S
Scelionidae
sp1 (Hymeenoptera: Sccelionidae)
Seranngga ini beelum dapat diidentifikassi. Tubuh im
mago berwaarna hitam
(
(Gambar
6a)) dan memiliki ukuran 00,8 mm. Anteena terdiri ddari 9-10 ruass flagelum.
I
Imago
jantaan memiliki 3 ruas flageelum yang termodifikas
t
si. Sayap deepan terdiri
d submarrginal vein (smv), kadaang-kadang submarginal vein menccapai batas
dari
a
anterior
darri sayap meelanjut ke m
marginal veein. Selain ssubmarginall vein dan
m
marginal
vein, sayap jugga rediri darri stigma vein
n (sv) dan poostmarginall vein. Pada
s
sayap
belakaang terdiri dari submargginal vein yanng mencapaii hamuli.
K
An
(b)
pmv mv
smv
sv
0,2 mm
(a)
(c)
K
Keterangan:
ma vein, pm
mv= postmarrginal vein,
K= kepala,, An= antenna, sv= stigm
mv= margiinal vein, daan smv= subm
marginal veiin
G
Gambar
6
Imago betiina parasitoid Scelioniddae sp1 (latteral) (a), Kepala
K
dan
antena Scelionidae sp1 (b), sayap Scelionidae
S
ssp1 (c).
24
Informasi karakter morfologi predator yang ditemukan adalah sebagai
berikut:
Nephaspis sp. (Coleoptera: Coccinellidae)
Tubuh imago memiliki ukuran panjang 1,2 mm dan lebarnya 0,87 mm.
Tubuh berwarna kecoklatan (Gambar 7). Kebiasaan spesies ini sangat unik.