Kajian Aspek Reproduksi Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.) Jantan yang Dipelihara pada Kondisi Lingkungan yang Berbeda

KAJIAN ASPEK REPRODUKSI IKAN NILA MERAH
(Oreochromis sp.) JANTAN YANG DIPELIHARA PADA
KONDISI LINGKUNGAN YANG BERBEDA

LELLA HERDIANA

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ABSTRAK
LELLA HERDIANA. Kajian Aspek Reproduksi Ikan Nila Merah (Oreochromis
sp.) Jantan yang Dipelihara pada Kondisi Lingkungan yang Berbeda. Dibimbing
oleh YUNIZAR ERNAWATI dan R. IIS ARIFIANTINI.
Kondisi lingkungan perairan akan memengaruhi keberhasilan reproduksi
ikan pada proses fertilisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kualitas
spermatozoa ikan nila merah pada ketinggian lingkungan berbeda. Hasil
menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan kualitas spermatozoa ikan nila merah
secara signifikan antara kolam BPPPU Ciherang (850 m dpl) dan Mitra Ikan

Caringin (250 sampai 450 m dpl). Volume semen ikan nila merah yang diperoleh
pada kolam Ciherang lebih tinggi (0.57±0.38 ml) dibandingkan dengan Caringin
(0.19±0.16 ml). Tidak terdapat perbedaan secara signifikan pada pH semen yaitu
7.27±0.34 dan 7.22±0.51, konsentrasi spermatozoa yaitu 6.37±3.66 x 10 9 sel/ml
dan 8.03±6.70 x 109 sel /ml, durasi motilitas spermatozoa yaitu 5.88±2.76 menit
dan 6.28±3.41 menit dan motilitas spermatozoa yaitu 84.17±2.04% dan
80.00±5.48%. Morfologi spermatozoa ikan nila merah memiliki bentuk kepala
bulat dengan ekor tipis memanjang.
Kata kunci: ikan nila merah, kualitas air, morfologi, semen, spermatozoa

ABSTRACT
LELLA HERDIANA. The Reproductive Studies Male Red Tilapia (Oreochromis
sp.) Maintained at Different Environmental Conditions. Supervised by YUNIZAR
ERNAWATI and R. IIS ARIFIANTINI.
Environment condition of water will influence reproductive success of fish
as well as its fertilization. This research aims to study the quality of red tilapia
sperm kept at different altitude environments. Result demonstrated that there were
no significantly different on the quality of red tilapia sperm between BPPPU
Ciherang (850 m dpl) and Mitra Ikan Caringin (250 to 450 m dpl). The semen
volume of red tilapia kept at Ciherang (0.57 ± 0.38 ml) was higher than Caringin

(0.19 ± 0.16 ml). The was no significantly different on semen pH which were
7.27±0.34 and 7.22±0.51, sperm concentration 6.37±3.66 x 109 sel/ml and
8.03±6.70 x 109 sel /ml, duration of sperm motile 5.88±2.76 and 6.28±3.41 minute
as well as it motility 84.17±2.04% and 80.00±5.48%. The sperm morphology of
red tilapia was spherical in head shape with long thin tail.
Keywords: morphology, red tilapia, semen, sperm, water quality

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Aspek
Reproduksi Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.) Jantan yang Dipelihara pada
Kondisi Lingkungan yang Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2013


Lella Herdiana
NIM C24080030

KAJIAN ASPEK REPRODUKSI IKAN NILA MERAH
(Oreochromis sp.) JANTAN YANG DIPELIHARA PADA DUA
LINGKUNGAN YANG BERBEDA

LELLA HERDIANA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2013

Judul Skripsi : Kajian Aspek Reproduksi Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.)
Jantan yang Dipelihara pada Kondisi Lingkungan yang Berbeda
Nama
: Lella Herdiana
NIM
: C24080030

Disetujui oleh

Dr.Ir. Yunizar Ernawati, MS
Pembimbing I

Prof. Dr. Dra. R. Iis Arifiantini, M.Si
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M. Sc

Ketua Departemen

Tanggal Lulus: 8 Maret 2013

PRAKATA
Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi yang berjudul
Kajian Aspek Reproduksi Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.) Jantan yang
Dipelihara pada Kondisi Lingkungan yang Berbeda, dilaksanankan sejak bulan
Januari sampai Maret 2012.
Pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih
kepada semua pihak yang terlibat secara langsung ataupun tidak langsung dalam
menyelesaikan skripsi ini, yaitu :
1. Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS dan Prof. Dr. Dra. R. Iis Arifiantini, M.Si selaku
dosen pembimbing I dan II.
2. Dr. Ir. Rahmat Kurnia, M.Si selaku dosen penguji dan Ir. Agustinus M.
Samosir, M. Phil selaku ketua komisi pendidikan yang telah banyak memberi
nasihat dan bimbingan moral selama penulis menempuh pendidikan sarjana di
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
3. Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc dan Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS yang telah

memberikan bantan dana pada penulis selama penelitian.
4. Papah Sumangi Tarmidi, mamah Rumsinih, kakakku Kesuma Ferdianto,
adikku Lelli Herdiani dan kedua saudaraku Aji dan Fiki yang senantiasa
mendoakan, membimbing, memberikan kasih sayang dan dukungannya dalam
menyelesaikan skripsi.
5. Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Piter (BPPPU Ciherang),
Bapak Hamdan (Pemilik kolam budi daya Mitra Ikan Caringin), Bapak
Bondan Achmadi (Teknisi Lab. URR), Mba Widar (staf Tata Usaha MSP)
atas kerjasama dan bantuannya dalam pengumpulan data dan pengurusan
administrasi selama penyusunan skripsi.
6. Sahabatku Nidya (Partner penelitian), Ria, Rina, teman-teman MSP 45,
teman-teman Asrama Indramayu, teman-teman Jamilah, serta sahabat
seperjuangan (Fasih dan Eka) dan guru kehidupanku (Mba Cicin, Teh Kanti,
Teh Nauli, Mba Dewi dan Teh Herli) yang selalu ada untuk mengajarkan
penulis tentang makna kehidupan dan memberikan dukungan, nasihat selama
penulis menyelesaikan skripsi.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, 8 Maret 2013
Lella Herdiana


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

2

Hipotesis

2

METODE

2

Waktu dan Tempat Penelitian


2

Pengambilan Sampel

3

Analisis Sampel Kualitas Air

3

Analisis Kondisi Ikan Secara Umum

4

Analisis Semen Secara Makroskopis

4

Analisis Spermatozoa Secara Mikroskopis


4

Analisis Data

5

Analisis Statistik

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Lokasi Penelitian

7

Parameter Kualitas Air


8

Karakteristik Umum Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.)

9

Karakteristik Semen Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.)

10

Karakteristik Spermatozoa Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.)

11

Morfologi Spermatozoa Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.)

13

Morfometri Spermatozoa Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.)

14

Hubungan antara Faktor Kondisi Ikan, Kualitas Air dan Kualitas
Spermatozoa

15

Aplikasi Pengelolaan

16

SIMPULAN DAN SARAN

16

Simpulan

16

Saran

16

DAFTAR PUSTAKA

17

LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP

34

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Rata-rata dan simpangan baku parameter kualitas air pada kolam budi
daya Ciherang dan Caringin
Rata-rata dan simpangan baku panjang, bobot dan faktor kondisi
ikan nila merah pada kolam budi daya Ciherang dan Caring
Rata-rata dan simpangan baku karakteristik semen ikan nila merah
pada kolam budi daya Ciherang dan Caringin
Rata-rata dan simpangan baku karakteristik spermatozoa ikan nila
merah pada kolam budi daya Ciherang dan Caringin
Rata-rata dan simpangan baku diameter kepala dan panjang ekor
spermatozoa ikan nila merah pada kolam budi daya Ciherang dan
Caringin

8
9
10
11

14

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Lokasi penelitian di Ciherang, Kabupeten Cianjur dan Caringin
Kabupaten Bogor, Jawa Barat
Lokasi penelitian Kampung Ciherang, Kabupaten Cianjur (a) dan
Kampung Cikupa Caringin, Kabupaten Bogor (b)
Morfologi spermatozoa ikan nila merah (Oreochromis sp.) pada
kolam budi daya Ciherang (a) dan Caringin (b)

3
7
13

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian
Diagram alur metode pewarnaan Williams
Nilai kualitas air selama 3 kali sampling pada kolam budi daya
Ciherang dan Caringin
Informasi pendukung kedua lokasi penelitian melalui wawanca
Hasil regresi hubungan panjang-bobot ikan nila merah
Panjang-bobot dan faktor kondisi ikan nila merah pada kolam budi
daya Ciherang dan Caringin
Karakteristik semen ikan nila merah pada kolam budi daya Ciherang
dan Caringin
Karakteristik spermatozoa ikan nila merah pada kolam budi daya
Ciherang dan Caringin
Diameter kepala spermatozoa ikan nila merah (Oreochromis sp.)
Panjang ekor spermatozoa ikan nila merah (Oreochromis sp.)
Uji normalitas (Uji Kolmogrov-Smirnov)
Uji parametrik (Uji-t dua sampel independen
Uji non parametrik (Uji Mann-Withney)

23
25
26
26
27
27
29
29
30
31
32
33
33

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Lingkungan perairan merupakan media hidup bagi organisme akuatik untuk
melangsungkan kehidupannya. Parameter lingkungan meliputi suhu, oksigen
terlarut atau Dissolved Oxygen (DO) dan pH perairan yang selalu berubah
berdampak pada proses fisiologi organisme akuatik termasuk salah satunya adalah
proses reproduksi (Affandi dan Tang 2002). Ketinggian (altitude) berbeda suatu
tempat merupakan salah satu faktor yang menyebabkan berbedanya kualitas
perairan (Effendi 2003).
Ikan nila merah merupakan ikan hasil persilangan antara Oreochromis
mossambicus dan Oreochromis niloticus (Preschecher dan McGeachin 1988 in ElSayed 2006). Menurut Rochdianto (1993) in Setiawati dan Suprayudi (2003),
warna dan bentuk tubuh ikan nila merah yang menyerupai ikan kakap merah,
menjadikan ikan nila merah sebagai salah satu komoditas peluang ekspor dan
mulai merambah ke pasaran luar negri khususnya Singapura dan Jepang.
Meningkatnya minat masyarakat terhadap ikan nila, menutut pembudi daya untuk
memproduksi ikan dalam jumlah yang lebih besar.
Salah satu kendala utama dalam pengembangan budi daya adalah
ketersediaan gamet yang berkualitas tinggi, baik spermatozoa maupun telur
(Bormage 1995 in Musa 2010). Informasi mengenai kualitas spermatozoa sangat
dibutuhkan dalam optimalisasi proses fertilisasi. Menurut Alavi dan Cosson
(2005), kemampuan fertilisasi ikan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan perairan
seperti pH dan suhu. Mengingat informasi terkait karakteristik dan kualitas
spermatozoa ikan air tawar belum banyak dilakukan, khususnya pada ikan nila
merah maka penelitian terkait pengaruh kondisi lingkungan yang berbeda
terhadap aspek reproduksi ikan nila merah jantan menjadi sangat penting untuk
dilakukan, sehingga informasi tersebut dapat berguna dan dijadikan rujukkan bagi
pengembangan budi daya dan produksi perikanan di masa mendatang.

Perumusan Masalah
Keberhasilan reproduksi ikan ditentukan dari kualitas gamet jantan
(spermatozoa) dan betina (telur). Keduanya memiliki kontribusi yang sama
sehingga informasi mengenai kualitas spermatozoa ikan yang normal dan fertil
menjadi penting bagi keberhasilan proses fertilisasi. Kualitas spermatozoa dalam
keberhasilan fertilisasi tidak hanya diukur dari banyaknya jumlah telur yang
terbuahi, akan tetapi dapat dilihat pula dari faktor-faktor yang memengaruhinya
seperti konsentrasi, motilitas, durasi motilitas, dan morfologi spermatozoa.
Menurut Masrizal dan Efrizal (1997) in Hidayaturrahmah (2007), salah satu
permasalahan pada budi daya ikan air tawar adalah rendahnya tingkat fertilisasi
spermatozoa di dalam air. Oleh sebab itu perlu dilakukan studi mengenai aspek
reproduksi ikan nila merah yang meliputi karakteristik spermatozoa ikan nila
merah.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik spermatozoa ikan
nila merah (Oreochromis sp.) yang dipelihara pada kondisi lingkungan yang
berbeda melalui penelaahan secara makroskopis, mikroskopis, serta morfologi dan
morfometri spermatozoa melalui tehnik pewarnaan Williams.

Hipotesis
Terdapat perbedaan kualitas spermatozoa ikan nila merah dari kolam
BPPPU Ciherang, Cianjur (daratan tinggi) dan kolam Mitra Ikan Caringin, Bogor
(daratan rendah). Data dianalisis menggunakan uji Kolmogorof-Smirnov, uji
Mann-Withney, dan uji t dua sampel independen. Hipotesis yang digunakan
adalalah:
Uji Kolmogorof-Smirnov
H0 : data menyebar normal
H1 : data tidak menyebar normal
Kriteria penerimaan hipotesis adalah gagal tolak H0 apabila nilai p-value >
0.05 pada selang kepercayaan 95%.
Uji Mann-Withney
H0 : μ1 = μ2, rataan nilai kualitas spermatozoa Ciherang dan Caringin sama
H1 : μ1 ≠ μ2, rataan nilai kualitas spermatozoa Ciherang dan Caringin berbeda
Kriteria penerimaan hipotesis adalah gagal tolak H0 apabila nilai p-value >
0.05 pada selang kepercayaan 95%.
Uji t dua sampel independen
H0 : μ1 = μ2, rataan nilai kualitas spermatozoa Ciherang dan Caringin sama
H1 : μ1 ≠ μ2, rataan nilai kualitas spermatozoa Ciherang dan Caringin berbeda
Kriteria penerimaan hipotesis adalah gagal tolak H0 apabila nilai p-value >
0.05 pada selang kepercayaan 95%.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai Maret 2012.
Pengambilan sampel dilakukan di kolam budi daya Balai Pelestarian Perikanan
Perairan Umum (BPPPU) Ciherang Kabupaten Cianjur dengan ketinggian 850
meter dpl dan kolam budi daya Mitra Ikan Caringin Kabupaten Bogor dengan
ketinggian 250 sampai 450 meter dpl. Pengamatan dan pewarnaan spermatozoa
ikan nila merah dilakukan di Laboratorium Fisiologi dan Reproduksi, Unit
Rehabilitasi Reproduksi (URR), Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor.

3

Caringin

Caring

Ciherang
Ciher

Gambar 1 Lokasi penelitian di Ciherang, Kabupeten Cianjur dan Caringin
Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Google earth 2012)
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel di lapangan meliputi pengambilan sampel kualitas air
(Purposive Sampling) dan pengambilan sampel ikan nila merah jantan yang telah
matang gonad (Simple Random Sampling). Pengambilan sampel kualitas air
meliputi parameter DO, suhu dan pH air dilakukan pada pukul 09.00 WIB saat
proses fotosintesis (salah satu sumber oksigen terlarut dalam perairan) dalam
badan air berlangsung optimal. Sampel kualitas air diambil dari beberapa titik
yang menggambarkan karakteristik keseluruhan badan air seperti pada bagian
inlet, tengah dan outlet. Sampel ikan nila merah diambil dari kolam budi daya
indukkan ikan nila merah jantan secara acak menggunakan jaring. Sampel ikan
diambil sebanyak 4 ekor setiap kali sampling. Ikan yang terpilih kemudian dibawa
ke laboratorium dalam kondisi segar dan hidup untuk dilakukan proses evaluasi
semen dan pewarnaan spermatozoa.

Analisis Sampel Kualitas Air
Analisis sampel kualitas air meliputi tiga parameter yaitu DO, suhu dan pH.
Pengukuran nilai DO dilakukan dengan menggunakan metode Winkler. Pada
analisis sampel DO, air kolam sampel sebanyak 125 ml pada botol BOD
ditambahkan larutan MnSO4 dan NaOH–KI sebanyak 20 tetes sehingga larutan
berubah warna menjadi kuning dan terjadi endapan MnO2. Setelah endapan MnO2
terbentuk, air sampel ditambahkan H2SO4 sebanyak 20 tetes sehingga endapan
akan larut kembali. Kemudian air sampel diambil sebanyak 25 ml menggunakan
gelas ukur dan dipindahkan ke tabung erlenmeyer untuk dititrasi dengan larutan
standar natrium tiosulfat (Na2S2O3) sampai air berwarna kuning muda dan
ditambahkan larutan amilum (kanji) sebagai indikator sebanyak 3 tetes, setelah itu
sampel dititrasi kembali sampai larutan berwarna bening (Salmin 2005).
Pada pengukuran suhu thermometer dicelubkan ke dalam perairan sampai
tenggelam seluruhnya selama 1 sampai 2 menit, lalu tarik thermometer dan lihat

4
nilai suhu yang ditunjukan pada skala nilai dan catat hasilnya. Saat thermometer
diangkat usahakan masih berada di dalam air, hal tersebut dilakukan agar tidak
terjadi bias data.
Pengukuran pH menggunakan kertas pH indikaror 1 sampai 14. Kertas pH
dicelupkan ke dalam kolam perairan selama 1 menit, kemudian dicocokkan
dengan kotak tabel warna indikator untuk mengetahui kisaran nilai pH yang
diperoleh.

Analisis Kondisi Ikan Secara Umum
Total ikan yang diambil selama penelitian sebanyak 12 ekor, akan tetapi
karena adanya kendala penelitian seperti kematian ikan selama proses transportasi
dan kecacatan sampel semen saat dianalisis, maka hanya 6 ekor ikan yang dapat
digunakan sebagai sampel penelitian. Sampel ikan yang dibawa ke laboratorium
ditimbang bobotnya dengan timbangan manual dan diukur panjang totalnya
dengan penggaris. Koleksi semen ikan nila merah menggunakan metode stripping.
Metode ini dilakukan dengan cara mengurut bagian perut ikan menuju ke lubang
urogenital sampai keluar cairan putih susu (semen). Semen yang terkumpul
selanjutnya akan dianalisis secara makroskopis dan mikroskopis.

Analisis Semen Secara Makroskopis
Analisis semen ikan nila merah secara makroskopis meliputi analisis
volume, pH, warna dan konsistensi semen. Pengukuran volume semen dilakukan
dengan menampung semen yang telah distripping ke cawan petri, kemudian
dimasukkan ke syringe dan lihat skala volume pada syringe. Kemudian, pada
analisis pH dapat dilakukan dengan mengambil satu tetes semen untuk dioleskan
ke kertas pH, tunggu 15 sampai 30 detik. Setelah tampak warna pada kertas pH
kemudian cocokkan dengan sekala pH 6.4 sampai 8 yang tertera pada kotak pH
indikator. Selanjutya pada analisis warna dan konsistensi semen dilakukan secara
visual. Warna semen dapat dilihat secara langsung sesuai dengan penampakan
warnanya, sedangkan pada pengukuran konsistensi semen dilakukan dengan
memiringkan cawan petri yang di dalamnya terdapat semen dan dilihat durasi
jatuhnya semen, apakah semen kental, sedang atau encer.

Analisis Spermatozoa Secara Mikroskopis
Analisis spermatozoa secara makroskopis meliputi analisis motilitas, durasi
motilitas, konsistensi, morfologi dan morfometri spermatozoa. Pengukuran
motilitas spermatozoa dilakukan dengan menambahkan satu tetes air ke dalam
satu tetes semen pada object glass kemudian homogenkan dan tutup dengan cover
glass. Pengamatan motilitas spermatozoa dilakukan dengan melihat proporsi
spermatozoa yang bergerak (%), sedangkan pada pengamatan durasi motilitas
spermatozoa dilihat dari lamanya spermatozoa saat pertama kali bergerak sampai
berhenti bergerak. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran
400 kali.

5
Pengukuran konsentrasi spermatozoa dilakukan dengan mengencerkan
semen 1000 kali dengan perbandingan 1 μl semen ditambah 999 μl formol saline
menggunakan mikropipet lalu homogenkan dalam tabung eppendorf 2 ml. Setelah
homogen, semen diteteskan pada kedua ujung bagian atas dan bawah counter
chamber yang sebelumnya telah ditutup dengan cover glass. Semen yang
diteteskan dibiarkan mengalir secara alami hingga kamar hitung terisi penuh.
Konsentrasi spermatozoa dihitung pada 5 kotak besar counter chamber secara
diagonal yang masing-masing kotak memiliki 16 kotak kecil. Pengamatan
spermatozoa dilakukan dibawah mikroskop cahaya dengan perbesaran 400 kali.
Pada analisis morfologi dan mofometri spermatozoa terdiri atas beberapa
tahapan, seperti tahap pengenceran semen, tahap pembuatan preparat ulas, tahap
pewarnaan dan tahap pengamatan. Pengenceran semen dilakukan sebanyak 1000
kali menggunakan sodium sitrat 3% (10 μl semen ditambah 990 μl sodium sitrat
3%) lalu homogenkan dalam tabung eppendorf 2 ml. Sampel semen yang telah
diencerkan, disentrifuse dengan kecepatan 1750 rpm selama 10 sampai 15 menit
dan setelah itu dibuat preparat ulas tipis pada object glass sebanyak 2 sampai 3
silde. Preparat ulas yang sudah kering kemudian diwarnai dengan pewarnaan
Williams (Gunarso 1989 in Arifiantini et al. 2006). Pewarnaan dilakukan dengan
memfiksasi prerapat ulas di atas api bunsen, selanjutnya dicuci dalam alkohol
absolute selama 4 menit lalu dikeringudarakan. Preparat dimasukkan ke dalam
larutan 0.5% chloramin selama 1 sampai 2 menit sambil diangkat dan dimasukkan
kembali berkali-kali dengan tujuan menghilangkan mukus dan ulasan terlihat
jernih. Kemudian cuci dalam distilled water, selanjutnya rendam dalam alkohol
95% dan diwarnai dengan larutan carbol fuchsin selama 10 menit. Pengamatan
morfologi spermatozoa dilihat dari bentuk kepala dan ekor spermatozoa,
sedangkan pada pengamatan morfometri spermatozoa dilakukan dengan
mengukur diameter kepala dan panjang ekor spermatozoa sebanyak 30 sel
spermatozoa pada setiap sempel ikan. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop
cahaya pada perbesaran 1000 kali dengan bantuan minyak emersi dan mikrometer
okuler.

Analisis Data
Oksigen terlarut
Nilai DO perairan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Vol.Thiosulfat × N.Thiosulfat × 8 × 1000
mg
DO
Vol.Botol BOD – Vol.Preaksi
l =
Vol.Sampel ×
Vol.Botol BOD

Keterangan:
Vol.thiosulfat
N.thiosulfat
Vol.sampel
Vol.botol BOD
Vol.pereaksi

:
:
:
:
:

banyaknya ml titran yang dikeluarkan selama titrasi
kosentrasi Na-thiosulfat (0.0242)
volume air sampel yang digunakan untuk titrasi (25 ml)
volume botol BOD yang digunakan (125 ml)
volume MnSO4, NaOH-KI, dan H2SO4 yang digunakan

6
Hubungan panjang – bobot
Analisis hubungan panjang -bobot ikan dapat dihit ung dengan
rumus (Effendie 2002):
W=aLb
Keterangan:
W
: bobot ikan (g)
L
: panjang total (mm)
a dan b : konstanta regresi panjang bobot
Apabila nilai b = 3, maka pertumbuhannya isometrik, namun apabila nilai
b < 3 dan nilai b > 3 maka pertumbuhannya adalah allometrik negatif dan
allometrik positif.
Faktor kondisi
Faktor kondisi dihitung berdasarkan panjang dan bobot ikan contoh dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Effendie 2002) :
jika nilai b = 3 (isometrik) maka rumus yang digunakan adalah :
K= (W ×105 ) L3
Jika nilai b ≠ 3 (allometrik) maka rumus maka rumus yang digunakan adalah :
K= W (aLb )
Keterangan :
K
: faktor kondisi
W
: bobot ikan (g)
L
: panjang total (mm)
a dan b : konstanta regresi panjang bobot
Konsentrasi spermatozoa
Rumus untuk menghitung konsentrasi spermatozoa per ml adalah sebagai
berikut:
Konsentrasi spermatozoa sel/ml = N × 5 × FP × 10.000
Keterangan:
N
: rata-rata jumlah spermatozoa dari chamber atas dan bawah
5
: 5 kotak dari 25 kotak hitung yang ada
FP
: faktor pengencer 1000
10.000 : faktor koreksi dibutuhkan kerena kedalaman cover slip 0.0001 ml per
chamber
Morfometri spermatozoa
Morfometri spermatozoa diperoleh dari hasil pengukuran diameter kepala
dan panjang ekor spermatozoa di bawah mikroskop cahaya, nilai yang diperoleh
dikonversikan terlebih dahulu ke dalam satuan mikron (μ) dengan melakukan
kalibrasi menggunakan stage mikrometer okuler, sehingga ukuran diameter kepala
dan panjang ekor spermatozoa yang sesungguhnya dapat dicari dengan rumus:
Diameter kepala atau panjang ekor (µm) = S x 1.47
Keterangan:
S
: ukuran spermatozoa yang terlihat pada skala mikrometer okuler (µm)
1.47 : satu skala pada mikrometer okuler

7
Analisis Statistik
Analisis statistika yang digunakan adalah statistik deskriptif dengan
menghitung rataan dan simpangan baku pada semua parameter kuantitatif dan
statistika inferensia dengan melalukan beberapa pengujian seperti regresi linear
sederhana (RLS), uji Kolmogorof-Smirnov, uji Mann-Withney dan uji t dua
sampel independen menggunakan Microsoft Excel 2007 dan program Minitab 16.
Analisis RLS digunakan untuk mengetahui hubungan panjang-bobot dan
faktor kondisi ikan. Uji Kolmogorof-Smirnov digunakan untuk mengetahui tipe
sebaran data (nilai sampel) yang diperoleh. Sedangkan uji Mann-Withney dan uji t
dua sampel independen adalah uji yang digunakan untuk mengetahui nilai rataan
sampel yang diperoleh dari dua populasi atau grup yang diamati, apakah memiliki
kesamaan atau berbeda secara signifikan. Apabila data yang diperoleh dari hasil
uji Kolmogorof-Smirnov adalah menyebar normal (p-value > 0.05), maka
dilanjutkan dengan uji t dua sampel independen. Sedangkan, apabila data yang
diperoleh tidak menyebar normal (p-value < 0.05), maka dilanjutkan dengan uji
Mann Withney.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Lokasi Penelitian

(a)
Gambar 2

(b)

Lokasi penelitian Kampung Ciherang, Kabupaten Cianjur (a) dan
Kampung Cikupa Caringin, Kabupaten Bogor (b)

Lokasi penelitian berada di kawasan Jawa Barat yang meliputi dua lokasi
yaitu Kampung Ciherang, Kabupaten Cianjur dan Kampung Cikupa Caringin,
Kabupaten Bogor dengan ketinggian yang berbeda. Kolam budi daya BPPPU
Ciherang, Kabupaten Cianjur berada pada ketinggian 850 meter dpl dengan luas

8
kolam indukan ikan nila merah yang dijadikan sebagai lokasi pengambilan sampel
sebesar 70 m2 (Diskanlut 2010). Sebaliknya pada kolam budi daya Mitra Ikan
Caringin, Kabupaten Bogor secara geografis berada pada ketinggian 250 sampai
450 meter dpl dengan luasan kolam indukan nila merah sebesar 15 m2 (Basyir
2008). Kedua kolam budi daya memiliki perairan yang berwarna coklat, akan
tetapi pada kolam budi daya Ciherang memiliki perairan yang lebih jernih
dibandingkan dengan kolam budi daya Caringin yang cenderung keruh.

Parameter Kualitas Air
Tabel 1 Rata-rata dan simpangan baku parameter kualitas air pada kolam budi
daya Ciherang dan Caringin
Parameter
Ciherang
Caringin
DO (mg/l)
4.52±0.63
4.78±0.58
o
Suhu ( C)
25.00±1.50
26.78±0.67
pH
7.58±0.20
5.75±0.27
Hasil uji statistik pada Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai DO pada kolam
budi daya Ciherang dan Caringin tidak berbeda nyata (Mann-Whitney/ p-value >
0.05), yaitu sebesar 4.52±0.63 mg/l pada kolam budi daya Ciherang dan sebesar
4.78±0.58 mg/l pada kolam budi daya Caringin. Menurut PPRI No. 82 tahun
2001, nilai DO rata-rata pada kedua lokasi penelitian masih dalam batas standar
baku mutu untuk kegiatan budi daya yaitu ≥ 3 mg/l. Salah satu faktor yang
memengaruhi nilai DO di suatu perairan adalah ketinggian. Jeffries dan Mills
(1996) in Effendi (2003), semakin tinggi suatu tempat dari permukaan laut maka
tekanan atmosfernya semakin kecil dan pada kondisi tekanan atmosfer kecil maka
oksigen terlarut di perairan semakin rendah. Ditinjau dari faktor yang
memengaruhi nilai DO di suatu perairan seperti ketinggian, maka seharusnya nilai
DO pada kolam budi daya Caringin (250 sampai 450 meter dpl) lebih besar
dibandingkan dengan DO pada kolam budi daya Ciherang (850 meter dpl). Akan
tetapi masukkan limbah rumah tangga pada kolam budi daya Caringin (Sachmud
2008) diduga menjadi faktor yang menyebabkan menurunya nilai DO, sehingga
nilai DO pada kolam budi daya Caringin yang seharusnya tinggi menjadi rendah
atau tidak jauh berbeda dengan kolam budi daya Ciherang. Menurut Hariyadi et
al. (1992) in Rahmawati (2006), keberadaan DO di perairan tidak hanya
digunakan untuk respirasi organisme air, tetapi juga digunakan oleh organisme
pengurai (bakteri) dalam proses dekomposisi bahan organik di suatu perairan,
sehingga semakin banyak limbah organik yang masuk ke perairan maka nilai DO
di perairan semakin menurun.
Suhu perairan memiliki peranan penting dalam mengendalikan ekosistem
perairan. Hasil uji statistik pada Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai suhu pada
kolam budi daya Ciherang dan Caringin berbeda nyata (Mann-Whitney/ p-value <
0.05). Suhu pada kolam budi daya Ciherang lebih dingin (25.00±1.50 oC)
dibandingkan dengan kolam budi daya Caringin (26.78±0.67 oC), karena lokasi
kolam budi daya Ciherang lebih tinggi dibandingkan dengan kolam budi daya
Caringin. Menurut Effendi (2003), suhu perairan dipengaruhi oleh musim, lintang,

9
ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan
awan, aliran serta kedalaman badan air. Nilai suhu perairan pada kedua lokasi
penelitian masih berada pada kisaran toleransi normal bagi ikan nila untuk tumbuh
dan memijah secara alami yaitu berkisar antara 22 oC sampai 37 oC (Amri dan
Khairuman 2003).
Derajat keasaman atau pH merupakan gambaran tingkat keasaman atau
kebasaan suatu perairan. Hasil uji statistik pada Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai
pH air pada kolam budi daya Ciherang dan Caringin berbeda nyata (MannWhitney/ p-value < 0.05). Nilai pH rata-rata pada kolam budi daya Ciherang
(7.58±0.20) cenderung lebih basa dibandingkan dengan kolam budi daya Caringin
(5.75±0.27) yang asam, sehingga kolam budi daya Ciherang lebih sesuai untuk
dijadikan kegiatan budi daya dibandingkan dengan kolam budi daya Caringin
karena nilai pH kolam budi daya Ciherang tergolong ke dalam kisaran pH
perairan yang diajukan PPRI No. 82 tahun 2001 untuk kegiatan budi daya, yaitu 6
sampai 9. Perbedaan nilai pH perairan dipengaruhi oleh suhu, fotosintesis,
respirasi, DO, keberadaan ion dalam perairan, serta limbah buangan industri dan
rumah tangga (Pescod 1973 in Shindu 2005; Mahida 1993 in Susanto et al. 2009).
Nilai pH air yang asam pada kolam budi daya Caringin disebebkan oleh
masukkan limbah rumah tangga ke kolam perairan. Masukkan limbah rumah
tangga yang membawa bahan organik berdampak pada peningkatan proses
dekomposisi oleh bakteri, sehingga keberadaan DO di dalam perairan menurun
sedangkan nilai CO2 (karbondioksida) di dalam perairan meningkat. Proses
dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan anorganik oleh dekomposer dapat
mengurangi kadar DO (Tebbut 1992 in Effendi 2003). Menurut Wetzel (2001),
pH perairan berhubungan dengan konsentrasi CO2, jika konsentrasi CO2 di
perairan tinggi maka pH perairan akan menurun (asam).

Karakteristik Umum Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.)
Tabel 2 Rata-rata dan simpangan baku panjang, bobot dan faktor kondisi ikan
nila merah pada kolam budi daya Ciherang dan Caringin
Parameter
Ciherang
Caringin
Panjang total ikan ( mm)
315.00±13.78
294.67±46.73
Bobot ikan (g)
608.33±80.10
406.67±106.14
Faktor Kondisi
1.19±0.10
0.91±0.21
Hasil uji statistik pada Tabel 2 menunjukkan bahwa panjang ikan nila
merah pada kedua lokasi penelitian tidak berbeda nyata yaitu sebesar
315.00±13.78 mm pada kolam Ciherang dan sebesar 294.67±46.73 mm pada
kolam Caringin (Mann-Whitney/ p-value > 0.05), sedangkan pada parameter
bobot ikan berbeda nyata (t-Test two sampel independen/ p-value < 0.05) atau
bobot ikan nila merah pada kolam Ciherang (608.33±80.10 g) lebih besar
dibandingkan dengan kolam Caringin (406.67±106.14 g). Menurut Effendi
(2003), Perbedaan pertumbuhan bobot ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti faktor internal (umur, keturunan, ketahanan terhadap penyakit dan
kemampuan memanfaatkan makanan) dan faktor eksternal (meliputi suhu, kimia
perairan dan ketersediaan makanan). Dilihat dari faktor internal seperti umur atau

10
lama pemeliharaan dan faktor eksternal seperti ketersediaan pakan, maka benar
apabila bobot tubuh ikan nila merah yang dipelihara pada kolam budi daya
Ciherang lebih besar dibandingkan dengan Caringin. Umur ikan nila merah yang
dipelihara pada kolam budi daya Ciherang lebih lama, yaitu 6.5 bulan (Piter 24
Februari 2012, komunikasi pribadi) dibandingkan dengan Caringin yang berumur
3 bulan (Hamdan 26 Februari 2012, komunikasi pribadi). Menurut Moharram dan
Raky (2007) waktu yang dibutuhkan ikan nila merah untuk matang gonad adalah
3.5 bulan. Kemudian, dilihat dari faktor eksternal seperti ketersedian pakan, maka
ketersediaan pakan pada kolam budi daya Ciherang (3 kali sehari dengan
komposisi protein 16 sampai 18%) lebih baik dibandingkan dengan kolam budi
daya Caringin (2 kali sehari dengan komposisi protein 26%). Pernyataan tersebut
sejalan dengan nilai faktor kondisi yang diperoleh pada kedua lokasi penelitian.
Tabel 2 menunjukkan bahwa faktor kondisi ikan nila merah pada kolam budi daya
Ciherang (1.19±0.10) lebih besar dibandingkan dengan Caringin (0.91±0.21).
Menurut Muchlisin et al. (2012), apabila nilai faktor kondisi yang diperoleh ikan
lebih dari 1, maka kondisi lingkungan perairan ikan tersebut menyediakan cukup
makanan atau kepadatan predator rendah. Nilai faktor kondisi dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti ketersediaan pakan, komponen biotik, abiotik dan
manajemen perikanan (Murphy et al. 1991 in Muchlisin et al. 2012; Blackwell et
al. 2000).

Karakteristik Semen Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.)
Tabel 3 Rata-rata dan simpangan baku karakteristik semen ikan nila merah
pada kolam budi daya Ciherang dan Caringin
Parameter
Ciherang
Caringin
7.27±0.34
7.22±0.51
pH semen
0.57±0.38
0.19±0.16
Volume semen (ml)
Putih keabu–abuan
Putih keabu-abuan–Putih susu
Warna semen
Encer–Kental
Encer–Kental
Konsistensi semen
Semen merupakan sekresi dari organ kelamin jantan yang terdiri atas
spermatozoa dan plasma semen (Garner dan Hafez 2000). Hasil uji statistik pada
Tabel 3 menunjukkan bahwa pH semen ikan nila merah pada kolam budi daya
Ciherang dan Caringin tidak berbeda nyata (t-Test two sampel independen/ pvalue > 0.05), yaitu sebesar 7.27±0.34 pada kolam budi daya Ciherang dan
sebesar 7.22±0.51 pada kolam budi daya Caringin. Pada umumnya famili
Cichlidae memiliki pH semen berkisar antara 6.2 sampai 8.2 (Chao et al. 1987),
maka pH semen ikan nila merah yang diperoleh pada kedua lokasi penelitian
tergolong aman. Selain itu, bila dibandingkan dengan pH semen pada jenis ikan
air tawar lainnya seperti ikan patin sebesar 7.5±0 dan mirror crap sebesar
7.15±0.23 (Japet 2011; Bozkurt et al. 2009) maka pH semen yang diperoleh pada
kedua lokasi tidak jauh berbeda. Menurut Yatim (1992) in Wahyuningsih et al.
(2004) pada hewan ternak yang memiliki pH lebih dari 8 menunjukkan adanya
radang akut pada kelenjar kelamin atau epididymis, pH kurang dari 7.2
menunjukkan adanya penyakit kronis pada kelenjar epididymis dan semen dengan

11
pH sangat rendah (asam) menunjukkan adanya gangguan atau aplasia pada
vesikular seminalis.
Hasil uji statistik pada Tabel 3 menunjukkan bahwa volume semen ikan nila
merah pada kolam budi daya Ciherang dan Caringin berbeda nyata (t-Test two
sampel independen/ p-value < 0.05). Volume semen ikan nila merah pada kolam
budi daya Ciherang (0.57±0.38 ml) lebih besar dibandingkan dengan Caringin
(0.19±0.16 ml). Nilai volume semen yang dihasilkan dari setiap spesies ikan
berbeda-beda bergantung pada ukuran gonad ikan. Semakin besar gonad ikan
maka semakin besar pula volume semen yang dihasilkan (Sukendi et al. 2011).
Bila dibandingkan dengan jenis ikan air tawar lainnya seperti ikan patin sebesar
1.23±0.21 ml, mirror crap sebesar 9.09±0.87 ml dan nila sebesar 7.4±2 ml (Japet
2011; Bozkurt et al. 2009; Musa 2010) maka volume semen ikan nila merah yang
diperoleh pada kedua lokasi tergolong rendah.
Tabel 3 menunjukkan bahwa warna semen yang diperoleh pada kolam budi
daya Ciherang adalah putih keabu-abuan dan pada kolam budi daya Caringin
bervariasi mulai dari putih keabu-abuan sampai putih susu. Menurut Partodihardjo
(1992) in Setyono dan Suswahyuningtyas (2007) warna semen yang normal
adalah putih keabu-abuan sampai krem kepucatan atau putih susu, sehingga warna
semen ikan nila merah pada kolam budi daya Ciherang dan Caringin tergolong
normal dan tidak jauh berbeda dengan beberapa jenis ikan air tawar lainnya,
seperti ikan mas, ikan patin dan ikan komet yang memiliki warna semen putih
susu (Japet 2011; Condro et al. 2012).
Tabel 3 menunjukkan bahwa konsistensi semen ikan nila merah pada kolam
budi daya Ciherang dan Caringin bervariasi mulai dari encer sampai kental.
Partodihardjo (1987) in Dewi (2012) menyatakan bahwa semen yang baik adalah
semen yang memiliki derajat kekentalanya hampir sama atau sedikit lebih kental
dari susu.

Karakteristik Spermatozoa Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.)
Tabel 4 Rata-rata dan simpangan baku karakteristik spermatozoa ikan nila
merah pada kolam budi daya Ciherang dan Caringin
Parameter
Ciherang
Caringin
9
6.37±3.66
8.03±6.70
Konsentrasi spermatozoa (10 ) (sel/ml)
5.88±2.76
6.28±3.41
Durasi motilitas spermatozoa (menit)
84.17±2.04
80.00±5.48
Motilitas spermatozoa (%)
Spermatozoa atau sperma adalah gamet jantan yang dihasilkan oleh testis
(Affandi dan Tang 2002). Konsentrasi spermatozoa dijadikan sebagai salah satu
kriteria penentuan kualitas spermatozoa (Aas et al. 1991 in Affandi dan Tang
2002). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai konsentrasi spermatozoa ikan
nila merah pada kolam budi daya Ciherang dan Caringin tidak berbeda nyata (tTest two sampel independen/ p-value > 0.05). Konsentrasi spermatozoa ikan nila
merah yang diperoleh pada kolam budi daya Ciherang sebesar 6.37±3.66 x 109
sel/ml dan kolam budi daya Caringin sebesar 8.03±6.70 x 109 sel/ml tergolong
normal karena nilai rataan konsentrasi spermatozoa yang diperoleh masuk ke

12
dalam kisaran konsentrasi spermatozoa normal bagi ikan Teleostei yaitu berkisar
antara 2 x 106 sel/ml sampai 5.3 x 1010 sel/ml (Leung dan Jamieson 1991 in
Coward et al. 2002). Konsentrasi spermatozoa ikan nila merah lebih besar bila
dibandingkan dengan konsentrasi spermatozoa ikan nila yaitu sebesar 3.59 x 109
sel/ml, akan tetapi lebih kecil bila dibandingkan dengan ikan mujair yaitu sebesar
9.9 x 109 sel/ml (Musa 2010; Linhart et al. 1999).
Spermatozoa ikan air tawar setelah dilepaskan ke perairan alami hanya
mampu bertahan selama 1 sampai 2 menit (Effendi 1997 in Hidayaturrahmah
2007). Hasil uji statistik pada Tabel 4 menunjukkan bahwa durasi motilitas atau
daya hidup spermatozoa ikan nila merah pada kolam budi daya Ciherang dan
Caringin tidak berbeda nyata (t-Test two sampel independen/ p-value > 0.05),
yaitu sebesar 5.88±2.76 menit pada kolam Ciherang dan sebesar 6.28±3.41 menit
pada kolam Caringin. Pada umumnya durasi motilitas spermatozoa famili
Cichlidae mampu bertahan sampai 15 menit (Chao et al. 1987). Durasi motilitas
spermatozoa ikan nila merah lebih lama dibandingkan dengan ikan ikan komet
yang memiliki durasi motilitas spermatozoa selama 3.35 menit (Condro et al.
2012), akan tetapi bila dibandingkan dengan ikan betutu yang memiliki durasi
motilitas spermatozoa lebih dari 20 menit, maka durasi motilitas spermatozoa ikan
nila merah tergolong rendah (Pšenička et al. 2009).
Motilitas adalah karakteristik fungsi gamet jantan (spermatozoa) untuk
menembus gamet betina baik pada pembuahan eksternal maupun internal (Islam
dan Akhter 2011). Hasil uji statistik pada Tabel 4 menunjukkan bahwa presentase
motilitas spermatozoa ikan nila merah pada kolam budi daya Ciherang dan
Caringin tidak berbeda nyata (Mann-Whitney/ p-value > 0.05), yaitu sebesar
84.17±2.04% pada kolam budi daya Ciherang dan sebesar 80.00±5.48% pada
kolam budi daya Caringin. Motilitas spermatozoa ikan nila merah terkategori baik
karena presentase motilitas yang diperoleh lebih dari 40%. Hafez B dan Hafez E
(2000) menyatakan bahwa syarat semen yang layak digunakan untuk inseminasi
buatan adalah semen yang memiliki motilitas progresif minimal 40%. Motilitas
spermatozoa dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sifat-sifat fisik dan kimia
bahan pengencer, suhu, cahaya, pH, tekanan osmotik, elektrolit dan non-elektrolit.
Menurut Alavi dan Cosson (2005) di antara faktor-faktor yang memengaruhi
motilitas spermatozoa ikan, maka suhu dan pH media aktivasi adalah faktor yang
paling berpengaruh. Lahnsteiner et al. (1998) in Musa (2010) menyatakan bahwa
presentase motilitas spermatozoa dipengaruhi oleh pH internal dan pH eksternal.
Menurut Boitano dan Omoto (1992) in Musa (2010) presentase motilitas
spermatozoa lebih dipengaruhi oleh pH eksternal (pH media aktivasi), karena
besar kemungkinan pH eksternal memengaruhi konsentrasi ion intraseluler
spermatozoa. Semakin tinggi pH semen (basa) atau semakin rendah pH semen
(asam) dari keadaan netral akan menyebabkan spermatozoa lebih cepat
mengalami kematian (Sujoko et al. 2009). Ingermann et al. (2002) menyatakan
bahwa pada spermatozoa sturgeon putih (Acipenser transmontanus) yang
dilepaskan ke perairan dengan pH 6.2 mengalami penurunan motilitas sebesar
50%, sedangkan pada spermatozoa ikan nila (Orechromis niloticus) yang
dilepaskan ke perairan dengan pH 10 maka motilitas spermatozoa yang dihasilkan
hanya berkisar antara 20% sampai 40% (Musa 2010). Disisi lain, adanya
peningkatan suhu perairan atau media renang spermatozoa berakibat pada
peningkatan kecepatan gerak spermatozoa ikan yang diikuti dengan menurunya

13
durasi motilitas spermatozoa, begitu pula sebaliknya (Islam dan Akhter 2011).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Asmad et al. (2011) menunjukkan bahwa
pada spermatozoa ikan nila merah segar dengan suhu normal mampu
menghasilkan presentase motilitas sebesar 96.93±0.53%, sedangkan pada suhu
rendah atau spermatozoa yang telah mengalami pembekuan maka presentase
motilitas yang diperoleh sebesar 61.39±3.62%.

Morfologi Spermatozoa Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.)

Kepala (2 µm)
Midpiece
Ekor (18 µm)
Principal piece
dan end piece Midpiece

Ekor (16 µm)

(a)

Principal piece
dan end piece

Kepala (2 µm)
(2

(b)

Gambar 3 Morfologi spermatozoa ikan nila merah (Oreochromis sp.)
pada kolam budi daya Ciherang (a) dan Caringin (b)
Pengamatan morfologi spermatozoa ikan nila merah dilakukan di bawah
mikroskop dengan perbesaran 1000 kali. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
morfologi spermatozoa ikan nila merah yang terdapat di kolam budi daya
Ciherang dan Caringin sama, yaitu terdiri atas kepala yang berbentuk bulat, dan
ekor yang memanjang dan tipis (Gambar 3).
Morfologi kepala spermatozoa ikan berbeda-beda, akan tetapi pada sebagian
besar ikan Teleostei memiliki bentuk kepala bulat seperti pada ikan Oreochromis
niloicus, Cyprinus carpio, Alestes dentex dan Mytus nemurus (Musa 2010; Japet
2011; Adel 2006; Muchlisin 2004). Kepala spermatozoa ikan berisi nukleus (inti)
yang terdiri atas kromosom yang mengandung materi genetik (DNA) dan
dikelilingi oleh membran sitoplasma (Musa 2010). Berbeda dengan mamalia,
kepala spermatozoa pada sebagian besar ikan Teleostei tidak memiliki akrosom
dan hanya sebagian kecil dari ikan Teleostei seperti pada beberapa famili
Acipenseridae yang memiliki akrosom (Alavi et al. 2012).
Ekor spermatozoa (flagel) terletak di bagian posterior spermatozoa. Ekor
spermatozoa berfungsi sebagai alat gerak untuk menembus lubang mikropil pada
proses pembuahan (Islam dan Akhter 2011). Menurut Fawcett (1981), ekor
spermatozoa terdiri atas tiga bagian utama yaitu midpiece, principal piece dan
end piece. Pada bagian midpiece terdiri atas mitokondria dengan jumlah dan
ukuran yang bervariasi pada setiap spesies (Gwo et al. 2004), saluran sitoplasma
yang memisahkan antara midpiece dan ekor, serta sentriol komplek (distal dan
proksimal) yang menempel pada bagian kepala dan pangkal ekor spermatozoa
(Coward et al. 2002). Mitokondria berperan sebagai gudang energi bagi
pergerakan ekor. Mitokondria ikan hampir sama dengan mitokondria mamalia,

14
hanya saja jumlah mitokondria pada ikan lebih sedikit (Lahnsteiner 2003).
Menurut Quagio-Grassiotto dan Oliveira (2008), terdapat tiga tipe spermatozoa
pada ikan berdasarkan posisi ekor terhadap nukleus dan terjadinya rotasi nuklear,
yaitu tipe I (terjadi rotasi nuklear dan posisi ekor tegak lurus terhadap nuklear), II
(tidak terjadi rotasi nuklear dan posisi ekor sejajar terhadap nuklear) dan III (tidak
terjadi rotasi nuklear dan posisi ekor sebagai pusat). Spermatozoa tipe I terdapat
pada sebagian besar ikan Teleostei seperti pada famili Cichlidae (Orechromis
niloticus), Carcaridae (Piaractus mesopotamicus) dan Alestidae (Alestes dentex)
(Musa 2010; Cruz-Landim et al. 2003; Adel 2006). Desain ekor spermatozoa
dikelompokan menjadi dua jenis yaitu, uniflagel dan biflagel (Adel 2006). Ikan
nila merah tergolong pada spermatozoa jenis uniflagel (ekor tunggal).
Spermatozoa jenis uniflagel juga dimiliki pada sebagian besar ikan Teleostei,
seperti pada famili Cichlidae (Oreochromis niloticus) dan Cyprinidae (Barbus
barbus) (Musa 2010; Alavi et al. 2008). Menurut Matos et al. (2002), tidak semua
famili Cichlidae tergolong pada jenis uniflagel seperti pada spesies Satanoperca
jurupari yang tergolong pada jenis biflagel. Pada hewan ternak, spermatozoa jenis
biflagel diklasifikasikan sebagai salah satu bentuk abnormal spermatozoa pada
bagian ekor. Menurut Arifiantini et al. (2006), abnormal spermatozoa bagian ekor
meliputi jenis abaxial, coiled tails (ekor yang melingkar sederhana di ujung, ekor
berganda dan ekor yang melingkar di bawah kepala spermatozoa) dan abnormal
midpiece.

Morfometri Spermatozoa Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.)
Tabelj5 Rata-rata dan simpangan baku diameter kepala dan panjang ekor
spermatozoa ikan nila merah pada kolam budi daya Ciherang dan
Caringin
Parameter
Ciherang
Caringin
Diameter kepala spermatozoa (µm)
2.52±0.20
2.46±0.10
Panjang ekor spermatozoa (µm)
20.65±1.19
21.87±2.82
Morfometri spermatozoa dilakukan dengan mengukur diameter kepala dan
panjang ekor spermatozoa. Hasil uji statistik pada Tabel 5 menunjukkan bahwa
diameter kepala spermatozoa ikan nila merah pada kolam budi daya Ciherang dan
Caringin tidak berbeda nyata (t-Test two sampel independen/ p-value > 0.05),
yaitu sebesar 2.52±0.20 μm pada kolam budi daya Ciherang dan sebesar
2.46±0.10 μm pada kolam budi daya Caringin. Diameter kepala spermatozoa ikan
nila merah pada kedua lokasi lebih besar dibandingkan dengan diameter kepala
spermatozoa ikan patin sebesar 1.61±0.06 μm dan ikan nila sebesar 1.89±0.31 μm
(Dewi 2012; Musa 2010).
Pengukuran bagian midpiece, principal piece dan end piece spermatozoa
ikan nila merah tidak dilakukan secara terpisah, akan tetapi disatukan sebagai
pengukuran ekor spermatozoa secara keseluruhan, hal tersebut dikarenakan
sulitnya menentukan batas antara midpiece, principal piece dan end piece,
sehingga yang dimaksud dengan panjang ekor pada penelitian ini adalah panjang
midpiece ditambah dengan panjang principal piece dan end piece. Hasil uji
statistik pada Tabel 5 menunjukkan bahwa panjang ekor spermatozoa ikan nila

15
merah pada kolam budi daya Ciherang dan Caringin tidak berbeda nyata (t-Test
two sampel independen/ p-value > 0.05), yaitu sebesar 20.65±1.19 μm pada kolam
budi daya Ciherang dan sebesar 21.87±2.82 μm pada kolam budi daya Caringin.
Panjang ekor spermatozoa ikan nila merah lebih panjang jika dibandingkan
dengan ikan nila sebesar 1.16±0.18 μm (midpiece) + 16.92±2.64 μm (principal
piece dan end piece), akan tetapi lebih pendek jika dibandingkan dengan ikan lele
sangkuriang sebesar 50.94±2.53 μm (Musa 2010; Kartini 2012). Menurut
Toelihere (1981), morfometri spermatozoa dipengaruhi oleh beberapa faktor,
seperti tehnik fiksasi, tehnik pewarnaan, handling semen, kualitas mikroskop dan
ketrampilan personal.

Hubungan antara Faktor kondisi, kualitas Air dan Kualitas Spermatozoa
Faktor kondisi dihitung untuk menilai kesehatan ikan secara umum,
produktivitas dan kondisi fisiologi dari populasi ikan (Richter 2007; Blackwell et
al. 2000). Menurut Safarini (2013), nilai faktor kondisi menunjukkan nilai
kemontokkan ikan yang meningkat sejalan dengan peningkatan tingkat
kematangan gonad (TKG) ikan, sehingga pada reproduksi ikan jantan semakin
besar nilai faktor kondisi yang diperoleh, maka semakin besar pula tingkat
kematangan gonad dan volume semen yang dihasilkan. Tabel 2 menunjukkan
bahwa faktor kondisi ikan nila merah yang dipelihara pada kolam Ciherang
(1.19±0.10) lebih besar dibandingkan kolam caringin (0.91±0.21). Nilai faktor
kondisi yang diperoleh sejalan dengan nilai volume semen yang dihasilkan. Hasil
uji statistik pada Tabel 3 menunjukan bahwa volume semen ikan nila merah pada
kolam Ciherang (0.57±0.38 ml) lebih besar dibandingkan dengan kolam Caringin
(0.19±0.16 ml) (t-Test two sampel independen/ p-value < 0.05).
Menurut Hardjopranoto (1995) in Condro et al. (2012), semakin banyak
volume semen yang dihasilkan maka semakin banyak pula konsentrasi
spermatozoa. Sedangkan, konsentrasi spermatozoa berhubungan erat dengan nilai
konsistensi, warna semen dan motilitas spermatozoa (Garner dan Hafez 2000;
Sukendi et al. 2011). Pada semen yang berwarna putih susu dengan konsistensi
kental maka konsentrasi spermatozoa tinggi, sedangkan pada semen yang
berwarna bening dan konsistensi encer maka konsentrasi spermatozoa rendah
(Toelihere 1981). Menurut Baynes et al. (1981) in Sukendi et al. (2011), semen
dengan konsistensi dan konsentrasi spermatozoa tinggi mengandung kadar
potasium lebih tinggi, pada kondisi tersebut pergerakan spermatozoa akan
terhambat dan berdampak pada penurunan motilitas spermatozoa. Begitu juga
sebaliknya, semen dengan konsistensi dan konsentrasi spermatozoa rendah
mengandung kadar sodium yang lebih tinggi, sehingga motilitas dan fertilitas
spermatozoa semakin tinggi (Aas et al. 1991 in Sukendi et al. 2011). Jika dilihat
dari hubungan yang terjadi antara volume semen dengan konsentrasi dan
konsentrasi spermatozoa dengan konsentrasi semen, warna semen, dan motilitas
spermatozoa, maka seharusnya perbedaan nilai volume semen ikan nila merah
yang dihasilkan pada kedua lokasi penelitian akan memengaruhi nilai konsistensi
semen, warna semen, konsentrasi dan motilitas spermatozoa pada kedua lokasi
penelitian. Akan tetapi, hasil uji statistik pada Tabel 4 menunjukkan bahwa tidak
berbeda nyata nilai konsentrasi (t-Test two sampel independen/ p-value > 0.05)

16
dan motilitas spermatozoa (Mann-Whitney/ p-value > 0.05) serta nilai konsistensi
dan warna semen pada kedua lokasi penelitian (Tabel 3).
Motilitas spermatozoa tidak hanya ditentukan dari nilai konsentrasi
spermatozoa. Presentase motilitas spermatozoa juga dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan seperti pH (internal dan eksternal) dan suhu (Lahnsteiner et al. (1998)
in Musa 2010; Islam dan Akhter 2011). Hasil uji statistik menunjukan bahwa nilai
pH semen (internal) ikan nila merah pada kedua lokasi penelitian tidak berbeda
nyata yaitu sebesar 7.27±0.34 dan 7.22±0.51 (t-Test two sampel independen/ pvalue > 0.05), sedangkan pH perairan (eksternal) sebesar 7.58±0.20 (Ciherang)
dan 5.57±0.27 (Caringin) serta suhu perairan sebesar 25.00±1.50 (Ciherang) dan
26.78±0.67 (Caringin) berbeda nyata (Mann-Whitney/ p-value < 0.05). Jika dilihat
dari faktor yang memengaruhi presentase motilitas spermatozoa baik volume dan
pH semen serta pH dan suhu kualitas air, maka seharusnya presentase motilitas
spermatozoa yang diperoleh pada kedua lokasi penelitian berbeda nyata, akan
tetapi hasil yang diperoleh dari uji statistik menunjukkan bahwa presentase
motilitas spermatozoa tidak berbeda nyata (Mann-Whitney/ p-value > 0.05).

Aplik