Kajian Aspek Reproduksi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) Jantan yang Dipelihara pada Kondisi Lingkungan Berbeda

(1)

KONDISI LINGKUNGAN BERBEDA

NIDYA KARTINI

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

Kajian Aspek Reproduksi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) Jantan yang Dipelihara pada Kondisi Lingkungan Berbeda.

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2012

Nidya Kartini C24080007


(3)

Nidya Kartini. C24080007. Kajian Aspek Reproduksi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) Jantan yang Dipelihara pada Kondisi Lingkungan Berbeda. Di bawah bimbingan M. Mukhlis Kamal dan R. Iis Arifiantini.

Ikan merupakan salah satu organisme akuatik yang hidupnya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan akuatik, seperti suhu, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO), pH, ketinggian tempat, serta ketersediaan makanan dan predator yang dapat memengaruhi proses biologi, termasuk reproduksi. Ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) merupakan strain baru dari ikan lele dumbo yang dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi air tawar dengan produksi yang cukup tinggi. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan reproduksi ikan lele sangkuriang adalah kualitas spermatozoa ikan lele sangkuriang tersebut agar fertilisasi berlangsung optimal. Penelitian mengenai spermatozoa ikan pada ketinggian tempat yang berbeda belum banyak dilakukan, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai kajian reproduksi sehingga informasi tersebut dapat berguna dalam pengembangan budidaya dan produksi perikanan untuk masa yang akan datang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari kualitas spermatozoa ikan lele sangkuriang pada lingkungan yang berbeda melalui penelaahan terhadap karakteristik spermatozoa meliputi volume, warna, konsistensi, konsentrasi, pH, motilitas, morfologi, dan morfometri sperma ikan melalui teknik pewarnaan.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Maret 2012 di Balai Pelestarian Perikanan Perairan Umum (BPPPU) Ciherang, Cianjur dengan ketinggian 800 meter dpl dan kolam budidaya di daerah Rancabungur, Kabupaten Bogor dengan ketinggian 300 meter dpl. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium Unit Rehabilitasi dan Reproduksi (URR), Bagian Reproduksi dan Kebidanan, Fakultas Kedokteran Hewan.

Kualitas lingkungan perairan yang dianalisis, yaitu nilai DO, pH, dan suhu air kolam. Nilai suhu air kolam di daerah Cianjur sebesar 28 ± 0 oC dan di daerah Rancabungur sebesar 29,63 ± 0,61 oC, nilai pH air kolam di daerah Cianjur sebesar 7,0 ± 0,45 dan di daerah Rancabungur sebesar 6,83 ± 0,26, nilai DO di daerah Cianjur sebesar 1,75 ± 0,29 mg/l dan di daerah Rancabungur sebesar 2,30 ± 0,52 mg/l. Bobot ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Cianjur sebesar 1105,56 ± 422,38 g dan panjang ikan sebesar 543,3 ± 92,7 mm, sedangkan bobot ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Rancabungur sebesar 1972,22 ± 801,99 g dan panjang ikan sebesar 681,1 ± 125,3 mm. Bobot gonad sebelah kanan ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Cianjur sebesar 1,63 ± 1,04 g dan yang berasal dari daerah Rancabungur sebesar 1,82 ± 0,86 g, sedangkan bobot gonad sebelah kiri ikan lele sangkuriang yang berasal dari Cianjur sebesar 1,76 ± 0,99 g dan yang berasal dari daerah Rancabungur sebesar 1,98 ± 0,93 g. Setelah dilakukan uji lanjut dengan selang kepercayaan (SK) 95 % dapat disimpulkan bahwa nilai DO, suhu, bobot dan panjang ikan lele sangkuriang di daerah Cianjur dan Rancabungur berbeda nyata, sedangkan nilai pH air dan bobot gonad sebelah kanan dan kiri ikan lele sangkuriang tidak berbeda nyata.


(4)

kiri ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Cianjur sebesar 7,23 ± 0,27 dan yang berasal dari daerah Rancabungur sebesar 7,47 ± 0,27. Volume semen pada gonad sebelah kanan ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Cianjur sebesar 0,19 ± 0,26 ml dan yang berasal dari daerah Rancabungur sebesar 0,13 ± 0,19 ml, sedangkan nilai volume semen pada gonad sebelah kiri ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Cianjur sebesar 0,37 ± 0,52 ml dan yang berasal dari daerah Rancabungur sebesar 0,42 ± 0,79 ml.

Nilai motilitas spermatozoa pada gonad sebelah kanan ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Cianjur sebesar 28,85 ± 8,66 detik (84,44 ± 1,67 %) dan yang berasal dari daerah Rancabungur sebesar 33,01 ± 15,75 detik (85 ± 0 %), sedangkan nilai motilitas spermatozoa pada gonad sebelah kiri ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Cianjur sebesar 35,82 ± 13,44 detik (83,89 ± 2,20 %) dan yang berasal dari daerah Rancabungur sebesar 24,19 ± 9,61 detik (85 ± 0 %). Nilai konsentrasi spermatozoa pada gonad sebelah kanan ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Cianjur sebesar 27,15 ± 12,84 x 109 ml-1 dan Rancabungur sebesar 23,03 ± 15,95 ml-1, sedangkan nilai konsentrasi spermatozoa ikan lele sangkuriang pada gonad sebelah kiri didaerah Cianjur sebesar 27,70 ± 11,52x 109 ml-1 dan Rancabungur sebesar 22,49 ± 9,74 x 109 ml-1

Setelah dilakukan uji lanjut pada SK 95% ternyata nilai pH semen, volume semen, lama motil, motilitas dan konsentrasi spermatozoa ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Cianjur dan Rancabungur tidak berbeda nyata. Struktur morfologi spermatozoa ikan lele sangkuriang, baik yang berasal dari daerah Cianjur maupun Rancabungur memiliki bentuk kepala agak bulat dengan ekor yang tipis dan panjang. Diameter kepala spermatozoa ikan lele sangkuriang tidak jauh berbeda antara kedua lokasi pengambilan yaitu 2,28 ± 0,07 µm (Cianjur) dan 2,24 ± 0,07µm (Rancabungur) demikian juga dengan panjang ekor, yaitu 50,94 ± 2,53 µm (Cianjur) dan 49,51 ± 3,06 µm (Rancabungur).

Aplikasi pengelolaan perikanan yang dapat diterapkan dari penelitian ini adalah data kualitas semen ikan, terutama persentase dan lama spermatozoa motil dapat memberikan informasi dasar untuk keberhasilan dalam melakukan proses

cryopreservasi, studi reproduksi dalam proses recruitment dan digunakan sebagai penentuan sex ratio antara spermatozoa dan sel telur sehingga bisa menghasilkan jumlah benih yang optimal untuk produksi sektor perikanan di masa yang akan datang.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa bahwa karakteristik semen ikan lele sangkuriang antara di daerah Cianjur (dataran tinggi) dan Rancabungur (dataran rendah), baik secara makroskopis (volume, pH, warna, dan konsistensi) mau pun secara mikroskopis (konsentrasi, lama motil, motilitas), serta morfologi dan morfometri spermatozoa mempunyai kualitas yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa ikan lele sangkuriang memiliki batas toleransi yang luas sehingga dapat hidup dan beradaptasi pada berbagai kondisi lingkungan.


(5)

KONDISI LINGKUNGAN BERBEDA

NIDYA KARTINI C24080007

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(6)

Judul Skripsi : Kajian Aspek Reproduksi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) Jantan yang Dipelihara Pada Kondisi Lingkungan Berbeda.

Nama Mahasiswa : Nidya Kartini

NIM : C24080007

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc. Prof. Dr. Dra. R. Iis Arifiantini, M.Si.

NIP. 132084932 NIP. 19600804 198103 2 001

Mengetahui:

Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc. NIP. 19660728 199103 1 002


(7)

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Aspek Reproduksi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) Jantan yang Dipelihara pada Kondisi Lingkungan Berbeda” yang disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan Januari 2012. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulisan ini merupakan pengkajian terhadap kualitas semen ikan lele sangkuriang jantan pada dua lokasi yang memiliki ketinggian tempat dan kondisi lingkungan yang berbeda. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tulisan ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk berbagai pihak.

Bogor, September 2012


(8)

Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc. selaku dosen pembimbing I dan Prof. Dr. Dra.

R. Iis Arifiantini, M.Si. selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, saran, serta bantuan moril dan materi dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi.

2. Dr. Ir. Niken T.M. Pratiwi, M.Si. selaku dosen penguji tamu dan Dr. Ir. Achmad Fahrudin, M.Si. selaku dosen penguji program studi yang telah banyak membantu dalam pemberian bimbingan, masukan, arahan, dan perbaikan.

3. Ir. Agustinus M. Samosir, M.Phil. selaku ketua komisi pendidikan yang telah memberikan masukan, saran, nasehat, dan perbaikan.

4. Prof. Dr. Ir. Djamar Tumpal F. Lumbanbatu, M.Agr. selaku dosen pembimbing akademik atas arahan, motivasi, dan nasehat selama perkuliahan.

5. Keluarga tercinta, papa (Amsir Tayib, SH), mama (Hj. Suryati, S.Pd), abang (Agita Rinaldi Nugraha), Devi Aida Meilani, Gilang Januar Nugraha, serta keluarga besar H.M. Tayib dan H. Danuar atas doa, motivasi, bantuan, pengorbanan, keikhlasan, nasehat, dan kasih sayangnya.

6. Bapak Pieter (BPPPU Ciherang, Cianjur), Bapak H.Nokh (Pemilik kolam budidaya di daerah Rancabungur), Bapak Bondan (Teknisi Lab. URR) atas kerjasama dan bantuannya selama penelitian.

7. Mbak Widar dan seluruh staf Tata Usaha MSP yang telah membantu memperlancar proses administrasi penelitian dan penyusunan skripsi.

8. Lella Herdiana sebagai partner penelitian atas kerjasama, bantuan, dan motivasi selama penelitian.

9. Teman-teman MSP 45, khususnya: Ria, Rina, Echa, Dea, Putu, Kak Donny, Yuli, Dissil, Rena, dan Ayu Siti atas perhatian, motivasi, dan nasehatnya.

10. Kakak-kakak MSP 44, adik-adik MSP 46, tim asisten Ekologi Perairan dan Fisiologi Hewan Air, serta teman-teman Wisma Seroja atas doa, dukungan, dan semangatnya selama ini.

11. Beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) dan Beasiswa Pemerintah Provinsi Jambi atas bantuan materi selama perkuliahan.


(9)

Penulis dilahirkan di Jambi, 21 April 1990 dari pasangan Bapak Amsir Tayib, SH dan Ibu Hj. Suryati, S.Pd. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pendidikan formal yang telah ditempuh yaitu TK Adhyaksa I Kota Jambi (1995-1996), SD Adhyaksa I Kota Jambi (1996-2002). Penulis kemudian melanjutkan pendidikan formal di SMP Negeri 11 Kota Jambi (2002-2005) dan SMA Negeri 4 Kota Jambi (2005-2008). Pada tahun 2008, penulis lulus seleksi masuk ke perguruan tinggi, yaitu Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota divisi Kewirausahaan Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMASPER) (2009/2010), anggota divisi Advokasi dan Keilmuan Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (HIMASPER) (2010/2011). Selain itu penulis juga aktif mengikuti kegiatan di luar kampus, yaitu sebagai anggota divisi Akademik Himpunan Mahasiswa Jambi (HIMAJA) (2009/2010), anggota divisi Kesekretariatan Kongres Nasional X Himpunan Mahasiswa Perikanan Indonesia (HIMAPIKANI) (2010/2011), serta aktif mengikuti berbagai macam kepanitiaan. Penulis berkesempatan menjadi asisten luar biasa mata kuliah Ekologi Perairan (2009/2010), asisten mata kuliah Fisiologi Hewan Air (2010/2011 dan 2011/2012).

Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan penelitian yang berjudul “Kajian Aspek Reproduksi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) Jantan yang Dipelihara pada Kondisi


(10)

x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan ... 3

1.4. Manfaat ... 3

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) ... 4

2.2. Reproduksi Ikan ... 6

2.2.1. Organ reproduksi ... 6

2.2.2. Spermatozoa ... 7

2.2.3. Morfologi spermatozoa ... 7

2.2.4. Morfometri spermatozoa ... 8

2.2.5. Teknik pewarnaan ... 9

2.3 Kondisi Lingkungan yang Mempengaruhi Reproduksi Ikan ... 9

2.3.1. Tekanan udara ... 9

2.3.2. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO) ... 10

2.3.3. pH ... 10

2.3.4. Suhu ... 11

2.4. Kualitas Spermatozoa ... 11

2.4.1. Karakteristik spermatozoa ... 11

2.4.2. Biokimiawi semen ... 13

3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 14

3.2. Metode Kerja ... 15

3.2.1. Analisis laboratorium secara makroskopis ... 15

3.2.2. Analisis laboratorium secara mikroskopis ... 15

3.2.2.1. Motilitas spermatozoa ... 15

3.2.2.2. Konsentrasi spermatozoa ... 15

3.2.2.3. Morfologi dan morfometri ... 16

3.2.3. Pengamatan kondisi lingkungan ... 16


(11)

xi

3.2.4.3. Uji non-parametrik (Uji Mann-Whitney) ... 17

3.2.4.4. Konsentrasi spermatozoa ... 18

3.2.4.5. Morfometri spermatozoa ... 18

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil ... 19

4.1.1 Kondisi umum lokasi penelitian ... 19

4.1.1.1. Ciherang, Cianjur ... 19

4.1.1.2. Rancabungur, Kabupaten Bogor ... 20

4.1.2. Kualitas lingkungan perairan ... 21

4.1.3. Kondisi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) ... 22

4.1.4. Karakteristik semen ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) secara makroskopis ... 23

4.1.5. Karakteristik semen ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) secara mikroskopis ... 24

4.1.6. Morfologi spermatozoa ... 25

4.1.7. Morfometri spermatozoa ... 25

4.1.8. Aplikasi pengelolaan ... 26

4.2. Pembahasan... 27

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 34

5.2. Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35


(12)

xii

1. Kualitas lingkungan kolam budidaya lele sangkuriang

(Clarias gariepinus) ... 21 2. Kondisi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) ... 22 3. Karakteristik semen ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) secara

makroskopis ... 23 4. Karakteristik semen ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) secara

mikroskopis ... 24 5. Morfometri spermatozoa ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) ... 26


(13)

xiii

1. Skema perumusan masalah sumberdaya ikan lele sangkuriang ... 2

2. Ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) ... 4

3. Proses pembentukan spermatozoa pada ikan jantan ... 6

4. Morfologi spermatozoa ... 7

5. Peta lokasi penelitian ... . 14

6. Kondisi kolam ikan lele sangkuriang di BPPPU Ciherang, Cianjur ... 19

7. Kondisi kolam ikan lele sangkuriang di kolam budidaya Rancabungur ... 21

8. Morfologi spermatozoa ikan lele sangkuriang di daerah Cianjur dan Rancabungur ... 25


(14)

xiv

1. Nilai tekanan udara pada ketinggian tempat tertentu ... 38

2. Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian ... 39

3. Skema pembuatan preparat dengan pewarnaan Williams ... 42

4. Gonad ikan lele sangkuriang (Cianjur) ... 43

5. Gonad ikan lele sangkuriang (Rancabungur) ... 44

6. Karakteristik semen ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) secara makroskopis ... 45

7. Karakteristik semen ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) secara mikroskopis ... 46

8. Uji normalitas (Uji Kolmogorov-Smirnov) ... 47

9. Uji non-parametrik (Uji Mann-Whitney) ... 48

10. Uji parametrik (Uji-t) ... 50


(15)

1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan merupakan salah satu organisme akuatik yang hidupnya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan akuatik, baik faktor fisika, kimia dan biologi, seperti suhu, DO, pH, ketinggian tempat tertentu, ketersediaan makanan, dan predator yang dapat memengaruhi proses biologi pada ikan, termasuk reproduksi dan pertumbuhan karena setiap spesies mempunyai kisaran toleransi yang berbeda-beda. Selain faktor eksternal (kondisi lingkungan), proses reproduksi pada ikan juga dapat dipengaruhi oleh faktor internal (kondisi hewan jantan). Kondisi gamet ikan yang dipelihara di dataran tinggi akan berbeda dengan di dataran rendah karena adanya perbedaan kondisi lingkungan.

Ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) termasuk salah satu jenis ikan ekonomis yang dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi air tawar dengan produksi yang cukup tinggi dan digemari masyarakat. Ikan ini merupakan hasil perbaikan genetik dari ikan lele dumbo yang dikembangkan oleh BBPBAT (Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar) Sukabumi. Saat ini budidaya lele sangkuriang berkembang pesat karena dapat dibudidayakan di lahan dan sumber air yang terbatas dengan padat tebar tinggi, teknologi budidaya relatif mudah dikuasai oleh masyarakat, dan pemasarannya relatif mudah (Indonesian aquaculture 2010).

Salah satu faktor dalam menentukan keberhasilan reproduksi ikan lele sangkuriang adalah kualitas spermatozoa ikan lele sangkuriang tersebut agar fertilisasi berlangsung optimal. Kondisi lingkungan sangat memengaruhi kualitas dan karakteristik semen yang dihasilkan. Sebagai contoh pada hewan ternak yang dipelihara pada daerah dengan suhu lingkungan yang tinggi akan memiliki morfologi spermatozoa abnormal yang tinggi. Pada biota air, khususnya ikan lele sangkuriang, belum ada laporan mengenai pengaruh lingkungan terhadap karakteristik dan kualitas semen, sedangkan ikan lele sangkuriang dapat hidup di daerah dataran tinggi ataupun dataran rendah. Mengingat penelitian mengenai spermatozoa ikan pada ketinggian tempat yang berbeda belum banyak dilakukan, perlu kajian mengenai reproduksi tersebut sehingga diperoleh informasi yang


(16)

berguna dalam pengembangan budidaya dan produksi perikanan untuk masa yang akan datang.

1.2. Perumusan Masalah

Spermatozoa ikan yang normal dan fertil sangat diperlukan dalam proses pemijahan untuk menghasilkan keturunan sehingga pengetahuan mengenai morfologi dan morfometri spermatozoa ikan menjadi penting. Hal ini terkait dengan kualitas dan kuantitas spermatozoa yang dihasilkan oleh induk jantan. Keberhasilan fertilisasi dapat dilihat dari kemampuan ikan dalam menghasilkan spermatozoa terkait volume, konsentrasi spermatozoa, motilitas, serta persentase spermatozoa yang normal.

Spermatozoa ikan lele dumbo memiliki kisaran motilitas sebesar 70%-85% dan konsentrasi spermatozoa sebesar 3,48 x 109 – 20,55 x 109 /ml (Iromo 2006). Pada ikan lele sangkuriang belum dilakukan penelitian terhadap motilitas, konsentrasi dan karakteristik spermatozoa lainnnya. Oleh karena itu perlu dilakukan studi mengenai morfologi dan morfometri spermatozoa terkait proses fertilisasi pada ikan lele sangkuriang yang merupakan perbaikan genetik dari ikan lele dumbo.

Gambar 1. Skema perumusan masalah sumberdaya ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus)

Proses Pemijahan

Kondisi Lingkungan serta Morfologi dan Morfometri Spermatozoa Ikan Lele

Sangkuriang

Kualitas Spermatozoa

Keberhasilan Reproduksi Proses

Reproduksi dan Menghasilkan

Keturunan

Upaya Pengelolaan


(17)

1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari kualitas spermatozoa ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) pada lingkungan yang berbeda melalui penelaahan terhadap karakteristik spermatozoa meliputi volume, konsistensi, konsentrasi, pH, warna, lama motil, motilitas, serta morfologi dan morfometri spermatozoa ikan lele sangkuriang melalui teknik pewarnaan.

1.4 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengetahui potensi reproduksi ikan lele sangkuriang terkait biologi reproduksi yang dilihat dari karakteristik dan kualitas spermatozoa ikan lele sangkuriang sehingga dapat digunakan dalam sistem pengelolaan dan pelestarian ikan lele sangkuriang agar sumber daya ikan tetap dapat lestari dan berkelanjutan.


(18)

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus)

Menurut ww.fishbase.org klasifikasi ikan lele sangkuriang adalah sebagai berikut:

Class : Actinopterygii Ordo : Siluriformes Sub Ordo : Siluroidea Family : Clariidae Genus : Clarias

Spesies : Clarias gariepinus

Nama Sinonim : Silurus gariepinus

Nama Umum : Lele Sangkuriang

Nama Lokal : Ikan Maut (Aceh); Ikan Kalang (Sumatera Barat); Ikan Keling (Makassar)

Secara umum morfologi ikan lele sangkuriang tidak memiliki banyak perbedaan dengan lele dumbo yang selama ini banyak dibudidayakan. Hal tersebut dikarenakan lele sangkuriang merupakan hasil persilangan dari induk lele dumbo. Morfologi ikan lele sangkuriang dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus)

Ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah banyak dibudidayakan di Indonesia. Asal-usul dari lele sangkuriang, yaitu Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) memutuskan untuk melakukan pemurnian kembali dengan tujuan untuk


(19)

memperbaiki kualitas ikan lele dumbo yang mengalami penurunan. Ikan lele betina keturunan kedua yang merupakan lele dumbo asli dari Afrika Selatan (F2) dikawinkan dengan ikan lele jantan keturunan keenam (F6) yang merupakan sediaan induk yang ada di BBPBAT Sukabumi, sehingga anakan yang dihasilkan kemudian dinamakan Lele Sangkuriang (Amri & Khairuman 2008).

Tubuh ikan lele sangkuriang mempunyai bentuk tubuh memanjang, berkulit licin, berlendir, dan tidak bersisik. Bentuk kepala menggepeng (depress) dengan mulut yang relatif lebar, dan mempunyai empat pasang sungut. Ikan lele sangkuriang memiliki tiga sirip tunggal, yaitu sirip punggung, sirip ekor, dan sirip dubur. Pada sirip dada dijumpai sepasang patil atau duri keras yang dapat digunakan untuk mempertahankan diri dan dapat dipakai untuk berjalan di permukaan tanah atau pematang. Pada bagian atas ruangan rongga insang terdapat alat pernapasan tambahan (organ arborescent) berbentuk seperti batang pohon yang penuh dengan kapiler-kapiler darah untuk membantu mengikat oksigen dari udara (Najiyati 1992). Mulutnya terdapat di bagian ujung dan terdapat empat pasang sungut. Insangnya berukuran kecil dan terletak pada kepala bagian belakang. Ikan lele mempunyai kebiasaan makan di dasar perairan dan bersifat karnivora dan kanibal, yaitu memangsa jenisnya sendiri jika kekurangan jumlah pakan dan lambat memberikan pakan (Najiyati 1992).

Ikan lele pertama kali matang gonad pada ukuran panjang tubuh sekitar 20 cm dan ukuran bobot tubuh 100 sampai 200 gram (Suyanto 1986). Tingkat kematangan gonad tersebut dipengaruhi oleh kondisi genetik ikan dan kandungan nutrisi pada pakan (Cek & Yilmaz 2005).

Ikan lele sangkuriang dapat hidup di lingkungan yang kualitas airnya sangat jelek. Budidaya ikan lele sangkuriang dapat dilakukan pada areal dengan ketinggian 800 meter di atas permukaan laut (dpl). Persyaratan lokasi, baik kualitas tanah maupun air tidak terlalu spesifik. Kualitas air yang baik untuk pertumbuhan yaitu kandungan O2 sebesar >1mg/l, suhu air 22-32 oC dan pH air 6-9 (Amri & Khairuman 2008).


(20)

2.2. Reproduksi Ikan 2.2.1. Organ reproduksi

Organ reproduksi ikan jantan terdiri dari sepasang testis, seminal vesikel, dan saluran-saluran spermatozoa (Affandi & Tang 2004). Testis ikan berbentuk memanjang dalam rongga badan dan terletak di bawah gelembung renang, di atas usus. Biasanya ikan memiliki sepasang testis, dapat berukuran sama panjang dan ada pula yang berukuran lebih panjang dari yang lain. Di sekitar dinding rongga (lumina) terdapat spermatogonia (calon spermatozoa) yang nantinya akan berkembang menjadi spermatozoa melalui proses yang disebut spermatogenesis. Spermatositogenesis adalah proses perkembangan spermatozoa yang dimulai dari pembelahan sel spermatogonia membelah secara mitosis berkali-kali sampai menjadi spermatosit primer, selanjutnya dengan beberapa pembelahan lagi menjadi spermatosit sekunder. Hasil dari pembelahan spermatosit sekunder menjadi spermatid yang akan bermetamorfosis menjadi gamet yang dapat bergerak aktif disebut sebagai spermatozoa. Proses metamorfosis dari spermatid tersebut disebut sebagai spermiogenesis (Salisbury & Van Denmark 1961). Proses pembentukan spermatozoa pada ikan jantan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Proses pembentukan spermatozoa pada ikan jantan Sumber: Cabrita et al. 2008

Spermatogonia (calon spermatozoa)

Spermatogonia A

Spermatogonia B

Spermatosit primer

Spermatosit sekunder

Spermatid

Spermatozoa Mitosis

Mitosis

Meiosis

Meiosis

Spermiogenesis

Spermatozoa matang

SPERMATOGENESIS

KEMATANGAN

SPERMIASI


(21)

Kapasitas produksi spermatozoa oleh testis sudah ditentukan terlebih dahulu oleh faktor keturunan dari setiap spesies. Selama hidup hewan tersebut, produksi spermatozoa dikendalikan oleh kelenjar hipofisa dan faktor-faktor lain yang memengaruhi testis secara tidak langsung melalui kelenjar hipofisa tersebut (Toelihere 1981).

2.2.2. Spermatozoa

Spermatozoa berada dalam larutan seminal dan dihasilkan oleh testis, atau salah satu bagian dari alat reproduksi ikan. Spermatozoa ikan tergolong dalam tipe

flagellate karena mempunyai ekor flagellate yang panjang. Spermatozoa yang sudah matang terdiri dari kepala, leher, dan ekor flagellate. Inti spermatozoa terdapat pada bagian kepala. Pada saat dikeluarkan dari alat kelamin jantan, spermatozoa berada dalam seminal plasma (Salisbury & Van Denmark 1961). Inti spermatozoa terdapat pada bagian kepala, sedangkan ekor berguna sebagai organ untuk membantu bergerak maju. Panjang pendeknya ukuran ekor spermatozoa menentukan keaktifan spermatozoa dalam bergerak. Semakin panjang ekor spermatozoa, maka semakin aktif spermatozoa tersebut dalam bergerak (Affandi & Tang 2004).

2.2.3. Morfologi spermatozoa

Menurut bentuknya, spermatozoa terbagi atas kepala dan ekor. Kepala spermatozoa dibagi menjadi dua daerah, yaitu daerah akrosomal anterior yang dibungkus oleh tudung akrosom dan daerah post akrosomal posterior. Bagian-bagian morfologi spermatozoa dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Morfologi spermatozoa Sumber: www.enelset.co.id

Akrosom Membran plasma

Mitokondria Nukleus

Sentriol

Kepala Mid piece Principal piece End piece Filamen axial


(22)

Ekor spermatozoa berasal dari sentriol spermatid selama proses spermiogenesis yang berfungsi memberikan gerak maju atau lokomosi kepada spermatozoa dengan gelombang-gelombang yang dimulai di daerah implantasi ekor-kepala dan berjalan ke arah belakang. Menurut Salisbury dan Van Denmark (1961), permukaan spermatozoa dibungkus oleh suatu membran lipoprotein. Apabila sel tersebut mati maka permeabilitas sel akan meningkat terutama di daerah pangkal kepala. Hal ini dijadikan dasar pewarnaan spermatozoa untuk membedakan spermatozoa hidup dan spermatozoa mati berdasarkan kemampuan zat warna untuk menembus membran sel yang rusak.

Abnormalitas spermatozoa disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu penyakit, musim, stress dalam suhu panas, serta perlakuan preservasi dan kriopreservasi semen. Secara umum abnormalitas spermatozoa terdiri dari abnormalitas primer dan sekunder. Abnormalitas primer adalah segala sesuatu perubahan yang terjadi pada saat proses spermatogenesis di tubuli seminiferi, sedangkan abnormalitas sekunder terjadi setelah spermatozoa meninggalkan tubuli seminiferi. Abnormalitas primer meliputi kepala yang telampau besar ataupun terlampau kecil, kepala melebar, ekor ganda, ekor melingkar, putus atau bercabang, sedangkan abnormalitas sekunder meliputi kepala tanpa ekor, bagian tengah yang terlipat, adanya butiran-butiran sitoplasmik proksimal atau distal dan selubung akrosom yang terlepas. Pengamatan morfologi dapat dilakukan secara manual dengan menggunakan teknik pewarnaan dan pengamatan dilakukan dengan mikroskop cahaya atau mikroskop fase kontras (Hafez 1987). Morfologi spermatozoa memiliki korelasi dengan fertilitas sehingga keberadaan spermatozoa abnormal akan berpengaruh terhadap kemampuan sel spermatozoa untuk membuahi sel telur (Barth & Oko 1989).

2.2.4. Morfometri spermatozoa

Morfometri spermatozoa dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu teknik fiksasi, teknik pewarnaan, handling semen, kualitas mikroskop, dan ketrampilan personal (Toelihere 1981). Pengamatan morfometri spermatozoa dapat dilakukan dengan menggunakan metode manual, yaitu dengan teknik fiksasi dan pewarnaan, sedangkan pengamatan dilakukan di bawah mikroskop cahaya atau mikroskop fase kontras yang dilengkapi dengan mikrometer (Toelihere 1981).


(23)

Ukuran dan bentuk spermatozoa berbeda pada setiap jenis hewan, namun memiliki struktur morfologis yang hampir sama. Bagian tengah spermatozoa mempunyai panjang 1,5-2 kali panjang kepala dengan panjang spermatozoa 35-45

m (Hafez 1987).

2.2.5. Teknik pewarnaan

Pewarnaan spermatozoa berfungsi untuk membantu proses pengamatan morfologi dan morfometri spermatozoa. Berbagai metode pewarnaan dapat dilakukan di lapangan, salah satunya metode pewarnaan Williams karena sediaan pengamatan hanya perlu dibuat preparat ulas dan difiksasi di udara, sedangkan pewarnaan dan pengamatan dapat dilakukan di laboratorium. Zat pewarna yang umum di pakai adalah eosin atau merah Kongo terhadap latar belakang hitam dari negrosin (Toelihere 1981).

Metode lain yang direkomendasikan adalah fiksasi spermatozoa dalam larutan formol-saline. Hal yang perlu diperhatikan dalam fiksasi formol-saline

adalah senyawa formic acid yang tebentuk akibat terlalu lama disimpan sehingga akan merusak sel, maka pengamatan morfmetri sebaiknya dilakukan sebelum enam bulan sejak sampel diambil. Pewarnaan dengan metode Williams merupakan serangkaian proses pewarnaan denga zat warna dasar carbol fuchsin dan eosin yang dapat mewarnai sitoplasma (Arifiantini 2006).

2.3. Kondisi Lingkungan yang Memengaruhi Reproduksi Ikan 2.3.1. Tekanan udara

Tekanan udara di permukaan bumi diakibatkan oleh lapisan udara yang berada pada atmosfer bumi. Semakin bertambah ketinggian suatu tempat, maka makin rendah tekanan udara. Tekanan udara pada permukaan bumi oleh lapisan atmosfer adalah sebesar 1 atmosfer atau 76 cmHg yang merupakan tekanan yang terjadi pada permukaan air laut atau ketinggian 0 meter di atas permukaan laut (Santosa 2011). Tekanan udara di daerah Cipanas yang memiliki ketinggian 800 dpl sebesar 0,8993 atm, sedangkan tekanan udara di daerah Rancabungur, Kabupaten Bogor yang memiliki ketinggian 300 dpl sebesar 0,9622 atm (Santosa 2012).

Peningkatan kedalaman air berkaitan dengan peningkatan tekanan air. Setiap peningkatan kedalaman air sebesar 10 m akan diikuti dengan peningkatan tekanan


(24)

air sebesar 1 atm. Tekanan yang ditimbulkan oleh air tersebut dinamakan tekanan hidrostatik. Tekanan tersebut juga dapat memengaruhi aktivitas pembentukan hormon dan enzim sehingga dapat memengaruhi proses berkembang dan reproduksi pada hewan akuatik. Adanya pengaruh tekanan karena perbedaan ketinggian tempat juga dapat berdampak terhadap kondisi fisiologis ikan dan juga berpengaruh pada proses reproduksi ikan tersebut (Isnaeni 2006).

2.3.2. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO)

Oksigen terlarut adalah konsentrasi gas oksigen yang terlarut dalam air (Wetzel 2001). Oksigen di perairan bersumber dari difusi udara maupun hasil proses fotosintesis organisme autotrof (Welch 1952). Semakin besar suhu dan ketinggian (altitude) serta semakin kecil tekanan atmosfer, maka kadar oksigen terlarut semakin kecil. Setiap peningkatan ketinggian suatu tempat dari permukaan laut, tekanan atmosfer semakin rendah. Setiap peningkatan ketinggian suatu tempat sebesar 100 m diikuti dengan penurunan tekanan hingga 8 mmHg – 9 mmHg (Effendi 2003).

Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman, bergantung pada percampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah (effluent) yang masuk ke badan air (Effendi 2003). Di perairan tawar, kadar oksigen terlarut berkisar antara 15 mg/liter pada suhu 0 oC dan 8 mg/l pada suhu 25 oC (McNeely et al. 1979 in

Effendi 2003). Pada hakikatnya difusi oksigen dari atmosfer ke perairan berlangsung relatif lambat, meskipun terjadi pergolakan massa air. Oleh karena itu, sumber utama oksigen di perairan adalah fotosintesis (Effendi 2003).

2.3.3. pH

Kadar pH air sangat penting untuk menentukan nilai daya guna dari air tersebut untuk berbagai kepentingan. Menurut Wetzel (2001) bahwa nilai pH menggambarkan tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan dan nilai pH berhubungan dengan konsentrasi karbondioksida diperairan. Perairan yang memiliki karbondioksida tinggi akan meyebabkan pH perairan menjadi rendah karena akan membentuk asam karbonat (Wetzel 2001). Secara umum perubahan pH harian dipengaruhi oleh suhu, oksigen terlarut, fotosintesis, respirasi organisme, dan


(25)

keberadaan ion dalam perairan. Organisme akuatik sangat sensitif terhadap perubahan pH. Nilai pH ideal untuk perairan adalah 6,5-8,5 (Welch 1952).

2.3.4. Suhu

Suhu merupakan parameter yang sangat penting bagi biota perairan. Perubahan suhu yang drastis dapat menimbulkan kematian bagi biota perairan. Suhu yang baik untuk kehidupan ikan di daerah tropis berkisar antara 25-32 oC. Suhu suatu perairan dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), lama penyinaran matahari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan kedalaman perairan. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses-proses fisika, kimia, dan biologi suatu perairan. Peningkatan suhu juga menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air sehingga konsumsi oksigen meningkat (Goldman & Horne 1983).

Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan organisme. Effendi (2003) menyatakan bahwa peningkatan suhu perairan sebesar 10 oC dapat menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sebanyak dua sampai tiga kali lipat sehingga meningkatkan metabolisme dan respirasi organisme air. Adanya peningkatan suhu ini disertai dengan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan keberadaan oksigen sering tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organism akuatik melakukan proses metabolisme dan respirasi.

2.4. Kualitas Spermatozoa 2.4.1. Karakteristik spermatozoa

Spermatozoa tidak bergerak di dalam cairan plasma dan akan bergerak apabila bercampur dengan air. Spermatozoa dapat bertahan hidup pada pH 7,0 dan tetap motil dalam waktu lama pada media isotonik darah. Pergerakan spermatozoa biasanya berbentuk spiral dan gerak progresif secara berkesinambungan hanya terjadi 1 menit setelah bersentuhan dengan air. Sebagian besar spermatozoa ikan air tawar dapat bergerak (motil) selama 2-3 menit setelah bersentuhan dengan air (Iromo 2006).

Lamanya spermatozoa motil dipengaruhi oleh umur, kematangan spermatozoa, suhu, dan faktor-faktor lingkungan (fisika dan kimia), seperti ion-ion,


(26)

pH, tekanan osmotik, elektrolit, dan non-elektrolit. Penurunan yang cepat dalam motilitas setelah aktivasi berhubungan dengan pengurangan yang teratur dari kandungan Adenosin Triphosphate (ATP) intraseluler sampai akhirnya spermatozoa berhenti bergerak. Hal ini menunjukkan bahwa motilitas spermatozoa dipengaruhi oleh kandungan ATP. Persentase motil merupakan nilai estimasi yang menggambarkan gerakan spermatozoa dan berhubungan dengan kapasitas atau kemampuan dalam fertilisasi dan ketersediaan energi dalam bentuk ATP (Suquet et al. 2000). Penentuan kualitas spermatozoa dapat dilihat dari persentase spermatozoa yang motil (motilitas) dan lamanya motil yang merupakan periode dari setiap gerakan progresif spermatozoa sampai pergerakannya berhenti (Fauvel et al. 2010).

Kualitas spermatozoa juga dipengaruhi dari nilai pH semen. Pada umumnya nilai pH semen ikan lele dumbo adalah 8,0 dan cenderung bersifat basa (Lutfi 2009). Adanya variasi pH semen diduga dipengaruhi oleh konsentrasi asam laktat yang dihasilkan dalam proses akhir metabolisme (Salisbury & Vandenmark 1961). Volume semen yang dihasilkan oleh setiap ikan juga bervariasi. Salisbury dan Vandemark (1961) menyatakan bahwa volume spermatozoa pejantan yang diejakulasikan tidaklah sama antara indukan jantan. Pada umumnya volume semen akan bertambah banyak sesuai dengan umur, ukuran tubuh, perubahan kondisi lingkungan, kesehatan organ reproduksi, dan frekuensi penampungan spermatozoa, kemudian akan menurun setelah melewati puncak kedewasaannya.

Pada ikan budidaya air tawar, spermatozoa memiliki lama motil yang sangat rendah sehingga perlu dilakukan proses pengawetan spermatozoa, yaitu dengan proses cryopreservasi yang merupakan proses pengawetan spermatozoa dengan cara pembekuan dengan tahap cooling–freezing–thawing pada suhu -196 oC menggunakan nitrogen cair. Bahan krioprotektan yang biasa ditambahkan ke dalam bahan pengencer (extender) dan sering digunakan untuk pengawetan spermatozoa ikan adalah Dimethylsulfoxide (DMSO) yang berguna untuk melindungi spermatozoa dari kerusakan dan sumber makanan selama proses pembekuan (Martinez et al. 2012).


(27)

2.4.2. Biokimiawi semen

Semen adalah cairan yang dihasilkan dari testis dan seminal plasma. Warna semen ikan lele dumbo adalah putih susu dengan konsistensi kental. Glukosa yang terdapat di dalam cairan seminal merupakan bahan energi untuk pergerakan spermatozoa. Warna dan konsistensi semen memiliki hubungan yang erat dengan konsentrasi spermatozoa. Semakin encer semen, maka semakin rendah konsentrasi selnya dan warnanya semakin pucat. Derajat kekeruhan atau warna keputih-putihan bergantung pada jumlah sel spermatozoa (konsentrasi/ml) yang ada di dalam semen. Parameter yang digunakan untuk menilai karakteristik semen pada hewan adalah warna, volume, kekentalan, pH, gerakan massa, konsentrasi, motilitas, morfologi, abnormalitas, keutuhan membrane plasma, dan tudung akrosom (Mansour et al.


(28)

3.

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Maret 2012 dengan selang waktu pengambilan satu minggu. Lokasi pengambilan ikan contoh memiliki ketinggian tempat yang berbeda, yaitu di Balai Pelestarian Perikanan Perairan Umum (BPPPU) Ciherang, Cianjur dengan ketinggian 800 meter diatas permukaan laut (dpl) dan kolam budidaya di daerah Rancabungur, Kabupaten Bogor dengan ketinggian 300 meter diatas permukaan laut (dpl). Analisis sampel dilakukan di Laboratorium Unit Rehabilitasi dan Reproduksi (URR), Bagian Reproduksi dan Kebidanan, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.


(29)

3.2. Metode Kerja

3.2.1. Analisis laboratorium secara makroskopis

Pengambilan contoh ikan lele sangkuriang dilakukan terhadap 12 ekor ikan dalam kondisi hidup, selanjutnya dilakukan penimbangan bobot ikan dan pengukuran panjang ikan menggunakan penggaris berketelitian 0,1 cm. Setelah itu ikan dibedah, gonad ikan diambil dan ditimbang bobotnya menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0,01 g. Semen dikeluarkan dari gonad dengan cara ditoreh pada salah satu sisi tanpa mengenai pembuluh darah dan semen tersebut ditampung di dalam cawan petri. Gonad yang dilakukan analisis hanya gonad yang memiliki kondisi yang normal dan simetris. Setelah semua semen dikeluarkan, volume semen pada gonad kiri dan kanan diukur dengan menggunakan syringe, kemudian pH semen pada gonad kanan dan kiri diukur menggunakan kertas pH indikator dengan kisaran 6,4-8,0. Konsistensi diukur dengan cara memiringkan cawan petri dan dilihat apakah semen bersifat kental, sedang, atau cair (Arifiantini 2012).

3.2.2. Analisis laboratorium secara mikroskopis 3.2.2.1.Motilitas spermatozoa

Penilaian gerakan individu (motilitas) spermatozoa harus dilakukan pengenceran terlebih dahulu, yaitu satu tetes semen diambil dan diletakkan pada

object glass. Larutan pengencer (air) ditambahkan, kemudian kedua larutan tersebut dihomogenkan. Satu tetes campuran larutan diambil dan tutup dengan cover glass. Penilaian motilitas dilakukan dengan menggunakan lensa objektif pembesaran 400 kali dengan melihat persentase motilitas spermatozoa dan kecepatan spermatozoa bergerak ke depan (Arifiantini 2012).

3.2.2.2.Kosentrasi spermatozoa

Penilaian konsentrasi spermatozoa menggunakan counting chamber, yaitu semen yang akan dihitung konsentrasinya diencerkan terlebih dahulu menggunakan larutan formol saline dengan perbandingan 1:1000 (1 µL semen : 999 µL pengencer). Semen dihisap menggunakan mikropipet, kemudian ujung luar dari mikropipet tersebut dilap dengan tisu untuk membuang spermatozoa yang menempel pada mikropipet tersebut dan dimasukkan ke dalam tabung eppendorf 2 ml yang telah berisi formol saline. Larutan dihomogenkan dengan membuat putaran


(30)

seperti angka 8 selama 2-3 menit. Setelah itu, counting chamber disiapkan dan ditutup menggunakan gelas penutup khusus. Sebanyak 8-10 µl semen yang telah diencerkan kemudian dimasukkan ke dalam counting chamber. Spermatozoa yang berada di dalam counting chamber dihitung dari 5 kotak besar yang berada dalam

counting chamber, yaitu 4 kotak pada bagian sudut dan 1 bagian tengah(Arifiantini 2012).

3.2.2.3.Morfologi dan morfometri

Pengamatan morfologi dan morfometri spermatozoa dengan membuat preparat ulas, kemudian dilakukan pewarnaan dengan menggunakan pewarnaan

Carbol fuchsin (Williams). Adapun langkah-langkah dalam pewarnaan Williams disajikan pada Lampiran 3. Pada pengamatan morfometri spermatozoa dilakukan dengan melihat diameter kepala dan panjang ekor spermatozoa menggunakan mikroskop pada perbesaran objektif 100 kali dan perbesaran okuler 8 kali. Setiap satu sampel ikan diukur diameter kepala dan panjang ekor spermatozoa sebanyak 30 sel spermatozoa (Arifiantini 2012).

3.2.3. Pengamatan kondisi lingkungan

Pengamatan kondisi lingkungan berupa pengukuran kualitas, yaitu pengukuran DO, pH air, dan suhu air mengacu pada standar APHA (2005).

3.2.4. Analisis data

3.2.4.1.Uji normalitas (Uji Kolmogorov-Smirnov)

Uji Kolmogorov-Smirnov digunakan untuk mengetahui distribusi nilai-nilai sampel yang teramati sesuai dengan distribusi teoritis tertentu (normal, uniform, poisson, atau eksponensial). Prinsip dari uji Kolmogorov-Smirnov adalah menghitung selisih absolut antara fungsi distribusi frekuensi kumulatif sampel [SN(X)] dan fungsi distribusi frekuensi kumulatif teoritis [F0(X)] pada masing-masing interval kelas (www.biostatistik.com).


(31)

Keterangan:

F0(X) = distribusi kumulatif pilihan di bawah H0 SN(X) = distribusi kumulatif pilihan hasil observasi

Uji normalitas (Kolmogorov-Smirnov) juga dapat dilakukan dengan menggunakan Software Minitab versi 15. Hipotesis yang digunakan , yaitu H0 : data yang digunakan merupakan data distribusi normal dan H1 : data yang digunakan data distribusi tidak normal. Jika p-value <0,05 maka tolak H0 (data menyebar tidak normal), sedangkan jika p-value >0,05 maka gagal tolak H0 (data meyebar normal).

3.2.4.2.Uji parametrik (Uji-t)

Uji-t merupakan uji statistik yang digunakan untuk menguji kesamaan rata-rata dari dua populasi yang bersifat independen pada taraf nyata 0,05. Nilai uji statistik dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

Jumlah data pertama Jumlah data kedua Ragam data pertama Ragam data kedua Ragam populasi Rata-rata data pertama Rata-rata data kedua

3.2.4.3.Uji non-parametrik (Uji Mann-Whitney)

Uji Mann-Whitney merupakan uji non-parametrik yang digunakan untuk menguji apakah dua sampel yang independen berasal dari populasi yang sama. Perhitungan uji Mann-Whitney dapat menggunakan Software Minitab versi 15 atau dapat menggunakan rumus:


(32)

Keterangan:

Jumlah data pada populasi 1 Jumlah data pada populasi 2 Jumlah ranking pada populasi 1 Jumlah ranking pada populasi 2

Uji Mann-Whitney juga dapat dilakukan dengan menggunakan Software Minitab versi 15. Hipotesis yang digunakan, yaitu H0 : data pertama = data kedua dan H1 : data pertama ≠ data kedua. Jika p-value <0,05 maka tolak H0, sedangkan jika p-value >0,05 maka gagal tolak H0.

3.2.4.4.Konsentrasi spermatozoa

Cara menghitung konsentrasi spermatozoa adalah jumlah sel spermatozoa dari 2 chamber dijumlahkan, kemudian dirata-ratakan (chamber 1 + chamber 2 = N/2) (Arifiantini 2012). Rumus dalam menghitung jumla spermatozoa per ml:

Jumlah Spermatozoa/ml = N x 5 x FP x 10.000

Keterangan:

N : Jumlah rata-rata spermatozoa dalam chamber. FP : Faktor pengenceran (1000).

“5” : Faktor koreksi karena hanya menghitung 5 kotak dari 25 kotak hitung yang ada (25/5).

“10.000” : Faktor koreksi yang dibutuhkan karena kedalaman cover slip 0,0001 ml per chamber

3.2.4.5.Morfometri spermatozoa

Pengukuran morfometri spermatozoa didapat dari hasil pengukuran menggunakan mikrometer yang sudah dikonversikan kedalam satuan mikron (µ) dengan melakukan kalibrasi terlebih dahulu menggunakan stage mikrometer. Setelah dilakukan kalibrasi didapat hasil bahwa satu skala pada mikrometer okuler sama dengan 1,47 µm, sehingga:


(33)

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Kondisi umum lokasi penelitian 4.1.1.1.Ciherang, Cianjur

Lokasi pertama pengambilan sampel ikan lele sangkuriang terletak di Balai Pelestarian Perikanan Perairan Umum (BPPPU) Ciherang, Cianjur yang terletak di Jalan Raya Cianjur KM. 12 Pacet, Desa Ciputri, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat dengan luas areal sebesar 22.685 m² (BPPPU Cianjur 2010). Secara geografis wilayah BPPPU Ciherang berada pada ketinggian 800 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan koordinat 6o48’42,67” LS dan 107o08’43,33” BT (www. googleearth.com). Kolam budidaya ikan lele sangkuriang di BPPPU Cianjur merupakan kolam tembok dan tertutup atap dengan ukuran 2 m x 2 m x 0,5 m dengan warna air cokelat keruh (Gambar 6).

Gambar 6. Kondisi kolam ikan lele sangkuriang di BPPPU Cianjur

Areal BPPPU Cianjur ini digunakan antara lain untuk bak pembenihan, kolam pendederan atau pembesaran, kolam induk, bak tandon dan filter, serta saluran distribusi air, bangsal pembenihan, bangunan kelas dan asrama, kantor dan rumah dinas, jalan atau tempat parkir dan taman. Sumber air kolam di BPPPU Ciherang berasal dari irigasi non teknis yang pemanfaatannya berbaur dengan


(34)

masyarakat, khususnya untuk kebutuhan kebun sayuran. Secara kualitas, air yang tersedia cukup layak digunakan untuk kegiatan budidaya ikan walaupun terkadang terjadi keracunan karena air yang masuk telah terkontaminasi pestisida yang digunakan petani untuk sayuran. Selain itu aliran air yang masuk senantiasa membawa sampah berupa limbah sayuran, plastik, atau pun sampah domestik lainnya, akan tetapi kendala ini dapat diatasi oleh BPPPU Ciherang dengan adanya proses penanganan pengairan yang baik, yakni dengan pembuatan filter yang berfungsi untuk mengendapkan air dan menyaring sampah yang terbawa aliran air. Bentuk kepemilikan seluruh lokasi merupakan milik Dinas Pemerintahan Jawa Barat yang sesuai dengan badan hukum BPPPU sendiri (BPPPU Cianjur 2010).

Kolam indukan ikan lele sangkuriang di BPPPU Cianjur terdiri dari kolam indukan jantan dan betina. Jumlah indukan jantan yang dipelihara adalah sebanyak 500 ekor dengan masa pemeliharaan selama 1-1,5 tahun. Ukuran benih saat pertama kali ditebar yaitu 5-7 cm dan benih tersebut berasal dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi. Pemberian pakan dilakukan sebanyak tiga kali sehari, yaitu pada pagi, siang, dan malam hari berupa pelet tenggelam dengan jumlah 30 kg/hari.

4.1.1.2.Rancabungur, Kabupaten Bogor

Lokasi kedua pengambilan sampel ikan lele sangkuriang dilakukan di daerah Rancabungur yang terletak di Jl. Atang Sandjaya, Gang Nangka Rt 05 Rw 10, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor dan berada pada ketinggian 300 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan koordinat 6o33’15,35” LS dan 106o41’38.34” BT (www. googleearth.com). Areal kolam budidaya sangat luas, berjumlah 50 kolam yang terdiri dari kolam pembenihan dan kolam pembesaran. Kolam indukan lele sangkuriang merupakan kolam tanah dengan ukuran 6 m x 4 m x 1 m dan warna air hijau keruh (Gambar 7).

Jenis pakan yang diberikan untuk induk ikan lele sangkuriang adalah pakan jenis pelet tenggelam. Pemberian pakan 2-3 kali/hari dengan jumlah yang tidak ditentukan. Jumlah indukan ikan lele sangkuriang dipelihara sebanyak 1000 ekor dengan masa pemeliharaan selama 1,5-2 tahun. Ukuran benih saat pertama kali ditebar adalah 7-8 cm dan benih ikan tersebut berasal dari daerah Parung, Kabupaten Bogor.


(35)

Gambar 7. Kondisi kolam ikan lele sangkuriang dikolam budidaya Rancabungur

4.1.2. Kualitas lingkungan perairan

Pengukuran kualitas lingkungan pada kolam budidaya ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) di daerah Cianjur dan Rancabungur berupa pengukuran suhu, DO, dan pH air. Parameter kualitas lingkungan tersebut untuk mendukung kajian aspek reproduksi ikan lele sangkuriang. Berikut ini merupakan data hasil pengukuran kualitas air kolam ikan lele sangkuriang pada kedua lokasi (Tabel 1).

Tabel 1. Kualitas lingkungan kolam budidaya lele sangkuriang (Clarias gariepinus)

Sampling

ke- Ulangan

Cianjur Rancabungur Suhu

(oC)

DO

(mg/l) pH Suhu (

o

C) DO(mg/l) pH 1 1 28 1,53 6,50 28,5 3,07 7,00

2 28 1,92 - 29,0 2,68 - 3 28 1,92 6,50 29,0 2,68 7,00 2 1 28 1,53 7,50 30,0 2,75 7,00 2 28 2,32 - 30,0 1,80 - 3 28 1,53 7,50 30,0 1,97 7,00 3 1 28 1,53 7,00 29,0 1,53 6,50 2 28 1,53 - 30,0 1,92 - 3 28 1,92 7,00 30,0 2,32 6,50 Nilai 28 ± 0 a 1,75 ±

0,29 a

7,00 ± 0,45 a

29,63 ± 0,61b

2,30 ± 0,52b

6,83 ± 0,26 a Keterangan: Ulangan 1: inlet; ulangan 2: tengah; ulangan 3: outlet


(36)

Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai suhu air kolam dan oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO) di daerah Cianjur lebih rendah dibandingkan dengan daerah Rancabungur, sedangkan nilai pH air kolam di kedua lokasi tersebu tidak terlalu berbeda jauh. Setelah dilakukan uji normalitas diketahui bahwa nilai suhu, pH dan DO air kolam ikan lele sangkuriang di dua lokasi tersebut berdistribusi normal (Kolmogorov-Smirnov/p>0,05). Nilai suhu air kolam dan nilai DO di daerah Cianjur dan Rancabungur terdapat perbedaan, sedangkan nilai pH air tidak terdapat perbedaan di antara dua lokasi tersebut (α=0,05).

4.1.3. Kondisi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus)

Pengukuran karakteristik ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) di daerah Cianjur dan Rancabungur berupa bobot ikan, panjang ikan dan bobot gonad sebelah kanan dan kiri. Data kondisi ikan dapat digunakan sebagai data pendukung untuk mengetahui kondisi reproduksi pada ikan lele sangkuriang. Berikut ini merupakan data kondisi ikan lele sangkuriang pada kedua lokasi (Tabel 2).

Tabel 2. Kondisi ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus)

Sampel ke-

Cianjur Rancabungur Bobot Ikan (g) Panjang Ikan (mm) Bobot Gonad (g) Bobot Ikan (g) Panjang Ikan (mm)

Bobot Gonad (g)

Ka Ki Ka Ki

1 1500 600 - - 3400 870 - - 2 800 450 1,22 1,24 2300 790 2,03 2,80 3 600 450 0,39 1,42 1200 570 2,04 1,74 4 1500 570 - - 2800 780 - - 5 1750 720 - - 2500 800 - - 6 1350 620 3,42 3,66 1400 570 3,24 3,26 7 900 520 1,40 1,21 1600 600 1,08 1,19 8 650 450 1,17 1,00 1250 560 1,68 2,06 9 900 510 2,15 2,02 1300 590 0,83 0,86

1105,56 ± 422,38 a

543,3 ± 92,7 a

1,63 ± 1,04 a

1,76 ± 0,99 a

1972,22 ± 801,99b

681,1 ± 125,3b

1,82 ± 0,86 a

1,98 ± 0,93 a Keterangan:

Ka: Gonad sebelah kanan ; Ki: Gonad sebelah kiri

Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa bobot dan panjang ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Cianjur lebih kecil dibandingkan dengan daerah Rancabungur, sedangkan bobot gonad sebelah kanan dan kiri ikan lele


(37)

sangkuriang tidak terlalu berbeda jauh. Setelah dilakukan uji normalitas diketahui bahwa nilai bobot ikan lele sangkuriang berdistribusi normal ( Kolmogorov-Smirnov/p>0,05), sedangkan nilai panjang, bobot gonad sebelah kanan dan kiri pada ikan lele sangkuriang pada kedua lokasi tersebut cenderung berdistribusi tidak normal (Kolmogorov-Smirnov/p<0,05). Nilai panjang ikan lele sangkuriang di daerah Cianjur dan Rancabungur terdapat perbedaan (Mann-Whitney/p>0,05), sedangkan nilai bobot gonad sebelah kanan dan kiri tidak terdapat perbedaan antara di daerah Cianjur dan Rancabungur (Mann-Whitney/p>0,05). Pada nilai bobot ikan didapat kesimpulan bahwa terdapat perbedaan bobot ikan lele sangkuriang di dua lokasi tersebut (α=0,05).

4.1.4. Karakteristik semen ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) secara makroskopis

Pengamatan karakteristik secara makroskopis meliputi: pH, volume, warna, dan konsistensi semen. Pada ikan lele, untuk mendapatkan semen tidak dapat dilakukan dengan stripping, sehingga harus dilakukan pembedahan. Berikut ini merupakan data karakteristik semen ikan lele sangkuriang secara makroskopis (Tabel 3).

Tabel 3. Karakteristik semen ikan lele sangkuriang secara makroskopis

Parameter Cianjur Rancabungur

Ka Ki Ka Ki

pH semen 7,22 ± 0,24 7,47 ± 0,27 7,44 ± 0,28 7,47 ± 0,27 Volume semen (ml) 0,19 ± 0,26 0,37 ± 0,52 0,13 ± 0,19 0,42 ± 0,79 Konsistensi semen Kental Sedang - Kental Warna semen Putih Susu Putih Susu - Putih Keruh Keterangan:

Ka: Gonad sebelah kanan ; Ki: Gonad sebelah kiri

Berdasarkan hasil analisis didapat data bahwa nilai pH semen pada gonad sebelah kanan ikan lele sangkuriang memiliki kisaran rata-rata 7,22-7,47. Volume semen ikan lele sangkuriang memiliki kisaran rata-rata 0,13-0,42 ml, konsistensi semen berkisar sedang-kental dan warna semen berkisar putih susu-putih keruh (Tabel 3). Data karakteristik semen setiap sampel ikan lele sangkuriang secara


(38)

Setelah dilakukan uji normalitas diketahui bahwa nilai pH semen gonad sebelah kanan dan kiri ikan lele sangkuriang berdistribusi normal ( Kolmogorov-Smirnov/p>0,05), sedangkan nilai volume semen pada gonad sebelah kanan dan kiri cenderung berdistribusi tidak normal (Kolmogorov-Smirnov/p<0,05). Nilai volume semen pada gonad sebelah kanan dan kiri ikan lele sangkuriang di daerah Cianjur dan Rancabungur tidak terdapat perbedaan (Mann-Whitney/p>0,05). Pada nilai pH semen didapat kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai pH semen gonad sebelah kanan ikan lele sangkuriang pada dua lokasi tersebut (α=0,05).

4.1.5. Karakteristik semen ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) secara mikroskopis

Pengamatan karakteristik secara mikroskopis meliputi: lama motil, motilitas, dan konsentrasi semen. Pengamatan karakteristik secara mikroskopik meliputi motilitas dan konsentrasi spermatozoa. Nilai lama motil spermatozoa ikan lele sangkuriang memiliki kisaran rata-rata 24,19-35,82 detik, nilai motilitas spermatozoa berkisar 83,89-85 % dan nilai konsentrasi spermatozoa berkisar 22,49 x 109-27,70 x 109 ml-1 (Tabel 4). Data karakteristik semen setiap sampel ikan lele sangkuriang secara mikroskopis dapat dilihat pada Lampiran 7.

Tabel 4. Karakteristik semen ikan lele sangkuriang secara mikroskopis

Parameter Cianjur Rancabungur

Ka Ki Ka Ki

Lama motil (detik) 28,85 ± 8,66 35,82 ± 13,44 33,01 ± 15,75 24,19 ± 9,61 Motilitas (%) 84,44 ± 1,67 83,89 ± 2,20 85 ± 0 85 ± 0 Konsentrasi Spermatozoa

(10-9) ml-1 27,15 ± 12,84 27,70 ± 11,52 23,03 ± 15,95 22,49 ± 9,74 Keterangan:

Ka: Gonad sebelah kanan ; Ki: Gonad sebelah kiri

Setelah dilakukan uji normalitas diketahui bahwa nilai lama motil dan motilitas spermatozoa ikan lele sangkuriang, baik gonad sebelah kanan maupun kiri cenderung berdistribusi normal (Kolmogorov-Smirnov/p>0,05), sedangkan nilai konsentrasi spermatozoa gonad sebelah kanan dan kiri berdistribusi tidak normal (Kolmogorov-Smirnov/p<0,05). Nilai konsentrasi ikan lele sangkuriang, baik gonad sebelah kanan maupun kiri tidak terdapat perbedaan antara di daerah Cianjur dan Rancabungur (Mann-Whitney/p>0,05). Pada nilai lama motil dan motilitas


(39)

spermatozoa didapat kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai lama motil dan motilitas spermatozoa gonad sebelah kanan ikan lele sangkuriang pada dua lokasi tersebut (α=0,05).

4.1.6. Morfologi spermatozoa

Pengamatan morfologi spermatozoa ikan lele sangkuriang dilihat dari preparat yang telah diwarnai dengan pewarnaan Williams dan di foto menggunakan kamera digital dengan skala yang telah dikalibrasikan dengan lensa mikroskop pada perbesaran 800 kali. Morfologi spermatozoa ikan lele sangkuriang dapat dilihat pada Gambar 8.

(a) (b)

Gambar 8. Morfologi spermatozoa ikan lele sangkuriang di daerah Cianjur (a) dan Rancabungur (b)

Pada gambar 8 dapat dilihat bahwa struktur spermatozoa ikan pada umumnya terdiri dari kepala dan ekor spermatozoa dan morfologi spermatozoa ikan lele sangkuriang, baik yang berasal dari daerah Cianjur maupun Rancabungur memiliki bentuk kepala agak bulat dengan ekor yang tipis dan panjang.

4.1.7. Morfometri spermatozoa

Pengukuran morfometrik spermatozoa ikan lele sangkuriang di daerah Cianjur dan Rancabungur berupa diameter kepala dan panjang ekor spermatozoa. Nilai diameter kepala spermatozoa ikan lele sangkuriang memiliki kisaran rata-rata 2,24-2,28 µm dan panjang ekor spermatozoa memiliki kisaran rata-rata 49,51-50,94 µm (Tabel 5). Dengan demikian dapat dilihat bahwa nilai diameter kepala dan panjang ekor spermatozoa ikan lele sangkuriang di daerah Cianjur dan Rancabungur tidak jauh berbeda (Tabel 5).


(40)

Tabel 5. Morfometri spermatozoa ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus)

Sampel ke-

Cianjur Rancabungur Diameter Kepala

(µm)

Panjang Ekor (µm)

Diameter Kepala (µm)

Panjang Ekor (µm) 1 2,72 ± 0,52 47,92 ± 8,34 2,65 ± 0,53 51,25 ± 9,08 2 2,40 ± 0,47 52,77 ± 7,68 2,47 ± 0,59 51,40 ± 11,65 3 2,35 ± 0,56 55,37 ± 11,62 2,47 ± 0,45 48,56 ± 3,33 4 2,87 ± 0,35 50,32 ± 7,86 2,27 ± 0,56 47,82 ± 5,43 5 2,28 ± 0,56 53,17 ± 10,52 1,96 ± 0,49 49,15 ± 8,33 6 2,03 ± 0,50 49,49 ± 3,79 2,18 ± 0,49 50,91 ± 9,51 7 1,74 ± 0,36 49,44 ± 6,41 2,06 ± 0,40 50,57 ± 4,51 8 1,96 ± 0,49 51,40 ± 5,73 2,08 ± 0,39 51,50 ± 10,68 9 2,18 ± 0,49 48,56 ± 4,98 2,03 ± 0,42 44,44 ± 4,40 Nilai 2,28 ± 0,07 50,94 ± 2,53 2,24 ± 0,07 49,51 ± 3,06

Setelah dilakukan uji normalitas diketahui bahwa nilai diameter kepala dan panjang ekor spermatozoa ikan lele sangkuriang berdistribusi normal ( Kolmogorov-Smirnov/p>0,05). Nilai diameter kepala dan panjang ekor spermatozoa ikan lele sangkuriang tidak terdapat perbedaan pada kedua lokasi tersebut (α=0,05).

4.1.8. Aplikasi pengelolaan

Aplikasi pengelolaan pada perikanan yang dapat diterapkan dari penelitian ini adalah data pada kualitas semen ikan, terutama data persentase dan lamanya motilitas dapat memberikan informasi dasar untuk keberhasilan dalam melakukan proses cryopreservasi karena motilitas spermatozoa ikan lele sangkuriang hanya dapat bertahan dalam waktu yang singkat dan untuk mendapatkan semen segar dari ikan lele harus dilakukan pembedahan dengan mengorbankan induk jantan. Selain itu juga dapat digunakan sebagai penentuan sex ratio antara induk jantan dan betina sehingga bisa menghasilkan jumlah benih yang optimal dan berkualitas untuk produksi sektor perikanan di masa yang akan datang dan sebagai studi reproduksi dalam proses recruitment.


(41)

4.2 Pembahasan

Setelah dilakukan analisis terhadap kondisi lingkungan perairan di daerah Cianjur dan Rancabungur didapat data bahwa adanya perbedaan nilai suhu air kolam di daerah Cianjur dan Rancabungur dapat disebabkan karena adanya perbedaan ketinggian tempat dan tekanan udara diantara kedua lokasi tersebut, yaitu daerah Cianjur memiliki ketinggian 800 mdpl (di atas permukaan laut) dengan tekanan udara sebesar 0,8993 atm dan daerah Rancabungur memiliki ketinggian 300 mdpl (diatas permukaan laut) dengan tekanan udara sebesar 0,9622 atm (Santosa 2012). Menurut Goldman dan Horne (1983) bahwa suhu suatu perairan dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), lama penyinaran matahari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan kedalaman perairan. Suhu di daerah Cianjur lebih rendah dibandingkan dengan di daerah Rancabungur karena lokasi Cianjur lebih tinggi daripada Rancabungur. Semakin bertambah ketinggian suatu tempat, semakin rendah suhu dan tekanan udara (Santosa 2011). Nilai suhu air kolam di daerah Cianjur sebesar dan di daerah Rancabungur masih termasuk dalam kisaran suhu yang optimal untuk pertumbuhan ikan lele sangkuriang. Menurut Amri dan Khairuman (2008), ikan lele sangkuriang dapat dipelihara pada suhu air 22-32 oC.

Perbedaan pada nilai DO juga dipengaruhi oleh ketinggian tempat yang berbeda antara daerah Cianjur dan Rancabungur. Nilai DO di daerah Cianjur lebih kecil dibandingkan dengan daerah Rancabungur. Hal ini dapat disebabkan daerah Cianjur memiliki tempat yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah Rancabungur dan kondisi kolam di Cianjur tertutup oleh atap sehingga intensitas cahaya yang masuk sedikit. Menurut Jeffries dan Mills (1996) in Effendi (2003) bahwa dengan adanya peningkatan suhu dan ketinggian (altitude) menyebabkan tekanan atmosfer semakin kecil, sehingga kadar oksigen terlarut menurun. Pengambilan sampel DO pada kedua lokasi dilakukan pada setiap pukul 10.00 WIB saat proses fotosintesis telah berlangsung dan kondisi cuaca yang cerah. Nilai DO pada kedua lokasi tersebut tergolong rendah. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi air kolam yang keruh, tetapi nilai DO tersebut masih berada di dalam kisaran optimal untuk ikan lele sangkuriang karena menurut Amri dan Khairuman (2008),


(42)

ikan lele sangkuriang dapat bertahan hidup pada kondisi kandungan DO sebesar >1mg/l.

Nilai pH air kolam di daerah Cianjur dan Rancabungur tidak menunjukkan adanya perbedaan. Nilai pH air tersebut masih dalam batas normal karena menurut Amri dan Khairuman (2008), ikan lele sangkuriang dapat dipelihara pada kondisi pH air 6-9. Menurut Wetzel (2001), pH berhubungan dengan konsentrasi karbondioksida di perairan, jika konsentrasi karbondioksida tinggi di perairan maka dapat menurunkan pH air karena akan terbentuk asam karbonat. Secara umum perubahan pH harian dipengaruhi oleh suhu, oksigen terlarut, fotosintesis, respirasi organisme, sisa pakan dan kotoran, serta keberadaan ion dalam perairan (Welch 1952).

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa nilai rata-rata suhu dan DO air kolam di daerah Cianjur lebih tinggi daripada di daerah Rancabungur, tetapi nilai rata-rata pH air kolam di daerah Cianjur lebih rendah daripada di daerah Rancabungur. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya perbedaan ketinggian tempat sehingga mempengaruhi nilai suhu, DO, dan pH pada kedua lokasi tersebut. Hubungan antara suhu, DO dan pH pada suatu perairan, yaitu semakin tinggi suhu air maka nilai DO semakin kecil, begitu pula semakin besar ketinggian tempat (altitude), serta semakin kecil tekanan atmosfer maka nilai DO juga semakin kecil.

Parameter kualitas lingkungan dapat berpengaruh terhadap kondisi habitat dan proses reproduksi pada ikan. Pada penelitian ini digunakan sampel berupa ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Cianjur dan daerah Rancabungur yang merupakan indukan ikan lele sangkuriang jantan yang sudah matang gonad karena memiliki bobot lebih dari 500 g dan masa pemeliharaan lebih dari 1 tahun. Menurut Suyanto (1999), lele sangkuriang mulai dapat dijadikan induk pada umur 8-9 bulan dengan bobot minimal 500 g dengan panjang 30-35 cm. Pada umur 9 bulan, spermatozoa pada indukan ikan lele jantan telah terbentuk dan ikan akan siap memijah pada umur 1 tahun. Tingkat kematangan gonad tersebut dipengaruhi oleh kondisi genetik ikan dan kandungan nutrisi pada pakan (Cek & Yilmaz 2005).

Bobot dan panjang ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Cianjur lebih kecil dibandingkan dengan bobot dan panjang ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Rancabungur. Adanya perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh


(43)

faktor perbedaan masa pemeliharaan, ukuran benih saat pertama kali ditebar, jumlah pakan, serta komposisi kandungan pakan yang yang diberikan. Indukan ikan lele sangkuriang di daerah Cianjur dipelihara selama 1-1,5 tahun dan ukuran benih yang ditebar yaitu 5-7 cm dan banyaknya pakan yang diberikan, yaitu 10 kg setiap pagi, siang dan malam hari, sedangkan indukan ikan lele sangkuriang di daerah Rancabungur dipelihara lebih lama, yaitu 1,5-2 tahun dan ukuran benih yang ditebar yaitu 7-8 cm dan pemberian pakan yang tidak ditentukan per harinya.

Faktor lain yang menyebabkan adanya perbedaan kondisi ikan lele sangkuriang pada kedua lokasi adalah faktor kondisi lingkungan yang berbeda antara di daerah Cianjur dan Rancabungur sehingga memiliki kualitas lingkungan perairan yang berbeda. Sumber air di BPPPU Cianjur terkadang terkontaminasi pestisida yang digunakan petani untuk sayuran. Hal ini diduga dapat mempengaruhi reproduksi pada ikan lele sangkuriang, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pestisida merupakan bahan kimia yang bersifat toksik dan dapat mengganggu kerja hormon dan enzim pada organisme akuatik. Selain itu juga dapat mengganggu fisiologis, pertumbuhan, dan reproduksi pada ikan sehingga dapat menyebabkan perkembangan seksual yang abnormal. Beberapa jenis pestisida, seperti organochlorine dapat menyebabkan kerusakan pada testis ikan karena menyerang hormone steroid dan endokrin sehingga perkembangan testis akan terganggu (Khan & Law 2005).

Analisis terhadap bobot gonad sebelah kanan dan kiri ikan lele sangkuriang menunjukkan nilai yang tidak berbeda antara ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Cianjur dan daerah Rancabungur (Mann-Whitney/p>0,05). Hal ini dapat disebabkan karena ikan lele sangkuriang pada kedua lokasi tersebut merupakan ukuran ikan yang sudah mengalami matang gonad sehingga ukuran gonad tidak berkembang lagi. Ukuran bobot gonad dapat dipengaruhi oleh bobot tubuh. Menurut Affandi dan Tang (2004), umumnya pertambahan bobot gonad pada ikan jantan 5-10 % dari bobot tubuh. Faktor-faktor yang mendukung perkembangan gonad ikan dapat disebabkan oleh faktor lingkungan seperti suhu, makanan, periode cahaya, musim, dan proses hormonal (Affandi & Tang 2004).

Berdasarkan hasil analisis sampel, kondisi morfologi gonad ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Rancabungur mengalami bentuk yang tidak


(44)

simetris karena salah satu gonad memiliki ukuran yang jauh lebih besar (abnormal) sehingga berpengaruh terhadap semen yang menyebabkan berwarna putih keruh, konsistensi yang sedang, dan nilai konsentrasi sel spermatozoa yang lebih kecil, sehingga dapat berpengaruh pada kualitas spermatozoa ikan lele sangkuriang tersebut dalam keberhasian fertilisasi. Kondisi gonad yang abnormal tersebut diduga dapat disebabkan oleh penyakit, kondisi lingkungan perairan yang tercemar, kualitas pakan yang rendah, dan hal manajemen budidaya yang tidak optimal sehingga menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan gonad ikan yang tidak normal.

Setelah dilakukan analisis terhadap kondisi ikan lele sangkuriang pada kedua lokasi, kemudian dilakukan pengamatan kualitas semen ikan lele sangkuriang berupa pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis dan untuk mendapatkan semen segar harus dilakukan pembedahan terhadap ikan lele sangkuriang jantan. Hal ini karena testes ikan lele berada di belakang usus dan tertutup oleh lemak dan saat dilakukan pengurutan pada bagian abdomen, cairan semen tidak dapat keluar (Kamaruding et al. 2012).

Pengamatan secara makroskopis meliputi nilai pH, volume, konsistensi, dan warna semen. Nilai pH semen pada gonad sebelah kanan dan kiri antara ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Cianjur dan daerah Rancabungur tidak berbeda, yaitu berkisar antara 7,0 sampai 8,0. Hasil penelitian oleh Lutfi (2009) pada ikan lele dumbo mendapatkan nilai pH semen sebesar 8,0 dan cenderung bersifat basa. Menurut Toelihere (1985) metabolisme spermatozoa dalam keadaan anaerobik akan menghasilkan asam laktat yang bertimbun dan meninggikan derajat keasaman atau menurunkan pH semen. Adanya penurunan nilai pH semen akibat pengenceran dapat meningkatkan motilitas spermatozoa karena adanya produksi muatan proton (H+) yang memberikan manfaat dalam pembentukan ATP (Perchec et al. 1995 in Hamamah & Gatti 1998).

Warna semen ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Cianjur, baik gonad sebelah kanan maupun kiri berwarna putih susu, sedangkan warna semen ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Rancabungur, baik gonad sebelah kanan maupun kiri berwarna putih keruh-putih susu. Konsistensi semen ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Cianjur, baik gonad sebelah kanan maupun


(1)

48 Lampiran 8. Uji normalitas (Uji Kolmogorov-Smirnov)

No Parameter Lokasi Nilai

p-value Keputusan Kesimpulan 1 Suhu Air Kolam Rancabungur >0,150 Gagal tolak H0 Berdistribusi normal 2 Oksigen Terlarut (DO) Cianjur >0,150 Gagal tolak H0 Berdistribusi normal Rancabungur >0,150 Gagal tolak H0 Berdistribusi normal 3 pH Air Kolam Cianjur >0,150 Gagal tolak H0 Berdistribusi normal Rancabungur >0,150 Gagal tolak H0 Berdistribusi normal 4 Bobot Ikan Cianjur >0,150 Gagal tolak H0 Berdistribusi normal Rancabungur >0,150 Gagal tolak H0 Berdistribusi normal 5

Panjang Ikan Cianjur >0,150 Gagal tolak H0 Berdistribusi normal Rancabungur 0,031 Tolak H0 Berdistribusi tidak normal 6 Bobot Gonad Sebelah

Kanan

Cianjur >0,150 Gagal tolak H0 Berdistribusi normal Rancabungur >0,150 Gagal tolak H0 Berdistribusi normal 7 Bobot Gonad Sebelah

Kiri

Cianjur 0,091 Gagal tolak H0 Berdistribusi normal Rancabungur >0,150 Gagal tolak H0 Berdistribusi normal 8 pH Semen Gonad

Sebelah Kanan

Cianjur >0,150 Gagal tolak H0 Berdistribusi normal Rancabungur >0,150 Gagal tolak H0 Berdistribusi normal 9 pH Semen Gonad

Sebelah Kiri

Cianjur >0,150 Gagal tolak H0 Berdistribusi normal Rancabungur >0,150 Gagal tolak H0 Berdistribusi normal 10 Volumen Semen Gonad

Sebelah Kanan

Cianjur 0,066 Gagal tolak H0 Berdistribusi normal Rancabungur 0,092 Gagal tolak H0 Berdistribusi normal 11 Volumen Semen Gonad

Sebelah Kiri

Cianjur 0,093 Gagal tolak H0 Berdistribusi normal Rancabungur 0,029 Tolak H0 Berdistribusi tidak normal 12

Lama Motil

Spermatozoa Gonad Sebelah Kanan

Cianjur >0,150 Gagal tolak H0 Berdistribusi normal Rancabungur 0,065 Gagal tolak H0 Berdistribusi normal 13

Lama Motil

Spermatozoa Gonad Sebelah Kiri

Cianjur >0,150 Gagal tolak H0 Berdistribusi normal Rancabungur >0,150 Gagal tolak H0 Berdistribusi normal 14 Motilitas Spermatozoa

Gonad Sebelah Kanan

Cianjur >0,150 Gagal tolak H0 Berdistribusi normal Rancabungur >0,150 Gagal tolak H0 Berdistribusi normal 15 Motilitas Spermatozoa

Gonad Sebelah Kiri

Cianjur >0,150 Gagal tolak H0 Berdistribusi normal Rancabungur >0,150 Gagal tolak H0 Berdistribusi normal 16

Konsentrasi

Spermatozoa Gonad Sebelah Kanan

Cianjur >0,150 Gagal tolak H0 Berdistribusi normal Rancabungur <0,010 Tolak H0 Berdistribusi tidak normal 17

Konsentrasi

Spermatozoa Gonad Sebelah Kiri

Cianjur >0,150 Gagal tolak H0 Berdistribusi normal Rancabungur <0,010 Tolak H0 Berdistribusi tidak normal 18 Diameter Kepala

Spermatozoa

Cianjur >0,150 Gagal tolak H0 Berdistribusi normal Rancabungur >0,150 Gagal tolak H0 Berdistribusi normal 19 Panjang Ekor

Spermatozoa

Cianjur >0,150 Gagal tolak H0 Berdistribusi normal Rancabungur >0,150 Gagal tolak H0 Berdistribusi normal


(2)

49 Lampiran 9. Uji non-parametrik (Uji Man-Whitney)

1. Panjang Ikan Lele Sangkuriang

Mann-Whitney Test and CI: Cianjur, Rancabungur N Median

Cianjur 9 52.00 Rancabungur 9 60.00

Point estimate for ETA1-ETA2 is -12.00

95.8 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-28.00,-0.00) W = 61.5

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.0380 The test is significant at 0.0371 (adjusted for ties)

p-value: 0,0380 atau 0,00371 < α: 0,05 sehingga tolak H0 (terdapat perbedaan).

2. Volume Semen Gonad Sebelah Kiri

Mann-Whitney Test and CI: Cianjur, Rancabungur N Median

Cianjur 6 0.150 Rancabungur 6 0.045

Point estimate for ETA1-ETA2 is 0.060

95.5 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-0.600,0.410) W = 46.0

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.2980 The test is significant at 0.2963 (adjusted for ties)

p-value: 0,2980 > α: 0,05 sehingga gagal tolak H0 (tidak terdapat perbedaan).

3. Konsentrasi Spermatozoa Gonad Sebelah Kanan Mann-Whitney Test and CI: Cianjur, Rancabungur N Median

Cianjur 9 24500000000 Rancabungur 9 18650000000

Point estimate for ETA1-ETA2 is 5550000522

95.8 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-6224992806,16374995818) W = 96.0

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.3772

p-value: 0,3772 > α: 0,05 sehingga gagal tolak H0 (tidak terdapat perbedaan).


(3)

50 4. Konsentrasi Spermatozoa Gonad Sebelah Kiri

Mann-Whitney Test and CI: Cianjur, Rancabungur N Median

Cianjur 9 27150000000 Rancabungur 9 19025000000

Point estimate for ETA1-ETA2 is 5175000372

95.8 Percent CI for ETA1-ETA2 is (-4249995254,14849999426) W = 97.0

Test of ETA1 = ETA2 vs ETA1 not = ETA2 is significant at 0.3314


(4)

51 Lampiran 10. Uji parametrik (Uji-t)

No. Parameter t-hitung t-tabel Keputusan Kesimpulan 1 Suhu Air Kolam 7,3485 2,1199 Tolak H0 Terdapat Perbedaan 2 Oksigen Terlarut (DO) 2,7945 2,1199 Tolak H0 Terdapat Perbedaan 3 pH Air Kolam 0,7906 2,2281 Gagal Tolak H0 Tidak Terdapat Perbedaan

4 Bobot Ikan 2,8684 2,1199 Tolak H0 Terdapat Perbedaan

5 Bobot Gonad Sebelah Kanan 0,3487 2,2281 Gagal Tolak H0 Tidak Terdapat Perbedaan 6 Bobot Gonad Sebelah Kiri 0,4070 2,2281 Gagal Tolak H0 Tidak Terdapat Perbedaan 7 pH Semen Gonad Sebelah

Kanan 1,8163 2,1199 Gagal Tolak H0 Tidak Terdapat Perbedaan 8 pH Semen Gonad Sebelah Kiri 1,8383 2,1199 Gagal Tolak H0 Tidak Terdapat Perbedaan 9 Volumen Semen Gonad

Sebelah Kanan 0,4845 2,2281 Gagal Tolak H0 Tidak Terdapat Perbedaan 10 Lama Motil Spermatozoa

Gonad Sebelah Kanan 0,6957 2,1199 Gagal Tolak H0 Tidak Terdapat Perbedaan 11 Lama Motil Spermatozoa

Gonad Sebelah Kiri 2,1117 2,1199 Gagal Tolak H0 Tidak Terdapat Perbedaan 12 Motilitas Spermatozoa Gonad

Sebelah Kanan 1,0000 2,1199 Gagal Tolak H0 Tidak Terdapat Perbedaan 13 Motilitas Spermatozoa Gonad

Sebelah Kiri 1,5119 2,1199 Gagal Tolak H0 Tidak Terdapat Perbedaan 14 Diameter Kepala Spermatozoa 0,2784 2,1199 Gagal Tolak H0 Tidak Terdapat Perbedaan 15 Panjang Ekor Spermatozoa 1,2696 2,1199 Gagal Tolak H0 Tidak Terdapat Perbedaan


(5)

Nidya Kartini. C24080007. Kajian Aspek Reproduksi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) Jantan yang Dipelihara pada Kondisi Lingkungan Berbeda. Di bawah bimbingan M. Mukhlis Kamal dan R. Iis Arifiantini.

Ikan merupakan salah satu organisme akuatik yang hidupnya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan akuatik, seperti suhu, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO), pH, ketinggian tempat, serta ketersediaan makanan dan predator yang dapat memengaruhi proses biologi, termasuk reproduksi. Ikan lele sangkuriang (Clarias gariepinus) merupakan strain baru dari ikan lele dumbo yang dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi air tawar dengan produksi yang cukup tinggi. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan reproduksi ikan lele sangkuriang adalah kualitas spermatozoa ikan lele sangkuriang tersebut agar fertilisasi berlangsung optimal. Penelitian mengenai spermatozoa ikan pada ketinggian tempat yang berbeda belum banyak dilakukan, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai kajian reproduksi sehingga informasi tersebut dapat berguna dalam pengembangan budidaya dan produksi perikanan untuk masa yang akan datang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari kualitas spermatozoa ikan lele sangkuriang pada lingkungan yang berbeda melalui penelaahan terhadap karakteristik spermatozoa meliputi volume, warna, konsistensi, konsentrasi, pH, motilitas, morfologi, dan morfometri sperma ikan melalui teknik pewarnaan.

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Maret 2012 di Balai Pelestarian Perikanan Perairan Umum (BPPPU) Ciherang, Cianjur dengan ketinggian 800 meter dpl dan kolam budidaya di daerah Rancabungur, Kabupaten Bogor dengan ketinggian 300 meter dpl. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium Unit Rehabilitasi dan Reproduksi (URR), Bagian Reproduksi dan Kebidanan, Fakultas Kedokteran Hewan.

Kualitas lingkungan perairan yang dianalisis, yaitu nilai DO, pH, dan suhu air kolam. Nilai suhu air kolam di daerah Cianjur sebesar 28 ± 0 oC dan di daerah Rancabungur sebesar 29,63 ± 0,61 oC, nilai pH air kolam di daerah Cianjur sebesar 7,0 ± 0,45 dan di daerah Rancabungur sebesar 6,83 ± 0,26, nilai DO di daerah Cianjur sebesar 1,75 ± 0,29 mg/l dan di daerah Rancabungur sebesar 2,30 ± 0,52 mg/l. Bobot ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Cianjur sebesar 1105,56 ± 422,38 g dan panjang ikan sebesar 543,3 ± 92,7 mm, sedangkan bobot ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Rancabungur sebesar 1972,22 ± 801,99 g dan panjang ikan sebesar 681,1 ± 125,3 mm. Bobot gonad sebelah kanan ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Cianjur sebesar 1,63 ± 1,04 g dan yang berasal dari daerah Rancabungur sebesar 1,82 ± 0,86 g, sedangkan bobot gonad sebelah kiri ikan lele sangkuriang yang berasal dari Cianjur sebesar 1,76 ± 0,99 g dan yang berasal dari daerah Rancabungur sebesar 1,98 ± 0,93 g. Setelah dilakukan uji lanjut dengan selang kepercayaan (SK) 95 % dapat disimpulkan bahwa nilai DO, suhu, bobot dan panjang ikan lele sangkuriang di daerah Cianjur dan Rancabungur berbeda nyata, sedangkan nilai pH air dan bobot gonad sebelah kanan dan kiri ikan lele sangkuriang tidak berbeda nyata.


(6)

Nilai pH semen pada gonad sebelah kanan ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Cianjur sebesar 7,22 ± 0,24 dan yang berasal dari daerah Rancabungur sebesar 7,44 ± 0,28, sedangkan nilai pH semen pada gonad sebelah kiri ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Cianjur sebesar 7,23 ± 0,27 dan yang berasal dari daerah Rancabungur sebesar 7,47 ± 0,27. Volume semen pada gonad sebelah kanan ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Cianjur sebesar 0,19 ± 0,26 ml dan yang berasal dari daerah Rancabungur sebesar 0,13 ± 0,19 ml, sedangkan nilai volume semen pada gonad sebelah kiri ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Cianjur sebesar 0,37 ± 0,52 ml dan yang berasal dari daerah Rancabungur sebesar 0,42 ± 0,79 ml.

Nilai motilitas spermatozoa pada gonad sebelah kanan ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Cianjur sebesar 28,85 ± 8,66 detik (84,44 ± 1,67 %) dan yang berasal dari daerah Rancabungur sebesar 33,01 ± 15,75 detik (85 ± 0 %), sedangkan nilai motilitas spermatozoa pada gonad sebelah kiri ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Cianjur sebesar 35,82 ± 13,44 detik (83,89 ± 2,20 %) dan yang berasal dari daerah Rancabungur sebesar 24,19 ± 9,61 detik (85 ± 0 %). Nilai konsentrasi spermatozoa pada gonad sebelah kanan ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Cianjur sebesar 27,15 ± 12,84 x 109 ml-1 dan Rancabungur sebesar 23,03 ± 15,95 ml-1, sedangkan nilai konsentrasi spermatozoa ikan lele sangkuriang pada gonad sebelah kiri didaerah Cianjur sebesar 27,70 ± 11,52x 109 ml-1 dan Rancabungur sebesar 22,49 ± 9,74 x 109 ml-1

Setelah dilakukan uji lanjut pada SK 95% ternyata nilai pH semen, volume semen, lama motil, motilitas dan konsentrasi spermatozoa ikan lele sangkuriang yang berasal dari daerah Cianjur dan Rancabungur tidak berbeda nyata. Struktur morfologi spermatozoa ikan lele sangkuriang, baik yang berasal dari daerah Cianjur maupun Rancabungur memiliki bentuk kepala agak bulat dengan ekor yang tipis dan panjang. Diameter kepala spermatozoa ikan lele sangkuriang tidak jauh berbeda antara kedua lokasi pengambilan yaitu 2,28 ± 0,07 µm (Cianjur) dan 2,24 ± 0,07µm (Rancabungur) demikian juga dengan panjang ekor, yaitu 50,94 ± 2,53 µm (Cianjur) dan 49,51 ± 3,06 µm (Rancabungur).

Aplikasi pengelolaan perikanan yang dapat diterapkan dari penelitian ini adalah data kualitas semen ikan, terutama persentase dan lama spermatozoa motil dapat memberikan informasi dasar untuk keberhasilan dalam melakukan proses cryopreservasi, studi reproduksi dalam proses recruitment dan digunakan sebagai penentuan sex ratio antara spermatozoa dan sel telur sehingga bisa menghasilkan jumlah benih yang optimal untuk produksi sektor perikanan di masa yang akan datang.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa bahwa karakteristik semen ikan lele sangkuriang antara di daerah Cianjur (dataran tinggi) dan Rancabungur (dataran rendah), baik secara makroskopis (volume, pH, warna, dan konsistensi) mau pun secara mikroskopis (konsentrasi, lama motil, motilitas), serta morfologi dan morfometri spermatozoa mempunyai kualitas yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa ikan lele sangkuriang memiliki batas toleransi yang luas sehingga dapat hidup dan beradaptasi pada berbagai kondisi lingkungan.