Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh NAA dan IBA terhadap Pembentukan Akar dan Tunas Stek Jeruk Pamelo (Citrus grandis (L.) Osbeck).

i

PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH NAA DAN IBA
TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR DAN TUNAS
STEK JERUK PAMELO (Citrus grandis (L.) Osbeck)

NUGROHO BESAR PRATAMA
A24070124

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH NAA DAN IBA TERHADAP
PEMBENTUKAN AKAR DAN TUNAS STEK JERUK PAMELO
(Citrus grandis (L.) Osbeck)
Effect of NAA and IBA on Root and Shoot Formation in Pummelo
(Citrus grandis (L.) Osbeck) Stem Cuttings
Nugroho Besar Pratama1, Slamet Susanto2
1

2

Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB

Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB

Abstract
The objective of this research was to study the effect of application of NAA
and IBA on pummelo stem cuttings. This research was arranged in split plot
design with two factors and five replications. The type of auxin (NAA and IBA) as
the main plot. The concentration of auxin (0 ppm, 100 ppm, 150 ppm, 200 ppm,
and 250 ppm) as the subplot. The result showed that the type of auxin was affected
on rooting percentage, but did not affected on the other parameters. The type of
auxin IBA had greater rooting percentage than NAA on pummelo cuttings. The
auxin concentration had significant effect on the percentage of callusing, rooting,
sprouting, and rooting-sprouting. The auxin concentration also affected on root
length, root diameter, shoot length, and shoot diameter, but did not affected on
roots and shoots number. The result showed that the auxin concentration 200 ppm
with soaking method was the best concentration on root and shoot formation in
pummelo cuttings.

Keywords: pummelo, NAA, IBA, cuttings

ii

RINGKASAN
NUGROHO BESAR PRATAMA. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh NAA
dan IBA terhadap Pembentukan Akar dan Tunas Stek Jeruk Pamelo
(Citrus grandis (L.) Osbeck). (Dibimbing oleh SLAMET SUSANTO)
Percobaan ini dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh dari jenis auksin
NAA dan IBA pada beberapa konsentrasi terhadap pembentukan akar dan tunas
stek jeruk pamelo (Citrus grandis (L.) Osbeck). Penelitian ini dilaksanakan di
lahan pembibitan Kebun Percobaan Cikabayan IPB, Bogor. Penelitian ini
dilaksanakan dari bulan Mei 2011 hingga Juli 2011.
Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Petak
Terbagi (Split Plot Design) dua faktor dengan 5 ulangan. Faktor pertama sebagai
petak utama adalah jenis auksin yaitu NAA dan IBA. Faktor kedua sebagai
anak petak adalah konsentrasi auksin yang terdiri dari : K0 (kontrol), K1 (100
ppm), K2 (150 ppm), K3 (200 ppm), dan K4 (250 ppm). Total satuan percobaan
adalah 50 satuan percobaan, setiap satuan percobaan terdiri dari 3 stek sehingga
total stek yang digunakan sebanyak 150 stek.

Bahan stek diambil dari tanaman induk jeruk pamelo yang terdapat pada
kebun koleksi jeruk pamelo di Kebun Percobaan Cikabayan IPB, Bogor. Bahan
stek yang digunakan adalah bagian pucuk dari cabang tanaman induk.
Perbanyakan stek menggunakan teknologi sedehana non mist propagation system.
Stek ditanam dalam media tanam berupa arang sekam dan diletakkan dalam
rumah sungkup yang terbuat dari plastik bening. Areal penyetekan terletak
dibawah naungan paranet dengan persentase naungan sebesar 65%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tanaman jeruk pamelo dapat
dilakukan perbanyakan dengan stek. Perlakuan jenis auksin berpengaruh nyata
pada peubah persentase stek berakar, namun tidak berpengaruh pada persentase
stek berkalus, persentase stek bertunas, persentase stek berakar-bertunas, jumlah
akar, panjang akar, diameter akar, jumlah tunas, panjang tunas, diameter tunas
serta jumlah daun baru yang terbentuk.
Perlakuan konsentrasi berpengaruh nyata pada peubah persentase stek
berkalus, persentase stek berakar, persentase stek bertunas, persentase stek

iii

berakar-bertunas, panjang akar, diameter akar, panjang tunas, dan diameter tunas,
namun tidak berpengaruh pada peubah jumlah akar, jumlah tunas, serta jumlah

daun baru yang terbentuk. Konsentrasi auksin yang optimum untuk pembentukan
akar dan tunas pada stek jeruk pamelo adalah konsentrasi 200 ppm.
Keberhasilan stek ditandai dengan terbentuknya akar dan tunas pada bahan
stek. Persentase keberhasilan stek tertinggi didapat pada konsentrasi auksin
200 ppm yaitu sebesar 26.67%. Persentase keberhasilan pada penelitian ini masih
tergolong rendah. Faktor bahan stek dan kesehatan tanaman induk perlu
diperhatikan untuk meningkatkan persentase keberhasilan penyetekan.

iv

PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH NAA DAN IBA
TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR DAN TUNAS
STEK JERUK PAMELO (Citrus grandis (L.) Osbeck)

Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

NUGROHO BESAR PRATAMA
A24070124


DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

v

Judul

: PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH NAA
DAN IBA TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR
DAN TUNAS STEK JERUK PAMELO (Citrus
grandis (L.) Osbeck)

Nama

: NUGROHO BESAR PRATAMA

NRP


: A24070124

Menyetujui,
Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto, M.Sc
NIP. 19610202 198601 1 001

Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr
NIP. 1961110 198703 1 003

Tanggal lulus : ..........................................................

vi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, Provinsi Sumatra Utara pada tanggal 11 Juli
1989. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Mas’oedi dan Ibu
Restyaningsih.
Tahun 2001 penulis lulus dari SD Negeri 1 Ketenger, Baturaden, Jawa
Tengah. Pada tahun 2004 penulis menyelesaikan studi di SLTP Negeri 8
Purwokerto. Selanjutnya penulis lulus dari SMA Negeri 1 Purwokerto pada tahun
2007. Penulis diterima menjadi mahasiswa Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk
IPB) pada tahun 2007.
Penulis menjadi asisten praktikum Pengendalian Gulma pada tahun ajaran
2010/2011. Penulis aktif dalam organisasi HIMAGRON (Himpunan Mahasiswa
Agronomi) sebagai staf departemen Infokom pada tahun kepengurusan 2008/2009
dan sebagai staf departemen Internal pada tahun kepengurusan 2009/2010. Penulis
juga ikut serta dalam kegiatan Departemen Agronomi dan Hortikultura,
diantaranya International Sago Symposium (ISS), Festival Tanaman (FESTA),
Temu Keluarga Besar Agronomi dan Hortikultura (TEGAR), dan lain-lain.

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat dan karunia Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Pengaruh Zat pengatur Tumbuh NAA dan IBA terhadap Pembentukan
Akar dan Tunas Stek Jeruk Pamelo (Citrus grandis (L.) Osbeck)”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pemberian zat pengatur tumbuh auksin yang efektif
untuk stek jeruk pamelo. Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan
Cikabayan IPB, Dramaga, Bogor.
Pada kesempatan ini Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima
kasih dan penghargaan yang tulus kepada:


Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto, M.Sc sebagai dosen pembimbing skripsi yang
telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama kegiatan penelitian
dan penulisan skripsi ini.



Dr. Dewi Sukma, SP, M.Si dan Dr. Ir. Asep Setiawan, MS yang telah
memberikan masukan untuk perbaikan skripsi ini.




Ir. Diny Dinarti, MS sebagai dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan nasihat dan dukungan kepada Penulis.



Ayah, Ibu, Adik, Paman, Bibi, dan seluruh keluarga yang telah
memberikan segala dukungan, semangat, doa, dan kasih sayang kepada
Penulis.



Ir. Megayani Sri Rahayu, MS yang telah banyak memberikan berbagai
bantuan kepada penulis.



Ibu Kartika Ning Tyas yang telah banyak membantu dalam menyiapkan
alat dan bahan penelitian.




Pak Milin dan para pekerja lapang di Kebun Percobaan Cikabayan IPB
yang telah membantu dalam persiapan tempat penelitian.



Yenny Fitria, SP yang telah memberikan motivasi, kasih sayang, bantuan,
dan dukungan selama penelitian dan penulisan skripsi.



Fikrin, Ardoyo, Romy, Gatra, dan Irfan atas semua bantuan selama
penelitian berlangsung.

viii




Keluarga besar AGH 44 BERSATU yang telah berjuang bersama selama
perkuliahan.



Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sampaikan satu persatu,
yang telah membantu penulis selama perkuliahan dan penyelesaian tugas
akhir.

Semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi semua pihak yang membutuhkan
dan sebagai informasi untuk penelitian selanjutnya.

Bogor, Januari 2012
Penulis

ix

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .....................................................................................

xi

DAFTAR GAMBAR ...............................................................................

xii

DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................

xiii

PENDAHULUAN ...................................................................................
Latar Belakang .....................................................................................
Tujuan ..................................................................................................
Hipotesis ..............................................................................................

1
1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................
Botani Tanaman Jeruk Pamelo ..............................................................
Jeruk Pamelo Kultivar Nambangan ......................................................
Perbanyakan Tanaman dengan Stek ......................................................
Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Stek ....................................
Perananan Zat Pengatur Tumbuh ...........................................................
Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh. ............................................................

4
4
5
5
6
8
9

BAHAN DAN METODE .........................................................................
Tempat dan waktu ................................................................................
Bahan dan Alat ......................................................................................
Metode Percobaan ................................................................................
Pelaksanaan Percobaan .........................................................................
Persiapan Alat dan Bahan ...............................................................
Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh .......................................................
Penanaman Stek pada Media ..........................................................
Pemeliharaan ..................................................................................
Pengamatan ..........................................................................................

10
10
10
10
11
11
11
12
12
12

HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................
Kondisi Umum .....................................................................................
Hasil Analisis Ragam ...........................................................................
Pembentukan Kalus ..............................................................................
Persentase Stek Berkalus .................................................................
Pembentukan Akar ...............................................................................
Persentase Stek Berakar ..................................................................
Jumlah Akar, Panjang Akar, dan Diameter Akar ..............................
Pembentukan Tunas dan Daun ..............................................................
Persentase Stek Bertunas .................................................................
Panjang dan Diameter Tunas ...........................................................
Jumlah Tunas dan Daun Baru yang Terbentuk .................................
Keberhasilan Stek .................................................................................
Persentase Stek Berakar-bertunas ....................................................

14
14
15
16
16
17
17
20
21
21
22
23
24
25

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................

27

x

Kesimpulan ...........................................................................................
Saran .....................................................................................................

27
27

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

28

LAMPIRAN .............................................................................................

31

xi

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

1. Rekapitulasi Sidik Ragam terhadap Peubah yang Diamati ...............

15

2. Pengaruh Jenis Auksin dan Konsentrasi Auksin terhadap
Persentase Stek Berkalus pada 10 MST ............................................

16

3. Pengaruh Jenis Auksin dan Konsentrasi Auksin terhadap
Persentase Stek Berakar pada 10 MST .............................................

18

4. Pengaruh Jenis Auksin dan Konsentrasi Auksin terhadap
Pertumbuhan Akar pada 10 MST .....................................................

20

5. Pengaruh Jenis Auksin dan Konsentrasi Auksin terhadap
Persentase Stek Bertunas pada 10 MST ...........................................

22

6. Pengaruh Jenis Auksin dan Konsentrasi Auksin terhadap
Panjang dan Diameter Tunas pada 10 MST .....................................

23

7. Pengaruh Jenis Auksin dan Konsentrasi Auksin terhadap
Jumlah Daun yang Terbentuk pada 10 MST .....................................

24

8. Pengaruh Jenis Auksin dan Konsentrasi Auksin terhadap
Persentase Stek Berakar-bertunas pada 10 MST ...............................

25

xii

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1. Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh dengan Metode Perendaman ..............

12

2. Area Pemeliharaan Stek dan Gejala Serangan Cendawan pada Stek ....

14

3. Pembentukan Kalus pada Pangkal Stek Jeruk Pamelo ........................

16

4. Akar Adventif yang Terbentuk pada Stek Jeruk Pamelo ......................

17

5. Perakaran Stek Jeruk Pamelo pada Umur 10 MST ..............................

19

6. Tunas dan Daun pada Stek Jeruk Pamelo ............................................

21

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1. Hasil Uji-F Persentase Stek Berkalus 10 MST ...............................

32

2. Hasil Uji-F Persentase Stek Berakar 10 MST ................................

32

3. Hasil Uji-F Jumlah Akar 10 MST ..................................................

32

4. Hasil Uji-F Panjang Akar 10 MST .................................................

33

5. Hasil Uji-F Diameter Akar 10 MST................................................

33

6. Hasil Uji-F Persentase Stek Bertunas 10 MST ................................

33

7. Hasil Uji-F Jumlah Tunas 10 MST ................................................

34

8. Hasil Uji-F Panjang Tunas 10 MST ...............................................

34

9. Hasil Uji-F Diameter Tunas 10 MST .............................................

34

10. Hasil Uji-F Jumlah Daun Baru pada 10 MST ................................

35

11. Hasil Uji-F Persentase Stek Berakar-bertunas 10 MST ..................

35

12. Suhu dan Kelembaban Sungkup selama Penelitian ........................

36

13. Deskripsi Jeruk Pamelo Kultivar Nambangan ................................

37

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Jeruk merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang sangat digemari
oleh masyarakat Indonesia. Di Indonesia terdapat berbagai jenis jeruk dengan
berbagai karakter yang berbeda. Jeruk pamelo (Citrus grandis (L.) Osbeck)
merupakan jenis jeruk yang mempunyai ukuran buah lebih besar dibanding jeruk
dari spesies lain. Dalam perdagangan internasional, jeruk ini dikenal dengan
sebutan pummelo. Di Indonesia, kultivar jeruk pamelo yang terkenal antara lain
jeruk nambangan, jeruk bali, dan jeruk cikoneng.
Pemilihan bibit

yang tepat merupakan salah satu kunci untuk

menghasilkan buah yang berkualitas. Pemilihan bibit harus mempertimbangkan
pada varietas, cara perbanyakan, kesehatan bibit, serta keseragaman. Bibit
tanaman buah-buahan dapat dihasilkan melalui perbanyakan secara generatif
maupun secara vegetatif. Menurut Saptarini (1993) perbanyakan tanaman secara
generatif dapat dilakukan melalui biji yang dibenihkan sedangkan perbanyakan
tanaman secara vegetatif menggunakan bagian tanaman selain biji yaitu akar,
cabang tanaman, daun, dan bagian tanaman lainnya. Perbanyakan tanaman secara
vegetatif dapat dilakukan melalui berbagai cara diantaranya okulasi, cangkok, dan
stek.
Perbanyakan tanaman jeruk pamelo banyak dilakukan melalui okulasi,
tetapi perbanyakan dengan cara ini kurang disukai sebagian petani karena
dianggap menurunkan kualitas buah. Menurut Hartmann et al. (1981) batang
bawah pada okulasi memberikan pengaruh yang besar terhadap kualitas buah,
hasil, dan ukuran tanaman pada batang atas tanaman jeruk. Oleh karena itu,
sebagian petani jeruk pamelo lebih suka melakukan perbanyakan tanaman melalui
cangkok. Wudianto (2002) menyebutkan perbanyakan tanaman dengan cangkok
memiliki kelebihan yaitu lebih mudah dilakukan serta bibit yang dihasilkan lebih
cepat berbuah dan memiliki sifat yang sama dengan induknya, namun memiliki
kelemahan yaitu bibit yang dihasilkan dari satu pohon induk sangat terbatas
sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan bibit dalam jumlah besar. Alternatif

2

cara perbanyakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut adalah
perbanyakan melalui stek. Perbanyakan dengan stek hanya membutuhkan sedikit
bahan tanam dan dapat dihasilkan bibit tanaman dalam jumlah banyak dari satu
pohon induk.
Widiarsih et al. (2008) mendefinisikan stek sebagai suatu cara perbanyakan
tanaman secara vegetatif dengan menggunakan sebagian batang, akar, atau daun
tanaman untuk ditumbuhkan menjadi tanaman baru. Keberhasilan perbanyakan
dengan cara stek ditandai oleh terjadinya regenerasi akar dan pucuk pada bahan
stek sehingga menjadi tanaman baru yang memiliki sifat yang sama dengan
induknya.
Zat pengatur tumbuh yang paling berperan pada pengakaran stek adalah
auksin. Auksin yang biasa dikenal yaitu indole-3-acetic acid (IAA), indole butyric
acid (IBA) dan napthalene acetic acid (NAA). Penggunaan NAA dan IBA
bersifat lebih efektif dibandingkan IAA yang merupakan auksin alami
(Hartmann et al.,1990). Beberapa penelitian mengenai penggunaan NAA dan IBA
dengan telah dilakukan pada stek beberapa spesies jeruk. Hasil penelitian
Ferguson dan Young (1985) menunjukkan bahwa perlakuan zat pengatur tumbuh
NAA dan IBA mampu meningkatkan perakaran pada stek tanaman jeruk Swingle
Citrumelo. Sabbah et al. (1991) menyebutkan bahwa penggunaan zat pengatur
tumbuh NAA dan IBA pada stek batang C. sinensis, C. reticulata, dan beberapa
jenis jeruk hibrida dapat meningkatkan persentase stek yang berakar serta jumlah
dan kualitas akar yang dihasilkan tiap stek, namun terdapat variasi respon
perakaran pada tiap jenis klon jeruk. Bhatt dan Tomar (2010) menambahkan
penggunaan IBA juga dapat mempengaruhi perakaran stek pada C. auriantifolia
Swingle.
Perbanyakan tanaman jeruk pamelo (C. grandis (L.) Osbeck) melalui stek
belum banyak dikembangkan. Penelitian mengenai perbanyakan tanaman jeruk ini
perlu dilakukan dengan penggunaan zat pengatur tumbuh untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap pembentukan akar dan tunas pada stek.

3

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh zat pengatur tumbuh
auksin (NAA dan IBA) pada beberapa konsentrasi terhadap pembentukan akar
dan tunas stek jeruk pamelo (C. grandis (L.) Osbeck).

Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Perbedaan jenis zat pengatur tumbuh auksin berpengaruh terhadap
pembentukan akar dan tunas pada stek jeruk pamelo (C. grandis (L.)
Osbeck).
2. Konsentrasi zat pengatur tumbuh auksin berpengaruh terhadap pembentukan
akar dan tunas pada stek jeruk pamelo (C. grandis (L.) Osbeck).

4

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Jeruk Besar (Pamelo)
Tanaman jeruk besar (Citrus grandis (L.) Osbeck) termasuk ke dalam
famili Rutaceae. Famili Rutaceae memiliki sekitar 1 300 spesies yang
dikelompokkan menjadi 7 sub famili dan 120 genus. Genus Citrus memiliki
16 spesies yang diantaranya adalah jeruk besar atau pamelo (Setiawan, 1993).
Jeruk besar sering disebut jeruk bali, jeruk cikoneng, limau makan atau limau
besar, dan pummelo. Klasifikasi tanaman jeruk besar sebagai berikut sebagai
berikut (Rukmana, 2009).
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Sub-divisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Ordo

: Rutales

Famili

: Rutaceae

Genus

: Citrus

Spesies

: Citrus grandis (L.) Osbeck atau Citrus maxima Merr

Tanaman jeruk besar merupakan tanaman menahun (perennial) dengan
karakteristik tinggi pohon antara 5 m - 15 m. Batang tanaman kuat dengan
diameter 10 cm - 30 cm dan berkulit agak tebal. Kulit bagian luar berwarna
cokelat kekuning-kuningan, sedangkan bagian dalamnya berwarna kuning. Pohon
jeruk pamelo memiliki banyak percabangan yang terletak saling berjauhan dan
merunduk pada bagian ujungnya. Cabang yang masih muda bersudut dan
berwarna hijau, namun lama-kelamaan berubah menjadi bulat dan berwarna hijau
tua (Rukmana, 2009).
Batang pohon jeruk besar ada yang berduri dan ada yang tanpa duri.
Penanaman pohon yang berasal dari biji menyebabkan pohon berduri pada awal
pertumbuhannya, namun setelah dewasa duri akan menghilang. Tanaman yang
berasal dari perkembangbiakan secara vegetatif tidak memiliki duri sejak awal
pertumbuhannya karena berasal dari pohon dewasa (Setiawan, 1993).

5

Daun tanaman jeruk besar berbentuk bulat telur dan berukuran lebih besar
daripada jenis jeruk lain. Daun muda berwarna hijau muda kekuningan dan
kemudian berubah menjadi hijau tua. Antara daun dan batang dihubungkan oleh
tangkai daun yang bersayap lebar (Setiawan, 1993).
Tanaman jeruk besar mulai berproduksi pada umur 4-6 tahun, tergantung
pada varietas dan pemeliharaan. Produktivitas jeruk ini sangat bervariasi sesuai
varietas, umur, dan tingkat pertumbuhan tanaman yang didukung oleh lingkungan.
Satu pohon jeruk pamelo dapat menghasilkan 75-200 buah (Setiawan, 1993).
Ciri khas jeruk besar adalah buahnya yang berukuran besar dan berkulit
tebal sehingga tahan lama disimpan atau diangkut dalam jarak jauh. Buah
berbentuk bulat atau seperti bola yang tertekan dan berkulit agak tebal sampai
tebal, berisi 11-16 segmen. Warna daging buah bervariasi yaitu merah jambu,
putih, hijau muda, atau kekuning-kuningan. Daging buah bertekstur keras sampai
lunak, berasa manis sampai sedikit asam, dan berbiji sedikit (Rukmana, 2009).

Jeruk Besar Kultivar Nambangan
Jeruk Nambangan merupakan jeruk pamelo yang populer karena termasuk
jenis unggul. Jeruk ini berasal dari daerah Nambangan, yaitu sebuah kelurahan di
Kodya Madiun, Jawa Timur. Akibat adanya perluasan kota, sentra produksi jeruk
Nambangan bergeser ke kabupaten Magetan, tepatnya di desa Sukomoro, desa
Tamanan, dan desa Tambak Mas. Jeruk Nambangan mulai berbuah pada umur 3-4
tahun setelah tanam. Buahnya bulat pendek, kulit buah kuning kehijauan. Daging
buah berwarna merah muda dan menjadi merah hingga jingga setelah tua. Jeruk
ini memiliki rasa manis asam dan segar, serta daging buah banyak mengandung
air. Jeruk ini lebih tahan dalam penyimpanan, dengan suhu kamar, penyimpanan
dapat berlangsung selama 4 bulan. Setelah penyimpanan kulit buah menjadi
sedikit keriput namun daging buah tetap segar dan banyak mengandung air
(Setiawan, 1993).

Perbanyakan Tanaman dengan Stek
Stek merupakan cara perbanyakan tanaman secara vegetatif buatan dengan
menggunakan sebagian batang, akar, atau daun tanaman untuk ditumbuhkan

6

menjadi tanaman baru. Sebagai alternatif perbanyakan vegetatif buatan, stek lebih
ekonomis, lebih mudah, tidak memerlukan keterampilan khusus dan cepat
dibandingkan dengan cara perbanyakan vegetatif buatan lainnya. Cara
perbanyakan dengan metode stek akan kurang menguntungkan jika bertemu
dengan kondisi tanaman yang sukar berakar (Widiarsih et al., 2008).
Tanaman yang dihasilkan dari stek biasanya mempunyai sifat persamaan
dalam umur, ukuran tinggi, ketahanan terhadap penyakit dan sifat-sifat lainnya.
Selain itu juga dapat diperoleh tanaman yang sempurna yaitu tanaman yang
mempunyai akar, batang, dan daun yang relatif singkat (Wudianto, 2002).
Keberhasilan perbanyakan dengan cara stek ditandai oleh terjadinya
regenerasi akar dan pucuk pada bahan stek sehingga menjadi tanaman baru yang
true to name dan true to type. Regenerasi akar dan pucuk dipengaruhi oleh faktor
internal yaitu tanaman itu sendiri dan faktor eksternal atau lingkungan
(Widiarsih et al., 2008).
Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Stek
1. Faktor Tanaman
a. Umur Tanaman Induk
Opuni-Frimpong et al. (2008) menyebutkan bahwa umur tanaman induk
berpengaruh terhadap pengakaran pada stek. Stek yang berasal dari tanaman muda
akan lebih mudah berakar dari pada yang berasal dari tanaman yang berumur
lebih tua.
b. Jenis Tanaman
Keberhasilan dengan cara stek bergantung pada kesanggupan suatu jenis
tanaman untuk berakar. Ada jenis yang mudah berakar dan ada yang sulit berakar.
Jaringan sklerenkim yang rapat merupakan penghalang pemunculan akar, dimana
jaringan cincin sklerenkim pada tanaman berkayu jauh lebih banyak dibandingkan
tanaman berbatang lunak (Hartmann et al., 1990)
c. Adanya Tunas dan Daun Pada Stek
Menurut Hartmann et al. (1990) adanya tunas dan daun pada stek berperan
penting karena merupakan penghasil auksin endogen yang penting bagi perakaran.
Auksin endogen ditransport dari ujung stek menuju ke pangkal stek.

7

d. Persediaan Bahan Makanan
Persediaan bahan makanan sering dinyatakan dengan perbandingan antara
persediaan karbohidrat dan nitrogen (C/N ratio). Bahan stek yang mengandung
karbohidrat tinggi dan nitrogen cukup akan membentuk akar dan tunas
(Hartmann et al., 1990).
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi keberhasilan pertumbuhan stek
diantaranya

adalah

media

perakaran,

suhu,

kelembaban,

dan

cahaya

(Hartmann et al., 1990).
a. Media Perakaran
Media perakaran berfungsi sebagai pendukung stek selama pembentukan
akar, memberi kelembaban pada stek, dan memudahkan penetrasi udara pada
pangkal stek. Media perakaran yang baik menurut Hartmann et al. (1990) adalah
yang dapat memberikan aerasi dan kelembaban yang cukup, berdrainase baik,
serta bebas dari patogen yang dapat merusak stek.
b. Suhu dan kelembaban
Suhu berpengaruh terhadap kerja enzim, suhu yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan degradasi pada beberapa enzim. Suhu ideal yang diperlukan untuk
pertumbuhan yang paling baik adalah suhu optimum, yang berbeda untuk setiap
jenis tumbuhan. Kelembaban tinggi dapat mengurangi transpirasi pada stek
Hartmann et al. (1990).
c. Cahaya
Menurut Hartmann et al. (1990) Intensitas cahaya yang terlalu tinggi
membahayakan daun pada stek, menghambat perakaran, dan menurunkan
pertumbuhan akar. Rochiman dan Harjadi (1973) menambahkan bahwa stek yang
diberi naungan akan berakar lebih banyak daripada yang menerima cahaya
matahari langsung.

Peranan Zat Pengatur Tumbuh
Zat pengatur tumbuh adalah suatu bahan sintesis atau hormon tumbuh
yang mempengaruhi proses fisiologis tanaman. Zat ini mengatur pertumbuhan

8

tanaman dengan cara meniru suatu hormon, mempengaruhi sintesis hormon,
destruksi,

translokasi,

atau

mungkin

memodifikasi

aktivitas

hormonal

(Hartmann et al., 1990).
Terdapat beberapa macam zat pengatur tumbuh diantaranya yaitu auksin,
sitokinin, giberelin, dan etilen. Hartmann et al. (1990) menyebutkan zat pengatur
tumbuh yang paling berperan pada pengakaran stek adalah auksin. Penggunaan
zat pengatur tumbuh auksin bertujuan untuk meningkatkan persentase stek yang
membentuk akar, memacu inisiasi akar, meningkatkan jumlah dan kualitas akar
yang terbentuk, serta meningkatkan keseragaman dalam perakaran.
Menurut Watimena (1988) aktivitas auksin sintetik dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut diantaranya yaitu kesanggupan senyawa
tersebut untuk dapat menembus lapisan kutikula atau epidermis yang berlilin, sifat
translokasi di dalam tanaman, pengubahan auksin menjadi senyawa yang tidak
aktif di dalam tanaman (destruksi atau pengikatan), interaksi dengan hormon
tumbuh lainnya, spesies tanaman, fase pertumbuhan, serta lingkungan (suhu,
radiasi, dan kelembaban).
Auksin yang biasa dikenal yaitu indole-3-acetic acid (IAA), indole butyric
acid (IBA) dan napthalene acetic acid (NAA). Menurut Kusumo (1984)
penggunaan NAA dan IBA lebih baik daripada IAA. Auksin NAA dan IBA
memiliki sifat kimia yang lebih stabil dan mobilitasnya di dalam tanaman rendah,
sedangkan IAA dapat tersebar ke tunas-tunas dan menghambat pertumbuhan dan
perkembangan tunas tersebut. NAA memiliki kisaran konsentrasi yang sempit,
sedangkan IBA memiliki kisaran konsentrasi yang lebih fleksibel.
Hartmann et al. (1990) menyatakan bahwa pemberian auksin NAA dan
IBA dalam jumlah tertentu pada berbagai spesies tanaman yang berbeda dapat
memberikan respon yang bervariasi. Pemberian auksin pada konsentrasi yang
tepat dapat memacu perakaran namun pada konsentrasi tinggi dapat bersifat toksik
bagi tanaman.
Beberapa hasil penelitian mengenai penggunaan NAA dan IBA pada stek
beberapa jenis tanaman jeruk telah dilakukan. Penelitian Ferguson dan
Young (1985) menunjukkan bahwa perlakuan zat pengatur tumbuh NAA dan IBA
mampu meningkatkan perakaran pada stek tanaman jeruk Swingle Citrumelo.

9

Menurut Sabbah et al. (1991) penggunaan zat pengatur tumbuh NAA dan IBA
pada stek batang C. sinensis, C. reticulata, dan beberapa jenis jeruk hibrida dapat
meningkatkan persentase stek yang berakar serta jumlah dan kualitas akar yang
dihasilkan tiap stek, namun terdapat variasi respon perakaran pada tiap jenis klon
jeruk. Bhatt dan Tomar (2010) menambahkan penggunaan IBA juga dapat
mempengaruhi perakaran stek pada C. auriantifolia Swingle.

Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh
Menurut Hartmann et al. (1990) terdapat tiga cara yang sering digunakan
dalam aplikasi zat pengatur tumbuh yaitu Concentrated Solution Dip Method
(pencelupan cepat), Dilute Solution Soaking Method (perendaman), dan
Commercial Powder Preparation (pasta).
Pada metode pencelupan cepat, pangkal batang dicelupkan dalam larutan
zat pengatur tumbuh dengan waktu yang cepat, yaitu sekitar lima detik.
Konsentrasi yang digunakan pada metode pencelupan cepat berkisar antara
500 ppm hingga 10 000 ppm (Weaver, 1972; Hartmann et al., 1990).
Metode perendaman menggunakan dilakukan dengan merendam pangkal
batang dalam larutan zat pengatur tumbuh selama kurang lebih 24 jam sebelum
ditanam pada media. Konsentrasi yang digunakan bervariasi mulai dari 20 ppm
untuk spesies yang mudah berakar hingga 200 ppm untuk spesies yang sukar
berakar (Hartmann et al., 1990).
Pada metode pasta, pangkal batang diberi hormon yang terkandung dalam
zat pembawa yang berupa serbuk inert misalnya tanah liat atau tepung.
Konsentrasi yang digunakan berkisar 200 ppm hingga 1000 ppm untuk stek
berbatang lunak dan untuk stek berkayu menggunakan konsentrasi lima kali lebih
tinggi (Weaver, 1972).

10

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Pembibitan Kebun Percobaan
Cikabayan IPB, Bogor. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Mei 2011 hingga
bulan Juli 2011.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cabang jeruk pamelo
yang diambil dari tanaman induk jeruk pamelo kultivar Nambangan di Kebun
Percobaan Cikabayan IPB, larutan stok auksin NAA dan IBA, fungisida, pupuk
daun, dan media tanam berupa arang sekam. Alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah gunting stek, gelas plastik, hand sprayer, digital thermohygrometer, pot plastik, plastik sungkup, plastik mulsa, penggaris, jangka sorong
dan alat tulis.

Metode Penelitian
Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Petak
Terbagi (Split Plot Design) dua faktor dengan lima ulangan. Faktor pertama
sebagai petak utama adalah jenis auksin yaitu NAA dan IBA. Faktor kedua
sebagai anak petak adalah konsentrasi auksin yang terdiri dari : K0 (kontrol), K1
(100 ppm), K2 (150 ppm), K3 (200 ppm), dan K4 (250 ppm). Total satuan
percobaan adalah 50 satuan percobaan, setiap satuan percobaan terdiri dari 3 stek
sehingga total stek yang digunakan sebanyak 150 stek.
Model rancangan percobaan yang digunakan:
Yijk = µ + αi +βj +

ij

+ τk + (ατ)ik +

ijk

Keterangan :
Yijk = Nilai pengamatan dari jenis auksin ke-i, kelompok ke-j, pada konsentrasi
ke-k
μ

= Nilai tengah

αi

= Pengaruh dari jenis auksin ke-i

11

βj
ij

τk

= Pengaruh dari kelompok ke-j
= Pengaruh galat percobaan jenis auksin ke-i pada kelompok ke-j
= Pengaruh dari konsentrasi ke-k;

(ατ)ik = Interaksi antara jenis auksin ke-i dengan konsentrasi ke-k.
ijk

= Pengaruh galat percobaan jenis auksin ke-i, kelompok ke-j pada
konsentrasi ke-k
Data dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (uji F) pada taraf 5%,

dan apabila hasilnya berbeda nyata dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range
Test (DMRT) pada taraf 5% (Gomez dan Gomez, 1995).

Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan alat dan bahan
Kegiatan persiapan meliputi persiapan tempat penyetekan yang terdiri dari
pembuatan sungkup dan persiapan media tanam, persiapan larutan zat pengatur
tumbuh auksin, dan persiapan bahan stek. Area penyetekan berupa rumah
sungkup yang terbuat dari plastik. Penyungkupan dilakukan untuk menjaga agar
kelembaban di area penyetekan tetap tinggi. Bahan stek berupa bagian pucuk dari
cabang tanaman jeruk pamelo yang berwarna hijau tua. Cabang tanaman dipilih
yang memiliki diameter sekitar 0.5 cm dan kemudian dipotong dengan panjang 20
cm untuk bahan stek. Jumlah daun dikurangi menjadi 3 helai pada tiap stek untuk
mengurangi transpirasi dan disisakan hanya bagian sayap daun. Bahan stek
direndam dalam larutan fungisida Dithane M-45 selama 15 menit dengan
konsentrasi 2g/l untuk mencegah dari serangan bakteri dan cendawan.
2. Aplikasi zat pengatur tumbuh
Aplikasi zat pengatur tumbuh dilakukan sebelum stek ditanam pada media,
aplikasi ini menggunakan metode perendaman (Dilute Solution Soaking Method).
Pangkal stek direndam dalam larutan auksin sedalam 1 inchi selama 24 jam sesuai
dengan jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang telah ditentukan
(Hartmann et al., 1990).

12

1 inch

Gambar 1. Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh dengan Metode Perendaman
3. Penanaman stek pada media
Stek ditanam dalam pot plastik yang berisi media tanam berupa arang
sekam. Stek diletakkan dalam rumah sungkup untuk menjaga kelembaban. Stek
ditempatkan dibawah naungan paranet 65% untuk mengurangi kontak langsung
dengan sinar matahari.
4. Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan adalah kegiatan penyiraman pemupukan,
dan pengendalian organisme penggangu tanaman (OPT). Penyiraman dilakukan
ketika kelembaban media rendah. Pemupukan dilakukan seminggu sekali
menggunakan

pupuk

daun

Growmore

dengan

kandungan

NPK

10-55-10, diaplikasikan pada daun dengan konsentrasi 2 g/l. Pengendalian OPT
menggunakan fungisida dithane dengan konsentrasi 2 g/l.

Pengamatan
Pengamatan dilakukan hingga 10 minggu setelah tanam (MST). Peubah
yang diamati meliputi :
1.

Persentase stek bertunas (%), diamati jumlah stek yang muncul tunas.
Persentase stek bertunas = Jumlah stek bertunas x 100%
Jumlah stek total

2.

Jumlah tunas (unit), pengamatan dilakukan terhadap jumlah tunas yang
muncul pada tiap stek.

3.

Panjang tunas (cm), diukur dari pangkal hingga ujung tunas.

4.

Diameter tunas (cm), diukur diameter tunas pada pangkal tunas.

13

5.

Jumlah daun (helai), pengamatan dilakukan pada jumlah daun yang telah
terbentuk sempurna.

6.

Persentase stek berkalus (%), pengamatan dilakukan pada stek yang tumbuh
kalus. Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian berlangsung yaitu pada 10
MST.

7.

���������� ���� �������� =

�����ℎ ���� ��������
x 100%
�����ℎ ���� �����

Persentase stek berakar (%), pengamatan stek berakar dilakukan pada stek
yang masih segar dan telah tumbuh akar. Pengamatan dilakukan pada akhir
penelitian berlangsung yaitu pada 10 MST.

8.

���������� ���� ������� =

�����ℎ ���� �������
x 100%
�����ℎ ���� �����

Jumlah akar (unit), diamati setiap stek terhadap jumlah akar primer.
Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian berlangsung yaitu pada 10 MST.

9.

Panjang akar (cm), diamati panjang akar setiap stek yang dihitung mulai
pangkal hingga ujung akar terpanjang. Pengamatan dilakukan pada akhir
penelitian berlangsung yaitu pada 10 MST.

10. Diameter akar (cm), pengamatan diameter akar dilakukan pada pangkal akar.
Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian berlangsung yaitu pada 10 MST.
11. Persentase stek berakar-bertunas (%), diamati jumlah stek yang muncul akar
dan tunas. Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian berlangsung yaitu
pada 10 MST.
���������� ���� ������� =

�����ℎ ���� �������
x 100%
�����ℎ ���� �����

14

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Penelitian berlangsung dari bulan Mei 2011 sampai bulan Juli 2011 di
lahan Pembibitan Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Darmaga. Penelitian diawali
dengan pemilihan pohon induk jeruk pamelo yang sehat yang telah memasuki fase
dewasa. Bahan stek diambil dari bagian pucuk pada cabang tanaman. Pada
penelitian ini perbanyakan stek menggunakan teknologi sedehana non mist
propagation system. Stek ditanam dalam media tanam berupa arang sekam dan
diletakkan dalam rumah sungkup yang terbuat dari plastik bening untuk menjaga
kelembaban. Areal penyetekan terletak di bawah naungan paranet dengan
persentase naungan sebesar 65%.
Suhu rata-rata harian di dalam sungkup berkisar 26.4 – 31.9oC dengan
rata-rata kelembaban relatif harian berkisar 78 – 89%. Kondisi ini memungkinkan
stek untuk membentuk perakaran.
Pada minggu-minggu awal penyetekan, sebagian daun yang disisakan pada
stek mengalami kelayuan dan kemudian gugur. Daun yang gugur kemudian
digantikan oleh tunas baru yang muncul dari mata tunas pada ketiak daun,
beberapa stek mulai tumbuh tunas pada 3 MST.
Serangan penyakit yang terjadi selama penelitian adalah serangan
cendawan. Serangan cendawan dikendalikan dengan penyemprotan fungisida
dithane dengan konsentrasi 2 g/l.

a

b

Gambar 2. (a) Area Pemeliharaan Stek, (b) Gejala Serangan Cendawan pada Stek

15

Hasil Analisis Ragam
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan jenis auksin
berpengaruh nyata pada peubah persentase stek berakar, namun tidak berpengaruh
pada persentase stek berkalus, persentase stek bertunas, persentase stek berakarbertunas, jumlah akar, panjang akar, diameter akar, jumlah tunas, panjang tunas,
diameter akar, dan jumlah daun baru (Tabel 1).
Perlakuan konsentrasi berpengaruh nyata pada persentase stek berkalus,
persentase stek berakar, persentase stek bertunas, persentase stek berakarbertunas, panjang akar, diameter akar, panjang tunas, dan diameter tunas, namun
tidak berpengaruh pada peubah jumlah akar, jumlah tunas, dan jumlah daun yang
terbentuk (Tabel 1).
Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam terhadap Peubah yang Diamati pada
10 MST
Jenis Auksin
(J)

Perlakuan
Konsentrasi
(K)

Interaksi
(J*K)

Persentase Stek Berkalus
Persentase Stek Berakar
Persentase Stek Bertunas
Persentase Stek
Berakar-bertunas

tn
*
tn

*
*
*

tn
tn
tn

tn

*

tn

Jumlah Akar
Panjang Akar
Diameter Akar

tn
tn
tn

tn
*
*

tn
tn
tn

Jumlah Tunas
Panjang Tunas
Diameter Tunas
Jumlah Daun Baru

tn
tn
tn
tn

tn
*
*
tn

tn
tn
tn
tn

Peubah

Keterangan: * : berpengaruh nyata pada taraf 5%
tn : tidak berbeda nyata

16

Pembentukan Kalus
Kalus merupakan jaringan yang terbentuk sebelum tumbuhnya akar pada
stek. Kalus terbentuk pada bagian dasar stek ketika ditempatkan dalam kondisi
lingkungan yang mendukung. Kalus adalah massa yang tidak teratur dari sel-sel
parenkim

pada

berbagai

tahap

lignifikasi.

Pertumbuhan

kalus

adalah

proliferasi dari sel-sel muda di dasar stek di wilayah kambium vaskular
(Hartmann et al., 1990).

Gambar 3. Pembentukan Kalus pada Pangkal Stek Jeruk Pamelo
Persentase Stek Berkalus
Perlakuan jenis auksin tidak berpengaruh pada peubah persentase stek
berkalus pada 10 MST (Tabel 1). Jenis auksin NAA dan IBA memiliki
kemampuan yang tidak berbeda dalam mempengaruhi pembentukan kalus pada
stek jeruk pamelo (Tabel 2).
Tabel 2. Pengaruh Jenis Auksin dan Konsentrasi Auksin terhadap Persentase Stek
Berkalus pada 10 MST
Perlakuan
Jenis Auksin
NAA
IBA
Konsentrasi Auksin (ppm)
0
100
150
200
250
Interaksi

Persentase stek berkalus (%)
20.00
32.00
13.33 b
13.33 b
23.33 ab
43.33 a
36.67 ab
tn

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji
DMRT taraf 5%.

17

Perlakuan konsentrasi auksin berpengaruh terhadap persentase stek
berkalus pada 10 MST (Tabel 1). Tabel 2 menunjukkan pemberian auksin dengan
konsentrasi 200 ppm menghasilkan persentase stek berkalus yang lebih besar
dibandingkan konsentrasi 0 ppm (kontrol) dan 100 ppm, namun tidak berbeda
dengan konsentrasi 150 ppm dan 250 ppm. Rataan persentase stek berkalus
tertinggi diperoleh pada konsentrasi 200 ppm sebesar 43.33%. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian Febriana (2009) yang menunjukkan bahwa pemberian
konsentrasi auksin berpengaruh terhadap persentase stek berkalus pada stek
apokad. Stek yang diberi auksin dengan konsentrasi 200 ppm menghasilkan
persentase stek berkalus yang lebih besar dibandingkan dengan kontrol.
Menurut Hartmann et al. (1990) pada stek sering terjadi akar pertama
muncul melalui kalus, sehingga mengarah kepada asumsi bahwa pembentukan
kalus sangat penting untuk pengakaran. Namun pada kebanyakan jenis tanaman,
pembentukan kalus dan pembentukan akar tidak bergantung satu sama lain.
Pembentukan Akar
Terbentuknya akar pada stek merupakan penentu keberhasilan stek batang.
Akar merupakan organ tanaman yang penting karena memiliki fungsi yang cukup
banyak, diantaranya sebagai penyangga batang dan penyerap unsur hara, mineral,
dan air dari dalam tanah (Ashari, 1995). Akar yang terbentuk pada stek
merupakan akar adventif (Hartmann et al., 1990).

Gambar 4. Akar Adventif yang Terbentuk pada Stek Jeruk Pamelo
Persentase stek berakar
Perlakuan jenis auksin berpengaruh terhadap peubah persentase stek
berakar pada 10 MST (Tabel 1). Tabel 3 menunjukkan pemberian jenis auksin

18

IBA menghasilkan persentase stek berakar yang lebih besar dibandingkan jenis
auksin NAA. Menurut Hartmann et al. (1990) IBA merupakan jenis auksin
terbaik yang umum digunakan, karena tidak bersifat toksik bagi tanaman pada
selang konsentrasi yang luas dan efektif untuk memacu perakaran pada sebagian
besar tanaman. Selanjutnya Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa IBA
lebih baik dalam memacu perakaran dibandingkan dengan auksin lainnya,
konsentrasi IBA dapat bertahan pada tingkat yang tepat khususnya pada tahap
pembentukan akar selanjutnya.
Tabel 3. Pengaruh Jenis Auksin dan Konsentrasi Auksin terhadap Persentase Stek
Berakar pada 10 MST
Perlakuan
Jenis Auksin
NAA
IBA
Konsentrasi Auksin
(ppm)
0
100
150
200
250

Persentase stek berakar (%)

Interaksi

tn

14.67 b
26.67 a

6.67 b
13.33 b
20.00 ab
36.67 a
26.67 ab

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji
DMRT taraf 5%.

Perlakuan konsentrasi auksin berpengaruh terhadap persentase stek
berakar pada umur 10 MST (Tabel 1). Tabel 3 menunjukkan pemberian auksin
dengan konsentrasi 200 ppm menghasilkan persentase stek berakar yang lebih
besar dibandingkan konsentrasi 0 ppm (kontrol) dan 100 ppm, namun tidak
berbeda dengan konsentrasi 150 ppm dan 250 ppm. Konsentrasi 200 ppm
menghasilkan persentase stek berakar yang tertinggi sebesar 36.67%. Pemberian
auksin dengan konsentrasi 100 ppm hingga 200 ppm menunjukkan adanya
peningkatan persentase stek berakar, namun pada konsentrasi 250 ppm persentase
stek berakar cenderung sedikit menurun.
Ferguson dan Young (1985) dan Sabbah et al. (1991) menyatakan bahwa
penggunaan zat pengatur tumbuh pada stek beberapa spesies jeruk lebih efisien

19

dalam memacu perakaran. Selanjutnya Hartmann et al. (1990) menyatakan bahwa
pemberian auksin NAA dan IBA dalam jumlah tertentu pada berbagai spesies
tanaman yang berbeda dapat memberikan respon yang bervariasi. Pemberian
auksin pada konsentrasi yang tepat dapat memacu perakaran namun pada
konsentrasi tinggi dapat bersifat toksik bagi tanaman. Stek jeruk pamelo yang
berhasil membentuk akar dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Perakaran Stek Jeruk Pamelo pada Umur 10 MST
Hasil penelitian de Andres et al. (2004) pada tanaman Colutea Istria dan
penelitian Husen dan Pal (2007) pada tanaman Tectona grandis menunjukkan
bahwa pemberian auksin eksogen memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
persentase stek berakar. Stek yang diberi auksin menghasilkan persentase berakar
yang lebih tinggi dibandingkan kontrol. Penelitian Raju and Prasad (2010)
mengenai penggunaan jenis dan konsentrasi hormon auksin pada tanaman
Celasturs paniculatus menunjukkan bahwa persentase stek berakar tergantung
pada jenis dan konsentrasi hormon yang digunakan. Konsentrasi hormon adalah
faktor yang signifikan dalam induksi perakaran.
Auksin mempunyai peran penting dalam perkembangan akar adventif,
meningkatkan persentase perakaran, meningkatkan kualitas akar dan keseragaman
dalam perakaran dari stek (Husen dan Pal, 2007; Opuni-Frimpong et al., 2008).
Pemberian auksin eksogen dapat menyebabkan adanya perubahan pada aktivitas
enzim dan kandungan kofaktor yang memungkinkan terbentuknya keseimbangan
hormonal serta inisiasi primordia akar dan perkembangan akar (Husen, 2008).

20

Jumlah akar, panjang akar, dan diameter akar
Perlakuan jenis auksin tidak berpengaruh terhadap jumlah akar, panjang
akar, dan diameter akar pada 10 MST (Tabel 1). Jenis auksin NAA memiliki
kemampuan yang tidak berbeda dengan IBA dalam memacu pertumbuhan akar
pada stek jeruk pamelo (Tabel 4).
Tabel 4. Pengaruh Jenis Auksin dan Konsentrasi Auksin terhadap Pertumbuhan
Akar pada 10 MST
Perlakuan

Jumlah
Akar

Panjang
Akar (cm)

Diameter
Akar (cm)

Jenis Auksin
NAA
IBA

0.47
0.95

0.60
1.04

0.02
0.04

Konsentrasi (ppm)
0
100
150
200
250
Interaksi

0.17
0.70
0.70
1.07
0.90
tn

0.21 c
0.40 bc
0.62 abc
1.47 a
1.41 ab
tn

0.01 c
0.02 bc
0.03 abc
0.06 a
0.04 ab
tn

Keterangan: Angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Perlakuan konsentrasi auksin tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
jumlah akar yang terbentuk pada 10 MST (Tabel 1). Namun dapat dilihat bahwa
stek yang diberi auksin menghasilkan nilai rataan jumlah akar yang lebih besar
dibandingkan kontrol (0 ppm), meskipun secara statistik tidak berbeda nyata
(Tabel 4). Hasil penelitian Amri et al. (2010) pada stek Dalbergia melanoxylon
menunjukkan bahwa stek yang diberi auksin menghasilkan akar yang lebih
banyak dibandingkan dengan kontrol.
Perlakuan konsentrasi auksin berpengaruh terhadap panjang akar dan
diameter akar pada stek jeruk pamelo pada umur 10 MST (Tabel 1). Tabel 4
menunjukkan pemberian auksin dengan konsentrasi 200 ppm menghasilkan
panjang akar dan diameter akar yang lebih besar dibandingkan konsentrasi 0 ppm
(kontrol) dan 100 ppm, namun tidak berbeda dengan konsentrasi 150 ppm dan
250 ppm. Pemberian auksin eksogen menghasilkan pertumbuhan akar yang lebih
baik dibandingkan dengan kontrol.

21

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Husen dan Pal (2007) pada
stek Tectona grandis dan penelitian Husen (2008) pada stek Dalbergia sissoo
yang menunjukkan bahwa pemberian auksin eksogen memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap panjang akar stek. Stek yang diberi auksin menghasilkan akar
yang lebih panjang dibandingkan kontrol.

Pembentukan Tunas dan Daun
Pembentukan tunas sangat penting sebagai tahap awal primordia daun.
Daun merupakan organ tanaman yang memiliki jumlah klorofil terbesar yang
berfungsi sebagai tempat terjadinya proses fotosintesis yang menghasilkan sumber
energi bagi tanaman (Ashari, 1995).

Gambar 6. Tunas dan Daun pada Stek Jeruk Pamelo
Persentase stek bertunas
Perlakuan jenis auksin tidak berpengaruh terhadap persentase stek bertunas
pada 10 MST (Tabel 1). Jenis auksin NAA memiliki kemampuan yang tidak
berbeda dengan IBA dalam mempengaruhi pembentukan tunas pada stek jeruk
pamelo (Tabel 5).
Perlakuan konsentrasi auksin berpengaruh terhadap persentase stek
bertunas pada 10 MST (Tabel 1). Tabel 5 menunjukkan pemberian auksin dengan
konsentrasi 200 ppm menghasilkan persentase stek bertunas yang lebih besar
dibandingkan konsentrasi 0 ppm (kontrol), 100 ppm, 150 ppm, dan 250 ppm.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Febriana (2009) pada stek

22

apokad yang menunjukkan bahwa konsentrasi auksin berpengaruh terhadap
persentase bertunas pada 10 MST. Pemberian auksin 200 ppm pada stek apokad
menghasilkan persentase stek bertunas yang lebih besar dibandingkan perlakuan
lainnya.
Tabel 5. Pengaruh Jenis Auksin dan Konsentrasi Auksin terhadap Persentase Stek
Bertunas pada 10 MST
Perlakuan
Jenis Auksin
NAA
IBA
Konsentrasi Auksin (ppm)
0
100
150
200
250
Interaksi

Persentase stek bertunas (%)
13.33
9.33
6.67 b
10.00 b
10.00 b
26.67 a
3.33 b
tn

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji
DMRT taraf 5%.

Tabel 5 menunjukkan rataan persentase stek bertunas yang tertinggi
terdapat pada penggunaan konsentrasi 200 ppm sebesar 26.67%. Persentase stek
bertunas secara umum mengalami peningkatan pada penggunaan auksin dengan
konsentrasi 100 ppm hingga 200 ppm namun pada penggunaan konsentrasi
250 ppm persentase stek bertunas cenderung menurun. Rataan stek bertunas pada
konsentrasi 250 ppm lebih rendah daripada konsentrasi 0 ppm (kontrol), meskipun
secara statistik tidak berbeda nyata. Menurut Hartmann

Dokumen yang terkait

Pengaruh Teknik Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh dan Umur Pindah Tanam Bibit TSS (True Shallot Seeds) terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah (Allium ascaloicum L.)

6 85 199

Pengaruh Konsentrasi Dan Frekuensi Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh Kinetin Terhadap Pemecahan Dormansi Pucuk Tanaman Teh (Camellia sinensis L.) Produksi

0 38 103

Pengaruh Berbagai Level Zat Pengatur Tumbuh Dekamon 22,43 L Dan Pupuk Kandang Domba Terhadap Produksi Dan Pertumbuhan Legum Stylo (Stylosanthes Gractlis)

0 34 66

Pengaruh Pemberian Pupuk Stadya Daun Dan Zat Pengatur Tumbuh Atonik 6,5 L Terhadap Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma Cacao L.)

0 41 96

Pengaruh Berbagai Level Zat Pengatur Tumbuh Dekamon 22,43 L dan Pupuk Kandang Domba Terhadap Kualitas Legum Stylo (Stylosanthes gracilis)

1 56 64

Pengarah campuran media tanam dan zat pengatur tumbuh Giberellin terhadap pertumbuhan bibit mengkudu (Morinda citrifolia L.)

0 27 84

Pengaruh Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Atonik dan Dosis Pupuk Urea terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jahe Muda (Zingiber officinale Rosc.)

4 51 92

Komposisi Media Pembibitan tl-m Zat Pengatur Tumbuh Dekamon 22,43 L Mempengaruhi Pertumbuhan Bibit Enten Tanaman Durian (Durio zibhethinus M u n*) Dibawah Naungan Tanaman Pepaya.

0 61 50

Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Asam Giberelat (GA3) dan Pupuk NPK pada Penyambungan Tanaman Mangga (Mangifera indica L.)

3 30 93

Pengaruh Strangulasi Single dan Double terhadap Perbaikan Keragaan Bibit Jeruk Pamelo (Citrus grandis (L.) Osbeck).

0 4 113