Evaluasi beberapa karakter agronomi, nilai gizi dan persepsi masyarakat terhadap tanaman indigenous di Jawa Barat

i

EVALUASI BEBERAPA KARAKTER AGRONOMI, NILAI
GIZI DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP
TANAMAN INDIGENOUS DI JAWA BARAT

UTAMY PRAWATI
A24070091

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

iii

RINGKASAN
UTAMY PRAWATI. Evaluasi Beberapa Karakter Agronomi,
Nilai Gizi dan Persepsi Masyarakat Terhadap Tanaman
Indigenous di Jawa Barat. (Dibimbing oleh EDI SANTOSA).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai ekonomi dan agronomi,

serta faktor-faktor pemanfaatan sayuran indigenous di Jawa Barat. Penelitian
exploratif dan observatif dilakukan di Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur dan
Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat yang dilaksanakan pada bulan November
2010 - April 2011.
Penelitian diawali dengan pengamatan di pasar tradisional yaitu Pasar
Bogor dan Pasar Anyar yang terletak di Kotamadya Bogor. Kemudian, ditelusuri
asal sayuran tersebut hingga ke petani. Tanaman yang dipilih yaitu kenikir, genjer,
poh-pohan dan leunca. Kandungan gizi tanaman ini di analisis menggunakan GCMS untuk mengetahui senyawa kimia yang terkait dengan keamanan konsumsi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sayuran indigenous tersedia di pasar
setiap hari. Sayuran tersebut memiliki nilai ekonomi relatif tinggi bagi petani dan
konsumen. Faktor-faktor yang mendorong tingginya konsumsi tanaman sayuran
indigenous antara lain harga yang murah, kesukaan konsumen, kemudahan
memperoleh tanaman sayuran indigenous, serta cara untuk mengkonsumsi yang
mudah. Sayuran tersebut ditanam diberbagai agroekologi dengan cara budidaya
yang berbeda-beda. Umumnya, sayuran ditanam secara tumpang sari untuk
membagi resiko dari tanaman yang umum seperti palawija. Selain itu, petani
menanam tanaman sayuran indigenous ini untuk menambah pendapatan ekonomi.
Kajian produktivitas menunjukkan bahwa untuk tanaman kenikir dan tanaman
leunca yang ditanam pada dataran rendah ( 800 m dpl) dan poh-pohan ditanam di ketinggian menengah
(600-800 m dpl) memiliki produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan

ketinggian lain. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai produktivitas tersebut
mengingat dalam penelitian ini terdapat frekuensi panen yang berbeda antar
lokasi. Apakah perbedaan frekuensi panen merupakan efek dari ketinggian tempat
yang berbeda ataukah karena tindakan agronomi yang berbeda.

iv
Analisis menggunakan GC-MS menunjukkan adanya zat anti gizi dalam
tanaman kenikir, genjer, poh-pohan, dan leunca berturut-turut yaitu 18.75 %,
18.82 %, 22 % dan 23.80 % dari total senyawa yang teramati. Zat tersebut dapat
menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan. Diduga kandungan zat anti gizi
yang terkandung dalam kandungan sayuran indigenous menjadi penghambat
berkembangnya sayuran tersebut.

ii

EVALUASI BEBERAPA KARAKTER AGRONOMI, NILAI
GIZI DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP
TANAMAN INDIGENOUS DI JAWA BARAT

Skripsi sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh:
Utamy Prawati
A24070091

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

v

Judul

: EVALUASI BEBERAPA KARAKTER AGRONOMI,
NILAI GIZI DAN PERSEPSI MASYARAKAT
TERHADAP TANAMAN INDIGENOUS DI JAWA
BARAT


Nama : Utamy Prawati
NIM : A24070091

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Edi Santosa, M.Si.
NIP 19700520 199601 1 001

Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian IPB

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr
NIP 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus :

vi


RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Propinsi Jawa Barat pada tanggal 31 Juli
1989. Penulis adalah anak pertama dari Bapak Syafrudin Arief dan Ibu Arien
Lestiyawati.
Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Tunas
Wijaya pada tahun 1995. Kemudian, penulis melanjutkan ke SDN Sasanawiyata II
sampai tahun 2001. Pendidikan selanjutnya penulis tempuh di SMP Negeri 15
Bogor sampai dengan tahun 2004, dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan
ke SMA Negeri 8 Bogor hingga lulus tahun 2007. Tahun 2007, penulis diterima
sebagai mahasiswa di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk
IPB).
Pada Tahun 2009 dan 2010 penulis mendapatkan pendanaan dari
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI) dalam lomba program kreativitas
mahasiswa dalam bidang penelitian. Penulis juga aktif dalam kegiatan ekstra
kurikuler di Himpunan Profesi pada tahun 2009/2010 penulis aktif sebagai staf
PSDM Himpunan Mahasiswa Agronomi dan Hortikultura (HIMAGRON). Tahun
2010/2011 menjadi Bendahara I HIMAGRON. Penulis Juga aktif dalam kegiatan
kokurikuler tahun 2011 penulis menjadi asisten mata kuliah Ilmu Tanaman

Perkebunan.

vii

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan kekuatan dan hidayah-Nya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan
dengan baik. Penelitian yang berjudul “Evaluasi Beberapa Karakter Agronomi,
Nilai Gizi dan Persepsi Masyarakat Terhadap Tanaman Indigenous Di Jawa
Barat” ini dilaksanakan terdorong oleh keinginan untuk mengetahui manfaat yang
diperoleh dari sayuran indigenous. Penelitian ini dilaksanakan di tiga kota berbeda
yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Tasikmalaya.
Ucapan terimakasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada:
1. Keluarga tercinta; abah, mamah, yudha, bon-bon yang tak henti-hentinya
memberikan doa dan dukungan kepada penulis.
2. Dr. Ir. Edi Santosa, M.Si. selaku dosen pebimbing atas kesabaran dan
keikhlasan dalam memberikan bimbingan ilmu dan nasehat kepada penulis
selama pelaksanaan penelitian.
3. Dr. Ir. Darda Efendi, M.Si. selaku pebimbing akademik atas arahan dan
bimbingan ilmu yang diberikan kepada penulis.

4. Dr.Ir. Anas D. Susila, Ms dan Dr. Ani Kurniawati, SP MSi. selaku dosen
penguji atas kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan
skripsi ini.
5. Pedagang sayur indigenous yang berada di Pasar Anyar dan Pasar Bogor.
6. Para petani sayuran indigenous yang berada di daerah Ciapus, Ciampea,
Cianjur dan Tasikmalaya.
7. Masyarakat Desa Cimandala, Desa Ciparigi, Pejaten, Desa Citalahab yang
membantu dalam pengisian kuesioner.
8. Laboratorium Kesehatan Daerah Jakarta yang mengizinkan penulis dalam
melaksanakan penelitian.
9. Sahabat-sahabatku: Ira, Martini, Qori, Ima, keluarga besar AGH 44 yang
selalu memberikan bantuan, motivasi dan semangat.
10. Semua pihak yang telah membantu penelitian ini baik secara langsung
maupun tidak langsung.

viii
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya bidang pertanian. Kritik dan saran yang membangun
sangat penulis harapkan.
Bogor, Agustus 2011


Penulis

ix

DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang .................................................................................................... 1
Tujuan .................................................................................................................. 2
Hipotesis .............................................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 3
Kenikir (Cosmos caudatus Kunth) ...................................................................... 3
Genjer (Limnocharis flava (L.) Buchenau) ......................................................... 4
Leunca (Solanum americanum Miller)................................................................ 5
Poh-pohan (Pilea melastomoides) ....................................................................... 6
Kristal Oksalat ..................................................................................................... 7
BAHAN DAN METODE ....................................................................................... 8
Waktu dan Tempat .............................................................................................. 8
Alat dan Bahan .................................................................................................... 8

Metode Percobaan ............................................................................................... 9
Pelaksanaan ....................................................................................................... 10
Pengamatan ....................................................................................................... 11
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 14
Aspek Agronomi ............................................................................................... 14
Kenikir (Cosmos caudatus Kunth)................................................................. 14
Genjer (Limnocharis flava (L.) Buchenau) .................................................... 16
Poh-pohan (Pilea melastomoides) ................................................................. 18
Leunca (Solanum americanum Miller) .......................................................... 20
Jumlah Stomata .............................................................................................. 22
Aspek Gizi ......................................................................................................... 25
Kristal Oksalat ............................................................................................... 25
Gizi................................................................................................................. 27
Rantai Pemasaran .............................................................................................. 39
Nilai Ekonomi ................................................................................................... 42
Aspek Konsumsi................................................................................................ 46
Pembahasan ....................................................................................................... 52
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 58
Kesimpulan ........................................................................................................ 58
Saran .................................................................................................................. 58

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 59

x

DAFTAR TABEL
Nomor
1.

Halaman

Data iklim di lapangan ..................................................................................... 8

2. Data rata-rata berbagai peubah kenikir per tanaman pada umur ± 6 minggu..16
3.

Data rata-rata berbagai peubah genjer per tanaman pada umur ± 5
minggu ........................................................................................................... 18

4.


Data rata-rata berbagai peubah poh-pohan per tanaman pada umur ± 8
minggu ............................................................................................................20

5.

Data rata-rata berbagai peubah leunca per tanaman pada umur ± 6
minggu ........................................................................................................... 22

6.

Rata-rata jumlah stomata pada tanaman kenikir, genjer, poh-pohan dan
leunca per lokasi studi dengan perbesaran 40 x 10 ........................................ 23

7.

Kelompok asam lemak yang terkandung dalam tanaman sayuran
indigenous ...................................................................................................... 32

8.

Kelompok anti gizi yang terkandung dalam tanaman sayuran indigenous ... 33

9.

Kelompok alkohol yang terkandung dalam tanaman sayuran indigenous ..... 35

10. Kelompok asam palmitat yang terkandung dalam tanaman sayuran
indigenous ...................................................................................................... 36
11. Kelompok senyawa benzena yang terkandung dalam tanaman sayuran
indigenous ...................................................................................................... 36
12. Kelompok senyawa terpenoid yang terkandung dalam tanaman sayuran
indigenous ...................................................................................................... 37
13. Kelompok senyawa alkana yang terkandung dalam tanaman sayuran
indigenous ...................................................................................................... 38
14. Kelompok senyawa antioksidan yang terkandung dalam tanaman sayuran
indigenous ...................................................................................................... 38
15. Persentase pendapat konsumen tentang harga (n=90) .................................. 43
16. Persentase konsumen memperoleh pedagang sayuran indigenous (n=90). ... 43
17. Persentase konsumen menyatakan kemudahan konsumsi (n=90) ................. 47
18. Persentase pendapat konsumen menyangkut kegemaran mengkonsumsi
sayuran indigenous......................................................................................... 49

xi

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1.

Bagan langkah-langkah pelaksanaan penelitian sayuran indigenous di
Jawa Barat .................................................................................................... 11

2.

Kondisi tanaman kenikir dilapang (a) Ciapus (b) Cipanas .......................... 15

3.

Kondisi tanaman genjer di (a) Tasikmalaya yang tumbuh dikolam dan
ditanam dengan gulma eceng gondok (b) Ciampea ..................................... 17

4.

Kondisi tanaman poh-pohan di lapang (a) Cipanas yang ditanam dekat
air (b) Tasikmalaya yang ditanam di lahan kering. ..................................... 19

5.

Kondisi tanaman leunca di lapang (a) Tanaman di Ciapus ditanam di
bawah tegakan pohon sebagai sistem tumpang sari (b) Pertanaman di
Cipanas (c) pertanaman di Ciampea yang lebih intensif dibandingkan
daerah lain. ....................................................................................................21

6.

Foto daun dengan perbesaran 40 x 10 yang menunjukkan adanya
stomata kenikir asal lokasi berbeda pada (a) Ciapus (b) Cipanas (c)
Ciampea ....................................................................................................... 23

7.

Foto daun dengan perbesaran 40 x 10 yang menunjukkan adanya
stomata genjer asal lokasi berbeda pada (a) Tasikmalaya (b) Cipanas (c)
Ciampea. ...................................................................................................... 24

8.

Foto daun dengan perbesaran 40 x 10 yang menunjukkan adanya
stomata poh-pohan asal lokasi berbeda pada (a) Ciapus (b) Cipanas (c)
Tasikmalaya. ................................................................................................ 24

9.

Foto daun dengan perbesaran 40 x 10 yang menunjukkan adanya
stomata leunca asal lokasi berbeda pada (a) Ciapus (b) Cipanas (c)
Ciampea. ...................................................................................................... 25

10.

Kristal oksalat dengan perbesaran 40 x 10 pada tanaman sayuran
indigenous di Jawa Barat (a) Kenikir (b) genjer (c) poh-pohan (d)
leunca. .......................................................................................................... 26

11.

Proporsi senyawa kimia pada tanaman kenikir ........................................... 28

12.

Kromatogram tanaman kenikir menggunakan GC-MS ............................... 28

13.

Proporsi senyawa kimia pada tanaman genjer ............................................. 29

14.

Kromatogram tanaman genjer menggunakan GC-MS ............................... 29

15.

Proporsi senyawa kimia pada tanaman poh-pohan ...................................... 30

16.

Kromatogram tanaman poh-pohan menggunakan GC-MS ......................... 30

xii
17.

Proporsi senyawa kimia pada tanaman leunca ............................................ 31

18.

Kromotogram tanaman leunca menggunakan GC-MS................................ 31

19.

Kondisi sayuran indigenous (kenikir, kemangi, dan pucuk kemang) di
Pasar Bogor. ................................................................................................. 41

20.

Pola distribusi diambil dari 7 petani tanaman sayuran indigenous dari
petani hingga ketangan konsumen. .............................................................. 41

21.

Persentase tempat konsumen membeli sayuran indigenous ........................ 44

22.

Dampak
yang
dirasakan
responden
terhadap
kebiasaan
mengkonsumsi sayuran indigenous ............................................................. 45

23.

Faktor yang menentukan konsumen dalam memilih sayuran indigenous ... 46

24.

Cara konsumen dalam mengolah sayuran indigenous sebelum
dikonsumsi ................................................................................................... 48

25.

Partisipasi konsumen dalam mengkonsumsi sayuran indigenous ............... 49

26.

Persentase konsumen dalam jumlah pembelian rata-rata sayuran
indigenous dalam konsumen........................................................................ 50

27.

Frekuensi rumah tangga dalam mengkonsumsi sayuran indigenous ........... 51

28.

Bagan akar permasalahan yang saat ini dihadapi terkait dengan
pengembangan tanaman indigenous ............................................................ 56

29.

Bagan permasalahan agronomi yang perlu diperbaiki terkait
pengembangan tanaman indigenous ............................................................ 57

xiii

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Kuisioner terhadap petani ................................................................................. 62
2. Kuisioner terhadap konsumen ........................................................................... 63
3. Pengamatan produktivitas tanaman sayuran indigenous................................... 65
4. Tahapan analisis GC-MS pada tanaman indigenous ......................................... 66
5. Metode pengambilan stomata pada tanaman indigenous .................................. 67
6. Tahapan pengamatan kristal oksalat ................................................................. 68
7. Ringkasan hasil sidik ragam beberapa peubah pada tanaman kenikir .............. 68
8. Ringkasan hasil sidik ragam beberapa peubah pada tanaman genjer ............... 69
9. Ringkasan hasil sidik ragam berapa peubah pada tanaman poh-pohan ............ 69
10. Ringkasan hasil sidik ragam berapa peubah pada tanaman leunca ................. 70

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia memiliki berbagai spesies tanaman berguna, salah satunya
adalah kelompok sayuran. Tanaman sayuran tersebut tumbuh baik secara liar
maupun dibudidayakan secara tradisional dan dimanfaatkan baik oleh masyarakat.
Sejarah membuktikan

bahwa

nenek

moyang kita

telah banyak

memanfaatkan tanaman sayuran indigenous sebagai bahan pangan dan kesehatan.
Menurut Putrasamedja (2003), terdapat 111 jenis tanaman sayuran indigenous
yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk dikonsumsi maupun sebagai
tanaman hias. Kurniasih (2010) menambahkan sayuran tersebut telah banyak
dimanfaatkan dengan baik secara turun menurun. Sayuran tersebut menyediakan
zat gizi yang sangat bermanfaat bagi tubuh seperti vitamin, mineral serta serat.
Meningkatnya kesadaran akan kesehatan, menyebabkan konsumsi sayuran
lebih mendapat perhatian. Menurut Puslitbang Gizi dan Makanan (2007) tingkat
konsumsi sayuran pada masyarakat Indonesia masih rendah yaitu sebesar 37.94
kg/kapita/tahun. Selain jumlah, hal yang perlu diperhatikan dalam mengkonsumsi
sayuran adalah kualitasnya. Di Jawa Barat, budaya makan sayur dalam bentuk
segar, dimasak maupun dalam bentuk salad (lalab) cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan daerah lain. Tingginya kegemaran makan sayuran
tradisional tersebut tidak lepas dari ketersediaan sayuran tradisional yang
melimpah di Jawa Barat.
Saat ini sayuran dijumpai di supermarket maupun pasar tradisional.
Sayuran yang banyak ditemukan adalah kangkung, bayam, wortel, buncis, kacang
panjang, dan sebagainya. Dalam jumlah yang lebih sedikit, sayuran tradisional
juga tersedia seperti leunca, kenikir, katuk, poh-pohan, pegagan, rebung, pakis,
genjer dan pucuk kemang. Kelompok sayuran kedua tersebut merupakan sebagian
kecil dari sayuran indigenous. Menurut Kusmana dan Suryadi (2004) sayuran
indigenous merupakan sayuran asli daerah yang telah banyak diusahakan dan
dikonsumsi secara turun temurun atau sayuran introduksi yang telah berkembang
lama dan dikenal masyarakat di suatu daerah tertentu.

2
Sayuran tradisional atau sayuran indigenous memiliki peranan penting
terutama bagi daerah yang relatif masih terisolasi. Sayuran tersebut bernilai
ekonomi penting bagi konsumen dan bagi petani yang menanam sayuran
indigenous tersebut. Di daerah Jawa Barat khususnya banyak petani yang
menanam sayuran indigenous, terutama dikonsumsi sebagai lalapan. Pemanfaatan
sayuran tersebut mencerminkan tingginya interaksi masyarakat dengan tanaman
dan juga memiliki aspek pelestarian tanaman-tanaman lokal.
Data-data yang terkait sayuran lokal masih sedikit baik dari segi agronomi,
gizi serta anti gizi yang terkadung di dalamnya. Oleh karena itu, untuk menjamin
kesehatan pangan, diperlukan kajian zat gizi. Analisis kandungan zat gizi tersebut
juga bermanfaat bagi program-program perbaikan di masa mendatang. Selain itu,
standarisasi sayuran lokal masih belum baik. Adanya perbedaan kualitas
dipengaruhi oleh faktor budidaya dan lingkungan. Oleh sebab itu, diperlukannya
identifikasi keragaman tanaman dari lokasi yang berbeda sehingga dapat
dilakukan maksimalisasi teknologi budidaya.
Tanaman yang dipilih pada penelitian ini adalah genjer, poh-pohan, leunca
dan kenikir. Pemilihan tersebut didasarkan pada pertimbangan keempat tanaman
tersebut yang relatif mudah ditemukan dan dikonsumsi masyarakat Jawa Barat
secara luas. Pemilihan lokasi kabupaten didasarkan pada penelusuran awal
sebagai daerah sentra sayuran tradisional.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai ekonomi dan faktor-faktor
agronomi yang mendorong pemanfaatan di Jawa Barat.

Hipotesis
1. Terdapat perbedaan agronomis antar aksesi tanaman sayuran indigenous.
2. Persepsi masyarakat terhadap sayuran indigenous positif atau negatif.
3. Terdapat perbedaan kandungan nilai gizi dari setiap jenis tanaman
sayuran indigenous.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Kenikir (Cosmos caudatus Kunth.)
Kenikir merupakan anggota dari famili compositae. Tanaman ini berasal
dari Amerika yang di introduksi ke Spanyol sampai Filipina. Tumbuhan ini
berumur pendek, memiliki kandungan aromatik, dan dapat tumbuh hingga
mencapai tiga meter. Tanaman memiliki daun majemuk, tersusun secara
berlawanan dan menyirip dengan daun berwarna hijau. Bunga majemuk yang
berbentuk bonggol yang panjangnya sekitar 5 cm, memiliki kelopak yang
berbentuk seperti lonceng. Buah berbentuk seperti jarum, keras dan ujungnya
berambut. Bijinya berukuran kecil, keras dan berwarna hitam. Tanaman ini dapat
tumbuh di dataran rendah hingga mencapai ketinggian 1 600 m. Tanaman ini
menyukai tempat yang memiliki intensitas sinar matahari tinggi (Van den Bergh,
1994).
Kenikir diperbanyak melalui biji. Biji disemai secara langsung di lapang
atau melalui pembibitan. Semaian dari pembibitan dipindahkan ke lapang setelah
berumur tiga minggu dengan rekomendasi jarak penanaman 25 cm x 25 cm.
Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk organik (10 ton/Ha) dan
ditambah dengan pupuk urea sebanyak 200 kg/Ha. Pemupukan mempengaruhi
kualitas daun. Setelah enam minggu, daun dapat dipanen dan pemanenan
selanjutnya dilakukan setiap tiga minggu (Van den Bergh, 1994).
Setiap 100 gram daun kenikir mengandung air 93 g, protein 3 g, lemak
0.4 g, karbohidrat 0.4 g, serat 1.6 g, dan abu 1.6 g. Daun mengandung Ca (270
mg) dan vitamin A (0.9 mg). Nilai energi yang dikonsumsi sangat rendah sekitar
70 kJ/100 g. Daun juga mengandung minyak esensial (Van den Bergh, 1994).
Menurut Eka (2010), daun kenikir mengandung saponin, flavonoid,
polifenol, dan minyak atsiri. Secara tradisional, daun kenikir digunakan sebagai
obat penambah nafsu makan, lemah lambung, penguat tulang dan pengusir
serangga. Penelitian Kurniasih (2010) menemukan kandungan senyawa di dalam
daun kenikir yang memiliki daya antioksidan yang cukup tinggi. Senyawa yang
bersifat antioksidan dapat memacu proses apoptosis melalui jalur intrinsik (jalur

4
mitokondria). Pemacuan apoptosis merupakan salah satu cara penghambatan
penyebab kanker.
Genjer (Limnocharis flava (L.) Buchenau)
Genjer merupakan tanaman asli Amerika latin dan daerah tropis, yang
diperkenalkan Asia selatan-timur seabad lalu. Genjer berasal dari famili
limnocharitaceae. Saat ini genjer, banyak tumbuh di Indonesia (Jawa, Sumatera),
Malaysia, Thailand, Burma dan Srilanka.
Tanaman berumur panjang, tumbuh di daerah rawa, tinggi berkisar 20-100
cm dan memiliki anakan. Daun berbentuk bulat telur 5-30 cm x 4-25 cm.
Tangkai daun panjangnya 5-75 cm, tebal dan berongga. Genjer berkembang
melalui umbi lapis, tetapi juga dapat berkembang biak melalui biji. Bunga
memiliki 13-15 rangkaian bunga dengan panjang batang mencapai 90 cm,
memiliki 3 kelopak bunga dan berwarna kuning. Buah majemuk berbentuk bulat
atau ellips berdiameter 1.5-2 cm, tertutup oleh mahkota bunga. Benih berukuran
1-1.5 mm, dilengkapi dengan jambul melintang berwarna coklat tua. Bibit
dengan satu kotiledon memiliki panjang 8-11.5 mm, selubungnya di sekeliling
daun pertama. Genjer dapat tumbuh di rawa, tumbuh ditempat yang berair
dangkal seperti sawah dan kolam ikan ketinggian hingga 1 300 m (Van den
Bergh, 1994).
Genjer dapat dipanen sepanjang tahun, pemupukkan dilakukan 1-2 minggu
sebelum penanaman, tanah diberi pupuk organik 10 ton/Ha. Penanaman
dilakukan dengan jarak tanam yaitu 30 cm x 30 cm. Panen daun dan bunga
dilakukan setelah 2-3 bulan setelah tanam. Jika periode panen kurang teratur,
populasi tanaman akan cepat memadat dan dapat berpengaruh terhadap kualitas.
Setelah pemanenan, daun dan bunga diikat bersama atau diikat terpisah menjadi
ikatan kecil (Van den Bergh, 1994).
Genjer per 100 gram mengandung protein 1 g, lemak 0.3 g, karbohidrat 0.5
g, vitamin A 5000 IU dan vitamin B1 10 UI. Nilai energi yang dihasilkan 38
kJ/100 g (Van den Bergh, 1994).

5
Leunca (Solanum americanum Miller)
Leunca berasal dari Amerika Selatan dan saat ini leunca banyak ditemukan
di daerah tropis. Leunca pada awalnya merupakan tanaman yang tumbuh liar yang
dikenal sebagai gulma budidaya. Leunca merupakan famili solanaceae. Bagian
yang dikonsumsi dari tanaman leunca adalah daun dan buah (Siemonsma dan
Jansen, 1994).
Tanaman ini tumbuh tegak, dapat bertahan secara tahunan atau berumur
pendek. Tinggi tanaman hingga 1.5 m, tidak berduri, batang berwarna hijau tua
atau merah keunguan. Batang berbentuk silinder, bersudut atau bersayap. Daun
tersusun spiral berpasangan. Tangkai daun 1-9 cm, bentuk daun seperti bulat telur
meruncing 1-16 cm x 1-12 cm. Bunga memiliki 2-20 rangkaian bunga. Bunga
majemuk dan berbentuk lonceng 1-3 mm. Buah leunca berbentuk bulat dengan
diameter 0.5-1 cm, warna hijau kebiruan atau hitam keunguan pada saat matang
dan mengandung 40-100 biji. Biji berbentuk cakram, berukuran 1-1.5 mm, dan
berwarna krem (Siemonsma dan Jansen, 1994).
Leunca dapat beradaptasi di lingkungan yang luas dan mudah ditemukan di
kebun buah, pekarangan, dan kebun. Di daerah tropis biasanya hidup di daerah
pegunungan hingga mencapai ketinggian 3 000 m (Siemonsma dan Jansen, 1994).
Leunca diperbanyak melalui biji. Biasanya ditanam melalui persemaian
dan ditanam di lapang ketika tingginya 8 cm atau berumur 5 minggu setelah
semai. Jika ketersediaan air cukup, leunca dapat hidup tahunan. Jarak tanam yang
direkomendasikan untuk produksi daun adalah 25 cm x 25 cm, sedangkan jarak
tanam untuk buah 50 cm x 50 cm (Siemonsma dan Jansen, 1994).
Tanaman biasanya dipanen dua bulan setelah tanam. Daun muda dengan
panjang 5-6 cm, dapat dipanen setiap 1-2 minggu. Panen buah muda pertangkai
dengan jumlah pertangkai 7-8 buah, dapat dilakukan setiap 3-10 hari
(Siemonsma dan Jansen, 1994).
Leunca dikonsumsi buah yang warna hijau dan daun muda dengan proporsi
95% dan 70 %. Setiap 100 gram buah leunca mengandung air 90 g, protein 1.9 g,
lemak 0.1 g, karbohidrat 7.4 g, Ca 274 mg, Fe 4.0 mg, karoten 0.5 mg, vitamin
B1 0.10 mg, vitamin C 17 mg. Nilai energi yang dihasilkan senilai 190 kJ/100 kg
(Siemonsma dan Jansen, 1994).

6
Poh-pohan (Pilea melastomoides)
Poh-pohan berasal dari Amerika Selatan dan sekarang tersebar diseluruh
Asia. Daun muda disukai karena baunya yang khas. Pada umumnya tumbuhan
itu tumbuh secara liar dipinggir hutan, di ladang-ladang dan kebun-kebun yang
umumnya jauh dari pemukiman penduduk. Poh-pohan merupakan anggota dari
famili urticaceae (Soedirdjoatmojo, 1986) .
Tanaman ini dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun. Tanaman ini
diperbanyak dengan biji atau stek. Daun berbentuk bulat telur, mempunyai urat
yang sejajar dan menonjol. Di daerah pegunungan seperti Cipanas, Tretes,
Sarangan dan Tawangmangu, poh-pohan ini dijadikan tanaman hias. Banyak
pula masyarakat yang memanfatkan poh-pohan sebagai tanaman pagar. Daun
muda dapat dimakan sebagai lalapan mentah, lalapan matang, pecel dan gadogado (Soedirdjoatmojo, 1986).
Poh-pohan menghendaki tanah yang lembab, baik yang terbuka atau agak
ternaungi dan dapat tumbuh subur sepanjang tahun. Tanaman poh-pohan tumbuh
subur di tanah yang gembur hingga mencapai ketinggian sekitar 2 m. Poh-pohan
dapat tumbuh di dataran tinggi antara 600 – 2 700 m di atas permukaan laut
(Soedirdjoatmojo, 1986) .
Tanaman biasanya diperbanyak melalui biji. Untuk mendapatkan bibit
yang baik, biji poh-pohan disemaikan dibedengan. Sebulan setelah biji
disemaikan, bibit dapat dipindahkan ke lubang penanaman yang sudah
dipersiapkan terlebih dahulu. Lubang tanam biasanya ± 30 cm dengan garis
tengahnya 40 cm. Seminggu sebelum ditanam, di lubang-lubang penanaman
tersebut diberi pupuk kandang atau kompos sebanyak 2-3 kg per lubang. Dua
hari kemudian diberikan tambahan pupuk urea atau ZA sebanyak 20 g per
lubang. Jarak tanam yang direkomendasikan untuk tanaman hias 75 cm x 75 cm
atau 1 m x 1 m. Sebagai pagar hidup diperlukan jarak 20 cm x 20 cm atau 25 cm
x 25 cm (Soedirdjoatmojo, 1986) .

7
Kristal Oksalat
Kristal kalsium oksalat terdapat di dalam sayuran dapat mempengaruhi
rasa pada sayuran, misalnya rafid dapat menyebabkan rasa gatal. Terdapat
berbagai bentuk kristal oksalat, yaitu roset, prisma dan jarum. Bentuk kristal yang
didapat pada umumnya bentuk roset seperti pada daun pepaya (Carica papaya L),
bayam (Amaranthus spp.), kangkung (Ipomoea aquatica Forsk.), singkong
(Manihot esculenta Crantz), melinjo (Gnetum gnemon L.), kelor (Moringa
oleifera Lamk.), katuk (Sauropus androgynus L. Merr) dan kenikir (Cosmos
caudatus Kunth). Kristal bentuk prisma terdapat pada lembayung dan selada
(Lactuca Sativa). Kristal bentuk jarum pada sembukan (Paederia foetida L) dan
talas (Colocasia esculenta). Tanaman kenikir termasuk memiliki kerapatan kristal
oksalat yang paling tinggi di antara sayuran lainnya (Endang et al., 1998).

8

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat
Penelitian lapang dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai April
2011 di tiga Kabupaten yaitu Bogor, Cianjur, dan Tasikmalaya. Data agroekologi
lokasi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Data iklim di lapangan
Suhu
(°C)*

CH

Altitude

(mm/Bulan)*

Kelembapan
(%)*

Lokasi

Kecamatan

Kabupaten

Sukaharja

Ciapus

Bogor

25.6

293

83.4

300

Ciampea

Ciampea

Bogor

25.6

295

83.4

201

Pasir
Sarongge

Segunung

Cianjur

20.73

400

81.1

1230

Citalahab

Karang Jaya Tasikmalaya

**

368

**

**

Keterangan

: *Sumber: BMKG, Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor
**
: tidak memiliki data

Penimbangan dan pengeringan dilakukan di Laboratorium Pasca Panen,
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB. Pengamatan
stomata serta pengamatan kristal oksalat dilakukan di Laboratorium Mikro
Tehnik, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB. Analisis
senyawa kimia tanaman dilakukan Laboratorium Pemeriksaan Doping dan
Kesehatan Masyarakat, Laboratorium Kesehatan Daerah Jakarta.

Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan ialah tanaman kenikir, genjer, leunca dan pohpohan. Keempat sayuran tersebut dipilih karena memiliki penyebaran dan

(mdpl)*

9
konsumsi yang luas. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah penggaris,
jangka sorong, kamera dan kain biru.

Metode Percobaan
Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif meliputi observasi
lapangan dan kuesioner. Data dianalisis dengan menggunakan uji t-student, yaitu
untuk pengukuran kualitas panen meliputi bobot basah tanaman dan bobot kering
tanaman (akar, daun, buah), tinggi tanaman, diameter batang, panjang daun, lebar
daun, serta pengamatan jumlah daun. Uji t-student ini menggunakan taraf 5%.
Uji t-student dilakukan pada pengamatan yang setara. Rumus yang digunakan
adalah:





: Nilai tengah contoh 1 dan 2
: Ragam contoh 1 dan 2
: Jumlah contoh 1 dan 2

: Simpangan baku gabungan
Nilai berbeda nyata apabila tstudent > ttabel dan tidak berbeda nyata apabila
tstudent < ttabel ; ttabel diperoleh dari nilai sebaran t pada taraf 5% dan db ( n1 + n2 –
2).
Data yang dianalasis dengan rata-rata yaitu meliputi harga sayuran
indigenous, kemudahan menemukan sayuran indigenous, tempat pembelian
sayuran indigenous, dampak mengkonsumsi sayuran indigenous, dasar pilihan
konsumen, kemudahan konsumsi, cara mengolah sayuran indigenous, partisipasi
konsumen, kegemaran konsumen dalam mengkonsumsi sayura indigenous,
jumlah pembelian, frekuensi rumah tangga dalam mengkonsumsi sayuran
indigenous.

10
Pelaksanaan
Pelaksanaan penelitian dimulai dari konsumen dilanjutkan penelusuran ke
pasar-pasar yang berada di daerah Jawa Barat. Dari informasi yang diperoleh di
pasar lalu mengamati di pedagang atau penjual. Penelusuran berlanjut hingga
ditemukan lahan pertanaman (Gambar 1). Identifikasi sayuran dilakukan dengan
mengacu pada PROSEA 8 (1994). Identifikasi dilakukan di kebun petani yang
menanam poh-pohan, kenikir, genjer, dan leunca. Tanaman tersebut kemudian
diidentifikasi secara agronomi. Setelah melakukan identifikasi kemudian
dilakukan

analisis

zat

nutrisi

Chromatography Mass Detector).

dengan

menggunakan

GC-MS

(Gas

Konsumen (90 orang)

Pasar (2 Pasar)

↓↑
Pedagang/Pengumpul (7 orang)

↓↑
Desa-desa (4 Desa)

↓↑
Petani ( 7 petani)

↓↑
Lahan

↓↑
Tanaman (10 tanaman)
↑ = Alur barang petani ke pasar
↓ = Alur Penelusuran dalam Penelitian
Gambar 1. Bagan langkah-langkah pelaksanaan penelitian sayuran indigenous di
Jawa Barat

Pengamatan
Pengambilan data dilakukan di pasar, desa/petani, lahan/tanaman dan
konsumen. Pengamatan yang dilakukan di pasar dilakukan dengan menggunakan
kuesioner terbuka. Kuesioner disampaikan kepada pedagang mengenai

12
komoditas yang dijual, data penjualan komoditas setiap harinya dan menanyakan
asal tanaman sayuran indigenous. Jumlah responden yang diambil dipasar
sebanyak 7 orang. Jumlah tersebut ditentukan berdasarkan survey awal bahwa
jawaban responden tersebut hampir seragam.
Pengamatan di desa diawali dengan melakukan identifikasi potensi desa
tersebut. Data pendukung seperti ketinggian tempat berdasarkan data BMG. Luas
kepemilikan lahan dan komoditi yang dibudidayakan dilakukan melalui
wawancara dengan petani.
Jumlah responden konsumen dalam penelitian ini adalah 90 orang yang
meliputi 4 desa. Pemilihan responden ini adalah konsumen yang pernah
mengkonsumsi sayuran indigenous. Responden diambil dari pedesaan (50%) dan
perkotaan (50%). Observasi dilakukan pada aspek harga, tingkat kesukaan,
kemudahan memperoleh sayuran, dan tingkat kemudahan dalam mengkonsumsi.
Data quisioner juga meliputi partisipasi mengkonsumsi, jumlah pembelian, tempat
pembelian, cara mengkonsumsi, dampaknya bagi kesehatan, serta saran-saran
untuk pengembangan sayuran indigenous tersebut.
Pengamatan agronomis dan botanis dilakukan terutama terkait peubah
sebagai berikut:
1. Cara budidaya tanaman, luas lahan pertanaman, pemeliharaan, hama
penyakit, cara panen, agroekologi dan siklus panen (Lampiran 1 &
Lampiran 2).
2. Produktivitas tanaman diukur dari setiap individu tanaman, yang
memiliki umur yang sama pada setiap lokasi berdasarkan informasi
dari petani. Umur yang sama tersebut dipilih agar pembanding antar
lokasi menjadi valid menurut kaidah statistik (Lampiran 3).
Produksi = populasi x bobot rata-rata pertanaman
Produktivitas =
3. Kualitas panen (bobot basah tanaman dan bobot kering tanaman
(akar, daun, buah), tinggi tanaman, diameter batang, panjang daun,
lebar daun, serta pengamatan jumlah daun).
4.

Analisis gizi tanaman dilakukan dengan menggunakan GC-MS.
Tanaman digerus hingga halus, lalu di rendam daun yang dengan

13
ethanol 80 % selama 24 jam. Setelah direndam selama 24 jam lalu
diambil untuk diuapkan dengan menggunakan turbo uap dengan gas
nitrogen, sampai kondisi pekat.

Running

menggunakan alat

autosampler. Alat ini menggunakan suhu injeksi ± 250 oC, suhu
sumber ion ± 230oC. Energi elektron yang digunakan 70 eV. Hasil
analisis dari GC-MS dibandingkan dengan referensi pustaka standar
WILEY 275 (Lampiran 4).
5. Analisis mikroskop:


Daun untuk mengamati jumlah stomata (Lampiran 5).



Daun diperas dan diamati cairannya lalu didokumentasikan
(keberadaan kristal oksalat) (Lampiran 6).

14

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aspek Agronomi

Keragaman tanaman yang diperoleh dalam penelitian ini merupakan
bentuk keragaman kuantitatif yang menunjukan beberapa pertumbuhan yang
berbeda pada setiap tempat dan komoditasnya. Suwena (2007) menyatakan
agroekologi yang bervariasi dari satu tempat ke tempat lain, dan kebutuhan
tumbuhan akan keadaan lingkungan yang khusus menyebabkan adanya
keragaman jenis tumbuhan. Suatu budidaya yang baik akan menghasilkan
tanaman yang baik dibandingkan tanaman tanpa pemeliharaan atau liar.

Kenikir (Cosmos caudatus Kunth)
Kondisi Lahan. Selama penelitian lapangan, relatif sulit untuk
menemukan lokasi budaya keempat tanaman yang diteliti dalam kondisi yang
ideal. Lahan tanaman kenikir dapat ditanam di mana saja. Kenikir dapat ditanam
di pekarangan maupun perkebunan. Kondisi lahan untuk tanaman kenikir di
Ciapus, Cipanas serta Ciampea dengan kondisi tanah yang kering. Melalui
penelusuran lokasi, diperoleh luas lahan yang ditanami kenikir yaitu 2 500 m2 di
Ciapus, 250 m2 di Cipanas dan 200 m2 di Ciampea. Lokasi tersebut berada di
Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur. Dalam budidaya ketiganya memiliki
kemiripan yaitu relatif intensif yang ditandai dengan cara menanam dengan jarak
tanam yang teratur. Panen secara terukur, dan dipelihara dengan baik. Secara
visual, terdapat perbedaan penampilan tanaman (Gambar 2).

15

(a)

(b)

Gambar 2. Kondisi tanaman kenikir dilapang (a) Ciapus (b) Cipanas
Persemaian. Persemaian merupakan kegiatan awal di lapangan dari
kegiatan penanaman. Petani sayuran indigenous tidak menggunakan varietas
tertentu dalam menanam sayuran ini, tetapi menggunakan varietas atau klon yang
tersedia di sekitar petani. Biji tanaman kenikir ditebar di lahan persemaian
sebelum ditanam. Satu minggu kemudian tanaman kenikir di pindah ke lahan
produksi dengan jarak tanam yang teratur. Cara yang demikian terjadi pada tiga
lokasi tanaman kenikir.
Jarak tanam. Menurut penelitian Pambayun (2008) jarak tanam pada
sayuran indigenous hanya akan meningkatkan bobot basah panen. Jarak tanam
untuk tanaman kenikir di tiga lokasi studi memiliki kesamaan yaitu dengan jarak
tanam 25 cm x 25 cm. Tanaman kenikir umumnya ditanam secara sistem tumpang
sari dengan memanfaatkan lahan-lahan kosong yang berada di sela tanaman lain.
Pemupukan. Secara umum, para petani sayuran indigenous jarang
melakukan kegiatan pemupukkan lengkap (NPK). Pupuk yang biasa digunakan
adalah urea atau pupuk kandang. Pemupukkan urea umumnya dilakukan apabila
pertumbuhan tanaman kurang memuaskan. Pada kondisi demikian, pupuk
diberikan dengan dosis yang rendah (1-2 gram per tanaman). Menurut Lestari
(2008) pemupukkan pada tanaman sayuran indigenous dapat meningkat bobot
basah panen tanaman.

16
Cara panen yang dilakukan petani sayuran indigenous masih sederhana.
Panen tanaman kenikir pertama biasanya dilakukan pada saat umur tanaman
sudah mencapai 6 minggu, yang menarik adalah adanya frekuensi panen pada
ketiga lokasi studi yang berbeda-beda. Petani kenikir di Ciapus memanen satu kali
per minggu, petani kenikir di daerah Cipanas memanen satu kali per bulan. Petani
kenikir didaerah Ciampea melakukan panen setiap empat hari sekali.
Produktivitas.

Produktivitas

dihitung

berdasarkan

bobot

basah

pertanaman dikalikan dengan jumlah populasi. Bedasarkan pengamatan di lapang
pengaruh perbedaan tempat berpengaruh terhadap kadar air, produktivitas
tanaman kenikir. Produktivitas yang dihasilkan untuk Ciapus 457.6 kg/ha,
Cipanas 297.6 kg/ha dan Ciampea 1214.4 kg/ha (Tabel 2).

Tabel 2. Data rata-rata berbagai peubah kenikir per tanaman pada umur ±
6 minggu
Peubah
Bobot Basah Akar (g)
Bobot Kering Akar (g)
Bobot Basah Daun (g)
Bobot Kering Daun (g)
Tinggi Tanaman (cm)
Diameter Batang (cm)
Panjang Daun (cm)
Lebar Daun (cm)
Jumlah Daun
Keterangan:

Ciapus
0.72 ± 0.442
0.282 ± 0.193
2.86 ± 1.68
0.71 ± 0.41
17.70 ± 4.55
0.23 ± 0.11
11.68 ± 2.3
0.94 ± 0.28
11.9 ± 3.3

Cipanas
0.688 ± 0.569
0.21 ± 0.0568
0.186 ± 0.272
0.05 ± 0.0085
17.50 ± 2.82
0.26 ± 0.31
7.2 ± 1.48
0.84 ± 0.29
10.2 ± 1.7

Ciampea
29.1 ± 13.4
10.9 ± 10.9
7.59 ± 2.31
4.0 ± 1.53
40.9 ± 10.8
0.67 ± 0.19
19.66 ± 5.33
2.34 ± 0.19
14.9 ± 2.1

± = Standar Deviasi

Genjer (Limnocharis flava (L.) Buchenau)
Kondisi lahan. Tanaman genjer ditanam di lahan agak sedikit berair,
rawa, kolam atau area persawahan. Lahan genjer yang diamati guna
membandingkan teknologi budidaya dan kualitas sayur genjer yang berada di
Tasikmalaya, Cipanas dan Ciampea. Luas lahan yang ditanami genjer berturutturut adalah 50 m2, 100 m2 dan 12 m2. Perlu dicatat bahwa di lokasi studi tanaman
genjer tidak ada yang ditanam secara khusus. Umumnya, genjer merupakan
tanaman yang tumbuh di kolam atau di sawah (Gambar 8). Gambar 8 (a)

17
menunjukkan bahwa genjer sering ada bersama dengan tanaman lain seperti eceng
gondok (Eichornia crassipes). Banyak kajian menunjukkan bahwa eceng gondok
merupakan tanaman penyerap polusi perairan. Situasi tersebut mengindikasikan
bahwa kondisi pertanaman genjer menjadi rawan dengan kualitas sayuran yang
dihasilkan.

(a)

(b)

Gambar 3. Kondisi tanaman genjer di (a) Tasikmalaya yang tumbuh di
kolam dan ditanam dengan gulma eceng gondok (b) Ciampea
Persemaian. Tanaman genjer tidak dilakukan persemaian terlebih dahulu.
Biasanya para petani menebar langsung bekas bonggol yang telah diambil
daunnya atau buahnya. Perbanyakan menggunakan biji jarang dilakukan.
Jarak tanam. Para petani tanaman genjer tidak mengatur jarak tanam
secara khusus. Genjer diperbanyak dengan anakan vegetatif, sehingga semakin
lama populasi tanaman akan semakin tinggi. Petani jarang yang melakukan
penjarangan secara teratur. Penjarangan secara tidak langsung dilakukan
bersamaan dengan kegiatan panen yaitu dengan mencabut tanaman yang rapat.
Pencabutan tersebut untuk mempertahankan kualitas daun agar ukurannya tetap
besar.

18
Pemupukkan. Petani tanaman genjer tidak ada yang melakukan
pemupukkan. Hara nutrisi bagi tanaman mengandalkan kesuburan lahan dan hara
yang ada dalam kolam. Mengingat kolam juga dijadikan sebagai tempat MCK
(mandi-cuci-kakus), maka keberadaan bahan pencemar seperti mikroorganisme
dan logam berat perlu untuk mendapat perhatian. Namun demikian, dalam
penelitian ini, kandungan mikroorganisme dan status logam berat tersebut tidak
diamati.
Panen. Panen tanaman genjer dilakukan dengan cara mencabut tanaman.
Panen pertama biasanya setelah tanaman berumur ± 5 minggu atau memiliki 2-3
daun besar. Frekuensi panen pada ketiga lokasi ini berbeda-beda. Pada lokasi
Cipanas petani memanen genjer satu kali per minggu. Sedangkan, petani daerah
Ciampea serta Tasikmalaya, melakukan panen dua minggu sekali.

Tabel 3. Data rata-rata berbagai peubah genjer per tanaman pada umur ± 5
minggu
Peubah
Bobot Basah Daun (g)
Bobot Kering Daun (g)
Bobot Basah Akar (g)
Bobot Kering Akar (g)
Tinggi Tanaman (cm)
Jumlah Rumpun
Jumlah Bunga
Diameter Rumpun (cm)
Panjang Daun (cm)
Lebar Daun (cm)
Keterangan:

Tasikmalaya
15.37 ± 8.74
1.01 ± 0.75
8.78 ± 3.88
1.55 ± 0.69
26.93 ± 4.45
3.5 ± 1.38
0.6 ± 0.516
1.44 ± 0.60
9.70 ± 1.84
7.88 ± 1.99

Cipanas
55.8 ± 37
2.72 ± 2.37
24.6 ± 16.2
3.01 ± 2.58
36.28 ± 5.16
4 ± 0.816
1.2 ± 0.919
2.35 ± 0.72
12.52 ± 2.09
11.10 ± 2.07

Ciampea
12.12 ± 3.4
1.8 ± 0.86
5.94 ± 3.28
1.71 ± 1.08
21.50 ± 3.06
5.9 ± 1.97
1.2 ± 1.14
1.57 ± 0.42
7.69 ± 1.42
5.92 ± 1.64

± = Standar Deviasi

Poh-pohan (Pilea melastomoides)
Kondisi lahan. Tanaman poh-pohan ditanam di lahan dengan kondisi
yang berair atau dikondisi lahan kering (Gambar 4). Lahan yang diamati pada
penelitian ini adalah lahan milik petani yang berada di Ciapus, Cipanas serta
Tasikmalaya, lahan

berturut-turut adalah 2 500 m2, 200 m2 dan 100 m2.

Perbedaan lahan tersebut menggambarkan kondisi lapangan yang sangat beragam.

19

(a)

(b)

Gambar 4. Kondisi tanaman poh-pohan di lapang (a) Cipanas yang
ditanam dekat air (b) Tasikmalaya yang ditanam di lahan
kering.
Persemaian.

Pada

tanaman

poh-pohan

persemaian

dilakukan

menggunakan stek batang yang sudah agak tua atau menggunakan bijinya. Stek
batang dilakukan menggunakan batang ruas 2 - 3 buah lalu semaikan hingga
muncul tunas-tunas baru. Tiga atau empat minggu kemudian baru dipindahkan ke
lapangan. Selama di persemaian di siram secara teratur.
Jarak tanam. Pada tanaman poh-pohan jarak tanam yang digunakan
untuk menanam bervariasi. Di daerah Ciapus dan Cipanas, petani menggunakan
jarak tanam 25 cm x 25 cm, sedangkan di Tasikmalaya jarak tanam yang
digunakan adalah 50 cm x 50 cm.
Panen. Panen tanaman poh-pohan pertama dilakukan pada umur tanaman
berusia ± 6 minggu. Frekuensi panen yang dilakukan setiap lahan berbeda. Pada
lahan Ciapus dilakukan dua minggu sekali, sedangkan di Cipanas dan
Tasikmalaya, panen dilakukan satu minggu sekali.
Produktivitas. Pengaruh perbedaan tempat berpengaruh terhadap kadar
air dan produktivitas tanaman poh-pohan. Produktivitas yang dihasilkan tanaman
untuk lokasi Ciapus adalah 8 416 kg/ha, Cipanas 4 948 kg/ha dan Tasikmalaya 1
428 kg/ha (Tabel 4).

20
Tabel 4. Data rata-rata berbagai peubah poh-pohan per tanaman pada umur
± 8 minggu setelah tanam
Peubah
Bobot Basah Daun (g)
Bobot Kering Daun (g)
Bobot Basah Akar (g)
Bobot Kering Akar (g)
Lebar Daun (cm)
Tinggi Tanaman (cm)
Panjang Daun (cm)
Diameter Batang (cm)
Jumlah Daun
Jumlah Bunga
Jumlah Cabang
Keterangan:

Ciapus
52.6 ± 36.7
6.0 ± 4.1
34.3 ± 27.1
6.27 ± 4.69
9.95 ± 2.81
64.8 ± 13.5
15.40 ± 4.31
0.733 ± 0.189
25.5 ± 15.7
4.6 ± 7.5
1.3 ± 1.95

Cipanas
123.7 ± 94
10.6 ± 13.5
84.3 ± 65.2
12.05 ± 9.05
4.93 ± 1.11
23.0 ± 11.9
8.05 ± 2.08
0.954 ± 0.28
55.8 ± 38.5
1.1 ± 1.4
3.7 ± 1.49

Ciampea
35.7 ± 18.3
3.5 ± 2.18
10.67 ± 6.6
2.25 ± 1.26
5.63 ± 0.89
18.5 ± 10.5
12.63 ± 5.27
0.71 ± 0.129
19.2 ± 13.6
0.3 ± 0.7
2.8 ± 0.632

± = Standar Deviasi

Leunca (Solanum americanum Miller)
Kondisi lahan. Tanaman leunca sebagian besar ditanam di lahan kering
(Gambar 5), baik di kebun atau di pekarangan rumah. Pengamatan produktivitas
lahan yang diamati adalah lahan yang berada Ciapus, Cipanas, serta Ciampea.
Lokasi yang diamati berada di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur. Luas
lahan yang diamati berturut-turut adalah 2 500 m2, 100 m2, 200 m2. Sistem
tumpang sari yang dilakukan petani bertujuan untuk mengoptimalkan lahan agar
lebih produktif.

21

(a)

(b)

(c)

Gambar 5. Kondisi tanaman leunca di lapang. (a) Tanaman di Ciapus
ditanam di bawah tegakan pohon sebagai sistem tumpang sari
(b) Pertanaman di Cipanas (c) pertanaman di Ciampea yang
lebih intensif dibandingkan daerah lain.
Persemaian. Pada tanaman leunca, biji diambil dari buah yang sudah tua
atau buah yang sudah berwarna keunguan. Biji lalu dikeringkan kemudian
disemai langsung ke tanah. Sekitar berumur 3 minggu, tanaman leunca baru
dipindahkan ke lapang dengan menggunakan jarak tanam yang digunakan petani.
Jarak tanam. Jarak tanam yang digunakan pada tanaman leunca di
Ciapus dan Cipanas adalah 50 cm x 50 cm, sedangkan jarak tanam yang
digunakan petani di daerah Ciampea adalah jarak tanam 75 cm x 75 cm.
Panen. Panen buah leunca dilakukan dengan cara memetik buah yang
sudah matang buahnya berwarna hijau maupun keunguan. Frekuensi panen pada
lahan yang berada di Ciapus dan Cipanas panen dilakukan seminggu sekali,
sedangkan untuk lahan Leuwiliang panen dilakukan empat hari sekali. Perbedaan
tersebut diduga ada kaitannya dengan perbaikan tindakan agronomi yang
dilakukan oleh petani dan agroekologi yang berbeda.
Produktivitas. Perbedaan tempat berpengaruh terhadap produktivitas
serta kadar air tanaman leunca. Produktivitas yang dihasilkan tanaman untuk
lokasi Ciapus adalah 179 kg/ha, Cipanas 856 kg/ha dan Ciampea 1 248 kg/ha
(Tabel 5).

22
Tabel 5. Data rata-rata berbagai peubah leunca per tanaman pada umur ± 6
minggu setelah tanam
Peubah
Bobot Basah Buah (g)
Bobot Kering Buah (g)
Bobot Basah Daun (g)
Bobot Kering Daun (g)
Bobot Basah Akar (g)
Bobot Kering Akar (g)
Jumlah Bunga
Jumlah Cabang
Tinggi Tanaman (cm)
Jumlah Buah
Diameter Batang (cm)
Panjang Daun (cm)
Lebar Daun (cm)
Diameter Buah (cm)
Keterangan:

Ciapus
8.75 ± 6.96
0.77 ± 0.62
40.4 ± 27.4
8.12 ± 5.55
17.04 ± 9.17
5.54 ± 3.02
3 ± 2.9
5.1 ± 3.7
32.95 ± 6.34
9.9 ± 7.9
0.651 ± 0.179
7.93 ± 1.22
5.65 ± 1.66
0.871 ± 0.181

Cipanas
21.4 ± 16
1.98 ± 2.21
107.4 ± 90.6
15.4 ± 11
49.6 ± 40.7
7.93 ± 6.22
7.3 ± 5.6
5.3 ± 3.2
23.1 ± 11.3
25.7 ± 15.0
0.995 ± 0.41
5.48 ± 2.23
3.12 ± 1.11
0.887 ± 0.15

Ciampea
31.2 ± 30
14.2 ± 17.2
110