EVALUASI KARAKTER AGRONOMI BEBERAPA VARIETAS MENTIMUN (Cucumis sativus L.)

(1)

ABSTRAK

EVALUASI KARAKTER AGRONOMI BEBERAPA VARIETAS MENTIMUN (Cucumis sativus L.)

Oleh ANGGA RIADI

Karakter agronomi suatu tanaman perlu diketahui sebagai data atau informasi acuan dalam proses pemuliaan tanaman khususnya pada tahap seleksi tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui karakter agronomi pada setiap varietas yang memiliki potensi produksi tinggi dan mutu buah yang baik dan mengetahui kriteria keragaman genetik tanaman mentimun dari setiap varietas yang diteliti untuk ditentukan sebagai bahan persilangan membentuk keragaman genetik baru. Penelitian dilaksanakan di Desa Sinar Agung, Kecamatan Pulau Panggung, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung pada bulan September sampai bulan November 2014. Bahan utama penelitian berupa 15 varietas mentimun yang terdiri atas mentimun kelompok rujak, lalap, dan baby. Penelitian dilakukan dengan rancangan acak lengkap dengan tiga kali ulangan. Untuk melihat perbedaan karakter agronomi dilakukan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf nyata 5%, sedangkan untuk mengetahui keragaman luas ataukah sempit dilakukan dengan cara membandingkan ragam dengan simpangan bakunya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ; Berdasarkan data yang diperoleh, terdapat


(2)

beberapa varietas yang lebih unggul dibanding yang lain. Penentuan tersebut bisa didasarkan pada karekter kadar brix tertinggi, tekanan buah terendah, panjang dan bobot buah terbesar. Pada mentimun lalap diketahui bahwa Venus memiliki kadar brix 3,27%, tekanan buah 4,68, panjang buah 14,91 cm dan bobot 160,22 g. Kemudian Wulan memiliki kadar brix 3,43%, tekanan buah 4,74, panjang buah 14, 27 cm dan bobot buah 185,98 g. Pada mentimun rujak diketahui Misano memiliki kadar brix 3,25%, tekanan buah 5,83, panjang buah 16,9 cm dan bobot buah 189,57 g. Varietas Monza dan Toska juga memiliki keunggulan tersebut, namun rasa pangkal buah pada Monza sangat pahit dan Toska tidak cocok

ditanam di dataran rendah sehingga keduanya tidak dianjurkan untuk dipilih. Pada kelompok baby karakter kadar brix dan tekanan buah tidak berbeda nyata namun panjang dan bobot buahnya lebih baik Vitani yaitu 11,15 cm dan 123,65 g. Varietas-varietas tersebut bisa dipilih sebagai bahan persilangan untuk membentuk populasi dengan keragaman genetik baru. Populasi dengan keragaman genetik baru tersebut bisa diseleksi untuk dijadikan tetua potensial berproduksi tinggi dan mutu buah yang baik. Kemudian untuk kriteria keragaman genetik pada semua karakter mentimun yang diteliti adalah sempit, baik untuk mentimun lalap, mentimun rujak, maupun mentimun baby.

Kata kunci : Karakter agronomi, mentimun, ragam genetik.


(3)

EVALUASI KARAKTER AGRONOMI BEBERAPA VARIETAS MENTIMUN (Cucumis sativus L.)

Oleh Angga Riadi

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Model Analisis Ragam Menggunakan Rancangan Acak

Lengkap (RAL). ... 22

2. Karakter tanaman kelompok mentimun lalap. ... 29

3. Karakter tanaman kelompok mentimun rujak. ... 30

4. Karakter tanaman kelompok mentimun baby. ... 30

5. Karakter generatif kelompok mentimun lalap. ... 33

6. Karakter generatif kelompok mentimun rujak. ... 33

7. Karakter generatif kelompok mentimun baby. ... 34

8. Ragam dan kriteria keragaman genotipe pada kelompok mentimun lalap. ... 35

9. Ragam dan kriteria keragaman fenotipe pada kelompok mentimun lalap. ... 36

10. Ragam dan kriteria keragaman genotipe pada kelompok mentimun rujak. ... 36

11. Ragam dan kriteria keragaman fenotipe pada kelompok mentimun rujak. ... 37

12. Ragam dan kriteria keragaman genotipe pada kelompok mentimun baby. ... 37

13. Ragam dan kriteria keragaman fenotipe pada kelompok mentimun baby. ... 38

14. Data asli untuk tinggi tanaman kelompok mentimun lalap. ... 55


(6)

15. Analisis ragam untuk tinggi tanaman kelompok

mentimun lalap. ... 55 16. Data asli untuk jumlah daun kelompok

mentimun lalap. ... 55 17. Analisis ragam untuk jumlah daun kelompok

mentimun lalap. ... 56 18. Data asli untuk diameter batang kelompok

mentimun lalap. ... 56 19. Analisis ragam untuk diameter batang kelompok

mentimun lalap. ... 56 20. Data asli untuk jumlah cabang kelompok

mentimun lalap. ... 57 21. Analisis ragam untuk jumlah cabang kelompok

mentimun lalap. ... 57 22. Data asli untuk kadar brix kelompok

mentimun lalap. ... 57 23. Analisis ragam untuk kadar brix kelompok

mentimun lalap. ... 58 24. Data asli untuk tekanan buah kelompok

mentimun lalap. ... 58 25. Analisis ragam untuk tekanan buah kelompok

mentimun lalap. ... 58 26. Data asli untuk diameter buah kelompok

mentimun lalap. ... 59 27. Analisis ragam untuk diameter buah

kelompok mentimun lalap. ... 59 28. Data asli untuk panjang buah kelompok

mentimun lalap. ... 59 29. Analisis ragam untuk panjang buah kelompok

mentimun lalap. ... 60 30. Data asli untuk bobot buah kelompok


(7)

31. Analisis ragam untuk bobot buah kelompok

mentimun lalap. ... 60 32. Data asli untuk bobot buah total kelompok

mentimun lalap. ... 61 33. Analisis ragam untuk bobot buah total kelompok

mentimun lalap. ... 61 34. Data asli untuk jumlah buah kelompok

mentimun lalap. ... 61 35. Analisis ragam untuk jumlah buah kelompok

mentimun lalap. ... 62 36. Data asli untuk bunga betina kelompok

mentimun lalap. ... 62 37. Analisis ragam untuk bunga betina kelompok

mentimun lalap. ... 62 38. Data asli untuk bunga jantan kelompok

mentimun lalap. ... 63 39. Analisis ragam untuk bunga jantan kelompok

mentimun lalap. ... 63 40. Data asli untuk tinggi tanaman kelompok

mentimun rujak. ... 63 41. Analisis ragam untuk tinggi tanaman kelompok

mentimun rujak. ... 64 42. Data asli untuk jumlah daun kelompok

mentimun rujak. ... 64 43. Analisis ragam untuk jumlah daun kelompok

mentimun rujak. ... 64 44. Data asli untuk diameter batang kelompok

mentimun rujak. ... 65 45. Analisis ragam untuk diameter batang kelompok

mentimun rujak. ... 65 46. Data asli untuk jumlah cabang kelompok


(8)

47. Analisis ragam untuk jumlah cabang kelompok

mentimun rujak. ... 66 48. Data asli untuk kadar brix kelompok

mentimun rujak. ... 66 49. Analisis ragam untuk kadar brix kelompok

mentimun rujak. ... 66 50. Data asli untuk tekanan buah kelompok

mentimun rujak. ... 67 51. Analisis ragam untuk tekanan buah kelompok

mentimun rujak. ... 67 52. Data asli untuk diameter buah kelompok

mentimun rujak. ... 67 53. Analisis ragam untuk diameter buah kelompok

mentimun rujak. ... 68

54. Data asli untuk panjang buah kelompok

mentimun rujak. ... 68 55. Analisis ragam untuk panjang buah kelompok

mentimun rujak. ... 68 56. Data asli untuk bobot buah kelompok

mentimun rujak. ... 69 57. Analisis ragam untuk bobot buah kelompok

mentimun rujak. ... 69 58. Data asli untuk bobot total buah kelompok

mentimun rujak. ... 69 59. Analisis ragam untuk bobot total buah kelompok

mentimun rujak. ... 70 60. Data asli untuk jumlah buah kelompok

mentimun rujak. ... 70 61. Analisis ragam untuk jumlah buah kelompok

mentimun rujak. ... 70 62. Data asli untuk bunga betina kelompok


(9)

63. Analisis ragam untuk bunga betina kelompok

mentimun rujak. ... 71 64. Data asli untuk bunga jantan kelompok

mentimun rujak. ... 71 65. Analisis ragam untuk bunga jantan kelompok

mentimun rujak. ... 72 66. Data asli untuk tinggi tanaman kelompok

mentimun baby. ... 72 67. Analisis ragam untuk tinggi tanaman kelompok

mentimun baby. ... 72 68. Data asli untuk jumlah daun kelompok

mentimun baby. ... 73 69. Analisis ragam untuk jumlah daun kelompok

mentimun baby. ... 73 70. Data asli untuk diameter batang kelompok

mentimun baby. ... 73 71. Analisis ragam untuk diameter batang kelompok

mentimun baby. ... 73 72. Data asli untuk jumlah cabang kelompok

mentimun baby. ... 74 73. Analisis ragam untuk jumlah cabang kelompok

mentimun baby. ... 74 74. Data asli untuk kadar brix kelompok

mentimun baby. ... 74 75. Analisis ragam untuk kadar brix kelompok

mentimun baby. ... 75 76. Data asli untuk tekanan buah kelompok

mentimun baby. ... 75 77. Analisis ragam untuk tekanan buah kelompok

mentimun baby. ... 75 78. Data asli untuk diameter buah kelompok


(10)

79. Analisis ragam untuk diameter buah kelompok

mentimun baby. ... 76 80. Data asli untuk panjang buah kelompok

mentimun baby. ... 76 81. Analisis ragam untuk panjang buah kelompok

mentimun baby. ... 76 82. Data asli untuk bobot buah kelompok

mentimun baby. ... 77 83. Analisis ragam untuk bobot buah kelompok

mentimun baby. ... 77 84. Data asli untuk bobot buah total kelompok

mentimun baby. ... 77 85. Analisis ragam untuk bobot buah total kelompok

mentimun baby. ... 78 86. Data asli untuk jumlah buah kelompok

mentimun baby. ... 78 87. Analisis ragam untuk jumlah buah kelompok

mentimun baby. ... 78 88. Data asli untuk bunga betina kelompok

mentimun baby. ... 79 89. Analisis ragam untuk bunga betina kelompok

mentimun baby. ... 79 90. Data asli untuk bunga jantan kelompok

mentimun baby. ... 79 91. Analisis ragam untuk bunga jantan kelompok

mentimun baby. ... 80 92. Tabel 92. Deskripsi varietas mentimun rilisan

PT. East West Indonesia. ... 81 93. Deskripsi varietas mentimun. ... 84


(11)

Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia. (HR. Thabrani)

Jika hidup sekedar hidup, babi di hutan juga hidup. Kalau bekerja sekedar bekerja, kera juga bekerja (Buya Hamka)

Jangan mencoba menjadi orang sukses, tapi jadilah orang yang penuh nilai (Albert Einstein)

Jangan hanya menjadi lilin, jadilah matahari (Angga Riadi)

Kuberi kau satu rahasia,Kawan Buah paling manis dari berani bermimpi

Adalah kejadian-kejadian menakjubkan Dalam perjalanan menggapainya (Andrea Hirata)


(12)

(13)

(14)

Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang

Bersama dengan rahmat-Nya

Kuperembahkan karya ini untuk orang tuaku beserta keluarga besar yang selalu mengasihi

Berikut pula rekan, teman, sahabat, saudara sekaligus keluarga pada setiap fase kehidupanku

Serta almameter yang kubanggakan Semoga karya ini bermanfaat


(15)

(16)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan, pada 8 Mei 1992 sebagai anak pertama dari pasangan Bapak Abdul Kadir dan Ibu Tukiyah. Penulis mengawali pendidikan formal di Sekolah Dasar (SD) Negeri 1 Purwodadi Dalam, Tanjung Bintang, Lampung Selatan tahun 1999 – 2005, Sekolah

Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Tanjung Bintang, Lampung Selatan tahun 2005 – 2008, Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 12 Bandar Lampung tahun 2008 – 2011, dan pada tahun 2011 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Program Studi Agroteknologi melalui ujian tertulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN 2011)

Pada bulan Januari – Maret 2014, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Sukorahayu, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten

Lampung Timur. Pada bulan Juli – Agustus penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di Program Pengembangan Industri Benih (PPIB) Universitas Lampung di Desa Sinar Agung Kecamatan Pulau Panggung, Kabupaten Tanggamus.


(17)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan nikmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Ardian, M.Agr., selaku pembimbing utama yang telah memberi ilmu pengetahuan, motivasi, semangat, dan bimbingan serta arahan melakukan penelitian ini dan nasihat dalam banyak hal.

2. Bapak Dr. Ir. Paul B. Timotiwu, M.S., selaku pembimbing kedua yang telah memberi ilmu pengetahuan, saran, dan bimbingan dalam penelitian ini. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc., selaku penguji bukan

pembimbing atas saran, kritik, dan bimbingan dalam penelitian ini.

4. Bapak Dr. Ir. Yafizham, M.S., selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis yang senantiasa memberi bimbingan selama masa perkuliahan.

5. Bapak Dr. Ir Kuswanta Futas Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

7. Orang tua, keluarga besar dan saudara penulis yang selalu memberi kasih sayang, cinta, do’a, dan dukungan kepada penulis.


(18)

8. Teman, rekan, sekaligus saudara Bebek Goes To yang terlanjur menjadi bagian dari hidup penulis.

9. Saudara-saudara selingkaran yang telah menjadi rekan dalam usaha perbaikan diri.

10.Teman-teman kampus Universitas Lampung, keluarga Grefostas, rekan BEM-U KMB UNILA Kabinet Kritis dan Melayani dan Kabinet Cerdas dan Progresif, FOSI FP, PANSUS Pemira Universitas 2012 dan 2013, serta saudara A-Radio 101,1 FM atas seluruh kebersamaan dan rasa berbaginya. 11.Serta seluruh orang-orang baik yang ada di dekat penulis yang tidak dapat

disebutkan satu persatu. Semoga Allah senantiasa menjaga kalian dengan penjagaan terbaik-Nya.

Semoga Allah SWT senantiasa membalas kebaikan mereka dengan lebih baik dan Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandar Lampung, Agustus 2015 Penulis


(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL. ... vi

DAFTAR GAMBAR. ... vii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah. ... 1

1.2 Tujuan Penelitian. ... 4

1.3 Kerangka Pemikiran. ... 4

1.4 Hipotesis. ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika Tanaman Mentimun. ... 6

2.2 Morfologi Tanaman Mentimun. ... 9

2.3 Syarat Tumbuh Tanaman Mentimun. ... 10

2.4 Pemuliaan Tanaman. ... 11

III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian. ... 20

3.2 Bahan dan Alat. ... 20

3.3 Metode Penelitian. ... 21

3.3.1 Tata Letak. ... 23

3.4 Pelaksanaan Penelitian. ... 24

3.4.1 Pengolahan Tanah. ... 24

3.4.2 Penanaman. ... 24

3.4.3 Pemasangan Ajir. ... 24

3.4.4 Pemeliharaan. ... 24


(20)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian. ... 28

4.2 Pembahasan. ... 39

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan. ... 49

5.2 Saran. ... 49

PUSTAKA ACUAN. ... 51


(21)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan tanaman semusim yang bersifat menjalar atau memanjat dengan perantaraan alat pemegang berbentuk pilin atau spiral. Bagian yang dimakan dari sayuran ini adalah buahnya. Biasanya buah mentimun dimakan mentah sebagai lalap dalam hidangan makanan dan juga di sajikan dalam bentuk olahan (Sugito, 1992).

Mentimun memiliki kandungan gizi yang cukup baik, karena mentimun merupakan sumber mineral dan vitamin. Kandungan nutrisi per 100 gram mentimun terdiri atas 15 kalori, 0,8 gram protein, 0,1 gram pati, 3 gram

karbohidrat, 30 mg fosfor, 0,5 mg besi, 0,02 mg tiamin, 0,01 mg riboflavin, 14 mg asam, 0,45 mg vitamin A, 0,3 mg vitamin B1, dan 0,2 mg vitamin B2 (Sumpena, 2005).

Di Indonesia mentimun merupakan sayuran yang banyak digemari dan popular di masyarakat. Dari berbagi kalangan maupun usia, minat akan mentimun cukup tinggi. Sehingga permintaan sayuran buah tersebut terus merambat naik seiring pertambahan jumlah penduduk. Meskipun demikian kebanyakan usaha tani


(22)

mentimun masih dianggap usaha sampingan, sehingga rata-rata hasil mentimun secara nasional masih rendah, yakni antara 3,5-4,8 ton/ha (Rukmana, 1994).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014), produktivitas mentimun di Indonesia bergerak secara fluktuatif. Berturut-turut produksi mentimun pada tahun 2007 sampai 2012 adalah 581.206, 540.122, 583.139, 547.141, 521.535, dan 511. 525 ton. Berdasarkan data tersebut, produksi mentimun nasional

mengalami penurunan. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh fluktuasi harga yang tinggi di pasaran. Ketika panen besar harga cenderung jatuh, sehingga petani mulai enggan untuk menanam mentimun. Maka perlu dilakukan usaha untuk memperbaiki kuantitas dan kualitas dari hasil panen mentimun.

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka harus ada usaha peningkatan produksi melalui ekstensifikasi atau intensifikasi. Untuk saat ini, program ekstensifikasi akan sulit dilakukan karena lahan yang ada sudah sangat terbatas, maka yang bisa diusahakan adalah intensifikasi. Salah satu program intensifikasi yang paling mendasar dalam peningkatan produksi tanaman adalah dengan pemuliaan tanaman. Karena pemuliaan tanaman mampu meningkatkan genetik tanaman termasuk memperbesar potensi produksinya.

Langkah awal untuk melakukan pemuliaan tanaman adalah dengan mengevaluasi karakter agronomi tanaman untuk ditentukan sifat-sifat unggulnya, seperti

produksi tinggi, memiliki rasa, bentuk, ukuran, dan warna yang disukai masyarakat. Setelah diketahui sifat unggul yang dikehendaki, maka dapat

dilakukan seleksi terhadap sifat-sifat unggul tersebut, dan tanaman terpilih dapat dijadikan tetua. Melalui proses seleksi yang benar, kesempatan memperoleh


(23)

tanaman dengan susunan genetik baru untuk mendapatkan potensi produksi yang lebih besar akan tercapai. Susunan genetik baru bisa diperoleh melalui persilangan tetua-tetua potensial. Dari hasil persilangan itulah akan tampak keragaman genetik yang luas, sehingga dapat diperoleh galur yang berpotensi untuk bisa

meningkatkan produksi. Maka dari itu penting untuk melakukan penelitian mengenai evaluasi karakter agronomi tanaman mentimun untuk mengetahui sifat-sifat unggul yang diinginkan.

Melalui penelitian ini diharapkan akan didapat informasi mengenai karakter agronomi tanaman mentimun dari beberapa varietas beserta keragaman genetik dan fenotipenya, termasuk potensi produksi dari setiap tanaman yang

diidentifikasi. Informasi tersebut nantinya akan dijadikan bahan untuk membentuk keragaman genetik baru dengan harapan diperoleh keragaman genetik yang lebih luas untuk kemajuan seleksi.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat disusun perumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah terdapat varietas dengan karakter tanaman yang memiliki potensi produksi tinggi dan mutu buah yang baik untuk dijadikan sebagai bahan persilangan membentuk keragaman baru ?

2. Bagaimanakah kriteria ragam genetik dan fonotipe dari setiap varietas untuk dijadikan bahan persilangan membentuk keragaman baru ?


(24)

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui karakter agronomi pada setiap varietas yang memiliki potensi produksi tinggi dan mutu buah yang baik.

2. Mengetahui kriteria keragaman genetik tanaman mentimun dari setiap varietas yang diteliti untuk ditentukan sebagai bahan persilangan membentuk

keragaman genetik baru.

1.3Kerangka Pemikiran

Kebutuhan pangan manusia terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk. Bukan hanya kebutuhan pangan penghasil karbohidrat namun juga sayur dan buah-buahan. Bahan makanan berupa sayur-sayuran terbilang sangat penting karena sayuran merupakan salah satu bahan utama penghasil serat, mineral, dan vitamin yang dibutuhkan manusia. Kebutuhan akan komponen gizi tersebut sebenarnya relatif kecil, namun tidak bisa tidak dipenuhi, sedangkan tubuh kita tidak dapat menyintentis bahan-bahan tersebut sehingga harus dipenuhi dengan masukan dari luar. Masyarakat sudah sadar akan hal itu sehingga banyak yang memperbesar porsi konsumsi sayuran dan buah atau baru memulainya.

Cukup banyak jenis sayuran yang ada di Indonesia. Salah satu sayuran yang memiliki minat cukup besar di masyarakat adalah mentimun. Mentimun biasa disajikan sebagai lalapan dalam menu makanan, dibuat acar, rujak atau olahan lain. Peminatnya dari berbagai usia serta kalangan masyarakat. Dengan demikian,


(25)

semakin meningkat jumlah penduduk, maka kebutuhan akan mentimun terus meningkat pula.

Agar dapat memenuhi kebutuhan tersebut harus ada usaha peningkatan produksi melalui ekstensifikasi atau intensifikasi. Untuk saat ini, program ekstensifikasi akan sulit dilakukan karena lahan yang ada sudah sangat terbatas, maka yang bisa diusahakan adalah intensifikasi. Salah satu program intensifikasi yang paling mendasar dalam peningkatan produksi tanaman adalah dengan pemuliaan tanaman. Karena pemuliaan tanaman mampu meningkatkan genetik tanaman termasuk memperbesar potensi produksinya. Untuk melakukan pemuliaan tanaman agar berhasil dan bermanfaat perlu diketahui data atau informasi dari tanaman yang akan dimuliakan sesuai dengan tujuan pemuliaan tersebut. Data terpenting tersebut adalah potensi produksi tanaman dari beberapa varietas. Dengan diketahuinya potensi produksi varietas tersebut maka dapat dipilih

tanaman dengan beberapa karakter terbaik untuk kemudian dijadikan tetua dengan sifat-sifat unggul tertentu. Kemudian untuk mengetahui potensi suatu varietas tanaman bisa ditempuh melalui evaluasi karakter agronominya, maka inilah yang menjadi titik perhatian melakukan penelitian ini.

1.4Hipotesis

Dari kerangka pemikiran yang dikemukakan, dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan karakter agronomi antarvarietas tanaman mentimun. 2. Terdapat keragaman genetik dari setiap varietas tanaman mentimun.


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistematika Tanaman Mentimun

Pertama kali mentimun dibudidayakan oleh manusia 1.000 (seribu) tahun yang lalu. Colombus disebut-sebut sebagai orang yang berjasa menyebarluaskan tanaman mentimun ke seluruh dunia. Di Cina mentimun mulai dikenal dua abad sebelum masehi. Tanaman mentimun juga menyebar di Timur Tengah kemudian meluas ke negara-negar lain di kawasan Asia, sedangkan penyebaran mentimun di Amerika adalah California, New York, Carolina Selatan, Texas dan Florida. Pembudidayaan mentimun meluas ke seluruh dunia, baik di daerah beriklim panas (tropis) maupun daerah beriklim sedang (sub-tropis) (Ashari, 2006).

Mentimun (Cucumis sativus L.) adalah salah satu sayuran buah yang banyak dikonsumsi segar oleh masyarakat Indonesia. Nilai gizi mentimun cukup baik karena sayuran buah ini merupakan sumber mineral dan vitamin. Kandungan nutrisi per 100 g mentimun terdiri dari 15 kalori, 0,8 g protein, 0,1 pati, 3 g karbohidrat, 30 mg posfor, 0,5 mg besi, 0,02 thianine, 0,01 riboflavin, 14 mg asam, 0,45 IU vitamin A, 0,3 IU vitamin B


(27)

Tanaman mentimun tidak memerlukan persyaratan khusus karena dapat ditanam dengan baik di dataran rendah hingga dataran tinggi. Namun untuk memperoleh produksi optimal perlu diperhatikan beberapa persyaratan tumbuh tertentu. Tanaman mentimun akan tumbuh dan berproduksi dengan baik apabila ditanam pada kondisi tanah dan iklim yang cocok dengan tanaman mentimun tersebut (Rukhmana, 1994).

Klasifikasi tanaman mentimun (Cucumis sativus L.) dalam tata nama tumbuhan adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Cucurbitales Famili : Cucurbitaceae Genus : Cucumis

Spesies : Cucumis sativus L.

Mentimun dapat tumbuh baik di dataran rendah. Syarat-syarat penting untuk bertanam mentimun yaitu tanahnya subur, terutama pada saat berbunga. Walaupun demikian, lahan untuk pertanaman tidak boleh mengalami

penggenangan. Tanaman tidak tahan hujan lebat dan terus-menerus, tetapi lebih disenangi tempat terbukan dan cuaca yang cerah (Sutarya, 1995).

Mentimun dapat ditanam sepanjang tahun, tetapi penanaman yang baik dilakukan pada akhir musim hujan (bulan Maret atau April) atau pada awal musim kemarau. Derajat kemasaman (pH) tanah yang dikehendaki antara 6-7. Pada tanah yang mengandung kadar garam tinggi (alkalin), rasa buahnya menjadi agak masam (Sutarya, 1995).


(28)

Untuk mendapatkan benih yang baik, biji diambil dari buah yang telah tua berwarna kuning atau kecoklatan dan tidak cacat. Biji tersebut harus bebas dari hama dan penyakit dan harus berasal dari varietas unggul yang dianjurkan. Biji dikeluarkan dari buah dan dikeringkan (dijemur) setelah dicuci terlebih dahulu (Sutarya, 1995).

Pemberian pupuk buatan berikutnya dilakukan dua minggu setelah tanam dengan Urea dan KCl masing-masing sebanyak 180 dan 100 kg per hektar. Untuk tiap tanaman diberikan dua kali, yakni setengah dosis (7 gram per tanaman) dua minggu setelah tanam dan sisanya dua minggu kemudian (Sutarya, 1995). Menurut Sutarya (1995) tanaman mentimun akan berbunga pada umur 3-4 minggu setelah tanam. Bunga jantan biasanya muncul sekitar 10 hari mendahului bunga betina. Rasio antara bunga jantan dan betina antara 10:1, namun kadang-kadang dapat 100:1 dan tampaknya rasio ini selain ditentukan oleh kesehatan tanaman juga oleh kondisi lingkungan selama pertumbuhan. Rasio ini juga dapat berubah karena peran bahan kimia yaitu zat tumbuh (Ashari, 2006).

Bunga mentimun muncul pada ketiak daun pada batang atau cabang. Bunga jantannya muncul secara berkelompok, masing-masing bunga mempunyai tungkai buah yang lunak. Sedangkan bunga betinanya tumbuh soliter pada tangkai buah yang kuat. Sebagaimana jenis famili Cucurbitaceae, bunga betina dapat dikenal oleh besarnya kantong embrio (ovarium) pada dasar bunganya (Ashari, 2006). Pembungaan, dalam hal jumlah dan jenis kelamin bunga yang terbentuk

dipengaruhi oleh fotoperiod. Ada hari pendek, ada kecenderingan bahwa bunga betina terbentuk lebih dini dan lebih banyak, suhu rendah dapat memberikan


(29)

tanggapan yang sama. Sebaliknya suhu tinggi dan hari panjang merangsang terbentuknya bunga jantan (Rubatsky, 1999).

2.2 Morfologi Tanaman Mentimun

Tanaman mentimun berakar tunggang dan berakar serabut. Akar

tunggangnya tumbuh lurus ke dalam sampai kedalaman sekitar 20 cm, sedangkan akar serabutnya tumbuh menyebar secara horizontal dan dangkal.

Tanaman mentimun memiliki batang yang berwarna hijau, berbulu dengan panjang yang bisa mencapai 1,5 m dan umumnya batang mentimun mengandung air dan lunak. Mentimun mempunyai sulur dahan berbentuk spiral yang keluar di sisi tangkai daun. Sulur mentimun adalah batang yang termodifikasi dan ujungnya peka sentuhan. Bila menyentuh galah sulur akan mulai melingkarinya, dalam 14 jam sulur itu telah melekat kuat pada galah/ajir (Sunarjono, 2007).

Daun tanaman mentimun berbentuk bulat dengan ujung daun runcing berganda, berwarna hijau muda sampai hijau tua. selain itu daun bergerigi, berbulu sangat halus, memiliki tulang daun menyirip dan bercabang-cabang, kedudukan daun pada batang tanaman berselang seling antara satu daun dengan daun di atasnya (Sunarjono, 2007).

Bunga mentimun berwarna kuning dan berbentuk terompet. Tanaman ini

berumah satu, artinya bunga jantan dan bunga betina terpisah, tetapi masih dalam satu pohon. Bunga betina mempunyai bakal buah berbentuk lonjong yang

membengkok, sedangkan pada bunga jantan tidak mempunyai bakal buah yang membengkok. Letak bakal buah tersebut di bawah mahkota bunga (Sunarjono,


(30)

2007).

Buah mentimun menggantung dari ketiak antara daun dan batang. bentuk ukuranya bermacam-macam antara 8 - 25 cm dan diameter 2,3 - 7 cm,

tergantung varietasnya. Kulit buah mentimun ada yang berbintik-bintik, ada pula yang halus. Warna kulit buah antara hijau keputih-putihan, hijau muda dan hijau gelap sesuai dengan varietas.

Biji mentimun berbentuk pipih, kulitnya berwarna putih atau putih kekuning-kuningan sampai coklat. Biji ini dapat digunakan sebagai alat perbanyakan tanaman (Sunarjono, 2007).

2.3 Syarat Tumbuh Tanaman Mentimun

Mentimun cocok ditanam di lahan yang jenis tanahnya lempung sampai lempung berpasir yang gembur dan mengandung bahan organik. Mentimun membutuhkan pH tanah di kisaran 6 - 7 dengan ketinggian tempat 100 - 1000 m di atas permukaan laut (dpl). Mentimun juga membutuhkan sinar matahari

terbuka, drainase air lancar dan bukan bekas penanaman mentimun dan familinya seperti melon, semangka, dan waluh. Aspek agronomi penanaman mentimun tidak berbeda dengan komoditas sayuran komersil lainnya, seperti kecocokan tanah dan tinggi tempat, serta iklim yang sesuai meliputi suhu, cahaya, kelembapan dan curah hujan.

Untuk pertumbuhan yang optimum diperlukan iklim kering, sinar matahari yang cukup dengan temperatur optimal antara 21° C – 30° C. sementara untuk suhu perkecambahan biji optimal yang dibutuhkan antara 25° C – 35° C.


(31)

kelembapan udara (RH) yang dikehendaki oleh tanaman mentimun agar hidup dengan baik adalah antara 50 - 85%. Sementara curah hujan optimal untuk budidaya mentimun adalah 200 - 400 mm/bln, curah hujan yang terlalu tinggi tidak baik untuk pertumbuhan apalagi pada saat berbunga karena akan

mengakibatkan menggugurkan bunga.

2.4 Pemuliaan Tanaman

Pemuliaan tanaman didefinisikan sebagai perpaduan seni dan ilmu pengetahuan yang mempelajari bagaimana memperbaiki genotipe tanaman dalam populasi sehingga lebih bermanfaat bagi manusia (Fehr, 1987 dalam Hikam, 2001).

Pemuliaan tanaman pada dasarnya dimulai dengan kegiatan seleksi terhadap individu tanaman yang mempunyai sifat interest di dalam populasinya. Dengan demikian adanya ragam antar individu merupakan prasyarat sebelum seleksi dapat dilakukan. Tanpa ragam, seleksi tidak dapat dilakukan : sebaliknya semakin besar ragam, makin luas pola seleksi yang dapat dilakukan. Ragam fenotipe merupakan ragam yang paling mudah diamati dengan menggunakan panca indera (Hikam, 2001).

Individu terseleksi dipisahkan dari individu-individu lainnya dalam populasi. Individu terseleksi ini pada umumnya mempunyai penampilan umum yang sama dengan individu lainnya di dalam populasi, tapi memunyai satu atau dua sifat yang lebih baik yang disebut sifat interest. Sifat interest adalah fenotipe yang disukai pada tanaman dan memiliki nilai komersiel. Minat konsumen terhadap sifat interest sangat dinamis (Hikam, 2001).


(32)

Gen adalah bagian dari Asam Deoksiribo Nuklead (ADN). Gen mengatur kinerja molekuler yang melaksanakan seluruh kegiatan yang menunjang kehidupan di dalam sel. Situs tempat bekerjanya gen adalah sel. Tanaman terbentuk dari banyak sel yang masing-masing sel memiliki fungsi yang berbeda sesuai dengan jaringan-jaringannya. Contohnya, tanaman mempunyai sel yang membentuk akar tanaman dan sel lain yang membentuk daun, masing-masing fungsi sel di dalam suatu organisme ditentukan oleh informasi genetik yang dikode di dalam ADN. Asam deoksiribo nuklead membawa informasi pewarisan dalam bentuk yang dapat disalin dan diteruskan secara utuh dari generasi ke generasi. Proses biokimia yang terdapat di dalam kebanyakan gen dikenal sebagai kode genetik, menentukan struktur kimia suatu protein tertentu. Protein tersusun atas asam amino yang panjang dan urutan khas asam-asam amino ini mengatur fungsi dari setiap protein. Struktur ADN gen menentukan susunan asam amino pada protein yang akhirnya menentukan tipe dan fungsi protein yang dibuat (Hikam, 2009).

Keragaman genotipe

Keragaman atau variabilitas genotipe menunjukkan kriteria keanekaragaman genetik. Seleksi merupakan suatu proses pemuliaan tanaman dan dasar dari seluruh perbaikan tanaman untuk mendapatkan kultivar unggul baru. Keragaman genotipe yang luas merupakan salah satu syarat efektifnya program seleksi. Seleksi suatu karakter yang diinginkan akan lebih berarti apabila karakter tersebut mudah diwariskan (Murti dkk., 2002). Keragaman genotipe tersusun atas

keragaman karena pengaruh gen aditif ( ), pengaruh dominansi ( ) dan pengaruh interaksi gen ( ) yang dapat dijabarkan sebagai berikut :

= (Jambormias, 2004).


(33)

Menurut Gupta dan Singh (1969) dikutip oleh Hikam (2009) genotipe tertua yang digunakan dalam persilangan menentukan tinggi rendahnya keragaman genotipe pada populasi galur hasil persilangan. Karakter yang memiliki keragaman

genotipe yang luas akan memiliki keragaman fenotipe yang luas. Namun, karakter yang memiliki keragaman genotipe yang sempit belum tentu memiliki keragaman fenotipe yang sempit (Syukur dkk., 2010).

Keragaman fenotipe

Penampilan fenotipe suatu tanaman merupakan interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Keanekaragaman fenotipe yang tampak dihasilkan oleh

perbedaan genotipe dan atau lingkungan tumbuhnya. Keragaman fenotipe yang terjadi merupakan akibat adanya keragaman genotipe dan atau keragaman lingkungan. Keragaman fenotipe mencerminkan keragaman lingkungan (Murti dkk., 2002). Ragam fenotipe ( ) suatu sifat tanaman biasanya disusun oleh ragam genotipe ( ), ragam lingkungan ( ) dan adakalanya melalui interaksi antara ragam genotipe dan ragam lingkungan ( ). Ragam fenotipe dapat dituliskan sebagai berikut :

= (Jambormias, 2004).

Secara umum program pemuliaan tanaman terdiri atas tiga tahapan penting yaitu (1) menciptakan populasi tanaman yang memiliki keragaman genetik yang cukup besar, (2) menyeleksi genotipe-genotipe yang memiliki karakter khusus yang diinginkan pemulia, (3) melakukan pengujian dan evaluasi genotipe-genotipe terpilih tersebut (Dudley dan Moll, 1969 dalam Wibowo, 2002).


(34)

Tahapan dalam program pemuliaan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1. Tiga tahapan penting perakitan varietas unggul tanaman : penciptaan/perluasan keragaman genetik, seleksi, dan uji daya hasil. Dalam perakitan varietas galur murni, seleksi dapat dilakukan sebelum, bersamaan, atau setelah dilakukan silang dalam (inbreeding) (Utomo, 2012).

Usaha-usaha dan penelitian untuk memperoleh varietas unggul dapat ditempuh dengan beberapa cara yaitu (a) introduksi atau mendatangkan varietas/bahan seleksi dari luar negeri, (b) mengadakan seleksi galur pada populasi yang telah ada seperti varietas lokal atau varietas dalam koleksi, dan (c) mengadakan program pemuliaan dengan persilangan, mutasi atau teknik mandul jantan (Mursito, 2003).

Tersedianya keragaman genetik tanaman yang cukup besar untuk sifat-sifat tertentu merupakan salah satu persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam melakukan kegiatan pemuliaan tanaman. Dengan tersedianya keragaman genetik maka seleksi akan dapat dilakukan lebih mudah dan cepat. Keragaman genetik tersebut dapat diperoleh dengan cara introduksi tanaman, hibridisasi, mutasi

Ras lokal Introduksi Persilangan /Perkawinan Bioteknologi/ Rekayasa genetik Varietas unggul Keragaman genetik

Uji daya hasil Seleksi

Mutasi

Keragaman somaklonan


(35)

buatan, poliploidi, dan kultur in vitro (Makmur dan Sutjahjo, 1995 dalam Wibowo 2002).

Keragaman genetik yang luas memberikan kesempatan kepada pemulia untuk dapat melakukan seleksi. Seleksi adalah proses pemuliaan tanaman dan perbaikan tanaman untuk mendapatkan kultivar unggul baru. Keberhasilan seleksi

tergantung dari kemampuan pemulia untuk memisahkan genotipe-genotipe unggul dari genotipe yang tidak dikehendaki. Selain itu, cara membedakan antara

genotipe unggul dan genotipe atas dasar penilaian fenotipe individu atau kelompok tanaman yang dievaluasi diperlukan pertimbangan tentang besaran beberapa parameter genetik. Beberapa parameter genetik yang dapat digunakan sebagai pertimbangan supaya seleksi efektif antara lain besaran nilai keragaman genetik, nilai tengah, heretabilitas, pola segregasi, jumlah gen, dan aksi gen pengendali karakter yang menjadi perhatian (Barmawi, 2007).

Hasil akhir dari program pemuliaan adalah didapatkannya kultivar atau varietas unggul baru. Varietas merupakan sekelompok tanaman dalam satu spesies yang secara genetik memenuhi ktriteria DUS yaitu Distinct (berbeda), Uniform

(seragam), dan Stable (stabil). Varietas budidaya (kultivar) yang memiliki sifat unggul bernilai ekonomi disebut varietas unggul. Jenis varietas unggul terdiri atas varietas galur murni (inbrida), hibrida, komposit, sintetik, multi galur, dan klon (Utomo, 2012).

Dalam bukunya, Fehr (1987) menjelaskan tentang macam-macam varietas atau kultivar sebagai berikut :


(36)

1. Kultivar Klon

Merupakan kultivar hasil persilangan yang diperbanyak dengan menggunakan klon.

2. Kultivar Galur Murni

Kultivar yang dikembangkan dari satu galur murni homozigot yang mantap. 3. Kultivar bersari bebas dari tanaman menyerbuk silang

Kultivar yang dikembangkan dari suatu populasi yang dibiarkan menyerbuk silang sehingga memiliki tingkat heterozigotas yang tinggi.

4. Kultivar Sintetik

Kultivar yang dihasilkan oleh kombinasi galur atau tanaman terseleksi (klon maupun suatu varietas yang telah diketahui potensi genetiknya) dan dilanjutkan persilangan secara normal (khusus untuk tanaman menyerbuk silang).

5. Kultivar Hibrida

Merupakan hasil persilangan dua tetua atau F1 yang mempunyai penampilan yang lebih baik dibandingkan dengan penampilan rata-rata kedua orang tuanya (heterosis).

6. Kultivar F2

Kultivar F2 berasal dari penyerbukan sendiri atau penyerbukan bebas dari hibrida F1.

7. Kultivar Komposit

Campuran beberapa galur harapan yang berdaya hasil tinggi dan masing-masing mempunyai sifat agronomis-morfologis yang sama.

8. Kultivar Multi-Lini


(37)

Kultivar yang tersusun oleh beberapa galur isogenik (beberapa galur homosigot yang sama, kecuali adanya perbedaan ketahanan terhadap ras penyakit yang berbeda).

9. Kultivar Trensgenik

Merupakan kultivar hasil bioteknologi, yaitu suatu tanaman yang telah mengalami rekayasa genetika sehingga terjadi perubahan sifat secara genetik dan fisiologik.

Saat ini varietas tanaman yang banyak beredar di pasaran adalah varietas hibrida. Secara khusus langkah-langkah pembuatan varietas hibrida, misalnya pada jagung, adalah sebagi berikut :

1. Memilih tanaman yang baik dari suatu populasi, kemudian dilakukan penyerbukan sendiri (selfing). Pada waktu panen, tongkol dari tanaman hasil

selfing tersebut dipanen secara terpisah dan diberi nomor-nomor.

2. Pada musim berikutnya, nomor-nomor terpilih secara terpisah, kemudian dilakukan selfing kembali pada tanaman terpilih. Pemilihan dapat mendasarkan pada nomor atau antar-nomor. Demikian seterusnya sampai generasi selfing ke-7 atau ke-8 (S7 atau S8).

3. Pada proses selfing dari generasi S1 dan seterusnya, pemilhan tanaman yang

di-selfing pada S1 sampai S3 umumnya hanya berdasarkan pada fenotipe (visual

selection); sedangkan pada generasi S4 pemilihan sudah dimulai berdasarkan

pada daya gabung umum (general combining ability). Pada generasi S6 dan

seterusnya di samping berdasarkan pada daya gabung umum juga berdasarkan pada daya gabung khusus (specific combining ability).


(38)

4. Setelah diperoleh galur inbred, kemudian dilakukan pembuatan varietas hibrida. Berdasarkan jumlah galur inbred yang digunakan, dikenal adanya: a. Persilangan single cross, yaitu persilangan antara dua galur inbred;

misalnya antara inbred A x inbred B;

b. Persilangan three way cross, yaitu persilangan yang melibatkan iga galur

inbred; misalnya persilangan (inbred A x inbred B) x inbred C;

c. Persilangan double cross, yaitu persilangan yang melibatkan empat galur

inbred; misalnya persilangan (inbred A x inbred B) x (inbred C x inbred

D) (Mangoendidjojo, 2003).

Tanaman mentimun merupakan tanaman menyerbuk silang. Arah pemuliaan mentimun adalah menghasilkan varietas hibrida. Langkah-langkah dalam pemuliaan mentimun sama dengan tanaman menyerbuk silang pada umumnya. Untuk memperoleh keragaman genetik dilakukan pembentukan populasi melalui introduksi, hibridisadi, seleksi setelah hibridisadi, selfing (penggaluran) dan pengujian. Pembentukan galur murni dilakukan dengan cara selfing hingga generasi ke-7 (F7). Selanjutnya galur-galur tersebut dievaluasi daya gabung umum dan daya gabung khususnya. Galur-galur yang mempunyai daya gabung khusus yang baik yang akan digunakan sebagai tetua pembentuk hibrida (F1) (Syukur, 2012).

Introduksi merupakan proses mendatangkan suatu genotipe tanaman ke suatu wilayah baru. Hibridisasi bertujuan untuk memperoleh kombinasi genetik melalui persilangan dua atau lebih tetua yang berbeda genotipenya, sedangkan seleksi merupakan pemilihan tanaman yang memiliki karakter-karakter unggul ataupun


(39)

karakter yang diinginkan. Daya gabung dapat diartikan sebagai kemampuan relatif suatu genotipe untuk memindahkan karakter yang diinginkan kepada

keturunannya. Daya gabung umum (General combining ability), penampilan rata-rata turunan suatu genotipe bila disilangkan dengan sejumlah genotipe lain. Daya gabung khusus (Specific combining ability), kemampuan suatu kombinasi

persilangan untuk menunjukkan penampilan keturunan (Syukur, 2012).


(40)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sinar Agung, Kecamatan Pulau Panggung, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2014 sampai bulan November 2014.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah benih mentimun dari jenis mentimun lalap, mentimun rujak, dan mentimun baby. Mentimun lalap sedikit berbeda dengan mentimun pada umumnya. Dari segi ukuran, mentimun jenis lalap mempunyai ukuran kecil sehingga praktis untuk dikonsumsi utuh bersama nasi dan lauk pauk. Selain ukurannya yang kecil dan praktis, jenis timun lalap mempunyai karakter lebih renyah dan sedikit manis. Selanjutnya adalah mentimun rujak. Jenis mentimun ini merupakan jenis mentimun yang biasa digunakan untuk olahan, seperti rujak, acar, petisan, atau untuk lalapan dengan cara dipotong. Dari segi ukuran jenis mentimun ini terkesan besar dan panjang. Kemudian mentimun baby, jenis ini mirip fungsinya dengan mentimun lalap yang biasa dikonsumsi secara langsung sebagai lalapan (tanpa dipotong). Namun memiliki ukuran yang lebih kecil dari mentimun lalap (Anonim, 2015).


(41)

Mentimun lalap terdiri atas varietas Bandana F1, Bella F1, Ethana F1, Sabana F1, Venus, Wulan F1. Benih mentimun rujak terdiri varietas Magic F1, Mercy F1, Metavy F1, Misano F1, Monza F1, Upo F1. Benih mentimun baby berupa varietas Baby 007 F1, Vitani F1, dan benih mentimun Jepang yang serupa dengan

mentimun rujak yakni Toska F1. Furadan, air untuk menyiram, pupuk Urea, SP-36, KCl, dan pupuk kandang (kambing) dengan dosis 10 ton/ha serta ajir.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, meteran, alat tulis, alat dokumentasi (kamera), timbangan, jangka sorong, refraktometer, dan

penetrometer.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini disusun menggunakan rancangan perlakuan tunggal tidak terstruktur dengan 15 varietas mentimun. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga kali ulangan. Setiap satuan percobaan terdiri atas dua tanaman mentimun.

Data yang diperoleh akan dianalisis ragam untuk mengetahui keragaman genetik antarvarietas mentimun. Perbedaan deskripsi antarvarietas akan diuji

menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Untuk menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah dan menguji hipotesis, dilakukan analisis ragam dengan model sebagai berikut :


(42)

Tabel 1. Model Analisis Ragam Menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Sumber Keragaman (SK) Derajat Kebebasan (DK) Jumlah Kuadrat (JK) Kuadrat Tengah (KT) Kuadrat Tengah Harapan Perlakuan t-1 JKP KTP (M2) 2g + r 2e

Galat t (r-1) JKG KTG (M1) 2e

Total rt-1 JKT - -

Berdasarkan analisis ragam dapat diduga ragam genetik (2g) dan ragam fenotipe

(2p). Menurut Singh dan Chaudary (1979) dikutip oleh Baihaki (2000), rumus

yang digunakan untuk menduga nilai ragam adalah sebagai berikut :

Ragam genetik (2g) =

Ragam lingkungan (2e) = M1

Ragam fenotipe (2f) = (2g) + (2e)

Untuk mengetahui keragaman luas ataukah sempit dilakukan dengan cara membandingkan ragam dengan simpangan bakunya (Anderson dan Bancroff, 1952 dalam Wahdah, 1996). Simpangan Baku (SB) untuk ragam dihitung menggunakan :

SB genetik =

[ ]

SB fenotipe = [

]

Apabila nilai ragam lebih besar dari dua kali simpangan baku maka dinyatakan karakter yang diuji memiliki keragaman luas. Begitu juga sebaliknya, keragaman dikatakan sempit apabila nilai ragam lebih kecil dari dua kali simpangan baku.


(43)

3.3.1 Tata Letak

Tata letak yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

e

1

o

2

k

1

c

1

j

1

h

3

m

3

k

3

j

3

b

1

i

2

m

1

n

3

e

2

l

3

d

2

a

1

o

3

g

3

f

2

i

1

k

2

f

3

g

2

a

3

i

3

g

1

b

3

b

2

c

2

c

3

e

3

l

2

n

2

f

1

m

2

o

1

d

3

d

1

h

1

n

1

a

2

l

1

h

2

j

2

Keterangan:

KODE KETERANGAN

a 1,2,3 Tanaman mentimun varietas Bandana F1 ulangan 1,2,3 b 1,2,3 Tanaman mentimun varietas Bella F1 ulangan 1,2,3 c 1,2,3 Tanaman mentimun varietas Ethana F1 ulangan 1,2,3 d 1,2,3 Tanaman mentimun varietas Sabana F1 ulangan 1,2,3 e 1,2,3 Tanaman mentimun varietas Venus F1 ulangan 1,2,3 f 1,2,3 Tanaman mentimun varietas Wulan F1 ulangan 1,2,3 g 1,2,3 Tanaman mentimun varietas Magic F1 ulangan 1,2,3 h 1,2,3 Tanaman mentimun varietas Mercy F1 ulangan 1,2,3 i 1,2,3 Tanaman mentimun varietas Metavy F1 ulangan 1,2,3 j 1,2,3 Tanaman mentimun varietas Misano F1 ulangan 1,2,3 k 1,2,3 Tanaman mentimun varietas Monza F1 ulangan 1,2,3 l 1,2,3 Tanaman mentimun varietas Upo F1 ulangan 1,2,3 m 1,2,3 Tanaman mentimun varietas Baby 007 F1 ulangan 1,2,3 n 1,2,3 Tanaman mentimun varietas Vitani F1 ulangan 1,2,3 o 1,2,3 Tanaman mentimun varietas Toska F1 ulangan 1,2,3


(44)

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pengolahan Tanah

Lahan dibuka dengan ukuran 8 x 6 meter dengan cara mencangkul tanah agak dalam kemudian dibalik. Tanah tersebut kemudian diratakan sambil dibersihkan gulmanya. Kemudian tanah dicampur secara merata dengan pupuk kandang (kambing) dengan dosis 10 ton/ha. Lahan dibuat bedengan sebanyak 5 bedengan memanjang dengan lebar 1 meter perbedengan.

3.4.2 Penanaman

Setelah tanah siap, dibuat lubang tanam dengan ukuran 80 cm x 70 cm. Setiap satuan percobaan dalam tata letak ditanami 2 tanaman. Benih ditanam sesuai tata letak yang telah ditentukan secara acak. Lubang tanam ditanami dua benih setelah sebelumnya diberi furadan terlebih dahulu. Setelah semua benih ditanam, lubang tanam ditutup kembali menggunakan tanah yang tipis.

3.4.3 Pemasangan Ajir

Saat tanaman telah berumur 1 minggu, dipasang ajir di sisi tanaman. Ajir yang dipasang sebanyak 2 buah per sampel atau 1 buah per tanaman. Kemudian ujung ajir tersebut disatukan membentuk kerucut. Ajir yang digunakan setinggi 180 cm.

3.4.4 Pemeliharaan

Pemeliharaan dilakukan mulai dari penyulaman pada 3-7 HST. Dilanjutkan dengan pemupukan Urea dengan dosis 100 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, dan KCl 150


(45)

kg/ha. Pupuk SP-36, KCl, dan setengah dosis Urea diaplikasikan pada 7 HST, dan setengahnya lagi pada saat tanaman mulai berbunga. Aplikasi pemupukan dengan cara ditugal. Pengendalian gulma dilakukan dengan cara mekanis pada 2 MST dan 4 MST. Pengairan dilakukan dengan menyiramkan air sebanyak 0,5 liter per tanaman pada pagi dan sore hari setiap hari.

3.4.5 Pengamatan

Untuk menguji kesahihan kerangka pemikiran dan hipotesis yang diajukan, dilakukan pengamatan terhadap komponen pertumbuhan dan perkembangan tanaman sebagai berikut:

1. Komponen pertumbuhan tanaman

1.1 Panjang (Tinggi Tanaman).

Tinggi tanaman diukur menggunakan meteran pita dengan skala centi meter. Apabila tinggi tanaman melebihi pita meteran, pengukuran

dilakukan dengan cara mengurutkan tali sesuai arah pertumbuhan tanaman pada ajir, kemudian tali tersebut dibentangkan dan diukur panjangnya menggunakan meteran dalam satuan centi meter. Pengukuran dilakukan setiap minggu mulai dari 1 MST hingga lebih dari 50% tanaman masuk fase reproduktif atau mulai berbunga.

1.2 Jumlah Daun.

Jumlah daun dihitung pada setiap tanaman mulai dari 1 MST hingga fase reproduktif. Pengukuran dilakukan setiap minggu bersamaan dengan pengukuran tinggi tanaman.


(46)

1.3 Jumlah Cabang.

Jumlah cabang setiap tanaman dihitung pada saat setelah panen terakhir. 1.4 Diameter Batang Tanaman

Setiap tanaman ditentukan diameter batang pada saat tanaman telah dewasa. Pengukuran dilakukan menggunakan jangka sorong pada bagian pangkal, tengah dan ujung batang tanaman untuk kemudian dirata-ratakan.

2. Komponen Reproduktif Tanaman

2.1 Bunga

Data bunga ditentukan dengan menghitung jumlah bunga jantan dan bunga betina per tanaman (sex ratio).

2.2 Buah

Komponen buah ditentukan dengan mengamati bentuk buah, warna buah, ukuran buah meliputi panjang dan diameter buah, bobot per buah, jumlah buah per tanaman, berat total buah per tanaman, kerenyahan buah, kadar brix buah, dan rasa pangkal buah. Pengukuran panjang buah dilakukan menggunakan penggaris, diameter buah menggunakan jangka sorong pada bagian pangkal, tengah, dan ujung buah kemudian dirata-ratakan. Bobot buah ditimbang menggunakan timbangan dengan ketelitian 0,01 gram. Kerenyahan buah ditentukan dengan alat penetrometer yang dapat

mengukur tekanan buah. Pengukuran penetrometer dilakukan pada bagian pangkal, tengah, dan ujung buah kemudian data yang diperoleh dirata-ratakan. Sedangkan kadar brix buah diukur menggunakan alat

refraktometer dengan cara menekan bagian buah hingga keluar sarinya untuk kemudian diteteskan pada penampang refraktometer, maka akan


(47)

tampak persentase kadar brix buah tersebut. Sedangkan rasa pangkal buah ditentukan menggunakan tester.

Pengamatan terhadap karakter-karekter tersebut dianggap penting karena

mendukung pada produktivitas dan mutu hasil mentimun. Panjang tanaman yang tinggi bisa diasumsikan tanaman dapat menghasilkan banyak bunga dengan harapan peluang menjadi buah lebih besar. Jumlah daun yang banyak akan berpengaruh terhadap fotosintat yang dihasilkan. Diameter batang yang cukup besar menjadikan tanaman kokoh menahan bobot buah yang besar. Jumlah cabang yang banyak akan memungkinkan munculnya bunga lebih banyak pada

percabangan tersebut. Mutu buah bisa ditentukan berdasarkan kadar brix dan tekanan buah. Kadar brix menggambarkan tingkat kemanisan buah mentimun sedangkan tekanan buah menggambarkan tingkat kekerasan buah mentimun. Ukuran buah ditentukan berdasar panjang, diameter, dan bobot buah. Semakin besar ukuran tersebut semakin besar pula hasilnya. Ukuran buah juga bisa dijadikan penentu waktu panen yaitu saat buah telah mencapai ukuran optimum. Jumlah bunga akan menentukan banyaknya buah pada suatu tanaman. Semakin banyak jumlah bunga betina peluang menjadi buah semakin banyak. Bunga jantan juga berpengaruh terhadap keberhasilan penyerbukan karena ketersediaan polen yang dihasilkan. Terakhir rasa pangkal buah menjadi poin penting kualitas mentimun karena kebanyakan masyarakat tidak menyukai rasa pangkal buah mentimun yang pahit.


(48)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah :

1. Pada mentimun lalap Venus memiliki kadar brix 3,27%, tekanan buah 4,68, panjang buah 14,91 cm dan bobot buah 160,22 g. Kemudian Wulan memiliki kadar brix 3,43%, tekanan buah 4,74, panjang buah 14, 27 cm dan bobot buah 185,98 g. Pada mentimun rujak Misano memiliki kadar brix 3,25%, tekanan buah 5,83, panjang buah 16,9 cm dan bobot buah 189,57 g. Pada kelompok baby Vitani memiliki kadar brix 3,03%, tekanan buah 4,49, panjang buah 11,15 cm dan bobot buah 123,65 g.

2. Kriteria keragaman genetik untuk semua karakter mentimun yang diteliti adalah sempit. Baik untuk mentimun lalap, mentimun rujak, maupun mentimun baby.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan pada lokasi dan musim yang berbeda untuk melihat ekspresi genetik pada lingkungan tersebut, dengan menitikberatkan pada varietas yang memiliki keunggulan agronomi yang tinggi yaitu varietas Venus dan Wulan untuk mentimun lalap, Misano untuk mentimun rujak dan Vitani untuk


(49)

mentimun baby. Kemudian dilakukan penjajakan pasar untuk melihat nilai komersil dari setiap varietas mentimun.


(50)

PUSTAKA ACUAN

Anonim. 2015. Benih mentimun. http://benihpertiwi.co.id/.diakses pada 30 Juli 2015 pukul 20.30

Ashari, S. 2006. Hortikultura Aspek Budidaya. UI-Press. Jakarta.

Aydemir, I. 2009. Determination of Genetic Diversity in Cucumber (Cucumis sativus L.) Germplasms. (Thesis). Izmir Institute of Technology. Turkey. Badan Pusat Statisik. 2014. Produksi Sayuran di Indonesia Tahun 1997 – 2013.

Berita resmi statistik. http://bps.go.id

Baihaki, A. 2000. Teknik Rancangan dan Analisis Penelitian Pemuliaan. Uniersitas Padjadjaran. Bandung. 91 hlm.

Barmawi, M. 2007. Pola segregasi dan heretabilitas sifat ketahanan kedelai terhadap cowpea mild mottle virus populasi Willis v Mlg 2521. Jurnal HPT Tropika. 7(1): 45-52.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2014. Data Curah Hujan Talang Padang. Stasiun BMKG. Masgar

Fehr, W.R. 1987. Principles of Cultivar Development. Volume 1. Department of Agronomy Lowa State University. USA. 536 hlm.

Golabadi, M. 2012. Assessment of Genetic Variation in Cucumber (Cucumis sativus L.) Genotypes. European Journal of Experimental Biology, 2012,2 (5) : 1382-1388

Hikam, S. 2001. Kapita Selekta Pemuliaan Tanaman Hortikultura. Universitas Lampung Press. Bandar Lampung.

Hikam, S., P. B. Timotiwu, dan D. Sudrajat. 2009. Genetika : kaidah-kaidah dasar dan kapita selekta. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 42 hlm. Jambormias, E. 2004. Seleksi biji dan ukuran biji kedelai (Glycine max L. Merrill)


(51)

(dengan pendekatan kuantitatif). (Tesis). Institut Pertanian Bogor. Bogor. 192 hlm.

Jamilah, H. 2013. Keragaman Genetik Dan Heritabilitas Karakter Komponen Hasil Pada Populasi F2 Buncis (Phaseolus vulgaris L.) Hasil Persilangan Varietas Introduksi Dengan Varietas Lokal. Universitas brawijaya.

Malang.

Keputusan Menteri Pertanian. 2005. Pelepasan mentimun hibrida sebagai varietas unggul. Keputusan Menteri Pertanian. No :

75/Kpts/SR.120/3/2005

Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius. Yogyakarta. 182 hlm.

Meydina, A. 2014. Variabilitas Genetik dan Heretabilitas Karakter AGRONOMI Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) Generasi F5 Hasil Persilangan Wilis X B3570. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 46 hlm.

Milawatie. 2006. Pengaruh Waktu Penyerbukan Terhadap Keberhasilan Persilangan Mentimun (Cucumis sativus L.).

http://elibrary.ub.ac.id/handle/123456789/32391. Unibraw

Mursito, D. 2003. Heretabilitas dan sidik lintas karakter fenotipik beberapa galur kedelai (Glycine max L. Merrill). Agrosains. 6(2): 58-63

Murti, R. H., D. Prajitno, A. Purwantoro, Tamrin. 2002. Keragaman genotipe salak lokal sleman. J. Habitat. 8(1): 57-65

Rachmadi, M. 2010. Pengantar Pemuliaan Tanaman Membiak Vegetatif. Universitas Padjadjaran. Bandung. 159 hlm.

Rubatzky, V. E. Yamaguchi, M. 1999. Sayuran Dunia 3. ITB. Bandung. Rukhmana, R. 1994. Budidaya Mentimun. Kanisius. Yokyakarta

Sugito, J. 1992. Sayur Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sumpena, U., 2005. Budidaya Mentimun Intensif dengan Mulsa Secara Tumpang Gilir. Penebar Swadaya, Jakarta

Sunarjono, H, H. 2007. Bertanam 30 Jenis Sayur. Penebar Swadaya. Jakarta. Sutarya, R. Grubben, G. 1995. Pedoman Bertanam Sayuran Dataran Rendah.

Gadjah Mada University Press. Jogjakarta.


(52)

Syukur, M., S. Sujiprihati, R. Yunianti, dan K. Nida. 2010. Pendugaan komponen ragam, heretabilitas dan korelasi untuk menentukan kriteria sleksi cabai (Capsicum annuum L.) populasi f5. J. Horti Indonesia. 1(3): 74-80. Syukur, M., S. Sujiprihati, R. Yunianti. 2012. Teknik Pemuliaan Tanaman.

Penebar Swadaya. Jakarta. 248 hlm.

Utomo, S.D. 2012. Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 144 hlm. Wahdah, R. 1996. Variabilitas dan pewarisan laju akumulasi bahan kering pada

biji kedelai. (Disertasi). Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Bandung. 130 hlm.

Wibowo, C. S. 2002. Pendugaan parameter genetik karakter toleran naungan pada generasi F2 perseilangan kedelai (Glycine max L. Merrill). (Skripsi).

Institut Pertanian Bogor. Bogor. 44 hlm.


(1)

tampak persentase kadar brix buah tersebut. Sedangkan rasa pangkal buah ditentukan menggunakan tester.

Pengamatan terhadap karakter-karekter tersebut dianggap penting karena

mendukung pada produktivitas dan mutu hasil mentimun. Panjang tanaman yang tinggi bisa diasumsikan tanaman dapat menghasilkan banyak bunga dengan harapan peluang menjadi buah lebih besar. Jumlah daun yang banyak akan berpengaruh terhadap fotosintat yang dihasilkan. Diameter batang yang cukup besar menjadikan tanaman kokoh menahan bobot buah yang besar. Jumlah cabang yang banyak akan memungkinkan munculnya bunga lebih banyak pada

percabangan tersebut. Mutu buah bisa ditentukan berdasarkan kadar brix dan tekanan buah. Kadar brix menggambarkan tingkat kemanisan buah mentimun sedangkan tekanan buah menggambarkan tingkat kekerasan buah mentimun. Ukuran buah ditentukan berdasar panjang, diameter, dan bobot buah. Semakin besar ukuran tersebut semakin besar pula hasilnya. Ukuran buah juga bisa dijadikan penentu waktu panen yaitu saat buah telah mencapai ukuran optimum. Jumlah bunga akan menentukan banyaknya buah pada suatu tanaman. Semakin banyak jumlah bunga betina peluang menjadi buah semakin banyak. Bunga jantan juga berpengaruh terhadap keberhasilan penyerbukan karena ketersediaan polen yang dihasilkan. Terakhir rasa pangkal buah menjadi poin penting kualitas mentimun karena kebanyakan masyarakat tidak menyukai rasa pangkal buah mentimun yang pahit.


(2)

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah :

1. Pada mentimun lalap Venus memiliki kadar brix 3,27%, tekanan buah 4,68, panjang buah 14,91 cm dan bobot buah 160,22 g. Kemudian Wulan memiliki kadar brix 3,43%, tekanan buah 4,74, panjang buah 14, 27 cm dan bobot buah 185,98 g. Pada mentimun rujak Misano memiliki kadar brix 3,25%, tekanan buah 5,83, panjang buah 16,9 cm dan bobot buah 189,57 g. Pada kelompok baby Vitani memiliki kadar brix 3,03%, tekanan buah 4,49, panjang buah 11,15 cm dan bobot buah 123,65 g.

2. Kriteria keragaman genetik untuk semua karakter mentimun yang diteliti adalah sempit. Baik untuk mentimun lalap, mentimun rujak, maupun mentimun baby.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan pada lokasi dan musim yang berbeda untuk melihat ekspresi genetik pada lingkungan tersebut, dengan menitikberatkan pada varietas yang memiliki keunggulan agronomi yang tinggi yaitu varietas Venus dan Wulan untuk mentimun lalap, Misano untuk mentimun rujak dan Vitani untuk


(3)

mentimun baby. Kemudian dilakukan penjajakan pasar untuk melihat nilai komersil dari setiap varietas mentimun.


(4)

Anonim. 2015. Benih mentimun. http://benihpertiwi.co.id/.diakses pada 30 Juli 2015 pukul 20.30

Ashari, S. 2006. Hortikultura Aspek Budidaya. UI-Press. Jakarta.

Aydemir, I. 2009. Determination of Genetic Diversity in Cucumber (Cucumis sativus L.) Germplasms. (Thesis). Izmir Institute of Technology. Turkey. Badan Pusat Statisik. 2014. Produksi Sayuran di Indonesia Tahun 1997 – 2013.

Berita resmi statistik. http://bps.go.id

Baihaki, A. 2000. Teknik Rancangan dan Analisis Penelitian Pemuliaan. Uniersitas Padjadjaran. Bandung. 91 hlm.

Barmawi, M. 2007. Pola segregasi dan heretabilitas sifat ketahanan kedelai terhadap cowpea mild mottle virus populasi Willis v Mlg 2521. Jurnal HPT Tropika. 7(1): 45-52.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2014. Data Curah Hujan Talang Padang. Stasiun BMKG. Masgar

Fehr, W.R. 1987. Principles of Cultivar Development. Volume 1. Department of Agronomy Lowa State University. USA. 536 hlm.

Golabadi, M. 2012. Assessment of Genetic Variation in Cucumber (Cucumis sativus L.) Genotypes. European Journal of Experimental Biology, 2012,2 (5) : 1382-1388

Hikam, S. 2001. Kapita Selekta Pemuliaan Tanaman Hortikultura. Universitas Lampung Press. Bandar Lampung.

Hikam, S., P. B. Timotiwu, dan D. Sudrajat. 2009. Genetika : kaidah-kaidah dasar dan kapita selekta. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 42 hlm. Jambormias, E. 2004. Seleksi biji dan ukuran biji kedelai (Glycine max L. Merrill)


(5)

(dengan pendekatan kuantitatif). (Tesis). Institut Pertanian Bogor. Bogor. 192 hlm.

Jamilah, H. 2013. Keragaman Genetik Dan Heritabilitas Karakter Komponen Hasil Pada Populasi F2 Buncis (Phaseolus vulgaris L.) Hasil Persilangan Varietas Introduksi Dengan Varietas Lokal. Universitas brawijaya.

Malang.

Keputusan Menteri Pertanian. 2005. Pelepasan mentimun hibrida sebagai varietas unggul. Keputusan Menteri Pertanian. No :

75/Kpts/SR.120/3/2005

Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius. Yogyakarta. 182 hlm.

Meydina, A. 2014. Variabilitas Genetik dan Heretabilitas Karakter AGRONOMI Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) Generasi F5 Hasil Persilangan Wilis X B3570. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung. 46 hlm.

Milawatie. 2006. Pengaruh Waktu Penyerbukan Terhadap Keberhasilan Persilangan Mentimun (Cucumis sativus L.).

http://elibrary.ub.ac.id/handle/123456789/32391. Unibraw

Mursito, D. 2003. Heretabilitas dan sidik lintas karakter fenotipik beberapa galur kedelai (Glycine max L. Merrill). Agrosains. 6(2): 58-63

Murti, R. H., D. Prajitno, A. Purwantoro, Tamrin. 2002. Keragaman genotipe salak lokal sleman. J. Habitat. 8(1): 57-65

Rachmadi, M. 2010. Pengantar Pemuliaan Tanaman Membiak Vegetatif. Universitas Padjadjaran. Bandung. 159 hlm.

Rubatzky, V. E. Yamaguchi, M. 1999. Sayuran Dunia 3. ITB. Bandung. Rukhmana, R. 1994. Budidaya Mentimun. Kanisius. Yokyakarta

Sugito, J. 1992. Sayur Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sumpena, U., 2005. Budidaya Mentimun Intensif dengan Mulsa Secara Tumpang Gilir. Penebar Swadaya, Jakarta

Sunarjono, H, H. 2007. Bertanam 30 Jenis Sayur. Penebar Swadaya. Jakarta. Sutarya, R. Grubben, G. 1995. Pedoman Bertanam Sayuran Dataran Rendah.

Gadjah Mada University Press. Jogjakarta.


(6)

Syukur, M., S. Sujiprihati, R. Yunianti, dan K. Nida. 2010. Pendugaan komponen ragam, heretabilitas dan korelasi untuk menentukan kriteria sleksi cabai (Capsicum annuum L.) populasi f5. J. Horti Indonesia. 1(3): 74-80. Syukur, M., S. Sujiprihati, R. Yunianti. 2012. Teknik Pemuliaan Tanaman.

Penebar Swadaya. Jakarta. 248 hlm.

Utomo, S.D. 2012. Pemuliaan Tanaman Menggunakan Rekayasa Genetik. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 144 hlm. Wahdah, R. 1996. Variabilitas dan pewarisan laju akumulasi bahan kering pada

biji kedelai. (Disertasi). Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Bandung. 130 hlm.

Wibowo, C. S. 2002. Pendugaan parameter genetik karakter toleran naungan pada generasi F2 perseilangan kedelai (Glycine max L. Merrill). (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor. 44 hlm.