Infeksi Neospora caninum: Kajian Morfopatologi

INFEKSI Neospora caninum: KAJIAN MORFOPATOLOGI

YUNITA CITRA SARI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Infeksi Neospora
caninum: Kajian Morfopatologi adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Yunita Citra Sari

NIM B04090030

ABSTRAK
YUNITA CITRA SARI. Infeksi Neospora caninum: Kajian Morfopatologi.
Dibimbing oleh EKOWATI HANDHARYANI.
Neospora caninum merupakan parasit obligat intraseluler yang baru dikenali
pada akhir tahun 1980-an. Neosporosis dapat menyebabkan gangguan
neuromuskuler (kelumpuhan progresif, paresis, dan paralisis kaki belakang) pada
anjing dan keguguran pada sapi. Anjing merupakan inang definitif dari Neospora
caninum. Sapi, domba, kambing, kuda, rusa, kerbau air, badak, dan rubah dapat
menjadi inang perantara. Perubahan patologi anatomi terlihat pada organ jantung,
hati, sistem saraf pusat, dan otot skeletal. Pemeriksaan histopatologi ditandai
multifokus nekrosis pada otak, miokarditis interstisial yang sifatnya non-supuratif,
dan peradangan multifokus pada hati. Kajian ini memberikan informasi mengenai
morfopatologi, patogenesis, pencegahan dan pengobatan pada kejadian
neosporosis.
Kata kunci: aborsi, sapi, anjing, Neospora caninum

ABSTRACT
YUNITA CITRA SARI. Neospora caninum infection: Pathomorphological

Studies. Supervised by EKOWATI HANDHARYANI.
Neospora caninum is an intracellular obligate parasite newly recognized in
late 1980’s. Neosporosis caused neuromuscular dysfunction (progressive
lameness, hindlimb paresis and paralysis) in dog and abortion in cow. The dog is
a definitive host of Neospora caninum. Cow, sheep, goat, horse, deer, water
buffalo, rhinocheros, and fox could be an intermediate host. Gross examination
was found in heart, liver, central nervous system, dan skeletal muscle.
Histopatological examination demonstrated multifocal necrosis of brain,
interstisial non-suppurative myocarditis, and multifocal inflammation in liver.
This study reviews information on pathomorphological, pathogenesis, prevention,
and treatment of neosporosis.
Keywords: abortion, cow, dog, Neospora caninum

INFEKSI Neospora caninum: KAJIAN MORFOPATOLOGI

YUNITA CITRA SARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan

pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Infeksi Neospora caninum: Kajian Morfopatologi
Nama
: Yunita Citra Sari
NIM
: B04090030

Disetujui oleh

drh Ekowati Handharvani, MSi. Ph.D. APVet
Pembimbing

o MS. Ph.D. APVet


Tanggal Lulus:

31 JUL 2013

Judul Skripsi : Infeksi Neospora caninum: Kajian Morfopatologi
Nama
: Yunita Citra Sari
NIM
: B04090030

Disetujui oleh

drh Ekowati Handharyani, MSi. Ph.D. APVet
Pembimbing

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS. Ph.D. APVet
Wakil Dekan


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah
infeksi parasit, dengan judul Infeksi Neospora caninum: Kajian Morfopatologi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu drh Ekowati Handharyani, MSi.
Ph.D. APVet selaku pembimbing. Di samping itu, terima kasih juga disampaikan
kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, serta seluruh teman-teman angkatan 46
Geochelone atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013
Yunita Citra Sari

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR


viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

1

METODE


2

Waktu dan Tempat

2

Metode Penulisan

2

GAMBARAN UMUM

2

Agen Penyakit

2

Siklus Hidup


2

Diagnosis

3

PEMBAHASAN

4

Infeksi N. caninum pada Sapi

4

Infeksi N. caninum pada Anjing

7

Infeksi N. caninum pada Hewan Eksperimen


9

Patogenesis infeksi N. caninum

11

Pencegahan dan Pengobatan

12

SIMPULAN DAN SARAN

13

Simpulan

13

Saran


13

DAFTAR PUSTAKA

13

RIWAYAT HIDUP

16

DAFTAR GAMBAR
1 Fotomikrograf pada miokardium pedet yang teraborsi. A. Nekrosis
miosit, edema, dan infiltrasi sel yang beragam. B. Perbesaran dari
grup tachyzoit yang besar. C. Perbesaran dari grup tachyzoit yang
kecil. D. Tachyzoit di serabut Purkinje. Pewarnaan HE A 300×, B-D
1.500× (Sumber: Dubey et al. 1990)
2 Fotomikrograf pada otak pedet. A. Fokal nekrosis, perivascular cuffing,
infiltrasi sel mononuklear, dan neovaskularisasi. B. Perivascular
cuffing dan individual tachyzoit (tanda panah) C. Grup kecil tachyzoit
(tanda panah) D. Jaringan kista dengan dinding kista dan beberapa

tachyzoit. Pewarnaan HE. A 300×. B-D 1.500× (Sumber: Dubey et al.
1990)
3 Tachyzoit N. caninum intrasitoplasmik pada organ jantung anjing.
Pewarnaan HE. Bar 10 µm (Sumber: Meseck et al. 2005)
4 Hemoragi dan penebalan membran CA pada embrio ayam yang
diinokulasikan dengan tachyzoit N. Caninum (Mansourian et al. 2009)
5 Gambaran Histopatologi organ embrio ayam yang diinokulasikan
dengan tachyzoit N. caninum. A. Meningitis granulomatosa. Infitrasi
sel mononuklear pada serebellum. B. Peradangan membran CA.
Infiltrasi makrofag dalam jumlah yang besar. C.
Hepatitis
granulomatosa. Infiltrasi sel mononuklear sentrilobular. D.
Miokarditis granulomatosa. Infiltrasi makrofag dalam jumlah yang
besar. Pewarnaan HE. A-B 100 ×. C-D 400 × (Mansourian et al. 2009)

5

6
8
10

11

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Neospora caninum merupakan parasit obligat intraseluler yang baru dikenali
pada akhir tahun 1980-an. Pada awalnya, parasit ini masih diidentifikasi sebagai
Toxoplasma gondii. Identifikasi baru pertama kali dilakukan oleh Dubey et al.
pada tahun 1988, meskipun telah dilaporkan sebelumnya oleh Bjekars et al. pada
tahun 1984.
Kejadian neosporosis ini mengancam kelompok breeder maupun penyayang
anjing sebab anjing merupakan inang definitif dari Neospora caninum, dan dapat
menyebabkan kelumpuhan progresif. Selain itu, parasit ini juga dapat bertransmisi
ke hewan ternak baik melalui penularan horizontal (satu hewan ke hewan lain)
maupun penularan vertikal (induk ke anaknya).
Dalam dunia peternakan, infeksi Neospora caninum (neosporosis)
menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar karena apabila sapi yang
terinfeksi mengalami keguguran maka akan gagal memproduksi susu (Dubey
1999). Neosporosis juga dapat menimbulkan kematian pada anak sapi terinfeksi
yang baru lahir. Hal ini sangat berbahaya bagi Indonesia yang saat ini telah
mencanangkan swasembada daging dan mengimpor pejantan unggul sebagai
donor semen.
Sampai saat ini pun belum ada persyaratan khusus bagi sapi yang diimpor
ke Indonesia untuk bebas dari infeksi neosporosis. Serangkaian uji serologis yang
pernah dilakukan di Indonesia telah menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi
parasit Neospora caninum. Hal ini menunjukkan bahwa tidak tertutup
kemungkinan neosporosis akan menjadi masalah di Indonesia dan akan terjadi
kerugian ekonomi yang besar apabila tidak dilakukan pencegahan terhadap infeksi
parasit ini. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai perubahan patologi dari
infeksi penyakit ini tidak kalah penting agar Indonesia semakin waspada dan
dapat mengenali infeksi penyakit ini lebih dini.

Tujuan Penulisan
Tujuan dari studi ini adalah menguraikan gambaran patologis, yaitu
perubahan patologi anatomi dan gambaran histopatologi pada organ yang
terinfeksi Neospora caninum.

Manfaat Penulisan
Manfaat dari studi ini yaitu:
1. Mendapatkan pengetahuan tentang patogenesa penyakit infeksi
Neospora caninum.
2. Mengevaluasi perkembangan penelitian yang menyangkut infeksi
Neospora caninum.

2

METODE
Waktu dan Tempat
Kajian ilmiah ini berlangsung selama enam bulan, dimulai dari bulan
Januari sampai dengan Juni 2013. Kegiatan ini dilaksanakan di Perpustakaan
Pusat, Perpustakaan Fakultas Kedokteran Hewan, dan Bagian Patologi
Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor.

Metode Penulisan
Kajian dilaksanakan dengan metode studi pustaka, yaitu mengumpulkan
informasi dari berbagai jurnal dan textbook yang berkaitan dengan infeksi
Neospora caninum. Hasil kajian tersebut disusun sesuai dengan penulisan karya
ilmiah dan dilengkapi dengan pembahasan.

GAMBARAN UMUM
Agen Penyakit
Neospora caninum termasuk ke dalam filum Apicomplexa, kelas Coccidia,
famili Sarcocystidae dan genus Neospora (Gondim et al. 2004). Agen penyakit ini
merupakan protozoa intraseluler yang hidup di otak, jantung, hati, paru-paru, dan
otot. Penyakit neosporosis pertama kali dikenali di Norway oleh Bjerkas et al.
1984, namun organismenya belum teridentifikasi sampai ditemukan pada tahun
1988 lalu kemudian dinamakan Neospora caninum (Reichel et al. 2007).
Hewan yang terserang infeksi Neospora caninum utamanya anjing dan sapi,
namun juga telah dilaporkan pada domba, kambing, kuda, dan rusa (Dubey dan
Lindsay 1996), kerbau air (Guarino et al. 2000), badak (Williams et al. 2002), dan
rubah (Almeria et al. 2002). Penyakit ini menular melalui penularan secara
vertikal (induk ke anak) maupun secara horizontal (satu hewan ke hewan lainnya).
N. caninum dan T. gondii secara morfologi memiliki kemiripan (Dubey dan
Schares 2011). Pengidentifikasian dilakukan berdasarkan inang definitif, etiologi,
morfologi, dan perbedaan genetiknya. Tachyzoit N. caninum mirip dengan T.
gondii di bawah cahaya mikroskop namun dapat dibedakan dengan menggunakan
mikroskop elektron berdasarkan kehadiran rhoptry-nya. Rhoptry dalam tachyzoit
N. caninum berbentuk electron-dense (padat), sedangkan rhoptry tachyzoit T.
gondii berbentuk honey-combed (sarang tawon) (Dubey dan Lindsay 1996).

Siklus Hidup
Siklus hidup N. caninum meliputi tiga stadium infektif yaitu tachyzoit, kista
yang berisi bradyzoit dan ookista. Tachyzoit dan kista adalah stadium yang

3
terdeteksi pada inang perantara. Kedua bentuk ini hidup secara intraseluler dan
berlokasi di sitoplasma sel inang, dengan atau tanpa vakuol parasit. Pada inang
perantara yang terinfeksi, bentuk ini ditemukan di sel saraf, makrofag, fibroblast,
sel endotel vaskuler, miosit, sel epitel tubuli ginjal, dan hepatosit (Dubey dan
Lindsay 1989; Dubey 2003). Kista berbentuk oval atau bulat dapat ditemukan di
otak, spinal cord dan retina dari inang perantara sedangkan bradyzoit berada di
dalam kista (Dubey dan Lindsay 1989). Ookista berada pada feses inang definitif,
bersporulasi di alam dan menjadi infektif di tubuh inang perantara (Slapeta et al.
2002).
Anjing (Canis familiaris) dan anjing hutan (Canis latrans) merupakan inang
definitif dari Neospora caninum (McAllister et al. 1998; Gondim et al. 2004).
Anjing terinfeksi akibat memakan membran fetus, plasenta, organ dari fetus yang
mengalami aborsi dan mengandung tachyzoit atau kista (McAllister et al. 1998).
Reproduksi seksual bertempat di usus anjing dan akhirnya ookista yang belum
bersporulasi keluar selama 5 sampai 7 hari setelah terinfeksi. Ookista bersporulasi
di alam selama 3 hari. Setelah bersporulasi, ookista infektif mengandung 2
sporosit dengan masing-masing 4 sporozoit (Slapeta et al. 2002).
Secara eksperimen dan natural, anjing yang terinfeksi menghasilkan sedikit
ookista, dengan sekresi ookista antara 5-13 hari post-infeksi dan melekat sampai
lebih dari 27 hari. Ookista bersporulasi selama 24 sampai 72 jam setelah sampai
di feses dan menjadi infektif. Laporan terkini menyatakan bahwa anak anjing
lebih banyak mengandung ookista dibandingkan usia yang lebih tua (Lindsay et
al. 2001). Meskipun dikatakan bahwa anjing hanya mengeluarkan sedikit ookista,
namun Gondim et al. (2002) melaporkan baru-baru ini bahwa anjing memakan
kista dari sapi yang terinfeksi secara eksperimental, mengeluarkan lebih dari
100.000 ookista N. caninum.
Inang perantara (misalnya sapi, domba, dan kambing) dapat terinfeksi
melalui makanan dan air yang terkontaminasi dengan ookista N. caninum yang
telah bersporulasi. Sporozoit dibebaskan ke usus, berpenetrasi dalam sel inang
dan kemudian berubah menjadi tachyzoit. Terakhir, ookista bereplikasi dengan
cepat secara endodiogeni pada sel inang, dan setelah sel dihancurkan, tachyzoit
berpenetrasi pada sel yang baru (Dubey 1999; Innes et al. 2001). Pada sel saraf,
tachyzoit bisa berubah bentuk menjadi bradyzoit (bereplikasi lambat melalui
endodiogeni) kemudian respon imun yang kuat akan hadir melawan protozoa. Di
sekeliling bradyzoit, kista akan terbentuk dan tetap menjadi stadium laten. Pada
stadium imunosupresif dari inang perantara bradyzoit dapat aktif kembali (Mc
Allister et al. 1998; Dubey 1999).
Tachyzoit dapat bertransmisi secara vertikal dari induk ke fetus melalui
plasenta dalam kasus infeksi primer ookista atau selama re-aktifasi kista. Infeksi
embrio dapat menghasilkan aborsi, serangan saraf pada keturunannya tanpa
manifestasi klinis. Infeksi transplasental berulang pada hewan yang sama
memungkinkan (Dubey dan Lindsay 1996).

Diagnosis
Diagnosa antemortem dilakukan dengan memperhatikan gejala klinis yang
nampak, sedangkan diagnosa postmortem dilakukan berdasarkan pada

4
penampakan parasit pada lesio dari anjing yang terinfeksi. Indirect fluorescence
antibody test (IFAT) merupakan tes diagnostik yang paling sering digunakan
(Lindsay et al. 1990). Pewarnaan imunohistokimia digunakan untuk menemukan
antigen spesifik pada jaringan (Dubey dan Lindsay 1996). Metode ini diperlukan
untuk membedakan N. caninum dengan T. gondii sebab tachyzoitnya tidak dapat
dibedakan dengan cahaya mikroskop. Uji serologi terhadap serum lapang yang
dilakukan di Indonesia menggunakan teknik enzyme-linked imunosorbent assay
(ELISA). Uji ini hanya dapat menunjukkan reaksi positif atau negatif neosporosis
tanpa mengetahui titer antibodinya (Suhardono et al. 2002). Diagnosa dengan
metode Polymerase Chain Reaction (PCR) juga dapat dilakukan untuk
membedakan N. caninum dengan T. gondii (Schatzberg et al. 2003), namun
apabila perubahan inflamasi tersebut bersifat ringan maka PCR tidak dapat
mendeteksi DNA N. caninum (Kim et al. 2002).
Differensial diagnosa dari penyakit muskuler yang disebabkan N. caninum
adalah trauma, penyakit diskus intervertebralis, toxoplasmosis, distemper, rabies,
neuropathy kongenital, meningoensefalopati granulomatosa, tromboemboli,
neoplasia, miopathy, pneumonia, botulism dan miokarditis (Barr et al. 1991).

PEMBAHASAN
Infeksi N. caninum pada Sapi
Gejala Klinis
Aborsi merupakan gejala klinis yang paling mendasar terjadi pada sapi
(Dubey et al. 2006). N. caninum menyebabkan aborsi pada peternakan sapi perah
maupun pedaging, pada umur yang bervariasi, dimulai dari bulan ketiga setelah
fertilisasi terjadi. Kebanyakan aborsi disebabkan oleh N. caninum terjadi pada 5-6
bulan kebuntingan (Dubey dan Lindsay 1996; Anderson et al. 2000), namun
kejadian neosporosis juga pernah ditemukan pada sapi Shothorn berumur dua
tahun yang mengalami aborsi saat fetus berumur satu bulan (Dubey et al. 1990).
Lain halnya dengan penyakit brucellosis yang juga menyebabkan aborsi, terjadi
pada tri-mester ketiga (Neta et al. 2010).
Gejala klinis terlihat pada pedet yang terinfeksi secara kongenital, di bawah
umur 2 bulan (Barr et al. 1990; Dubey dan Lahunta 1993). Menurut Barr et al.
(1990), pada umumnya gejala klinis diobservasi 3 sampai 5 hari setelah lahir
namun juga dapat terlihat 2 sampai 3 minggu kemudian. Anak terinfeksi N.
caninum lahir dengan berat badan rendah, tanpa ada gejala yang terlihat.Kaki
depan atau kaki belakang bisa mengalami ekstensor yang berlebihan. Pemeriksaan
neurologis memperlihatkan gejala ataxia, penurunan refleks patella dan kesalahan
orientasi. Kadang-kadang ditemukan exophtalmus, mata tidak simetris, hidrosefali,
atau kolumna vertebralis menyempit (Dubey dan Lahunta 1993; Bryan et al.
1994).
Pada neosporosis umumnya fetus mengalami autolisis, dengan plasentitis,
dan plasental edema sebagai faktor yang menyertainya. N. caninum jarang
menyebabkan retensi plasenta atau perkembangan metritis (Dubey 2003), berbeda
dengan infeksi brucellosis yang menyebabkan retensi plasenta.

5
Gambaran Patologi
Pemeriksaan makroskopis pada fetus dengan nekropsi menunjukkan bahwa
karkas mengalami edema dengan beberapa liter cairan ditemukan pada pleura atau
rongga dada dan rongga peritoneal. Pemeriksaan lain menunjukkan bahwa organ
hati ditemukan rapuh.
Hasil pemeriksaan mikroskopis dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE)
yang dilakukan oleh Dubey et al. (1990) adalah sebagai berikut: Lesio otot
jantung terdiri dari area multifokus edema, hemoragi, nekrosa miosit, dan infiltrasi
neutrofil dan sel mononuklear di dalam dan mengelilingi miosit dan serabut
Purkinje (Gambar 1A-1D).

Gambar 1 Fotomikrograf pada miokardium pedet yang teraborsi. A. Nekrosis miosit,
edema, dan infiltrasi sel yang beragam. B. Perbesaran dari grup tachyzoit
yang besar. C. Perbesaran dari grup tachyzoit yang kecil. D. Tachyzoit di
serabut Purkinje. Pewarnaan HE A 300×, B-D 1.500× (Sumber: Dubey et
al. 1990)

6
Perubahan lain yang ditemukan adalah perikarditis difus non-supuratif.
Beberapa tachyzoit intraseluler ditemukan di miosit dan serabut Purkinje.
Tachyzoit pada jantung ditemukan secara individu atau berkelompok. Kelompok
tachyzoit berukuran panjang lebih dari 100
dan lebar 30
.Tachyzoit
individu kira-kira berukuran 5 x 2
dengan pewarnaan PAS-negatif (Dubey et
al. 1990).
Lesio otak dicirikan dengan area multifokus nekrosis pada gray dan white
matter, neovaskularisasi, nekrosis dinding kapiler, vascular cuffing, dan infiltrasi
makrofag dapat dilihat pada Gambar 2A-2D. Tachyzoit terlihat pada sel
saraf/neuron (Gambar 2B, 2C). Jaringan kista terlihat di cerebrum dengan
diameter 20
dan berisi beberapa bradyzoit yang kira-kira memiliki tebal
dinding cyst 1
(Gambar 2D).

Gambar 2 Fotomikrograf pada otak pedet. A. Fokal nekrosis, perivascular
cuffing, infiltrasi sel mononuklear, dan neovaskularisasi. B.
Perivascular cuffing dan individual tachyzoit (tanda panah) C.
Grup kecil tachyzoit (tanda panah) D. Jaringan kista dengan
dinding kista dan beberapa tachyzoit. Pewarnaan HE.A 300×. BD 1.500×. (Sumber: Dubey et al. 1990)

7
Lesio hati terdiri dari nekrosa parenkim hati di sekeliling vena sentral.
Tidak ditemukan bakteri pada inokulasi yang berasal dari hati (Dubey et al.1990).
Berdasarkan perubahan-perubahan di atas dapat disimpulkan bahwa penyebab
kematian adalah gagal jantung oleh infestasi N. caninum dan miokarditis (Dubey
et al. 1990).

Infeksi N. caninum pada Anjing
Gejala klinis
Pada anjing, infeksi N. caninum merupakan kasus yang jarang menimbulkan
perubahan klinis, namun sangat sering terjadi kasus yang bermanifestasi sebagai
penyakit neurologis dan penyakit muskuloskeletal pada anjing muda. Sindrom
yang umum terjadi akibat infeksi parasit ini yaitu kelumpuhan progresif,
ascending hindlimb paresis dan paralisis, polyradiculitis dan polymiositis pada
usia muda. Anjing dengan paralisis kaki belakang dapat bergerak dan dapat
bertahan hidup selama beberapa bulan (Georgieva et al. 2006).
Disfungsi lain yang ditemukan adalah sulit menelan, paralisis rahang, lemah
otot, dan atrofi muskular. Paresis dapat terjadi secara unilateral maupun bilateral.
Biasanya kasus neosporosis dapat berlanjut pada gangguan fungsi jantung, paruparu, dan kulit. Dermatitis dapat terjadi pada beberapa kasus, disebabkan oleh
parasit N. caninum menginfeksi dalam jumlah besar. Pengeluaran ookista N.
caninum dari traktus digesti dapat menyebabkan diare (Gondim et al. 2002).
Anjing dengan berbagai variasi umur dapat terinfeksi N. caninum. Pada
tahun 1992, anjing Shelty betina berusia 5 bulan dilaporkan mengalami lemah
pada kaki belakang. Gejala klinis berkembang secara progresif menjadi tetraplegia
disertai dengan lemah pada daerah cervical, hilangnya refleks pupil, dyspnea, dan
paralisis lidah dan otot masseter (Umemura et al. 1992). Seekor anjing Mastiff
jantan yang berusia 3 tahun dilaporkan mati karena menderita neosporosis pada
Oktober 2003 dengan gambaran miokarditis (lokal ekstensif), bersifat akut,
miokarditis nekrotik dan infark (Meseck et al. 2005).
Pada anjing dewasa kasus meningo-myeloensefalitis paling banyak terjadi.
Miokarditis, kematian mendadak, polymiositis, dermatitis, pneumonia, dan
penyebaran infeksi multifokus juga dilaporkan. Miokarditis yang berkaitan
dengan infeksi N. caninum pada anjing merupakan kasus yang jarang terjadi pada
anjing domestik (Meseck et al. 2005).
Infeksi tranplasental juga terjadi pada anjing (Meseck et al. 2005). Secara
subklinis, anjing betina yang terinfeksi dapat mentransmisikan parasit ke fetus dan
menurunkan anak anjing yang lahir terinfeksi. Neosporosis pada anjing muda
yang terinfeksi secara kongenital merupakan kasus yang paling berat. Tidak ada
predisposisi breed ataupun gender pada anjing. Kasus ini sering terjadi pada
Labrador Retriever, Boxer, Greyhound, Golden Retriever dan Basset
(Georgieva et al. 2006).
Gambaran Patologi
Keadaan jantung secara makroskopis ditemukan terjadinya transmural
infark pada bagian apex ventrikel kanan, dengan ukuran 6 x 3 x 1.2 cm, dan
berbintik merah-putih. Pada otot papillary dari ventrikel kiri, infark serupa juga

8
ditemukan dengan ukuran 1 x 1 x 1 cm. Pada atrium dan ventrikel kanan,
ditemukan lesio subendokardial yang sifatnya multifokus, iregular, kecil, kenyal,
dan pucat (Meseck et al. 2005).
Pada histopatologi jantung ditemukan lesio edema, penebalan serabut
miokardium dan terbentuknya interwoven band. Infark pada ventrikel kanan
berwarna pucat serta berbatas jelas dengan miokardium di dekatnya. Vakuol
intrasitoplasmik parasitophorous berbentuk oval ditemukan di sekitar lesio. Pada
setiap vakuol biasanya berisi tachyzoit berukuran 1 x 3 m. Gambaran tachyzoit
N. caninum dapat dilihat pada Gambar 3. Di daerah sekitar lesio tersebut
ditemukan banyak neutrofil, yaitu pada perivaskular ke intersitisial. Limfosit dan
sel plasma ditemukan di seluruh area yang terserang. Infark pada otot papillary
kiri ditemukan sama dengan infark ventrikel kanan.
Lesio multifokus
subendokardial pada ventrikel dan atrium kanan; terdiri spikula dari osseus dan
metaplasia khondroid diantara miokardium dan jaringan di sekitar miokardium.
Diagnosis mikroskopik dari lesio tersebut adalah miokarditis interstisial yang
bersifat non-supuratif ringan yang meluas pada permukaan endokardial (Meseck
et al. 2005).

Gambar 3 Tachyzoit N. caninum intrasitoplasmik pada organ
jantung anjing. Pewarnaan HE. Bar 10 µm.
(Sumber: Meseck et al. 2005)

Keadaan hati secara makroskopis ditemukan rapuh dan terjadi kongesti yang
bersifat pasif kronis (Meseck et al. 2005). Kongesti pasif kronis mengakibatkan
dilatasi yang nyata dari pembuluh darah di sentral setiap lobulus hati, disertai
penyusutan sel-sel hati di daerah yang terserang. Sedangkan pada pemeriksaan
histopatologinya ditemukan peradangan multifokus ringan pada hati. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Umemura et al. (1992), selain peradangan

9
multifokus pada hepatosit ditemukan pula nodul pada reticuloendothelial. Nodul
tersebut berisi kurang dari 10 tachyzoit. Setiap tachyzoit berbentuk oval atau
bulat.
Lesio lainnya juga ditemukan pada otot skelet, sistem saraf pusat, dan otak.
Hasil nekropsi menunjukkan perubahan warna otot skelet. Pada pemeriksaan
histopatologi otak ditemukan adanya tachyzoit pada daerah cerebrum dan infiltrasi
perivaskular dari sel-sel mononuklear. Pada pemeriksaan histopatologi otot juga
ditemukan adanya infilitrasi sel mononuklear dan beberapa terjadi mineralisasi
(Dubey et al. 2007). Nodul glial, fokus gliosis tersebar di sepanjang CNS. Lesio
lebih banyak berlokasi di submeningeal dan area periventrikular CNS.
Perivascular cuffing dari sel mononuklear ditemukan di meningeal dan jaringan
saraf (Umemura et al. 1992).

Infeksi N. caninum pada Hewan Eksperimen
Infeksi N. caninum juga dapat terjadi secara eksperimental. Beberapa
penelitian telah dilakukan untuk menginduksi N. caninum pada berbagai jenis
hewan. Hewan yang sering digunakan adalah sapi, domba, mencit, dan embrio
ayam.
Berbagai eksperimen yang dilakukan pada sapi menunjukkan bahwa pada
umumnya lesio ditemukan pada plasenta (Dubey et al. 2006). Lesio awal pada
sapi yang diinokulasi dengan tachyzoit N. caninum pada 70 hari kebuntingan baru
akan terlihat 14 hari kemudian. Lesio tersebut terdiri dari multiplikasi parasit pada
vili plasenta fetus dengan nekrosa vili, terkadang disertai dengan kebocoran serum
antara vili fetus dan maternal septum, dan peradangan non-supuratif pada
maternal septa (Macaldowie et al. 2004 dalam Dubey et al. 2006). Penelitian lain
menyebutkan bahwa membran plasenta mengalami penebalan dan terjadi edema
(Barr et al. 1994). Lesio yang ditemukan pada organ lainnya yaitu terjadi infiltrasi
sel peradangan multifokus non-supuratif pada berbagai jaringan, yaitu pada otak,
otot skeletal, jantung, paru-paru, dan ginjal.
Penelitian yang dilakukan oleh Dubey dan Lindsay (1990) dengan
menginokulasikan tachyzoit N. caninum pada domba memperlihatkan lesio
mikroskopis sistem saraf pusat (central nervous system/CNS), otot skeletal, dan
plasenta fetus. Ensefalomyelitis dikarakterisasikan dengan multifokus gliosis,
hemoragi, nekrosis, perivascular cuffing, dan infiltrasi sel mononuklear pada gray
dan white matter cerebrum, cerebellum, brain stem, dan seluruh spinal cord.
Tachyzoit N. caninum ditemukan pada sistem saraf pusat keseluruhan fetus,
namun hanya beberapa organisme terlihat pada pewarnaan hematoxilin-eosin
(HE). Organisme tersebut lebih banyak terlihat pada pewarnaan serum anti-N.
caninum.
Miositis pada otot kaki dicirikan dengan fokus kecil nekrosis pada miosit
dan infiltrasi sel mononuklear pada perimisium. Terdapat dua grup tachyzoit
ditemukan pada miosit salah satu fetus. Multifokus dari infiltrasi sel mononuklear
terlihat pada lidah salah satu fetus domba. Plasentitis dicirikan oleh nekrosis dan
mineralisasi vili kotiledonari, namun organismenya tidak dapat diidentifikasi.
Percobaan yang dilakukan pada mencit berguna untuk mendemonstrasikan
penularan N. caninum secara vertikal (Tomioka 2000). Mencit yang

10
diinokulasikan dengan N. caninum akan mengalami peningkatan titer antibodi,
namun secara klinis tidak terlihat selama 70 hari.
N. caninum akan teraktivasi kembali pada saat kebuntingan atau kondisi
imunosupresi. DNA N. caninum terdeteksi dalam darah mencit kira-kira satu
bulan setelah partus. Titer antibodi meningkat secara tiba-tiba pada hari ke-20
kebuntingan dan setelah itu mengalami penurunan secara bertahap. Pada kondisi
imunosupresi dengan penggunaan prednisolon pada mencit yang terinfeksi secara
laten, keberadaan N. caninum dalam juga akan terdeteksi pada stadium awal
setelah inokulasi, setelah itu menghilang dari dalam darah, dan muncul kembali di
otak
Percobaan terhadap embrio ayam dilakukan oleh Mansourian et al. (2009).
Beberapa embrio pada ayam diinokulasikan dengan berbagai dosis tachyzoit N.
caninum dimulai dengan dosis 101 sampai 106. Tidak ditemukan adanya lesio
makroskopis pada jantung, hati, dan otak pada embrio, namun membran CA
memperlihatkan adanya perubahan anatomi pada inokulasi dengan dosis tinggi,
yaitu ditemukannya hemoragi yang terkait dengan penebalan membran
khorioalantois/CA (Gambar 4).

Gambar 4 Hemoragi dan penebalan membran CA pada embrio ayam
yang diinokulasikan dengan tachyzoit N. caninum
(Sumber: Mansourian et al. 2009).

Pemeriksaan mikroskopis pada embrio ayam menunjukkan terjadinya
neosporosis akut pada hati, jantung, otak, dan membran CA. Hemoragi, nekrosis,
dan infiltrasi radang sel mononuklear dan agregasi tachyzoit terlihat pada organ
tersebut (Gambar 5).
Lesio menjadi lebih banyak dan bersifat perakut pada inokulasi tachyzoit
dengan dosis yang tinggi. Pada kasus dengan dosis inokulasi 103 dan 104 tachyzoit
terlihat agregasi sejumlah makrofag pada membran CA, hati, dan diantara sel
miokardial anak ayam. Persendian yang tersinfeksi menunjukkan terjadinya
arthritis. Terdapat reaksi peradangan aktif yang bersifat kronis dan juga sejumlah
makrofag menginfiltrasi membran synovial yang berkaitan dengan heterofil.
Patologi anatomi pada telur dengan dosis inokulasi 101, 102 tachyzoit
memperlihatkan bahwa hemoragi yang terjadi pada lapisan dalam kerabang telur
bersifat ringan, 103 tachyzoit bersifat sedang, dan 104 bersifat parah/ganas. Hasil

11
ini memperlihatkan bahwa beberapa lesio tergantung dari dosis inokulum itu
sendiri (Mansourian et al. 2009).

Gambar 5 Gambaran Histopatologi organ embrio ayam yang diinokulasikan dengan
tachyzoit N. caninum. A. Meningitis granulomatosa. Infitrasi sel
mononuklear pada serebellum. B. Peradangan membran CA. Infiltrasi
makrofag dalam jumlah yang besar. C. Hepatitis granulomatosa. Infiltrasi
sel mononuklear sentrilobular. D. Miokarditis granulomatosa. Infiltrasi
makrofag dalam jumlah yang besar. Pewarnaan HE. A-B 100×. C-D 400×
(Sumber: Mansourian et al. 2009).

Patogenesis infeksi N. caninum
Neosporosis merupakan penyakit utama pada plasenta dan fetus, ditandai
dengan maternal parasitemia, dipicu oleh hasil dari infeksi maternal primer
(eksogenus) selama kehamilan atau mengikuti infeksi endogenus selama
kehamilan.
Infeksi primer pada sapi yang disebabkan oleh termakannya ookista N.
caninum yang telah bersporulasi (Trees et al. 2002; Gondim et al. 2004). Ookista
kemudian hadir di usus halus, menghasilkan 8 sporozoit, seperti toxoplasmosis
pada domba (Buxton 1998). Sporozoit kemudian menjadi parasit di epitel usus,
berubah menjadi tachyzoit dan bermultiplikasi pada limfonodus mesenterik.
Selanjutnya, tachyzoit dilepaskan ke dalam sirkulasi darah dan akhirnya akan
menyebar ke seluruh tubuh termasuk ke uterus yang mengalami kebuntingan.
Transmisi transplasental endogenus diduga terjadi pada ternak yang
terinfeksi secara in utero (Mc Allister 2001; Innes et al. 2002; 2005). Fetus yang

12
sangat muda belum memiliki perkembangan sistem imun yang baik untuk
mengontrol multiplikasi parasit pada jaringan. Pada trimester pertama, fetus
rentan dengan infeksi N. caninum dan tidak dapat bertahan. Pada trimester kedua,
fetus dapat memberikan respon imun pada infeksi N. caninum (Andrianarivo et al.
2001; Almeria et al. 2003; Bartley et al. 2004; Innes et al. 2004). Dalam hal ini,
kemungkinan fetus dapat atau tidak dapat diselamatkan. Pada trimester ketiga,
fetus dapat meningkatkan kemampuan untuk melawan patogen dan dapat lahir
dengan selamat.

Pencegahan dan Pengobatan
Pencegahan infeksi N. caninum secara horizontal dapat dilakukan dengan
cara menghindari kontaminasi makanan dan minuman dari feses anjing dan satwa
liar lainnya yang kemungkinan besar mengandung kista N. caninum. Anjing
sebaiknya dijauhkan dari peternakan sapi, utamanya saat sapi sedang dalam masa
melahirkan. Fetus yang mengalami aborsi dan plasenta harus dimusnahkan agar
tidak dikonsumsi oleh anjing dan karnivora lainnya sehingga penularan dapat
dihindari (Toolan 2003).
Pencegahan infeksi secara vertikal dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Bila prevalensi positif neosporosis dalam sebuah peternakan sapi rendah, maka
dilakukan culling/pemotongan sapi yang terbukti seropositif. Namun bila
prevalensi positif neosporosis tinggi, maka hanya sapi yang terbukti seronegatif
saja yang dimanfaatkan untuk breeding, sementara sapi yang seropositif dapat
dikawinkan dengan pejantan namun kemudian sapi tersebut dan keturunannya
digemukkan lalu dipotong (Wouda et al. 1998).
Bovilis Neogard merupakan vaksin yang dikembangkan di USA dan
Kanada pada tahun 2001. Vaksin ini mengandung tachyzoit (killed) Neospora dan
adjuvant SPUR, diaplikasikan via subkutan sebanyak dua kali, dengan interval 3-4
minggu, dan dilakukan pertama kali pada trimester pertama kebuntingan.
Saat ini, tidak ada pengobatan kemoterapi yang terbukti aman dan efektif
digunakan untuk mengobati neosporosis pada sapi (Dubey dan Schares 2011).
Dubey et al. (2004) dalam Dubey dan Schares (2011) menyatakan bahwa tidak
ada obat yang dapat membunuh kista N. caninum. Meskipun demikian, hasil
penelitian yang dilakukan oleh Strohbusch et al. (2009) dalam Dubey dan Schares
(2011) menunjukkan bahwa parasit tidak ditemukan lagi pada otak dan organ lain
dengan pemberian ponazuril. Terapi neosporosis pada anjing dilakukan dengan
pemberian clindamycin namun pengobatan ini tidak efektif sepenuhnya. Terapi
dapat berhasil bila pengobatan dilakukan sejak dini dan didukung oleh terapi
pendukung seperti pemberian NSAID atau kortikosteroid dengan dosis rendah.
Anjing yang diberikan pengobatan dapat sembuh secara fungsional, namun akan
terlihat adanya kelainan pada cara berjalan.

13

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Neospora caninum merupakan protozoa intraseluler yang dapat
menyebabkan gangguan saraf dan muskular pada anjing dan keguguran pada sapi.
Morfopatologi dari kejadian neosporosis dapat dilihat berdasarkan perubahan
anatomi dan histopatologi. Perubahan anatomi terlihat pada organ jantung, hati,
sistem saraf pusat, dan otot skeletal. Pemeriksaan histopatologi banyak ditemukan
area multifokus nekrosis pada otak, miokarditis interstisial yang sifatnya nonsupuratif, dan multifokus ringan pada hati. Di daerah lesio kadang-kadang dapat
ditemukan tachyzoit yang dikelilingi sel-sel pertahanan tubuh seperti makrofag,
limfosit, dan sel plasma.

Saran
Penelitian mengenai perubahan morfopatologi terhadap infeksi Neospora
caninum sebaiknya segera dilaksanakan apabila telah ditemukan hasil sero-positif
pada suatu daerah.

DAFTAR PUSTAKA
Almeria SD, Ferrer M, Pabon J, Castella, Manas S. 2002. Red foxes (Vulpes
vulpes) are natural intermediate host of Neospora caninum. Vet Parasitol.
107:287-284.
Almeria S, de Marez T, Dawson H, Dawson H, Araujo R, Dubey JP, Gasbarre.
2003. Cytokine gene expression in dams and fetuses after experimental
Neospora caninum infection of heifers at 110 gestation. Parasit imunol.
25:383-392.
Anderson ML, Andrianarivo AG, Conrad PA. 2000. Neosporosis in cattle. Anim
Repr Sci. 60-61:417-431.
Barr BC, Anderson ML, Dubey JP, Conrad PA. 1991. Neospora-like protozoal
infections association with bovine abortions. Vet pathol. 28:110-116.
Barr BC, Rowe JD, Sverlow KW, BonDurant RH,Ardans AA, Oliver MN,
Conrad PA. Experimental reproduction of bovine fetal Neospora infection
and death with a bovine Neospora isolate. J Vet Diagn Invest. 6:207-215.
Bartley PM, Kirvar E, Wright S, Swales C, Schock A, Rae AG, Hamilton C, Innes
EA. 2004. Maternal and fetal immune responses of cattle inoculated with
Neospora caninum at mid-gestation. J Compar pathol. 130:81-91.
Bryan LA, Gajadhar AA, Dubey JP, Haines DM. 1994. Bovine neonatal
encephalomyelitis associated with a Neospora sp. protozoan. Canadian Vet
J. 35:111-113.
Buxton D. 1998. Protozoan infections (Toxoplasma gondii, Neospora caninum,
and Sarcocystic spp.) in sheep and goats: recent advances. Vet Res. 29:289310.

14
Dubey JP. 1999. Neosporosis-the first decade of research. Int J Parasitol. 29:
1485-1488. doi: 10.1016/S0020-7519(99)00134-4.
Dubey JP. 2003. Review of Neospora caninum and neosporosis in animals.
Korean J Parasitol. 31:747-752.
Dubey JP, de Lahunta A. 1993. Neosporosis associated congenital limb
deformities in a calf. Appl Parasitol. 34:229-233.
Dubey JP, Buxton D, Wouda W. 2006. Pathogenesis of bovine neosporosis.J
Comp Path. 134:267-289. doi: 10.1016/j.jcpa.2005.11.004.
Dubey JP, Miller S, Lindsay DS, Topper MJ. 1990. Neospora caninum_associated
myocarditis and encephalitis in an aborted calf. J Vet Diagn Invest. 2: 66-69.
Dubey JP, Lindsay DS. 1989. Transplancental Neospora caninum infection in dog.
American J Vet Research. 50:1578-1579.
Dubey JP, Lindsay DS. 1990. Neospora caninum induced abortion in sheep. J Vet
Diagn Invest. 2:230-233.
Dubey JP, Lindsay DS. 1996. A review of Neospora caninum and neosporosis.
Vet Parasitol. 67:1-59. doi:10.1016/S0304-4017(96)01035-7.
Dubey JP, Schares G. 2011. Neosporosis in animals-the last five years. Vet
Parasitol. 180:90-108.
Dubey JP, Vianna MCB, Kwok OCH, Hill DE, Miska KB, Tuo W, Velmurungan
GV, Conors M, Jenkins MC. 2007. Neosporosis in Beagle dogs: clinical
signs, diagnosis, treatment, isolation, and genetic characterization of
Neospora caninum. Vet Parasitol. 149:158-166.
Georgieva DA, Prelezov PN, Koinarski VTS. 2006. Neospora caninum and
neosporosis in animals – a review. Bulg J Vet. Med 9, 1:1-26.
Guarino A, Fusco G, Savini G, Francesco D, Cringoli. 2000. Neosporosis in water
buffalo (Bubalus bubalis) in southern Italy. Vet Parasitol. 91: 15-21. doi:
10.1016/S0304-4017(00)00239-9.
Gondim LF, Gao L, McAllister MM. 2002. Improved production of Neospora
caninum oocyst, clinical oral transmission between dogs and cattle, and in
vitro isolation from oocyst. J Parasitol. 88:1159-1163.
Gondim LF, McAllister MM, Anderson Sprecher RC, Bjorkmann C, Lock TF,
Firkins LD, Gao L, Fisher WR. 2004. Transplacental transmission and
abortions in cows administered Neospora caninum oocysts. J Parasitol.
90:1361-1365.
Innes EA, Andrianarivo AG, Bjorkmann C, Williams DJL, Conrad PA. 2002.
Immune responses to Neospora caninum and prospect for vaccination.
Trends Parasitol. 18:497-504.
Innes EA, Wright S, Bartley P, Maley S, Macaldowie C, Esteban-Redondo I,
Buxton D. 2005. The host-parasite relationship in bovine neosporosis.Vet
Imunol Imunopathol. 108:29-36.
Innes EA, Wright SE, Maley S, Rae A, Schock A, Kirvar E, Bartley P, Hamilton
C, Carey IM, Buxton D. 2001. Protection against vertical transmission in
bovine neosporosis. Intern J Parasitol. 31:1532-1534.
Kim JH, Lee JK, Lee BC, Park BK, Yoo HS, Hwang WS, Shin NR, Kang MS,
Jean YH, Yoon HJ, Kang SK, Kim DY. 2002. Diagnostic survey of Bovine
abortion in Korea : With special emphasis on Neospora caninum. J Vet Med
Sci. 64(12):1123-1127.

15
Lindsay DS. 2001. Macaldowie C, Maley SW, Wright S, Bartley P, EstebanRedondo I, Buxton D, Innes E. 2004. Placental pathology associated with
fetal death in cattle inoculated with Neospora caninum by two different
routes in early pregnancy. J Compar Pathol. 131:142-156.
Lindsay DS, Dubey JP, Upton SJ, Ridley RK. 1990. Serological prevalences of
Neospora caninum and Toxoplasma gondii in dog from Kansas. J
Helminthol. 57:86-88.
McAllister MM, Dubey JP, Lindsay DS, Jolley WR, Wills RA, Mc Guire AM.
1998. Dogs are defenitive host of Neospora caninum. Int J Parasitol.
28:1473-1478. doi: 10.1016/S0020-7519(98)00138-6.
McAllister MM. 2001. Do cows protects fetuses from Neospora caninum
transmission? Trends Parasitol.17:6.
Meseck EK, Njaa BL, Haley NJ, Park EH, Barr SC. 2005 Use of a multiplex
polymerase chain reaction to rapidly differentiate Neospora caninum from
Toxoplasma gondii in an adult dog with necrotizing myocarditis and
myocardial infarct. J Vet Diagn Invest. 17:565-568.
Neta AVC, Mol JPS, Xavier MN, Paixão TA, Lage AP, Santos RL. 2010.
Pathogenesis of bovine brucellosis-review. Vet J. 184:146-155.
Reichel MP, Ellis JT, Dubey JP. 2007. Neosporosis and hammondiosis in dogs.
JSAP. 48:308-312. doi:10.1111/j.1748-5827.2006.00236.x.
Slapeta JR, Koudela B, Votypka J, Mondry D, Horejs R, Lukes J. 2002.
Coprodiagnosis of Hammondia heydorni in dogs by PCR based
amplification of ITS1rRNA: differentiation from morphologically
indistinguishable oocyst of Neospora caninum. Vet J. 163:147-154.
Suhardono et al. 2002. Neosporosis salah satu penyebab keguguran pada tenak
baru dikenali di Indonesia. Bogor [ID]: Balai Penelitian Veteriner.
Tomioka Y. 2000. Demonstration of vertical transmission Neospora caninum in
latently infected mice. Jpn J Vet Res. 48:79.
Toolan D. 2003. Neospora caninum abortion in cattle-a clinical perspective. Irish
Vet J. 56:404-410.
Trees AJ, Guy CS, McGarry JW, Smith RF, Williams DJL. 2002. Neospora
caninum: oocyst challenge of pregnant cows. Vet Parasitol. 109:147-154.
Umemura T, Shiraki K, Morita T, Shimada A, Haritani M, Kobayashi M,
Yamagata S. 1992. Neosporosis in dog : The first case report in Japan. J Vet
Med Sci. 54(1):157-159.
Williams JH, Espie I, van Wilpe E, Matthee A. 2002. Neosporosis in a white
rhinoceros (Ceratotherium simum) calf. JSAVA. 73:38-43.
Wouda W, Moen AR, Schukken YH. 1998. Abortion risk in progeny of cows
after a Neospora caninum epidemic. Theriogenology. 49:1311-1316.

16

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bekasi, 26 Maret 1991 dari ayah M. Juddin Syamsu
Alang dan ibu Asliany. Penulis adalah putri kelima dari lima bersaudara. Tahun
2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Benteng Selayar dan lulus seleksi masuk
Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB, dan
diterima pada tahun yang sama di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif sebagai anggota
departemen Kominfo BEM FKH IPB, Ketua Komunitas Seni Steril FKH IPB,
anggota paduan suara Gita Klinika, dan anggota Himpunan Minat dan Profesi
(HIMPRO) Satwa Liar.