Analisis Pendapatan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Usatani Kubis (Brassica oleracea L) di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung Jawa Barat

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PRODUKSI USAHATANI KUBIS (Brassica
oleracea L) DI KECAMATAN PANGALENGAN KABUPATEN
BANDUNG JAWA BARAT

SEPTIAN RIZKI SITOMPUL

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANEJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA1
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pendapatan
dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Kubis (Brassica
oleracea L) di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung Jawa Barat adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka
di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor,

Juli 2013

Septian Rizki Sitompul
NIM H34070107

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

ABSTRAK
SEPTIAN RIZKI SITOMPUL. Analisis Pendapatan dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Usahatani Kubis di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung.
Jawa Barat. Dibimbing oleh Juniar Atmakasuma.
Kubis merupakan salah satu komoditas hortikultura yang telah memberikan

kontribusi besar terhadap PDB nasional pada beberapa tahun terakhir. Tujuan
penelitian ini adalah menganalisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat produksi kubis di Kecamatan Pangalengan. Hasil analisis
pendapatan menggunakan R/C menunjukkan usahatani kubis di Kecamatan
Pangalengan menguntungkan untuk diusahakan karena nilai R/C atas biaya tunai
maupun atas biaya total lebih besar dari satu. Sedangkan Hasil analisis regresi
fungsi produksi dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglass
menunjukkan faktor-faktor produksi untuk bibit, unsur N, pupuk kandang, tenaga
kerja luar keluarga dan tenaga kerja dalam keluarga signifikan atau nyata,
sedangkan untuk luas lahan, unsur P, unsur K, pestisida cair dan pestisida padat
tidak signifikan atau tidak nyata. Dari semua variabel yang diestimasi,
penggunaan tenaga kerja luar keluarga, berpengaruh negatif terhadap produksi
kubis. Berdasarkan penjumlahan koefisien variabel didapatkan nilai 1,655 yaitu
lebih dari satu sehingga usahatani kubis berada pada keadaan irrasional (inefisien)
sehingga masih dapat ditingkatkan. Kombinasi optimal untuk mencapai kondisi
efisien dapat dihasilkan dengan menggunakan analisis NPM dan BKM.
Kata Kunci: Kubis, R/C, Cobb Douglas, NPM dan BKM
ABSTRACT
SEPTIAN RIZKI SITOMPUL. Analyses of the Income of Cabbage Farming and
the Factors Affecting It in Pangalengan Sub-District, Bandung Regency, West

Java. Guided by Juniar Atmakasuma
Cabbage is one of the horticultural commodities which have contributed
greatly to the national GDP in recent years. The purpose of this research was to
analyze the income of farming and the factors that affected the level of cabbage
production in Pangalengan Sub-District. The income analysis results using R/C
showed that the cabbage farming in Pangalengan Sub-District was profitable to
carry out because the value of R/C over the cash cost as well as the total cost was
greater than one. The results of the regression analysis of production function by
using the function of the Cobb-Douglass production showed that production
factors for N element, seed, fertilizer, labor outside the family and labor inside
the family were insignificant (real), while for the land area, P element, K element,
liquid pesticides and solid pesticides were insignificant (unreal). Of all the
variables being estimated, the use of labor outside the family negatively affected
the cabbage production. Based on the addition of variable coefficient, the value
obtained was 1.655, which is more than one, so that cabbage farming was
considered irrational (inefficient). Therefore, the use of production factors can still
be improved. The optimal combination to achieve efficient conditions can be
generated by using the analysis of NPM and BKM.
Keywords: Cabbages, R/C, Cobb Douglas, NPM and BKM


ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI USAHATANI KUBIS (Brassica oleracea L)
DI KECAMATAN PANGALENGAN KABUPATEN BANDUNG

SEPTIAN RIZKI SITOMPUL

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANEJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi


Nama
NIM

: Analisis Pendapatan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Usatani Kubis (Brassica oleracea L) di Kecamatan
Pangalengan Kabupaten Bandung Jawa Barat
: Septian Rizki Sitompul
: H34070107

Disetujui oleh

Ir Juniar Atmakusuma, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2011 sampai Juli 2011 ini ialah
analisis usahatani, dengan judul Analisis Pendapatan dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Usahatani Kubis di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung
Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir. Juniar Atmakusuma, MS
selaku dosen pembimbing. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ibu
Ir.Dwi Rachmina, Msi dan Bapak Maryono yang telah memberikan saran dan
masukan. Di samping itu kepada Bapak Penyuluh pertanian kecamatan
Pangalengan, dan petani kubis, serta pihak-pihak dari Kecamatan Pangalengan
yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih
disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, keluarga Agribisnis 44 atas doa
dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

Bogor,

Juli 2013


Septian Rizki Sitompul

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Keragaan Usahatani Kubis
Pengolahan Tanah
Penanaman, Pemupukan dan Penyiangan
Perawatan
Panen
Kajian Penelitian Terdahulu

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Usahatani
Konsep Pendapatan Usahatani
Konsep Produksi dan Produktivitas
Fungsi Produksi Cobb-Douglass
Konsep Efisiensi Alokasi Faktor Produksi
Konsep Skala Ekonomi Usaha (Return to Scale)
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Analisis Fungsi Produksi
Analisis Efisiensi Alokasi Faktor Produksi
Analisis Pendapatan Usahatani
Defenisi Operasional
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keragaan Usahatani Kubis
Penggunaan Sarana Produksi

Bibit
Lahan
Pupuk dan Pestisida
Tenaga Kerja

ix
x
x
1
1
3
4
4
5
5
5
5
5
6
6

6
8
8
8
10
12
15
16
18
18
20
20
29
20
20
22
22
23
25
25

25
25
26
26
27

Alat-alat Pertanian
Modal
Teknik Budidaya Kubis
Persiapan lahan
Penanaman, Pemupukan dan Penyiangan
Perawatan
Pemanenan
Pemasaran Kubis
Analisis Pendapatan Usahatani Kubis
Penerimaan Usahatani Kubis
Biaya Usahatani Kubis
Pendapatan Usahatani Kubis
Analisis Produksi Usahatani Kubis
Analisis Model Fungsi Produksi
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi
Analisis Efisiensi Alokasi Faktor Produksi
Analisis Skala Usaha
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

29
29
29
29
30
30
30
30
32
32
32
34
36
36
37
38
40
40
40
41
41`
44
51

DAFTAR TABEL
1 PDB Beberapa Komoditas Hortikultura Sayuran Terhadap Total PDB
Sayuran Nasional Tahun 2009-2010
2 Produksi Sayuran di Indonesia Tahun 2006-2010
3 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kubis di Jawa Barat Tahun
Tahun 2009-2010
4 Produksi Sayuran di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung
Tahun 2011
5 Luas dan Produksi Kubis Berdasar Komoditas Menurut Desa diKecamatan Pangalengan Tahun 2011
6 Penggunaan Tenaga Kerja per Luasan Lahan Rata-rata 0,47 ha perMusim Tanam
7 Penggunaan Peralatan Usahatani Kubis per Musim Tanam diKecamatan Pangalengan
8 Biaya Usahatani Kubis per Luas Lahan Rata-rata di Kecamatan
Pangalengan pe Musim Tanam
9 Perhitungan Pendapatan dan Rasio Penerimaan Terhadap Biaya
R/C Usahatani Kubis per 0,47 hektar di Kecamatan Pangalengan
Per Musim Tanam

1
2
2
2
4
27
28
33

35

10 Hubungan Faktor-faktor Produksi dengan Produksi Kubis
Menggunakan Model Fungsi Produksi Cobb-Douglass dengan
Metode Stepwise
11 Analisis Efisiensi dari Alokasi Penggunaan Faktor-faktor Produksi
Usahatani Kubis di Kecamatan Pangalengan

36
39

DAFTAR GAMBAR
1 Kurva Produksi
2 Kerangka Pemikiran Operasional
3 Lahan Kubis
4 Penyiangan
5 Proses Pemanenan Kubis di Kecamatan Pangalengan
6 Jalur Pemasaran Kubis di Kecamatan Pangalengan

13
19
29
30
31
47

DAFTAR LAMPIRAN
1Penggunaan Faktor-faktor Produksi yang Mempengaruhi Usahatani Kubis
di Kecamatan Pangalengan
2 Harga Faktor-faktor Produksi
3 Output Analisis Regresi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi
Usahatani Kubis di Kecamatan Pangalengan
4 Karakteristik Petani Reponden di Kecamatan Pangalengan

44
45
46
50

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu komoditas hortikultura yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat
adalah sayuran. Tingginya kandungan vitamin dan mineral pada sayuran juga
memiliki potensi terkait dengan nilai ekonomi dan kemampuan menyerap tenaga
kerja yang baik. Kelebihan-kelebihan tersebut menyebabkan produksi sayuran
terus dilakukan bahkan produksi sayuran di Indonesia mengalami peningkatan
pada beberapa tahun terakhir.
Sayuran terdiri dari berbagai macam jenis dan masing-masing jenis sayuran
memberikan kontribusi yang berbeda-beda nilainya dalam Produk Domestik
Bruto (PDB) sayuran nasional. Beberapa komoditas sayuran yang memberikan
kontribusi terbesar dalam Produk Domestik Bruto (PDB) sayuran nasional yaitu
cabai besar, bawang merah, cabai rawit, tomat, kentang, kubis dan bawang daun,
sedangkan jenis sayuran yang memberikan sumbangan yang relatif kecil dalam
Produk Domestik Bruto (PDB) sayuran nasional digolongkan ke dalam komoditas
sayuran lainnya. Berikut disajikan data Produk Domestik Bruto(PDB) beberapa
komoditas sayuran terhadap total Produk Domestik Bruto sayuran nasional tahun
2009-2010 pada Tabel 1.
Tabel 1 PDB Beberapa Komoditas Hortikultura Sayuran Terhadap Total PDB
Sayuran Nasional Tahun 2009-2010
No Komoditas
2009
2010
Nilai PDB
Persentase
Nilai PDB
Persentase
(Milyar Rp.)
(%)
(Milyar Rp.)
(%)
1.
Cabai besar
6.431,57
21,08
6.698,94
21,44
2.
Bawang merah
4.144,85
13,59
4.588,39
14,69
3.
Cabai rawit
3.718,45
12,19
3.662,94
11,72
4.
Tomat
2.489,57
8,16
2.333,85
7,47
5.
Kentang
2.282,38
7,48
2.247,39
7,19
6.
Kubis
2.030,19
6,66
2.108,52
6,75
7.
Bawang daun
1.335,61
4,38
1.274,96
4,08
8.
Sayuran lainnya
6.822,67
26,47
8.329,17
26,66
Total sayuran
30.505,71
100,00
31.244,16
100,00
Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian (2011)

Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) beberapa komoditas sayuran (cabai
besar, bawang merah, dan kubis) meningkat pada tahun 2010. Kubis berada
diposisi terbesar ketiga sebagai komoditas yang mengalami peningkatan nilai
Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp 78,33 milyar (0,09 persen) setelah
bawang merah (Rp 443,54; 1,1 persen) dan cabai besar (Rp 267,37; 0,36 persen).
Peningkatan nilai tersebut salah satunya dipengaruhi oleh peningkatan produksi
kubis pada tahun 2010. Pada tahun 2006 hingga tahun 2010 produksi kubis
merupakan jumlah yang tertinggi dibandingkan jenis sayuran lainnya dengan
pertumbuhan rata-rata sebesar 2,22 persen. Pertumbuhan tersebut relatif stabil
setiap tahun. Hal ini dilihat dari produksi per tahun yang selalu meningkat secara
bertahap.

2

Tabel 2 Produksi Sayuran di Indonesia tahun 2006-2010
Komodit
Tahun
No
as
2006
2007
2008
2009
1
1.267.745 1.288.738 1.323.702 1.358.113
Kubis
2
Cabai
1.185.057 1.128.792 1.153.060 1.378.727
3
1.011.911 1.003.732 1.071.543 1.176.304
Kentang
Bawang
4
794.931
802.810
853.615
965.164
Merah
5
Tomat
629.774
635.475
725.973
853.061
6
Ketimun
598.401
581.205
540.122
583.139
Mustard
7
590.401
564.912
565.636
562.838
Green
Daun
8
571.268
479.924
547.743
549.365
Bawang
Kacang
9
461.239
488.500
455.524
483.793
Panjang
10 Terong
358.095
390.846
427.166
451.564

2010
1.138.656
1.332.356
1.060.579
1.048.228
890.169
546.927
583.004
541.359
488.174
509.093

Sumber: Badan Pusat Statistik (2011)

Tabel 2 menunjukkan produksi nasional berbagai sayuran unggulan di
Indonesia yang berada pada peringkat 10 besar. Produksi sayuran tersebut setiap
tahunnya mempunyai kecenderungan meningkat. Salah satu komoditas sayuran
ungggulan Indonesia yaitu kubis. Kubis menempati urutan pertama dalam
produksi nasional tanaman sayuran.
Sentra produksi kubis terbesar di Indonesia terletak di provinsi Jawa Barat.
Jawa Barat merupakan wilayah di indonesia yang memiliki berbagai jenis dataran,
dari mulai dataran rendah hingga dataran tinggi. Kondisi lahan dan iklim yang
mendukung menjadikan Jawa Barat sebagai provinsi yang banyak memproduksi
sayuran termasuk kubis. Produksi dan produktivitas kubis di Jawa Barat dapat
dilihat pada tabel 3.
Tabel 3 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kubis di Jawa Barat Tahun 20092012
Keterangan
Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012
Luas Panen (ha)
13.604
12.811
12.063
13.780
Produksi(ton)
298.332
286.647
270.780
398.862
Produktivitas(ton/ha)
21,93
22,38
22,45
24,65
Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura (Kementerian Pertanian) 2011

Tabel 3 menunjukkan produktivitas kubis di Jawa Barat dari tahun 2009
sampai tahun 2012 terus mengalami peningkatan. Salah satu daerah sentra
produksi kubis di Jawa Barat adalah Kecamatan Pangalengan. Kecamatan
Pangalengan memiliki kondisi alam yang subur dan topografi yang sesuai dengan
kondisi untuk budidaya kubis. Daerah penghasil kubis di Kecamatan Pangalengan
tersebar di seluruh desa dengan produktivitas yang beragam.
Tabel 4 Produksi Sayuran di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung Tahun
2011

3

Komoditas
Kentang
Kubis
Sawi
Tomat
Wortel
Bawang merah
Cabe

Luas lahan (ha)
4.136,43
3.035,81
1.457,37
1.178,58
1.118,07
620
442

Produksi (ton)
82.770,60
77.291,11
33.054,60
27.483,70
29.800,66
4.898,36
5.050,20

Sumber: Kecamatan Pangalengan Dalam Angka 2011

Pada tabel 4 dapat dilihat bahwa produksi kubis di Kecamatan Pangalengan
menempati urutan kedua setelah tanaman kentang yaitu sekitar 77.291,11 ha
dengan luas lahan 3.035,81 ha. Kubis merupakan salah satu komoditas sayuran
unggulan di Kecamatan Pangalengan setelah komoditas kentang.
Tabel 5 Luas dan Produksi Kubis Berdasar Komoditas Menurut Desa Di
Kecamatan Pangalengan Tahun 2011
No
Desa
Luas areal (ha)
Produksi (ton)
1
Wanasuka
182,00
4.550,00
2
Banjarsari
78,00
1.950,00
3
Margaluyu
251,00
6.275,00
4
Sukaluyu
421,20
10.951,20
5
Warnasari
70,41
1.830,66
6
Pulosari
142,00
3.550,00
7
Margamekar
431,00
11.206,00
8
Sukamanah
284,00
7.100,00
9
Margamukti
525,05
13.320,52
10 Pangalengan
144,00
3.528,00
11 Margamulya
503,00
12.932,13
12 Tribaktimulya
2,15
51,60
13 Lumajang
2,00
46,00
Jumlah
3.035,81
77.291,11
Sumber: Kecamatan Pangalengan Dalam Angka 2011

Tabel 5 menunjukkan bahwa total produksi kubis di Kecamatan
Pangalengan pada tahun 2011 berkisar 77.291,11 ton dari total jumlah luas areal
yaitu 3035,81 ha. Desa Margamukti menempati urutan pertama untuk produksi
kubis yaitu sebesar 13.320,52 ton.
Perumusan Masalah
Kubis merupakan komoditas pertanian yang sangat fluktuatif dalam hal
produksi dan harga di tingkat petani (lampiran 2). Produksi kubis dapat melimpah
dalam satu waktu sehingga harga menjadi menurun. Sementara, kekhawatiran
petani terhadap resiko usahataninya di lain waktu menyebabkan berkurangnya
produksi sehingga menaikkan harga. Usahatani kubis merupakan usahatani yang
memiliki resiko cukup tinggi untuk dilakukan karena kubis termasuk sayuran
yang mudah busuk (perishable). Selain dikarenakan fluktuasi harga yang
signifikan, pendapatan dari usahatani kubis tergolong rendah diantara komoditi

4

sayuran lainnya di Jawa Barat. Hal tersebut berdampak pada pengambilan
keputusan dalam usahatani karena pendapatan merupakan insentif yang menjadi
pertimbangan untuk mengambil keputusan dalam usahatani.
Tanaman kubis di kecamatan Pangalengan umumnya di tanam satu hingga
dua kali setahun. Setiap petani memiliki pola tanam kubis yang berbeda-beda.
Namun sebagian besar petani akan menanam kubis pada musim hujan. Hal
tersebut dikarenakan tanaman kubis membutuhkan air yang cukup untuk tumbuh
sedangkan di musim kemarau petani sulit mendapatkan air. Fenomena yang
terjadi ini membutuhkan pentingnya analisis pendapatan usahatani di Kecamatan
Pangalengan.
Permasalahan lain yang dihadapi usahatani kubis di kecamatan Pangalengan
terkait dengan produktivitas. Menurut Soekartawi (1993), perbedaan produktivitas
dari satu potensial usahatani dengan produktivitas yang dihasilkan petani
disebabkan oleh dua faktor utama. Pertama, terdapat kendala biologis, misalnya
perbedaan kesuburan tanah, serangan hama penyakit, dan sebagainya. Kedua,
kendala sosial ekonomi, misalnya kurangnya pengetahuan, tingkat pendidikan
petani, ketidakpastian, dan sebagainya.
Peningkatan produktivitas sekaligus peningkatan pendapatan usahatani
kubis dapat diatasi dengan alokasi faktor-faktor produksi secara tepat. Faktorfaktor produksi apakah yang mempengaruhi tingkat produksi di Kecamatan
Pengalengan?
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan permasalahannya
adalah:
1.
Bagaimana gambaran usahatani kubis di kecamatan Pangalengan ditinjau
dari pendapatan usahataninya?
2.
Faktor-faktor produksi apakah yang mempengaruhi tingkat produksi kubis
di Kecamatan Pangalengan?

Tujuan Penelitian
1.
2.

Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini diantaranya:
Mengidentifikasi keragaan usahatani kubis di kecamatan Pangalengan
Menganalisis pendapatan usahatani kubis dan faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi kubis.

Manfaat Penelitian

1.
2.

Hasil penelitian ini diharapkan akan berguna:
Memberikan informasi mengenai gambaran pertanian sayuran khususnya
kubis yang dilakukan oleh para petani di kecamatan Pangalengan.
Memberikan informasi kepada petani sebagai pertimbangan dalam upaya
meningkatkan efisiensi yang kemudian dinilai mampu meningkatkan
produktivitas dan pendapatan dari usahatani kubis.

5

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan dengan lingkup wilayah yaitu Kecamatan Pangalengan,
Kabupaten Bandung. Kecamatan Pangalengan dengan komoditas yang diteliti
adalah kubis. Petani yang dijadikan responden diambil secara acak dari 6 desa di
Kecamatan Pangalengan, yang terdiri dari Desa Margamulya, Desa Pulosari, Desa
Margamekar, Desa Margamukti, Desa Margaluyu dan Desa Sukaluyu. Petani
yang menjadi responden merupakan petani yang masih melakukan budidaya kubis
dalam kurun waktu satu tahun terakhir ketika penelitian dilakukan. Analisis
meliputi untuk melihat keragaan usahatani kubis, faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi usahatani kubis dan tingkat pendapatan usahatani kubis
di Kecamatan Pangalengan. Penelitian ini memiliki keterbatasan meliputi data
yang digunakan merupakan data yang berlaku pada saat penelitian yaitu dari bulan
Juni sampai Juli 2011. Penelitian di Kecamatan Pangalengan dilaksanakan
sesudah panen kubis sehingga penggunaan input produksi hanya didasarkan pada
keterangan petani dan tidak melalui pengamatan langsung.

TINJAUAN PUSTAKA
Keragaan Usahatani Kubis
Pengolahan Tanah
Tanah yang paling sesuai untuk menanam kubis adalah tanah liat berpasir
yang cukup bahan organik. Namun umumnya, kubis baik ditanam didataran tinggi
pada ketinggian 1000-2000 m diatas permukaan laut yang bersuhu rendah dan
kelembaban tinggi. Kubis tidak dapat tumbuh pada tanah yang sangat asam. Kubis
membutuhkan sinar matahari yang cukup. Pengolahan Tanah dilakukan agar
diperoleh kondisi tanah yang sesuai dengan kebutuhan hidup tanaman.
Pengolahan tanah dapat dilakukan dengan dicangkul, dibajak, atau ditraktor.
Petani yang memiliki luas lahan sempit umumnya melakukan pengolahan tanah
melalui pencangkulan. Tanah dicangkul sedalam 30-40 cm. Setelah dicangkul,
tanah dibiarkan terbuka 3-4 hari supaya mendapat sinar matahari. Proses
penjemuran dapat mengurangi dan memetikan hama penyakit. Selanjutnya,
pembuatan bedengan dilakukan. Bedengan dibuat dengan tinggi 15 cm agar tidak
tergenang air, panjang 8-10 m, lebar 180-200 cm, dan jarak bedengan antara satu
dengan yang lain sekitar 40 cm.
Penanaman, Pemupukan dan Penyiangan
Penanaman Kubis dapat ditanam dari biji atau stek. Biji atau stek dapat
ditanam langsung di lahan. Pada umumnya, petani lebih senang jika biji atau stek
disemai lebih dulu karena perawatannya lebih mudah dibandingkan langsung
ditanam. Keuntungan melakukan penyemaian antara lain mudah melakukan
proses penyiraman, mudah melakukan pengawasan tanaman, dan biji atau stek
tidak mudah rusak jika hujan lebat atau panas terik. Untuk mengatasi gulma,
penyiangan dapat dilakukan dengan mencabut rumput-rumput atau menggunakan
herbisida. Kubis memerlukan pupuk cukup banyak karena tanaman ini banyak

6

menghisap zat hara, terutama Nitrogen dan Kalium. Pupuk yang digunakan
meliputi pupuk organik dan anorganik. Gulma yang tumbuh disekitar kubis dapat
merugikan karena menjadi pesaing dalam pertumbuhan tanaman kubis. Oleh
karena itu, penyiangan dibutuhkan untuk menjada proses pertumbuhan kubis.
Penyiangan dilakukan ketika jumlah gulma cukup banyak. Dalam proses ini,
umumnya digunakan tenaga kerja wanita untuk menyiangi lahan.
Perawatan
Tanaman kubis banyak memerlukan perawatan khusus meliputi
penyemprotan dan penyiraman. Penyiraman dilakukan pada saat musim kemarau
karena tanaman kubis membutuhkan cukup air. Sedangkan penyemprotan
dilakukan ketika terdapat adanya tanda-tanda serangan hama dan penyakit. Hama
paling berbahaya yang menyerang kubis adalah ulat kubis. Hama ulat kubis
(Plutella maculipennis) dapat dikendalikan dengan Diazinon atau Bayrusil 1-2
cc/l air dengan frekuensi penyemprotan 1 minggu. Sementara, ulat kubis
(Crocidolonia binotalis) dikendalikan dengan Bayrusil 13 cc/l air. Penyakit yang
juga sering menyerang kubis disebabkan bakteri atau cedawan. Penyakit busuk
akar yang disebabkan Rhizoktonia sp dapat dikendalikan dengan bubur Bordeaux
atau fungisida yang dianjurkan. Sedangkan penyakit lainnya adalah busuk hitam
(Xanthomonas campestris) dan busuk lunak bakteri (Erwinia carotovora) dan
penyakit pekung Phomalincran, penyakit kaki gajah (Plasmodiophora brassicae)
belum dapat diatasi. Bila ada tanaman yang terserang segera dicabut lalu dibakar.
Panen
Tanaman Kubis dapat dipetik kropnya setelah besar, padat, dan umur
berkisar antara 3-4 bulan setelah penyebaran benih. Hasil yang didapat rata-rata
untuk kubis 20-60 ton/ha. Pemungutan hasil jangan sampai terlambat karena
kropnya akan pecah atau (retak), bahkan kadang-kadang dapat menjadi busuk.
Kajian Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang terkait dengan topik ini dilakukan oleh Hadi
(2007) tentang analisis efisiensi produksi dan pendapatan usahatani brokoli yang
berlokasi di Desa Cibodas, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat.
Berdasarkan analisis pendapatan usahatani, produksi brokoli dari sejumlah petani
responden di Desa Cibodas bisa dikatakan menguntungkan. Hal ini dapat dilihat
dari R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total usahatani brokoli di
Desa Cibodas masing-masing yaitu 1,78 dan 1,32. Artinya bahwa usatani brokoli
ini menguntungkan untuk diusahakan karena memiliki nilai R/C rasio lebih besar
dari satu. Produksi brokoli dipengaruhi oleh input-input atau faktor-faktor
produksi. Berdasarkan fungsi produksi Cobb Douglas pada penelitian ini, faktor
produksi yang memiliki pengaruh nyata dan positif pada selang 99 persen adalah
benih, dan faktor produksi yang memiliki pengaruh nyata dan positif pada taraf 95
persen adalah pupuk kandang, pupuk kimia dan tenaga kerja. Penambahan jumlah
benih dan pupuk kimia yang digunakan akan meningkatkan jumlah produksi
brokoli secara signifikan. Pestisida padat dan pestisida cair merupakan faktor
produksi yang berpengaruh positif namun tidak nyata terhadap produksi brokoli.

7

Rifkie, Ade Suryani (2008), melakukan penelitian tentang analisis faktorfaktor yang mempengaruhi produksi usahatani kubis di desa Cimenyan,
Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. Analisis faktor-faktor produksi
usahatani yang dilakukan meliputi dua periode yaitu periode awal musim hujan
dan awal musim kemarau. Usahatani yang dilakukan di dua periode layak dan
menguntungkan untuk dilaksanakan. Meskipun usahatani yang dilakukan di awal
musim hujan lebih menguntungkan dibandingkan dipertengahan musim hujan.
Berdasarkan analisis fungsi produksi Cobb Douglas, produksi usahatani kubis
dalam keadaan normal berada pada kondisi constant return to scale. Faktor-faktor
produksi yang berpengaruh secara siginifikan dengan elastisitas positif adalah
pupuk kandang (selang kepercayaan 90 persen), benih, pupuk kimia dan pestisida
padat (selang kepercayaan 85 persen). Faktor-faktor produksi yang berpengaruh
secara signifikan dengan elastisitas negatif adalah tenaga kerja (selang
kepercayaan 85 persen). Faktor-faktor produksi yang berpengaruh secara
signifikan dengan elastisitas negatif adalah tenaga kerja. (selang kepercayaan 85
persen) dan pestisida cair (selang kepercayaan 80 persen). Usahatani kubis
dipertengahan musim hujan yang mengalami serangan hama dan penyakit pun
berada pada kondisi constant return to scale. Faktor-faktor produksi yang
berpengaruh secara signifikan dengan elastisitas positif adalah pupuk kandang
(selang kepercayaan 75 persen), pupuk kimia (selang kepercayaan 90 persen), dan
pestisida padat (selang kepercayaan 95 persen). Faktor produksi yang berpengaruh
secara signifikan dengan elastisitas dengan elastisitas negatif adalah tingkat
serangan hama dan penyakit (selang kepercayaan 90 persen). Benih dan pestisida
cair tidak berpengaruh secara signifikan (selang kepercayaan 75 persen).
Defri (2011) melakukan penelitian tentang analisis pendapatan dan faktorfaktor yang mempengaruhi produksi usahatani ubi jalar yang berlokasi di Desa
Purwasari Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Berdasarkan hasil pendapatan
usahatani, produksi usahatani dari sejumlah responden di Desa Purwasari dapat
bisa dikatakan menguntungkan karena hasil R/C terhadap biaya tunai maupun
biaya total yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa usahatani ubi jalar ini
masih menguntungkan untuk diusahakan. Sedangkan berdasarkan hasil analisis
regresi Cobb-Douglas, untuk model penduga produksi petani diperoleh koefisien
determinasi (R2) sebesar 94,4 persen dan koefisien determinasi terkoreksi (R2adj)
sebesar 94 persen. Dari hasil uji T diketahui bahwa produksi ubi jalar di Desa
Purwasari secara statistik nyata dipengaruhi oleh lahan, bibit per lahan, unsur K
per lahan. Hasil uji F menunjukkan bahwa nilai F-hitung 191.699 lebih besar dari
F-tabel pada tingkat kesalahan 1 persen. Hal ini berarti bahwa variabel
indivenden: lahan, bibit, tenaga kerja, unsur N, dan unsur K berpengaruh nyata
terhadap produksi pada tingkat kesalahan 10 persen. Hasil analisis alokasi
efisiensi dari faktor produksi tanah dengan harga sewa tanah per musim tanam per
hektar adalah lebih dari satu (15,33). Hal ini menunjukkan bahwa secara
ekonomis alokasi dari faktor-faktor produksi pada tingkat 0,33 hektar pada musim
tanam 2010 belum efisien. Sementara itu rasio NPM-BKM penggunaan tenaga
kerja, unsur N, dan unsur K masing-masing 0,01, 0,99 dan 0,52. Hal ini
menunjukkan tidak efisien pada pengalokasian faktor-faktor produksi tersebut.
Berdasarkan penelitian terdahulu, menunjukkan pentingnya mengetahui
pendapatan usahatani untuk mengetahui suatu usahatani menguntungkan/layak
untuk diusahakan atau tidak. Penelitian yang dilakukan memiliki persamaan dan

8

perbedaan. Persamaannya adalah pada analisis usahataninya yaitu mengenai
analisis pendapatan yang terdiri dari penerimaan, pengeluaran (biaya tunai dan
biaya diperhitungkan) dan R/C rasio. Perbedaannya adalah pada lokasi penelitian
yang dilakukan di kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, perbedaan jenis
komoditi dan waktu dilakukannya kegiatan penelitian.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis merupakan acuan alur berfikir dalam
menjalankan penelitian. Penelitian ini mencakup teori produksi, konsep efisiensi,
konsep efisiensi penggunaan faktor produksi.
Konsep Usahatani
Menurut Hernanto (1989) mendefinisikan bahwa usahatani sebagai
organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di
lapangan pertanian. Organisasi ini ketatalaksanaanya berdiri sendiri dan sengaja
diusahakan oleh seorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang
terikat genologis, politis, maupun teritorial sebagai pengelolanya. Menurut
Soeharjo dan Patong (1973), usahatani adalah proses pengorganisasian faktorfaktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan
oleh perorangan atau sekumpulan orang untuk menghasilkan output yang dapat
memenuhi kebutuhan keluarga ataupun orang lain disamping bermotif mencari
keuntungan. Ada empat unsur pokok dalam usahatani yang sering disebut sebagai
faktor-faktor produksi (Hernanto, 1996) yaitu :
1. Tanah
Tanah merupakan faktor produksi yang relatif langka dibanding dengan faktor
produksi lain, distribusi penguasaannya tidak merata di masyarakat. Oleh
karena itu, tanah memiliki beberapa sifat yaitu : (1) luasnya relatif tetap atau
dianggap tetap, (2) tidak dapat dipindah-pindahkan dan (3) dapat
dipindahtangankan atau diperjualbelikan. Tanah usahatani dapat berupa tanah
pekarangan, tegalan dan sawah. Tanah tersebut dapat diperoleh dengan cara
membuka lahan sendiri, membeli, menyewa, bagi hasil (menyakap), pemberian
negara, warisan atau wakaf. Penggunaan tanah dapat diusahakan secara
monokultur maupun polikultur atau tumpangsari.
2. Tenaga Kerja
Tenaga kerja dalam usahatani digolongkan kedalam tiga jenis yaitu tenaga
kerja manusia, tenaga kerja ternak dan tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja
manusia dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita dan anak-anak. Tenaga
kerja manusia dapat mengerjakan semua jenis pekerjaan usahatani berdasarkan
tingkat kemampuannya. Kerja manusia dipengaruhi oleh umur, pendidikan,
ketrampilan, pengalaman, tingkat kecukupan, tingkat kesehatan, dan faktor
alam. Oleh karena itu dalam prakteknya, digunakan satuan ukuran yang umum
untuk mengatur tenaga kerja yaitu jumlah jam dan hari kerja total. Ukuran ini
menghitung seluruh pencurahan kerja mulai dari persiapan hingga pemanenan

9

dengan menggunakan inventarisasi jam kerja (1 hari = 7 jam kerja) lalu
dijadikan hari kerja total (HK total). Dalam teknis perhitungan, dapat dipakai
konversi tenaga kerja dengan cara membandingkan tenaga pria sebagai ukuran
baku, yaitu : 1 pria = 1 hari kerja pria (HKP) ; 1 wanita = 0,7 HKP ; 1 ternak =
2 HKP dan 1 anak = 0,5 HKP. Tenaga kerja usahatani dapat diperoleh dari
dalam dan luar keluarga.
3. Modal
Modal merupakan barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor
produksi lain dan tenaga kerja serta manajemen menghasilkan barang-barang
baru yaitu produksi pertanian. Dalam usahatani, yang dimaksud dengan modal
adalah tanah, bangunan, alat-alat pertanian, tanaman, ternak, ikan di kolam,
bahan-bahan pertanian, piutang di bank, serta uang tunai. Menurut sifatnya,
modal dibedakan menjadi dua yakni modal tetap yang meliputi tanah bangunan
dan modal tidak tetap yang meliputi alat-alat, bahan, uang tunai, piutang di
bank, tanaman, ternak, ikan di kolam. Modal dalam usahatani digunakan untuk
membeli sarana produksi serta pengeluaran selama kegiatan usahatani
berlangsung. Sumber modal diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit
(kredit bank, pelepas uang/keluarga/tetangga), hadiah, warisan, usaha lain
ataupun kontrak sewa.
4. Manajemen
Manajemen usahatani adalah kemampuan petani untuk menentukan,
mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi dengan sebaikbaiknya sehingga mampu memberikan produksi pertanian sedemikian rupa
sebagaimana yang diharapkan. Pengenalan pemahaman terhadap prinsip
teknik dan ekonomis perlu dilakukan untuk dapat menjadi pengelola yang
berhasil. Prinsip teknis tersebut meliputi : (a) perilaku cabang usaha yang
diputuskan; (b) perkembangan teknologi; (c) tingkat teknologi yang dikuasai;
(d) daya dukung faktor yang dikuasai; (e) cara budidaya dan alternatif cara
lain berdasar pengalaman orang lain. Prinsip ekonomis antara lain : (a)
penentuan perkembangan harga; (b) kombinasi cabang usaha; (c) pemasaran
hasil; (d) pembiayaan usahatani; (e) penggolongan modal dan pendapatan; (e)
ukuran-ukuran keberhasilan yang lazim.
Keberhasilan dalam suatu usahatani dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu faktor-faktor pada usahatani itu sendiri (faktor internal) dan faktor-faktor di
luar usahatani (faktor eksternal). Faktor-faktor internal usahatani terdiri dari
petani pengelola, tanah usahatani, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, jumlah
keluarga, dan kemampuan petani dalam mengaplikasikan penerimaan keluarga.
Sedangkan faktor eksternal terdiri dari sarana transportasi dan komunikasi, harga
output, harga faktor produksi, fasilitas kredit, dan penyuluhan bagi
petani.(Hernanto,1996)
Sementara itu Suratiyah (2006) mengklasifikasikan usahatani menurut
corak dan sifat, organisasi, pola dan tipe usahataninya.
1. Corak dan Sifat
Berdasarkan corak dan sifat, usahatani dibagi menjadi usahatani subsisten dan
usahatani komersil. Usahatani subsisten adalah usahatani yang dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga. Sedangkan usahatani komersil adalah usahatani
yang dilakukan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga, melainkan juga
untuk memperoleh keuntungan.

10

2.

Organisasi
Berdasarkan organisasinya, usahatani dibagi menjadi usahatani individual,
kolektif dan kooperatif. Usahatani individual merupakan usahatani yang seluruh
prosesnya dilakukan oleh petani sendiri beserta keluarganya mulai dari
perencanaan, mengolah tanah, hingga pemasaran ditentukan sendiri. Usahatani
kolektif merupakan usahatani yang seluruh proses produksinya dikerjakan
bersama oleh suatu kelompok kemudian hasilnya dibagi dalam bentuk natura
maupun keuntungan. Sedangkan usahatani kooperatif merupakan usahatani yang
setiap prosesnya dikerjakan secara individual, namun kegiatan yang penting
3. Pola
Berdasarkan polanya, usahatani dibagi menjadi usahatani khusus, tidak
khusus dan campuran. Usahatani khusus merupakan usahatani yang hanya
mengusahakan satu cabang usahatani saja, seperti : usahatani peternakan,
perikanan, dan tanaman pangan. Usahatani tidak khusus merupakan usahatani
yang mengusahakan beberapa cabang usaha bersama-sama namun terdapat batas
yang tegas. Usahatani campuran merupakan usahatani yang mengusahakan
beberapa cabang secara bersama-sama dalam sebidang lahan tanpa batas yang
tegas, seperti tumpang sari dan mina padi.
4. Tipe
dikerjakan oleh kelompok, seperti : pembelian saprodi, pemberantasan hama,
pemasaran hasil, dan pembuatan saluran.
Berdasarkan tipenya, usahatani dibagi menjadi usahatani berdasarkan
komoditas yang diusahakan, seperti : usahatani ayam, usahatani kambing, dan
usahatani jagung. Setiap komoditas dapat menjadi tipe usahatani.
Konsep Pendapatan Usahatani
Pendapatan usahatani merupakan hasil pengurangan antara penerimaan
total dari kegiatan usahatani dengan biaya usahatani, dimana besar pendapatan
sangat tergantung pada besarnya penerimaan dan biaya usahatani tersebut dalam
jangka waktu tertentu. Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui
keberhasilan usahatani dilihat dari pendapatan yang diterima. Pendapatan yang
semakin besar mencerminkan keberhasilan petani yang semakin baik. Dengan
dilakukannya analisis tersebut, petani dapat melakukan perencanaan kegiatan
usahatani yang lebih baik di masa yang akan datang.
Soekartawi et al. (1986) menjelaskan bahwa terdapat beberapa istilah
yang dipergunakan dalam menganalisis pendapatan usahatani, yaitu :
1. Penerimaan tunai usahatani merupakan nilai yang diterima dari penjualan
produk usahatani.
2. Pengeluaran tunai usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk
pembelian barang dan jasa bagi usahatani.
3. Pendapatan tunai usahatani adalah produk usahatani dalam jangka waktu
tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.
4. Pengeluaran total usahatani merupakan nilai semua yang habis terpakai
atau dikeluarkan dalam kegiatan produksi termasuk biaya yang
diperhitungkan.
5. Pendapatan total usahatani adalah selisih antara penerimaan kotor
usahatani dengan pengeluaran total usahatani.

11

Dalam melakukan analisis usahatani, diperlukan data-data yang terkait
dengan penerimaan dan biaya usahatani selama jangka waktu tertentu.
Penerimaan usahatani adalah hasil perkalian antara jumlah produksi yang
diperoleh dengan harga jual dari hasil produksi tersebut selama jangka waktu
tertentu. Sedangkan biaya usahatani adalah total pengeluaran petani yang
dikeluarkan untuk kegiatan usahatani selama jangka waktu tertentu.
Biaya usahatani diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : biaya tetap (fixed
cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya
yang jumlahnya tetap dan dikeluarkan terus menerus tanpa terpengaruh oleh
faktor-faktor produksi yang digunakan dan jumlah produk yang dihasilkan. Salah
satu contoh dari biaya tetap adalah pajak. Sementara biaya variabel didefinisikan
sebagai biaya yang jumlahnya dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi yang
digunakan dan jumlah produk yang dihasilkan. Salah satu contoh dari biaya
variabel adalah biaya untuk tenaga kerja, dimana penggunaan tenaga kerja yang
lebih banyak akan menyebabkan biaya tenaga kerja yang lebih tinggi.
Pendapatan usahatani terbagi menjadi pendapatan tunai usahatani dan
pendapatan total usahatani. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara
penerimaan usahatani dengan biaya tunai usahatani. Sedangkan pendapatan total
usahatani mengukur pendapatan kerja petani dari seluruh biaya usahatani yang
dikeluarkan. Pendapatan bersih usahatani diperoleh dari selisih penerimaan
usahatani dengan biaya total usahatani.
Analisis R/C rasio merupakan salah satu metode yang dapat digunakan
untuk mengetahui pendapatan usahatani. Dengan dilakukannya analisis R/C rasio,
maka akan diketahui besar penerimaan usahatani yang diperoleh petani untuk
setiap satuan biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Nilai R/C rasio
yang dihasilkan dapat bernilai lebih satu atau kurang dari satu. Jika nilai R/C rasio
lebih besar dari satu, maka setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan
menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya
tersebut. Sebaliknya jika nilai R/C rasio lebih kecil dari satu, maka setiap
tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang
lebih kecil daripada tambahan biaya tersebut. Sedangkan jika nilai R/C rasio sama
dengan satu, maka tambahan biaya yang dikeluarkan akan sama besar dengan
tambahan penerimaan yang didapat, sehingga diperoleh keuntungan normal. Pada
dasarnya semakin besar nilai R/C rasio yang didapat menggambarkan semakin
besarnya penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap satuan biaya yang
dikeluarkan. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan usahatani tersebut layak dan
menguntungkan untuk dilakukan. Rumus analisis imbangan penerimaan antara
biaya usahatani sebagai berikut (Soekartawi, 1986) :
R/C rasio atas biaya tunai= TR / biaya tunai
R/C rasio atas biaya total= TR / TC
Keterangan :
TR
=
Total penerimaan usahatani (Rp)
TC
=
Total biaya usahatani (Rp)
Penyusutan alat-alat pertanian termasuk dalam biaya diperhitungkan yang
dihitung dengan menggunakan metode garis lurus yaitu setiap tahun biaya
penyusutan yang dikeluarkan relatif sama hingga habis umur ekonomis alat

12

tersebut. Rumus yang digunakan adalah :
Keterangan :
Dp
c
s
n

=
=
=
=

penyusutan/tahun
nilai beli
nilai sisa
umur ekonomis barang

Konsep Produksi dan Produktivitas
Didalam kegiatan usahatani, terdapat kegiatan produksi dan pengukuran
produktivitas. Menurut Sipper dan Bulfin (1997), produksi adalah suatu proses
pengubahan bahan baku menjadi barang jadi. Sistem produksi adalah sekumpulan
aktivitas untuk pembuatan suatu produk, dimana dalam pembuatan ini melibatkan
tenaga kerja, bahan baku, mesin, energi, informasi, modal dan tindakan
manajemen. Produksi merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan untuk
menambah nilai guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih
bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan. Produksi bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan manusia untuk mencapai kemakmuran. Kemakmuran dapat tercapai
jika tersedia barang dan jasa dalam jumlah yang mencukupi.
Menurut Mangkuprawira (2007), produktivitas adalah rasio output dan
input suatu proses produksi dalam periode tertentu. Input terdiri dari manajemen,
tenaga kerja, biaya produksi, peralatan, dan waktu. Output meliputi produksi,
produk penjualan, pendapatan, pangsa pasar, dan kerusakan produk. Menurut
Ravianto (1985), produktivitas adalah suatu konsep yang menunjang adanya
keterkaitan hasil kerja dengan sesuatu yang dibutuhkan untuk menghasilkan
produk dari tenaga kerja. Sedangkan menurut Sinungan (2005), produktivitas
adalah hubungan antara hasil nyata maupun fisik (barang atau jasa) dengan
masuknya yang sebenarnya, misalnya produktivitas ukuran efisien produktif suatu
hasil perbandingan antara hasil keluaran dan hasil masukan. Dari beberapa
pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa produktivitas adalah suatu
perbandingan antara hasil keluaran dengan hasil masukan. Keefektifan
produktivitas dapat dilihat dari beberapa faktor masukan yang dipakai
dibandingkan dengan hasil yang dicapai.
Pada suatu proses produksi, terdapat istilah hubungan input dengan output
yang merupakan hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi
dengan produk yang diperoleh. Produk yang dihasilkan oleh suatu proses produksi
tergantung pada kuantitas dan jenis faktor produksi yang digunakan pada proses
produksi tersebut. Hubungan antara faktor produksi dan produksi yang dihasilkan
ini dapat dilihat pada fungsi produksi.
Soekaratawi et al (1986) menjelaskan bahwa fungsi produksi merupakan
hubungan fisik antara masukan dan produksi. Masukan seperti tanah, pupuk,
tenaga kerja, modal, iklim, dan sebagainya itu mempengaruhi besar-kecilnya
produksi yang diperoleh. Misalkan Y adalah produksi dan Xi adalah masukan i,
maka besarnya Y akan tergantung pada besarnya X1, X2, X3, ..., Xn yang
digunakan pada fungsi tersebut. Secara aljabar, hubungan Y dan X dapat ditulis
sebagai berikut :

13

Y = f(X1, X2, X3, ..., Xn) dimana :
Y
: hasil produksi/output
X1, X2, X3, ..., Xn
: faktor produksi/input
Jika bentuk fungsi produksi tersebut diketahui, maka informasi harga dan
biaya dapat dimanfaatkan untuk menentukan kombinasi masukan terbaik maupun
mengetahui pengaruh kebijakan pemerintah terhadap penggunaan masukan dan
terhadap produksi. Namun hal ini sulit dilakukan oleh petani. Hal ini disebabkan
oleh :
1. Adanya faktor ketidaktentuan terkait cuaca, hama, dan penyakit tanaman.
2. Data yang digunakan untuk pendugaan fungsi produksi mungkin tidak benar.
3. Pendugaan fungsi produksi hanya dapat diartikan sebagai gambaran rata-rata
suatu pengamatan.
4. Data harga dan biaya yang diluangkan (opportunity cost) mungkin tidak dapat
diketahui secara pasti.
5. Setiap petani dan usahataninya mempunyai sifat yang khusus.
Pada dasarnya fungsi produksi dapat dinyatakan secara sistematis maupun
dengan kurva produksi. Kurva tersebut menggambarkan hubungan fisik faktor
produksi dan hasil produksinya, dengan asumsi hanya satu produksi yang berubah
dan faktor produksi lainnya dianggap tetap (cateris paribus).
Selain hubungan input dan output suatu proses produksi, fungsi produksi
juga menggambarkan Marginal Product (MP) dan Average Product (AP).
Pengertian dari Marginal Product (MP) adalah tambahan produksi per kesatuan
tambahan input. Sedangkan Average Product (AP) adalah produksi per kesatuan
input. Adapun kurva produksi akan digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1 Kurva Produksi (Doll dan Orazem, 1984)

14

Pada kurva di atas dijelaskan bahwa berdasarkan elastisitas produksinya
fungsi produksi terbagi menjadi tiga daerah, yaitu daerah I dimana terjadi
peningkatan AP, daerah II dimana terjadi penurunan AP saat MP positif, dan
daerah III dimana terjadi penurunan AP saat MP negatif.
Daerah I berada di sebelah kiri titik AP maksimum dengan nilai elastisitas
produksi lebih besar dari satu ( > 1). Hal ini berarti bahwa penambahan faktor
produksi sebesar satu satuan akan menyebabkan penambahan produksi lebih besar
dari satu satuan. Kondisi tersebut dapat terjadi saat nilai MP lebih besar dari nilai
AP. Pada kondisi elastisitas produksi yang lebih besar dari satu, keuntungan
maksimum belum tercapai karena produksi masih dapat ditingkatkan. Oleh karena
itu, daerah ini disebut daerah irrasional atau inefisien.
Daerah II berada di antara AP maksimum dan MP=0 dengan nilai
elastisitas produksi antara nol dan satu (0 <
< 1). Hal ini berarti bahwa
penambahan faktor produksi sebesar satu satuan akan menyebabkan penambahan
produksi paling besar satu satuan dan paling kecil nol satuan. Pada daerah ini
terjadi penambahan hasil produksi yang semakin menurun, namun penggunaan
faktor-faktor produksi tertentu di daerah ini dapat memberikan keuntungan
maksimum. Oleh karena itu, daerah ini disebut daerah rasional atau efisien.
Daerah III berada di sebelah kanan MP=0 dengan nilai elastisitas produksi
kurang dari nol ( < 0). Hal ini berarti bahwa setiap penambahan satu satuan input
akan menyebabkan penurunan produksi. Pada daerah ini, penggunaan faktor
produksi sudah tidak efisien. Oleh karena itu, daerah III disebut daerah irrasional.
Pemilihian model fungsi produksi yang baik dan benar hendaknya fungsi
tersebut memenuhi syarat sebagai berikut (Soekartawi, 2003):
1. Sederhana, sehingga mudah ditafsirkan
2. Mempunyai hubungan dengan persoalan ekonomi
3. Dapat diterima secara teoritis dan logis
4. Dapat menjelaskan persoalan yang diamati
Hasil analisis fungsi produksi menurut Soekartawi (1986) merupakan
fungdi pendugaan. Analisis fungsi produksi adalah kelanjutan dari aplikasi
analisis regresi. Berbagai macam model fungsi produksi menurut Soekartawi
(2003), antara lain: Fungsi produksi linear, Fungsi Produksi Kuadratik, Fungsi
produksi Transendental dan Fungsi produksi Cobb-Douglass.
Soekartawi (2003) menyatakan bahwa fungsi produksi linier menunjukkan
hubungan yang bersifat linier antara peubah bebas dengan peubah tak bebas.
Fungsi produksi linear biasanya dibedakan menjadi dua, yaitu fungsi produksi
linear sederhana dan linier berganda. Fungsi linier sederhana ialah bila hanya ada
satu variabel X yang dipakai dalam model. Penggunaan garis regresi linier
sederhana banyak dipakai untuk menjelaskan fenomena yang berkaitan untuk
menjelaskan hubungan dua variabel. Model sederhana ini sering digunakan karena
analisisnya dilakukan dengan hasil yang lebih mudah dimengerti secara cepat.
Kelemahannya terletak pada jumlah variabel X yang hanya stu yang dipakai
dalam model sehingga dengan tidak memasukkan variabel X yang lain, maka
peneliti akan kehilangan informasi tentang variabel yang tidak dimasukkan dalam
model tersebut. Untuk mengatasi hal ini, maka peneliti biasanya menggunakan
garis linier berganda (multiple regressions). Jumlah variabel X yang dipakai
dalam garis regresi berganda ini adalah lebih dari satu. Estimasi garis regresi
linier berganda ini memerlukan bantuan asumsi dan model estimasi tertentu

15

sehingga diperoleh garis estimasi atau garis penduga yang baik. Keunggulan cara
ini dibandingkan dengan analisis regresi sederhana ialah dalam prakteknya, faktor
yang mempengaruhi suatu kejadian adalah lebih dari satu variabel serta garis
penduga yang didapatkan akan lebh baik dan tidak begitu biasa bila dibandingkan
dengan cara analisis sederhana.
Fungsi Produksi Kuadratik Berbeda dengan garis linier (sederhana dan
berganda) yang tidak mempunyai nilai maksimum, maka fungsi kuadratik justru
mempunyai nilai maksimum. Nilai maksimum kan tercapai bila turunan pertama
dari fungsi tersebut sama dengan nol. Fungsi produksi transendental mampu
menggambarkan fungsi dimana produk marjinal dapat menaik, menurun dan
menurun dalam negatif (Negative Marginal Product). Kelemahan yang dimiliki
oleh fungsi transdental yaitu model tidak dapat digunakan apabila terdapat faktor
produksi yang nilainya nol. Fungsi produksi Cobb-Douglass memiliki beberapa
kelebihan, diantaranya: perhitungannya, b) perhitungannya sederhana karena
dapat dibuat dalam bentuk linier, c) pada model ini koefisien pangkatnya
menunjukkan besarnya elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi, d)
dari penjumlahan koefisien elastisitas masing-masing faktor produksi, dalam
fungsi produksi menunjukkan fungsi skala usaha. Kelemahan-kelemahan umum
yang ditemukan dalam fungsi produksi Cobb-Douglass diantaranya adalah
kesalahan pengukuran variabel akan menyebabkan besarnya elastisitas menjadi
terlalu tinggi atau terlalu rendah, dan data tidak boleh ada yang nol atau negatif.
Fungsi Produksi Cobb-Douglass
Fungsi Produksi yang digunakan untuk menganalisis fungsi produksi
usahatani kubis di Kecamatan Pangalengan adalah fungi produksi Cobb-Douglas.
Menurut Soekartawi (2002), fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan suatu
fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, variael yang satu
disebut dengan variael (Y) atau yang dijelaskan dan variabel lain disebut dengan
variabel (X) atau yang menjelaskan. Variabel yang dijelaskan biasanya berupa
output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Fungsi produksi
Cobb-Douglas lebih banyak dipakai karena tiga alasan yaitu:
a. Penyelesaian fungsi produksi Cobb-Douglas relatif mudah dibandingkan
dengan fungsi lain, misalnya fungsi kuadratik.
b. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan
koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas.
c. Besaran elastisitas tersebut juga sekaligus menggambarkan tingkat
besaran return to scal