Efektifitas Air Kubis (Brassica oleracea) Dalam Mengawetkan Ikan Kembung (Scomber canagorta) Di Medan Tahun 2010

(1)

EFEKTIFITAS AIR KUBIS (Brassica oleracea) DALAM MENGAWETKAN IKAN KEMBUNG (Scomber canagorta) DI MEDAN

TAHUN 2010

SKRIPSI

Oleh :

NIM. 051000047 YESI YUNIZAR

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

EFEKTIFITAS AIR KUBIS (Brassica oleracea) DALAM MENGAWETKAN IKAN KEMBUNG (Scomber canagorta) DI MEDAN

TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

NIM. 051000047 YESI YUNIZAR

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan judul:

EFEKTIFITAS AIR KUBIS (Brassica oleracea) DALAM MENGAWETKAN IKAN KEMBUNG (Scomber canagorta) MEDAN

TAHUN 2010

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh:

NIM : 051000047 YESI YUNIZAR

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 3 Juli 2010, dan Dinyatakan Telah

Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS

NIP : 19650109 199403 2 002 NIP : 19681101 199303 2005

Ir. Indra Chahaya, MSi

Penguji II Penguji III

Ir. Evi Naria, M.Kes

NIP : 19680320 199303 2 001 NIP : 19780331 200312 001 dr. Taufik Ashar, MKM

Medan, Juli 2010

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Dekan,

NIP : 19531018 198203 2 001 Dr. Ria Masniari Lubis, MSi


(4)

ABSTRAK

Air kubis (Brassica oleracea) adalah hasil dari proses fermentasi kubis. Air kubis (Brassica oleracea) dapat dipergunakan sebagai pengawet alami. Penelitian ini dilakukan karena pada Desember 2006 BPOM menemukan 52,63% wilayah Jakarta dan 36,56% di Bandar Lampung sampel ikan positif mengandung formalin, dengan demikian perlu dilakukan pengawetan dengan air kubis yang aman bagi kesehatan. Air kubis yang digunakan sebagai pengawet ikan menghasilkan asam laktat yang dapat menurunkan pH substrat kurang dari lima, sehingga pertumbuhan bakteri perusak dan pembusuk bahan makanan terhambat.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas air kubis (Brassica

oleracea) dalam mengawetkan ikan kembung (Scomber canagorta).

Penelitian ini bersifat pra eksperimen dengan rancangan Pre dan Post test

Design. Objek penelitian ini adalah ikan kembung. Percobaan ini dilakukan dengan 4

perlakuan yaitu tanpa perendaman (kontrol), 1 jam, 2 jam, dan 3 jam perendaman dengan air kubis daan setiap perlakuan dilakukan pengulangan empat kali.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keawetan ikan kembung (Scomber

canagorta) tanpa perendaman dan setelah perendaman dengan air kubis (Brassica oleracea) berbeda lama awetnya. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa

perendaman ikan kembung selama 2 jam menghasilkan ikan yang paling awet. Sedangkan tanpa perendaman ikan lebih cepat berlendir dan berbau busuk, sementara dengan perendaman 3 jam menghasilkan ikan yang terlalau rapuh.

Dengan demikian, diharapkan agar instansi pemerintah terkait yang salah satunya adalah Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Medan dapat mensosialisasikan penggunaan air kubis sebagai pengawet alami dan melakukan pembinaan dan pengawasan khususnya pada pedagang ikan sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan dalam menggunakan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan.

Kata Kunci : Kubis (Brassica oleracea), Ikan Kembung (Scomber canagorta), Pengawet.


(5)

ABSTRACT

Cabbage extract (Brassica oleracea) was result of fermentation of cabbage. Cabbage extract (Brassica oleracea) could be used as natural preservative. This research was done because in December 2006 BPOM found 52.63% of Jakarta area and 36.56% in Bandar Lampung positive fish samples in formalin, and thus should be preserved with cabbage extract is safe for health. Cabbage extract are used as a preservative for fish produce lactic acid which can lower the pH of the substrate is less than five, so the growth of destructive bacteria and food spoilage hampered.

The purpose of this study was to determine the effectiveness of cabbage extract (Brassica oleracea) in a pickle mackerel (Scomber canagorta).

This study used pre experiment with Pre and Post Test Design. The object of this research was mackerel. This experiment was conducted with four treatments: without immersion (control), 1 hour, 2 hours, and three hours of immersion in cabbage extract difference every repetition of the treatment carried out four times.

The results of this study showed that there were differences in durability mackerel (Scomber canagorta) without soaking and after soaking in cabbage extract (Brassica oleracea). From the research results can be seen that soaking mackerel fish for two hours produces the most durable. While the fish more quickly without soaking slimy and foul-smelling, while the three-hour immersion produces fish that was too fragile.

Thus with, it is expected that relevant government agencies of which one is the Institute for Drug and Food Control (BPOM) Medan can socialize cabbage extract usage as a natural preservative and conduct coaching and supervision, especially on fish merchants so that preventive action can be done in using preservatives that are harmful to health.

Keyword : Cabbage (Brassica oleracea), Mackerel fish (Scomber canagorta), Preservative.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Yesi Yunizar

Tempat/Tanggal Lahir : Brastagi, 4 Juni 1988

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Nama Orang Tua : H.Syahrul Efendi

Alamat Ruma : Perum Payasari permai JL.PLTD No. 174 Kp.Lalang Medan

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. Tahun 1992 - 1993 : TK Raudatul Athfal Brastagi

2. Tahun 1993 - 1996 : SD Alwasliyah Brastagi

3. Tahun 1996 - 1999 : SD Negeri 104182 Payageli

4. Tahun 1999 - 2002 : SLTP Negeri 1 Sunggal

5. Tahun 2002 - 2005 : SMA Kartika 1-2 Medan

6. Tahun 2005 – 2010 : Fakultas Kesehatan


(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, segala puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat

Allah SWT atas berkat, rahmat dan limpahan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Efektifitas Air Kubis (Brassica oleracea) Dalam Mengawetkan Ikan Kembung (Scomber canagorta) Di Medan Tahun 2010”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Selama proses penyusunan skripsi ini, telah banyak bantuan, nasehat dan bimbingan yang penulis terima demi kelancaran proses pendidikan di Fakultas Kesehatan Universitas Sumatera Utara. Dengan selesainya skripsi ini, perkenankan penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. dr. Ria Masniari Lubis, MSi selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. dr. David H Simanjuntak selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah

banyak memberikan bimbingan dan petunjuk kepada penulis.

3. Ir. Indra Chahaya, MSi selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan

Fakultas Kesehatan Masyarakat Univeritas Sumatera Utara.

4. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS selaku Dosen Pembimbing I dan Ir, Indra

Chahaya, MSi selalu Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan pikiran, petunjuk, saran dan bimbingan pada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.


(8)

5. Seluruh Bapak/Ibu dosen dan seluruh Staf pegawai di lingkungan FKM Universitas Sumatera Utara.

6. Dra. Ernawati, Apt selaku pembimbing laboratorium dan Staf pegawai di

lingkungan Balai Laboratorium Kesehatan Kota Medan yang telah membantu dalam proses penelitian.

7. Teristimewa untuk kedua orangtua saya, sembah sujud Ananda yang tidak

terhingga kepada Ayahanda H.Syahrul Efendi dan Ibunda tercinta Hj.Siti Maria Nasution, yang telah membesarkan, mendidik, membimbing dengan penuh kasih sayang, dan tak henti mendoakan penulis hingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

8. Adik-adikku tersayang, Mhd. Hanafi Arief dan Neni Novizar yang selalu

menjadi semangat dan motivasi bagi penulis untuk menjadi yang terbaik.

9. Untuk orang terdekatku, sahabat terbaikku dody yang selalu setia memberi

bantuan, dukungan dan motivasi yang tiada hentinya kepada penulis.

10. Sahabat-sahabat SMAku Ulya juriati Ssos, Hijrani Putri Lubis SE, Randy Gusrendra ST, dan Agung Subhansyah yang selalu memberi semangat dan motivasi kepada kepada penulis

11. Seluruh teman-temanku di FKM USU Henny Ompusunggu SKM, Efvi ulina Sirait SKM, Eva Fransiska LumbanBatu, dan Maulina Siregar SKM, dan yang memberi masukan, semangat hingga skripsi ini selesai.

12. Seluruh teman-teman Peminatan Kesling, khususnya Tiwi, Dani, Nihe, dan teman-teman khususnya stambuk 2005.


(9)

13. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, penulis mengucapkan terimakasih banyak.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak.

Medan, Juli 2010

Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman Halaman Persetujuan

Abstrak ... .... i

Abstract ... .... ii

Daftar Riwayat Hidup ... .... iii

Kata Pengantar ... .... iv

Daftar Isi ... ... vii

Daftar Tabel ... . .. ix

Daftar Lampiran ... .... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1. Tujuan Umum ... 4

1.3.2. Tujuan Khusus ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Sanitasi Makanan ... 6

2.2. Tinjauan Tentang Ikan ... 6

2.2.1. Ikan Kembung (Scomber canagorta) ... 8

2.2.1.1. Klasifikasi Ikan Kembung ... 8

2.2.2.2. Morfologi Ikan Kembung ... 8

2.3. Manfaat Ikan Bagi Kesehatan ... 8

2.4. Pengawetan Ikan ... 12

2.4.1. Cara Pengawetan Ikan ... 13

2.5. Kubis ... 16

2.5.1. Klasifikasi Kubis ... 17

2.5.2. Air Kubis Sebagai Pengawet Ikan ... 17

2.5.3. Manfaat Kubis Bagi Kesehatan ... 18

2.6. Penyalahgunaan Formalin Sebagai Pengawet Ikan ... 19

2.7. Kerangaka Konsep ... 21

BAB III METODE PENELITIAN ... 22

3.1. Jenis Penelitian ... 22

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 22

3.2.2. Waktu Penelitian ... 22

3.3. Objek Penelitian ... 22


(11)

3.4.1. Data Primer ... 23

3.4.2. Data Sekunder ... 23

3.5. Alat dan Bahan Penelitian ... 23

3.5.1. Alat ... 23

3.5.2. Bahan ... 23

3.6. Cara Kerja Penelitian ... 24

3.6.1. Pemilihan Ikan Kembung (Scomber canagrta) Segar ... 24

3.6.2. Cara Mendapatkan Air Kubis (Brassica oleracea) ... 24

3.6.3. Pengawetan Ikan Kembung Dengan Air Kubis ... 25

3.7. Defenisi Operasional ... 25

3.8. Analisis Data ... 26

BAB IV HASIL PENELITIAN... 27

4.1. Hasil Pengamatan Air Kubis (Brassica oleracea) Dalam Mengawetkan Ikan (Scomber canagorta) di Medan Tahun 2010 ... 27

4.2. Efektifitas Air Kubis (Brassica oleracea) dalam mengawetkan Ikan Kembung (Scomber canagorta) di Medan Tahun 2010 ... 28

BAB V PEMBAHASAN ... 30

5.1. Efektifitas Air kubis (Brassica oleracea) Dalam mengawetkan Ikan Kembung (Scomber canagorta) di Medan Tahun 2010 ... 30

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 35

6.1. Kesimpulan ... 35

6.2. Saran ... 35 Daftar Pustaka


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Hasil pengamatan Ikan Kembung (Scomber canagorta) tanpa

perendaman


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Menyelesaikan Penelitian di Balai Laboratorium Kesehatan Medan


(14)

ABSTRAK

Air kubis (Brassica oleracea) adalah hasil dari proses fermentasi kubis. Air kubis (Brassica oleracea) dapat dipergunakan sebagai pengawet alami. Penelitian ini dilakukan karena pada Desember 2006 BPOM menemukan 52,63% wilayah Jakarta dan 36,56% di Bandar Lampung sampel ikan positif mengandung formalin, dengan demikian perlu dilakukan pengawetan dengan air kubis yang aman bagi kesehatan. Air kubis yang digunakan sebagai pengawet ikan menghasilkan asam laktat yang dapat menurunkan pH substrat kurang dari lima, sehingga pertumbuhan bakteri perusak dan pembusuk bahan makanan terhambat.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas air kubis (Brassica

oleracea) dalam mengawetkan ikan kembung (Scomber canagorta).

Penelitian ini bersifat pra eksperimen dengan rancangan Pre dan Post test

Design. Objek penelitian ini adalah ikan kembung. Percobaan ini dilakukan dengan 4

perlakuan yaitu tanpa perendaman (kontrol), 1 jam, 2 jam, dan 3 jam perendaman dengan air kubis daan setiap perlakuan dilakukan pengulangan empat kali.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keawetan ikan kembung (Scomber

canagorta) tanpa perendaman dan setelah perendaman dengan air kubis (Brassica oleracea) berbeda lama awetnya. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa

perendaman ikan kembung selama 2 jam menghasilkan ikan yang paling awet. Sedangkan tanpa perendaman ikan lebih cepat berlendir dan berbau busuk, sementara dengan perendaman 3 jam menghasilkan ikan yang terlalau rapuh.

Dengan demikian, diharapkan agar instansi pemerintah terkait yang salah satunya adalah Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Medan dapat mensosialisasikan penggunaan air kubis sebagai pengawet alami dan melakukan pembinaan dan pengawasan khususnya pada pedagang ikan sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahan dalam menggunakan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan.

Kata Kunci : Kubis (Brassica oleracea), Ikan Kembung (Scomber canagorta), Pengawet.


(15)

ABSTRACT

Cabbage extract (Brassica oleracea) was result of fermentation of cabbage. Cabbage extract (Brassica oleracea) could be used as natural preservative. This research was done because in December 2006 BPOM found 52.63% of Jakarta area and 36.56% in Bandar Lampung positive fish samples in formalin, and thus should be preserved with cabbage extract is safe for health. Cabbage extract are used as a preservative for fish produce lactic acid which can lower the pH of the substrate is less than five, so the growth of destructive bacteria and food spoilage hampered.

The purpose of this study was to determine the effectiveness of cabbage extract (Brassica oleracea) in a pickle mackerel (Scomber canagorta).

This study used pre experiment with Pre and Post Test Design. The object of this research was mackerel. This experiment was conducted with four treatments: without immersion (control), 1 hour, 2 hours, and three hours of immersion in cabbage extract difference every repetition of the treatment carried out four times.

The results of this study showed that there were differences in durability mackerel (Scomber canagorta) without soaking and after soaking in cabbage extract (Brassica oleracea). From the research results can be seen that soaking mackerel fish for two hours produces the most durable. While the fish more quickly without soaking slimy and foul-smelling, while the three-hour immersion produces fish that was too fragile.

Thus with, it is expected that relevant government agencies of which one is the Institute for Drug and Food Control (BPOM) Medan can socialize cabbage extract usage as a natural preservative and conduct coaching and supervision, especially on fish merchants so that preventive action can be done in using preservatives that are harmful to health.

Keyword : Cabbage (Brassica oleracea), Mackerel fish (Scomber canagorta), Preservative.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Di dalam undang-undang Kesehatan No.23 tahun 1992 disebutkan bahwa perlu adanya peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan yang diselenggarakan melalui 9 macam kegiatan, salah satunya adalah pengamanan makanan dan minuman yang bertujuan untuk mendukung peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan secara berhasil guna dan berdaya guna. Semua itu merupakan upaya untuk melindungi masyarakat dari makanan dan minuman yang tidak memenuhi persyaratan mutu (Depkes RI,1992).

Indonesia merupakan negara yang kaya akan flora dan fauna yang dapat dimanfaatkan sebagai makanan, salah satunya adalah ikan. Ikan merupakan salah satu sumber makanan yang sangat dibutuhkan oleh manusia karena kandungan proteinnya yang cukup tinggi. Namun, dengan kandungan protein dan air yang cukup tinggi, ikan menjadi komoditi yang mudah busuk. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang selalu mengharapkan ikan segar, penanganan ikan perlu dilakukan agar ikan tetap segar dan bisa dinikmati oleh masyarakat. Salah satu penanganan ikan yang dapat dilakukan adalah dengan teknik pengawetan agar ikan tetap segar sampai ke konsumen (Urip, 2000).

Dalam rangka pengembangan usaha, maka produsen bahan pangan selalu berusaha untuk membuat makanan yang menarik dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Makanan dapat tahan lama bila makanan tersebut diolah secara hygiene


(17)

ataupun dengan penambahkan bahan pengawet yang dapat mencegah kerusakan makanan yang disebabkan mikroorganisme (Anonimous, 2007).

Teknik pengawetan umumnya digunakan untuk mengawetkan bahan pangan yang bersifat mudah rusak atau busuk, karena pengawetan dapat menghambat atau memperlambat proses fermentasi, pengasaman dan peruraian yang disebabkan oleh mikroba. Namun belakangan ini, tidak jarang produsen yang mengawetkan bahan pangan dengan bahan pengawet kimia yang sangat berbahaya bagi kesehatan seperti formalin (Afrianto, 2005).

Formalin merupakan salah satu bahan kimia yang dilarang penggunaannya pada bahan pangan karena memiliki efek yang negatif terhadap kesehatan. Pada umumnya efek negatif formalin yang digunakan pada pangan apabila terkonsumsi manusia bersifat tidak langsung. Artinya, dampak dan bahayanya terhadap kesehatan tidak dapat terlihat secara langsung dalam jangka waktu yang singkat sebagaimana yang biasa diakibatkan oleh bakteri patogen (Anonimous, 2007).

Berdasarkan hasil operasi pengawasan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) pada beberapa tahun terakhir ini, ditemukan adanya kecenderungan penyalahgunaan formalin sebagai bahan pengawet makanan yang terus meningkat. Atas pelanggaran tersebut BPOM telah melakukan pembinaan dan peringatan serta tindakan pro-justisia dengan mengajukan tersangka ke pengadilan. Walaupun sanksi hukum pidana telah dijatuhkan tetapi ternyata sanksi tersebut tidak memberikan efek jera. Sementara itu meningkatnya pasokan formalin di pasar (terutama penjualan eceran) diduga sebagai pemicu terjadinya penyalahgunaan formalin (Yuliarti, 2007).


(18)

Pada Desember 2006, hasil sampling dan pengujian laboratorium Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) menemukan bahwa 52,63% untuk wilayah Jakarta dan 36,56% untuk wilayah Bandar Lampung dari sampel ikan yang diteliti ternyata positif mengandung formalin. Hasil pengujian laboratorium tersebut telah disampaikan Badan POM kepada pemerintah provinsi terkait dan telah dilakukan koordinasi tindak lanjut (BPOM, 2006).

Penggunaan formalin untuk mengawetkan ikan menjadi cara yang paling mudah dan ekonomis dibandingkan dengan menggunakan es dan garam. Biaya yang dikeluarkan untuk membeli es dan garam menjadi pertimbangan pengusaha penangkapan ikan yang menggunakan kapal ukuran besar. Oleh karena itu, untuk menekan biaya pengawetan yang berhubungan dengan biaya produksi, banyak pengusaha penangkapan ikan dengan kapal ukuran besar memilih untuk mempergunakan formalin. Jika dibandingkan dengan es dan garam, dengan membeli seliter formalin yang harganya cukup murah dapat mengawetkan berton-ton ikan sampai beberapa hari sebelum dijual kepada para pedagang dan pedagang menjualkan kepada konsumen (Anonimous, 2008).

Untuk menghindari dampak negatif dari formalin tersebut, maka perlu dikembangkan teknik pengawetan ikan yang tepat dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Diantaranya, pengawetan dengan menggunakan asinan sawi (Yuzuv, 2001), es batu, garam, dan bawang putih (Nuraini, 2000).

Teknik pengawetan alami lainnya adalah dengan memanfaatkan tanaman kubis (Brassica oleracea). Kubis merupakan sayuran yang cukup dikenal, banyak diproduksi, mudah didapat dan murah harganya. Kubis mengandung asam laktat yang


(19)

dapat mengawetkan ikan. Asam laktat yang dihasilkan oleh kubis akan menyebabkan nilai pH substrat turun di bawah 5 sehingga dapat menghambat sejumlah bakteri perusak dan pembusuk makanan. Selain itu, hasil fermentasi kubis juga menghasilkan sejumlah vitamin khususnya B-12 (Zaifbio, 2009).

Hasil penelitian tentang pemanfaatan air kubis (Brassica oleracea) dalam mengawetkan ikan pernah dilakukan oleh Amin (2001). Hasilnya menunjukkan bahwa ikan jambal siam segar yang direndam dalam larutan hasil fermentasi limbah kubis selama 2 hari dapat memperpanjang masa simpan ikan hingga 18 jam pada suhu kamar.

Begitu juga dengan hasil penelitian Novenda,dkk (2005) menunjukkan bahwa dengan cukup merendam ikan dengan cairan asam laktat yang dihasilkan kubis, dapat mempertahankan keawetan ikan selama 12 jam.

Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti efektifitas air kubis (Brassica oleracea) dalam mengawetkan ikan kembung (Scomber canagorta). 1.2. Perumusan masalah

Belum diketahuinya efektifitas air kubis (Brassica oleracea) dalam mengawetkan ikan kembung. Air kubis diperoleh dari hasil fermentasi kubis, dimana air kubis tersebut mengandung asam laktat yang berperan dalam mengawetkan ikan kembung.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui efektifitas air kubis (Brassica oleracea) dalam mengawetkan ikan kembung (Scomber canagorta).


(20)

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui berapa lama ikan kembung awet sebelum diberi perlakuan

perendaman dengan air kubis .

2. Untuk mengetahui berapa lama ikan kembung awet setelah diberi perlakuan

perendaman dengan air kubis selama 1 jam.

3. Untuk mengetahui berapa lama ikan kembung awet setelah diberi perlakuan

perendaman dengan air kubis selama 2 jam.

4. Untuk mengetahui berapa lama ikan kembung awet setelah diberi perlakuan

perendaman dengan air kubis selama 3 jam. 1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi bagi instansi yang terkait agar dapat memberi penyuluhan tentang efektifitas air kubis (Brassica oleracea) sebagai salah satu pengawet ikan agar tetap segar dan lebih tahan lama.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan ikan yang segar tanpa bahan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan.

3. Sebagai informasi bagi masyarakat (produsen, pedagang dan konsumen)

tentang metode pengawetan ikan segar yang aman bagi kesehatan.

4. Untuk menambah pengetahuan penulis tentang efektifitas air kubis sebagai


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sanitasi Makanan

Sanitasi makanan adalah suatu usaha pencegahan yang dititikberatkan pada kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dari segala hal yang dapat mengganggu atau merusak kesehatan, mulai dari sebelum makanan itu diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyiapan, pengangkutan, penjualan, sampai pada saat makanan tersebut siap untuk dikonsumsi (Siswanto, 2003).

Makanan yang aman, bermutu, bergizi dan beragam dan tersedia setiap waktu merupakan syarat utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya jaminan mutu makanan yang memberi perlindungan bagi kepentingan kesehatan serta makanan berperan dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, tetapi makanan juga dapat menjadi unsur pengganggu kesehatan (Dirjen POM, 2002). Lingkungan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kualitas makanan. Bermacam penyakit dapat ditularkan melalui makanan oleh karena keadaan lingkungan. Ada tiga faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kualitas makanan antara lain fisik, kimia dan biologi (Depkes RI, 2002).

2.2. Tinjauan tentang Ikan A. Ciri – Ciri Ikan Segar

Adapun ciri-ciri ikan segar adalah sebagai berikut (Anonimous, 2007):


(22)

Ikan segar adalah ikan yang penampilannya bagus, bersih, tidak terkelupas kulitnya dan tidak terpotong-potong. Apabila ditekan dengan jari kulitnya tidak mudah terkelupas.

2. Aroma

Ikan segar tidak mempunyai aroma selain bau khas yang biasa tercium dari ikan.

3. Daging

Tubuh ikan segar saling terikat satu sama lain, kulitnya melekat erat dengan daging dan dagingnya membungkus tulang.

4. Warna Insang

Ikan segar memiliki warna insang merah terang. 5. Sinar pada kedua mata

Ikan segar memiliki dua mata yang bercahaya. 6. Terapung dalam air

Ikan tidak segar biasa mengambang di permukaan air. B. Ciri – Ciri Ikan yang Sudah Busuk:

1. Mata cekung dan masuk kedalam rongga mata

2. Sisik mudah lepas dari tubuhnya

3. Warna kulitnya memudar dan lendir tebal

4. Insang berwarna cokelat gelap dan dengan lendir tebal 5. Dinding perut lembek


(23)

2.2.1. Ikan Kembung (Scomber canagorta)

2.2.1.1. Klasifikasi Ikan Kembung (Scomber canagorta)

Ikan kembung mempunyai klasifikasi sebagai berikut (Anonimous, 2009):

Kelas : Condrichhyes

Ordo : Scombriformes

Family : Scombridae

Genus : Scomber

Species : Scomber canagorta

2.2.2.2 Morfologi Ikan Kembung (Scomber canagorta)

Ikan kembung (Scomber canagorta) tergolong ikan pelagik yang menghendaki perairan yang bersalinitas tinggi. Ikan kembung suka hidup secara bergerombol dan kebiasaan makan adalah memakan plankton yang besar/kasar (Copepode atau Crustacea) (Burhanuddin, 1994).

Ikan kembung (Scomber canagorta) memiliki rahang, tubuh bilateral simetris, mulutnya terminal dan memiliki tutup insang. Ikan kembung juga memiliki linea lateralis, rudimeter, finlet, memiliki lubang hidung dua buah (dirhinous), bersisik dan tidak memiliki sunggut, ikan kembung juga memiliki satu buah sirip punggung, dua buah sirip perut, pectoralis, sirip anal dan sirip ekor bercagak (Jenie, 2001).

2.3. Manfaat Ikan Bagi Kesehatan

Ikan merupakan bahan pangan yang banyak mengandung protein dan sangat diperlukan oleh manusia, karena selain mudah dicerna ikan juga mengandung asam amino dengan pola yang hampir sama dengan pola asam amino yang terdapat di


(24)

dalam tubuh manusia. Berdasarkan hasil penelitian, ternyata daging ikan mempunyai komposisi kimia sebagai berikut (Yuzuv, 2009):

− Air : 60,0 - 84,0%

− Protein : 18,0 - 30,0 %

− Lemak : 0,1 - 2,2 %

− Karbohidrat : 0,0 - 1,0%

− Vitamin : 3,0 - 4,5%

− Mineral : 2,0 – 2,52%

Kebutuhan manusia akan protein hewani sangat bervariasi, tergantung pada umur, jenis kelamin dan aktivitas yang dilakukan. Bagi tubuh manusia, daging ikan mempunyai beberapa fungsi yaitu (Anonimous, 2009):

1. Menjadi sumber energi yang sangat dibutuhkan dalam menunjang aktivitas

kehidupan sehari-hari

2. Membantu pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh

3. Meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit 4. Memperlancar proses-proses fisiologis di dalam tubuh.

Kekurangan dalam mengkonsumsi ikan dapat berakibat timbulnya penyakit, seperti kwarsiorkor, busung lapar, terhambatnya pertumbuhan mata, kulit dan tulang, serta menurunnya tingkat kecerdasan (terutama pada anak – anak).

Adapun beberapa keuntungan yang dapat diperoleh apabila kita lebih memanfaatkan ikan sebagai sumber makanan dari pada produk hewani lainnya, adalah (Afrianto, 2005):


(25)

1. Perairan Indonesia yang sangat luas dan banyak mengandung ikan, tetapi potensinya belum dimanfaatkan secara maksimal. Oleh karena itu, pemenuhan akan protein hewani melalui pemanfaatan sumber daya perikanan masih sangat memungkinkan.

2. Kandungan protein pada daging ikan cukup tinggi (20 %) dan tersusun oleh

sejumlah asam amino yang berpola mendekati pola asam amino di dalam tubuh manusia. Hal itu membuat, ikan mempunyai nilai biologis yang tinggi. Berdasarkan hasil penelitian, daging ikan mempunyai nilai biologis 90%. Adapun yang dimaksud dengan nilai biologis adalah perbandingan antara jumlah protein yang dapat diserap dengan jumlah protein yang dikeluarkan oleh tubuh. Artinya, apabila berat daging ikan yang dimakan adalah 100 gram, jumlah protein yang akan diserap oleh tubuh lebih kurang 90% dan hanya 10% yang terbuang.

3. Daging ikan relatif lunak karena hanya mengandung sedikit tenunan pengikat (tendon) sehingga mudah dicerna oleh tubuh.

4. Meskipun daging ikan mengandung lemak sangat tinggi (0,1 – 2,2%), namun

25% dari jumlah tersebut merupakan asam–asam lemak tak jenuh yang sangat dibutuhkan manusia dan memiliki kadar kolesterol yang sangat rendah, hal itu membuat daging ikan tidak berbahaya bagi manusia khususnya bagi orang–orang yang menderita penyakit kolesterol.

5. Daging ikan mengandung sejumlah mineral yang sangat dibutuhkan tubuh

manusia, seperti : K, Cl, P, S, Mg, Ca, Fe, Ma, Zn, F, Ar, Cu dan Y. Selain itu ikan juga mengandung vitamin A dan D dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan tubuh


(26)

manusia, sehingga sangat menunjang kesehatan mata, kulit dan proses pembentukan tulang, terutama pada anak balita.

6. Ikan dapat dengan mudah disajikan dalam berbagai bentuk pangan olahan.

7. Harga ikan relatif murah jika dibandingkan dengan sumber protein hewani

lain. Dengan demikian, biaya yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan akan protein hewani melalui peningkatan produksi perikanan relatif murah.

8. Daging ikan diterima oleh segenap lapisan masyarakat, baik ditinjau dari segi kesehatan, agama, suku, maupun tingkat perekonomian.

Disamping keuntungan–keutungan diatas, ikan juga memiliki beberapa kelemahan, seperti (Afrianto, 2005):

1. Tubuh ikan mempunyai kadar air yang tinggi (80%) dan pH tubuh mendekati

netral, sehingga menjadi media yang baik utuk pertumbuhan bakteri pembusuk maupun mikroorganisme lain. Dengan demikian, ikan merupakan komoditi yang cepat membusuk, bahkan lebih cepat dibanding dengan sumber protein hewani yang lain.

2. Daging ikan mengandung sedikit sekali tenunan pengikat (tendon), sehingga sangat mudah dicerna oleh enzim autolisis. Hasil pencernaan ini menyebabkan daging sangat lunak sehingga merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan mikroorganisme.

3. Daging ikan banyak mengandung asam lemak tak jenuh yang sifatnya sangat

mudah mengalami proses oksidasi. Oleh karena itu sering timbul bau tengik pada tubuh ikan, terutama pada hasil olahan maupun awetan yang disimpan tanpa menggunakan antioksidan.


(27)

Proses pembusukan pada ikan dapat disebabkan oleh aktivitas enzim yang terdapat dalam tubuh ikan itu sendiri dan aktivitas organisme atau proses oksidasi pada lemak tubuh ikan oleh oksigen dari udara. Biasanya, pada tubuh ikan yang telah mengalami pembusukan terjadi perubahan, seperti timbulnya bau busuk, daging menjadi kaku, sorot mata pudar, serta adanya lendir pada insang maupun tubuh bagian luar (Yuzuv, 2009).

Kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh ikan telah dirasakan sangat menghambat usaha pemasaran hasil perikanan dan tidak jarang menimbulkan kerugian yang sangat besar, terutama pada saat produksi ikan melimpah. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan daya simpan dan daya awet produk perikanan pada pascapanen melalui proses pengolahan dan pengawetan (Afrianto, 2005).

2.4. Pengawetan Ikan

Proses pengolahan dan pengawetan merupakan salah satu bagian penting dari mata rantai industri perikanan. Tanpa adanya kedua proses tersebut, peningkatan produksi ikan yang telah dicapai selama ini akan sia-sia, karena tidak semua produk perikanan dapat dimanfaatkan oleh konsumen dalam keadaan baik. Pengolahan dan pengawetan bertujuan mempertahankan mutu dan kesegaran ikan selama mungkin dengan cara menghambat atau menghentikan sama sekali penyebab kemunduran mutu (pembusukan) maupun penyebab kerusakan ikan (misalnya aktivitas enzim, mikroorganisme, atau oksidasi oksigen), agar ikan tetap segar sampai ke konsumen (Sunarman, 2000).


(28)

Adapun tujuan utama proses pengawetan dan pengolahan ikan adalah (Anonimous, 2008):

1. Mencegah proses pembusukan ikan, terutama pada saat produksi melimpah.

2. Meningkatkan jangkauan pemasaran.

3. Melaksanakan diversifikasi pengolahan produk-produk perikanan. 4. Meningkatkan pendapatan nelayan atau petani ikan.

2.4.1. Cara Pengawetan Ikan

Proses pengawetan ikan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu (Afrianto, 2005) :

1. Pengawetan dengan suhu rendah

Aktivitas penyebab pembusukan pada ikan dapat dikurangi atau dihentikan bila suhu lingkungan diturunkan, misalnya dengan menggunakan suhu rendah. Penggunaan suhu rendah meliputi pendinginan dan pembekuan. Ikan yang didinginkan atau dibekukan akan mempunyai daya awet yang temporer, artinya ikan tersebut akan tetap segar selama disimpan ditempat yang bersuhu rendah. Oleh karena itu, biasanya selama dalam pengangkutan atau sebelum diolah menjadi produk lain, ikan selalu diusahakan tetap berada dalam lingkungan bersuhu rendah agar kualitasnya tetap baik dan memenuhi syarat sebagai ikan segar.

Pada dasarnya proses pendinginan maupun pembekuan ikan mempunyai prinsip yang sama, yaitu mengurangi atau menghentikan sama sekali aktivitas penyebab pembusukan. Perbedaan kedua proses tersebut hanya terletak pada suhu akhir yang digunakan. Suhu akhir yang digunakan dalam proses pendinginan adalah 0°C, sedangkan pada proses pembekuan suhu akhir dapat mencapai -42°C.


(29)

Pengawetan dengan pendinginan biasanya menggunakan es batu, udara dingin dan pengawetan dengan pembekuan yang biasanya menggunakan sharp freezer, multi

plate freezing, air blast freezing dan brine freezing.

2. Pengawetan dengan penggaraman

Pengawetan ikan dengan cara penggaraman terdiri dari dua proses, yaitu proses penggaraman dan proses pengeringan yang mempunyai tujuan untuk memperpanjang daya tahan dan daya simpan ikan. Ikan yang mengalami proses penggaraman akan menjadi lebih awet karena garam dapat menghambat atau membunuh bakteri penyebab pembusukan pada ikan. Cara kerjanya adalah garam menyerap cairan tubuh ikan sehingga proses metabolisme bakteri terganggu karena kekurangan cairan bahkan akhirnya mematikan bakteri. Selain menyerap cairan tubuh ikan, garam juga menyerap cairan tubuh bakteri sehingga bakteri akan mengalami kekeringan dan akhirnya mati.

Setelah digarami, selanjutnya ikan dijemur dibawah sinar matahari langsung sampai kering. Proses pengeringan ini dilakukan untuk membantu menurunkan cairan dalam tubuh bakteri, terutama bakteri yang tahan terhadap garam berkonsentrasi tinggi sehingga aktivitasnya dapat dihambat, bahkan bakteri dapat dibunuh. Contoh dari pengawetan ini adalah ikan asin.

3. Pengawetan dengan pengasapan

Pada dasarnya, proses pengasapan ikan merupakan gabungan aktivitas penggaraman, pengeringan dan pengasapan. Dalam proses pengasapan ikan, unsur yang paling berperan adalah asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu yang terdiri dari uap dan partikel yang berukuran sangat kecil. Kedua unsur ini mempunyai


(30)

komposisi kimia yang sama tetapi dengan perbandingan berbeda. Kandungan unsur kimia yang terdapat dalam asap adalah air, aldehid, asam asetat, keton, alkohol, asam formiat, phenol dan karbondioksida yang berperan sebagai desinfektan pemberi warna dan bahan pengawet. Sebelum diasapkan, biasanya didahului dengan proses penggaraman dan pengeringan yang bertujuan untuk membunuh bakteri dan mempermudah partikel asap melekat pada tubuh ikan. Beberapa metode pengasapan antara lain pengasapan panas, pengasapan dingin dan pengasapan listrik.

4. Pengawetan dengan pemindangan

Proses pemindangan merupakan perebusan ikan dalam air garam. Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu ikan pindang adalah kesegaran ikan, garam dan kondisi linkungan (kebersihan alat dan bahan, proses pembuatan pindang dan penyimpanan hasil pemindangan). Banyak cara pemindangan yang telah dilakukan, antaranya (Nuraini, 2008) :

a. Perebusan dengan larutan garam jenuh selama 10 menit

b. Penambahan bumbu (bawang putih dan kunyit).

c. Perebusan dalam air garam 10%.

Tetapi dari hasil pemindangan seperti di atas, akan mudah busuk karena kadar air yang tinggi.

5. Pengawetan dengan fermentasi

Proses pengawetan ikan dengan fermentasi yaitu dengan melibatkan peran mikroorganisme, umumnya dengan menggunakan bakteri asam laktat karena bakteri asam laktat mampu menghasilkan asam organik berupa asam laktat dan asam asetat, senyawa asetaldehid (meningkatkan cita rasa) serta semacam senyawa anti mikroba


(31)

untuk menghambat pertumbuhan bakteri perusak. Faktor-faktor yang mempengaruhi fermentasi antara lain asam, penggunaan kultur murni, suhu, oksigen dan bakteri asam laktat (Sunarman, 2000).

2.5. Kubis (Brassica oleracea)

Kubis (Brassica oleracea) adalah nama sayuran yang sangat popular di Indonesia dan biasa disebut “kol”. Kubis biasanya dipakai sebagai lalapan atau campuran sayur-sayuran. Kubis berasal dari Eropa Selatan dan Eropa Barat. Nama ‘kubis’ diambil dari bahasa inggris ‘cabbage’ yang juga merupakan pinjaman dari bahasa Normandia ‘caboche’. Nama ‘kol’ diambil dari bahasa Belanda “kool”. Warna sayuran ini umumnya adalah hijau sangat pucat sehingga disebut (forma alba) putih. Namun demikian terdapat pula kubis warna hijau (forma viridis) dan ungu (forma rubra) (Ekasari, 2009).

Kubis (Brassica oleracea) menyukai tanah yang sarang dan tidak becek. Meskipun relatif tahan terhadap suhu tinggi, kubis biasanya ditanam di daerah pegunungan tropic. Jika di dataran rendah, ukuran krop mengecil dan tanaman sangat rentan terhadap ulat pemakan daun misalnya Plutella. Tanaman kubis juga dapat diperbanyak dengan biji atau stek tunas (Pracaya, 1997).

Kubis adalah salah satu dari berbagai jenis tanaman dari Kelompok capitata spesies Brassica oleracea dari keluarga mustar Brassicaceae (atau Cruciferae). Lebih umum, istilah kubis juga telah digunakan untuk menyertakan beragam bentuk-bentuk hortikultura yang dikembangkan dari kubis liar (Brassica oleracea), yang berasal dari spesies yang sama, tapi ditempatkan dalam kelompok-kelompok yang berbeda, seperti kale (Acephala Group), kembang kol (Botrytis Group),


(32)

(Gemmifera Group), dan cluster (Wikipedia, 2009).

2.5.1. Klasifikasi kubis (Brassica oleracea )

Kerajaan : Plantae

Divisi : magnoliophyta

Kelas : magnoliopsida

Ordo : brasicalles

Family : brassicaceae

Genus : brassica

Species : Brassica oleracea

(Pracaya, 1997).

2.5.2. Air Kubis (Brassica oleracea ) sebagai Pengawet Ikan

Air kubis diperoleh dari kubis yang mengalami pembusukan atau fermentasi dengan bantuan garam dan didiamkan selama 2 hari. Fermentasi terbagi dua tipe berdasarkan tipe kebutuhan akan oksigen yaitu tipe aerobik dan anaerobik. Tipe aerobik adalah fermentasi yang pada prosesnya memerlukan oksigen, sedangkan tipe anaerobik adalah fermentasi yang pada prosesnya tidak memerlukan oksigen. Tipe anaerobik ini hanya menghasilkan sebagian energy, karbondioksida dan air, termasuk sejumlah asam laktat, asetat, etanol, asam volitle, alkohol dan ester.

Sistem pengawetan dengan metode fermentasi merupakan proses pengawetan pangan yang alami (ikan, hasil tanaman, daging, dll) dengan memanfaatkan kemampuan kelompok bakteri laktat, yaitu Lactobacillus plantarum, L. acidophylus,


(33)

Leuconostoc mesenterousdes, Streptococcus faecalis, dan S. lactis. Pertumbuhan

kelompok bakteri ini mampu menurunkan nilai pH substrat hingga di bawah 4,5. Pada pH tersebut, pertumbuhan kelompok bakteri lain dapat dihambat. Proses fermentasi dapat dilakukan secara mudah, murah dan sederhana, aman dan tidak mengurangi nilai organoleptik bahan pangan (Amin, 2001).

Produk ikan awetan secara fermentasi juga dapat dilakukan dengan memanfaatkan limbah kubis (Brassica oleracea). Karena dari hasil fermentasi kubis akan menghasilkan asam laktat yang dapat digunakan untuk mengawetkan ikan. Limbah kubis dapat diperoleh dari pedagang kubis yang selalu membuang lapisan luar dari daunnya sebelum dipasarkan.

Beberapa alasan penggunaan pengawet pada bahan makanan adalah karena daya tahan makanan yang terbatas dan mudah rusak sehingga dengan adanya pengawet makanan dapat disimpan lebih lama. Selain itu, pengawet juga digunakan untuk mencegah aktivitas mikroorganisme pada makanan tersebut (Wikipedia, 2009). 2.5.3. Manfaat Kubis Bagi Kesehatan

Kubis (Brassica oleracea) segar mengandung air, protein, lemak, karbohidrat, serat, kalsium, fosfor, besi, natrium, kalium, vitamin (A, C, E, tiamin,

riboflavin, nicotinamide) dan beta karoten. Selain itu, juga mengandung senyawa

sianohidrosibutena (CHB), sulforafan, dan iberin yang merangsang pembentukan glutation, suatu enzim yang bekerja dengan cara menguraikan dan membuang zat- zat beracun yang beredar dalam tubuh. Tingginya kandungan vitamin C dalam kubis dapat mencegah skorbut (scurvy). Kandungan zat aktifnya, sulfofaran dan histidine dapat menghambat pertumbuhan tumor, mencegah kanker kolon, dan rectum,


(34)

detoksikasi senyawa kimia berbahaya, seperti kobalt, nikel dan tembaga yang berlebihan dalam tubuh serta meningkatkan daya tahan tubuh untuk melawan kanker. Kandungan asam amino dalam sulfurnya juga berkhasiat menurunkan kadar kolesterol yang tinggi, penenang saraf, dan membangkitkan semangat. Manfaat lain dari kubis juga dapat membantu ibu menyusui dan mengurangi bengkak (Dalimarta, 2001).

2.6. Penyalahgunaan Formalin sebagai Pengawet Ikan

Formalin merupakan larutan komersial dengan konsetrasi 10-40% dari formaldehid. Penggunaan formalin yang sebenarnya bukan untuk makanan. Melainkan sebagai antiseptic, germisida, dan pengawet nonmakanan. Formalin mempunyai banyak nama kimia yang biasa kita dengar di masyarakat, diantaranya

formol, methylene aldehyde, parafori, morbicid, oxomethane, polyoxymethylene

glycols, methanol, formoform, superlysoform, formic aldehyde, formalith,

tetraoxymethylene, methyl oxide, karsan, trioxane, oxymethylene, dan methylene

glycol. Di pasaran formalin bisa ditemukan dalam bentuk yang sudah di encerkan,

dengan kandungan formaldehid 10-40 persen (Yuliarti, 2007). Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Apabila digunakan secara benar, formalin akan banyak kita rasakan manfaatnya, misalnya sebagai anti bakteri atau pembunuh kuman dalam berbagai jenis keperluan industri, yakni pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat maupun serangga lainnya. Formalin juga dipakai sebagai pencegah korosi untuk sumur minyak. Di bidang industri kayu, formalin digunakan sebagai bahan perekat untuk produk kayu lapis. Dalam konsentrasi yang sangat kecil digunakan sebagai pengawet


(35)

untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampo mobil, lilin, dan karpet (Anonimous, 2009).

Di dalam industri perikanan, formalin digunakan untuk menghilangkan bakteri yang biasa hidup disisik ikan. Formalin diketahui sering digunakan dan efektif dalam pengobatan penyakit ikan akibat ektoparasit seperti fluke dan kulit berlendir. Meskipun demikian, bahan ini juga sangat beracun bagi ikan. Ambang batas amannya sangat rendah sehingga terkadang ikan yang diobati mati akibat formalin dari pada akibat penyakitnya. Formalin banyak digunakan dalam pengawetan sampel ikan untuk keperluan penelitian dan identifikasi. Di dunia kedokteran formalin digunakan sebagai bahan pengawet mayat yang akan dipelajari dalam pendidikan mahasiswa kedokteran maupun kedokteran hewan. Untuk pengawetan biasanya digunakan formalin dengan konsentrasi 10 % (Yuliarti, 2007).

Besarnya manfaat di bidang industri tersebut ternyata disalahgunakan untuk pengawetan industri makanan. Biasanya hal ini sering ditemukan dalam industry rumahan karena mereka tidak terdaftar dan tidak terpantau oleh Depkes dan Balai POM setempat. Bahan makanan yang diawetkan dengan formalin biasanya adalah mie basah, tahu, bakso, ikan asin dan beberapa makanan lainnya (Anonimous, 2008 ). Sangat dimengerti mengapa formalin disalahgunakan, selain harganya yang sangat murah dan mudah didapatkan, produsen sering kali tidak tahu kalau penggunaan formalin sebagai pengawet makanan tidaklah tepat karena bisa menimbulkan berbagai gangguan kesehatan bagi konsumen yang memakannya. Jangan dikira dengan mengurangi kadarnya, formalin juga tidak dapat hilang dengan pemanasan. Oleh karena bahayanya bagi manusia maka penggunaan formalin dalam


(36)

makanan tidak dapat ditoleransi dalam jumlah sekecil apa pun. Dampak formalin bagi kesehatan (Yuliarti, 2007 ):

1. Akut : merupakan efek yang langsung terlihat seperti alergi, iritasi, mual, muntah, sakit perut dan pusing, radang tenggorokan, sakit kepala, dan pada konsentrasi yang sangat tinggi dapat menyebabkan kematian.

2. Kronik : merupakan efek yang terlihat setelah terkena dalam jangka panjang

seperti gangguan pencernaan, hati, gangguan pankreas, system saraf pusat, dan bersifat karsinogen.

2.7. Kerangka Konsep

Direndam

Ikan Kembung (Scomber canagorta)

Air Kubis (Brassica oleracea)

Berapa Lama Ikan Bertahan (awet)

Waktu Perendaman dengan air kubis (Brassica oleracea)

- 1 jam

- 2 jam


(37)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini berbentuk pre eksperimen yaitu untuk mengetahui efektifitas air kubis (Brassica oleracea) dalam mengawetkan ikan kembung.

Penelitian ini menggunakan metode One Group pretest-postest design, yaitu penelitian dilakukan dengan 3 perlakuan ditambah dengan 1 kontrol, dimana setiap perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kesehatan Jl. William Iskandar Pasar V Barat I No. 4 Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juni 2010. 3.3 Objek Penelitian

Adapun objek penelitian adalah ikan kembung (Scomber canagorta) segar yang akan diawetkan dengan air kubis (Brassica oleracea). Dalam penelitian ini, pengambilan sampel sesuai dengan kebutuhan penelitian sebanyak 12 ekor, dimana setiap perlakuan masing-masing terdiri atas 3 ekor ikan kembung dalam satu wadah.


(38)

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data-data yang dikumpulkan diperoleh dari hasil penelitian yaitu :

5. Lama ikan kembung awet sebelum diberi perlakuan perendaman air kubis.

6. Lama ikan kembung awet setelah diberi perlakuan perendaman ikan kembung

dengan air kubis selama 1 jam.

7. Lama ikan kembung awet setelah diberi perlakuan perendaman ikan kembung

dengan air kubis selama 2 jam.

8. Lama ikan kembung awet setelah diberi perlakuan perendaman ikan kembung

dengan air kubis selama 3 jam. 3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder penelitian ini diperoleh dari Studi Kepustakaan. 3.5. Alat dan bahan penelitian

3.5.1. Alat

1. Wadah/ Baskom

2. Pisau

3. Timbangan Elektrik AND HM-200

4. Timbangan Tekhnis Ishida 3.5.2. Bahan

1. Air Bersih 1 liter

2. Kubis (Brassica oleracea) 100 gr 3. Garam 25 gr


(39)

4. Ikan Kembung (Scomber canagorta) 12 ekor masing-masing berukuran 200-250 gr/ekor.

3.6 Cara Kerja Penelitian

3.6.1 Pemilihan Ikan Kembung (Scomber canagorta) Segar

1. Dipilih ikan kembung (Scomber canagorta) yang masih segar sebanyak 12

ekor (2 kg 4 ons) .

2. Ikan kembung (Scomber canagorta) yang segar memiiliki ciri-ciri :

a. Ikan kembung segar adalah ikan yang penampilannya bagus, bersih,

tidak terkelupas kulitnya, tidak terpotong-potong. Apabila ditekan dengan jari kulitnya tidak mudah berbekas.

b. Tidak mempunyai aroma selain bau khusus yang biasa tercium dari

ikan.

c. Tubuh ikan segar saling terikat satu sama lain, kulitnya melekat erat dengan daging dan daging dengan tulang.

d. Memiliki insang merah terang. e. Memiliki dua mata yang bercahaya.

f. Tidak mengambang di permukaan air.

3.6.2 Cara Mendapatkan Air Kubis (Brassica oleracea) 1. Kubis dicuci terlebih dahulu.

2. Kemudian kubis diiris sepanjang 0,5 cm sebnyak 100 gr.

3. Garam ditimbang sebanyak 25 gr, kemudian masukkan ke dalam wadah yang


(40)

4. Kemudian kubis dimasukkan kedalam wadah yang berisi air yang telah bercampur garam tersebut.

5. Setelah itu diaduk rata, lalu ditutup rapat dan di diamkan selama 2 hari. Setelah 2 hari (2x24 jam), di dalam kubis tersebut terdapat asam laktat dari hasil proses pembusukan yang dapat digunakan sebagai pengawet ikan.

3.6.3 Pengawetan Ikan Kembung dengan Air Kubis

1. Ikan kembung yang segar sebanyak 12 ekor ( 2 kg 4 ons) dicuci dengan air sampai bersih. Setelah itu tiriskan air yang masih tersisa pada ikan tersebut. 2. Sementara itu, sediakan 4 wadah dimana wadah I tidak diisi dengan air kubis

sedangkan wadah II, III, dan IV masing-masing diisi dengan air kubis. Air kubis yang telah didiamkan selama 2 x 24 jam sebelum di masukkan ke wadah disaring terlebih dahulu.

3. Setelah itu ikan kembung tersebut dimasukkan dalam wadah masing-masing sebanyak 3 ekor. 3 ekor masing-masing mempunyai berat lebih kurang 200 gr/ekor.

4. Untuk perendaman ikan kembung dengan air kubis dalam wadah II dilakukan selama 1 jam, perendaman ikan kembung dengan air kubis dalam wadah III dilakukan selama 2 jam dan perendaman ikan kembung dengan air kubis dalam wadah IV dilakukan selama 3 jam. Sedangkan ikan kembung dalam wadah I dibiarkan tanpa perendaman.

5. Setelah dilakukan perendaman, maka ikan kembung dibiarkan dalam suhu kamar sampai terjadi pembusukan. Suhu yang diukur pada saat penelitian adalah 29°C. Ciri ikan kembung yang sudah membusuk adalah ikan akan


(41)

kelihatan suram, kusam dan berlendir. Mata cekung, insang berwarna coklat gelap dan berlendir, dan dinding perut lembek.

6. Perhatikan masing-masing perlakuan setiap jam, kemudian perhatikan perubahan yang terjadi pada ikan kembung dan catatlah berapa lama ikan kembung bisa bertahan tetap segar pada setiap perlakuan.

3.7 Defenisi Operasional

1. Ikan kembung adalah salah satu jenis ikan laut yang sering dikonsumsi oleh masyarakat.

2. Air Kubis merupakan bahan yang digunakan sebagai pengawet yang

mengandung asam laktat.

3. Lama bertahan yaitu waktu yang diperlukan ikan kembung untuk

membusuk sebelum dan sesudah proses pengawetan dilakukan.

4. Ikan awet yaitu apabila ikan kembung masih berpenampilan baik, dagingnya cukup lentur, tidak mempunyai aroma selain bau khas ikan, warna insangnya masing merah dan matanya masih bercahaya.

5. Waktu Perendaman yaitu lama ikan kembung direndam dalam air kubis.

3.8 Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan ini, dianalisa dengan teknik perbandingan yaitu membandingkan berapa lama keawetan ikan kembung (Scomber


(42)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Hasil Pengamatan air kubis (Brassica oleracea) dalam mengawetkan ikan kembung (Scomber canagorta) di Medan Tahun 2010

Hasil penelitian tentang efektifitas air kubis (Brassica oleracea) dalam mengawetkan ikan kembung (Scomber canagorta) yang dilakukan di Laboratorium Kesehatan Medan selama 1 minggu, dimulai dari pembuatan air kubis, pengambilan sampel, dan membuat 4 perlakuan yang salah satunya kontrol dan dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali.

Hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Kesehatan Medan, diketahui bahwa sebelum dan sesudah perlakuan perendaman dengan air kubis, dan dengan pengulangan sebanyak 4 kali keawetan ikan kembung tidak sama. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.1. Hasil pengamatan Ikan Kembung (Scomber canagorta) tanpa perendaman dan setelah perendaman dengan air kubis (Brassica oleracea)

No Perlakuan

Lama ikan kembung (Scomber

canagorta) bertahan atau awet (jam) Rata-rata lama ikan kembung (Scomber

canagorta) bertahan atau

awet Ulangan

1 2 3 4

1 Kontrol 6 jam 6 jam 5 jam 6 jam 5,75 jam (5 jam 45 menit)

2 1 jam 11 jam 11 jam 10 jam 11 jam 10,75 jam (10 jam 45 menit)

3 2 jam 16 jam 16 jam 15 jam 16 jam 15,75 jam (15 jam 45 menit)


(43)

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa keawetan ikan kembung (Scomber

canagorta) dalam berbagai perlakuan perendaman dengan air kubis (Brassica

oleracea) maupun kontrol berbeda hasilnya. Dari hasil pengamatan ikan kembung

(Scomber canagorta) tanpa perendaman bertahan selama 5-6 jam dan setelah itu sudah terlihat tanda-tanda ikan mulai membusuk seperti mata yang sudah mulai cekung dan suram, sedikit berlendir, baunya sudah bau busuk, insangnya sudah berwarna kecoklatan (pucat), kulitnya sudah mulai berlendir dan tekstur daging sudah sangat lembek. Ikan kembung (Scomber canagorta) dengan perlakuan perendaman dengan air kubis (Brassica oleracea) selama 1 jam menghasilkan ikan kembung yang awet selama 10-11 jam. Ikan kembung (Scomber canagorta) dengan perlakuan perendaman dengan air kubis (Brassica oleracea) selama 2 jam menghasilkan ikan kembung yang awet selama 15-16 jam. Ikan kembung (Scomber canagorta) dengan perlakuan perendaman dengan air kubis selama 3 jam menghasilkan ikan kembung yang awet selama 11-12 jam.

4.2. Efektifitas air kubis (Brassica oleracea) dalam mengawetkan ikan kembung (Scomber canagorta) di Medan Tahun 2010

Pengamatan keawetan ikan dilihat dari ciri – ciri fisik secara visual pada setiap sampel. Masing-masing dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali, selanjutnya dilakukan perbandingan dengan tanpa perendaman dan sesudah ikan kembung (Scomber canagorta) direndam dengan air kubis (Brassica oleracea). Pengamatan ikan tanpa perendaman (kontrol) menjadi dasar untuk melihat efektifitas air kubis dalam mengawetkan ikan kembung. Berdasarkan hasil penelitian diketahui efektifitas


(44)

paling baik dalam mengawetkan ikan kembung (Scomber canagorta) adalah perendaman air kubis selama 2 jam, karena pada rata- rata pengulangan didapat keawetan ikan 15-16 jam yaitu pengulangan pertama 16 jam, pengulangan kedua 16 jam, pengulangan ketiga 15 jam dan pengulangan ke empat 16 jam.

Hasil penelitian ini diketahui bahwa perendaman ikan selama 2 jam paling baik, selama 15–16 ikan masih segar, tidak bau busuk, kulitnya tidak berlendir, jika dipegang masih keras, insang nya merah, matanya masih cerah. Dari perendaman selama 1 jam diperoleh lama awet 10-11 jam, dari perendaman selama 3 jam diperoleh lama awet selama 11-12 jam, sedangkan ikan tanpa perendama atau pada kontrol ikan hanya bertahan lebih kurang 6 jam.

Pengulangan perlakuan sebanyak 4 kali untuk setiap sampel bertujuan mengetahui efektifitas air kubis dalam mengawetkan ikan, karena jika hanya dilakukan sekali perlakuan saja kemungkinan terdapat faktor teknis (peneliti dan peralatan) dan non teknis (lingkungan) yang yang menyebabkan hasil pengawetan ikan yang diperoleh tidak benar, namun pengulangan sebanyak 4 kali, yang kemudian diambil rata-ratanya diharapkan diperoleh hasil yang sebenarnya.


(45)

BAB V PEMBAHASAN

5.1. Efektifitas air kubis (Brassica oleracea) dalam mengawetkan ikan kembung (Scomber canagorta) di Medan tahun 2010

Penelitian ini dilakukan mengingat banyaknya kejadian yang menggunakan formalin sebagai pengawet ikan. Hal ini terlihat dari hasil uji laboratorium BPOM pada tahun 2006 yang menunjukkan bahwa 52,63% dari sampel ikan yang diteliti di Jakarta positif mengandung formalin, sedangkan untuk wilayah Bandar Lampung 35,56% (BPOM, 2006). Penggunaan formalin untuk mengawetkan ikan menjadi pilihan karena formalin mudah ditemukan dan harganya murah yang mana bisa mengurangi biaya produksi yang akan dikeluarkan oleh produsen selama masa penangkapan ikan. Namun tanpa disadari, penggunaan formalin pada pengawetan ikan memiliki dampak negatif bagi kesehatan apabila terkonsumsi oleh manusia.

Berdasarkan penelitian Novenda dkk (2005) tentang pemanfaatan air kubis dalam mengawetkan ikan segar, menunjukkan bahwa kandungan asam laktat yang diperoleh dari rendaman air kubis dapat mempertahankan keawetan ikan selama 12 jam. Demikian juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Amin (2001), menunjukkan bahwa ikan Jambal Siam segar yang direndam dalam larutan hasil fermentasi limbah kubis selama 2 jam dapat memperpanjang masa simpan (keawetan) ikan hingga 18 jam pada suhu kamar. Hal ini membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai penggunaan air kubis (Brassica oleracea) sebagai pengawet alami yang mudah di dapat, murah harganya dan aman bagi kesehatan.


(46)

Hasil penelitian yang telah dilakukan tentang efektifitas air kubis (Brassica

oleracea) dalam mengawetakn ikan kembung (Scomber canagorta) dengan

menggunakan 4 macam perlakuan yaitu tanpa perendaman sebagai kontrol, perendaman ikan dengan air kubis selama 1 jam, 2 jam, 3 jam masing-masing dengan 4 kali pengulangan. Penelitian ini menggunakan 12 ekor ikan kembung (Scomber

canagorta) dalam masing-masing perlakuan, yang dibeli dari pedagang ikan

Belawan, dimana ikan baru ditangkap dan langsung dipasarkan tanpa menggunakan pengawet. Hal ini bertujuan untuk menjaga kemurnian ikan sebelum dilakukan perendaman dengan air kubis (Brassica oleracea).

Masing-masing sampel dilakukan perendaman dengan fermentasi air kubis (Brassica oleracea) selama 1 jam, 2 jam dan 3 jam dan dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali. Tujuan pengulangan ini bertujuan untuk mengurangi bias dan kemungkinan terjadinya kesalahan teknis dan non-teknis pada saat dilakukan uji coba (perendaman) terhadap sampel.

Berdasarkan tabel 4.1. terlihat pada kontrol atau tanpa perendaman ikan kembung (Scomber canagorta) hanya bertahan 5-6 jam. Pada saat pengamatan ikan kembung tanpa perendaman setelah 6 jam sudah menunjukkan tanda-tanda ikan busuk, seperti mata suram dan sudah ada lendir, kulit sudah berlendir dan jika ditekan jari berbekas dan mudah sobek, insang sudah berwarna kecoklatan pucat.

Proses pembusukan pada ikan dapat disebabkan oleh aktivitas enzim yang terdapat dalam tubuh ikan itu sendiri dan aktivitas organisme atau proses oksidasi pada lemak tubuh ikan oleh oksigen dari udara (Yuzuv, 2009).


(47)

Pada perlakuan perendaman dengan air kubis (Brassica oleracea) selama 1 jam, dihasilkan ikan awet selama 10-11 jam. Pada perlakuan perendaman dengan air kubis selama 2 jam, dihasilkan ikan awet selama 15-16 jam. Pada perlakuan perendaman dengan air kubis selama 3 jam, dihasilkan ikan awet selama 11-12 jam.

Dari keterangan diatas dapat dilihat bahwa lama ikan awet tidak sama, tanpa perendaman dan sesudah perlakuan perendaman ikan kembung selama 1 jam, 2 jam, dan 3 jam. Perlakuan yang berbeda-beda maka berbeda pula efektifitas air kubis (Brassica oleracea) dalam mengawetkan ikan kembung (Scomber canagorta). Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu perendaman belum tentu menghasilkan keawetan ikan yang paling baik.

Perlakuan perendaman selama 2 jam menghasilkan ikan kembung yang terbaik, sedangkan perlakuan perendaman 3 jam menghasilkan ikan yang mudah berbau tengik kemudian perlakuan perendaman dengan 3 jam menghasilkan rasa yang terlalu asam dan teksturnya rapuh sehingga kurang disukai. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya dipengaruhi oleh tingginya tingkat keasaman larutan hasil fermentasi kubis (Brassica oleracea) yang digunakan dalam perendaman ikan (Amin, 2001).

Adapun parameter yang digunakan dalam menentukan kesegaran ikan dapat dilihat dari parameter fisik adalah (Anonimous, 2009):

1. Kenampakan Luar

a. Cerah, tidak suram (segar) karena perubahan biokimia belum terjadi, metabolism dalam tubuh ikan masih normal.


(48)

b. Makin lama menjadi suram warnanya, berlendir sebagai akibat berlangsungnya atau berkembangnya mikroba.

2. Kelenturan Daging Ikan

a. Ikan segar dagingnya cukup lentur, apabila dibengkokkan akan kembali kebentuk semula.

b. Kelenturan ini disebabka belum terputusnya benang-benang daging. c. Pada ikan yang telah busuk, sudah banyak benang-benang daging yang

sudah putus dan dinding-dinding selnya banyak yang rusak.

3. Keadaan Mata

a. Ikan segar biasanya matanya cerah dan menonjol keluar,

b. Ikan busuk, cekung masuk kedalam rongga mata.

4. Keadaan Daging

a. Ikan segar dagingnya kenyal, jika ditekan dengan jari berubah maka bekasnya akan segera kembali.

b. Permukaan tubuh belum terdapat lendir.

c. Setelah beberapa jam ikan menjadi kaku dan akhirnya ikan kehilangan tetkstur kenyalnya.

5. Keadaan Insang dan Sisik

a. Ikan segar, insang berwarna merah cerah.

b. Ikan tidak segar ikan menjadi cokelat gelap dan sisikny mudah lepas dari tubuhnya.


(49)

c. Insang merupakan pusat darah mengambil Oksigen dari dalam air. Kematian ikan menyebabkan peranan darah berhenti, darah teroksidasi sehingga warnanya berubah menjadi gelap.

Metode atau cara penangkapan dan pendaratan ikan dan cara penanganan pasca ikan ditangkap juga menentukan kesegaran dan kualitas ikan. Kelemahan-kelemahan yang dimiliki oleh ikan telah dirasakan sangat menghambat usaha pemasaran hasil perikanan dan tidak jarang menimbulkan kerugian yang sangat besar, terutama pada saat produksi ikan melimpah. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan daya simpan dan daya awet produk perikanan pada pascapanen melalui proses pengolahan dan pengawetan (Afrianto, 2005).

Para pedagang ikan dapat mengaplikasikan air kubis (Brassica oleracea) sebagai pengawet alami dan juga dapat disosialisasikan kepada masyarakat agar menggunakan air kubis dalam mengawetkan ikan yang aman bagi kesehatan.

Air kubis (Brassica oleracea) dapat mengawetkan ikan karena di dalam kubis mengandung asam laktat. Asam laktat secara struktur adalah asam karboksilat dengan satu gugus hidroksil yang menempel pada gugus karboksil, dengan rumus kimia (CH3-CHOH-COOH). Asam laktat yang dihasilkan oleh proses fermentasi kubis dapat menyebabkan pH substrat menjadi 3 sampai 4,5 sehingga cukup untuk menghambat sejumlah bakteri perusak dan pembusuk bahan makanan dan minuman. Jika bakteri tersebut terkonsumsi akan menyebabkan muntah-muntah, diare dan muntaber (Amin, 2001).


(50)

Namun, selama proses fermentasi sejumlah vitamin juga dihasilkan khususnya B-12. Bakteri laktat juga menghasilkan lactobacillin, yaitu sejenis antibiotika serta senyawa lain yang berkemampuan menonaktifkan reaksi kimia yang dihasilkan oleh bakteri fekal dalam tubuh manusia dan bahkan mematikannya. Selain itu hasil fermentasi tersebut juga dapat menghasilkan senyawa penghambat kolesterol dan kanker (Zaifbio, 2009).


(51)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh dari efektifitas air kubis (Brassica oleracea) dalam mengawetkan ikan kembung (Scomber canagorta) di Medan tahun 2010 dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Perlakuan tanpa perendaman (kontrol) terhadap ikan kembung, menghasilkan

ikan kembung awet rata-rata 5 jam 45 menit.

2. Perlakuaan perendaman dengan air kubis selama 1 jam, menghasilkan ikan

kembung awet rata-rata 10 jam 45 menit.

3. Perlakuan perendaman dengan air kubis selama 2 jam, menghasilkan ikan

kembung awet rata-rata 15 jam 45 menit.

4. Perlakuan perendaman dengan air kubis selama 3 jam, menghasilkan ikan

kembung awet rata-rata11 jam 45 menit.

6.2. Saran

Air kubis (Brassica oleracea) adalah salah satu pengawet alami yang aman bagi kesehatan. Untuk itu disarankan hal-hal sebagai berikut :

1. Bagi instansi terkait seperti Dinas Perikanan, Badan Pengawasa Obat dan

Makanan BPOM dapat mensosialisasikan kepada masyarakat khususnya pedagang ikan agar dapat menggunakan air kubis sebagai pengawet ikan yang aman bagi kesehatan.


(52)

2. Bagi peneliti selanjutnya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan melihat hubungan antara pengawetan dengan air kubis dengan perubahan protein ikan.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 2007. Pengawetan Ikan.

_________, 2008. Pengawet dan Bahan Kimia

Maret 2010.

_________, 2009. Pendingin Pembekuan dan Pengawetan. http://www.iptek.net.id. Diakses tanggal 22 Februari 2010.

Amin, Wazna, 2001. Analisis Pertumbuhan Mikroba Ikan Jambal Siam Asap yang Telah Diawetkan Secara Ensiling. Jurnal Natur Indonesia. No 4. Vol 4. 2001.

Afrianto, Eddy., Eviliviawati, 2005. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius, Yogyakarta.

Afrianto, E., E. Liviawaty., dan I. Rostini, 2006. Pemanfaatan Limbah Sayuran Untuk Memproduksi Bioamasa Lactobacillus plantarum Sebagai Bahan Edible Coating Dalam Meningkatkan Masa Simpan Ikan Segar dan Olahan. Lembaga Penelitian UNPAD. Bandung.

Burhanuddin, 1994. Sumber Daya Ikan Kembung. Kanisius. Jakarta

BPOM R.I., 2006. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Keterangan Pers Nomor : KH.00.01.1.241.002 Tentang Penyalahgunaan Formalin Untuk Pengawet Mie Basah, Tahu dan Ikan Tahun 2006. Jakarta

Dalimarta, Setiawan, 2001. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Niaga Swadaya, Jakarta.

Departemen Kesehatan R.I., 1992. Undang-Undang Kesehatan No. 23. Jakarta Ekasari, Wiwied. 2009. Kubis Sayur yang Kaya Manfaat. Departemen

Farmakognosi dan Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.

Jenie, Nuratifa, 2001. Peningkatan Keamanan dan Mutu Simpan Pindang Ikan Kembung Dengan Aplikasi Kombinasi Natrium Asetat, Bakteri Asam Laktat dan Pengemasan Vakum. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. No.1. Vol XII. 2001.


(54)

Nuraini, Rahma. 2008. Teknik Pengawetan Ikan Untuk Dikonsumsi Dengan Metode Fermentasi Ensiling. Institut Teknologi Bandung.

Pracaya, 1997. Kol Alias Kubis. Penebar Swadaya , Jakarta

Siswanto, Hadi, 2003. Kamus Populer Kesehatan Lingkungan. EGC. Jakarta

Sunarman, Ir., Murniyati, S.A., Ir, 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan. Kanisius, Yogyakarta.

Suriawiria, Unus. 1995. Pengantar Mikrobiologi Umum. Angkasa. Bandung

Urip, 2000. Kajian Tentang Kandungan Logam Cu,Cd, dan Pb Pada Bahan Baku Pembuatan Ikan Asin Kepala Batu (Pseudoceina amoyensis) di Pesisir Belawan Kotamadya Medan. Pusat Penelitian Lingkungan, Lembaga Penelitian Universitas Sumatera Utara.

Wikipedia Indonesia Ensiklopedia Bebas Berbahasa Indonesia, 2009. Kubis. http://id.wikipedia.org/wiki/Kubis. Diakses tanggal 23 Februari 2010.

Wikipedia, 2009. Brassica Oleracea.

diakses tanggal 22 Desember 2009.

Yuliarti, Nurheti, 2007. Awas Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Penerbit Andi, Yogyakarta

Yuzuv, 2009. Pengenalan Metode Pengawetan Ikan Secara Sehat dan Ekonomis dengan Fermentasi 2010

Zaifbio, 2009. Efektifitas Bakteriosin dari Lactobacillus Terhadap Masa Simpan Fillet Nila Merah. Lembaga Penelitian Univesitas Padjajaran Bandung.


(55)

Lampiran 1. Pembuatan air kubis (Brassica oleracea)


(56)

Lampiran 3. Ikan kembung kontrol dan perendaman dengan air kubis

Lampiran 4. Perlakuan perendaman ikan kembung dengan air kubis


(57)


(58)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 2007. Pengawetan Ikan.

_________, 2008. Pengawet dan Bahan Kimia

Maret 2010.

_________, 2009. Pendingin Pembekuan dan Pengawetan. http://www.iptek.net.id. Diakses tanggal 22 Februari 2010.

Amin, Wazna, 2001. Analisis Pertumbuhan Mikroba Ikan Jambal Siam Asap yang Telah Diawetkan Secara Ensiling. Jurnal Natur Indonesia. No 4. Vol 4. 2001.

Afrianto, Eddy., Eviliviawati, 2005. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius, Yogyakarta.

Afrianto, E., E. Liviawaty., dan I. Rostini, 2006. Pemanfaatan Limbah Sayuran Untuk Memproduksi Bioamasa Lactobacillus plantarum Sebagai Bahan Edible Coating Dalam Meningkatkan Masa Simpan Ikan Segar dan Olahan. Lembaga Penelitian UNPAD. Bandung.

Burhanuddin, 1994. Sumber Daya Ikan Kembung. Kanisius. Jakarta

BPOM R.I., 2006. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Keterangan Pers Nomor : KH.00.01.1.241.002 Tentang Penyalahgunaan Formalin Untuk Pengawet Mie Basah, Tahu dan Ikan Tahun 2006. Jakarta

Dalimarta, Setiawan, 2001. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Niaga Swadaya, Jakarta.

Departemen Kesehatan R.I., 1992. Undang-Undang Kesehatan No. 23. Jakarta Ekasari, Wiwied. 2009. Kubis Sayur yang Kaya Manfaat. Departemen

Farmakognosi dan Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Airlangga.

Jenie, Nuratifa, 2001. Peningkatan Keamanan dan Mutu Simpan Pindang Ikan Kembung Dengan Aplikasi Kombinasi Natrium Asetat, Bakteri Asam Laktat dan Pengemasan Vakum. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. No.1. Vol XII. 2001.


(2)

Nuraini, Rahma. 2008. Teknik Pengawetan Ikan Untuk Dikonsumsi Dengan Metode Fermentasi Ensiling. Institut Teknologi Bandung.

Pracaya, 1997. Kol Alias Kubis. Penebar Swadaya , Jakarta

Siswanto, Hadi, 2003. Kamus Populer Kesehatan Lingkungan. EGC. Jakarta

Sunarman, Ir., Murniyati, S.A., Ir, 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan Ikan. Kanisius, Yogyakarta.

Suriawiria, Unus. 1995. Pengantar Mikrobiologi Umum. Angkasa. Bandung

Urip, 2000. Kajian Tentang Kandungan Logam Cu,Cd, dan Pb Pada Bahan Baku Pembuatan Ikan Asin Kepala Batu (Pseudoceina amoyensis) di Pesisir Belawan Kotamadya Medan. Pusat Penelitian Lingkungan, Lembaga Penelitian Universitas Sumatera Utara.

Wikipedia Indonesia Ensiklopedia Bebas Berbahasa Indonesia, 2009. Kubis. http://id.wikipedia.org/wiki/Kubis. Diakses tanggal 23 Februari 2010.

Wikipedia, 2009. Brassica Oleracea.

diakses tanggal 22 Desember 2009.

Yuliarti, Nurheti, 2007. Awas Bahaya di Balik Lezatnya Makanan. Penerbit Andi, Yogyakarta

Yuzuv, 2009. Pengenalan Metode Pengawetan Ikan Secara Sehat dan Ekonomis

dengan Fermentasi

2010

Zaifbio, 2009. Efektifitas Bakteriosin dari Lactobacillus Terhadap Masa Simpan Fillet Nila Merah. Lembaga Penelitian Univesitas Padjajaran Bandung.


(3)

Lampiran 1. Pembuatan air kubis (Brassica oleracea)


(4)


(5)


(6)