Karakterisasi Begomovirus Penyebab Penyakit Daun Keriting pada Mentimun (Cucumis sativus L)

KARAKTERISASI BEGOMOVIRUS PENYEBAB PENYAKIT
DAUN KERITING PADA MENTIMUN (Cucumis sativus L.)

DWIWIYATI NURUL SEPTARIANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakterisasi
Begomovirus Penyebab Penyakit Daun Keriting pada Mentimun (Cucumis
sativus L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014
Dwiwiyati Nurul Septariani
NIM A352110031

*

Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan
pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait.

RINGKASAN
DWIWIYATI NURUL SEPTARIANI. Karakterisasi Begomovirus Penyebab
Penyakit Daun Keriting pada Mentimun (Cucumis sativus L.). Dibimbing oleh
SRI HENDRASTUTI HIDAYAT dan ENDANG NURHAYATI.
Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu sayuran utama yang
dibudidayakan oleh petani di Indonesia. Produktivitas mentimun sangat
dipengaruhi oleh budidaya yang kurang intensif dan efisien, serta adanya
gangguan hama dan penyakit. Salah satu kendala produksi adalah penyakit yang
disebabkan oleh infeksi Begomovirus penyebab penyakit daun keriting.
Penyakit daun keriting yang disebabkan oleh Begomovirus pada beberapa
jenis pertanaman di Indonesia dilaporkan menyebabkan kehilangan hasil sehingga

menimbulkan kerugian yang cukup besar. Pertanaman tembakau di Jawa Timur
dilaporkan mengalami kerusakan hingga 30% karena infeksi Tobacco leaf curl
begomovirus pada tahun 1984. Sejak awal tahun 2000 pertanaman cabai di daerah
Jawa Barat dan Jawa Tengah dilaporkan terinfeksi Begomovirus dan sampai
sekarang penyakit kuning yang disebabkan oleh Pepper yellow leaf curl
begomovirus belum dapat dikendalikan. Tomato yellow leaf curl begomovirus
yang menyebabkan epidemi penyakit daun keriting juga menjadi kendala utama
dalam meningkatkan produksi tanaman tomat di Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Akhir-akhir ini penyakit daun keriting yang disebabkan oleh Begomovirus
ditemukan pada tanaman mentimun di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Penyakit
yang sama dilaporkan di Thailand sejak tahun 1996, dan virus penyebab penyakit
tersebut memiliki kemiripan sikuen nukleotida yang tinggi dengan isolat Tomato
leaf curl New Delhi begomovirus (TLCV-New Delhi). Infeksi Begomovirus pada
tanaman Cucurbitaceae telah lama menjadi masalah di beberapa negara,
diantaranya Squash leaf curl begomovirus menyebabkan penyakit daun keriting
pada labu (Cucurbita maxima) dan Watermelon curly mottle begomovirus
menyebabkan penyakit daun menguning dan kerdil pada melon (C. melo) di
Amerika Serikat. Identifikasi dan karakterisasi Begomovirus penyebab penyakit
daun keriting mentimun di Jawa belum dilakukan secara khusus.
Begomovirus hanya dapat ditularkan melalui serangga vektor kutukebul

(Bemisia tabaci) dan serangga ini dapat mengolonisasi berbagai spesies tanaman.
Hal tersebut sangat berbahaya karena akan mendukung terjadinya ledakan
penyakit daun keriting. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk
mengetahui sifat-sifat Begomovirus agar dapat menyusun rekomendasi strategi
pengendalian penyakit yang tepat untuk mencegah kerugian oleh infeksi
Begomovirus.
Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mendeteksi virus-virus yang
menginfeksi tanaman mentimun, mengidentifikasi Begomovirus yang menginfeksi
mentimun, mempelajari efisiensi penularan Begomovirus melalui serangga vektor
B. tabaci dan mengetahui beberapa jenis tanaman inang dari Begomovirus yang
menginfeksi mentimun. Penelitian meliputi empat kegiatan pokok yaitu
pengumpulan sampel tanaman mentimun dan deteksi beberapa virus pada sampel
daun mentimun dari lapangan, identifikasi Begomovirus dengan metode molekular,
pengujian efisiensi penularan Begomovirus melalui kutukebul, dan pengujian
kisaran inang. Pengamatan gejala dan pengambilan sampel tanaman yang

terinfeksi Begomovirus dilakukan di daerah Jawa Barat (Bogor, Subang), Jawa
Tengah (Tegal, Sukoharjo), dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Sleman). Daun
mentimun yang dikumpulkan sebagai sampel adalah daun yang menunjukkan
gejala daun keriting, mosaik, melepuh, dan menguning.

Gejala yang umum terlihat pada pertanaman mentimun meliputi gejala
mosaik kuning cerah, mengeriting, melepuh, penebalan tulang daun, dan reduksi
ukuran daun. Infeksi Begomovirus, SqMV, ZyMV, dan CMV berhasil dideteksi
pada hampir semua sampel daun, namun infeksi TRSV dan WMV tidak terdeteksi
pada semua sampel. Infeksi oleh lebih dari satu jenis virus ditemukan pada
beberapa sampel daun dari beberapa lokasi. Sampel asal Bogor dan Sleman
(Kalasan dan Ngemplak) yang terinfeksi oleh 4 virus (Begomovirus, SqMV,
ZyMV, dan CMV) secara bersamaan menunjukkan gejala yang lebih parah
dibandingkan sampel lainnya yaitu berupa daun keriting, mosaik, menguning, dan
melepuh.
Panjang nukleotida yang diperoleh dari perunutan DNA hasil amplifikasi
dengan metode polymerase chain reaction (PCR) untuk isolat TEGAL,
KALASAN, NGEMPLAK, SUKOHARJO, dan BOGOR berkisar antara 1474
hingga 1633 pasang basa. Daerah genom Begomovirus yang diamplifikasi
menggunakan pasangan primer pAL1v1978/pAR1c715 meliputi bagian dari gen
replikasi, protein selubung, dan common region yang merupakan daerah genom
yang sering digunakan untuk mengidentifikasi Begomovirus. Tingkat homologi di
antara kelima isolat berkisar 96.1% hingga 99.3% mengindikasikan adanya
kedekatan hubungan kekerabatan. Isolat BOGOR menunjukkan gejala yang
berbeda dan hubungan kekerabatan yang lebih jauh dengan isolat TEGAL,

KALASAN, NGEMPLAK, dan SUKOHARJO. Kelima isolat memiliki tingkat
homologi yang tinggi yaitu sebesar 95.7% hingga 98.6%, dengan Tomato leaf curl
New Delhi virus-[Cucumber:Indonesia] (AB613825) asal Klaten, Jawa Tengah.
Analisis filogenetika menunjukkan bahwa isolat-isolat TLCV yang menginfeksi
mentimun tersebut memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan isolatisolat TLCV yang menginfeksi tanaman Cucurbitaceae lain (Cucurbita moschata
and Luffa acutangula) dan tanaman Solanaceae (Capsicum annuum and Solanum
lycopersicum).
Satu ekor serangga vektor (B. tabaci) sudah dapat menularkan TLCV pada
tanaman mentimun dengan kejadian penyakit sebesar 60%. Semakin banyak
jumlah kutukebul yang digunakan dalam penularan TLCV, semakin tinggi
kejadian penyakitnya. Kejadian penyakit tertinggi sebesar 86.67% tampak pada
penularan 10 dan 20 kutukebul. Gejala pertama kali terlihat pada 8 dan 9 hari
setelah inokulasi (HSI), namun gejala muncul lebih cepat seiring dengan
meningkatnya jumlah kutukebul yang digunakan. Masa inkubasi paling singkat
(8 HSI) tampak pada penularan menggunakan 10 ekor kutukebul. Dengan
demikian, 10 ekor kutukebul merupakan jumlah yang paling efisien untuk
menularkan TLCV.
Kisaran inang TLCV asal mentimun mencakup beberapa spesies tanaman
dari famili Cucurbitaceae (lima varietas mentimun, melon, semangka, labu,
gambas) dan Solanaceae (tomat, terong, tembakau). Masa inkubasi paling singkat

terlihat dari hasil penularan pada tanaman tomat yaitu 9 HSI. Kejadian penyakit
paling tinggi (91.67%) terjadi pada tanaman mentimun varietas Sabana,
sedangkan paling rendah (16.67%) terjadi pada tanaman tembakau. Masa inkubasi

dan kejadian penyakit akibat infeksi TLCV pada tanaman Cucurbitaceae dan
Solanaceae tidak berbeda banyak, tetapi jenis gejala yang muncul tampak lebih
parah pada tanaman mentimun dibandingkan tanaman Cucurbitaceae lain maupun
tanaman Solanaceae. Interaksi antara isolat Begomovirus dan jenis/varietas
tanaman mempengaruhi tingkat keparahan penyakit. Pada tanaman mentimun
kejadian penyakit paling rendah (40%) terjadi pada varietas Vario dengan masa
inkubasi lebih panjang. Pengetahuan mengenai kisaran inang dan sifat penularan
TLCV asal mentimun sangat penting dalam upaya pengendalian penyakit.
Keberadaan tanaman inang dapat mempertahankan keberadaan TLCV dan
menjadi sumber inokulum di lapangan, sehingga menyebabkan intensitas penyakit
yang tinggi.
Kata kunci: Analisis keragaman genetik, efisiensi penularan, Geminivirus, kisaran
inang, serangga vektor

SUMMARY
DWIWIYATI NURUL SEPTARIANI. Characterization of Begomovirus The

Causal Agent of Leaf Curl Disease on Cucumbers (Cucumis sativus L.).
Supervised by SRI HENDRASTUTI HIDAYAT and ENDANG NURHAYATI.
Cucumber (Cucumis sativus L.) is an important vegetable crops in
Indonesia. Productivity of cucumber affected by inefficient and ineffective
cultural practices in addition to the problems with pests and diseases. One of
important disease on cucumber that has the potential to effect the production is
leaf curl disease caused by Begomovirus.
Leaf curl diseases caused by Begomovirus has been reported on several
crops in Indonesia and become a serious concern effecting yield loss. Tobacco
plantation in East Java suffered 30% damage from infection of Tobacco leaf curl
begomovirus in 1984. Since early 2000 infection of Pepper yellow leaf curl
begomovirus on chillipepper has been reported in West and Central Java and
disease management for this yellow disease on chillipepper has not been achieved
successfully. Tomato yellow leaf curl begomovirus was also reported to cause
epidemic on tomato plants in West and Central Java.
Recently, leaf curl disease was observed in cucumber plants especially in
Klaten, central Java. Similar disease was reported earlier since 1996, and virus
identification showed that nucleotide sequence of the virus has high similarity
with Tomato leaf curl New Delhi begomovirus (TLCV-New Delhi). Infection of
Begomovirus on Cucurbitaceae has actually became problems in several countries,

for instance Squash leaf curl begomovirus caused leaf curl disease on squash
(Cucurbita maxima) and Watermelon curly mottle begomovirus caused yellow
leaf and dwarfing on melon (C. melo) in United States.
Begomovirus is only transmitted by whitefly (Bemisia tabaci) as its insect
vector and whitefly is known to have a broad host range and capable to colonize a
number of plants. Identification and characterization of Begomovirus causing leaf
curl disease of cucumber in Java has not been done despite its importance.
Studies on host range and transmission of Begomovirus is important in order to
develop disease management strategy. The aims of this research is to detect
viruses infecting cucumber plants, to identify Begomovirus infected cucumber, to
study transmission efficiency of Begomovirus by vector B. tabaci, and to
determine the host range.
Field observation and samples collection was conducted in West Java
(Bogor, Subang), Central Java (Tegal, Sukoharjo), and Yogyakarta (Sleman).
Leaves showing typical symptoms of leaf curling, mosaic, blistering and
yellowing were collected for further identification. Infection of Begomovirus,
SqMV, ZyMV, and CMV was detected from all samples, but no infection of
TRSV nor WMV was detected. Mix infection was found, for instance samples
from Bogor and Sleman (Kalasan dan Ngemplak) were infected by 4 viruses
(Begomovirus, SqMV, ZyMV, dan CMV) and showed more severe symptoms i.e.

leaf curling, mosaic, yellowing and blistering.
Nucleotide sequences obtained from sequencing of DNA fragments as the
amplicon using polymerase chain reaction (PCR) method ranging from 1474 to
1633 bp for TEGAL, KALASAN, NGEMPLAK, SUKOHARJO, and BOGOR

isolates.
Begomovirus
genome
amplified
using
universal
primer
pAL1v1978/pAR1c715 covers part of replication gene, coat protein gene and
common region which is the region of the genome commonly used for
identification of Begomovirus. Sequence homology among the five isolates
ranging from 96.1% to 99.3%, indicated close relationship. BOGOR isolate
showed different symptoms from other isolates and its relationship is not as close
with the other isolates (TEGAL, KALASAN, NGEMPLAK, and SUKOHARJO).
All isolates showed high homology, i.e. 95.7% to 98.6%, to Tomato leaf curl New
Delhi virus-[Cucumber:Indonesia] (AB613825) from Klaten, Central Java.

Phyllogenetic analysis showed that all TLCV isolates infecting cucumber has
close relationship with other isolates infecting other Cucurbitaceae plants
(Cucurbita moschata and Luffa acutangula) and Solanaceae plants (Capsicum
annuum and Solanum lycopersicum).
One insect vector (B. tabaci) was able to transmit TLCV and causing up to
60% disease incidence. The more whiteflies used in the transmission, the more
disease incidence gained. Transmission using 10 and 20 whiteflies resulted on the
highest disease incidence (86.67%). First symptom was observed 8 and 9 days
after inoculation and symptoms were developed earlier when more whiteflies was
used in the transmission. The shortest incubation period (8 days) was obtained in
transmission using 10 whiteflies. Therefore, using 10 whiteflies was considered as
the most efficient transmission for TLCV on cucumber.
Host range of TLCV isolates from cucumber involves Cucurbitaceae (five
varieties of Cucumis sativus, C. melo, Citrullus lanatus, Cucurbita pepo, Luffa
acutangula) and Solanaceae (Lycopersicon esculentum, Solanum melongena,
Nicotiana tabacum). The shortest incubation period (9 days) was obtained on
tomato. The highest disease incidence (91.67%) was occurred on cucumber var.
Sabana, whereas the lowest disease incidence was occurred on tobacco (16.67%).
Although incubation period and disease incidence on Cucurbitaceae and
Solanaceae was not obviously different, but symptom severity was more observed

on cucumber than other Cucurbitaceae and Solanaceae. It seems that interaction
between isolate of Begomovirus and variety of plant may influence disease
incidence.
Knowledge about host range of TLCV and its transmission is very important
to control the disease. Infected plant will serve as virus inoculum in the field and
insect vector will cause wide disease incidence and spread.
Keywords: Efficiency of transmission, Geminivirus, host range, insect vector,
sequence analysis

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KARAKTERISASI BEGOMOVIRUS PENYEBAB PENYAKIT
DAUN KERITING PADA MENTIMUN (Cucumis sativus L.)

DWIWIYATI NURUL SEPTARIANI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr Ir Abdul Muin Adnan, MS

Judul Tesis: Karakterisasi Begomovirus Penyebab Penyakit Daun Keriting pada
Mentimun (Cucumis sativus L.)
Nama
: Dwiwiyati Nurul Septariani
NIM
: A352110031

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Sri Hendrastuti Hidayat, MSc
Ketua

Dr Ir Endang Nurhayati, MS
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Fitopatologi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Sri Hendrastuti Hidayat, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 22 Mei 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan
judul Karakterisasi Begomovirus Penyebab Penyakit Daun Keriting pada
Mentimun (Cucumis sativus L.). Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Fitopatologi,
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, MSc
selaku ketua program studi Fitopatologi, sekaligus selaku dosen pembimbing
bersama Dr. Ir. Endang Nurhayati, MS; serta Dr. Ir. Abdul Muin Adnan, MS dan
Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, MSc selaku dosen penguji. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas limpahan doa,
perhatian, semangat, dan kasih sayangnya.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Pengelola BU Dirjen
Dikti Kemendiknas RI yang telah memberi beasiswa studi S2 di Sekolah
Pascasarjana IPB, kepada Dekan Fakultas Biologi beserta Rektor Universitas
Jenderal Soedirman Purwokerto yang telah memberi rekomendasi untuk
melanjutkan studi S2, AusAID_funded Economic Cooperation Work Program of
the ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Agreement atas penelitian
kerjasama dengan Fakultas Pertanian IPB, Dr. John Thomas dari Department of
Employment, Economic Development and Innovation Queensland Australia atas
fasilitas dan bantuan selama pelaksanaan penelitian, Bapak Edi Supardi sebagai
teknisi laboratorium Virologi, Tuti Legiastuti yang telah membantu penelitian di
laboratorium Virologi, ibu Aisyah dan teman-teman di laboratorium
Biosistematika Serangga yang telah membantu identifikasi serangga vektor.
Terima kasih pula kepada sahabat-sahabat penulis, Sari Nurulita, Widrializa,
teman-teman Fitopatologi dan Entomologi 2011, laboratorium Virologi, Pondok
Putri Rahmah, serta semua pihak yang namanya tidak sempat tertulis, tanpa
bermaksud mengecilkan arti bantuan dan kebaikan yang telah diberikan. Semoga
Allah memberikan balasan amal baik kepada mereka semua dengan pahala yang
tidak terhingga.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014
Dwiwiyati Nurul Septariani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
Beberapa virus yang menginfeksi Cucurbitaceae
Karakter Umum Begomovirus
Sistematika Begomovirus
Karakter Molekuler Begomovirus
Gejala Infeksi Begomovirus
Penularan Begomovirus
Kisaran Inang Begomovirus
Deteksi dan Identifikasi Begomovirus

3
3
4
4
4
6
6
7
8

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Pengumpulan Sampel Tanaman Mentimun Terinfeksi Begomovirus
Deteksi Beberapa Virus pada Sampel Daun dari Lapangan
Enzyme Linked Immunosorbent Assay
Polymerase Chain Reaction
Analisis Keragaman Genetik
Penyiapan Tanaman
Penyiapan Media Tumbuh
Penyiapan Tanaman untuk Perbanyakan Sumber Inokulum
Penyiapan Tanaman untuk Perbanyakan Serangga Vektor
Penyiapan Tanaman untuk Pengujian Efisiensi Penularan dan
Kisaran Inang
Perbanyakan dan Pemeliharaan Sumber Inokulum
Penyiapan Serangga Vektor B. tabaci
Pembuatan Preparat Mikroskop
Identifikasi Kutukebul
Pengujian Efisiensi Penularan Begomovirus melalui Kutukebul
Pengujian Kisaran Inang

9
9
9
9
9
11
12
12
12
13
13

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gejala Infeksi Begomovirus pada Tanaman Mentimun di Lapangan
Deteksi Beberapa Virus pada Sampel Daun dari Lapangan

16
16
18

13
14
14
15
15
16
16

Perunutan DNA Begomovirus
Analisis Hubungan Kekerabatan antara Isolat-Isolat TLCV
Efisiensi Penularan TLCV melalui Kutukebul
Kisaran Inang TLCV asal Mentimun

21
23
26
29

SIMPULAN

32

DAFTAR PUSTAKA

32

LAMPIRAN

39

RIWAYAT HIDUP

50

DAFTAR TABEL
1 Famili, spesies tanaman, dan umur tanaman yang digunakan dalam
pengujian kisaran inang
2 Hasil deteksi beberapa jenis virus yang menginfeksi tanaman mentimun
di Bogor dan Subang (Jawa Barat), Tegal dan Sukoharjo (Jawa Tengah),
serta Sleman (Daerah Istimewa Yogyakarta)
3 Daftar isolat Begomovirus dari Tegal, Sleman (Kalasan dan Ngemplak),
Sukoharjo, Bogor, serta isolat TLCV yang terdapat di GenBank
4 Tingkat homologi isolat Begomovirus yang diteliti dengan isolat
Begomovirus yang terdapat di GenBank
5 Daftar isolat Toamto leaf curl New Delhi virus yang terdapat di GenBank
6 Tingkat homologi (%) isolat TLCV dari Tegal, Sleman (Kalasan dan
Ngemplak), Sukoharjo, serta Bogor dengan isolat TLCV lainnya yang
terdapat di GenBank
7 Masa inkubasi, kejadian penyakit, dan jenis gejala pada tanaman
mentimun hasil penularan TLCV dengan jumlah kutukebul yang berbeda
8 Masa inkubasi, kejadian penyakit, dan jenis gejala pada beberapa
tanaman hasil penularan TLCV

14

19
21
21
22

24
26
30

DAFTAR GAMBAR
1 Organisasi genom DNA-A dan DNA-B dari Begomovirus
2 Variasi gejala pada pertanaman mentimun di lokasi lapangan
3 Visualisasi pita DNA hasil amplifikasi PCR menggunakan pasangan
primer pAL1v1978 dan pAR1c715
4 Pohon filogeni Tomato leaf curl virus yang menginfeksi tanaman
Cucurbitaceae dan Solanaceae
5 Masa inkubasi pada tanaman mentimun hasil penularan TLCV
menggunakan 1, 3, 5, 10, dan 20 ekor kutukebul
6 Variasi gejala TLCV pada tanaman mentimun yang ditularkan oleh
Bemisia tabaci
7 Variasi gejala TLCV pada tanaman Cucurbitaceae dan Solanaceae

5
17
20
25
27
28
31

DAFTAR LAMPIRAN
1 Penyejajaran urutan nukleotida fragmen DNA isolat TLCV dari Tegal,
Sleman (Kalasan dan Ngemplak), Sukoharjo, serta Bogor dengan isolat
TLCV lainnya yang terdapat di GenBank
2 Preparat puparium kutukebul (B. tabaci)

39
49

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu jenis sayuran yang
populer di hampir semua negara, dan menjadi salah satu sayuran utama yang
dibudidayakan oleh petani di Indonesia (Anwar et al. 2005). Budidaya mentimun
di Indonesia kurang intensif dan efisien sehingga produktivitasnya sangat
fluktuatif. Gangguan hama dan penyakit seringkali juga menjadi kendala produksi
(Rahmawaty 2008). Penyakit yang sering menjadi masalah pada tanaman
mentimun antara lain layu Fusarium (Fusarium oxysporum), layu bakteri (Erwinia
tracheiphila), hawar batang (Mycosphaerella melonis), busuk akar (Choanephora
cucurbitarum), bintil akar (Meloidogyne arenaria) (Sikora 2011). Penyakit
lainnya dilaporkan oleh Seebold (2010) yaitu bercak daun (Alternaria cucumerina
dan Pseudomonas syringae pv. lachrymans), embun bulu (Pseudoperonospora
cubensis), embun tepung (Podosphaera xanthii atau Sphaerotheca fuliginea),
antraknosa (Colletotrichum orbiculare), dan penyakit yang disebabkan oleh virus.
Virus yang menginfeksi tanaman mentimun antara lain Cucumber mosaic virus
(Zitter dan Murphy 2009), Tobacco ringspot virus (Abdalla et al. 2012), Papaya
ringspot virus (Mansilla et al. 2012), Zucchini yellow mosaic virus (Cardoso et al.
2010), Melon yellow spot virus (Chao et al. 2010), Watermelon mosaic virus
(Walters 2004), Squash mosaic virus (Sikora 2004), dan Cucumis sativus cryptic
virus (Jelkmann et al. 1988). Virus-virus tersebut secara umum menyebabkan
gejala belang, bercak cincin, berkurangnya ukuran buah, dan berubahnya bentuk
buah. Infeksi berbagai jenis patogen pada tanaman Cucurbitaceae dapat
menurunkan kualitas buah dan menyebabkan kehilangan hasil 25% hingga 100%
(Babadoost 2012).
Selain virus-virus yang umum ditemukan pada tanaman mentimun tersebut,
terdapat virus lain dari kelompok Begomovirus yang menyebabkan penyakit yang
cukup penting pada tanaman mentimun. Penyakit daun keriting yang ditularkan
melalui kutukebul (Bemisia tabaci) dilaporkan di Thailand pada tahun 1996.
Sikuen DNA penyebab gejala penyakit tersebut menunjukkan kemiripan
nukleotida yang tinggi dengan Tomato leaf curl New Delhi virus (TLCV-New
Delhi) di India (Ito et al. 2008). Infeksi Begomovirus pada tanaman mentimun
(Cucurbitaceae) bukan merupakan kasus penyakit yang baru. Begomovirus
dilaporkan menyebabkan penyakit pada beberapa tanaman Cucurbitaceae di
Amerika. Penyakit daun keriting pada labu (Cucurbita maxima) yang disebabkan
oleh Squash leaf curl geminivirus (SLCV) pertama kali ditemukan di California,
Amerika Serikat (AS) pada tahun 1977. Beberapa tahun kemudian yaitu pada
tahun 1981, penyakit yang sama dilaporkan di Meksiko (Flock dan Mayhew
1981). Gejala penyakit meliputi daun keriting, melepuh, menguning, mosaik, dan
perubahan bentuk buah (Shtayeh et al. 2010). Penyakit daun menguning dan
kerdil pada melon yang disebabkan oleh Watermelon curly mottle virus
dilaporkan di Arizona, AS (Brown dan Nelson 1989).
Di Indonesia, infeksi Begomovirus telah menyebabkan kerugian dan
kehilangan hasil yang cukup besar pada berbagai tanaman. Pertanaman tembakau
di Jawa Timur terinfeksi Tobacco leaf curl virus (TLCV) sejak tahun 1984 dan

2

menyebabkan kerusakan sebesar 30% dari seluruh area pertanaman (Trisusilowati
et al. 1990). Kejadian penyakit yang disebabkan Tomato yellow leaf curl virus
(TYLCV) mencapai 50% hingga 70% sehingga menjadi kendala utama dalam
meningkatkan produksi tanaman tomat terutama di Jawa Barat dan Jawa Tengah
(Aidawati et al. 2007). Infeksi Begomovirus paling parah terjadi pada tanaman
cabai di daerah Jawa Barat sejak tahun 1999 yang disebabkan oleh Pepper yellow
leaf curl virus (PYLCV). Kejadian penyakit daun keriting kuning cabai mencapai
100% dan epidemi penyakit terjadi di sentra-sentra produksi cabai di Indonesia
terutama di Pulau Jawa pada tahun 2000 sampai 2003. Penyakit daun keriting
kuning cabai masih menjadi permasalahan utama walaupun berbagai upaya
pengendalian penyakit telah dilakukan. Pengendalian penyakit yang disebabkan
oleh Begomovirus umumnya ditujukan untuk pengendalian serangga vektor,
antara lain dengan aplikasi pestisida (Palumbo et al. 2001), tanaman pinggir (Hilje
et al. 2001), penggunaan mulsa plastik (Antignus et al. 2001), dan penggunaan
bakteri perakaran pemacu pertumbuhan tanaman (plant growth promoting
rhizobacteria, PGPR) (Priwiratama et al. 2012).
Akhir-akhir ini ditemukan adanya penyakit daun keriting yang disebabkan
oleh infeksi Begomovirus pada tanaman mentimun di Indonesia yaitu di
kabupaten Klaten, Jawa Tengah (Mizutani et al. 2011). Tanaman mentimun
tersebut menunjukkan gejala daun keriting, mosaik hijau kekuningan dan
perubahan bentuk buah sehingga menyebabkan kerugian bagi para petani.
Identifikasi dan karakterisasi Begomovirus penyebab penyakit daun keriting
mentimun tersebut perlu dilakukan agar upaya pengendalian penyakit yang tepat
dapat dilakukan.
Begomovirus dapat disebarkan dengan cepat melalui serangga vektor
kutukebul B. tabaci (Hemiptera: Aleyrodidae) dan serangga ini dapat mengoloni
berbagai spesies tanaman (Hilje 2001). Penelitian mengenai penularan virus
melalui serangga vektor perlu dilakukan untuk mengetahui potensi B. tabaci
menularkan dan menyebarkan penyakit. Rashid et al. (2008) melaporkan satu
kutukebul sudah dapat menularkan TYLCV pada tanaman tomat dengan kejadian
penyakit sebesar 20% dan kejadian penyakit 100% diperoleh dengan penularan
menggunakan 15 kutukebul.
Begomovirus dilaporkan dapat menginfeksi beberapa spesies tanaman
sehingga dikhawatirkan Begomovirus penyebab penyakit daun keriting pada
mentimun dapat menimbulkan permasalahan penyakit pada tanaman lain.
Sulandari et al. (2006) melaporkan PYLCV asal tanaman cabai dapat menginfeksi
beberapa spesies tanaman Solanaceae, Compositae, dan Leguminosae.
Begomovirus lain yaitu TYLCV asal tanaman tomat juga dilaporkan dapat
menginfeksi Solanaceae dan Leguminosae (Al-ani et al. 2011). Begomovirus asal
tanaman melon (Cucurbitaceae) yaitu TLCV menginfeksi tanaman Solanaceae
(Chang et al. 2010). Pengujian kisaran inang sangat penting dilakukan untuk
mengetahui spesies tanaman yang dapat terinfeksi.

3

Tujuan Penelitian
Penelitian dilaksanakan untuk mendeteksi virus-virus yang menginfeksi
tanaman mentimun, mengidentifikasi Begomovirus yang menginfeksi mentimun
secara molekuler, mempelajari efisiensi penularan Begomovirus melalui
serangga vektor B. tabaci, dan mengetahui beberapa inang dari Begomovirus
yang menginfeksi mentimun.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai sebagian
sifat Begomovirus yang menginfeksi mentimun sehingga dapat digunakan sebagai
dasar untuk merancang strategi pengendalian penyakit daun keriting pada tanaman
mentimun.

TINJAUAN PUSTAKA
Beberapa virus yang menginfeksi Cucurbitaceae
Cucumber mosaic cucumovirus (CMV) sering ditemukan menginfeksi
tanaman mentimun dan Cucurbitacae lainnya. Gejala yang tampak berupa mosaik,
bercak hijau, daun mengecil dan malformasi, warna dan permukaan buah rusak
sehingga kualitas rendah, serta tanaman menjadi kerdil (Zitter dan Murphy 2009).
Squash mosaic comovirus (SqMV) ditemukan menyebabkan gejala vein banding,
bercak kekuningan pada daun muda, kemudian berkembang menjadi belang hijau
muda dan hijau tua, daun menangkup ke atas, serta daun dan buah berubah bentuk
(Sikora 2004). Virus lain dari genus Crinivirus yaitu Cucurbit yellow stunting
disorder crinivirus dilaporkan menyebabkan gejala belang dan menguning pada
mentimun dan melon (Abou-Jawdah et al. 2000). Beberapa anggota Begomovirus
dilaporkan menginfeksi tanaman Cucurbitaceae, antara lain mentimun dan melon
terinfeksi Squash leaf curl virus (SLCV) (Shtayeh et al. 2010), serta melon yang
terinfeksi Tomato leaf curl virus (TLCV) (Ito et al. 2008).
Beberapa virus dari genus Potyvirus juga dilaporkan menginfeksi tanaman
Cucurbitacae, antara lain Zucchini yellow mosaic potyvirus (ZyMV), Papaya
ringspot potyvirus (PRSV), Watermelon mosaic potyvirus (WMV), dan Tobacco
ringspot nepovirus (TRSV). Infeksi ZyMV ditemukan pada tanaman Cucurbitacae
antara lain mentimun, labu, zucchini, dan melon. Gejala yang tampak yaitu
berubahnya bentuk daun, melepuh, ukuran daun mengecil, hingga tanaman
menjadi kerdil. Infeksi PRSV juga sering ditemukan menyebabkan gejala
perubahan bentuk daun hingga tanaman kerdil. Berbeda dengan PRSV, ZyMV,
dan SqMV, infeksi WMV menginduksi gejala yang lebih lemah yaitu berupa
mosaik ringan, perubahan bentuk daun, hingga tanaman kerdil (Coutts 2006).
Selain itu, juga dilaporkan adanya infeksi TRSV pada mentimun, melon, labu, dan
semangka. Gejala yang tampak yaitu bercak klorotik, bercak cincin, perubahan
bentuk daun yang parah, belang, hingga tanaman kerdil (Abdalla 2012).

4

Infeksi beberapa virus secara bersama sering terjadi pada tanaman
Cucurbitaceae di lapangan. Infeksi bersama PRSV, SqMV, Melon necrotic spot
carmovirus (MNSV), Watermelon mosaic potyvirus (WMV), dan ZyMV
dilaporkan menyebabkan beberapa variasi gejala. Gejala yang umum ditemukan
antara lain mosaik parah, belang, kerdil, daun menyempit, menggulung dan
melengkung ke atas, vein clearing, menguning, gejala tali sepatu pada daun, serta
berkurangnya ukuran daun dan buah. Gejala yang umum ditemukan pada labu
(Cucurbita foetidissima Kunth) antara lain melepuh, berubahnya warna dan
bentuk buah, ringspot, dan bunga layu (Ali et al. 2012).

Karakter Umum Begomovirus
Sistematika Begomovirus
Begomovirus merupakan salah satu genus dari famili Geminiviridae yang
merupakan salah satu famili terbesar virus tanaman yaitu terdiri atas 209 spesies.
Anggota famili Geminiviridae ditemukan di daerah tropis hingga daerah subtropis
dan menginfeksi inang dengan kisaran luas termasuk tanaman pangan, hias, dan
gulma (Fauquet et al. 2005). Menurut International Committee on Taxonomy of
Viruses (ICTV), Geminiviridae diklasifikasikan ke dalam empat genus, yaitu
Begomovirus, Mastrevirus, Curtovirus, dan Topocuvirus berdasarkan struktur
genom, tipe serangga vektor, dan kisaran inang. Genus Mastrevirus (Maize streak
virus) memiliki genom monopartit yang mengkode empat protein, ditularkan oleh
wereng daun secara persisten sirkulatif, dan menginfeksi tanaman monokotil.
Genus Curtovirus (Beet curly top virus) memiliki genom monopartit yang
mengkode tujuh protein, ditularkan oleh wereng daun secara persisten sirkulatif,
dan menginfeksi tanaman dikotil. Genus Topocuvirus hanya memiliki satu spesies
yaitu Tomato pseudo-curly top virus dengan genom monopartit yang mengkode
enam protein, ditularkan oleh wereng batang dan menginfeksi tanaman dikotil
(Francki et al. 1991). Genus Begomovirus (Bean golden mosaic virus) memiliki
genom bipartit atau monopartit, ditularkan oleh kutukebul Bemisia tabaci
(Gennadius) secara persisten sirkulatif, dan menginfeksi tanaman dikotil dan
monokotil (Fauquet et al. 2008).
Karakter Molekuler Begomovirus
Genom Begomovirus berbentuk sirkuler dengan partikel kembar (geminate)
berbentuk isometri dan berukuran ~30x20 nm. Protein selubung masing-masing
partikel mengandung 22 kapsomer dengan lima subunit protein berukuran 30.3
kDa (masing-masing 260 asam amino). Genom berbentuk sirkuler yang terdiri
atas dua komponen DNA utas tunggal, dikenal sebagai DNA-A dan DNA-B,
masing-masing berukuran 2.6 sampai 2.8 kb (Gambar 1). Basa nukleotida DNA-A
dan DNA-B berbeda, kecuali pada daerah common region berukuran 200
nukleotida yang identik pada kedua DNA. Common region mencakup struktur
stem loop yang mengandung nonanukleotida TAATATTAC dan bersifat
conserved pada genom semua genus dari famili Geminiviridae (Hatta dan Francki
1979).

5

Gambar 1 Organisasi genom DNA-A dan DNA-B Begomovirus. DNA-A
memiliki enam open reading frame (ORF), yaitu AV1 (gen AR1;
protein selubung, CP) dan AV2 (gen AR2; protein AV2 atau protein
untuk perpindahan virus, MP) pada salah satu untai; AC1 (gen AL1;
protein replikasi, Rep), AC2 (gen AL2; protein aktivator transkripsi,
TrAP), AC3 (gen AL3, peningkat replikasi, REn) dan AC4 (gen AL4;
protein AC4) pada untai komplementer. DNA-B mengandung dua
protein pengkode ORF yang terlibat dalam perpindahan virus, yaitu
BV1 (gen BR1; protein selubung inti, NSP) pada salah satu untai dan
BC1 (gen BL1; protein untuk perpindahan virus, MPB) pada untai
komplementer (Seal et al. 2006, Fauquet et al. 2005).
Komponen DNA-A mengkode lima atau enam protein, yaitu semua faktor
virus yang dibutuhkan untuk mengatur ekspresi gen, replikasi genom, dan
penularan serangga diantara inang. DNA-B mengkode dua protein yang terlibat
dalam pergerakan di dalam sel dan antar sel dalam jaringan tanaman inang.
Beberapa Begomovirus hanya memiliki genom tunggal yang mengkode enam
protein dan berukuran ~3 kb. Genom tersebut sama dengan komponen DNA-A
dari Begomovirus bipartit dan mengandung semua informasi genetik yang cukup
untuk menyebabkan infeksi sistemik dan menginduksi gejala tertentu (Rojas et al.
2005; Mansoor et al. 2006).
Proses replikasi Begomovirus terjadi pada nukleus sel tanaman inang
dengan kombinasi proses rolling circle replication dan recombination mediated
replication. Mekanisme ini membentuk DNA utas ganda intermediate dan
replicative form (RF) yang selanjutnya diubah menjadi fragmen DNA sirkuler.
DNA utas ganda intermediate di dalam sel tanaman terinfeksi menyediakan
protein yang dibutuhkan untuk mengawali replikasi dan pengambilan enzim
replikasi inang. Gen AC1 (Rep) berperan sebagai faktor inisiasi yang mengenali
daerah pengenalan dan pembelahan/ligasi DNA untuk memulai dan mengakhiri
proses rolling circle replication. Gen C3 memfasilitasi akumulasi DNA virus
dengan memodifikasi aktivitas C1 dan/atau menambah pengambilan enzim
replikasi inang (Alberter et al. 2005).

6

Gejala Infeksi Begomovirus
Begomovirus menyebabkan berbagai variasi gejala pada tanaman yang
berasal dari famili berbeda. Gejala infeksi Squash leaf curl virus (SLCV) pada
Cucurbita moschata, C. pepo, dan C. maxima berupa keriting pada daun hingga
kerdil. Jaringan diantara tulang daun menjadi belang dan berwarna hijau. Bunga
tidak dapat berkembang atau membentuk buah, atau buah berukuran lebih kecil
dan mengerut. Virus ini menginduksi gejala mosaik hijau dengan merusak tulang
daun sehingga daun menjadi berpilin (Cohen et al. 1983).
Gejala infeksi Tomato yellow leaf curl virus (TYLCV) pada tanaman
tomat berupa reduksi ukuran daun, daun mengeriting, kerusakan yang berasosiasi
dengan klorosis interveinal, dengan atau tanpa gejala menguning, dan tanaman
kerdil secara keseluruhan. Ketika infeksi terjadi pada tahap awal pertumbuhan,
tanaman mengalami kekerdilan, gugur bunga, dan tidak dapat menghasilkan buah
yang baik. Gejala yang sama juga terjadi pada Datura stramonium, Nicotiana
glutinosa dan N. tabacum. TYLCV juga menyebabkan gejala vein clearing pada
tanaman Solanum nigrum setelah masa inkubasi 23-25 hari (Al-ani et al. 2011).
Begomovirus lain yaitu Melon leaf curl virus pada tanaman selada
(Lactuca sativa) menyebabkan gejala klorosis ringan hingga parah, daun memerah
atau terbentuk bercak, dan belang hijau ketika ditularkan pada tanaman selada
sehat. Gejala yang parah tampak pada tanaman kacang panjang, labu, semangka,
dan zucchini yaitu berupa daun keriting dan belang. Gejala yang lebih ringan
yaitu daun keriting ringan, vein clearing, dan belang ringan tampak pada tanaman
cantaloupe, melon, dan mentimun (Brown dan Nelson 1986). Gejala lain
dihasilkan oleh Tomato leaf curl virus (TLCV) pada tanaman terung berupa
mosaik kuning dan belang. Penularan TLCV pada tanaman tomat menyebabkan
gejala daun keriting dan menggulung ke bawah (Pratap et al. 2011).
Penularan Begomovirus
Begomovirus dapat ditularkan secara efektif melalui penyambungan dan
serangga vektor kutukebul (Bemisia tabaci). Kerberhasilan penularan baik melalui
penyambungan maupun serangga vektor bervariasi tergantung pada jenis tanaman
uji. Tingkat keberhasilan penularan melalui penyambungan sangat tergantung
pada kompatibilitas antara jenis tanaman yang digunakan sebagai sumber
inokulum (scion) dengan jenis tanaman uji (stock). Kompatibilitas antara tanaman
dalam satu spesies akan lebih besar dibandingkan antar tanaman dari spesies yang
berbeda (Rusli et al. 2011).
Penularan Begomovirus melalui serangga vektor kutukebul sangat
ditentukan oleh hubungan antara virus dan vektor. Begomovirus tidak bereplikasi
dalam tubuh vektor kutukebul, namun virus melewati sistem sirkulasi darah dan
bersifat nonpropagatif. Lokasi Begomovirus dalam tubuh kutukebul yang
membawa virus terdeteksi pada membran yang mengelilingi filter chamber dan
bagian anterior kedua dan ketiga dari mesenteron (Hunter et al. 1998).
Begomovirus berpindah di dalam tubuh vektornya melalui beberapa saluran.
Virus masuk bersama cairan tanaman ke dalam esofagus dan stomodeum. Setelah
makanan memasuki filter-chamber, kelebihan air dialirkan ke bagian ileum dari
proktodeum, nutrisi dan virus diserap dalam filter-chamber. Virus diserap menjadi
bagian spesifik pada membran alimentary atau bagian sepanjang daerah anterior
mesenteron, kemudian virus keluar dari sel ke haemolimfa serangga, dan akhirnya

7

menyebar ke dalam kelenjar ludah. Belum diketahui bentuk virus yang melalui
sistem sirkulasi darah kutukebul, sebagai virion lengkap atau kompleks DNA
virus yang tidak diselubungi kompleks protein (Hunter et al. 1998).
Begomovirus diakuisisi oleh nimfa dan imago kutukebul, kemudian
bertahan dalam tubuh kutukebul dewasa sepanjang hidupnya (Cohen dan
Antignus 1994). Periode makan akuisisi dibutuhkan oleh B. tabaci untuk
menginfeksi tanaman uji. Muniyappa et al. (2000) melaporkan TLCV dapat
ditularkan dengan periode akuisisi minimum selama 10 menit, namun jumlah
tanaman terinfeksi mencapai 100% bila dilakukan periode akuisisi selama 8 jam.
Persentase infeksi meningkat seiring meningkatnya periode makan akuisisi dan
inokulasi. Periode makan inokulasi yang dibutuhkan untuk berhasil menularkan
TLCV selama 20 menit, namun penularan mencapai 100% dengan periode
inokulasi minimum selama 12 jam.
Penyebaran Begomovirus sangat tergantung pada aktivitas serangga vektor
B. tabaci. Jumlah B. tabaci minimum yang dapat menularkan Begomovirus
menentukan efisiensi vektor dalam menularkan virus. Rashid et al. (2008)
menggunakan beberapa jumlah kutukebul dalam mengamati efisiensi vektor
tersebut untuk menularkan TYLCV. Penularan menggunakan 3, 5, 10, dan 15
kutukebul menunjukkan kejadian penyakit berturut-turut 20%, 30%, 70%, dan
100%. Penelitian pada Begomovirus lain yaitu SLCV menunjukkan efiesiensi
penularan SLCV meningkat dengan bertambahnya jumlah kutukebul yang
ditularkan. Kejadian penyakit dari hasil penularan menggunakan 1, 5, dan 10
kutukebul berturut-turut 82%, 100%, dan 100% (Cohen et al. 1983).
Kisaran Inang Begomovirus
Begomovirus yang ditemukan pada beberapa tanaman Cucurbitaceae
dilaporkan dapat menginfeksi berbagai pertanaman. Squash leaf curl virus
(SLCV) ditemukan menginfeksi Cucumis sativus L., C. melo L. (Shtayeh et al.
2010), Luffa acutangula (Revill et al. 2003), Cucurbita moschata Dene., C. pepo
L., semua kultivar C. maxima Dene., dan Phaseolus vulgaris (Cohen et al. 1983).
Spesies lain dari Begomovirus yang menginfeksi tanaman Cucurbitaceae yaitu
Tomato leaf curl virus (TLCV) ditemukan menginfeksi Lagenaria leucantha, C.
melo (Ito et al. 2008), C. melo var. reliculatus dan Benincasa hispida
(Samretwanich et al. 2000). Melon leaf curl virus di Arizona dilaporkan memiliki
kisaran inang yang luas dengan rata-rata kejadian penyakit sebesar 75%, antara
lain Cucumis sativus, C. melo, Citrullus lanatus, Cucurbita pepo, C.
foetidissima, C. maxima, C. moschata, P. vulgaris, dan Nicotiana benthamiana
(Brown dan Nelson 1986).
Tanaman lain yang menjadi inang Begomovirus yaitu tanaman yang
berasal dari famili Solanaceae, Leguminosae, dan Compositae. Pepper yellow leaf
curl virus (PYLCV) dapat menginfeksi Lycopersicon esculentum, Datura
stramonium, Physalis floridana, Capsicum annuum, C. frutescens, Solanum
melongena, N. benthamiana, N. glutinosa, N. tabacum, Ageratum conyzoides,
Helianthus annus, Hyptis brevipes, Glycine max, Vigna unguiculata, V. radiata,
dan Crotalaria juncea (Sulandari et al. 2006). Sementara itu, TYLCV juga dapat
menginfeksi Datura stramonium, N. glutinosa, N. tabacum, Solanum nigrum,
dan Phaseolus vulgaris (Al-ani et al. 2011). Begomovirus asal tanaman

8

Cucurbitaceae yaitu TLCV dapat menginfeksi tanaman dari famili Solanaceae
yaitu N. benthamiana (Chang et al. 2010).
Pengujian kisaran inang PYLCV pada berbagai varietas cabai
memperlihatkan respon varietas yang berbeda-beda. Cabai rawit (Capsicum
frutescens) varietas Cakra menunjukkan kejadian penyakit mencapai 100%,
sementara pada cabai rawit varietas Bara dan cabai besar (C. annuum) varietas
Tornado berturut-turut hanya mencapai 70% dan 40% (Sulandari et al. 2006). Hal
tersebut mengindikasikan perbedaan respon cabai terhadap infeksi PYLCV.

Deteksi dan Identifikasi Begomovirus
Metode serologi merupakan cara yang paling sering digunakan untuk
mendeteksi virus tumbuhan, baik menggunakan antibodi poliklonal maupun
antibodi monoklonal. Namun, terdapat kekurangan pada metode serologi untuk
mendeteksi kelompok Begomovirus. Hal ini disebabkan sulitnya mendapatkan
titer virus yang cukup untuk digunakan dalam deteksi serologi. Sifat fisik dan
kimia partikel Begomovirus sulit dimurnikan dalam bentuk stabil, sifat
imunogenik dari virion yang lemah, dan protein selubung terutama untuk virusvirus yang ditularkan B. tabaci tidak dapat dibedakan melalui antiserum
poliklonal maupun monoklonal (Robert et al. 1984).
Pendekatan secara molekuler telah banyak dilakukan untuk menentukan
infeksi Begomovirus yang terjadi di lapang dan mengidentifikasi Begomovirus
secara umum. Penggunaan polymerase chain reaction (PCR) merupakan teknik
yang sangat sensitif dan spesifik untuk deteksi dan identifikasi patogen tanaman.
Metode ini dapat digunakan untuk menunjukkan dengan tepat komposisi populasi
patogen dan keragaman genetik virus. PCR dan degenerate oligonucleotide
primer telah digunakan untuk deteksi dan identifikasi genus Begomovirus (Farag
et al. 2005).
Primer PCR dapat mengamplifikasi dan menganalisis urutan basa DNA dari
daerah spesifik genom pada Begomovirus yang memiliki genom bipartit. Prosedur
PCR digunakan untuk isolasi DNA untuk amplifikasi PCR yang sangat sederhana
dan dapat dilakukan pada sampel dengan jumlah banyak dalam waktu yang
singkat. Metode ekstraksi juga dapat dilakukan untuk sampel dalam berbagai
kondisi yaitu sampel dalam bentuk segar, kering, maupun beku (Gilbertson et al.
1991).
Penggunaan PCR akan memberikan pengetahuan baru mengenai struktur
virus tanaman dan evolusi virus. Metode ini dapat digunakan untuk memperoleh
urutan nukleotida yang tepat dari daerah genom virus, dengan identifikasi spesifik
isolat virus yang diberikan. Metode ini lebih definitif dari metode deteksi virus
lain, dan dapat mengurangi kesalahan yang mungkin terjadi. Selain virus dengan
genom DNA, metode ini juga dapat digunakan untuk identifikasi virus atau viroid
dengan genom RNA, mencakup reaksi transkripsi balik sebelum amplifikasi PCR
(Gilbertson et al. 1991).

9

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan mulai Maret 2012 sampai Januari 2014 dengan
tahapan pengumpulan sampel, deteksi virus, identifikasi serangga vektor,
pengujian efisiensi penularan, dan pengujian kisaran inang. Pengumpulan sampel
dilakukan di Jawa Barat (Bogor, Subang), Jawa Tengah (Tegal, Sukoharjo), dan
Daerah Istimewa Yogyakarta (Sleman). Deteksi virus dilakukan di Laboratorium
Virologi Tumbuhan dan identifikasi serangga vektor di Laboratorium
Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian.
Pengujian efisiensi penularan dan pengujian kisaran inang dilakukan di Rumah
Kaca Cikabayan University Farm, Institut Pertanian Bogor.
Pengumpulan Sampel Tanaman Mentimun Terinfeksi Begomovirus
Pengamatan gejala dan pengambilan sampel tanaman yang terinfeksi
Begomovirus dilakukan di beberapa pertanaman mentimun. Lokasi yang dipilih di
Propinsi Jawa Barat yaitu Kabupaten Bogor (Kecamatan Situgede) dan Kabupaten
Subang (Kecamatan Kasomalang dan Pagaden Barat); Propinsi Jawa Tengah yaitu
Kabupaten Tegal (Kecamatan Dukuhwaru) dan Kabupaten Sukoharjo (Kecamatan
Baki); di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu Kabupaten Sleman (Kecamatan
Kalasan dan Ngemplak). Daun mentimun yang dikumpulkan sebagai sampel
adalah daun yang menunjukkan gejala daun keriting, mosaik, melepuh, dan
menguning. Sebagian dari sampel daun disimpan di dalam deep freezer pada
suhu -80 oC dan sebagian lagi dikeringawetkan dengan silica gel sebelum
digunakan untuk identifikasi Begomovirus. Tanaman sakit dari daerah
Rancabungur, Bogor, digunakan sebagai sumber inokulum virus untuk pengujian
efisiensi penularan melalui kutukebul, dan pengujian kisaran inang virus.

Deteksi Beberapa Virus pada Sampel Daun dari Lapangan
Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Metode ELISA yang digunakan yaitu metode Indirect-ELISA (I-ELISA)
dan Metode Double Antibody Sandwich-ELISA (DAS-ELISA) menggunakan
antiserum terhadap Squash mosaic comovirus (SqMV), Zucchini yellow mosaic
potyvirus (ZyMV), Cucumber mosaic cucumovirus (CMV), Tobacco ringspot
nepovirus (TRSV), dan Watermelon mosaic potyvirus (WMV) secara terpisah.
Deteksi menggunakan beberapa jenis antiserum tersebut bertujuan untuk
mengetahui jenis-jenis virus yang menginfeksi tanaman mentimun di lapangan.
Metode I-ELISA. Metode I-ELISA menggunakan antiserum terhadap
SqMV, ZyMV, dan CMV menurut Dijkstra dan de Jager (1998). Antigen
disiapkan dengan menggerus daun mentimun sakit dan ditambah extract buffer pH
7.4 (1:10) yang terdiri atas 20 g polyvinylpyrrolidone, 2 g chicken egg albumin,
1.3 g Na2SO3, dan dilarutkan dalam 100 ml PBST. Sumuran plat mikrotiter

10

masing-masing diisi 100 μl sampel dan dibuat duplo untuk masing-masing
sampel. Sampel pada setiap plat mikrotiter terdiri atas extract buffer, kontrol
negatif, kontrol positif dan ekstrak sampel daun mentimun dari lapangan. Kontrol
negatif merupakan ekstrak tanaman mentimun sehat sedangkan kontrol positif
merupakan ekstrak tanaman mentimun yang terinfeksi oleh virus yang sesuai
(Agdia, US). Plat mikrotiter kemudian diinkubasi pada suhu 4 oC selama satu
malam, kemudian sap dalam plat mikrotiter dibuang dan dicuci sebanyak 4
sampai 8 kali dengan 200 μl phosphate buffer saline tween (PBST) yang terdiri
atas 8 g NaCl, 1.15 g Na2HPO4, 0.2 g KH2PO4, 0.2 g KCl, dan dilarutkan dalam 1
000 ml air destilata, lalu ditambahkan 0.5 ml Tween-20. Sebanyak 100 μl blocking
solution (PBST yang mengandung skim milk 2%) ditambahkan untuk menutupi
bagian sumuran yang tidak berikatan dengan antigen virus. Plat mikrotiter lalu
diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37 oC kemudian masing-masing sumuran
dicuci dengan PBST sebanyak 4 sampai 8 kali.
Antiserum kemudian dimasukkan sebanyak 100 μl ke dalam masing-masing
sumuran, setelah dilakukan pengenceran dengan conjugate buffer (0.2 g bovine
serum albumin, 2 g polyvinylpyrrolidone, dan dilarutkan dalam 100 ml PBST).
Antiserum yang digunakan secara terpisah yaitu antiserum CMV, SqMV, dan
ZYMV, dengan pengenceran berturut-turut 1:200, 1:200, 1:1 000 (Agdia, US).
Plat mikrotiter kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 2 jam. Sumuran plat
mikrotiter selanjutnya dicuci dengan PBST seperti sebelumnya. Antiserum kedua
(goat anti-rabbit globulin/GAR, Agdia) dimasukkan ke dalam masing-masing
sumuran sebanyak 100 μl, setelah dilakukan pengenceran dengan conjugate buffer
(1:2 000). Plat mikrotiter diinkubasi kembali selama 2 jam pada suhu 37 oC lalu
sumuran dicuci dengan PBST seperti sebelumnya.
Tahap selanjutnya yaitu mengencerkan substrate solution (p-nitrophenyl
phospate) dalam substrate buffer (0.1 g MgCl2, 0.2 g NaN3, 97 ml
diethanolamine, 1 000 ml air destilata) (1:1). Substrate solution dimasukkan ke
dalam masing-masing sumuran sebanyak 100 μl, kemudian diinkubasi dalam
ruang gelap pada suhu ruang selama 30 sampai 60 menit. Nilai absorbansi sampel
dibaca menggunakan ELISA reader model 550 (Bio-Rad, US) dengan panjang
gelombang 405 nm pada 30 sampai 60 menit setelah penambahan substrate
solution. Hasil ELISA dinyatakan positif jika nilai absorbansi sampel 1.5 sampai
2 kali lebih besar dari nilai kontrol negatif (Matthews 1993).
Metode DAS-ELISA. Metode DAS-ELISA menggunakan antiserum untuk
TRSV dan WMV menurut Clark dan Adams (1977). Coating antibody diencerkan
dalam coating buffer (DSMZ, DE) (1.59 g Na2CO3, 2.93 g NaHCO3, 0.2 g NaN3,
dan dilarutkan dalam 1 000 ml air destilata) lalu dimasukkan sebanyak 100 μl ke
dalam masing-masing sumuran plat mikrotiter, kemudian diinkubasi pada suhu 37
o
C selama 2 sampai 4 jam. Sumuran plat mikrotiter masing-masing dicuci dengan
200 μl PBST sebanyak 4 sampai 8 kali. Sumuran plat mikrotiter masing-masing
diisi 100 μl sampel dan dibuat duplo untuk masing-masing sampel. Sampel pada
masing-masing plat mikrotiter terdiri atas extract buffer, kontrol negatif, kontrol
positif dan ekstrak sampel da