Analisa Portal Dengan Menggunakan Kolom Nippon Steel Tampang Hollow Tube Dibandingkan Dengan Menggunakan Kolom Beton Bertulang Untuk Highrise Building

(1)

i

ANALISIS PORTAL DENGAN MENGGUNAKAN KOLOM

NIPPON STEEL TAMPANG HOLLOW TUBE

DIBANDINGKAN DENGAN MENGGUNAKAN KOLOM

BETON BERTULANG UNTUK HIGH-RISE BUILDING

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan

Memenuhi syarat untuk menempuh ujian sarjana teknik sipil

Disusun oleh :

110404156

Selvia Winata

Dosen Pembimbing

NIP. 19561224 198103 1 002

Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan

BIDANG STUDI STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015


(2)

i

ABSTRAK

Perkembangan gedung tinggi di Indonesia maupun dunia semakin banyak, penemuan-penemuan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunannya juga semakin berkembang.Di Indonesia gedung tinggi masih didominasi oleh struktur beton sementara di luar negri pembangunan gedung tinggi sudah banyak menggunakan baja karena pengerjaan nya dilapangan dianggap lebih efektif.Perkembangan penggunaan baja pun semakin berinovasi di negara-negara maju dengan menggunakan baja hollow contohnya Jepang yang sangat populer penggunaan baja hollow sebagai kolom.

Penelitian Tugas Akhir ini membahas mengenai perbandingan kolom baja hollow tube dengan kolom beton bertulang pada portal 3 dimensi 15 lantai, dengan fungsi gedung perkantoran. Perbandingan meliputi berat total kolom dan dimensi kolom di tiap lantai juga respon struktur terhadap beban gempa. Analisa dilakukan dengan bantuan software sap2000 versi 16, dan analisa gempa menggunakan metode respon spektrum. Dari hasil analisa didapatkan dimensi kolom untuk baja hollow tube lebih kecil dibandingkan kolom beton, begitupun dengan berat total kolom yang mana baja hollow jauh lebih ringan dari kolom beton.


(3)

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala berkat dan hadirat-Nya saya dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul “Analisa Portal Dengan Menggunakan Kolom Nippon Steel Tampang Hollow Tube Dibandingkan Dengan Menggunakan Kolom Beton Bertulang Untuk Highrise Building”. Penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik program studi Teknik Sipil pada fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan bantuan, bimbingan, arahan dan dukungan yang berharga dari berbagai pihak. Untuk semua itu, peneliti menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan ucapan terimakasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Dosen Pembimbing yang telah sabar memberi bimbingan, arahan, saran, serta motivasi kepada peneliti untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.

2. Orangtua terkasih, Bapak Jhonni dan Ibu Maria Sinurat yang telah memberi kasih sayang, perhatian, doa, semangat, waktu dan materi yang tiada hentinya sehingga peneliti termotivasi untuk dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.

3. Saudaripeneliti Selyia Cicilia yang selalu memberikan perhatian, penghiburan, semangat dan motivasi yang besar untuk dapat menyelesaikan perkuliahan dengan baik.

4. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Ir. Syahrizal, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak/Ibu Dosen Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya kepadapeneliti selama menempuh masa studi di Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.


(4)

iii 7. Kepada pegawai administrasi dan pegawai-pegawai Departemen Teknik

Sipil USU lainnya.

8. Seluruh angkatan 2011 Dept. Tek. Sipil USU, terkhusus kepada Manna Haloho, Shinta Harmadhana, Rizky Ayu yang menjadi tempat bertanya dan belajar yang baik dan dengan senang hati berbagi ilmu, juga menjadi penghibur disaat kejenuhan dengan perkuliahan. Untuk teman-teman GosPan Ade Harumi, Rozaqon, Sry Meita, dan Yahya atas candaan-candaan yang kurang penting dan kegilaannya, Windy a.k.a Mentor, dan teman-teman lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

9. Abang dan kakak senior angkatan 2008, 2009, 2010 serta adik-adik junior yang selalu memberi dukungan, tenaga dan semangat yang luar biasa. 10.Seluruh pihak yang telah mendukung dan membantu peneliti dari segi

apapun, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Peneliti menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari Bapak dan Ibu Staf Pengajar serta rekan – rekan mahasiswa demi penyempurnaan Tugas Akhir ini.

Akhir kata penelitimengucapkan terima kasih.Peneliti berharap semoga laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, 26Oktober 2015 Peneliti,

11 0404 156 Selvia Winata


(5)

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR NOTASI ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penulisan ... 3

1.4 Batasan Masalah... 3

1.5 Metode Penelitian... 3

1.6 Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Portal Beton ... 5

2.1.1 Beton Bertulang ... 5

2.1.2 Sifat Beton Bertulang ... 6

2.1.3 Kelebihan dan Kekurangan Beton Bertulang ... 9

2.1.4 Kolom Beton Bertulang ... 10

2.2 Portal Baja ... 13

2.2.1 Sifat Mekanis Baja ... 13

2.2.2 Hubungan Tegangan-Regangan Baja ... 14

2.2.3 Kelebihan dan Kekurangan Baja ... 16

2.2.4 Kolom Baja ... 17


(6)

v 2.3 Nippon Steel

2.3.1 Pengenalan ... 19

2.3.2 Perkembangan Steel Tube untuk Pekerjaan Konstruksi ... 19

2.3.3 Profil Hollow ... 20

2.3.4 Sambungan Kaku pada Kolom Hollow ... 28

2.4 Pembebanan Struktur ... 30

2.4.1 Beban Statis ... 30

2.4.2 Beban Dinamis ... 32

2.4.3 Kombinasi Pembebanan ... 32

2.5 Analisa Gedung Terhadap Gempa ... 33

2.5.1 Metode Statik Ekivalen ... 33

2.5.2 Metode Respon Spektrum ... 41

2.5.3 Desain Respon Spektrum ... 42

2.5.4 Prinsip Shear Building ... 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 45

3.1 Diagram Alir Penelitian ... 45

3.2 Preliminary Desain ... 46

3.3. Permodelan Struktur... 47

3.4 Pembebanan ... 49

3.5 Beban Gempa ... 50

3.6 Kombinasi beban ... 53

3.7 Analisa Permodelan ... 54

3.8 Base shear Struktur ... 54

3.9 Kontrol Simpangan antar Tingkat ... 55

BAB IV ANALISA dan PEMBAHASAN ... 57


(7)

vi

4.2 Karakteristik Dinamika Struktur ... 60

4.3 Gaya Geser Dasar Hasil Analisa ... 62

4.4 Perbandingan Simpangan Struktur ... 65

4.5 Periode Getar Bangunan ... 70

4.6 Perbandingan Cost ... 72

BAB V KESIMPULAN dan SARAN ... 73

4.1 Kesimpulan ... 73

4.2 Saran ... 74


(8)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Rasio d/t tampang hollow bulat...26

Tabel 2.2 Rasio b/t tampang hollow rectangular... 26

Tabel 2.3 Rasio h/t tampang hollow rectangular... 27

Tabel 2.4 batasan b/t dan h/t hollow berdasarkan AISC... 27

Tabel 2.5 Beban hidup lantai gedung... 31

Tabel 2.6 Kategori resiko gedung... 34

Tabel 2.7 Koefisien kelas situs Fa... 37

Tabel 2.8 Koefisien kelas situs Fv... 37

Tabel 2.9 KDS berdasarkan respon percepatan perioda pendek... 38

Tabel 2.10 KDS berdasarkan respon percepatan perioda 1 detik... 38

Tabel 2.11 Koefisien Cu... 39

Tabel 2.12 Koefisiec Ct dan x... 39

Tabel 3.1 Mutu material... 46

Tabel 3.2 Kelas situs... 51

Tabel 3.3 Simpangan antar tingkat ijin... 55

Tabel 4.1 Perbandingan dimensi kolom... 57

Tabel 4.2 Berat kolom beton... 58

Tabel 4.3 Berat kolom penampang hollow... 58

Tabel 4.4 Luas kebutuhan tulangan... 59

Tabel 4.5 Perbandingan berat balok... 60

Tabel 4.6 Persen modal partisipasi massa struktur beton... 61

Tabel 4.7 Persen modal partisipasi massa struktur baja... 61

Tabel 4.8 Koefisien R, Ωo dan Cd... 62


(9)

viii

Tabel 4.10 Base shear per pondasi... 65

Tabel 4.11 Perbandingan perpindahan... 66

Tabel 4.12 Simpangan antar tingkat arah x... 69

Tabel 4.13 Simpangan antar tingkat arah y... 70


(10)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kurva tegangan regangan beton... 6

Gambar 2.2 Tipe kolom beton... 12

Gambar 2.3 Kurva hubungan tegangan regangan baja... ....15

Gambar 2.4 Tipe penampang batang tekan... 18

Gambar 2.5 Perbandingan kapasitas tekan baja dengan masa sama...22

Gambar 2.6 Perbandingan massa baja dengan kapasitas tekan sama... 22

Gambar 2.7 Perbandingan inersia penampang baja... 22

Gambar 2.8 Distribusi tegangan pada kolom hollow... 25

Gambar 2.9 Pengelasan sambungan join kolom... 29

Gambar 2.10 Sambungan balok WF ke kolom hollow... 29

Gambar 2.11 Langkah sambungan through diaphragm... 30

Gambar 2.12 Spektrum respon desain... 42

Gambar 2.13 Pola goyangan gedung... 43

Gambar 3.1 Modelisasi struktur beton... 47

Gamber 3.2 Denah gedung kolom beton... 47

Gambar 3.3 Modelisasi struktur baja... 48

Gambar 3.4 Denah gedung kolom hollow... 48

Gambar 3.5 Peta gempa periode pendek... 50

Gambar 3.6 Peta gempa periode 1 detik... 51

Gambar 3.7 Respon spektrum wilayah medan... 53

Gambar 4.1 Diagram perbandingan berat material... 59

Gambar 4.2 Denah kolom... 64

Gambar 4.3 Grafik perbandingan displacement arah x... 67


(11)

x

DAFTAR NOTASI

Ie Faktor keutamaan gedung

Ss Percepatan batuan dasar periode pendek S1 Percepatan batuan dasar periode1 detik Fa Koefisien kelas situs berdasarkan Ss Fv Koefisien kelas situs berdasarkan S1

SMS Parameter spektrum respons percepatan perioda pendek SM1 Parameter spektrum respon percepatan perioda 1 detik SDS Parameter spektral desain perioda pendek

SD1 Parameter spektral desain perioda 1 detik Ta Periode fundamental pendekatan

T Perioda fundamental

Hn ketinggian total struktur (m) Cs Koefisien respon seismik W Berat efektif struktur V Gaya geser dasar seismik R Faktor modifikasi respons Sa Percepatan respon spektral (g) fc’ Kuat tekan beton

fy Tegangan leleh baja fu Tegangan putus baja Ec Elastisitas beton Es Elastisitas baja

Hsx tinggi tingkat dibawah lantai x Cd Faktor amplifikasi defleksi

��� Defleksi yang ditentukan dengan analisa elastis


(12)

i

ABSTRAK

Perkembangan gedung tinggi di Indonesia maupun dunia semakin banyak, penemuan-penemuan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunannya juga semakin berkembang.Di Indonesia gedung tinggi masih didominasi oleh struktur beton sementara di luar negri pembangunan gedung tinggi sudah banyak menggunakan baja karena pengerjaan nya dilapangan dianggap lebih efektif.Perkembangan penggunaan baja pun semakin berinovasi di negara-negara maju dengan menggunakan baja hollow contohnya Jepang yang sangat populer penggunaan baja hollow sebagai kolom.

Penelitian Tugas Akhir ini membahas mengenai perbandingan kolom baja hollow tube dengan kolom beton bertulang pada portal 3 dimensi 15 lantai, dengan fungsi gedung perkantoran. Perbandingan meliputi berat total kolom dan dimensi kolom di tiap lantai juga respon struktur terhadap beban gempa. Analisa dilakukan dengan bantuan software sap2000 versi 16, dan analisa gempa menggunakan metode respon spektrum. Dari hasil analisa didapatkan dimensi kolom untuk baja hollow tube lebih kecil dibandingkan kolom beton, begitupun dengan berat total kolom yang mana baja hollow jauh lebih ringan dari kolom beton.


(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan gedung-gedung tinggi sekarang ini semakin banyak dilaksanakan, sejalan dengan perkembangan ekonomi di kota-kota besar dunia yang menuntut adanya prasarana yang baik sebagai tempat pengelolaan maupun pelaksanaan berupa gedung perkantoran dan industri.Selain itu semakin meningkatnya kepadatan penduduk di kota-kota besar membuat kebutuhan akan tempat tinggal juga semakin banyak, sementara ketersediaan lahan kosong sedikit. Hal ini menjadi dasar banyak nya pembangunan apartemen dan rumah susun dimana dengan lahan yang terbatas dapat menampung jumlah penghuni yang banyak.

Struktur bangunan tinggi ada yang merupakan struktur baja dan beton bertulang. Pemilihan struktur apa yang digunakan untuk suatu struktur dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah tinggi bentang. Untuk highrise building secara umum lebih banyak menggunakan struktur baja karena pengaplikasian beton bertulang untuk gedung tinggi lebih rumit dalam pengerjaannya, dan pertimbangan beban struktur yang besar. Jenis baja yang digunakan bervariasi bentuknya.Untuk Indonesia masih umum digunakan profil WF baik untuk kolom maupun balok.Sedangkan perkembangan penggunaan baja di negara-negara maju sudah mulai berinovasi dengan penggunaan baja bentuk hollow yang terdiri dari square section, rectangular dan cicular section.

Pabrikasi penampang hollow ini pertama kali dilakukan di Inggris tahun 1952 dan sejak dari itu banyak dilakukan penelitian-penelitian dalam aplikasi baja hollow ini menjadi elemen struktur.Penggunaan baja hollow cukup populer di Eropa, Amerika, Australia dan Jepang.Struktur dengan tampang hollow secara luas digunakan untuk konstruksi karena kelebihannya secara ekonomi (rasio kekuatan terhadap satuan berat yang cukup besar), kekakuan yang lebih baik


(14)

2 terhadap torsi dan kekuatan tekuk yang lebih tinggi dibandingkan profil WF, dan juga kelebihannya secara estetik.

Berbicara mengenai gedung tinggi tentu tidak terlepas hubungannya dengan gempa. Struktur yang tinggi tentu mempunyai dampak yang besar terhadap adanya gaya gempa. Jepang yang merupakan negara dengan kota-kota yang rawan terjadi gempa dan tsunami, penelitian dan terobosan dalam pembangunan banyak dilakukan untuk menangani masalah kerusakan struktur akibat dampak pasca bencana, maupun upaya pencegahan terjadinya kerusakan struktur dimasa yang akan datang. Salah satu survey secara visualdilakukan terhadap kerusakan akibat gempa Jepang pada 11 maret 2011 yang terjadi pada berbagai jenis bangunan yang terbuat dari beton bertulang dan baja. Dari perbandingan kerusakan yang terjadi pasca gempa, dapat dilihat bahwa kerusakan lebih parah terjadi pada struktur beton bertulang dibandingkan struktur yang terbuat dari baja.Pada bangunan baja kerusakan rata-rata hanya terjadi pada elemen non-struktural. (lampiran A)

Berdasarkan pengalaman tersebut, Jepang menggencarkan bangunan sistem struktur baru dengan penggunaan material struktur inovatif, yang secara khusus dipromosikan bersama perusahaan besar pembuat baja. Salah satu perusahaan yang berpartisipasi adalah Nippon Steel & Sumitomo Metal Corporation yang memproduksi baja hollow dengan ukuran hingga 80 x 80 cm. Oleh sebab itu penulis dalam skripsi ini akan membandingkan penggunaan kolom baja hollow Nippon Steel Tube dan beton bertulang, sebagai bahan struktur high rise building.

1.2 Perumusan masalah

Perumusan masalah berdasarkan latar belakang di dapat

1. Berapa besar perbandingan dimensi kolom antara struktur yang menggunakan Nippon Steel Tube dan beton bertulang ?

2. Berapa besar perbandingan beban mati akibat berat sendiri antara struktur dengan baja dan beton bertulang ?


(15)

3 3. Bagaimana perbandingan respon kedua struktur terhadap beban dinamik

gempa ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui perbandingan dimensi kolom antara pengunaan kolom Nippon Steel Tube dan beton bertulang.

2. Untuk membandingkan beban akibat berat sendiri antara struktur baja dan beton bertulang.

3. Untuk membandingkan respon struktur terhadap pembebanan dinamik akibat gempa

1.4 Batasan Masalah

1. Bangunan yang direncanakan gedung perkantoran 18 x 32 m , tinggi lantai 4 m, jumlah lantai 15 di wilayah Medan, kondisi tanah keras.

2. Modelisasi struktur adalah 3 dimensi dengan bantuan software SAP2000 v.16

3. Analisa gempa metode respon spektra

4. Tidak merencanakan pondasi, tangga dan detail sambungan

5. Perbandingan harga yang dilampirkan hanya sebagai kelengkapan tambahan dan tidak dapat dijadikan patokan karena pengaruh berbagai faktor non teknis.

6. Jenis sambungan pada kolom yang dijelaskan termasuk sebagai sambungan kaku (rigid).

1.5 Metode Penelitian

Penulisan tugas akhir ini mengacu pada metode studi analitis berdasarkan data-data dan literatur yang berhubungan dengan topik serta masukan-masukan dari dosen pembimbing.Analisa gempa dinamis ragam respon spektra menggunakan sap 2000 v.16.


(16)

4

1.6 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, metode penelitian dan sistematika penulisan dari penulisan tugas akhir ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi landasan teori mengenai baja dan beton bertulang yang digunakan sebagai bahan struktur gedung yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan dan mengacu pada referensi-referensi yang diperoleh penulis.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini menjelaskan mengenai tahapan dalam analisis desain dan perbandingan yang akan dikakukan untuk penelitian Tugas Akhir ini.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi analisa hasil perencanaan dan perbandingan dari penggunaan Nippon Steel Tube dengan Beton Bertulang yang secara khusus membandingkan berat dan dimensi penggunaan kedua bahan tersebut.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan yang diambil dari seluruh kegiatan tugas akhir ini serta saran-saran yang nantinya dapat membantu dan memberikan referensi mengenai pemilihan antara penggunaan baja dan beton bertulang.


(17)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Portal Beton

Portal adalah struktur rangka yang terdiri dari kolom dan balok yang sambungannya kaku, atau disebut juga rigid frame.Portal bertingkat dapat dibangun dengan bahan struktur beton bertulang atau pun baja profil. Bila jumlah tingkat terlalu banyak portal dapat diperkuat dengan sistem penahan beban lateral berupa dinding geser (shear wall) atau inti struktural (structural core). Portal bertingkat juga mungkin diperkuat dengan diagonal-diagonal yang membentuk bidang-bidang rangka kaku, yang berfungsi sebagai dinding geser.

2.1.1 Beton Bertulang

Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah, atau agregat-agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang terbuat dari semen dan air membentuk suatu massa mirip batuan. Beton sendiri memiliki kuat tekan yang tinggi tetapi kuat tarik yang sangat rendah.Nilai kuat tarik beton hanya sekitar 9% - 15% dari kuat tekannya.Beton bertulang adalah suatu kombinasi antara beton dan baja dimana tulangan baja berfungsi menyediakan kuat tarik yang tidak dimiliki oleh beton. McCormac,( 2004, h.1).

Istimawan menyebutkan, kerjasama antara bahan beton dan baja tulangan hanya dapat terwujud dengan didasarkan pada keadaan-keadaan ; (1) lekatan sempurna antara batang tulangan baja dengan beton keras yang membungkusnya sehingga tidak terjadi penggelinciran diantara keduanya; (2) beton yang mengelilingi batang tulangan baja bersifat kedap sehingga mampu melindungi dan mencegah terjadinya karat baja; (3) angka muai kedua bahan hampir sama, dimana untuk setiap kenaikan suhu satu derajat Celcius angka muai beton 0,000010 sampai 0,000013 sedangkan baja 0,000012, sehingga tegangan yang timbul karena perbedaan nilai dapat diabaikan. (1994, h.2).


(18)

6 2.1.2 Sifat-sifat Beton Bertulang

a. Kuat Tekan

Kuat tekan beton (fc’) ditentukan dengan melakukan uji kegagalan terhadap silinder-silinder beton 6in. x 12 in. yang berumur 28 hari pada tingkat pembebanan tertentu. Selama periode 28 hari ini silinder beton biasanya ditempatkan di dalam air atau dalam sebuah ruangan dengan temperature tetap dan kelembapan 100%. Kurva tegangan-regangan pada gambar 2.1 menampilkan hasil yang dicapai dari uji kompresi terhadap sejumlah silinder uji standart berumur 28 hari yang kekuatannya beragam.

Gambar 2.1 Kurva tegangan-regangan beton yang umum, dengan pembebanan jangka pendek

Berikut beberapa hal penting yang didapat dari grafik:

a. Kurva hampir lurus ketika beban ditingkatkan dari nol sampai kira-kira 1/3 – ½ kekuatan maksimum beton.

b. Di atas kurva ini perilaku betonnya nonlinear. Ketidaklinearan kurva tegangan-regangan beton pada tegangan yang lebih tinggi ini mengakibatkan beberapa masalah ketika kita melakukan analisis structural terhadap konstruksi beton karena perilaku konsruksi tersebut juga akan nonlinear pada tegangan-regangan yang lebih tinggi.


(19)

7 c. Satu hal penting yang harus diperhatikan adalah kenyataan bahwa berapa pun besarnya kekuatan beton, semua beton akan mencapai kekuatan puncak nya pada regangan sekitar 0,002.

d. Beton tidak memiliki titik leleh yang pasti; sebaliknya kurva beton akan tetap bergerak mulus hingga tiba di titik kegagalan (point of rupture) pada regangan sekitar 0,003 sampai 0,004.

e. Banyak pengujian telah menunjukkan bahwa kurva-kurva tegangan-regangan untuk silinder-silinder beton hampir identik dengan kurva-kurva serupa untuk sisi balok yang mengalami tekan.

f. Harus diperhatikan juga bahwa beton berkekuatan lebih rendah lebih daktil daripada beton berkekuatan lebih tinggi, artinya beton-beton yang lebih lemah akan mengalami regangan yang lebih besar sebelum mengalami kegagalan.

b. Kuat Tarik

Kuat tarik beton bervariasi antara 8% sampai 15% dari kuat tekannya.Alasan utama dari kuat tarik yang kecil ini adalah kenyataan bahwa beton dipenuhi oleh retak-retak halus.Retak-retak ini tidak berpengaruh besar bila beton menerima beban tekan karena beban tekan menyebabkan retak menutup sehingga memungkinkan terjadinya penyaluran tekanan.Kuat tarik beton tidak berbanding lurus dengan kuat tekan ultimatnya fc’.Kuat tarik ini cukup sulit untuk diukur dengan bebean-beban tarik aksial langsung akibat sulitnya memegang spesimen uji untuk menghindari konsentrasi tegangan dan akibat kesulitan dalam meluruskan beben-beban tersebut.Kuat tarik beton pada waktu mengalami lentur sangat penting ketika kita sedang meninjau retak dan lendutan pada balok.Untuk tujuan ini, kita selama ini menggunakan kuat tarik yang diperoleh dari uji modulus keruntuhan.

c. Modulus Elastisitas Statis

Beton tidak memiliki modulus elastisitas yang pasti.Nilainya bervariasi tergantung dari kekuatan beton, umur beton, jenis pembebanan, dan karakteristik dan perbandingan semen dan agregat.


(20)

8 d. Modulus Elastisitas Dinamis

Modulus elastisitas dinamis, yang berkorespons dengan regangan-regangan sesaat yang sangat kecil, biasanya diperoleh dari uji sonik.Nilainya biasanya lebih besar 20% - 40% daripada modulus nilai awal.Modulus dinamis ini biasanya dipakai pada analisis struktur dengan beban gempa atau tumbukan.

e. Poisson Ratio

Ketika sebuah silinder beton menerima beban tekan, silinder tersebut tidak hanya berkurang tingginya tetapi juga mengalami ekspansi (pemuaian) dalam arah lateral. Perbandingan ekspansi lateral dengan perpendekan longitudinal ini disebut sebagai Poisson Ratio. Nilainya bervariasi dari 0,11 untuk beton mutu tinggi dan 0,21 untuk beton mutu rendah, dengan nilai rata-rata 0,16.

f. Susut

Ketika bahan-bahan untuk beton dicampur dan diaduk, pasta yang terdiri dari semen dan air mengisi rongga-rongga di dalam agregat dan mengikat agregat tersebut menjadi satu.Campuran ini harus cukup mudah dikerjakan (workable) dan dapat mengalir sehingga campuran tersebut dapat masuk diantara sela-sela tulangan dan memenuhi seluruh cetakan.Untuk dapat mencapai tingkat kemampuan kerja (workability) seperti ini, biasanya digunakan air yang lebih banyak daripada seharusnya agar semen dan air dapat bereaksi bersama. Setelah beton selesai dirawat dan mulai mengering, kelebihan campuran air ini mencari jalan ke permukaan beton, tempat dimana campuran ini akan menguap. Akibatnya, beton akan susut dan retak. Retak yang dihasilkan akan mengurangi kekuatan geser beton dan merusak penampilan struktur. Selainitu, retak juga akan mengakibatkan tulangan terkena udara dari luar, sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya karat.

g. Rangkak

Ketika menerima beban tekan terus-menerus, beton akan terus mengalami deformasi untuk waktu yang lama. Setelah deformasi awal terjadi, deformasi yang terjadi selanjutnya disebut rangkak(creep) atau aliran plastis (plastic flow).Jika


(21)

9 beban tekan diterapkan kepada suatu batang beton, terjadi pemendekan sesaat atau elastis. Jika beban dibiarkan tetap ada untuk waktu yang lama, batang tersebut akan terus memendek selama beberapa tahun dan deformasi akhir yang terjadi biasanya sebesar 2 sampai 3 kali deformasi awal. Besar rangkak yang terjadi sangat tergantung pada besarnya tegangan.Rangkak hampir berbanding lurus terhadap teganagan selama tegangan yang terjadi tidak lebih besar dari sentengah fc’.

2.1.3 Kelebihandan Kekurangan Beton Bertulang

Beton bertulang masih merupakan bahan struktur yang paling umum digunakan secara umum di seluruh dunia baik untuk bangunan gedung, rumah, jembatan, bendungan, drainase, dan sebagainya. Pemilihan beton ini sebagai bahan struktur tentunya dengan pertimbangan-pertimbangan dari aspek kelebihan beton tersebut terhadap jenis bangunan yang akan dibangun. Berikut merupakan beberapa kelebihan beton sebagai bahan struktur:

1. Beton memiliki kekuatan tekan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kebanyakan bahan struktur lainnya.

2. Beton memiliki ketahanan yang tinggi terhadap temperatur tinggi atau pun api. 3. Pemeliharaan nya mudah dan relatif lebih murah

4. Beton memiliki kekakuan yang cukup tinggi / sangat kaku

5. Lebih mudah dibentuk sesuai dengan bentuk perencanaan yang diinginkan. 6. Usia layan beton yang panjang.

7. Material yang dibutuhkan untuk membuat struktur beton mudah didapat, seperti kerikil, pasir dan air.

8. Keahlian tenaga kerja yang dibutuhkan untuk membangun konstruksi dengan bahan beton bertulang lebih rendah dibanding bahan lain contohnya baja. 9. Lebih ekonomis untuk struktur pondasi, basement, pier, dan lain-lain

Kekurangan Beton Bertulang

1. Kuat tarik beton yang rendah

2. Memerlukan bekisting dalam pencetakannya sampai beton mengalami pengerasan, serta penyangga bekisting yang biayanya cukup mahal.


(22)

10 3. Kekuatan beton per satuan berat yang rendah mengakibatkan berat sendiri

beton besar terutama dalam penggunaannya dalam bentang yang panjang. 4. Kekuatan beton per satuan volume mengakibatkan dimensi beton yang besar

jika menginginkan kekuatan beton yang besar pula.

5. Bervariasinya sifat-sifat beton karena variasi proporsi campuran, proses pembuatan, penuangan ke dalam cetakan, dan pemeliharaan.

6. Beton dapat mengalami susut dan rangkak seiring berjalannya waktu.

2.1.4 Kolom beton bertulang

Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame)struktural yang memikul beban dari balok.Kolom meneruskan beban-beban dari elevasi atas ke elevasi yang lebih bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui pondasi Nawy, (2008, h306).Berdasarkan posisi beban terhadap penampang melintang kolom, kolom dapat diklasifikasikan atas kolom dengan beban sentris dan kolom dengan beban eksentris.Kolom yang mengalami beban sentris berarti tidak mengalami momen lentur, namun pada kenyataannya kolom jenis ini sangat jarang ditemukan.Perencanaan kolom umumya di desain sebagai kolom dengan beban eksentris. Kolom dengan beban eksentris mengalami momen lentur dan juga gaya aksial. Momen ini dapat dikonversikan menjadi beban P dengan eksentrisitas tertentu.Momen lentur sendiri dapat bersumbu tunggal (uniaxial) seperti halnya kolom luar (eksterior) bangungan tingkat tinggi.Kolom dengan momen lentur bersumbu rangkap (biaxial) apabila lenturnya terjadi terhadap sumbu x dan y.

Karena kolom merupakan elemen yang menahan beban-beban balok dan pelat lantai maka dalam perencanaannya kolom didesain dengan kekuatan cadangan yang lebih tinggi dibandingkan elemen balok.

Kekuatan kolom dievaluasi berdasarkan prinsip-prinsip dasar berikut : 1. Distribusi regangannya linier diseluruh tebal kolom

2. Tidak ada gelincir antara beton dengan tulangan baja (regangan baja sama dengan regangan pada beton yang mengelilinginya)

3. Regangan beton maksimum yang diizinkan pada keadaan gagal (untuk perhitungan kekuatan ) adalah 0,003in./in


(23)

11 Kolom beton bertulang ada yang bersengkang persegi dan spiral.Kolom dengan sengkang persegi adalah kolom yang dipasang tulangan sengkang berbentuk persegi untuk menahan tulangan longitudinal agar tidak bergerak selama pembangunan juga menjaga tulangan longitudnal menekuk ke arah luar akibat adanya beban. Kolom spiral adalah kolom yang diberikan tulangan sengkang berbentuk lingkaran. Tulangan spiral ini mempunyai kekuatan yang lebih besar untuk menahan tulangan longitudinal, namun pembuatannya jauh lebih mahal dibandingkan tulangan persegi. Balok spiral juga lebih banyak digunakan pada kolom yang berada di dalam ruangan terbuka karena bentuk nya yang lebih menarik. Kolom spiral juga lebih baik untuk bangunan yang berada di daerah rawan gempa. Spiral efektif untuk meningkatkan kekokohan dan daktilitas kolom.

2.1.4.1 Keruntuhan kolom beton

Keruntuhan kolom dapat terjadi apabila tulangan bajanya mengalami leleh karena tarik, atau terjadinya kehancuran pada beton yang tertekan. Selain itu dapat pula kolom mengalami keruntuhan apabila terjadi kehilangan stabilitas lateral, yaitu terjadi tekuk. Apabila kolom runtuh karena materialnya (yaitu lelehnya baja atau hancurnya beton), maka kolom ini diklasifikasikan sebagai kolom pendek.Apabila panjang kolom bertambah, kemungkinan kolom runtuh karena tekuk semakin besar.

a. Kolom Persegi

Pada kolom dengan sengkang persegi, saat kolom mendapat beban yang besar yang dapat membuat selimut beton pecah dan gompal, tulangan longitudinal akan menekuk dengan cepat, hal ini dapat membuat keruntuhan yang terjadi secara tiba-tiba, umumnya karena gempa. Namun dapat dihindari jika tulangan sengkang dipasang berdekatan.

b. Kolom Spiral

Berbeda dengan kolom sengkang persegi, tulangan sengkang spiral akan dapat menahan tulangan longitudinal meskipun selimut beton sudah gompal, jadi struktur masih dapat dipertahankan. Jika tulangan sengkang dipasang berdekatan, maka tulangan sengkang dan longitudinal dapat


(24)

12 menahan beban yang sedikit lebih besar dari beban yang membuat selimut beton gompal.

Gambar 2.2 Tipe kolom beton

2.1.4.2 Persyaratan Peraturan ACI untuk Kolom Cor ditempat.

Peraturan ACI mensyaratkan banyak batasan pada dimensi, tulanganm kekangan lateral, dan hal lain yang berhubungan dengan kolom beton. Beberapa batasan yang penting diberikan sebagai berikut.

1. Persentase tulangan tidak boleh kurang dari 1% luas bruto penampang kolom (ACI 10.9.1)

2. Persentase tulangan maksimum tidak boleh lebih besar dari 8% luas bruto penampang kolom (ACI 10.9.1)

3. Jumlah tulangan longitudinal minimum yang diizinkan untuk batang tekan (ACI 10.9.2) adalah 4 untuk tulangan dengan sengkang persegi atau lingkaran, 3 untuk tulangan sengkang segitiga, dan 6 untuk tulangan dengan sengkang spiral.

4. Peraturan ACI tidak secara langsung memberikan luas penampang kolom minimum, tetapi memberikan selimut yang diperlukan disisi luar sengkang atau spiral dan memberikan jarak yang diperlukan antar tulangan


(25)

13 longitudinal dari satu permukaan kolom ke permukaan lainnya jadi lebar minimum adalah sekitar 8 sampai 10 in.

5. Jika digunakan kolom sengkang persegi, sengkang tersebut tidak boleh lebih kecil dari #3 dengan tulangan longitudinal #10 atau lebih kecil. Ukuran minimum sengkang adalah #4 untuk tulangan longitudinal lebih besar dari #10 danuntuk tulangan gabungan. Jarak sengkang pusat ke pusat tidak boleh lebih dari 16 kali diameter tulangan longitudinal, 48 kali diameter sengkang, atau dimensi lateral terkecil dari kolom.

6. Peraturan ACI (7.10.4) menyatakan bahwa jarak bersih spiral tidak boleh kurang dari 1 in. atau lebih dari 3 in.

2.2Portal Baja

Struktur baja dibagi atas tiga kategori umum : (a) struktur rangka (framed structure) yang elemennya bisa terdiri dari batang tarik, kolom, balok, dan batang yang mengalami gabungan lenturan dan beban aksial; (b) struktur selaput (shell) yang tegangan aksialnya dominan; dan (c) struktur gantung (suspension), yang sistem pendukung utamanya mengalami tarikan aksial yang dominan. Salmon & Jhonson (1986, h 17).

2.2.1 Sifat - Sifat Mekanis Baja

Pengujian yang paling efektif untuk mendapatkan sifat-sifat mekanik baja adalah pengujian tarik. Karena pengujian tekan terhadap baja akan memberikan hasil yang kurang akurat karena disebabkan akan terjadinya tekuk pada baja sehingga terjadi ketidakstabilan dari baja. Perhitungan regangan baja juga lebih mudah dilakukan untuk uji tarik daripada uji tekan. Berikut beberapa sifat mekanis baja :

a. Elastisitas

Elastisitas merupakan kemampuan suatu bahan untuk kembali ke bentuk semula. Jika beban dibawah batas titik leleh baja yang diberikan kemudian dihilangkan maka baja akan kembali pada dimensinya sebelum di berikan pembebanan atau dikatakan baja tersebut masih bersifat elastis.


(26)

14 b. Daktilitas

Daktilitas merupakan sifat material yang memungkinkan adanya deformasi yang besar tanpa mengalami kehancuran akibat tegangan tarik.Sifat ini yang menjadi kelebihan baja karena tidak dapat runtuh secara tiba-tiba.Namun untuk kondisi tertentu akibat berbagai faktor baja dapat bersifat getas dimana baja tidak mengalami deformasi plastis, melainkan putus pada saat deformasi tidak benar.

c. Keliatan (toughness) dan Kekenyalan (resilience)

Kekenyalan berhubungan dengan penyerapan energi elastis suatu bahan. Kekenyalan adalah jumlah energi elastis yang dapat diserap oleh satu satuan volume bahan yang dibebani tarikan; besarnya sama dengan luas bidang di bawah diagram tegangan regangan sampai tegangan leleh.

Keliatan berhubungan dengan energi total, baik elastis maupun inelastis, yang dapat diserap oleh suatu satuan volume bahan sebelum patah.Salmon & Jhonson (1986, h 42).

d. Kekuatan lelah (fatigue)

Baja dapat mengalami keruntuhan saat dilakukan pembeban dan penghilangan beban secara berulang-ulang walaupun beban diberikan berada di bawah titik leleh nya.Hal tersebut dikarenakan baja berada pada keadaan fatigue.Kekuatan lelah dipengaruhi oleh daktilitas dan tegangan multiaksial pada baja.

2.2.2 Hubungan Tegangan-Regangan Baja

Diagram tegangan-regangan menampilkan informasi yang penting untuk dapat memahami bagaimana perilaku baja terhadap kondisi yang diberikan padanya. Jika suatu struktur baja yang daktil diberikan gaya tarik, baja akan mulai memanjang. Jika gaya tarik yang diberikan konstan pertambahan panjang juga akan meningkat linear dalam batas tertentu.


(27)

15 Tegangan terbesar yang dapat dipikul baja tanpa mengalami deformasi permanen disebut sebagai batas elastis. Tegangan dimana terjadi regangan besar yang signifikan tanpa adanya peningkatan tegangan disebut sebagai titik leleh. Hubungan antara tegangan dan regangan untuk baja di tunjukkan pada grafik berikut :

Gambar 2.3 Kurva hubungan tegangan-regangan

Keterangan :

fp : batas proporsional fe : batas elastis

fyu, fy : tegangan leleh atas dan bawah fu : tegangan putus

ɛsh : regangan saat mulai terjadi efek strain-hardening

ɛu : regangan saat tercapainya tegangan putus

Titik ini membagi kurva tegangan – regangan menjadi beberapa daerah sebagai berikut :

1) Daerah linear antara 0 dan fp, dalam daerah ini berlaku Hukum Hooke, kemiringan dari bagian kurva yang lurus ini disebut sebagai Modulus Elastisitas atau Modulus Young, E(= f/ɛ)

2) Daerah elastis antara ) dan fe, pada daerah ini jika beban dihilangkan maka benda uji akan kembali ke bentuk semula atau dikatakan bahwa benda uji tersebut masih bersifat elastis.


(28)

16 3) Daerah plastis yang dibatasi oleh regangan antara 2% hingga 1,2-1,5%, pada bagian ini regangan mengalami kenaikan akibat tegangan konstan sebesar fy. Daerah ini menunjukkan daktilitas dari material baja. 4) Daerah penguatan regangan (strain-hardening) antara ɛsh dan ɛu. Untuk

regangan > 15 hingga 20 kali regangan elastis maksimum, tegangan kembali mengalami kenaikan namun dengan kemiringanyang lebih kecil daripada kemiringan daerah elastis, daerah regangan ini berlanjut hingga mencapai tegangan putus. Kemiringan daerah ini dinamakan modulus penguatan regangan (Eu).

2.2.3 Kelebihandan Kekurangan Baja Sebagai Bahan Stuktur

Dalam pemilihannya sebagai bahan struktur, baja memiliki beberapa kelebihan dibandingkan bahan struktur lain seperti beton, yaitu :

1. Baja merupakan material yang berkekuatan tinggi. Kekuatan per volumenya lebiih tinggi dibandingkan dengan material lain. Sehingga berat struktur lebih ringan dan diperoleh keleluasaan dalam kebutuhan ruang. Fakta inipenting untuk bangunan seperti jembatan dengan bentang panjang, bangunan gesung tinggi, dan struktur diatas pondasi yang lemah.

2. Baja lebih mudah dipasang karena baja merupakan produk pabrikan yang pada saat pemasangan nya dilapangan hanya tinggal menyambung komponen-komponennya.

3. Efisiensi waktu lebih tinggi dalam pemasangan atau pembangunan strukturnya.

4. Baja merupakan produksi pabrik sehingga di dapat keseragaman dalam mutu nya. Berbeda dengan beton yang mutunya dapat berbeda karena pengaruh berbagai faktor saat pengecoran dilakukan.

5. Baja umumnya bersifat daktil sehingga keruntuhan tiba-tiba dapat dihindari.

6. Baja dapat dibongkar kembali apabila bangunan bersifat sementara sehingga dapat digunakan kembali.


(29)

17 Kekurangan Baja

Berikut merupakan kelemahan baja sebagai bahan struktur.

1. Baja perlu diberikan perlindungan tambahan agar tahan terhadap api. 2. Baja rentan terhadap korosi.

3. Biaya pemeliharaannya lebih mahal.

4. Dibutuhkan tenaga kerja yang memiliki pengetahuan lebih khusus bila dibandingkan dengan pembuatan beton.

5. Baja mampu menahan tekukan pada batang-batang langsing, tetapi tidak dapat mencegah terjadinya pergeseran horizontal.

2.2.4 Kolom baja

Tipe kegagalan pada elemen kolom baja dibagi menjadi :

1. Tekuk lentur disebut juga tekuk Euler adalah peristiwa menekuknya batang tekan ke arah sumbu lemah saat mencapai kondisi tidak stabil. 2. Tekuk lokal, yaitu ketika suatu batang mengalami tekuk di beberapa

bagian penampang tertentu akibat rasio lebar terhadap tebal yang terlalu besar.

3. Tekuk torsi, tekuk ini terjadi pada kolom dengan tipe penampang tertentu, seperti siku ganda dan profil T, tekuk torsi membuat penampang batang tekan terputar atau terpuntir.

Kolom ideal yang memenuhi persamaan Euler, harus memenuhi anggapan berikut 1. Kurva hubungan tegangan-regangan tekan yang sama diseluruh

penampang

2. Tak ada tegangan sisa

3. Kolom benar-benar lurus dan prismatis

4. Beban bekerja pada titik berat penampang, sehingga batang melentur 5. Kondisi tumpuan harus ditentukan secara pasti

6. Berlakunya teori lendutan kecil 7. Tak ada puntiran pada penampang

Bila asumsi-asumsi diatas dipenuhi maka kekuatan kolom dapat ditentukan berdasarkan :


(30)

18

���= �

2

(��/�)2.�� =

� �

Keterangan : � : tangen modulus elastisitas pada tegangan �� : luas kotor penampang batang

��/� : angka kelangsingan efektif � : faktor panjang efektif � : jari-jari girasi

� : panjang bentang 2.2.5 Tipe penampang baja

Tipe penampang untuk batang tarik dan batang tekan secara umum sama, yang membedakan adalah kekuatan batang tekan bervariasi dalam hubungan perbandingannya dengan rasio kelangsingan. Berikut jenis-jenis penampang baja yang umum digunakan.

Gambar 2.4 Tipe penampang batang tekan

Baja siku banyak digunakan untuk bracing dan batang tekan untuk struktur light truss.Terdapat 2 macam bentuk profil baja berdasarkan cara pembuatannya, yaitu :

a. Hot rolled shapes: Profil baja yang dibentuk dalam kondisi panas dengan cara blok-blok baja yang panas diproses melalui rol-rol dalam pabrik. Hot rolled shapes ini mengandung tegangan residu (residual stress).


(31)

19 b. Cold formed shapes : Profil yang dibentuk pada kondisi sudah dingin, yaitu dengan membentuk pelat-pelat yang sudah jadi menjadi baja dalam temperatur atmosfer.

2.3Nippon Steel

2.3.1 Pengenalan

Nippon Steel & Sumitomo Metal Corporation (NSSMC) didirikan pada oktober 2012 yang merupakan kerja sama antara Nippon Steel Corporation dan Sumitomo Metal Industries, Ltd adalah salah satu perusahaan Jepang penghasil baja terdepan di dunia yang berpartisipasi dalam pembuatan material struktur inovatif yang bersifat tahan kerusakan dan memiliki masa layan yang panjang. Nippon Steel & Sumitomo Metal Corporation telah mengembangkan baja mutu tinggi kelas 1000 N (kuat tarik 950 N/m2).

Dalam bidang infrastruktur, Nippon Steel & Sumitomo Metal Corporation mempromosikan perkembangan dari produk baru baja tube untuk menjawab kebutuhan akan struktur yang lebih tahan terhadap gempa, dan biaya yang lebih murah dalam pembangunan dan perbaikan.

2.3.2 Perkembangan Tube Steel untuk pekerjaan konstruksi bangunan

Karena adanya kebutuhan akan baja yang memiliki kekuatan tinggi, biaya yang lebih murah dalam pemeliharaan, ketahanan terhadap korosi, kekuatan fatigue yang tinggi, Nippon Steel & Sumitomo Metal Corporation menciptakan dan menyuplai baja tabung yang unik dan metode penyambungannya untuk memenuhi kebutuhan ini. Beberapa aplikasi penggunaan steel tube yaitu pada menara observasi Tokyo Skytree, bangunan dengan tinggi 632 meter, juga gedung pusat penelitian dan pengembangan Nippon Steel & Sumitomo Metal Corporation.(Nippon Steel & Sumitomo Metal Corporation, Technical Report No. 107).

Hollow section dibeberapa negara seperti Amerika pada mulanya sering digunakan untuk struktur di kawasan pantai khususnya bentuk circular section.Penelitian tentang hollow section ini mulai aktif di Amerika Utara sejak tahun 1970 akibat kondisi pasar yang cukup baik untuk penggunaan hollow


(32)

20 section di struktur industri. Penelitian pun dikembangkan dari berbagai aspek seperti sambungan, perlindungan terhadap api dan korosi, aplikasinya terhadap struktur terhadap gempa, elemen komposit, dan lain-lain.

Hollow Steel Section (HSS) dibentuk dalam keadaan dingin (cold formed) menjadi bentuk persegi, persegi panjang dan lingkaran.HSS sering digunakan sebagai elemen kolom, bracing, truss element.HSS sering digunakan untuk struktu sistem rangka penahan momen dengan profil WF sebagai balok, penggunaan HSS sebagai kolom terbukti dapat meningkatkan kemampuan dari sistem tersebut untuk bangunan tingkat rendah sampai menegah.Keuntungan yang didapat dengan menggunakan HSS pada sistem rangka pemikul momen termasuk dapat mengurangi berat struktur, kemungkinan untuk tidak menggunakan bracing, juga memenuhi aspek estetik bangunan.

2.3.3 Profil Hollow

Penampang hollow yang terdiri dari persegi, persegi panjang, dan bulat merupakan penampang yang sangat baik digunakan sebagai elemen tekan dibandingkan profil baja lain seperti I, H maupun baja siku. Beberapa kelebihan baja hollow antara lain:

1. Radius girasi yang konstan

2. Untuk tampang hollow persegi ideal untuk elemen tekan karena tidak memiliki sumbu lemah seperti profil WF

3. Mempunyai tegangan torsi yang baik

4. Profil bulat baja hollow memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap angin.

5. Menghasilkan berat bangunan yang lebih ringan yang bermanfaat untuk bangunan tahan gempa serta desain pondasinya.

6. Untuk mendapatkan kapasitas terhadap beban yang lebih besar dengan dimensi yang sama dapat diisi dengan beton.

7. Permukaan yang lebih sedikit untuk dicat dengan lapisan tahan api dibandingkan profil WF


(33)

21 8. Untuk bangunan bertingkat tinggi, dimana kolom di lantai atas menerima beban yang lebih kecil dibandingkan kolom di lantai dasar bangunan, dimensi luar kolom dapat didesain sama, dengan mengurangi tebal penampang untuk kolom dengan beban yang lebih kecil.

9. Permukaan yang lebih baik dari segi estetika

Desain dengan menggunakan baja hollow ini pada umumnya akan menghasilkan material yang lebih ringan jika dibandingkan dengan baja profil I untuk struktur yang sama. Jadi dari segi biaya umumnya akan menghasilkan struktur dengan cost yang lebih murah, meskipun baja hollow ini lebih mahal daripada baja penampang terbuka.

Perbandingan kapasitas tekan penampang hollow dan penampang terbuka H untuk massa yang sama dapat dilihat pada gambar 2.5 yang merupakan hasil analisa suatu penampang dengan panjang efektif 5 m dan di desain dengan Eurocode 3, dimana penampang H yang digunakan merupakan British Universal Column(UC, H-Section) dan dua penampang hollow hot-finished tampang bulat dan persegi sengan semua penampang memiliki tegangan leleh 275 N/mm2. Dari grafik dapat dilihat untuk penampang dengan massa 60 kg/m penampang hollow memiliki kapasitas hampir dua kali dari kolom lain, dan untuk massa 106 kg/m kapasitasnya sekitar 50% lebih tinggi.

Sedangkan sebaliknya untuk kapasitas tekan yang sama perbandingan massa material dapat dilihat pada gambar 2.6 dimana untuk kapasitas tekan yang sama 1000kN massa yang lebih ringan hingga 40% untuk penampang hollow, dan 30%-35% untuk kapasitas tekan 2100kN.


(34)

22

Sumber : Design Guide 9 for structural hollow section column connection

Gambar 2.5 Perbandingan kapasitas tekan dengan massa yang sama

Sumber : Design Guide 9 for structural hollow section column connection

Gambar 2.6 Perbandingan massa dengan kapasitas tekan yang sama

Perbandingan inersia penampang baja hollow dan profil terbuka yang ukuran dan beratnya mendekati ditunjukkan pada gambar 2.7 dapat menjadi acuan kelebihan baja hollow pada beban torsi, tekan, dan lentur multi aksial dibanding profil terbuka.


(35)

23 Gambar 2.7 Perbandingan Inersia penampang baja

Sumber : CIDECT Design Guide 7

• Tahanan terhadap beban tekuk yang lebih tinggi pada tampang hollow ditunjukkan dengan momen inersia sumbu lemah yang lebih besar.

• Dibawah beban torsi, keunggulan tampang hollow dapat dilihat dari momen inersia torsi yang juga jauh lebih besar dibanding tampang terbuka.

• Untuk momen lentur uniaxial, profil terbuka lebih ekonomis dibanding profil hollow akibat momen inersia sumbu utama Imax lebih besar. Untuk momen lentur multiaxial hollow section menghasilkan penampang optimum karena inersia yang tinggi di kedua sumbu.

Klasifikasi penampang hollow section menurut Eurocode

Dalam desain batas ultimit biasanya desainer dihadapkan pada tiga metode desain:

• Prosedur plastis-plastis (cross section class 1)

Prosedur ini berhubungan dengan desain plastis dan terbentuknya sendi plastis pada struktur.Penampang dapat membentuk sendi plastis dengan


(36)

24 kapasitas rotasi yang dibutuhkan untuk analisis plastis.Kondisi batas ultimit dicapai saat jumlah sendi plastis yang terbentuk cukup untuk menghasilkan mekanisme keruntuhan.

• Prosedur elastis-plastis (cross section class 2)

Pada prosedur ini resultan gaya ditentukan dengan mengikuti analisis elastis lalu dibandingkan dengan kapasitas kekuatan plastis dari

penampang. Kondisi batas ultimit tercapai oleh pembentukan sendi plastis pertama.

• Prosedur elastis-elastis (cross section class 3)

Prosedur ini terdiri dari perhitungan elastis penuh dari resultas gaya dan kapasitas kekuatan dari penampang. Keadaan batas ultimit tercapai oleh pelelehan dari serat penampang.

• Prosedur elastis-elastis ( cross section class 4)

Penampang ini memiliki dinding yang lebih tipis dari ketiga kelas diatas.Penting sekali untuk membuat suatu batasan yang jelas untuk efek dari tekuk lokal saat menentukan momen ultimit atau efek kapasitas kekuatan tekan dari penampang.

Penggunaan dari ketiga kelas yang dijelaskan diatas adalah berdasarkan anggapan bahwa penampang tidak mengalami tekuk lokal sebelum mencapai batas beban ultimitnya, yang berarti penampang bukan merupakan penampang dinding tipis seperti pada kelas 4. Maka untuk memenuhi keadaan ini dibuat suatu batasan kelangsingan b/t untuk penampang hollow persegi dan persegi panjang, juga rasio d/t untuk tampang hollow bulat. Tabel 2.1 sampai 2.4 menyajikan batasan rasio b/t dan d/t.


(37)

25 Gambar 2.8 Distribusi tegangan pada kolom hollow

Cross section Method for calculating Method for calculating Distribution of stresses when

class resistance action (loads) the resistance is reached

Plastic analysis

Plastic analysis Elastic analysis

Elastic analysis Elastic analysis

Elastic analysis Effective cross section

2

3

4


(38)

26 Tabel 2.1 rasio d/t penampang hollow bulat

Tabel 2.2 rasio h1/t untuk badan penampang hollow rectangular


(39)

27 Tabel 2.3 rasio b1/t untuk sayap penampang hollow rectangular

Sumber :Design Guide 2 Structural stability of hollow section

Sedangkan batasan rasio b/t dan d/t menurut AISC LRFD adalah : Tabel 2.4 batasan b/t dan d/t profil hollow berdasarkan AISC LRFD


(40)

28 2.3.4 Sambungan rigid pada kolom hollow

Sambungan semi-rigid antara balok ke kolom bisa bermanfaat untuk desain terhadap gempa, karena sejumlah energi terdisipasi pada sambungan dan overstress pada area lokal sambungan yang dapat mengarah ke keruntuhan getas dapat dihindari.Tetapi untuk penggunaannya terhadap beban inelastic yang berulang masih membutuhkan investigasi lebih dalam sehingga belum dapat diterapkan.Oleh karena itu umumnya sambungan untuk desain gempa menggunakan sambungan full-rigid kecuali pada panel sayap kolom yang diizinkan untuk dilas pada bagian gesernya. Untuk menghasilkan kapasitas momen penuh, pengaku pada potongan kolom dibutuhkan mampu mentransfer gaya aksial ke sayap balok. Pengaku ini bisa berupa:

• through diaphragm

• internal diaphram


(41)

29 Di Jepang sendiri umumnya menggunakan through diaphragm karena beban aksial pada sayap balok secara langsung ditransfer ke badan kolom dengan perilaku yang paling sederhana. Faktor lain yang menyebabkan model ini sering digunakan adalah karna kebanyakan pabrik di Jepang sudah menetapkan sumber produksi dimana pengelasan menggunakan robot yang lebih cocok untuk menghasilkan sambungan jenis ini. Seperti terlihat pada gambar 2.9 berikut.

Gambar 2.9 pengelasan sambungan join kolom

Stub beam ke joint kolom dilas di pabrik pada tiap sambungan. Balok yang membentang diantara dua stub beam dengan sambungan baut. Pelat untuk through diaphragm biasanya didesain lebih tebal dari sayap balok 3 – 6 mm.

Gambar 2.10 sambungan balok WF ke kolom hollow Sambungan untuk through diaphragm dapat dilihat pada gambar berikut :


(42)

30 Gambar 2.11 langkah sambungan through diaphragm

Sumber : Nippon Steel Sumikin Metal

2.4 PembebananPada Struktur

Beban dalam menganalisa suatu struktur dibagi menjadi 2 yaitu :

2.4.1 Beban statis

Beban statis adalah beban yang bekerja secara perlahan-lahan pada struktur. Deformasi yang terjadi pada struktur akibat adanya gaya ini juga terjadi secara perlahan-lahan. Deformasi maksimum akan terjadi apabila gaya statis maksimum terjadi dalam struktur. Beban-beban yang termasuk dalam beban statis adalah :

a. Beban mati (dead load)

Beban mati (dead load) adalah beban yang bekerja vertikal kebawah, memiliki besar yang konstan dan terletak pada suatu posisi tertentu, contohnya beban akibat berat sendiri dari dinding, lantai, portal, tangga, dan lain-lain.

b. Beban hidup (live load)

Beban hidup (live load) adalah beban yang bisa ada dan bisa tidak pada struktur untuk suatu waktu yang diberikan.Beban ini dapat berpindah-pindah letaknya. Beban yang termasuk dalam beban statis adalah occupancy load (manusia, perabot, dll). Beban impact dan gempa juga merupakan beban hidup namun ditinjau sebagai beban dinamis.Berdasarkan PPIURG 1987 beban hidup untuk berbagai jenis fungsi diuraikan dalam tabel 2.5.


(43)

31 Tabel 2.5 BEBAN HIDUP PADA LANTAI GEDUNG

a. Lantai dan tangga rumah tinggal, kecuali yang disebut

200 kg/m2 dalam b

b. Lantai dan tangga rumah tinggal sederhana dan gudang -

125 kg/m2 gudang tidak penting yang bukan untuk toko, pabrik,

atau bengkel

c. Lantai sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, toserba, restoran,

250 kg/m2

hotel, asrama dan rumah sakit

d. Lantai ruang olah raga 400 kg/m2

e. Lantai ruang dansa

500 kg/m2 f. Lantai dan balkon dalam dari ruang-ruang untuk pertemuan

400 kg/m2 yang lain dari pada yang disebutkan dalam a s/d e, seperti

masjid, gereja, ruang pagelaran, ruang rapat, bioskop dan panggung penonton dengan tempat duduk tetap g. Panggung penonton dengan tempat duduk tidak tetap atau

500 kg/m2

untuk penonton yang berdiri

h. Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut dalam c 300 kg/m2 i.

Tangga, bordes tangga dan gang dari yang disebut dalam d,

e, 500 kg/m2

f dan g

j.

Lantai ruang pelengkap dari yang disebut dalam c, d, e, f

dan g 250 kg/m2

k. Lantai untuk pabrik, bengkel, gudang, perpustakaan,

400 kg/m2 ruang arsip, toko buku, toko besi, ruang alat-alat dan

ruang mesin, harus direncanakan terhadap beban hidup yang ditentukan tersendiri, dengan minimum l. Lantai gedung parkir bertingkat :

- untuk lantai bawah

800 kg/m2

- untuk lantai tingkat lainnya 400 kg/m2

m. Balkon-balkon yang menjorok bebas keluar harus

300 kg/m2 direncanakan terhadap beban hidup dari lantai ruang yang

berbatasan dengan minimum

c. Beban lingkungan

Beban lingkungan adalah beban yang disebabkan lingkungan tempat struktur berada, terdiri dari :

• Beban salju


(44)

32 2.4.2 Beban dinamis

Beban dinamis adalah gaya yang bekerja secara tiba-tiba pada struktur. Deformasi pada struktur akibat gaya ini berubah secara cepat. Gaya dinamis dapat menimbulkan osilasi pada struktur yang dapat membuat struktur mengalami deformasi puncak yang tidak bersamaan dengan terjadinya gaya terbesar. Beban yang termasuk dalam beban dinamis adalah :

a. Beban menerus (berisolasi merata atau tak teratur) seperti gerakan tanah akibat gempa, dan gaya angin.

b. Beban impact, yang disebabkan getaran dari beban yang bergerak, contohnya truk yang diberhentikan di atas jembatan.

2.4.3 Kombinasi pembebanan

Berdasarkan SNI 03 - 1729 - 2002 tentang Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung, struktur baja harus mampu memikul kombinasi beban sebagai berikut :

1. 1,4D

2. 1,2D + 1,6 L + 0,5 (La atau H)

3. 1,2D + 1,6 (La atau H) + (γ L L atau 0,8W) (6.2-3) 4. 1,2D + 1,3 W + γ L L + 0,5 (La atau H) (6.2-4) 5. 1,2D ± 1,0E + γ L L (6.2-5)

6. 0,9D ± (1,3W atau 1,0E) Keterangan:

D adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga, dan peralatan layan tetap

L adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung,

termasuk kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan, dan lain-lain

La adalah beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan

oleh pekerja, peralatan, dan material, atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak


(45)

33

H adalah beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan

air

W adalah beban angin

E adalah beban gempa, yang ditentukan menurut SNI 03–1726–

1989, atau penggantinya

2.5 Analisa gedung terhadap gaya gempa

Selain harus dapat memikul beban statis akibat beban mati dan beban hidup, bangunan bertingkat banyak harus dapat memikul beban gempa sebesar yang ditentukan oleh Peraturan Perancangan Bangunan Tahan Gempa.Momen tumbang yang terjadi harus dapat ditahan oleh momen penahan tumbang yang merupakan kontribusi dari beban mati akibat berat sendiri gedung (Counteracting Moment).Gerakan tanah akibat gempa bumi umumnya sangat randomdan karena sifat ini efek beban gempa terhadap respon struktur tidak diketahui dengan mudah.Oleh karena itu diperlukan usaha-usaha penyederhanaan agar modeh analisis pengaruh gempa terhadap respon struktur dapat diperhitungkan. Dalam menganalisa beban gempa ini dapat dilakukan dengan analisa statis dan dinamis, analisa statis yang dikenal dengan Metode Statik Ekivalen, sementara analisa dinamis umumnya menggunakan metode Respon Skpektrum dan Analisis Riwayat Waktu (Time History Analysis, THA).

2.5.1 Metode Statik Ekivalen

Bila gempa bumi terjadi tanah akan bergetar dan bangunan akan bergoyang. Massa bangunan kemudian dianalogikan sebagai akibat dari adanya beban horisontal dinamik yang bekerja pada massa bangunan yang bersangkutan. Efek beban dinamik terhadap bangunan disederhanakan yaitu menjadi beban statik ekivalen yang bekerja pada massa bangunan yang bersangkutan. Bergetarnya bangunan akibat gempa kemudian disederhanakan seolah-olah terdapat gaya horisontal yang bekerja pada massa bangunan.

Apabila bangunan mempunyai banyak massa maka terdapat banyak gaya horisontal yang masing-masing bekerja pada massa-massa tersebut. Sesuai dengan


(46)

34 prinsip keseimbangan maka dapat dianalogikan seperti adanya gaya horisontal yang bekerja pada dasar bangunan yang disebut dengan gaya geser. Walaupun gaya geser dasar bersifat statik bukan berarti diperoleh murni dari prinsip statik, karena sudah memperhitungkan prinsip-prinsip dinamik. Prinsip dinamik yang dimaksud adalah massa, kekakuan dan redaman. Untuk analisa statik ekivalen karakteristik dinamik yang diperhitungkan hanya massa. Langkah perhitungan gaya gempa berdasarkan metode statik ekivaen adalah :

1. Faktor keutamaan dan kategori resiko struktur

Untuk berbagai kategori risiko struktur bangunan gedung dan non gedung sesuai tabel , pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan Ie menurut tabel 2.6.

Tabel 2.6 Kategori resiko gedung

Gedung dan non gedung yang memiliki resiko rendah terhadap jiwa manusia

I pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk, antara lain :

- Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan

- Fasilitas sementara

- Gudang penyimpanan

- Rumah jaga dan struktur kecil lainnya Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori I,III,IV,

termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk :

- Perumahan

- Rumah toko dan rumah kantor

- Pasar

- Gedung perkantoran

- Gedung apartemen/rumah susun

- Pusat perbelanjaan/ mall

- Bangunan industri

- Fasilitas manufaktur

- Pabrik

Gedung dan nongedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa manusia daat

III terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi

untuk :

- Bioskop

- Gedung pertemuan

- Stadion

- Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit


(47)

35

- Fasiltas penitipan anak

- Penjara

- Bangunan untuk orang jompo

Gedung dan nongedung, tidak termasuk kedalam kategori risiko IV yang memiliki

potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan/atau gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan,

termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :

- Pusat pembangkit listrik bisasa

- Fasiltas penanganan air

- Fasilitas penanganan limbah

- Pusat telekomunikasi

Gedung dan nongedung yang tidak termasuk dalam kategori resiko IV, (termasuk,

tetapi tidak dibatasi untuk faslitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan,

penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah bahaya, atau bahan yang mudah meledak ) yang mengandung bahan beracun atau peledak dimana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran. Gedung dan nongedung yang ditunjukkan sebagai fasiltas yang penting termasuk,

IV

tetapi tidak dibatasi untuk :

- Bangunan-bangunan monumental

- Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan

- Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas bedah

dan unit gawat darurat

- Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin, badai, dan tempat

perlindungan darurat lainnya

- Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi, dan fasilitas lainnya

untuk tanggap darurat

-

Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan pada

saat keadaan darurat

-

Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki penyimpanan

bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun listrik, tangki air pemadam

kebakaran atau struktur rumah atau pendukung air atau material atau peralatan pemadan kebakaran) yang disyaratkan untuk beroperasi pada

saat keadaan darurat.

Gedung dan nongedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke dalam kategori IV


(48)

36 2. Parameter percepatan terpetakan

Parameter Ss (percepatan batuan dasar pada periode pendek) dan S1(percepatan batuan dasar pada perioda 1 detik) harus ditetapkan masing-masing dari respon spektral percepatan 0,2 detik dan 1 detik dalam peta gerak tanah seismik dengan kemungkina 2 persen terlampaui dalam 50 tahun, dan dinyatakan dalam bilangan desimal terhadap percepatan gravitasi.

3. Kelas situs

Berdasarkan sifat-sifat tanah pada situs, maka situs harus diklasifikasikan sebagai kelas situs SA, SB, SC, SD, SE, atau SF. Yang penentuannya mengikuti pasal 5.3 SNI 03-1726-2012. Bila sifat-sifat tanah tidak teridentifikasi secara jelas sehingga tidak bisa ditentukan kelas situsnya, maka kelas situs SE dapat digunakan.

4. Koefisien-koefisien situs dan parameter-parameter respon spektral percepatan gempa maksimum yagn dipertimbangkan risiko-tertarget (MCER)

Untuk penentuan respon spketral percepatan gempa MCER di permukaan tanah, diperlukan suatu faktor amplifikasi seismik pada perioda 0,2 detik dan perioda 1 detik. Faktor amplifikasi melliputi faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran perioda pendek (Fa) dan faktor amplifikasi terkait percepatan yang mewakili getaran perioda 1 detik (Fv). Parameter spektrum respons percepatan pada perioda pendek (SMS) dan perioda 1 detik (SM1) yang disesuaikan dengan pengaruh

klasifikasi situs, harus ditentukan dengan perumusan berikut : ��� =����

��1 = ���1

Keterangan :

�� = parameter respon spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk perioda pendek


(49)

37 �1 = parameter respon spektral percepatan gempa MCER terpetakan

untuk perioda 1,0 detik

Koefisien situs Fa dan Fv mengikuti tabel 2.7 dan tabel 2.8

Tabel 2.7 Koefisien kelas situs Fa

Tabel 2.8 Koefisien kelas situs Fv

Sumber : SNI 1726-2012

5. Parameter percepatan spektral desain

Parameter spektral desain untuk perioda pendek SDS dan perioda 1 detik

SD1, harus ditentukan melalui perumusan berikut :

��� = 2 3��� ��1 =

2 3��1

6. Penentuan kategori desain seismik

Struktur dengan kategori resiko I,II,atau III yang berlokasi dimana parameter respons spektral percepatan terpetakan pada perioda 1 detik, S1 lebih besar dari atau sama dengan 0,75 harus ditetapkan sebagai struktur


(50)

38 dengan kategori desain seismik E. struktur yang berkategori resiko IV yang berlokasi dimana parameter respon spektral percepatan terpetakan pada perioda 1 detik S1 lebih besar atau sama dengan 0,75 harus ditetapkan sebagai struktur dengan kategori desain seismik F. semua struktur lain harus ditetapkan kategori desain seismiknya berdasarkan kategori risiko dan parameter respons spektral percepatan desainnya, SDS dan SD1 sesuai tabel berikut dimana struktur ditetapkan berdasarkan kategori desain yang lebih parah.

Tabel 2.9 KDS berdasarkan parameter respon percepatan perioda pendek

Tabel 2.10 KDS berdasarkan parameter respon percepatan pada perioda 1s

7. Menentukan periode fundamental struktur

Setelah bangunan ditentukan ukuran dan bahan serta sistem strukturnya, maka dilakukan perhitungan periode fundamental struktur.Berdasarkan SNI 03-1726-2012 penentuan perioda fundamental struktur, T, dalam arah yang ditinjau harus diperoleh menggunakan properti struktur dan karakteristik deformasi elemen penahan dalam analisis yang teruji.Perioda fundamental, T, tidak boleh melebihi hasil koefisien untuk batasan atas pada perioda yang dihitung (Cu) dari tabel dan perioda fundamental pendekatan, Ta.


(51)

39 Ta = �

Keterangan :

hnadalah ketinggian struktur, dalam (m), diatas dasar sampaai tingkat tertinggi struktur, dan koefisien Ct dan x diberikan pada tabel 2.11

Tabel 2.11 Koefisien Cu

Parameter percepatan respon spektral desain

Koefisien Cu pada 1 detik, SD1

≥ 0,4 1,4

0,3 1,4

0,2 1,5

0,15 1,6

≤ 0,1 1,7

Tabel 2.12 Koeficien Ct dan x

Tipe struktur Ct x

Sistem rangka pemikul momen dimana rangka memikul

100%

gaya gempa yang disyaratkan dan tidak dilingkupi atau dihubungkan dengan komponen yang lebih kaku dan akan mencegah rangka dari defleksi jika dikenai gaya gempa

Rangka baja pemikul momen 0,0724 0,8

Rangka beton pemikul momen 0,0466 0,9

Rangka baja dengan bresing eksentris 0,0731 0,75 Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap tekuk 0,0731 0,75

Semua sistem struktur lainnya 0,0488 0,75

Setelah periode fundamental gedung didapat maka dapat ditentukan koefisien dasar seismik untuk mencari gaya geser dasar struktur.

8. Geser dasar seismik

Geser dasar seismik, V , dalam arah yang ditetapkan harus ditentukan sesuai dengan persamaan :

�= ��� Keterangan :

Cs = koefisien respon seismik W = berat seismik efektif


(52)

40 Nilai � ditentukan dengan :

�� =���� ���

,

tidak perlu melebihi dari � = ��1 ������

dan tidak kurang dari � = 0,44��� ≥0,01

Untuk struktur yang berlokasi dimana S1 sama dengana atau lebih besar

dari 0,6g maka Cs harus tidak kurang dari : �� = 0,5�1

�� Keterangan:

SDS = parameter percepatan spektrum respon desain dalam rentang

perioda pendek

SD1 = parameter percepatan spektrum respon desain pada perioda

sebesar 1 detik

T = perioda fundamental struktur (detik)

S1 = parameter percepatan spektrum respon maksimum yang

dipetakan

R = faktor modifikasi respon Ie = faktor keutamaan gempa

9. Distribusi vertikal beban gempa

Gaya gempa lateral (Fx) (kN) yang timbul di semua tingkat harus ditentukan dari persamaan berikut :

�� = ��� � dengan

��

=

��ℎ��

∑��=1��ℎ��

Keterangan :

CVX = faktor distribusi vertikal

V = gaya lateral total atau geser didasar struktur (kN)

��dan�� = bagian berat seismik efektif total stuktur yang ditempatkan atau dikenakan pada tingkat i atau x


(53)

41 ℎ�danℎ� = tinggi dari dasar sampai tingkat i atau x, (m)

k = eksponen yang terkait perioda struktur yaitu : jika T ≤ 0,5 detik , k = 1

T≥ 2,5 detik , k =2

0,5≤T ≤ 2,5 , k = 2 atau ditentukan dengan interpolasi linier antara 1 dan 2.

10.Distribusi horizontal beban gempa

Geser tingkat desain gempa di semua tingkat (Vx) (kN) harus ditentukan dari persamaan berikut :

�� =� �� � �=�

Keterangan :

Fi = bagian dari geser dasar seismik (V) yang timbul di tingkat i, (kN) Geser tingkat desain gempa (Vx) harus didistribusikan pada berbagai elemen vertikal sistem penahan gaya gempa di tingkat yang ditinjau berdasarkan pada kekakuan lateral relatif elemen penahan vertikal dan diafragma.

2.5.2 Metode respons spektrum

Spektrum respon adalah suatu spektrum yang disajikan dalam bentuk grafik/plot antara periode getar struktur T, lawan respon-respon maksimum berdasarkan rasio redaman dan gempa tertentu.Respon-respon maksimum dapat berupa simpangan maksimum, kecepatan maksimum, dan percepatan maksimum.Nilai spektrum respon dipengaruhi oleh periode getar, rasio redaman, tingkat daktilitas dan jenis tanah.

Spektrum respon akan berfungsi sebagai alat untuk mengestimasi dalam menentukan strength demand. Estimasi kebutuhan kekuatan struktur (strength demand) akibat beban gempa pada prinsipnya adalah menentukan seberapa besar beban horizontal yang akan bekerja pada tiap-tiap massa. Spektrum respon dapat


(54)

42 dipakai untuk menentukan gaya horizontal maupun simpangan struktur dimana total respon didapat melalui superposisi dari respon masing-masing ragam getar.

2.5.3 Desain respons spektrum

Kurva respons spektrum harus dikembangkan dengan mengacu pada ketentuan berikut :

• Untuk perioda yang lebih kecil dari T0, spektrum respons percepatan desain, Sa harus diambil melalui persamaan :

�� =����0,4 + 0,6

0�

• Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan T0dan lebih kecil atau sama dengan Ts, spektrum respons percepatan desain Sa sama dengan SDS.

• Untuk perioda lebis besar dari Ts, spektrum respons percepatan desain Sa diambil berdasarkan persamaan :

=

�1

�� = 0,2 ��1 ���

��

=

�1

��


(55)

43 2.6.3 Prinsip shear building

Apabila suatu struktur bangunan bertingkat banyak bergoyang ke arah horizontal, maka umumnya terdapat 3 macam pola goyangan yang terjadi. Kombinasi antara kelangsingan struktur, jenis struktur utama penahan beban dan jenis bahan yang dipakai akan berpengaruh terhadap pola goyangan yang dimaksud.

Pola goyangan pertama adalah bangunan yang bergoyang dengan dominasi geser (shear mode) atau pola goyangan geser. Pola goyangan seperti ini akan terjadi pada bangunan bertingkat banyak dengan portal terbuka sebagai struktur utamanya. Secara keseluruhan bangunan seperti ini akan relatif fleksibel, sementara plat-plat lantai relatif kaku terhadap arah horisontal. Pola goyangan ini tampak seperti gambar

Gambar 2.13 pola goyangan pada gedung

Pola goyangan kedua adalah pola goyangan bangunan yang didominasi oleh lentur (flexural mode) seperti tampak pada gambar b. bangunan yang mempunyai pola goyangan seperti ini adalah bangunan yang mempunyai struktur dinding kaku yang baik pada frame-walls ataau cantilever wall yang kedua-duanya dijepit secara kaku pada pondasinya.struktur dinding yang kaku dan anggapan jepit pada pondasi akan membuat struktur dinding berprilaku seperti struktur dinding kantilever. Sebagaimana kantilever, maka struktur seperti ini akan berdeformasi menurut prinsip lentur.

Pola goyangan yang ketiga adalah kombinasi antara dua pola goyangan diatas. Struktur portal terbuka yang dikombinasikan dengan struktur dinding yang


(56)

44 tidak terlalu kaku kemungkinan akan memiliki pola goyangan kombinasi seperti ini. Pada analisis dinamika struktur pola goyangan pertamalah yang sering digunakan, artinya struktur dianggap cukup fleksibel dengan lantai-lantai tingkat yang relatif kaku. Untuk sampai pada anggapaan hanya terdapat satu derajat kebebasan pada setiap tingkat, maka terdapat beberapa penyederhanaan atau anggapan-anggapan seperti berikut :

1. Massa struktur dianggap terkonsentrasi pada tiap lantai tingkat. Masa yang dimaksud adalah masa struktur akibat berat sendiri, beban mati, beban hidup. Kemudian massa ini dianggap terkonsentrasi pada satu titik (lumped mass) pada elevasi tingkat yang bersangkutan. Hal ini bertujuan agar struktur yang terdiri atas tak terhingga derajat kebebasan berkurang menjadi satu derajat kebebasan saja.

2. Lantai-lantai tingkat dianggap sangat kaku dibanding dengan kolom-kolom karena balok-balok portal disatukan secara monolit oleh pelat antai. Hal ini berarti beam-column joint dianggap tidak berotasisehingga lantai tingkat tetap horisontal sebelum dan sesudah terjadi goyangan pada struktur. Implikasi nya pada anggapan ini adalah bahwa sinpangan massa hanya ke arah horisontal saja tanpa adanya puntir ( massa momen inersia dianggap tidak ada).

3. Simpangan massa dianggap tidak dipengaruhi oleh beban aksial kolom atau deformasi aksial kolom diabaikan. Disamping itu pengaruh P-delta terhadap momen kolom juga diabaikan. Oleh karena itu dengan anggapan ini dan anggapan sebelumnya lantai tingkat tetap pada elevasinya dan tetap horisontal baik sebelum maupun sesudah terjadi penggoyangan.

Bangunan dengan anggapan-anggapan atau perilaku seperti diatas dinamakan shear buldingdengan perilaku shear building, maka pada setiap tingkat hanya akan mempunyai satu derajat kebebasan. Portal dengan N-tingkat berarti akan mempunyai N-derajat kebebasan.


(57)

45

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN


(58)

46 3.2 Preliminary Desain

Dalam tugas akhir ini akan dilakukan penelitian dengan permodelan struktur bangunan 15 lantai untuk fungsi perkantoran dengan tinggi lantai tipikal 4 m. Denah bangunan berukuran 18 x 32 m, jarak antar kolom melintang sebesar 6 m dan jarak antar kolom memanjang sebesar 8 m pelat lantai dengan tebl 12 cm dan pelat atap tebal 10 cm. Bangunan berada di lokasi Medan dengan jenis tanah keras dan merupakan open frame building. Permodelan struktur bangunan dibuat 2 jenis, yaitu struktur gedung dengan kolom beton bertulang dan kolom baja hollow tampang tube. Penelitian akan membandingkan dimensi dan berat dari kedua jenis kolom. Dengan mutu material yang digunakan :

Tabel 3.1 Mutu material

Material Mutu Modulus Elastisitas BETON f'c = 35 Mpa Ec = 27805,57 Mpa Tulangan fy = 390 Mpa Es = 200.000 Mpa

BAJA

Hollow Tube fy = 325 Mpa

Es = 200.000 Mpa fu = 490 Mpa

WF fy = 325 Mpa fu = 490 Mpa

3.3 Permodelan Struktur

Kedua struktur dari baja hollow dan beton bertulang akan di modelkan 3 dimensi dengan menggunakan bantuan software SAP2000. Pada software ini permodelan dapat diidealisasikan dalam berbagai macam elemen, antara lain joint (titik), frame (batang) dan shell (pelat), sampai pada elemen solid (pias elemen 3 dimensi untuk permodelan finite element).Balok dan kolom pada bangunan bertingkat dimodelkan sebagai frame, dan shell untuk pelat lantai. Untuk analisa ini tidak digunakan sistem penahan lateral untuk struktur gedung. Berikut merupakan modelisasi untuk struktur baja dan beton.


(59)

47 Gambar 3.1 Modelisasi struktur beton bertulang

Gambar 3.2 Denah gedung dengan kolom beton bertulang

8000 8000 8000 8000

6000

6000


(60)

48 Gambar 3.3Modelisasi struktur baja hollow tube

Gambar 3.4Denah gedung dengan kolom baja hollow

8000 8000 8000 8000

6000

6000


(61)

49 3.4 Pembebanan Struktur

Beban yang dikenakan pada struktur terdiri dari beban mati akibat berat sendiri struktur, beban mati tambahan, beban hidup, dan beban gempa.Beban mati akibat berat sendiri struktur dihitung dengan sendirinya oleh sap2000 berdasarkan data material properties yang diinput sesuai jenis material. Spesifikasi material yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

• Beton Bertulang

fc’ = 35 Mpa

Modulus Elastisitas (E) = 4700√fc’

Berat Jenis = 2400 kg/m2

Tulangan ulir fy = 390 Mpa Tulangan polos fy = 295 Mpa

• Mutu Baja

Nippon Steel STKR 490 fy = 325 Mpa fu = 490 Mpa Elastisitas (E) = 200.000 Mpa

• Beban Mati Tambahan Lantai

1. Screed (20 mm) = 42 kg/m2

2. Keramik (10mm) = 24 kg/m2

3. Plafond + Penggantung = 18 kg/m2 4. Mekanikal + Elektrikal+Plumbing = 30 kg/m2 = 114 kg/m2

+

• Beban Mati Tambahan Atap

1. Plafond + Penggantung = 18 kg/m2 2. Mekanikal + Elektrikal+Plumbing = 30 kg/m2 = 48 kg/m2

+


(62)

50

• Beban Hidup (Kantor)

Lantai = 250 kg/m2

Atap = 100 kg/m

Dalam peninjauan gempa, menurut PPIUG 1987 beban hidup untuk gedung perkantoran dapat direduksi dengan koefisien reduksi sebesar 0,3.

3.5 Beban Gempa

Pada penelitian ini pembebanan gempa yang ditinjau pada bangunan berdasarkan SNI 1726-2012 “ Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung”. Analisa gempa menggunakan metode ragam respons spektrum.Pada SNI 1726-2012 ini grafik respons spektrum dirancang sendiri berdasarkan parameter-parameter percepatan menurut wilayah dan struktur gedung. Peta gempa terdiri dari 2 peta yaitu untuk periode pendek (T=0,2 detik) dan periode 1 detik (T=1 detik). Berikut merupakan peta gempa pada SNI 1726-2012.


(63)

51 Gambar 3.6 Peta gempa periode 1 detik S1

Berikut merupakan langkah-langkah pembuatan diagram respon spektra :

1. Menentukan nilai S1 dan Ss berdasarkan peta gempa periode pendek dan

perode 1 detik.

Untuk wilayah medan di dapat nilai S1= 0,332 dan Ss = 0,526

2. Menentukan koefisien situs berdasarkan kelas situs, dari tabel 2.7 dan 2.8 dapat diketahui koefisien situs Fa dan Fv. Dimana kelas situs ditentukan berdasarkan :


(64)

52 Maka untuk tanah sedang yang merupakan kelas situs SD di dapat :

Fa = 1,190 Fv = 1,468

3. Menentukan nilai parameter spektrum respons percepatan pada periode pendek (SMS) dan periode 1 detik (SM1) dengan rumusan :

SMS = Fa Ss = 1,190 x 0,526 = 0,625

SM1 = Fv S1= 1,468 x 0,332 = 0,488

4. Menghitung parameter percepatan spektral desain perioda pendek SDS dan perioda 1 detik SD1.

SDS = 2/3 SMS= 2/3 x 0,625 = 0,417

SD1 = 2/3 SM1= 2/3 x 0,488 = 0,325

5. Penentuan kategori desain seismik (KDS)

Berdasarkan pasal 6.5 SNI 1726-2012 struktur dengan kategori resiko I,II,dan III yang berlokasi dimana parameter respons spektral percepatan terpetakan S1≥ 0,75 harus ditetapkan dengan KDS E, struktur yang berkategori resiko IV dengan S1≥ ditetapkan sebagai struktur dengan KDS F. Dari tabel 2.9 dan 2.10 berdasarkan nilai SDS didapat Kategori Desain Seismik C, dan dengan nilai SD1 didapat KDC D. jadi digunakan kategori desain seismik yang lebih parah yaitu D.

6. Spektrum respons desain

• Untuk perioda yang lebih kecil dari T0, spektrum respons percepatan desain, Sa harus diambil melalui persamaan :

• Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan T0dan lebih kecil atau sama dengan Ts, spektrum respons percepatan desain Sa sama dengan SDS.

• Untuk perioda lebis besar dari Ts, spektrum respons percepatan desain Sa diambil berdasarkan persamaan :


(65)

53 �� =��1

��= 0,2 ��1

��� = 0,2 0,325

0,417= 0,156

��=��1 ��� =

0,325

0,417= 0,780

Gambar 3.7 Respon spektrum desain Respon Spektra Wilayah Medan Kondisi Tanah Keras

3.6 Kombinasi Pembebanan

Komponen struktur bangunan dirancang dengan kekuatan minimal mampu menahan beban yang dihitung berdasarkan kombinasi berikut :

• Kombinasi 1 : 1,4 D

• Kombinasi 2 : 1,2 D + 1,6L

• Kombinasi 3 : 1,2D + 0,5L + Ex + 0,3 Ey

• Kombinasi 4 : 1,2D + 0,5L + Ex - 0,3 Ey

• Kombinasi 5 : 1,2D + 0,5L - Ex + 0,3 Ey

• Kombinasi 6 : 1,2D + 0,5L - Ex - 0,3 Ey

• Kombinasi 7 : 0,9DL + Ex + 0,3Ey

• Kombinasi 8 : 0,9DL + Ex - 0,3Ey 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5

0 1 2 3 4 5

P e rc e p a ta n R e sp o n S p e k tr a (g )

Periode, T (detik)


(1)

73

4.6 Perbandingan Cost

Perbandingan terhadap biaya material yang digunakan untuk kolom beton

bertulang dan baja hollow dengan asumsi harga material baja tulangan Rp.10.000

per kg, beton ready mix K-400 Rp.3.000.000 per m

3

, dan baja profil tube

Rp.11.000 per kg.

Tabel 4.15 perbandingan cost kolom

Lantai Kolom Beton Baja Hollow Beton (m3) Baja tulangan (kg) (kg)

1 39.2 9964.8 21040

2 39.2 9964.8 21040

3 39.2 9964.8 21040

4 39.2 9964.8 21040

5 33.8 7392 19040

M

ode

5

M

ode

6

B

e

ton

B

e

ton

B


(2)

74

6 33.8 7392 19040

7 33.8 7392 19040

8 33.8 7392 19040

9 28.8 5544 17040

10 28.8 5544 17040

11 28.8 5544 17040

12 28.8 5544 17040

13 24.2 4291 15040

14 24.2 4291 15040

15 24.2 4291 15040

Total volume

479.8 104476.2 273600 material

Harga per

1,439,400,000 1,044,762,000 3,009,600,000 material

Total 2,484,162,000 3,009,600,000

Tabel 4.16 Rangkuman perbandingan

No. Perbandingan Beton Baja Hollow Selisih 1 Berat total kolom 1151,520 ton 273,6 ton 877,92 ton 2 Berat total struktur 7805.679 ton 5935.0793 ton 1870,59 ton 3 Dimensi terbesar kolom 70 x 70 cm 55 x 55 cm 15 cm 4 Base shear : gempa x 132 ton 100.01 ton 32 ton gempa y 121,74 ton 92.69 ton 29.05 5 Displacement : arah x 64,23 cm 75,22 cm 11 cm

arah y 70,65 cm 82,66 cm 12 cm 6

Simpangan antar tingkat

max 3,9 cm 4,4 cm 0,5 cm

7 Periode getar struktur 3,61 s 3,96 s 0,35 s 8 Cost kolom 2.484.162.000 3.009.600.000 525.438.000

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

1. Berdasarkan analisis dengan menggunakan sap2000 untuk menahan semua beban rencana didapat dimensi kolom yang lebih kecil untuk kolom baja hollow tube dibandingkan dengan kolom beton dimana kolom sama-sama berbentuk persegi.

Lantai Kolom Kolom

Beton (cm) Steel Tube (cm)

1-4 70x70 55x55 5-8 65x65 50x50 9-12 60x60 45x45 13-15 55x55 40x40


(3)

75

2. Total berat kolom baja hollow tube jauh lebih ringan dibandingkan dengan kolom beton bertulang, dengan perbandingan yang cukup signifikan yaitu sebesar 76,2% 3. Gaya geser dasar yang timbul akibat analisa beban gempa dinamik untuk struktur dengan kolom beton dan gempa arah x sebesar 132 ton dan arah y 121,74 ton, sedangkan untuk kolom hollow didapat gaya geser dasar arah x sebesar 100,01 ton dan arah y 92,69 ton.

4. Perpindahan yang terjadi di tiap tingkat pada struktur kolom baja hollow lebih besar dibandingkan dengan kolom beton bertulang dengan displacement pada atap baja hollow sebesar 75,22 mm untuk arah x dan 89.19 untuk arah y, dengan beton bertulang 64,23 mm arah x dan70,65 arah y.

5. Simpangan antar tingkat untuk setiap struktur kolom dinyatakan memenuhi persyaratan berdasarkan batasan simpangan antar tingkat menurut SNI 03-1726-2012 yaitu maksimum sebesar 80 mm, dengan simpangan antar tingkat beton bertulang maksimum 38,39 mm dan baja hollow 44,56 mm.

6. Periode getar yang terjadi pada struktur dengan kolom hollow lebih besar dibangingkan dengan struktur beton bertulang dengan baja sebesar 3,965 detik dan beton 3,612 detik.

7. Cost untuk kolom beton lebih murah dibandingkan menggunakan profil hollow dengan selisih ±Rp.525.000.000.

4.2 Saran

1. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menganalisa pada struktur gedung tidak simetris.

2. Penelitian ini hanya melihat perbandingan kolom baja hollow dan beton bertulang secara keseluruhan sebagai suatu struktur gedung diharapkan penelitian lain dapat dilakukan secara lebih detail membandingkan perilaku baja hollow dan beton sebagai suatu elemen tekan dengan eksperimen di laboratorium.


(4)

76

3. Penelitian dapat di tambahkan dengan perbandingan jika kedua struktur digabung menjadi komposit beton bertulang dengan baja hollow sebagai pengganti tulangan


(5)

xi

DAFTAR PUSTAKA

Dipohusodo, Istimawan, 1994, Struktur Beton Bertulang, Jakarta : Gramedia

Pustaka Utama.

Knowles, Peter.,1977, Design of Structural Steelwork, London : Surrey University

Press

Oentoeng., 2004, Konstruksi Baja, Yogyakarta: ANDI.

M.G. Kalyanshetti, G.S. Mirajkar.,Comparison Between Conventional Steel

Structure and Tubular Steel Structures, International Journal of

Engineering Research and Applications (IJERA) Vol 2.

McCormac, Jack C., 2004, Desain Beton Bertulang Edisi Kelima, Jakarta

:Penerbit Erlangga.

McCormac, Jack C., 2008, Structural Steel Design, America : Pearson Prentice

Hall..

Schodek, Daniel L., 1998, Struktur, ,Bandung : PT Refika Aditama.

Qin, Ying., et al, Seismic Behaviour of Through-Diaphragm Connection Between

Colum and Steel Beam Experimental Study, Advance Steel Construcion,

Vol 10.

Hiwrale, Deepika C., Analysis and Design of Steel Framed Buildings with and

without Steel Plate Shear Walls, International Journal of Scientific &

Engineering Research, Vol.3

Salmon, Charles G. ,et al, 1991, Struktur Baja : Disain dan Perilaku Jilid 2- Edisi

Kedua ,Jakarta : Penerbit Erlangga.

Setiawan, Agus,, 2008, Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD, Jakarta

: Penerbit Erlangga.

Taranath, Bungale S, PhD., P.E., S.E., 2010, Refnforced Concrete Design of Tall

Building, USA :CRC Press.

Anonim, 2012, SNI 03-1726-2012 Tata cara Perencanaan Ketahanan Gempa

untuk Struktur Gedung dan non Gedung. Badan Standarisasi Nasional.


(6)

xii

Anonim, 2002, SNI 03-2847-2002 Tata cara Perhitungan Struktur Beton untuk

Bangunan Gedung. Badan Standarisasi Nasional

Dewobroto, Wiranto, 2013, Komputer Rekayasa Struktur, Dapur Buku.

Rondal, Jasques, K-G Wurker, et al, 1992, Structural Stability of Hollow Section,

CIDECT

Widodo, Ir, MSCE, Ph.D., 2001, Respon Dinamik Struktur Elastik, Jogjakarta :

UII press


Dokumen yang terkait

Analisa Kolom Beton Bertulang Yang Diperkuat Dengan Carbon Fiber Reinforced Polymer (CFRP)

16 118 125

Analisa Portal dengan Menggunakan Kolom Tampang Hollow Tube Standar JIS Dibandingkan dengan Kolom Tampang WF Standar SNI untuk High Rise Building

1 34 120

Analisa Portal Dengan Menggunakan Kolom Nippon Steel Tampang Hollow Tube Dibandingkan Dengan Menggunakan Kolom Beton Bertulang Untuk Highrise Building

1 15 90

Analisa Portal dengan Menggunakan Kolom Tampang Hollow Tube Standar JIS Dibandingkan dengan Kolom Tampang WF Standar SNI untuk High Rise Building

0 0 15

Analisa Portal dengan Menggunakan Kolom Tampang Hollow Tube Standar JIS Dibandingkan dengan Kolom Tampang WF Standar SNI untuk High Rise Building

0 0 1

Analisa Portal dengan Menggunakan Kolom Tampang Hollow Tube Standar JIS Dibandingkan dengan Kolom Tampang WF Standar SNI untuk High Rise Building

0 1 6

Analisa Portal dengan Menggunakan Kolom Tampang Hollow Tube Standar JIS Dibandingkan dengan Kolom Tampang WF Standar SNI untuk High Rise Building

0 0 28

Analisa Portal dengan Menggunakan Kolom Tampang Hollow Tube Standar JIS Dibandingkan dengan Kolom Tampang WF Standar SNI untuk High Rise Building

0 0 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisa Portal Dengan Menggunakan Kolom Nippon Steel Tampang Hollow Tube Dibandingkan Dengan Menggunakan Kolom Beton Bertulang Untuk Highrise Building

0 0 40

ANALISIS PORTAL DENGAN MENGGUNAKAN KOLOM NIPPON STEEL TAMPANG HOLLOW TUBE DIBANDINGKAN DENGAN MENGGUNAKAN KOLOM BETON BERTULANG UNTUK HIGH-RISE BUILDING

0 0 11