BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Struktur dan Konstruksi Bangunan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistem Struktur dan Konstruksi Bangunan
Untuk membangun suatu struktur bangunan tinggi yang tahan gempa, terdapat beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam perencanaan, perancangan, dan pelaksanannya (Iswandi, 2010) yaitu:
1. Sistem struktur yang direncanakan harus sesuai dengan tingkat resiko struktur bangunan tersebut berada terhadap gempa.
2. Aspek kontinuitas dan integritas struktur bangunan perlu diperhatikan. Dalam pendetailan penulangan dan sambungan. Unsur struktural bangunan harus terikat secara efektif menjadi satu kesatuan untuk meningkatkan integritas struktur secara menyeluruh.
3. Konsitensi sistem struktur yang diasumsikan dalam desain dengan sistem struktur yang dilaksanakan harus terjaga.
4. Material beton dan baja tulangan yang digunakan harus memenuhi persyaratan material konstruksi untuk struktur bangunan tahan gempa.
5. Unsur arsitektural yang memiliki massa yang besar harus terikat dengan kuat pada sistem portal utama dan harus diperhitungkan pengaruhnya terhadap sistem struktur.
6. Metode pelaksanaan, sistem quality control dan quality assurance dalam tahapan konstruksi harus dilaksanakan dengan baik dan harus sesuai dengan kaedah yang berlaku.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah besarnya gaya gempa yang diterima struktur bangunan pada dasarnya dipengaruhi oleh karakteristik gempa yang terjadi, karakteristik tanah tempat bangunan berada dan karakteristik struktur bangunan.
Oleh karena itulah setiap komponen dalam struktur bangunan gedung perlu direncanakan sedemikian rupa sehingga dapat menahan dan mendistribusikan beban yang dipikul akibat beban struktur itu sendiri, beban akibat gaya gravitasi, beban akibat gaya gempa dan lainnya.
(2)
2.2. Balok
Balok merupakan komponen stuktur bangunan yang menerima beban tegak lurus terhadap sumbu memanjang batang. Balok adalah komponen struktur lentur yang menggabungkan batang tarik dan batang tekan dengan jarak tertentu. Tegangan dalam yang timbul didalam balok pada keadaan tertentu diwakili oleh gaya dalam.
Dipohusodo (2003) menyatakan bahwa perencanaan suatu balok berdasarkan teknik pelaksanaannya dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Balok Persegi
Balok persegi merupakan suatu jenis balok dengan bentuk persegi pada dua dimensi (sumbu X dan sumbu Y). Pada perencanaannya, balok ini dapat memiliki dua jenis penulangan yaitu balok dengan penulangan tunggal dan balok dengan penulangan rangkap. Kuat lentur suatu balok beton tersedia karena berlangsungnya mekanisme tegangan dalam yang timbul di dalam balok yang pada keadaan tertentu diwakili oleh gaya-gaya dalam. Akibat gaya tekan dalam dan gaya tarik dalam maka membentuk kopel momen tahanan dalam dimana nilai maksimum disebut sebagai kuat lentur.
Gambar 2.1. Sketsa penampang melintang balok persegi
2. Balok T
Suatu balok yang apabila pada pelaksanaan dan perencanaannya dihitung sebagai struktur yang monolit maka balok ini disebut dengan nama balok T, karena balok dicetak menjadi satu kesatuan dengan plat lantai atau atap. Pelat akan berlaku sebagai lapis sayap (flens) tekan dan balok-balok sebagai badan.
(3)
Dalam hal ini, pelat berfungsi sebagai flens dari balok T juga harus direncanakan dan diperhitungkan tersendiri terhadap lenturan pada arah melintang terhadap balok-balok pendukungnya. Dengan demikian pelat yang berfungsi sebagai flens tersebut berperilaku sebagai komponen struktur yang bekerja pada dua arah lenturan yang tegak lurus. Adapun pembatasan lebar
flens efektif balok T sebagai berikut:
a. Lebar flens efektif yang akan diperhitungkan tidak lebih dari seperempat panjang bentang balok, sedangkan lebar efektif bagian pelat yang menonjol di kedua sisi dari balok tidak lebih dari delapan kali tebal pelat, dan juga tidak lebih besar dari separuh jarak bersih dengan balok di sebelahnya. b. Untuk balok yang hanya mempunyai flens pada satu sisi, lebar efektif bagian
pelat yang menonjol yang diperhitungkan tidak boleh lebih besar dari seperduabelas panjang bentangan balok, atau enam kali tebal pelat atau setengah jarak bersih dengan balok di sebelahnya.
c. Untuk balok yang khusus dibentuk sebagai balok T dengan maksud untuk mendapatkan tambahan luas daerah tekan, ketebalan flens tidak boleh besar dari separuh lebar balok dan lebar flens total tidak boleh lebih besar dari empat kali lebar balok.
Gambar 2.2. Sketsa penampang melintang balok T
2.2.1. Perhitungan Tulangan Pada Balok
Berikut ini langkah-langkah perhitungan tulangan lentur dapat dilihat pada Gambar 2.3 yang menggunakan referensi buku (Asroni, 2010).
(4)
Gambar 2.3. Diagram alir perhitungan tulangan lentur balok keterangan: .b.d M = K u
(2.1)
) f + (600 ) β 225. -f + '.(600 f . β 382,5. = K y 1 y c 1
maks (2.2)
' f 0,85. K 2 -1 -1 = a c (2.3) y c f b . a '. f 0,85. =
As (2.4) Data-data:
1. Nilai b, h, d’, defektif 2. Nilai ,
3. Nilai Mu
Hitung nilai K dan Kmaks
Jika K < Kmaks maka tulangan Jika K > Kmaks maka tulangan
Hitung nilai a
Hitung nilai As
Hitung nilai K1
Hitung nilai A1 dan A2
Hitung nilai As dan As’
Kontrol semua tulangan a < amaks
Selesai Selesai
(5)
K1 = 0,8.Kmaks (2.5) y c 1 f b . a '. f 0,85. =
A (2.6)
y s 1 2 (d-d ').f
d . b ). K (K-=
A (2.7)
As = A1 + A2dan As’ = A2 (2.8)
y d 1 maks f + 600 d . β 600. = a <
a (2.9)
2.2.2. Perhitungan Tulangan Geser Balok
Berikut langkah-langkah perhitungan tulangan geser dapat dilihat pada Gambar 2.4 menggunakan referensi buku (Asroni, 2010).
Gambar 2.4. Diagram alir perhitungan tulangan geser balok Data-data:
1.Nilai b, h, d’ 2. Nilai Vu dan
Hitung nilai Vn
Hitung nilai Vc
Jika Vu > u maka perlu menggunakan tulangan geser
Jika Vu < u maka tidak perlu menggunakan tulangan
geser
Hitung nilai Vs
Tentukan nilai Av
Hitung jarak antar tulangan s Selesai
(6)
keterangan: u n V =
V (2.10)
d . b '. f 6 1 =
Vc c (2.11)
c n s V V =
V (2.12)
d . b 3 ' f 2 c (2.13) s d . f . A =
Vs v y
(2.14)
s y v V d . f . A =
s
(2.15)
2.3. Kolom
Kolom merupakan struktur bangunan yang berfungsi untuk menyangga beban aksial tekan vertikal pada bagian yang tinggi sedangkan yang tidak ditopang paling tidak tiga kali dimensi lateral terkecil.
Kolom harus direncanakan untuk memikul beban aksial terfaktor yang bekerja pada semua lantai atau atap dan momen maksimum yang berasal dari beban terfaktor pada satu bentang terdekat dari lantai atau atap yang ditinjau. Kombinasi pembebanan yang menghasilkan yang menghasilkan rasio maksimum dari momen terhadap beban aksial juga harus diperhitungkan.
2.3.1. Perhitungan Tulangan Kolom
Berikut ini Gambar 2.5 menjelaskan mengenai tahapan perhitungan tulangan pada kolom.
(7)
Gambar 2.5. Diagram alir perhitungan tulangan kolom
keterangan:
u n
P =
P (2.16)
x nx
M =
M (2.17)
y ny
M =
M (2.18)
n n
P M =
e (2.19)
Data-data:
1.Nilai b, h, d’, Ag
2. Nilai , , P, Mx dan My
Hitung P, Mnx dan Mny
Hitung nilai e
Hitung nilai untuk sumbu vertikal Hitung nilai untuk sumbu horizontal
Tentukan nilai r digrafik Hitung kuat kolom maksimum
(8)
' f .0,85. A . P c gr n
(2.20)
h e x ' f .0,85. A . P c gr n
(2.21)
As) . f + As) -(A ' f (0,85. 0,85. = (maks)
Pn c g y
(2.22)
2.4. Struktur Penahan Gaya Lateral
Pada struktur bangunan tingkat tinggi perlu adanya suatu sistem struktur yang dapat menahan struktur bangunan agar tetap stabil terhadap beban lateral. Beberapa sistem struktur penahan beban lateral adalah sebagai berikut:
1. Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM)
Sistem rangka pemikul momen adalah sistem struktur yang memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi dan beban lateral. Beban tersebut ditransfer melalui mekanisme antara balok dan kolom yang disambung sehingga membentuk portal. Dalam penerapannya, elemen struktur kolom harus lebih kuat dari pada elemen struktur balok atau sering disebut dengan konsep strong column weak beam.
2. Sistem Dinding Struktural (SDS)
Dinding geser adalah struktur vertikal yang digunakan pada bangunan tingkat tinggi untuk menahan kombinasi gaya geser, gaya aksial, dan juga momen yang timbul akibat gempa. Dinding geser yang efektif adalah kaku dan kuat. Kekakuan saja tidak akan cukup, sebagai sesuatu yang kaku mudah pula retak, terutama keretakan yang disebabkan oleh gempa. Jadi struktur yang kaku dan kuat adalah struktur yang bisa melawan gaya lateral dan juga dapat memberikan gaya dukung. Berdasarkan letak dan fungsinya, dinding geser dapat diklasifikasikan dalam tiga jenis yaitu:
a. Bearing walls adalah dinding geser yang juga mendukung sebagian besar
beban gravitasi. Tembok ini juga menggunakan dinding partisi antar apartemen yang berdekatan.
(9)
b. Frame walls adalah dinding geser yang menahan beban lateral, dimana beban gravitasi berasal dari frame beton bertulang. Tembok ini dibangun diantara baris kolom.
c. Core walls adalah dinding geser yang terletak di dalam wilayah inti pusat
dalam gedung, yang biasanya diisi tangga atau poros lift. Dinding yang terletak di kawasan inti pusat memiliki fungsi ganda dan dianggap menjadi pilihan ekonomis.
(a) (b) (c)
(a) Bearing walls (b) Frame walls (c) Core walls
Gambar 2.6. Jenis dinding geser (Brahmantyo, 2012)
Core wall berfungsi untuk menambah kekakuan struktur, terutama dalam
melawan gaya horisontal. Untuk gedung tidak bertingkat tinggi, kekakuan struktur cukup mengandalkan shear wall yang diadakan di beberapa tempat. Shear wall ini wujudnya adalah dinding beton bertulang yang dicor menyatu dengan kolom dan balok.
Untuk gedung yang bertingkat tinggi, kekakuan struktur biasanya menggunakan core wall di beberapa tempat. Core wall ini wujudnya dinding dengan penampang boks setinggi bangunan. Oleh karena itu biasanya space dari
core wall ini dimanfaatkan untuk ruang lift (angkutan vertikal). Pada umumnya
pelaksanaannya dicor di tempat cast in place.
2.4.1. Perhitungan Penulangan Dinding Geser
Berikut ini langkah perhitungan tulangan pada dinding geser menggunakan gaya dalam yang didapat dari program analisa struktur. Tahapan perhitungan penulangan dinding geser dijelaskan pada Gambar 2.6.
(10)
Gambar 2.7. Diagram alir perhitungan tulangan dinding geser
keterangan:
h . b =
Acv (2.23)
' f A 6 1 =
Vi cv c (2.24)
At = b x 1m (2.25)
dimana:
jika Vu > Vi maka dibutuhkan tulangan dua lapis. jika Vu < Vi maka dibutuhkan tulangan satu lapis.
Cek kebutuhan tulangan Acv
Hitung gaya geser izin Vi
Hitung kebutuhan tulangan horizontal dan vertikal At Hitung jumlah tulangan perlu n dan jarak s
Hitung nilai Vn
Hitung kuat geser nominal
Syarat kuat geser perlu, > Vu.
Selesai Data-data:
1.Nilai Vu, Pu, dan Mu 2. Nilai ,
(11)
) f . ρ '+ f (ac A =
Vn cv c n y (2.26)
Vn (2.27)
2.5. Beban Gempa
Beban gempa yang akan dihitung mengacu pada peraturan SNI 03-1726- 2012. Perhitungan beban gempa ini dapat menggunakan dua metode yaitu, metode statik ekuivalen dan metode respons spektrum. Pada penulisan tugas akhir ini menggunakan metode respon spektrum.
1. Metode statik ekuivalen
Pada metode ini tanah dasar dianggap tidak bergetar dan beban gempa di ekuivalensikan menjadi beban lateral statik yang disebar pada elemen gedung 2. Metode respon spektrum
Pada metode ini berdasarkan percepatan tanah atau pergerakan tanah dengan rekaman gempa menggunakan plot grafik.
2.6. Beban Mati
Beban mati adalah beban yang berupa berat sendiri struktur, keramik atau penutup lantai, adukan atau spesi, mekanikal elektrikal, plafon + penggantung dan pasangan bata setengah batu. Berat sendiri ataupun beban mati dapat ditentukan menggunakan peraturan pembebanan SNI 1727-2013 dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Beban mati
Beban Mati Berat
Beton Bertulang 2400 kg/m3
Keramik 24 kg/m2
Adukan 21 kg/m2
Plafon + pengantung 18 kg/m2
(12)
2.7. Beban Hidup
Beban hidup beban hidup diakibatkan oleh manusia dan barang, beban hidup bisa ada atau tidak ada pada struktur untuk suatu waktu yang diberikan. Beban hidup dapat ditentukan menggunakan peraturan pembebanan SNI 1727-2013. Berat dari beban hidup dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Berat beban hidup
Beban Hidup Berat
Lantai kantor 250 kg/m2
Lantai mesin 400 kg/m2
Lantai atap 100 kg/m2
2.8. Kombinasi Pembebanan
Kombinasi pembebanan merupakan hal yang penting dan sangat berpengaruh dalam perencanaan desain portal, karena faktor keamanan menjadi hal utama. Untuk kombinasi pembebanan pada bangunan gedung tahan gempa, kombinasi pembebanan yang digunakan sesuai persamaan SNI 03-1726-2012 yaitu:
Kombinasi 1 = 1,4 D (2.28)
Kombinasi 2 = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 ( Lr atau R) (2.29) Kombinasi 3 = 1,2 D + 1,6 (Lr atau R) +(L atau 0,5 W) (2.30) Kombinasi 4 = 1,2 D + 1,0 W + L +0,5 (Lr atau R) (2.31)
Kombinasi 5 = 1,2 D + 1,0 E + L (2.32)
Kombinasi 6 = 0,9 D + 1,0 W (2.33)
Kombinasi 7 = 0,9 D + 1,0 E (2.34)
(13)
Penentuan kategori desain seismik merupakan hal sangat penting untuk mendapatkan nilai beban gempa rencana yang tepat, berikut ini merupakan tahapan penentuan kategori seismik.
2.9.1. Penentuan Kelas Situs
Pada SNI 03-1726-2012 Pasal 5.1, menjelaskan bahwa dalam perumusan kriteria desain seismik suatu banguan di permukaan tanah atau penentuan situs amplifikasi besaran percepatan gempa puncak dari batuan dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus diklasifikasikan terlebih dahulu. Kelas situs tersebut ditentukan menggunakan perhitungan setidaknya dua dari tiga parameter N SPT rata-rata (N), kecepatan rambat gelombang geser rata-rata pada regangan yang kecil (vs), dan kuat geser rata-rata (su)di dalam lapisan 30 m paling atas. Untuk melihat parameter klasifikasi situs dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Klasifikasi situs (SNI 03-1726-2012)
Kelas Situs s(m/det) atau ch u(kPa)
SA ( batuan keras) >1500 N/A N/A
SB (batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A
SC ( tanah keras, sangat padat,
dan batuan lunak) 350 sampai 750 >50 ≥100
SD ( tanah sedang) 175 sampai 350 15 sampai 50
50 sampai
100
SE (tanah lunak) <175 <15 <50
Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah
dengan karakteristik sebagai berikut:
1. Indeks plastisitas PL > 20
2. Kadar air, w ≥ 40%
3. Kuat geser niralir su < 25 kPa
SF (tanah khusus yang membutuhkan
Setiap profil tanah yang memiliki salah satu atau lebih dari karakteristik sebagai berikut:
investigasi geoteknik spesifik
dan
analisa respons spesifik situs yang mengikuti (6.10.1)
- Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban gempa seperti
mudah likuifaksi, lempung sangat sensitif, tanah tersementasi lemah
(14)
2.9.2. Parameter Percepatan Terpetakan (Ss dan S1)
Parameter Ss merupakan percepatan batuan dasar pada periode pendek sedangkan S1 merupakan percepatan batuan dasar pada periode 1 detik. Parameter ini masing-masing harus ditetapkan dari respons spektral percepatan 0,2 detik dan 1 detik dalam peta gerak seismik dengan kemungkinan 2 persen terlampaui dalam 50 tahun (MCER, 2 persen dalam 50 tahun). Peta gerak tanah seismik untuk parameter Ss dan S1 dapat dilihat pada SNI 03-1726-2012 Pasal 14.
Tabel 2.4. Koefisien situs Fa (SNI 03-1726-2012)
Tabel 2.5. Koefisien situs Fv (SNI 03-1726-2012)
2.9.3. Kategori Desain Seismik Kelas
Situs
Parameter respon spectral percepatan gempa (MCER) terpetakan pada
periode pendek, T= 0,2 detik SS
SS 0,25 SS = 0,5 SS= 0,75 SS = 1,0 SS 1,25
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
SC 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0
SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0
SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9
SF SSb
Kelas Situs
Parameter respon spectral percepatan gempa (MCER) terpetakan pada
periode 1 detik, S1
S1 0,1 S1 = 0,2 S1= 0,3 S1 = 0,4 S1 0,5
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3
SD 2,4 2 1,8 1,6 1,5
SE 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4
(15)
Struktur yang direncanakan harus ditetapkan memiliki suatu kategori desain seismik yang dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Struktur dengan kategori resiko I, II, III yang berlokasi dimana parameter respons spekteral percepatan terpetakan pada periode 1 detik, S1 ≥ 0,75 maka harus ditetapkan sebagai struktur dengan kategori desain seismik E.
2. Struktur dengan kategori resiko IV yang berlokasi dimana parameter respons spektaral percepatan terpetakan pada periode 1 detik, S1 ≥ 0,75 maka harus ditetapkan sebagai struktur dengan kategori desain seismik F.
3. Apabila S1 ≤ 0,75 kategori desain seismik dijinkan untuk ditentukan sesuai Tabel 2.4 dimana ketentuannya terdapat pada SNI 03 -1726 – 2012 Pasal 6.5.
Untuk point satu dan dua setiap bangunan dan struktur harus ditetapkan ke dalam kategori desain seismik yang lebih parah, dengan mengacu pada Tabel 2.6 dan Tabel 2.7.
Tabel 2.6. Kategori desain seismik berdasarkan parameter respons percepatan pada periode pendek (SNI 03–1726–2012)
Nilai SDS
Kategori resiko
I atau II atau III IV
SDS < 0,167 A A
0,167 ≤ SDS < 0,33 B C
0,33 ≤ SDS < 0,50 C D
0,50 ≤ SDS D D
Tabel 2.7. Kategori desain seismik berdasarkan parameter respons percepatan pada periode 1 detik (SNI 03–1726–2012)
Nilai SD1
Kategori resiko
I atau II atau III IV
SD1 < 0,167 A A
0,167 ≤ SD1 < 0,33 B C
0,33 ≤ SD1 < 0,50 C D
0,50 ≤ SD1 D D
(16)
Berdasarkan peraturan yang terdapat pada SNI 03–1726–2012 spektrum respons rencana desain harus dibuat terlebih dahulu. Dengan nilai percepatan pada periode pendek SDS dan nilai percepatan pada periode 1 detik SD1 yang ditentukan dengan Persamaan 2.35 dan 2.36.
SDS = 3 2
SMS (2.35)
SD1 = 3 2
SM1 (2.36)
dimana:
SMS = parameter percepatan spektral MCE pada periode pendek SM1 = parameter percepatan spektral MCE pada periode 1 detik
Selanjutnya tata cara untuk membuat spektrum respons desain mengacu pada SNI 03-1726-2012 Pasal 6.4, seperti tertulis di bawah ini:
1. Untuk periode yang lebih kecil dari T0, spektrum respons percepatan desain, Sa dapat dilihat Persamaan 2.37.
Sa = SDS (0,4 + 0,6 0
T T
) (2.37)
2. Untuk periode lebih besar dari atau ama dengan T0 dan lebih kecil dari atau sama dengan Ts, spektrum respons percepatan desain Sa sama dengan SDS. 3. Untuk periode lebih besar dari Ts, spektrum respons percepatan desain, Sa,
diambil berdasarkan Persamaan 2.38.
T S =
Sa D1 (2.38)
(17)
SDS = parameter respons spektral percepatan desain pada periode pendek SD1 = parameter respons spektral percepatan desain pada periode 1 detik T = periode getar fundamental struktur
T0 =
DS D1
S S
0,2 , TS = DS D1
S S
2.9.5. Geser Dasar Seismik (V)
Geser dasar seismik (V) pada arah yang ditetapkan harus ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:
V = Cs W (2.39) dimana:
Cs = koefisien respons seismik W = berat seismik efektif
Untuk berat seismik efektif struktur (W) harus menyertakan seluruh beban mati dan beban lainnya yang tercantum pada SNI 03-1726-2012 Pasal 7.7.2 sebagai berikut:
1. Dalam daerah yang digunakan untuk penyimpanan: minimum sebesar 25 persen beban hidup lantai (beban hidup lantai di garasi publik atau di parkiran terbuka, serta beban penyimpanan yang tidak melebihi lima persen dari berat seismik efekti pada suatu lantai, tidak perlu disertakan).
2. Jika ketentuan untuk partisi diisyaratkan dalam desain beban lantai diambil sebagai yang terbesar diantara berat partisi aktual atau berat lantai minimum sebesar 0,48 kN/
3. Berat operasional total dari peralatan dan permanen
4. Berat lanskep dan beban lainnya pada taman atap dan luasan sejenis lainnya.
2.9.6. Koefisien Respons Seismik (Cs)
Koefisien respon seismic ditentukan dengan syarat CS2 ≤ CS≤ CS1, seperti Persamaan 2.40 sampai 2.42.
(18)
e DS s
I R
S =
C (2.40)
(
R Ie)
T S =
Cs1 D1 (2.41)
Ie R
0,5 =
CS2 (2.42)
dimana:
Cs = koefisien respons seismic
SDS = parameter percepatan spectrum respons dalam rentang perioda pendek SD1 = parameter percepatan spectrum respons dalam rentang perioda 1 detik R = koefisien modifikasi respons
Ie = faktor keutamaan
T = perioda fundamental bangunan
S1 = parameter percepatan respons spectral MCE pada perioda 1 detik
2.10. Sistem Struktur Penahan Gempa
Sistem penahan gaya lateral dan vertikal harus memenuhi salah satu tipe yang ditentukan, koefisien nilai faktor R, Cd, dan Ωo sangat menentukan untuk sistem penahan gaya gempa. Sistem struktur yang digunakan harus sesuai dengan batasan sistem struktur dan batasan ketinggian struktur. Koefisien nilai untuk faktor penahan gaya gempa dapat dilihat pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8. Nilai faktor penahan gaya gempa (SNI 03-1726-2012) Sistem penahan gaya seismik
Koefisien modifikasi respon
R
Faktor lebih sistem
Ωo
Faktor pembesaran
defleksi Cd
Dinding geser beton bertulang khusus 6 21/2 5
Dinding beton bertulang biasa 5 21/2 41/2
Struktur pemikul momen khusus 8 4 51/2
Struktur pemikul momen menengah 41/2 3 4
(19)
2.11. Kombinasi Ragam
Dalam Pasal 7.9.3 SNI 03-1726-2012, nilai untuk masing–masing parameter yang ditinjau, yang dihitung untuk berbagai macam ragam, harus dikombinasikan menggunakan metode akar kuadrat jumlah kuadrat (SRSS) atau metode kombinasi kuadrat lengkap (CQC).
2.12. Participating Mass Ratio
Seperti tercantum paada Pasal 7.9.1 SNI 03-1726-2012, analisis harus menyertakan jumlah ragam yang cukup untuk mendapatkan partisipasi massa ragam terkombinasi sebesar paling sedikit 90 persen dari massa aktual dalam masing-masing arah horizontal ortogonal dari respons yang ditinjau oleh model.
2.13. Base Shear
Untuk Analisis menggunakan metode response spectrum, gaya geser dasar dari kombinasi respons spektrum harus lebih besar paling tidak 80 persen dari gaya geser dasar dari kombinasi statik ekuivalen. Jika gaya geser dasar (base
shear) kombinasi respons untuk geser dasar ragam (Vt ) lebih kecil 85 persen dari
geser dasar yang dihitung (V) menggunakan metode gaya lateral ekivalen maka gaya harus dikalikan dengan Persamaan 2.43.
t
V V
0,85 (2.43)
dimana:
V = geser dasar prosedur gaya lateral ekivalen
(20)
2.14. Simpangan Antar Lantai
Simpangan antar lantai hasil desain beton bertulang harus lebih kecil dari syarat maksimum simpangan antar lantai dapat dilihat di Persamaan 2.44.
Da = 0,025 hsx (2.44)
dimana:
hsx = tinggi tingkat di bawah tingkat x
2.15. Kinerja Batas Ultimit
Untuk perhitungan simpangan kinerja batas ultimit yang tertera pada SNI Gempa 1726-2012 Pasal 7.9.4.2, menyebutkan bahwa jika respon kombinasi geser ragam (Vt) kurang dari 85 persen dari CsW, maka simpangan antar lantai harus dikalikan dengan Persamaan 2.45.
0,85. t s V
W . C
(2.45)
dimana:
Cs = koefisien seismic yang ditentukan W = berat seismic efektif
(1)
Struktur yang direncanakan harus ditetapkan memiliki suatu kategori desain seismik yang dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Struktur dengan kategori resiko I, II, III yang berlokasi dimana parameter respons spekteral percepatan terpetakan pada periode 1 detik, S1 ≥ 0,75 maka harus ditetapkan sebagai struktur dengan kategori desain seismik E.
2. Struktur dengan kategori resiko IV yang berlokasi dimana parameter respons spektaral percepatan terpetakan pada periode 1 detik, S1 ≥ 0,75 maka harus ditetapkan sebagai struktur dengan kategori desain seismik F.
3. Apabila S1 ≤ 0,75 kategori desain seismik dijinkan untuk ditentukan sesuai Tabel 2.4 dimana ketentuannya terdapat pada SNI 03 -1726 – 2012 Pasal 6.5.
Untuk point satu dan dua setiap bangunan dan struktur harus ditetapkan ke dalam kategori desain seismik yang lebih parah, dengan mengacu pada Tabel 2.6 dan Tabel 2.7.
Tabel 2.6. Kategori desain seismik berdasarkan parameter respons percepatan pada periode pendek (SNI 03–1726–2012)
Nilai SDS
Kategori resiko
I atau II atau III IV
SDS < 0,167 A A
0,167 ≤ SDS < 0,33 B C
0,33 ≤ SDS < 0,50 C D
0,50 ≤ SDS D D
Tabel 2.7. Kategori desain seismik berdasarkan parameter respons percepatan pada periode 1 detik (SNI 03–1726–2012)
Nilai SD1
Kategori resiko
I atau II atau III IV
SD1 < 0,167 A A
0,167 ≤ SD1 < 0,33 B C
0,33 ≤ SD1 < 0,50 C D
0,50 ≤ SD1 D D
(2)
Berdasarkan peraturan yang terdapat pada SNI 03–1726–2012 spektrum respons rencana desain harus dibuat terlebih dahulu. Dengan nilai percepatan pada periode pendek SDS dan nilai percepatan pada periode 1 detik SD1 yang ditentukan dengan Persamaan 2.35 dan 2.36.
SDS = 3 2
SMS (2.35)
SD1 = 3 2
SM1 (2.36)
dimana:
SMS = parameter percepatan spektral MCE pada periode pendek SM1 = parameter percepatan spektral MCE pada periode 1 detik
Selanjutnya tata cara untuk membuat spektrum respons desain mengacu pada SNI 03-1726-2012 Pasal 6.4, seperti tertulis di bawah ini:
1. Untuk periode yang lebih kecil dari T0, spektrum respons percepatan desain, Sa dapat dilihat Persamaan 2.37.
Sa = SDS (0,4 + 0,6 0 T
T
) (2.37)
2. Untuk periode lebih besar dari atau ama dengan T0 dan lebih kecil dari atau sama dengan Ts, spektrum respons percepatan desain Sa sama dengan SDS. 3. Untuk periode lebih besar dari Ts, spektrum respons percepatan desain, Sa,
diambil berdasarkan Persamaan 2.38.
T S =
(3)
SDS = parameter respons spektral percepatan desain pada periode pendek SD1 = parameter respons spektral percepatan desain pada periode 1 detik T = periode getar fundamental struktur
T0 =
DS D1 S S
0,2 , TS = DS D1 S S
2.9.5. Geser Dasar Seismik (V)
Geser dasar seismik (V) pada arah yang ditetapkan harus ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:
V = Cs W (2.39) dimana:
Cs = koefisien respons seismik W = berat seismik efektif
Untuk berat seismik efektif struktur (W) harus menyertakan seluruh beban mati dan beban lainnya yang tercantum pada SNI 03-1726-2012 Pasal 7.7.2 sebagai berikut:
1. Dalam daerah yang digunakan untuk penyimpanan: minimum sebesar 25 persen beban hidup lantai (beban hidup lantai di garasi publik atau di parkiran terbuka, serta beban penyimpanan yang tidak melebihi lima persen dari berat seismik efekti pada suatu lantai, tidak perlu disertakan).
2. Jika ketentuan untuk partisi diisyaratkan dalam desain beban lantai diambil sebagai yang terbesar diantara berat partisi aktual atau berat lantai minimum sebesar 0,48 kN/
3. Berat operasional total dari peralatan dan permanen
4. Berat lanskep dan beban lainnya pada taman atap dan luasan sejenis lainnya.
2.9.6. Koefisien Respons Seismik (Cs)
Koefisien respon seismic ditentukan dengan syarat CS2 ≤ CS ≤ CS1, seperti Persamaan 2.40 sampai 2.42.
(4)
e DS s I R S =
C (2.40)
(
R Ie)
T S =
Cs1 D1 (2.41)
Ie R
0,5 =
CS2 (2.42)
dimana:
Cs = koefisien respons seismic
SDS = parameter percepatan spectrum respons dalam rentang perioda pendek SD1 = parameter percepatan spectrum respons dalam rentang perioda 1 detik R = koefisien modifikasi respons
Ie = faktor keutamaan
T = perioda fundamental bangunan
S1 = parameter percepatan respons spectral MCE pada perioda 1 detik
2.10. Sistem Struktur Penahan Gempa
Sistem penahan gaya lateral dan vertikal harus memenuhi salah satu tipe yang ditentukan, koefisien nilai faktor R, Cd, dan Ωo sangat menentukan untuk sistem penahan gaya gempa. Sistem struktur yang digunakan harus sesuai dengan batasan sistem struktur dan batasan ketinggian struktur. Koefisien nilai untuk faktor penahan gaya gempa dapat dilihat pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8. Nilai faktor penahan gaya gempa (SNI 03-1726-2012)
Sistem penahan gaya seismik
Koefisien modifikasi respon R Faktor lebih sistem Ωo Faktor pembesaran defleksi Cd
Dinding geser beton bertulang khusus 6 21/2 5
Dinding beton bertulang biasa 5 21/2 41/2
Struktur pemikul momen khusus 8 4 51/2
(5)
2.11. Kombinasi Ragam
Dalam Pasal 7.9.3 SNI 03-1726-2012, nilai untuk masing–masing parameter yang ditinjau, yang dihitung untuk berbagai macam ragam, harus dikombinasikan menggunakan metode akar kuadrat jumlah kuadrat (SRSS) atau metode kombinasi kuadrat lengkap (CQC).
2.12. Participating Mass Ratio
Seperti tercantum paada Pasal 7.9.1 SNI 03-1726-2012, analisis harus menyertakan jumlah ragam yang cukup untuk mendapatkan partisipasi massa ragam terkombinasi sebesar paling sedikit 90 persen dari massa aktual dalam masing-masing arah horizontal ortogonal dari respons yang ditinjau oleh model.
2.13. Base Shear
Untuk Analisis menggunakan metode response spectrum, gaya geser dasar dari kombinasi respons spektrum harus lebih besar paling tidak 80 persen dari gaya geser dasar dari kombinasi statik ekuivalen. Jika gaya geser dasar (base
shear) kombinasi respons untuk geser dasar ragam (Vt ) lebih kecil 85 persen dari
geser dasar yang dihitung (V) menggunakan metode gaya lateral ekivalen maka gaya harus dikalikan dengan Persamaan 2.43.
t V
V
0,85 (2.43)
dimana:
V = geser dasar prosedur gaya lateral ekivalen
(6)
2.14. Simpangan Antar Lantai
Simpangan antar lantai hasil desain beton bertulang harus lebih kecil dari syarat maksimum simpangan antar lantai dapat dilihat di Persamaan 2.44.
Da = 0,025 hsx (2.44)
dimana:
hsx = tinggi tingkat di bawah tingkat x
2.15. Kinerja Batas Ultimit
Untuk perhitungan simpangan kinerja batas ultimit yang tertera pada SNI Gempa 1726-2012 Pasal 7.9.4.2, menyebutkan bahwa jika respon kombinasi geser ragam (Vt) kurang dari 85 persen dari CsW, maka simpangan antar lantai harus dikalikan dengan Persamaan 2.45.
0,85. t s V
W . C
(2.45)
dimana:
Cs = koefisien seismic yang ditentukan W = berat seismic efektif