Gambaran kebutuhan keluarga pasien di ruang rawat ICU Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

(1)

GAMBARAN KEBUTUHAN KELUARGA PASIEN YANG

MENUNGGU KELUARGANYA DI RUANG RAWAT ICU

RSUP HAJI ADAM MALIK

MEDAN

TETI HARIANI PANE

SKRIPSI

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

PRAKATA

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan laporan penelitian dengan judul "Gambaran kebutuhan keluarga pasien di ruang rawat ICU Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan" sebagai tugas akhir yang harus dipenuhi pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini saya menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu beliau untuk memberikan pengarahan dan bimbingan kepada saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Selama proses penelitian ini saya mendapat dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini saya juga ingin berterima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dr. Azwan Hakmi Lubis, Sp.A, M.Kes yang telah memberikan izin penelitian, dan seluruh responden yang telah bersedia menjadi partisipan dalam penelitian ini.

Terima kasih yang sebesar-besarnya juga saya haturkan kepada kedua orang tua tercinta H. Agus Salim Pane dan Almh. Hj. Masnilam Siagian, keluarga besar saya dan rekan-rekan Mahasiswa Program Ekstensi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara stambuk 2010 yang telah memberikan motivasi dan perhatiannya dalam penyelesaian pembuatan proposal ini.


(4)

Akhir kata saya berharap laporan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan dan pihak-pihak yang membutuhkan.

Medan, Februari 2012

Penulis


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Prakata ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vii

Daftar Skema ... viii

Abstrak ... ix

Bab 1 Pendahuluan ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Pertanyaan penelitian ... 4

3. Tujuan Penelitian ... 4

4. Manfaat Penelitian ... 5

Bab 2 Tinjauan Pustaka ... 6

1. Konsep ICU ... 6

1.1. Defenisi ICU ... 6

1.2. Pembagian ICU berdasarkan kelengkapan ... 7

1.3. Sistem Pelayanan ruang ICU ... 8

1.4. Perawat ICU ... 12

2. Konsep keluarga ... 13

2.1. Defenisi keluarga ... 13

2.2. Peran keluarga ... 14

2.3. Dukungan sosial keluarga ... 15

2.4. Dukungan keluarga pada pasien dengan perawatan ICU... 17

3. Konsep kebutuhan keluarga pasien………. 18

3.1. Defenisi kebutuhan keluarga………. 18

3.2. Faktor yang mempengaruhi kebutuhan keluarga……….. 19

3.3. Kebutuhan keluarga pasien di ruang ICU... 20

Bab 3 Kerangka Konsep Penelitian ... 25

1. Kerangka Penelitian ... 25

2. Definisi Operasional ... 27

2.1. Informasi... 27

2.2. Dukungan mental... 27

2.3. Rasa nyaman... 28

2.4. Kedekatan dengan pasien... 28

2.5. Jaminan pelayanan... 29

Bab 4 Metodologi Penelitian ... 30

1. Desain Penelitian ... 30

1.1. Populasi dan Sampel ... 30

1.1.1. Populasi ... 30


(6)

1.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

1.3. Pertimbangan Etik ... 32

1.4. Instrumen Penelitian ... 33

1.5. Uji Reliabilitas ... 34

1.6. Prosedur Pengumpulan Data ... 34

1.7. Analisa Data ... 35

Bab 5 Hasil dan Pembahasan ... 37

1. Hasil Penelitian ... 37

1.1. Data Demografi Responden... 37

1.2. Gambaran Kebutuhan Keluarga Pasien yang Menunggu Keluarganya di ruang rawat ICU ... 39

1.2.1. Kebutuhan keluarga pasien terhadap informasi... 39

1.2.2. Kebutuhan keluarga akan dukungan mental ... 40

1.2.3. Kebutuhan keluarga akan rasa nyaman ... 41

1.2.4. Kebutuhan keluarga untuk dekat dengan pasien ... 42

1.2.5. Kebutuhan keluarga terhadap adanya jaminan pelayanan bagi pasien ... 43

2. Pembahasan ... 44

Bab 6 Kesimpulan dan Saran ... 51

1. Kesimpulan ... 51

2. Saran ... 52

Daftar Pustaka

Lampiran Lampiran

1. Inform Consent 2. Instrumen Penelitian 3. Hasil Uji Reliabilitas

4. Surat Permohonan Pengambilan Data dari Fakultas Keperawatan USU 5. Surat Izin Pengambilan Data dari RSUP Haji Adam Malik Medan

6. Surat keterangan telah selesai melakukan penelitian dari RSUP Haji Adam Malik Medan

7. Tabel 7 (Tabel jawaban responden atas pertanyaan terbuka pada kuesioner) 8. Daftar Riwayat Hidup


(7)

DAFTAR SKEMA

Skema 3.1. Kerangka konsep penelitian tentang kebutuhan keluarga

pasien yang menunggu keluarganya di ruang rawat ICU... 29


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Distribusi frekuensi dan persentase data demografi responden... 38 Tabel 2. Distribusi frekuensi dan persentase kebutuhan keluarga pasien

yang menunggu keluarganya di ruang rawat ICU terhadap

informasi (n=94)... 40 Tabel 3. Distribusi frekuensi dan persentase kebutuhan keluarga pasien

yang menunggu keluarganya di ruang rawat ICU terhadap

dukungan mental (n=94)... 41 Tabel 4. Distribusi frekuensi dan persentase kebutuhan keluarga pasien

yang menunggu keluarganya di ruang rawat ICU terhadap

rasa nyaman (n=94)... 41 Tabel 5. Distribusi frekuensi dan persentase kebutuhan keluarga pasien

yang menunggu keluarganya di ruang rawat ICU terhadap

kedekatan dengan pasien (n=94)... 42 Tabel 6. Distribusi frekuensi dan persentase kebutuhan keluarga pasien

yang menunggu keluarganya di ruang rawat ICU terhadap

adanya jaminan pelayanan bagi pasien (n=94)... 43


(9)

Judul : Gambaran Kebutuhan keluarga pasien yang menunggu keluarganya di ruang rawat ICU RSUP Haji Adam Malik Medan Nama : Teti Hariani Pane

NIM : 101121008 Jurusan : S1 Keperawatan Tahun Akademik : 2010/2011

ABSTRAK

Kebutuhan keluarga adalah unsur yang dibutuhkan oleh anggota keluarga dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis individu-individu dalam keluarga tersebut yang bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran kebutuhan keluarga pasien yang menunggu keluarganya di ruang rawat ICU RSUP Haji Adam Malik Medan dengan menggunakan desain deskripsi eksploratif. Sampel penelitian ini sebanyak 94 orang dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Dari penelitian diperoleh hasil mayoritas responden mengemukakan bahwa kebutuhan keluarga pasien di ruang rawat ICU adalah berupa terpenuhinya kebutuhan informasi, dukungan mental, rasa nyaman, kedekatan dengan pasien, dan jaminan pelayanan. Terpenuhinya kebutuhan informasi berupa mengetahui kestabilan pasien (82%), perkembangan penyakit pasien (93%), rencana pengobatan (89%), mengetahui alasan tindakan dilakukan (81%), mengetahui kondisi pasien setelah tindakan (85%), kebutuhan dukungan mental berupa mendapat jawaban yang tepat (86%), perhatian staf ICU terhadap keluarga pasien (46%), berkonsultasi tentang kondisi pasien setiap hari (69%), ada pelayanan rohaniwan (33%), Kebutuhan tersedianya lingkungan yang aman dan nyaman bagi keluarga (68%), ada pemberitahuan ke rumah bila terjadi perubahan kondisi pada pasien (20%), ruang tunggu dilengkapi dengan televisi dan media cetak (38%). Kebutuhan untuk dekat dengan pasien berupa dapat menjenguk pasien di ruang ICU secara teratur (85%), keluarga dapat membantu merawat fisik pasien (59%), keluarga diizinkan memberi dukungan kepada pasien (89%). Kebutuhan jaminan pelayanan berupa merasakan adanya harapan bahwa pasien akan sembuh (96%), mengetahui tindakan yang dilakukan untuk kesembuhan pasien (91%), perawatan terbaik diberikan kepada pasien (91%). Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pihak managemen di Rumah Sakit untuk memfasilitasi pemenuhan kebutuhan keluarga pasien yang menunggu keluarganya di ruang rawat ICU.


(10)

Judul : Gambaran Kebutuhan keluarga pasien yang menunggu keluarganya di ruang rawat ICU RSUP Haji Adam Malik Medan Nama : Teti Hariani Pane

NIM : 101121008 Jurusan : S1 Keperawatan Tahun Akademik : 2010/2011

ABSTRAK

Kebutuhan keluarga adalah unsur yang dibutuhkan oleh anggota keluarga dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis individu-individu dalam keluarga tersebut yang bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran kebutuhan keluarga pasien yang menunggu keluarganya di ruang rawat ICU RSUP Haji Adam Malik Medan dengan menggunakan desain deskripsi eksploratif. Sampel penelitian ini sebanyak 94 orang dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Dari penelitian diperoleh hasil mayoritas responden mengemukakan bahwa kebutuhan keluarga pasien di ruang rawat ICU adalah berupa terpenuhinya kebutuhan informasi, dukungan mental, rasa nyaman, kedekatan dengan pasien, dan jaminan pelayanan. Terpenuhinya kebutuhan informasi berupa mengetahui kestabilan pasien (82%), perkembangan penyakit pasien (93%), rencana pengobatan (89%), mengetahui alasan tindakan dilakukan (81%), mengetahui kondisi pasien setelah tindakan (85%), kebutuhan dukungan mental berupa mendapat jawaban yang tepat (86%), perhatian staf ICU terhadap keluarga pasien (46%), berkonsultasi tentang kondisi pasien setiap hari (69%), ada pelayanan rohaniwan (33%), Kebutuhan tersedianya lingkungan yang aman dan nyaman bagi keluarga (68%), ada pemberitahuan ke rumah bila terjadi perubahan kondisi pada pasien (20%), ruang tunggu dilengkapi dengan televisi dan media cetak (38%). Kebutuhan untuk dekat dengan pasien berupa dapat menjenguk pasien di ruang ICU secara teratur (85%), keluarga dapat membantu merawat fisik pasien (59%), keluarga diizinkan memberi dukungan kepada pasien (89%). Kebutuhan jaminan pelayanan berupa merasakan adanya harapan bahwa pasien akan sembuh (96%), mengetahui tindakan yang dilakukan untuk kesembuhan pasien (91%), perawatan terbaik diberikan kepada pasien (91%). Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pihak managemen di Rumah Sakit untuk memfasilitasi pemenuhan kebutuhan keluarga pasien yang menunggu keluarganya di ruang rawat ICU.


(11)

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Pasien kritis dengan perawatan di ruang ICU (Intensif Care Unit) memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Mengenali ciri-ciri dengan cepat dan penatalaksanaan dini yang sesuai pada pasien beresiko kritis atau pasien yang berada dalam keadaan kritis dapat membantu mencegah perburukan lebih lanjut dan memaksimalkan peluang untuk sembuh (Gwinnutt, 2006 dalam Jevon dan Ewens, 2009). Comprehensive Critical Care Department of Health-Inggris merekomendasikan untuk memberikan perawatan kritis sesuai filosofi perawatan kritis tanpa batas (critical care without wall), yaitu kebutuhan pasien kritis harus dipenuhi di manapun pasien tersebut secara fisik berada di dalam rumah sakit (Jevon dan Ewens, 2009). Hal ini dipersepsikan sama oleh tim pelayanan kesehatan bahwa pasien kritis memerlukan pencatatan medis yang berkesinambungan dan monitoring penilaian setiap tindakan yang dilakukan.Dengan demikian pasien kritis erat kaitannya dengan perawatan intensif oleh karena dengan cepat dapat dipantau perubahan fisiologis yang terjadi atau terjadinya penurunan fungsi organ-organ tubuh lainnya (Rab, 2007).

Penerimaan pasien di unit perawatan kritis menandakan suatu ancaman terhadap kehidupan dan kesejahteraan pada semua orang yang dirawat di ruang kritis tersebut. Pasien sering merasa diterima di unit perawatan kritis sebagai tanda akan tiba kematian karena pengalaman mereka sendiri atau orang lain (Hudak & Gallo, 1997). Adanya ancaman ketidakberdayaan, kehilangan kendali, perasaan kehilangan fungsi dan harga diri, kegagalan membentuk pertahanan, perasaan terisolasi dan takut meninggal dunia bisa menyebabkan ansietas pada pasien. Penerimaan dan pengenalan terhadap "peran sakit" juga dapat menimbulkan stres. Perilaku koping seperti mengingkari, marah, pasif,


(12)

atau agresif, umum dijumpai pada pasien. Jika perilaku koping efektif, energi dibebaskan dan diarahkan langsung pada penyembuhan. Jika upaya koping tidak efektif, maka keadaan stres meningkat sehingga terjadi peningkatan kebutuhan energi. Pada kondisi ini dukungan keluarga menjadi kepentingan utama. Keluarga berperan dalam mendukung penyembuhan dan pemulihan pasien. Apabila dukungan seperti ini tidak diterima pasien, maka keberhasilan penyembuhan dan proses pemulihan sangat berkurang (Hudak & Gallo, 1997).

Bagi keluarga pasien yang berada dalam keadaan kritis (critical care paients)

dalam kenyataannya memiliki stress emosional yang tinggi (high levels of emotional distress). Mendapatkan informasi tentang kondisi medis pasien dan hubungan dengan petugas pemberi pelayanan merupakan prioritas utama yang diharapkan dan diperlukan oleh keluarga pasien (high priority needs for these family). Para peneliti mendapatkan data peningkatan kejadian stress (elevated levels of distress) yang dialami oleh keluarga pasien adalah segera setelah pasien berada di ICU (just after the patients admission to the ICU) (Azizahkh, 2010). Disamping itu perawatan pasien di ruang ICU menimbulkan stres bagi keluarga pasien juga karena lingkungan rumah sakit, dokter dan perawat merupakan bagian yang asing, bahasa medis yang sulit untuk dipahami dan terpisahnya anggota keluarga dengan pasien. Untuk itu pelayanan keperawatan perlu memberikan perhatian untuk memenuhi kebutuhan keluarga dalam frekuensi, jenis, dan dukungan komunikasi. Sejalan dengan itu, pelayanan keperawatan juga perlu memahami kepercayaan, nilai-nilai keluarga, menghormati struktur, fungsi, dan dukungan keluarga (Potter & Perry, 2009).

Pelayanan keperawatan menjadi tumpuan bagi pasien dan keluarganya karena keberadaan perawat yang terus menerus bersama pasien sehingga secara terus menerus pula bertanggungjawab untuk mempertahankan homeostatis pasien. Perhatian, rasa percaya, dan dukungan yang diberikan perawat kepada pasien dan keluarganya menjadi


(13)

dasar yang membuat hubungan perawat, pasien dan keluarganya unik dan kuat. Tak ada pelayanan kesehatan profesional lain yang mempunyai kesempatan yang konsisten dan sering berinteraksi dengan pasien pada kerangka kerja yang sama (Hudak & Gallo, 1997). Pelayanan keperawatan dapat mengusahakan sumber dukungan yang kuat bagi pasien yang dapat diperoleh dari dukungan keluarga.

Dukungan keluarga menurut Francis dan Satiadarma (2004) merupakan bantuan yang diterima salah satu anggota keluarga dari anggota keluarga lainnya dalam rangka menjalankan fungsi-fungsi yang terdapat di dalam sebuah keluarga. Keberhasilan perawatan di rumah sakit akan menjadi sia-sia apabila tidak didukung oleh peran serta dukungan keluarga (Taylor,1995:277 dalam Ambari, 2010). Pendapat ini diperkuat oleh pernyataan dari commission of the family (1998, dalam Dolan dkk, 2006:91) bahwa dukungan keluarga dapat memperkuat setiap individu, pasien, menciptakan kekuatan keluarga, memperbesar penghargaan terhadap diri sendiri, mempunyai potensi sebagai strategi pencegahan utama bagi seluruh keluarga dalam menghadapi tantangan kehidupan sehari-hari serta mempunyai relevansi dalam masyarakat yang berada dalam lingkungan yang penuh tekanan (Ambari,2010). Saling mendukung, saling mengasihi, dan saling menghargai antar sesama anggota keluarga sebagai dasar kekuatan keluarga merupakan fungsi internal keluarga yang di sebut fungsi afektif. Friedman, 1986 dalam Setiawati & Dermawan (2008)

Mengingat pentingnya peran keluarga inilah maka perlu diketahui apa yang menjadi kebutuhan keluarga pasien yang menunggu keluarganya yang dirawat di ruang ICU dimana hal yang diketahui adalah kenyataan bahwa pelayanan kesehatan dan fasilitas rumah sakit lebih difokuskan kepada pasien saja. Padahal dengan memperhatikan kebutuhan pasien dan keluarga, rumah sakit dapat menciptakan lingkungan yang saling mendukung untuk kesembuhan dan pemulihan kesehatan pasien.


(14)

2. Pertanyaan penelitian

Apa sajakah kebutuhan keluarga pasien yang menunggu keluarganya di ruang rawat ICU RSUP Haji Adam Malik Medan?

3. Tujuan penelitian

Mengidentifikasi kebutuhan keluarga pasien yang menunggu keluarganya di ruang rawat ICU RSUP Haji Adam Malik Medan.

4. Manfaat Penelitian

4.1 Bagi praktek keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi perawat dalam upaya peningkatan pelayanan keperawatan tentang kebutuhan keluarga pasien yang menunggu keluarganya di ruang rawat ICU dimana keluarga pasien ini adalah sebagai support system untuk kesembuhan dan pemulihan kesehatan pasien. 4.2 Bagi rumah sakit

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi manajemen di rumah sakit dalam melengkapi fasilitas dan kebijakan peraturan di ruang ICU yang dibutuhkan sebagai upaya peningkatan pelayanan kepada pasien dan keluarga.

4.3 Bagi Pendidikan keperawatan

Hasil yang didapat dalam penelitian merupakan 'evidence base practice' yang dapat menjadi informasi bagi mahasiswa keperawatan dan institusi pendidikan keperawatan tentang kebutuhan keluarga pasien yang menunggu keluarganya di ruang rawat ICU.


(15)

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi dan data tambahan dalam penelitian keperawatan untuk pengembangan bagi penelitian selanjutnya dalam ruang lingkup yang sama.


(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep ICU

1.1 Definisi ICU

ICU (Intensive Care Unit) adalah ruang rawat di rumah sakit yang dilengkapi dengan staf dan peralatan khusus untuk merawat dan mengobati pasien dengan perubahan fisiologi yang cepat memburuk yang mempunyai intensitas defek fisiologi satu organ ataupun mempengaruhi organ lainnya sehingga merupakan keadaan kritis yang dapat menyebabkan kematian. Tiap pasien kritis erat kaitannya dengan perawatan intensif oleh karena memerlukan pencatatan medis yang berkesinambungan dan monitoring serta dengan cepat dapat dipantau perubahan fisiologis yang terjadi atau akibat dari penurunan fungsi organ-organ tubuh lainnya (Rab,2007).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan ICU di Rumah sakit, ICU adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi di bawah direktur pelayanan), dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang di tujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit,cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia.

1.2 Pembagian ICU berdasarkan kelengkapan

Berdasarkan kelengkapan penyelenggaraan maka ICU dapat dibagi atas tiga tingkatan. Yang pertama ICU tingkat I yang terdapat di rumah sakit kecil yang dilengkapi dengan perawat, ruangan observasi, monitor, resusitasi dan ventilator jangka


(17)

jangka pendek yang tidak lebih dari 24 jam. ICU ini sangat bergantung kepada ICU yang lebih besar. Kedua, ICU tingkat II yang terdapat pada rumah sakit umum yang lebih besar di mana dapat dilakukan ventilator yang lebih lama yang dilengkapi dengan dokter tetap, alat diagnosa yang lebih lengkap, laboratorium patologi dan fisioterapi. Yang ketiga, ICU tingkat III yang merupakan ICU yang terdapat di rumah sakit rujukan dimana terdapat alat yang lebih lengkap antara lain hemofiltrasi, monitor invasif termasuk kateterisasi dan monitor intrakranial. ICU ini dilengkapi oleh dokter spesialis dan perawat yang lebih terlatih dan konsultan dengan berbagai latar belakang keahlian ( Rab, 2007).

Terdapat tiga kategori pasien yang termasuk pasien kritis yaitu : kategori pertama, pasien yang di rawat oleh karena penyakit kritis meliputi penyakit jantung koroner, respirasi akut, kegagalan ginjal, infeksi, koma non traumatik dan kegagalan multi organ. Kategori kedua, pasien yang di rawat yang memerlukan propilaksi monitoring oleh karena perubahan patofisiologi yang cepat seperti koma. Kategori ketiga, pasien post operasi mayor.

Apapun kategori dan penyakit yang mendasarinya, tanda-tanda klinis penyakit kritis biasanya serupa karena tanda-tanda ini mencerminkan gangguan pada fungsi pernafasan, kardiovaskular, dan neurologi (Nolan et al. 2005). Tanda-tanda klinis ini umumnya adalah takipnea, takikardia, hipotensi, gangguan kesadaran (misalnya letargi, konfusi / bingung, agitasi atau penurunan tingkat kesadaran) (Jevons dan Ewens, 2009).

1.3 Sistem pelayanan ruang ICU

Penyelenggaraan pelayanan ICU di rumah sakit harus berpedoman pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan ICU di rumah sakit. Pelayanan ICU di rumah sakit meliputi beberapa hal, yang pertama etika kedokteran dimana etika


(18)

pelayanan di ruang ICU harus berdasarkan falsafah dasar "saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien, dan berorientasi untuk dapat secara optimal, memperbaiki kondisi kesehatan pasien. Kedua, indikasi yang benar dimana pasien yang di rawat di ICU harus pasien yang memerlukan intervensi medis segera oleh tim

intensive care, pasien yang memerlukan pengelolaan fungsi sistem organ tubuh secara terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga dapat dilakukan pengawasan yang konstan dan metode terapi titrasi, dan pasien sakit kritis yang memerlukan pemantauan kontinyu dan tindakan segera untuk mencegah timbulnya dekompensasi fisiologis. Ketiga, kerjasama multidisipliner dalam masalah medis kompleks dimana dasar pengelolaan pasien ICU adalah pendekatan multidisiplin tenaga kesehatan dari beberapa disiplin ilmu terkait yang memberikan kontribusinya sesuai dengan bidang keahliannya dan bekerja sama di dalam tim yang di pimpin oleh seorang dokter intensivis sebagai ketua tim. Keempat, kebutuhan pelayanan kesehatan pasien dimana kebutuhan pasien ICU adalah tindakan resusitasi yang meliputi dukungan hidup untuk fungsi-fungsi vital seperti Airway (fungsi jalan napas), Breathing (fungsi pernapasan), Circulation (fungsi sirkulasi), Brain (fungsi otak) dan fungsi organ lain, dilanjutkan dengan diagnosis dan terapi definitif. Kelima, peran koordinasi dan integrasi dalam kerja sama tim dimana setiap tim multidisiplin harus bekerja dengan melihat kondisi pasien misalnya sebelum masuk ICU, dokter yang merawat pasien melakukan evaluasi pasien sesuai bidangnya dan memberi pandangan atau usulan terapi kemudian kepala ICU melakukan evaluasi menyeluruh, mengambil kesimpulan, memberi instruksi terapi dan tindakan secara tertulis dengan mempertimbangkan usulan anggota tim lainnya serta berkonsultasi dengan konsultan lain dan mempertimbangkan usulan-usulan anggota tim. Keenam, asas prioritas yang mengharuskan setiap pasien yang dimasukkan ke ruang ICU harus dengan indikasi masuk ke ruang ICU yang benar. Karena keterbatasan jumlah tempat tidur ICU, maka berlaku asas prioritas dan indikasi masuk. Ketujuh, sistem manajemen


(19)

peningkatan mutu terpadu demi tercapainya koordinasi dan peningkatan mutu pelayanan di ruang ICU yang memerlukan tim kendali mutu yang anggotanya terdiri dari beberapa disiplin ilmu, dengan tugas utamanya memberi masukan dan bekerja sama dengan staf struktural ICU untuk selalu meningkatkan mutu pelayanan ICU. Kedelapan, kemitraan profesi dimana kegiatan pelayanan pasien di ruang ICU di samping multi disiplin juga antar profesi seperti profesi medik, profesi perawat dan profesi lain. Agar dicapai hasil optimal maka perlu peningkatan mutu SDM (Sumber Daya Manusia) secara berkelanjutan, menyeluruh dan mencakup semua profesi. Kesembilan, efektifitas, keselamatan dan ekonomis dimana unit pelayanan di ruang ICU mempunyai biaya dan teknologi yang tinggi, multi disiplin dan multi profesi, jadi harus berdasarkan asas efektifitas, keselamatan dan ekonomis. Kesepuluh, kontuinitas pelayanan yang ditujukan untuk efektifitas, keselamatan dan ekonomisnya pelayanan ICU. Untuk itu perlu di kembangkan unit pelayanan tingkat tinggi (High Care Unit =HCU). Fungsi utama. HCU adalah menjadi unit perawatan antara dari bangsal rawat dan ruang ICU. Di HCU, tidak diperlukan peralatan canggih seperti ICU tetapi yang diperlukan adalah kewaspadaan dan pemantauan yang lebih tinggi.

Unit perawatan kritis atau unit perawatan intensif (ICU) merupakan unit rumah sakit di mana klien menerima perawatan medis intensif dan mendapat monitoring yang ketat. ICU memilki teknologi yang canggih seperti monitor jantung terkomputerisasi dan ventilator mekanis. Walaupun peralatan tersebut juga tersedia pada unit perawatan biasa, klien pada ICU dimonitor dan dipertahankan dengan menggunakan peralatan lebih dari satu. Staf keperawatan dan medis pada ICU memiliki pengetahuan khusus tentang prinsip dan teknik perawatan kritis. ICU merupakan tempat pelayanan medis yang paling mahal karena setiap perawat hanya melayani satu atau dua orang klien dalam satu waktu dan dikarenakan banyaknya terapi dan prosedur yang dibutuhkan seorang klien dalam ICU ( Potter & Perry, 2009).


(20)

Pada permulaannya perawatan di ICU diperuntukkan untuk pasien post operatif. Akan tetapi setelah ditemukannya berbagai alat perekam (monitor) dan penggunaan ventilator untuk mengatasi pernafasan maka ICU dilengkap pula dengan monitor dan ventilator. Disamping itu dengan metoda dialisa pemisahan racun pada serum termasuk kadar ureum yang tinggi maka ICU dilengkapi pula dengan hemodialisa.

Pada prinsipnya alat dalam perawatan intensif dapat di bagi atas dua yaitu alat-alat pemantau dan alat-alat pembantu termasuk alat ventilator, hemodialisa dan berbagai alat lainnya termasuk defebrilator. Alat-alat monitor meliputi bedside dan monitor sentral, ECG, monitor tekanan intravaskuler dan intrakranial, komputer cardiac output, oksimeter nadi, monitor faal paru, analiser karbondioksida, fungsi serebral/monitor EEG, monitor temperatur, analisa kimia darah, analisa gas dan elektrolit, radiologi ( X-ray viewers, portable X-X-ray machine, Image intensifier), alat-alat respirasi (ventilator, humidifiers, terapi oksigen, alat intubasi (airway control equipment), resusitator otomatik, fiberoptik bronkoskop, dan mesin anastesi ( Rab, 2007).

Instrumentasi yang begitu beragam dan kompleks serta ketergantungan pasien yang tinggi terhadap perawat dan dokter (karena setiap perubahan yang terjadi pada pasien harus di analisa secara cermat untuk mendapat tindakan yang cepat dan tepat) membuat adanya keterbatasan ruang gerak pelayanan dan kunjungan keluarga. Kunjungan keluarga biasanya dibatasi dalam hal waktu kunjungan (biasanya dua kali sehari), lama kunjungan (berbeda-beda pada setiap rumah sakit) dan jumlah pengunjung (biasanya dua orang secara bergantian).

ICU sering merupakan tempat yang kuat dan besar untuk pasien dan keluarga mereka. Dengan memperhatikan kebutuhan baik pasien maupun keluarga, rumah sakit dapat menciptakan lingkungan yang saling percaya dan mendukung dimana keluarga diakui sebagai bagian integral dari perawatan pasien dan pemulihan (Kvale, 2011).


(21)

1.4 Perawat ICU

Seorang perawat yang bertugas di ICU melaksanakan tiga tugas utama yaitu, life support, memonitor keadaan pasien dan perubahan keadaan akibat pengobatan dan mencegah komplikasi yang mungkin terjadi. Oleh karena itu diperlukan satu perawat untuk setiap pasien dengan pipa endotrakeal baik dengan menggunakan ventilator maupun yang tidak. Di Australia diklasifikasikan empat kriteria perawat ICU yaitu, perawat ICU yang telah mendapat pelatihan lebih dari duabelas bulan ditambah dengan pengalaman, perawat yang telah mendapat latihan sampai duabelas bulan, perawat yang telah mendapat sertifikat pengobatan kritis (critical care certificate), dan perawat sebagai pelatih (trainer) (Rab, 2007).

Di Indonesia, ketenagaan perawat di ruang ICU di atur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan ICU di Rumah Sakit yaitu, untuk ICU level I maka perawatnya adalah perawat terlatih yang bersertifikat bantuan hidup dasar dan bantuan lanjut, untuk ICU level II diperlukan minimal 50% dari jumlah seluruh perawat di ICU merupakan perawat terlatih dan bersertifikat ICU, dan untuk ICU level III diperlukan minimal 75% dari jumlah seluruh perawat di ICU merupakan perawat terlatih dan bersertifikat ICU.

2. Konsep keluarga

2.1 Definisi keluarga

Istilah keluarga akan menghadirkan gambaran adanya individu dewasa dan anak yang hidup bersama secara harmonis dan memuaskan. Bagi lainnya, istilah ini memiliki arti yang berlawanan. Keluarga bukan sekedar gabungan dari beberapa individu (Astedt


(22)

Kurki, et al.,2001). Keluarga memiliki keragaman seperti anggota individunya dan seorang pasien memiliki nilai-nilai tersendiri mengenai keluarganya (Potter & Perry, 2009)

Banyak ahli mendefenisikan tentang keluarga sesuai dengan perkembangan sosial di masyarakat. Hal ini bergantung pada orientasi yang digunakan dan orang yang mendefenisikannya. Friedman (1998) mendefenisikan bahwa keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga. Pakar konseling keluarga dari Yogyakarta, Sayekti (1994) menulis bahwa keluarga adalah suatu ikatan/persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau anak adopsi, dan tingggal dalam sebuah rumah tangga. Menurut UU No. 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami- istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Ketiga pengertian tersebut mempunyai persamaan bahwa dalam keluarga terdapat ikatan perkawinan dan hubungan darah yang tinggal bersama dalam satu atap (serumah) dengan peran masing-masing serta keterikatan emosional (suprajitno, 2004)

2.2 Peran keluarga

Peran adalah sesuatu yang di harapkan secara normatif dari seorang dalam situasi sosial tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan. Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga. Jadi peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam


(23)

keluarga di dasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok, dan masyarakat.

Dalam UU Kesehatan nomor 23 tahun 1992 pasal 5 menyebutkan " Setiap orang berkewajiban untuk ikut serta dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga, dan lingkungan". Dari pasal di atas jelas bahwa keluarga berkewajiban meningkatkan dan memelihara kesehatan dalam upaya meningkatkan tingkat derajat kesehatan yang optimal.

Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing, antara lain ayah, dimana ayah sebagai pemimpin keluarga mempunyai peran sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung / penganyom, pemberi rasa aman bagi setiap anggota keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu. Kemudian ada ibu yang berperan sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-anak, pelindung keluarga dan juga sebagai pencari nafkah tambahan keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu. Lalu ada anak yang berperan sebagai pelaku psikososial sesuai dengan perkembangan fisik, mental, sosial dan spiritual (Setiadi, 2008).

2.3 Dukungan sosial keluarga

Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang di peroleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai, dan mencintainya (Cohen & Syme, 1996). Dukungan sosial keluarga adalah sebagai suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosial (Friedman, 1998).

Dalam semua tahap, dukungan sosial keluarga menjadikan keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal, sehingga akan meningkatkan kesehatan dan adaptasi mereka dalam kehidupan.


(24)

Studi-studi tentang dukungan keluarga telah mengkonseptualisasi dukungan sosial sebagai koping keluarga, baik dukungan-dukungan yang bersifat eksternal maupun internal terbukti sangat bermanfaat. Dukungan keluarga eksternal antara lain sahabat, pekerjaan, tetangga, sekolah, keluarga besar, kelompok sosial, kelompok rekreasi, tempat ibadah, praktisi kesehatan. Dukungan sosial keluarga internal antara lain dukungan dari suami atau istri, dari saudara kandung, atau dukungan dari anak (Friedman, 1998).

Jenis dukungan keluarga ada terdiri dari empat dukungan yaitu, dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan apprasial, dan dukungan emosional. Dukungan instrumental, yaitu keluarga merupakan sumber pertolongan praktis dan konkrit. Dukungan informasional, yaitu keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar informasi). Dukungan penilaian (apprasial), yaitu keluarga bertindak sebagai sebuah umpan balik membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber dan validator identitas keluarga. Dukungan emosional, yaitu keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. (Friedman, 1998)

Menurut House (Smet, 1994) setiap bentuk dukungan sosial keluarga mempunyai ciri-ciri antara lain, informatif, perhatian emosional, bantuan instrumental, dan bantuan penilaian. Informatif, yaitu bantuan informasi yang disediakan agar dapat digunakan oleh seseorang dalam menanggulangi persoalan-persoalan yang di hadapi, meliputi pemberian nasehat, pengarahan, ide-ide, atau informasi lainnya yang dibutuhkan dan informasi ini disampaikan kepada orang lain yang mungkin menghadapi persoalan yang sama atau hampir sama. Perhatian emosional, setiap orang pasti membutuhkan bantuan afeksi dari orang lain, dukungan ini berupa dukungan simpatik dan empati, cinta, kepercayaan dan penghargaan. Dengan demikian seseorang yang menghadapi persoalan merasa dirinya tidak menanggung beban sendiri tetapi masih ada orang lain yang


(25)

memperhatikan, mau mendengar segala keluhannya, bersimpati dan empati terhadap persoalan yang dihadapinya, bahkan mau membantu memecahkan masalah yang dihadapinya. Bantuan instrumental, bantuan bentuk ini bertujuan untuk mempermudah seseorang dalam melakukan aktifitasnya berkaitan dengan persoalan-persoalan yang dihadapinya, atau menolong secara langsung kesulitan yang dihadapi, misalnya dengan menyediakan peralatan lengkap dan memadai bagi penderita, menyediakan obat-obat yang dibutuhkan dan lain-lain. Bantuan penilaian, yaitu suatu bentuk penghargaan yang diberikan seseorang kepada pihak lain berdasarkan kondisi sebenarnya dari penderita. Penilaian ini bisa positif dan negatif yang mana pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang. Berkaitan dengan dukungan sosial keluarga maka penilaian yang sangat membantu adalah penilaian yang positif.

Efek dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi. Disamping itu, pengaruh positif dari dukungan sosial keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kejadian dalam kehidupan yang penuh dengan stress (Setiadi, 2008).

2.4 Dukungan keluarga pada pasien dengan perawatan ICU

Keberhasilan pelayanan keperawatan bagi pasien tidak dapat dilepaskan dari peran keluarga. Pengaruh keluarga dalam keikutsertaannya menentukan kebijakan dan keputusan dalam penggunaan layanan keperawatan membuat hubungan dengan keluarga menjadi penting. Namun dalam pelaksanaannya hubungan ini sering mengalami hambatan, antara lain kesempatan kontak relatif terbatas (Mundakir, 2006). Adanya kebijakan jam kunjungan di ICU menjadikan pasien merasa terpisah dengan keluarga yang mereka cintai. Pasien sering merasa kesepian dan kurang mendapat


(26)

perhatian dari keluarganya. Kurangnya perhatian dapat secara aktual menyebabkan efek yang merusak pada kesehatan dan penyembuhan pasien. Maka keluarga merupakan orang-orang yang paling mungkin dan mampu memberikan aspek perhatian ini. Memberikan kehangatan, rasa cinta, perhatian dan komunikasi adalah hal yang bermakna dan penting dalam memenuhi kebutuhan psikososial pasien. Bahkan pada pasien tuli, tidak mampu berbicara, atau tidak mampu memahami bahasa, atau tidak mungkin berkomunikasi verbal karena intubasi atau sakit fisik lainnya juga memerlukan dukungan keluarga untuk memberikan kehangatan, rasa cinta, perhatian dan komunikasi yang mungkin dilakukan dengan menggunakan sentuhan (Hudak & Gallo, 1997)

3. Konsep kebutuhan keluarga pasien

3.1 Defenisi kebutuhan keluarga

Kebutuhan adalah salah satu aspek psikologis yang menggerakkan mahluk hidup dalam aktivitas-aktivitasnya dan menjadi dasar (alasan) untuk berusaha. Manusia memiliki kebutuhan dasar yang bersifat heterogen. Setiap orang pada dasarnya memiliki kebutuhan yang sama, akan tetapi karena terdapat perbedaan budaya, maka kebutuhan tersebut pun ikut berbeda. Dalam memenuhi kebutuhannya, manusia menyesuaikan diri dengan prioritas yang ada. Lalu jika gagal memenuhi kebutuhannya, manusia akan berpikir lebih keras dan bergerak untuk berusaha mendapatkannya.

Kebutuhan keluarga merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh keluarga dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis individu-individu dalam keluarga tersebut, yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan (Alimul, 2009).


(27)

Keluarga terdiri dari satu atau lebih individu dimana individu-individu ini adalah manusia yang pada dasarnya memiliki kebutuhan yang sama. Kebutuhan dasar manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain penyakit, hubungan keluarga, konsep diri dan tahap perkembangan. Adanya penyakit dalam tubuh dapat menyebabkan perubahan pemenuhan kebutuhan, baik secara fisiologis maupun psikologis, karena beberapa fungsi organ tubuh memerlukan pemenuhan kebutuhan lebih besar dari biasanya. Selain penyakit, hubungan keluarga yang baik juga dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar karena adanya saling percaya, merasakan kesenangan hidup, tidak ada rasa curiga, dan lain-lain. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah konsep diri dimana konsep diri yang positif dapat memberikan makna dan keutuhan (wholeness) bagi seseorang. Konsep diri yang sehat menghasilkan perasaan positif terhadap diri. Orang yang merasa positif tentang dirinya akan mudah berubah, mudah mengenali kebutuhan dan mengembangkan cara hidup yang sehat, sehingga mudah memenuhi kebutuhan dasarnya. Terakhir, faktor tahap perkembangan dimana sejalan dengan meningkatnya usia, manusia mengalami perkembangan. Setiap tahap perkembangan tersebut memiliki kebutuhan yang berbeda, baik kebutuhan biologis, psikologis, sosial, maupun spiritual, mengingat berbagai fungsi organ tubuh juga mengalami proses kematangan dengan aktifitas yang berbeda (Alimul, 2009).

3.3 Kebutuhan keluarga pasien di ruang ICU

Manusia sebagai makhluk holistik merupakan makhluk yang utuh atau paduan dari unsur biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Sebagai makhluk biologis, manusia tersusun atas sistem organ tubuh yang digunakan untuk mempertahankan hidupnya, mulai dari lahir, tumbuh kembang, hingga meninggal. Sebagai makhluk psikologis, manusia mempunyai struktur kepribadian, tingkah laku sebagai manifestasi kejiwaan, dan kemampuan berpikir serta kecerdasan. Sebagai makhluk sosial, manusia perlu


(28)

hidup bersama orang lain, saling bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup, mudah dipengaruhi kebudayaan, serta dituntut untuk bertingkah laku sesuai dengan harapan dan norma yang ada. Sebagai makhluk spiritual, manusia memiliki keyakinan, pandangan hidup, dan dorongan hidup yang sejalan dengan keyakinan yang dianutnya. Perawat sebagai pelaksana dalam memberi pelayanan keperawatan haruslah memandang keluarga pasien sebagai makhluk yang utuh dengan kebutuhan biologis, psikologis, sosial dan spiritual (Alimul, 2009).

Adapun kebutuhan keluarga pasien di ICU menurut CCFNI (Critical Care Family Need Inventory oleh Motter & Leske, 1996) yaitu: kebutuhan informasi, dukungan mental, rasa nyaman, berdekatan dengan pasien, dan jaminan pelayanan. Kebutuhan akan informasi meliputi informasi tentang perkembangan penyakit pasien, penyebab atau alasan suatu tindakan tertentu dilakukan pada pasien, kondisi sesungguhnya mengenai perkembangan penyakit pasien, kondisi pasien setelah dilakukan tindakan/pengobatan, perkembangan kondisi pasien dapat diperoleh keluarga paling sedikit sehari sekali, rencana pindah atau keluar dari ruangan, dan informasi mengenai peraturan di ruang ICU. Kebutuhan dukungan mental berupa : adanya pelayanan rohaniwan di ruang ICU, mendapat jawaban yang tepat dari petugas atau staf ICU, adanya perhatian dari personil ruang ICU, dan dapat berkonsultasi tentang kondisi pasien setiap hari dengan dokter/perawat yang merawat. Kebutuhan akan rasa nyaman bisa terpenuhi apabila keluarga mengetahui bahwa pasien masih bisa mendengarkan dan mengenali suara keluarga yang berkunjung, ada pemberitahuan ke rumah bila ada perubahan kondisi secara mendadak pada pasien, mempunyai kenyamanan dengan peralatan yang ada di ruang tunggu, mempunyai waktu khusus/istimewa saat menjenguk pasien dan ada jam kunjung yang tepat waktu. Kebutuhan akan kedekatan dengan pasien dimana kedekatan ini menunjukkan kebutuhan untuk berada di dekat anggota keluarga/orang yang di cintainya yang sedang sakit. Kebutuhan akan kedekatan dengan


(29)

pasien ini bisa diperoleh keluarga bila keluarga pasien tersebut dapat melihat/menjenguk pasien di ruang ICU secara teratur, dapat berkomunikasi/konsultasi tentang kondisi pasien dengan perawat yang sama setiap hari, dapat membantu merawat fisik pasien serta dapat membantu memberi dukungan mental kepada pasien di ruang ICU. Terakhir adalah kebutuhan terhadap jaminan pelayanan dimana setiap keluarga membutuhkan kepastian tentang adanya penilaian yang realistis tentang situasi. Kepastian adalah suatu strategi untuk menghindari stress, menghindari kemungkinan krisis dan mengurangi ketidakpastian dalam kebutuhan keluarga, harapan telah konsisten diidentifikasi sebagai kebutuhan yang diprioritaskan. Harapan lebih banyak mencerminkan paham spiritual bahwa nasib tidak ditentukan sebelumnya dan respon emosional pasien dipengaruhi oleh perawatan yang diberikan. Jaminan pelayanan yang dibutuhkan keluarga meliputi : merasakan ada harapan tentang kesembuhan pasien, mengetahui bahwa semua tindakan yang dilaksanakan bertujuan mengurangi/menyembuhkan penyakit pasien, rumah sakit menyediakan makanan yang terbaik dan bermutu untuk pasien, ada jaminan bahwa perawatan terbaik telah diberikan kepada pasien, ada jaminan perlindungan diri pasien (Nursalam, 2003).

The American College of Medicine Critical Care (ACCM) dan The Society of Medicine Critical Care (SMCC) merekomendasikan kebutuhan keluarga yang menunggu keluarganya dengan perawatan ICU meliputi kebutuhan untuk mengambil keputusan bersama, bukan keputusan sepihak oleh dokter, kebutuhan meningkatkan komunikasi dan menggunakan istilah-istilah yang keluarga bisa mengerti pada saat berkomunikasi, kebutuhan dukungan spiritual, mendorong dan menghargai do'a dan kepatuhan terhadap tradisi budaya yang membantu banyak pasien dan keluarga untuk mengatasi penyakit dan kematian, kebutuhan akan hadirnya keluarga pada saat resusitasi yang mungkin membantu keluarga untuk mengatasi stress akibat kematian orang yang di cintai, kebutuhan akan waktu kunjungan yang fleksibel, kebutuhan


(30)

tersedianya ruangan menunggu untuk keluarga yang dekat dengan ruangan pasien, dan kebutuhan keluarga agar dilibatkan dalam proses perawatan paliatif (Barclay & Lie, 2007).

Menurut Henneman and Cardin kebutuhan anggota keluarga pasien kritis adalah kebutuhan akan informasi, kebutuhan untuk kepastian dan dukungan serta kebutuhan untuk berada di dekat pasien. Jenis informasi yang keluarga butuhkan dari perawat berhubungan dengan keadaan pasien secara umum. Keluarga ingin mendapat informasi tentang tanda-tanda vital (stabil vs tidak stabil), tingkat kenyamanan pasien, dan pola tidur. Keluarga tidak mengharapkan perawat untuk memberikan informasi tentang prognosis, diagnosis, atau rencana pengobatan (informasi ini mereka butuhkan dari dokter yang merawat pasien). Pernyataan ini juga berarti bahwa perawat tidak dapat dan tidak boleh memberikan jenis informasi ini. Kebutuhan untuk kepastian dan dukungan dimana keluarga perlu tahu bahwa salah satu orang yang mereka cintai sedang di rawat dengan cara terbaik dan bahwa segala sesuatu yang dapat dilakukan sedang dilakukan. Kebutuhan untuk meyakinkan dan memberi dukungan tidak berarti bahwa keluarga butuh harapan palsu untuk pemulihan yang tidak akan terjadi. Cara yang paling efektif untuk memberikan jaminan dan dukungan sering tak ada hubungannya dengan kata-kata yang diucapkan, melainkan ditunjukkan kepada keluarga dengan pelayanan lembut dan kepedulian setiap staf di ruang ICU. Kebutuhan untuk berada di dekat pasien yaitu berada di dekat orang yang mereka cintai yang sedang sakit. Mereka tidak hanya ingin memberikan dukungan dengan berada dekat dengan pasien, tetapi juga kehadiran fisik memungkinkan mereka untuk menyaksikan bagaimana anggota keluarga mereka sedang di rawat. Dengan memberikan waktu kunjungan yang fleksibel tidak hanya memungkinkan pasien dan keluarganya bersama namun juga memfasilitasi keluarga untuk memberikan dukungan pada pasien. Henneman et al mengatakan kebutuhan keluarga pasien yang keluarganya dalam perawatan kritis adalah kebutuhan akan


(31)

informasi dan waktu kunjungan yang fleksibel. Informasi yang spesifik dan penting untuk keluarga pasien di identifikasi oleh Mirackle and Hovenkamp berupa kebutuhan untuk mendapat jawaban yang jujur atas pertanyaan-pertanyaan keluarga, kebutuhan untuk mengetahui fakta tentang prognosa pasien, kebutuhan untuk mengetahui hasil suatu prosedur yang telah dilakukan sesegera mungkin, kebutuhan untuk mendapat informasi dari staf mengenai status pasien, kebutuhan untuk mengetahui mengapa sesuatu dapat terjadi, kebutuhan untuk mengetahui komplikasi yang mungkin terjadi, kebutuhan untuk mendapat penjelasan atau keterangan yang bisa di mengerti, kebutuhan untuk mengetahui dengan jelas apa yang sedang terjadi, kebutuhan untuk mengetahui tentang staf yang memberikan perawatan, kebutuhan untuk mendapatkan bimbingan atau petunjuk tentang bagaimana suatu prosedur dilakukan ( Urden & Stacy, 2000 ). Dalam sebuah studi tentang kebutuhan keluarga pasien yang menunggu keluarganya dengan perawatan ICU ada beberapa hal penting yang dibutuhkan yaitu kebutuhan untuk dihubungi ke rumah bila terjadi perubahan pada kondisi pasien, kebutuhan untuk mengetahui prognosa penyakit, kebutuhan untuk mendapat jawaban yang jujur atas pertanyaan keluarga, kebutuhan untuk menerima informasi tentang pasien sekali sehari, kebutuhan untuk mendapat penjelasan terhadap sesuatu yang tidak dimengerti, dan kebutuhan untuk mendapat jaminan bahwa pasien mendapatkan kenyamanan. (Campbell, 2009)

Meskipun kebutuhan keluarga pasien yang menunggu keluarganya dengan perawatan ICU tampak mudah, namun adalah kesalahan bila menganggap bahwa semua staf yang bekerja di unit ICU mengetahui dan mencoba memenuhi apa yang menjadi kebutuhan mereka (Henneman and Cardin, 2002)


(32)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

1. Kerangka penelitian

Pada dasarnya peran keluarga terhadap dukungan anggota keluarga atau pasien yang mendapat perawatan di ICU sangat besar. Keluarga sebagai support system bagi upaya penyembuhan dan pemulihan kesehatan pasien perlu mendapat perhatian dari pihak rumah sakit. Penelitian ini mengidentifikasi kebutuhan keluarga pasien yang menunggu keluarganya di ruang rawat ICU.

Ada beberapa kebutuhan keluarga pasien yang menunggu keluarganya di ruang rawat ICU menurut CCFNI (Motter & Leske, 1996) yaitu, kebutuhan informasi, dukungan mental, rasa nyaman, berdekatan dengan pasien, dan jaminan pelayanan keperawatan.

Menurut Henneman & Cardin (2002) kebutuhan keluarga pasien yang menunggu keluarganya di ruang ICU adalah kebutuhan akan informasi, kebutuhan untuk kepastian dan dukungan serta kebutuhan untuk berada di dekat pasien.

Informasi yang spesifik dan penting untuk keluarga pasien di identifikasi oleh Mirackle and Hovenkamp berupa kebutuhan untuk mendapat jawaban yang jujur atas pertanyaan-pertanyaan keluarga, kebutuhan untuk mengetahui fakta tentang prognosa pasien, kebutuhan untuk mengetahui hasil suatu prosedur yang telah dilakukan sesegera mungkin, kebutuhan untuk mendapat informasi dari staf mengenai status pasien, kebutuhan untuk mengetahui mengapa sesuatu dapat terjadi, kebutuhan untuk mengetahui komplikasi yang mungkin terjadi, kebutuhan untuk mendapat penjelasan atau keterangan yang bisa di mengerti, kebutuhan untuk mengetahui dengan jelas apa yang sedang terjadi, kebutuhan untuk mengetahui tentang staf yang memberikan


(33)

perawatan, kebutuhan untuk mendapatkan bimbingan atau petunjuk tentang bagaimana suatu prosedur dilakukan

Kerangka konsep penelitian tentang kebutuhan keluarga pasien yang menunggu keluarganya di ruang rawat ICU dapat dilihat pada skema berikut ini :

2. Definisi Operasional

2.1. Informasi

Informasi adalah pemberitahuan yang dibutuhkan keluarga dari staf ICU mengenai semua hal yang berhubungan dengan pasien yang dirawat di ruang ICU RSUP Haji Adam Malik Medan.

Informasi ini meliputi status pasien (tanda-tanda vital stabil vs tidak stabil), perkembangan penyakit, komplikasi yang mungkin terjadi, rencana pengobatan, alasan tindakan tertentu dilakukan kepada pasien, kondisi pasien setelah dilakukan tindakan/pengobatan, tingkat kenyamanan dan pola tidur pasien, mendapat jawaban yang jujur dengan bahasa yang mudah di mengerti atas pertanyaan-pertanyaan keluarga, mengenal staf yang memberikan perawatan, pemberitahuan tentang rencana

Kebutuhan keluarga pasien di ruang rawat ICU meliputi:

1. kebutuhan informasi 2. dukungan mental 3. rasa nyaman

4. kedekatan dengan pasien 5. jaminan pelayanan

Keluarga pasien yang

menunggu keluarganya di ruang rawat ICU

Skema 3.1 Kerangka konsep penelitian tentang kebutuhan keluarga


(34)

pindah/keluar dari ruang ICU, pemberitahuan tentang peraturan di ruang ICU, dan menerima informasi paling sedikit sehari sekali (Henneman & Cardin, 2002; Motter & Leske, 1996; Urden & Stacy, 2000).Informasi diukur menggunakan kuesioner pertanyaan tertutup dichotomy question untuk mengetahui apakah informasi dibutuhkan atau tidak oleh keluarga pasien. Hasil pengukuran menggunakan kuesioner dengan penilaian ya dan tidak.

2.2. Dukungan mental

Dukungan mental adalah bantuan moral dari staf ICU atau pihak lain.

Dukungan mental berupa adanya perhatian dari staf ICU kepada keluarga, berkonsultasi tentang kondisi pasien setiap hari dengan dokter/perawat yang merawat, dan adanya pelayanan rohaniwan di ruang ICU (Motter & Leske,1996 dalam Nursalam, 2003). Dukungan mental diukur menggunakan kuesioner pertanyaan tertutup dichotomy question untuk mengetahui apakah dukungan mental dibutuhkan atau tidak oleh keluarga pasien. Hasil pengukuran menggunakan kuesioner dengan penilaian ya dan tidak.

2.3. Rasa nyaman

Rasa nyaman adalah suasana senang dan tenang yang dirasakan oleh keluarga pasien yang menunggu keluarganya di ruang rawat ICU yang sesuai dengan harapannya.

Rasa nyaman berupa adanya pemberitahuan ke rumah bila ada perubahan kondisi

secara mendadak pada pasien, mempunyai kenyamanan dengan fasilitas yang ada di ruang tunggu, tersedianya tempat untuk beribadah di ruang tunggu, kemudahan bagi keluarga untuk menjangkau tempat untuk makan, mempunyai waktu khusus/istimewa saat menjenguk pasien dan ada jam kunjung yang tepat waktu. Rasa nyaman diukur menggunakan kuesioner pertanyaan tertutup dichotomy question untuk mengetahui rasa


(35)

nyaman dibutuhkan atau tidak oleh keluarga pasien. Hasil pengukuran menggunakan kuesioner dengan penilaian ya dan tidak.

2.4. Kedekatan dengan pasien

Kedekatan dengan pasien adalah secara fisik keluarga berada di samping pasien yang sedang dalam perawatan ICU sehingga bisa menyentuh dan berkomunikasi dengan pasien.

Kedekatan dengan pasien diperoleh keluarga bila keluarga pasien tersebut dapat melihat/menjenguk pasien di ruang ICU secara teratur, waktu kunjungan yang lebih fleksibel, dapat berkomunikasi/konsultasi tentang kondisi pasien dengan perawat yang sama setiap hari, dapat membantu merawat fisik pasien serta dapat membantu memberi dukungan mental kepada pasien di ruang ICU(Motter & Leske, 1996 dalam Nursalam 2003). Kedekatan dengan pasien diukur menggunakan kuesioner pertanyaan tertutup

dichotomy question untuk mengetahui kedekatan dibutuhkan atau tidak oleh keluarga pasien. Hasil pengukuran menggunakan kuesioner dengan penilaian ya dan tidak.

2.5. Jaminan pelayanan

Jaminan pelayanan adalah adanya kepastian bagi keluarga bahwa segala hal yang dilakukan oleh pihak Rumah Sakit atau pihak ruang ICU sepenuhnya untuk upaya

penyembuhan pasien.

Jaminan ini berupa adanya harapan tentang kesembuhan pasien, mengetahui bahwa semua tindakan yang dilaksanakan bertujuan mengurangi/menyembuhkan penyakit pasien, rumah sakit menyediakan makanan yang terbaik dan bermutu untuk pasien, ada jaminan bahwa perawatan terbaik telah diberikan kepada pasien, dan ada jaminan perlindungan diri pasien (Motter & Leske, 1996 dalam Nursalam, 2003). Jaminan pelayanan diukur menggunakan kuesioner pertanyaan tertutup dichotomy


(36)

question untuk mengetahui jaminan pelayanan dibutuhkan atau tidak oleh keluarga pasien. Hasil pengukuran menggunakan kuesioner dengan penilaian ya dan tidak.


(37)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif eksporatif yang bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan keluarga pasien yang menunggu keluarganya di ruang rawat ICU Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

1.1. Populasi dan Sampel 1.1.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan keluarga pasien yang menunggu keluarganya di ruang rawat ICU Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2011 sebanyak 1627 orang.

1.1.2. Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling / judgement sampling yaitu penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti, sehingga sampel dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2003). Kritera yang ditentukan untuk subjek penelitian adalah keluarga pasien yang menunggu keluarganya yang di ruang rawat ICU dalam waktu empat minggu penelitian, subjek merupakan keluarga besar (Extended Family) yaitu keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah dari pasien yang dirawat diruang ICU, bisa membaca dan menulis, bisa berbahasa Indonesia, sudah menunggui pasien minimal 2x24 jam, dan bersedia menjadi responden.

Ruang ICU Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan terdiri dari ruang ICU Dewasa dengan kapasitas delapan tempat tidur, ICU Anak berkapasitas


(38)

enam tempat tidur dan ICU pasca bedah berkapasitas delapan tempat tidur. Menurut data yang peneliti peroleh, dari bulan Januari sampai dengan Desember 2010 jumlah pasien yang dirawat di ruang ICU sebanyak 1627 orang yang terdistribusi dari ketiga ruangan tersebut.

Menurut Isaac dan Michael ( dalam Sarwono, 2006 ) salah satu cara untuk menentukan jumlah sampel dengan menggunakan pendekatan statistik yang tingkat kesalahannya 1%, 5%, 10%, dimana semakin besar tingkat kesalahan yang ditoleransi semakin kecil jumlah sampel yang diambil. Sebaliknya semakin kecil tingkat kesalahan yang ditoleransi, maka makin besar mendekati populasi sampel yang harus diambil.

Penentuan jumlah sampel sangat tergantung kepada biaya yang tersedia, tenaga yang akan melaksanakan dan presesi yaitu ketepatan yang dikehehendaki dimana semakin besar sampel kemungkinan akan lebih tepat menggambarkan populasinya tetapi ini juga sampai batas tertentu karena makin besar sampel kemungkinan membuat kesalahan pada pengukuran juga akan semakin besar. Rumus yang digunakan untuk mencari besar sampel adalah:

Dimana: n = Jumlah Sampel

N = Jumlah Populasi

d = Tingkat Kesalahan Yang Dipilih ( 0,1, 0,5, 0,01 )

=

=


(39)

Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 94 orang. Dan sampel sesuai dengan kriteria dan responden bersedia menjadi sampel.

1.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di ruang tunggu keluarga pasien ICU Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai dengan Oktober tahun 2011.

1.3. Pertimbangan Etik

Peneliti menjelaskan tujuan dan manfaat dari penelitian dan responden bebas menentukan keterlibatannya. Hal ini bertujuan untuk menghindari rasa ketidaknyamanan responden baik secara fisik maupun psikologis, bebas dari eksplitasi dan memberi pemahaman pada responden tentang manfaat dari penelitian ini, sesuai prinsip beneficence.

Peneliti menjamin kerahasiaan identitas dan data serta menjaga privacy

responden dengan tidak mencantumkan nama responden. Peneliti hanya mencantumkan nomor kode pada format kuesioner yang diberikan pada responden. Hal ini sesuai dengan etika penelitian yaitu aspek anonymity dan confidentiality.

Selanjutnya peneliti telah meminta kesediaan responden menjadi subjek penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan (informed consent) sebagai subjek penelitian. Peneliti menghargai hak responden untuk memutuskan secara sukarela untuk terlibat dalam penelitian atau tidak.

1.4. Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini instrumen terdiri dari dua bagian yaitu, pada bagian pertama berupa tentang Kuesioner Data Demografi (KDD) dan bagian kedua berupa


(40)

Kuesioner Kebutuhan Keluarga (KKK). KDD meliputi umur, jenis kelamin, pekerjaan, lama menunggui pasien, hubungan darah dengan pasien, pendidikan, suku dan agama responden. KKK terdiri dari lima komponen yang berisi pernyataan tentang kebutuhan informasi, dukungan mental, rasa nyaman, kedekatan dengan pasien, dan jaminan pelayanan. KKK merupakan kuesioner dalam bentuk pertanyaan tertutup yang terdiri dari tiga puluh tujuh pertanyaan dengan dua jawaban "Ya" dan "Tidak". Pada setiap akhir pertanyaan dalam KKK, dibuat pertanyaan terbuka sesuai dengan jawaban responden.

1.5. Uji Reliabilitas

Untuk mengetahui apakah instrumen penelitian yang digunakan layak dan dapat dipercaya, maka perlu dilakukan uji reliabilitas. Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang berlainan (Nursalam, 2003). Secara garis besar reliabilitas ada dua jenis yaitu reliabilitas eksternal dan reabilitas internal. Pada penelitian ini peneliti menggunakan uji reliabilitas internal menggunakan teknik K-R 20 dengan komputer. Uji reabilitas internal dalam penelitian ini dilakukan pada duapuluh orang keluarga pasien yang memiliki karakteristik yang sama dengan sampel dan diperoleh hasil 1,00. Danim (2003) mengemukakan ukuran indeks reliabilitas 0,90-1,00 sebagai reliabilitas tinggi. Maka instrumen yang digunakan pada penelitian ini telah reliabel.

1.6. Prosedur Pengumpulan Data

Tahap persiapan pengumpulan data dilakukan melalui prosedur administrasi dengan cara mendapatkan izin dari Dekan Fakultas Keperawatan USU dan izin dari Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, melalui bidang litbang


(41)

(penelitian dan pengembangan) yang kemudian diberikan kepada Kepala Ruang ICU untuk melakukan penelitian.

Setelah mendapatkan izin dari kepala ruang ICU, peneliti langsung menemui responden dan melakukan pengumpulan data. Pada tahap awal peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan penelitian serta meminta kesediaan responden untuk berpartisipasi dalam penelitian dengan menandatangani lembar persetujuan menjadi responden yang telah disediakan. Selanjutnya peneliti membagi kuesioner penelitian dan menjelaskan tata cara pengisian kuesioner sampai responden mengerti, kemudian responden dipersilahkan untuk mengisi kuesioner tersebut. Selama pengisian kuesioner, peneliti mendampingi responden selama kurang lebih 25-30 menit agar bila ada pernyataan yang tidak jelas dapat langsung dijelaskan kepada responden tanpa bermaksud mengarahkan jawaban responden.

Setelah kuesioner penelitian selesai diisi, maka sebelum dikumpulkan kelengkapan jawaban responden diteliti kembali. Kuesioner yang belum lengkap diisi langsung peneliti dengan meminta responden untuk melengkapinya saat itu juga. Kemudian peneliti melakukan terminasi dengan responden dan setelah data terkumpul peneliti melapor kembali ke bidang litbang Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

1.7. Analisa Data

Setelah melakukan pengumpulan data, maka selanjutnya peneliti melakukan analisa data. Analisa data dilakukan dengan memeriksa kembali semua lembar kuesioner dan kelengkapan jawaban beserta kelengkapan identitas yang telah diisi oleh responden. Kemudian peneliti memberikan kode tertentu untuk memudahkan dalam melakukan tabulasi. Setelah itu semua surat persetujuan dan data identitas responden dipisahkan dari lembar jawaban untuk menjaga kerahasiaan responden.


(42)

Selanjutnya peneliti melakukan pengolahan data dengan bantuan komputer. Selanjutnya data disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan persentase


(43)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian

Dalam bab ini diuraikan hasil penelitian mengenai gambaran kebutuhan keluarga pasien yang menunggu keluarganya di ruang rawat ICU RSUP Haji Adam Malik Medan melalui pengumpulan data terhadap 94 responden dari bulan september sampai dengan oktober 2011. Penyajian hasil penelitian ini meliputi data demografi dan kebutuhan keluarga pasien yang menunggu keluarganya di ruang rawat ICU.

1.1. Data demografi responden

Pada tabel 1 dapat dilihat data hasil penelitian tentang data demografi responden terhadap 94 orang yang meliputi jenis kelamin, pendidikan, hubungan darah dengan pasien, lama menunggu pasien, umur, pekerjaan, suku dan agama. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa mayoritas responden berjenis kelamin perempuan (53%), pendidikan SMU (41%), hubungan darah dengan pasien adalah saudara kandung (24%), lama menunggu pasien 2-7 hari (50%), umur 20-30 tahun (34%), pekerjaan pegawai swasta (28%), suku Batak (46%), agama Islam (61%).


(44)

Tabel 1 Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan data demografi responden (n=94)

Data Demografi Frekuensi Persentase

Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 41 53 44 56 Pendidikan Tidak sekolah SD SMP SMU Perguruan Tinggi 7 13 11 39 24 7 14 12 41 26

Hubungan darah dengan pasien Orangtua Saudara kandung Kakek-Nenek Paman-Bibi Suami-Istri Anak 20 22 3 15 21 13 21 24 3 16 22 14 Lama menunggu pasien

2-7 hari 8-14 hari 15-21 hari >21 hari 47 25 13 9 50 27 14 9 Umur 20-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun >51 tahun 32 26 26 10 34 28 28 10 Pekerjaan

Pegawai Negeri sipil Pegawai swasta/BUMN Petani Lain-lain 7 26 18 46 7 28 19 46


(45)

Tabel 1 (lanjutan)

Data Demografi Frekuensi Persentase

Suku Batak Karo Jawa Lain-lain

46 12 27 9

49 13 29 9 Agama

Islam Kristen

57 37

61 39

1.2 Gambaran kebutuhan keluarga pasien yang menunggu keluarganya di ruang rawat ICU

Hasil penelitian ini menunjukkan kebutuhan keluarga pasien yang menunggu keluarganya di ruang rawat ICU

1.2.1. Kebutuhan keluarga pasien terhadap informasi

Dari data hasil penelitian pada tabel 2 dapat diketahui bahwa keseluruhan responden mengemukakan tentang pandangan mereka terhadap kebutuhan informasi berupa mengetahui perkembangan penyakit pasien (93%), diberi penjelasan tentang rencana pengobatan (89%), mengenal staf ICU yang memberikan perawatan (59%)


(46)

Tabel 2 Distribusi frekuensi dan persentase kebutuhan keluarga pasien yang menunggu keluarganya di ruang rawat ICU RSUP Haji Adam Malik Medan terhadap informasi (n=94)

Kebutuhan Informasi Ya

n (%)

Tidak n (%)

Mengetahui kestabilan tanda vital 77 (82) 17 (18) Mengetahui perkembangan penyakit pasien 87 (93) 7 (7) Diberi informasi tentang komplikasi penyakit 74 (79) 20 (21) Di beri penjelasan tentang rencana pengobatan 84 (89) 10 (11) Mengetahui alasan tindakan tertentu dilakukan 76 (81) 18 (19) Mengetahui kondisi pasien setelah tindakan

80 (85) 14 (15) Mengetahui bahwa pasien merasa nyaman dan cukup tidur 66 (70) 28 (30) Mendapat jawaban jujur dengan bahasa yang mudah

dimengerti bila ada pertanyaan keluarga

78 (83) 16 (17)

Mengenal staf ICU yang memberikan perawatan 55 (59) 39 (41) Diberitahu tentang rencana pindah/keluar dari ruang ICU 79 (84) 15 (16) Mendapat informasi tentang peraturan di ruang ICU 78 (83) 16 (17) Diberi penjelasan tentang kondisi pasien setiap hari 69 (73) 25 (27)

1.2.2 Kebutuhan keluarga akan dukungan mental

Dari data penelitian pada tabel 3 dapat diketahui bahwa dari semua responden mengatakan bahwa mereka mempunyai kebutuhan terhadap dukungan mental berupa mendapat jawaban yang tepat dari staf ICU (86%), ada pelayanan rohaniwan di ruang ICU (33%).


(47)

Tabel 3 Distribusi frekuensi dan persentase kebutuhan keluarga pasien yang menunggu keluarganya di ruang rawat ICU RSUP Haji Adam Malik Medan terhadap dukungan mental (n=94)

Kebutuhan Dukungan Mental Ya

n(%)

Tidak n(%)

Mendapat jawaban yang tepat dari staf ICU 81 (86) 13 (14) Merasa ada staf ICU yang memperhatikan 43 (46) 51 (54) Berkonsultasi tentang kondisi pasien setiap

hari dengan dokter/perawat yang merawat

65 (69)

29 (31) Ada pelayanan rohaniwan di ruang ICU 31 (33) 63 (67)

1.2.3 Kebutuhan keluarga terhadap rasa nyaman

Dari data hasil penelitian pada tabel 4 dapat diketahui bahwa kebutuhan terhadap rasa nyaman didukung oleh pernyataan seluruh responden yang menunjukkan adanya kebutuhan untuk diberitahu ke rumah bila terjadi perubahan kondisi secara mendadak pada pasien (20%), ada tersedia tempat untuk beribadah (67%), tersedia toilet/kamar mandi yang layak dan bersih (85%).


(48)

Tabel 4 Distribusi frekuensi dan persentase kebutuhan keluarga pasien yang menunggu keluarganya di ruang rawat ICU RSUP Haji Adam Malik Medan (n=94)

1.2.4 Kebutuhan keluarga untuk dekat dengan pasien

Dari data hasil penelitian pada tabel 5 dapat diketahui bahwa keseluruhan responden menyatakan bahwa kebutuhan untuk dapat menjenguk pasien di ruang ICU secara teratur (85%), ada jam kunjungan yang tepat waktu (82%).

Tidak n (%) Ya n (%) Rasa Nyaman 30 (32) 64 (68)

Lingkungan yang aman dan nyaman bagi keluarga

75 (80) 19 (20)

Diberitahukan ke rumah bila terjadi perubahan kondisi pasien

39(41) 55(59)

Kenyamanan fasilitas di ruang tunggu ICU

58 (62) 36 (38)

Ruang tunggu dilengkapi dengan televisi dan media cetak

31 (33) 63 (67)

Tersedia tempat untuk beribadah

36 (38) 58 (62)

Tempat ibadah di lengkapi dengan peralatan beribadah

25 (27) 69 (73)

Tersedia interkom langsung ke ruang tunggu

14 (15) 80 (85)

Tersedia toilet/kamar mandi yang layak dan bersih

61 (65) 33 (35)

Tersedia laundri untuk fasilitas umum

18 (19) 76 (81)


(49)

Tabel 5 Distribusi frekuensi dan persentase kebutuhan keluarga pasien ICU terhadap kedekatan dengan pasien

Kedekatan dengan pasien Ya

n (%)

Tidak n (%)

Dapat menjenguk pasien di ruang ICU secara teratur 80 (85) 14 (15)

Keluarga dapat berkonsultasi dengan perawat setiap hari 51 (61) 43 (39) Keluarga dapat membantu merawat fisik pasien 55 (59) 39 (41)

Keluarga diizinkan memberi dukungan kepada pasien 84 (89) 10 (11) Keluarga diberi waktu kunjungan yang lebih fleksibel 56 (60) 38 (40) Ada jam kunjungan yang tepat waktu 77 (82) 17 (18)

1.2.5 Kebutuhan keluarga akan adanya jaminan pelayanan bagi pasien

Dari data hasil penelitian pada tabel 6 dapat diketahui bahwa keseluruhan responden mengemukakan bahwa kebutuhan untuk merasakan adanya harapan akan kesembuhan pasien (96%), mengetahui bahwa semua tindakan bertujuan untuk kesembuhan pasien (91%), merasakan bahwa perawatan terbaik telah diberikan kepada pasien (91%).

Tabel 6 Distribusi frekuensi dan persentase kebutuhan keluarga pasien ICU terhadap adanya jaminan pelayanan bagi pasien

Jaminan Pelayanan Ya

n (%)

Tidak n (%)

Merasakan ada harapan tentang kesembuhan pasien 90 (96) 4 (4) Mengetahui bahwa semua tindakan bertujuan untuk

kesembuhan pasien

86 (91) 8 (9)

Mengetahui bahwa makanan yang diberikan kepada pasien adalah makanan yang terbaik

88 (94) 6 (6)

Perawatan terbaik telah diberikan kepada pasien 86 (91) 8 (9) Adanya perlindungan diri terhadap pasien 73 (78) 21 (22)


(50)

2. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 56% dengan tingkat pendidikan mayoritas SMU sebanyak 41%, mayoritas hubungan darah dengan pasien adalah saudara kandung sebanyak 24%, dengan lama menunggu pasien 2-7 hari sebesar 50%, umur mayoritas responden 20-30 tahun sebanyak 34%, mayoritas pekerjaan responden adalah pegawai swasta sebanyak 28%, dengan suku mayoritas adalah batak 49%, dan agama mayoritas responden adalah islam 61%.

Berdasarkan penelitian tentang kebutuhan keluarga pasien yang menunggu keluarganya di ruang rawat ICU diperoleh hasil bahwa 93% keluarga pasien mengemukakan bahwa informasi tentang perkembangan penyakit pasien di ruang ICU merupakan salah satu kebutuhan bagi keluarga. Hal ini sesuai dengan pernyataan Henneman and Cardin (dalam Urden & Stacy, 2000) yaitu salah satu kebutuhan anggota keluarga pasien kritis adalah kebutuhan akan informasi, dan jenis informasi yang dibutuhkan keluarga dari perawat berhubungan dengan perkembangan penyakit pasien. Sejalan dengan pernyataan ini, Pambudi (2008) dalam saran penelitiannya menyatakan salah satu cara untuk meningkatkan mutu pelayanan dan kepuasan pasien dan keluarga adalah dengan memberikan penjelasan tentang perkembangan penyakit pasien.

Dalam standart Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KPRS) Dr. Moewardi Surakarta tercantum bahwa keluarga mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana pengobatan termasuk kemungkinan terjadinya Kejadian Tak Diharapkan (KTD). Sejalan dengan hal itu, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 89% keluarga pasien mengatakan kebutuhan informasi lain yang mereka butuhkan adalah kebutuhan untuk diberi penjelasan tentang rencana pengobatan.


(51)

Akan tetapi berbeda dengan pernyataan Mirackle and Hovenkamp (dalam Urden & Stacy,2000) yang menyatakan bahwa salah satu kebutuhan informasi yang dibutuhkan keluarga adalah kebutuhan untuk mengenal staf yang memberikan perawatan, dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa kebutuhan untuk mengenal staf ICU yang memberikan perawatan hanya sebanyak 59%. Padahal Hudak & Gallo (1997) menyatakan bahwa pelayanan keperawatan menjadi tumpuan bagi pasien dan keluarganya karena keberadaan perawat yang terus menerus selama duapuluh empat jam bersama pasien. Anjaryani (2009) juga mengemukakan bahwa perawat adalah ujung tombak pelayanan terhadap pasien dan keluarganya karena frekuensi pertemuannya yang paling sering dengan pasien. Namun dari sisi lain hal ini mungkin disebabkan karena perhatian keluarga hanya terfokus pada pasien yang sedang dalam kondisi kritis saja. Bagi keluarga kenyataan bahwa pasien sedang dalam kondisi kritis menyebabkan stress emosional yang tinggi (Azizahkh, 2010). Pambudi (2008) dalam penelitiannya juga mengatakan bahwa keluarga umumnya mengalami perubahan perilaku dan emosional terhadap kondisi pasien. Penyakit yang berat terutama yang mengancam kehidupan dapat menimbulkan prilaku yang lebih luas, ansietas, syok atau penolakan. Hal itu merupakan respon umum yang disebabkan oleh stress.

Pada penelitian tentang kebutuhan dukungan mental bagi keluarga pasien di ruang ICU ini juga diperoleh hasil bahwa 86% keluarga pasien menyatakan mereka butuh untuk mendapat jawaban yang tepat dari staf ICU. Hal ini sejalan dengan pernyataan Motter & Leske (dalam Nursalam, 2003) yang menyatakan bahwa salah satu kebutuhan keluarga pasien di ruang rawat ICU adalah kebutuhan dukungan mental berupa mendapat jawaban yang tepat dari staf ICU.

Dalam penelitian ini juga diperoleh hasil bahwa adanya pelayanan rohaniawan di ruang ICU merupakan kebutuhan bagi keluarga pasien yaitu sebanyak 33%. Walaupun persentase ini tidak begitu besar namun dapat dilihat bahwa keluarga pasien tetap harus


(52)

dipandang sebagai makhluk yang holistik yang memiliki keyakinan, pandangan hidup, dan dorongan hidup yang sejalan dengan keyakinan yang dianutnya sehingga pihak ICU dalam memberikan pelayanan keperawatan haruslah memandang keluarga pasien sebagai makhluk yang utuh dengan kebutuhan biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Hal ini sesuai pula dengan pernyataan Alimul (2009) yang menyatakan bahwa perawat sebagai pelaksana dalam memberi pelayanan keperawatan haruslah memandang keluarga pasien sebagai makhluk yang utuh dengan kebutuhan biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Selain itu banyak orang percaya bahwa do'a bisa membantu kesembuhan pasien. Sebuah survei yang dilakukan oleh Harvard Medical School tahun 1998 memperkirakan 35 persen orang Amerika Serikat (AS) berdo’a bagi kesehatan mereka dan 69 persen di antaranya menyatakan do'a sangat menolong (Hidayat, 2011)

Pada aspek kebutuhan rasa nyaman berupa adanya pemberitahuan ke rumah bila terjadi perubahan kondisi secara mendadak pada pasien, hasil yang diperoleh pada penelitian ini sebanyak 20%. Hal ini berbeda dengan pernyataan Campbell (2009) yang menyatakan bahwa salah satu kebutuhan keluarga pasien yang menunggu keluarganya dengan perawatan ICU adalah kebutuhan untuk dihubungi ke rumah bila terjadi perubahan pada kondisi pasien. Hal ini disebabkan karena sebagian besar responden dalam penelitian ini menunggu di ruang tunggu Rumah Sakit selama pasien yang mereka tunggui dirawat di ruang ICU. Diana (2011) menyatakan keluarga ingin tetap ada dan melihat orang yang mereka cintai di depan mereka bahkan hingga mungkin meninggal dunia.

Selanjutnya kebutuhan rasa nyaman berupa tersedianya tempat untuk beribadah pada penelitian tentang gambaran kebutuhan keluarga pasien yang di rawat di ruang ICU ini diperoleh hasil sebesar 67%. Hal ini sesuai dengan penelitian Pambudi (2008) yang memperoleh hasil berdasarkan wawancara mendalam dengan keluarga pasien menyatakan bahwa sikap atau adaptasi yang sering dilakukan keluarga pasien di ruang


(53)

intensif adalah berdo'a (bagi yang muslim dengan sholat dan berdo'a) dan pasrah tetapi tetap berdo'a.

Kebutuhan rasa nyaman yang lain dalam penelitian ini adalah tersedianya toilet/kamar mandi yang layak dan bersih. Untuk kebutuhan ini diperoleh hasil 85%. Nursalam (2008) menyatakan permasalahan yang sering terjadi dalam melakukan pelayanan keperawatan di Rumah Sakit salah satunya adalah kurangnya kebersihan toilet. Penyebabnya adalah evaluasi sistem pelayanan yang kurang, belum ada mekanisme pemantauan kualitas pelayanan, dan pemeliharaan fasilitas masih bersifat pasif. Sebuah penelitian di Jawa Tengah mengenai indikator kepuasan pasien di Rumah Sakit yang dilakukan UNDIP (Universitas Diponegero) tahun 2006 menyampaikan bahwa dalam pengalaman sehari-hari ketidakpuasan pasien dan keluarga sering diungkapkan dalam kaitannya dengan ketertiban dan kebersihan Rumah Sakit, termasuk kebersihan toilet (Anjaryani, 2009). Di ruang tunggu keluarga pasien ICU RSUP Haji Adam Malik Medan memang sudah dilengkapi dengan toilet/kamar mandi. Akan tetapi dari hasil jawaban untuk pertanyaan terbuka dalam instrumen penelitian ini (lihat tabel 7 pada lampiran) ditemukan bahwa keluarga pasien merasa kebutuhan akan toilet/kamar mandi yang layak dan bersih belum terpenuhi. Responden yang mengemukakan hal ini sebanyak 5%.

Selanjutnya untuk penelitian tentang kebutuhan keluarga pasien di ruang ICU diperoleh hasil bahwa kedekatan dengan pasien berupa dapat menjenguk pasien di ruang ICU secara teratur sebanyak 85%. Menurut Hudak & Gallo (1997) adanya kebijakan jam kunjungan di ICU menjadikan pasien merasa terpisah dengan keluarga yang mereka cintai. Pasien sering merasa kesepian dan kurang mendapat perhatian dari keluarganya. Kurangnya perhatian dapat secara aktual menyebabkan efek yang merusak pada kesehatan dan penyembuhan pasien. Maka keluarga merupakan orang-orang yang paling mungkin dan mampu memberikan aspek perhatian ini. Memberikan kehangatan,


(54)

rasa cinta, perhatian dan komunikasi adalah hal yang bermakna dan penting dalam memenuhi kebutuhan psikososial pasien. Bahkan pada pasien tuli, tidak mampu berbicara, atau tidak mampu memahami bahasa, atau tidak mungkin berkomunikasi verbal karena intubasi atau sakit fisik lainnya juga memerlukan dukungan keluarga untuk memberikan kehangatan, rasa cinta, perhatian dan komunikasi yang mungkin dilakukan dengan menggunakan sentuhan. Untuk itu perlu adanya kunjungan yang teratur dari keluarga.

Kebutuhan lain keluarga pasien di ruang ICU terkait dengan kebutuhan kedekatan dengan pasien adalah adanya jam kunjungan yang tepat waktu. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Motter & Leske (1996 dalam Nursalam, 2003) yaitu salah satu kebutuhan kedekatan dengan pasien adalah adanya jam kunjungan yang tepat waktu, dimana kedekatan ini menunjukkan kebutuhan untuk berada di dekat anggota keluarga/orang yang di cintainya yang sedang sakit. Mundakir (2006) juga menyatakan bahwa keberhasilan pelayanan keperawatan bagi pasien tidak dapat dilepaskan dari peran keluarga. Pengaruh keluarga dalam keikutsertaannya menentukan kebijakan dan keputusan dalam penggunaan layanan keperawatan membuat hubungan dengan keluarga menjadi penting. Namun dalam pelaksanaannya hubungan ini sering mengalami hambatan, antara lain kesempatan kontak relatif terbatas. Untuk itu keluarga membutuhkan jam kunjungan yang tepat waktu.

Berdasarkan penelitian tentang gambaran kebutuhan keluarga pasien di ruang ICU berupa kebutuhan terhadap jaminan pelayanan bagi pasien diperoleh hasil bahwa kebutuhan untuk merasakan adanya harapan akan kesembuhan pasien sebanyak 96%. Anjaryani (2009) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa aspek jaminan adalah mencakup keamanan dan kemampuan menumbuhkan kepercayaan pasien. Dalam hal ini keluarga ingin merasakan adanya harapan bahwa pihak Rumah Sakit bisa memberikan


(55)

semacam garansi ketika pasien sudah ditangani maka kesembuhanlah yang akan didapat.

Pambudi (2008) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa kebutuhan atau harapan keluarga selama pasien dalam perawatan di ruang intensif pada dasarnya mencakup kebutuhan kognitif, kebutuhan emosi, dan kebutuhan fisik. Keluarga mempunyai harapan pasien atau anggota keluarga yang sedang sakit bisa mendapatkan hasil yang baik yaitu kesembuhan. Dan semua pengobatan atau tindakan yang dilakukan bertujuan baik yaitu untuk kesembuhan pasien. Hasil penelitian tentang gambaran kebutuhan keluarga pasien di ruang ICU ini pun sejalan dengan penelitian tersebut. Dimana penelitian tentang kebutuhan jaminan pelayanan berupa adanya kebutuhan keluarga untuk mengetahui semua tindakan yang dilakukan bertujuan untuk kesembuhan pasien diperoleh hasil sebesar 91%.

Kebutuhan lain yang dikemukakan responden dalam penelitian ini terkait dengan jaminan pelayanan adalah kebutuhan untuk merasakan bahwa perawatan terbaik telah diberikan kepada pasien. Untuk kebutuhan ini diperoleh hasil sebesar 91%. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Urden & Stacy (2000) bahwa kebutuhan untuk kepastian dan dukungan keluarga yaitu keluarga perlu tahu bahwa salah satu orang yang mereka cintai sedang di rawat dengan cara terbaik dan bahwa segala sesuatu yang dapat dilakukan sedang dilakukan. Menurut Adji Muslihuddin (1996 dalam Anjaryani, 2009) yang mengemukakan bahwa mutu asuhan pelayanan dikatakan baik bila dapat memberikan rasa tentram kepada pasien dan keluarga yang dapat diartikan bahwa keluarga menaruh kepercayaan bahwa pengobatan yang diterima adalah yang terbaik dan bertujuan untuk kesembuhan pasien.


(56)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan dapat diambil kesimpulan dan saran mengenai gambaran kebutuhan keluarga pasien yang menunggu keluarganya di ruang rawat ICU RSUP Haji Adam Malik Medan sebagai berikut:

1. Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan menunjukkan mayoritas responden berjenis kelamin perempuan (56%) dengan tingkat pendidikan mayoritas SMU (41%), mayoritas hubungan darah dengan pasien adalah saudara kandung (24%), dengan lama menunggu pasien 2-7 hari sebesar 50%, umur mayoritas responden 20-30 tahun (34%), mayoritas pekerjaan responden adalah pegawai swasta (28%), dengan suku mayoritas adalah batak 49%, dan agama mayoritas responden adalah islam (61%).

Mayoritas responden mengemukakan bahwa kebutuhan keluarga pasien di ruang rawat ICU adalah berupa kebutuhan untuk merasakan adanya harapan bahwa pasien akan sembuh (96%) dan hasil minoritas dari kebutuhan keluarga pasien di ruang rawat ICU berdasarkan penelitian ini adalah kebutuhan untuk diberitahu ke rumah bila terjadi perubahan kondisi secara mendadak pada pasien (20%). Dalam penelitian ini juga diperoleh hasil bahwa adanya pelayanan rohaniwan di ruang ICU merupakan kebutuhan bagi keluarga pasien (33%). Walaupun persentase ini tidak begitu besar namun hal ini tetap harus mendapat perhatian demi peningkatan pelayanan dalam upaya pemenuhan kebutuhan keluarga pasien sebagai support system untuk kesembuhan dan pemulihan kesehatan pasien.


(57)

2. Saran

4.1 Bagi praktek keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi perawat dalam upaya pemenuhan kebutuhan keluarga pasien yang menunggu keluarganya di ruang rawat ICU dimana keluarga pasien ini adalah sebagai support system untuk kesembuhan dan pemulihan kesehatan pasien.

4.2 Bagi rumah sakit

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi manajemen di rumah sakit dalam melakukan evaluasi terhadap sistem pelayanan, pemantauan kualitas pelayanan, melengkapi dan pemeliharaan fasilitas serta kebijakan peraturan di ruang ICU terkait dengan kebutuhan keluarga pasien yang menunggu keluarganya di ruang rawat ICU yang dibutuhkan sebagai upaya peningkatan pelayanan kepada pasien dan keluarga.

4.3 Bagi Pendidikan keperawatan

Hasil yang didapat dalam penelitian diharapkan dapat menjadi 'evidence base practice' yang dapat menjadi informasi bagi mahasiswa keperawatan dan institusi pendidikan keperawatan khususnya tentang kebutuhan keluarga pasien yang menunggu keluarganya di ruang rawat ICU.

4.4 Bagi penelitian selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi dan data tambahan dalam penelitian keperawatan untuk pengembangan bagi penelitian selanjutnya dalam ruang lingkup yang sama. Untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan validasi terhadap instrumen penelitian oleh klinisi yang ahli di ruang rawat ICU. Selain itu, pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan pengelompokan


(58)

pembahasan berdasarkan kebutuhan keluarga pasien agar diperoleh hasil pembahasan yang lebih mendalam.


(59)

Hudak & Gallo. (1997). Keperawatan kritis pendekatan holistic volume I, Edisi VI., Jakarta: ECG

Jevons & Ewens. (2009). Pemantauan pasien kritis, Edisi 2., Jakarta: Erlangga

Kvale, P. (2005). Family-centered approach improves communication and care in Intensive Care Unit. Diambil tanggal 16 Maret 2011 dari

www.themedicalnews.com

Mundakir. (2006). Komunikasi keperawatan aplikasi dalam pelayanan., Yogyakarta: Graha Ilmu

Nursalam. (2003). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan pedoman skripsi, tesis dan instrument penelitian keperawatan, Jakarta: Salemba Medika

Nursalam (2008). Perencanaan Pelayanan Keperawatan di RS dengan metode Balance Scoreard (BSC). Diambil pada tanggal 22 Januari 2012 dari

ners.unair.ac.id/materikuliah/5-BSC-NURS-08-CO.pdf

Pambudi, H (2008). Studi fenomologis kecemasan keluarga pada pasien stroke yang dirawat di ruang HND Santo Lukas RS Santa Elisabeth Semarang. Diambil pada tanggal 22 Januari 2012 dari eprints.Undip.ac.id/9238/1/ARTIKEL.pdf Potter & Perry. (2009). Fundamental of nursing fundamental keperawatan 1, Edisi 7.,

Jakarta: Salemba Medika

Rab, T. (2007). Agenda gawat darurat (critical care) jilid I, Edisi 2., Bandung: PT Alumni

Sarwono, J. (2006). Metodologi penelitian kuantitatif dan kualitatif, Yogyakarta : Graha Ilmu

Setiadi. (2008). Konsep dan proses keperawatan keluarga., Yogyakarta: Graha Ilmu Setiawati & Dermawan. (2008). Asuhan keperawatan keluarga, edisi 2., Jakarta: Trans


(60)

Suprajitno. (2004). Asuhan keperawatan keluarga aplikasi dalam praktek., Jakarta: EGC

Urden & Stacy. (2000). Priorities in critical care nursing, 3RD Edition.,Missouri: Mosby

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang pedoman penyelenggaraan pelayanan Intensive Care Unit (ICU) di Rumah Sakit. Diambil tanggal 10 April 2011 dari www.peridici.org/wp-content/uploads/pedoman-ICU.pdf


(1)

P22 P23 P24 P25 P26 P27 P28 P29 P30 P31 P32 P33 P34 P35 P36 P37 X X²

0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 29 841

0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 29 841

0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 29 841

1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 27 729

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 36 1296

1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 34 1156

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 37 1369

1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 30 900

0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 29 841

0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 26 676

1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 33 1089

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 37 1369

1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 35 1225

0 0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 19 361

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 35 1225

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 37 1369

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 34 1156

1 0 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 30 900

1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 35 1225

0 0 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 26 676

13 11 20 9 20 20 15 15 20 19 17 20 20 20 20 17 627 20085

0,65 0,55 1 0,45 1 1 0,75 0,75 1 0,95 0,85 1 1 1 1 0,85

0,35 0,45 0 0,55 0 0 0,25 0,25 0 0,05 0,15 0 0 0 0 0,15

0,2275 0,2475 0 0,2475 0 0 0,1875 0,1875 0 0,0475 0,1275 0 0 0 0 0,1275 3,32


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: Teti Hariani Pane

Tempat/Tanggal Lahir

: Tinggi Raja, 16 Februari 1979

Agama

: Islam

Alamat

: Kompleks Andansari Permai Blok E

No 30 Kelurahan Terjun – Marelan

Sumatera Utara

Pendidikan

: SD Negeri 010111 Tinggi Raja 1991

SMP Negeri 1 Kisaran 1994

SMU Negeri 1 Kisaran 1997

DIII Keperawatan Universitas Sumatera Utara

2000

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera

Utara 2010