Kualitas Hidup Lansia dengan Penyakit Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan

(1)

Kualitas Hidup Lansia dengan Penyakit Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan

Aini Diana


(2)

Judul : Kualitas Hidup Lansia dengan Penyakit Kronis di Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan

Peneliti : Aini Diana

Nim : 041101001

Jurusan : Program Studi Ilmu Keperawatan Tahun Akademik : 2008/2009

Pembimbing Penguji

... ... ( Penguji I ) Iwan Rusdi, S.Kp,. MNS. Iwan Rusdi, S.Kp,. MNS.

NIP. 132 258 272

... ( Penguji II ) Evi Karota Bukit, S.Kp,. MNS.

NIP.

... ( Penguji III ) Jenny M. Purba, S.Kp, MNS.

NIP.

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara telah menyetujui Skripsi ini sebagai bagian dari persyaratan untuk kelulusan Sarjana Keperawatan.

... ... Erniyati, S.Kp., MNS Prof. Dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp. A (K)

NIP. 132 238 510 NIP. 140 105 363


(3)

Judul : Kualitas Hidup Lansia dengan Penyakit Kronis di RSUP. H. Adam Malik Medan.

Peneliti : Aini Diana

Nim : 041101001

Jurusan : Program Studi Ilmu Keperawatan Tahun Akademik : 2008/2009

ABSTRAK

Masalah penyakit kronis sangat mempengaruhi lansia sepanjang hidupnya. Terdapat banyak perubahan pada lansia yang menderita penyakit kronis yaitu perubahan fisik, dan mental yang mempengaruhi kualitas hidup lansia yang dilihat dari delapan subvariabel yang meliputi fungsi fisik, keterbatasan fisik, nyeri tubuh, kesehatan secara umum, vitalitas, fungsi sosial, keterbatasan emosional dan kesehatan mental.Dalam penelitian ini, desain penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi kualitas hidup lansia dengan penyakit kronis di RSUP. H. Adam Malik Medan. Jumlah sampel sebanyak 54 responden dengan menggunakan teknik convinience sampling. Wawancara terpimpin dilakukan berdasarkan instrumen; data demografi dan kuesioner kualitas hidup yang diadopsi dari SF-36 Health Survey.

Dari data demografi, mayoritas responden berusia antara 60-69 tahun (64.8%). Responden pria lebih banyak dari wanita. Mayoritas responden beragama Islam dan bersuku Jawa. Sebagian besar berpendidikan SMU, dan pekerjaan Wiraswata. Penghasilan keluarga Rp.700.00 – 1.000.000, kebanyakan responden menderita penyakit DM, lama menderita penyakit satu sampai tiga tahun. Terapi yang pernah dijalani responden paling sering dengan minum obat, dan lama terapi tersebut lebih dari satu tahun. Rentang kualitas hidup dari delapan subvariabel adalah 0 – 100. Dari hasil penelitian ini mean kualitas hidup untuk fungsi fisik = 47.21, keterbatasan fisik = 36.11, nyeri tubuh = 50.69, kesehatan secara umum = 31.77, vitalitas = 47.39, fungsi sosial = 50.28, keterbatasan emosional = 74.69, dan kesehatan mental = 63.11. Kesimpulan dari penelitian ini adalah. Keterbatasan emosional merupakan subvariabel dengan mean tertinggi, terutama didukung oleh apakah lansia mengalami beberapa masalah emosi seperti merasa sedih/tertekan (90.7%) mengatakan tidak. Sedangkan kesehatah secara umum merupakan mean terendah terutama didukung oleh apakah lansia mudah menderita sakit dan apakah kesehatan lansia semakin memburuk, (35.2%) mengatakan benar.

Saran untuk penelitian selanjutnya diharapkan penelitian ini dapat dilanjutkan terutama kualitas hidup lansia dengan penyakit kronis yang lebih spesifik.


(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kualitas Hidup Lansia dengan Penyakit Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan”.

Selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Iwan Rusdi, S.Kp, MNS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak menyediakan waktu, masukan dan saran yang berharga dalam penyusunan skripsi ini.

Terima kasih juga diucapkan kepada Bapak Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD-KEGH selaku Dekan Fakultas Kedokteran, Bapak Prof. dr. Guslihan Dasa Tjipta, Sp.A(K) selaku Pembantu Dekan I, serta kepada Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Achmad Fathi, S. Kep, Ns dan Ibu Anna Kasfi, S. Kep, Ns selaku Penasehat Akademik, Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS selaku dosen penguji II dan Ibu Jenny M. Purba S.Kp, MNS selaku dosen penguji III skripsi, yang senantiasa meluangkan waktu, masukan dan saran yang berharga bagi saya dalam penulisan skripsi ini dan juga kepada seluruh staf pengajar beserta staf administrasi di Program Studi Ilmu Keperawatan.

Terima kasih juga diucapkan kepada semua pihak Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan yang telah memberikan izin penelitian kepada peneliti


(5)

5 iv

Terima kasih yang tak terhingga diucapkan kepada keluarga saya Ayahanda Rumsyah dan Ibunda Zulaiha yang telah memberikan kasih sayang, semangat, do’a dan selalu memberikan motivasi kepada saya. Juga untuk Kakanda Ilmina , Abangda Hamdan, Adik-adiku Rudi, Efi, Keponakanku tersayang Fahri, dan Arkan. Serta seluruh keluarga besar Sadin yang telah memberikan dukungan moril maupun material kepada saya. Dan penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman-temanku, Nina, Evi, Juli, Kiki, Eka, Endang Mifta, Chinta, Jawad, Sherly, Lisbet, Mika, Amri, Kak Nita, Kak Rahmi dan adik-adikku Melan, Adek, Elis, Sari, Iwan dan juga yang lainnya yang tidak bisa disebutkan namanya satu-persatu yang telah memberikan semangat dan dukunganya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Terkhusus untuk Bang Walidan Firnanda dan anak Kos 33, Kak Lela, De’Qora, Nuri, Grace, Nini, Lia, Sarah, yang telah memberikan dukungan dan semangatnya dalam menyelesaikan skrisi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sehingga skripsi ini menjadi lebih baik bagi perkembangan ilmu pengetahuan keperawatan.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat memberikan informasi di dunia kesehatan terutama keperawatan.

Medan, Juni 2009


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Persetujuan……….. i

Abstrak ………. ii

Ucapan Terima Kasih ……….. iii

Daftar Isi ……….. iv

Daftar Skema……… v

Daftar Tabel ………. vi

BAB 1 : PENDAHULUAN ………. 1

1. Latar Belakang ……… 1

2. Tujuan Penelitian ……….. 3

3. Pertanyaan Penelitian ……….. 4

4. Manfaat Penelitian ……….. BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA ……… 5

1. Lansia ……….. 6

1.1. Defenisi Lansia ………. 6

1.2. Batasan-batasan Penelitian ……….. 6

1.3. Teori-teori Penuaan ……….. 7

1.4. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia ……… 10

1.5. Masalah Kesehatan Lansia ……… 13

1.6. Status Kesehatan Pada Lansia Indonesia……… 14


(7)

vi

2. Kualitas Hidup………. 16

2.1. Defenisi Kualitas Hidup ……….. 16

2.2. Komponen Kualitas Hidup ……….. 17

3. Penyakit Kronis ……….. 23

3.1. Defenisi Penyakit Kronis ………. 23

3.2. Kategori Penyakit Kronis ………. 24

3.3. Implikasi Penyakit Kronis ……… 25

3.4. Fase-fase Penyakit Kronis ……… 27

BAB 3 : KERANGKA PENELITIAN………. 29

1. Kerangka Konseptual ……….. 29

2. Defenisi Konseptual ……… 29

3. Defenisi Operasional ……… 30

BAB 4 : METODOLOGI PENELITIAN………. 32

1. Desain Penelitian ………. 32

2. Populasi dan Sampel Penelitian……… 32

3. Lokasi dan Waktu Penelitian……… 33

4. Pertimbangan Etik ……….. 33

5. Instrumen Penelitian ……… 34

6. Uji Validitas ………. 35

7. Uji Reabilitas ……….. 35

8. Pengumpulan Data……… 36

9. Analisa Data ……… 37


(8)

vi i

1.1. Data demografi responden ……….. 39

1.2. Kualitas Hidup Lansia dengan penyakit kronis……… 42

2. Pembahasan ……… 50

2.1. Fungsi fisik ……….. 50

2.2. Keterbatasan fisik………. 51

2.3. Nyeri tubuh ……….. 51

2.4. Kesehatan secara umum ……….. 52

2.5. Vitalitas ……… 53

2.6. Fungsi sosial………. 53

2.7. Keterbatasan emosional ……….. 54

2.8. Kesehatan mental ……… 55

BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ……… 57

1. Kesimpulan ……….. 57

2. Rekomendasi ……… 58 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN : 1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden 2. Kuesioner Data Penelitian

3. Skor Kuesioner SF – 36 4. Curiculum vitae


(9)

9

DAFTAR SKEMA

Skema Halaman


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Distribusi frekuensi dan persentasi berdasarkan

data demografi………. 41 2. Mean dan Standar deviasi 8 subvariabel……….. 41 3. Distribusi frekuensi dan persentasi responden berdasarkan

Fungsi fisik ………. ……….. 44 4. Distribusi frekuensi dan persentasi responden berdasarkan

Keterbatasan fisik...……… 45 5. Distribusi frekuensi dan persentasi responden berdasarkan

Nyeri tubuh……….……….. 45 6. Distribusi frekuensi dan persentasi responden berdasarkan

Kesehatan secara umum………….……….. . 46 7. Distribusi frekuensi dan persentasi responden berdasarkan

Vitalitas...……….. 47 8. Distribusi frekuensi dan persentasi responden berdasarkan

Fungsi sosial………... 48 9. Distribusi frekuensi dan persentasi responden berdasarkan

Keterbatasan emosional………... 49 10. Distribusi frekuensi dan persentasi responden berdasarkan


(11)

Judul : Kualitas Hidup Lansia dengan Penyakit Kronis di RSUP. H. Adam Malik Medan.

Peneliti : Aini Diana

Nim : 041101001

Jurusan : Program Studi Ilmu Keperawatan Tahun Akademik : 2008/2009

ABSTRAK

Masalah penyakit kronis sangat mempengaruhi lansia sepanjang hidupnya. Terdapat banyak perubahan pada lansia yang menderita penyakit kronis yaitu perubahan fisik, dan mental yang mempengaruhi kualitas hidup lansia yang dilihat dari delapan subvariabel yang meliputi fungsi fisik, keterbatasan fisik, nyeri tubuh, kesehatan secara umum, vitalitas, fungsi sosial, keterbatasan emosional dan kesehatan mental.Dalam penelitian ini, desain penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi kualitas hidup lansia dengan penyakit kronis di RSUP. H. Adam Malik Medan. Jumlah sampel sebanyak 54 responden dengan menggunakan teknik convinience sampling. Wawancara terpimpin dilakukan berdasarkan instrumen; data demografi dan kuesioner kualitas hidup yang diadopsi dari SF-36 Health Survey.

Dari data demografi, mayoritas responden berusia antara 60-69 tahun (64.8%). Responden pria lebih banyak dari wanita. Mayoritas responden beragama Islam dan bersuku Jawa. Sebagian besar berpendidikan SMU, dan pekerjaan Wiraswata. Penghasilan keluarga Rp.700.00 – 1.000.000, kebanyakan responden menderita penyakit DM, lama menderita penyakit satu sampai tiga tahun. Terapi yang pernah dijalani responden paling sering dengan minum obat, dan lama terapi tersebut lebih dari satu tahun. Rentang kualitas hidup dari delapan subvariabel adalah 0 – 100. Dari hasil penelitian ini mean kualitas hidup untuk fungsi fisik = 47.21, keterbatasan fisik = 36.11, nyeri tubuh = 50.69, kesehatan secara umum = 31.77, vitalitas = 47.39, fungsi sosial = 50.28, keterbatasan emosional = 74.69, dan kesehatan mental = 63.11. Kesimpulan dari penelitian ini adalah. Keterbatasan emosional merupakan subvariabel dengan mean tertinggi, terutama didukung oleh apakah lansia mengalami beberapa masalah emosi seperti merasa sedih/tertekan (90.7%) mengatakan tidak. Sedangkan kesehatah secara umum merupakan mean terendah terutama didukung oleh apakah lansia mudah menderita sakit dan apakah kesehatan lansia semakin memburuk, (35.2%) mengatakan benar.

Saran untuk penelitian selanjutnya diharapkan penelitian ini dapat dilanjutkan terutama kualitas hidup lansia dengan penyakit kronis yang lebih spesifik.


(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Lansia atau usia tua adalah suatu periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat (Hurlock, 1999). Kemampuan tubuh untuk beregenerasi menghasilkan dan memperbaiki sel akan menurun bahkan akan ada pada masa di mana tubuh sama sekali hilang kemampuannya untuk melakukan hal tersebut (Mobbs, 2001). Menurut Depkes (2008), secara alamiah, proses penuaan mengakibatkan kemunduran kemampuan fisik dan mental. Umumnya, lebih banyak gangguan organ tubuh yang di keluhkan oleh lansia dan penyakit kronis.

Penyakit merupakan suatu pengalaman manusia. Kebanyakan orang menganggap penyakit sebagai titik balik kehidupan mereka. Banyak masalah yang dihadapi manusia yang menderita penyakit, khususnya yang menderita penyakit kronis (Smeltzer &Bare, 2001; Anderson 2002). Penyakit Kronis adalah penyakit yang membutuhkan waktu yang cukup lama, tidak terjadi secara tiba-tiba atau spontan, dan biasanya tidak dapat disembuhkan dengan sempurna karena sangat erat hubunganya terhadap adanya kecacatan dan timbulnya kematian (Adelman & Daly, 2001). Dalam penelitiannya di salah satu kota besar di Turky, Canbaz dkk (2002) menggolongkan penyakit kronis atas hipertensi, penyakit persendian, osteoporosis, stroke, penyakit jantung, diabetes melitus, penyakit sitem pencernaan, dan lain-lain.


(13)

Dari hasil studi tentang kondisi sosial ekonomi & kesehatan lanjut usia yang dilaksanakan komnas lansia, di ketahui bahwa penyakit kronis terbanyak yang diderita lansia adalah penyakit sendi (52,3%), hipertensi (38,8%), dan katarak (23%). Penyakit-penyakit tersebut merupakan penyakit utama pada lansia (Depkes, 2008). Dari data tersebut diketahui bahwa penyakit kronis merupakan jenis penyakit yang banyak diderita lansia. Di Indonesia kurang lebih sekitar 70% lanjut usia menderita penyakit kronis (Wibowo, 2008).

Masalah-masalah penyakit kronis mempengaruhi lansia sepanjang hidupnya, banyak lansia menderita lebih dari satu penyakit kronis. Terdapat banyak perubahan pada lansia yang menderita penyakit kronis yaitu perubahan fisik, mental, psikososial, dan perkembangan spiritual. Perubahan yang terjadi memiliki dampak yang mencakup semakin tingginya tingkat ketergantungan, masalah kesehatan dan lain-lain (Hamid, 2001). Sedangkan menurut Anderson (2002) ada tiga ketakutan terbesar yang dialami oleh seseorang yang menderita penyakit kronis, yaitu ketidakmampuan membayar biaya perawatan karena lamanya perawatan dan pengobatan di rumah sakit, hilangnya kebebasan, merasa menjadi beban bagi keluarganya, yang akan mempengaruhi kesejahteraaan hidup lansia.

Menurut Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto (2004), kualitas hidup adalah tingkat dimana seseorang menikmati hal-hal yang penting yang mungkin terjadi dalam hidupnya. Kualitas hidup berhubungan dengan kesehatan dimana suatu kepuasan atau kebahagiaan individu sepanjang dalam kehidupannya mempengaruhi mereka atau dipengaruhi oleh kesehatan (American


(14)

Keating dan Wetle (2008), dalam penelitiannya menyatakan bahwa penyakit kronis yang diderita sangat mempengaruhi kualitas hidup lansia. Hal ini dikarenakan lansia akan kehilangan kemampuannya secara mandiri. Lansia dengan penyakit kronis sangat bergantung dengan orang lain dan membutuhkan perhatian. Menurut McDowell dan Newell (1996), penyakit kronis akan mempengaruhi kesehatan fisik dan mental lansia. Gangguan kesehatan fisik yang dialami lansia meliputi fungsi tubuh secara fisik dan fisiologis, nyeri dan kesehatan umum. Dari segi kesehatan mental, penyakit kronis menimbulkan gangguan dalam hal vitalitas hidup, fungsi sosial, keadaan emosional, dan kesehatan mental secara umum.

Berdasarkan keterangan diatas tidak dapat dipungkiri penyakit kronis akan memberi pengaruh yang besar terhadap kualitas kehidupan lansia. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang kualitas hidup lansia dengan penyakit kronis di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan.

2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi ganbaran kualitas hidup lansia dengan penyakit kronis di RSUP H. Adam Malik Medan.

3. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah bagaimana kualitas hidup lansia dengan penyakit kronis di RSUP H. Adam Malik Medan.


(15)

4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini nantinya di harapkan bermanfaat bagi: 4.1 Penelitian Keperawatan

Dapat memberikan pengetahuan yang berharga bagi peneliti, sehingga dapat menerapkan data/ informasi yang diperoleh untuk penelitian yang akan datang mengenai gambaran kualitas hidup lansia dengan penyakit kronis di RSUP. H. Adam Malik Medan.

4.2 Praktek keperawatan

Hasil Penelitian ini dapat di jadikan sebagai imformasi kesehatan yang mendukung dalam pembuatan intervensi yang tepat dalam memberikan asuhan keperawatan pada lansia dengan penyakit kronis di RSUP H. Adam Malik Medan.

4.3 Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dan informasi tambahan tentang kualitas hidup dalam pendidikan keperawatan gerontik.


(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 1. Lansia

1.1. Defenisi Lansia 1.2. Batasan-batasan lansia 1.3. Teori-teori Penuaan

1.3.1. Teori Biologis

1.3.2. Teori Kejiwaan Sosial

1.4. Perubahan-perubahan yang Terjadi Pada Lansia 1.5. Masalah Kesehatan Lansia

1.6. Status Kesehatan pada Lansia Indonesia 1.7. Sifat-sifat Penyakit pada Lansia

1.7.1. Etiologi 1.7.2. Diagnosis

1.7.3. Perjalanan Penyakit 2. Kualitas Hidup

2.1. Defenisi Kualitas Hidup 2.2. Komponen Kualitas Hidup 3. Penyakit Kronis

3.1. Defenisi Penyakit Kronis 3.2. Kategori Penyakit Kronis 3.3. Implikasi Penyakit Kronis 3.4. Fase-fase Penyakit Kronis


(17)

1. Lansia

1.1 Defenisi lansia

Lansia atau usia tua adalah suatu periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat (Hurlock, 1999).

1.2 Batasan - batasan lansia

Batasan lansia menurut WHO meliputi usia pertengahan (Middle age) antara 45 - 59 tahun, usia lanjut (Elderly) antara 60 - 74 tahun, dan usia lanjut tua (Old) antara 75 – 90 tahun, serta usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Nugroho, 2000).

Menurut Depkes RI batasan lansia terbagi dalam empat kelompok yaitu pertengahan umur usia lanjut/ virilitas yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa antara 45 – 54 tahun, usia lanjut dini/ prasenium yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut antara 55 – 64 tahun, kelompok usia lanjut/ senium usia 65 tahun keatas dan usia lanjut dengan resiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, tinggal di panti, menderita penyakit berat, atau cacat (Mutiara, 1996).

Saat ini berlaku UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia yang menyebutkan lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas (Deputi I Menkokesra, 1998).


(18)

1.3 Teori-teori penuaan

Terdapat banyak teori tentang penuaan yaitu teori biologis dan teori kejiwaan sosial. Teori-teori biologis terdiri dari teori sintesis protein, teori keracunan oksigen, teori sistem imun, teori radikal bebas, teori rantai silang, teori reaksi dari kekebalan sendiri dan lain-lain. Teori-teori kejiwaan sosial terdiri dari teori pengunduran diri, teori aktivitas, teori subkultur, dan teori kepribadian berlanjut.

1.3.1. Teori Biologis

Teori seluler. Teori ini menyatakan bahwa kemampuan sel yang hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan kebanyakan sel-sel tubuh diprogram untuk membelah sekitar 50 kali. Bila sebuah sel pada lansia dilepas dari tubuh dan dibiakkan di laboratorium, lalu diobservasi jumlah sel yang akan membelah akan terlihat sedikit (Spence & Mason (1992), dalam Watson, 2003). Pembelahan sel lebih lanjut mungkin terjadi untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan, justru kemampuan sel akan menurun sesuai dengan bertambahnya usia (Boedhi Darmojo & Nugroho, 2000; Watson, 2003). Sedangkan pada sistem saraf, sistem muskuloskeletal dan jantung, sel pada jaringan organ dalam sistem itu tidak dapat diganti jika sel tersebut dibuang karena rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem tersebut beresiko mengalami penuaan dan memiliki kemampuan yang rendah untuk tumbuh dan memperbaiki diri dan sel dalam tubuh seseorang ternyata cenderung mengalami kerusakan dan akhirnya sel akan mati karena sel tidak dapat membelah lagi (Watson, 2003).


(19)

Teori sintesis protein. Teori sintesis protein menyatakan bahwa proses penuaan terjadi ketika protein tubuh terutama kolagen dan elastin menjadi kurang fleksibel dan kurang elastis. Observasi dapat dilakukan pada jaringan seperti kulit dan kartilago, hal ini dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada komponen protein dalam jaringan tersebut. Pada lansia, beberapa protein terutama kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit dibuat oleh tubuh dengan struktur yang berbeda dengan protein tubuh orang yang lebih muda. Banyak kolagen pada kartilago dan elstin pada kulit yang kehilangan fleksibilitasnya serta menjadi lebih tebal, seiring dengan bertambahnya usia, perubahan permukaan kulit yang kehilangan elastisitasnya akan cenderung berkerut (Tortora & Anaqnostakos (1990) dalam Watson, 2003).

Teori keracunan oksigen. Teori ini menyatakan bahwa adanya sejumlah penurunan kemampuan sel di dalam tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat racun dengan kadar yang tinggi tanpa mekanisme pertahanan diri tertentu. Ketidakmampuan untuk mempertahankan diri dari toksik tersebut membuat struktur membran sel mengalami perubahan dan terjadi kesalahan genetik (Tortora & Anaqnostakos (1990) dalam Watson, 2003). Membran sel tersebut merupakan alat untuk memfasilitasi sel dalam berkomunikasi dengan lingkungan yang juga mengontrol proses pengambilan nutrien dan proses ekskresi zat toksik di dalam tubuh. Konsekuensi dari kesalahan genetik adalah adanya penurunan repsoduksi sel oleh mitosis yang mengakibatkan jumlah sel anak di semua jaringan dan organ berkurang. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan kerusakan sistem tubuh (Watson, 2003).


(20)

Teori sistem imun. Teori ini mengemukakan kemampuan sistem imun mengalami kemunduran, walaupun demikian kemunduran kemampuan sistem yang terdiri dari sistem limfatik dan khususnya sel darah putih, juga merupakan faktor yang berdistribusi dalam proses penuaan. Hal ini dimanifestasikan dengan meningkatnya infeksi autoimun dan kanker (Watson, 2003).

Teori radikal bebas. Nugroho (2000) menyatakan bahwa dalam teori terjadi ketidakstabilan radikal bebas sehingga oksidasi bahan-bahan organik seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak mampu lagi beregenerasi.

1.3.2. Teori Kejiwaan Sosial

Teori pengunduran diri. Teori ini menyatakan bahwa saat lanjut usia terjadi pengunduran diri yang mengakibatkan penurunan interaksi antara lanjut usia dengan lingkungan sosialnya (Cummins and Henry (1961) dalam Suriadi, 1999).

Teori kegiatan. Teori ini menyatakan bahwa pada saat seseorang menginjak usia lanjut, maka mereka tetap mempunyai kebutuhan dan keinginan yang sama seperti pada masa-masa sebelumnya. Mereka tidak ingin mengundurkan diri dari lingkungan sosialnya. Lansia yang aktif melaksanakan peranan-peranannya di masyarakat akan mencapai usia lanjut yang optimal.

Teori kepribadian berlanjut. Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seorang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe kepribadian yang dimiliki lansia tersebut (Kuntjoro, 2002).


(21)

Perubahan-perubahan tersebut akan berdampak terhadap sistem muskuloskeletal yang merupakan komponen struktur yang utama, dimana sistem ini mengalami perubahan dalam muskulature yaitu otot yang mengecil serta progresif (atrofi) dan tulang kehilangan kalsium secara progresif (dekalsifikasi) (Tortora & Anaqnostakos (1990) dalam Watson, 2003). Perubahan yang lambat akan membuat tulang pada lansia lebih mudah fraktur karena penurunan elastisitas sendi yang disebabkan oleh adanya perubahan dalam sintesis kolagen yang cenderung mengalami kerusakan (Watson, 2003).

1.4. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lanjut usia

Adapun beberapa faktor yang dihadapi lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah perubahan kondisi fisik, perubahan fungsi dan potensi seksual, perubahan aspek psikososial, perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan, dan perubahan peran sosial di masyarakat.

Perubahan Kondisi Fisik

Setelah orang memasuki masa lansia, umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis. Misalnya, tenaga berkurang, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, berkurangnya fungsi indra pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia misalnya badan menjadi bungkuk, pendengaran berkurang, penglihatan kabur, sehingga menimbulkan keterasingan.


(22)

Perubahan Fungsi dan Potensi Seksual

Perubahan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti gangguan jantung, gangguan metabolisme, vaginitis, baru selesai operasi (prostatektomi), kekurangan gizi (karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang), penggunaan obat-obatan tertentu (antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer), dan faktor psikologis yang menyertai lansia seperti rasa malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia, sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya, kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya, pasangan hidup telah meninggal dunia, dan disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun, dan sebagainya.

Perubahan Aspek Psikososial

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan fungsi psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian, dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.

Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian


(23)

lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan lima tipe kepribadian lansia adalah sebagai berikut:

a. Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction Personality), biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang, dan mantap sampai sangat tua.

b. Tipe Kepribadian Mandiri (Independent Personality), pada tipe ini biasanya ada kecenderungan mengalami Post Power Syndrome. Apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya.

c. Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent Personality), pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga. Apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana. Apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.

d. Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility Personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi berantakan.

e. Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate Personality), pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.


(24)

Perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan

Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya karena pensiun sering diartikan kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status, dan harga diri.

Perubahan dalam peran sosial di masyarakat

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatanm gerak fisik, dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur, dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil (Kuntjoro, 2002).

1.5. Masalah kesehatan pada lansia

Adapun beberapa masalah kesehatan yang sering terjadi pada lansia berbeda dari orang dewasa, yang menurut Kane & Ouslander sering disebut dengan istilah 14 I, yaitu Immobility (kurang bergerak), Instability (berdiri dan berjalan tidak stabil atau mudah jatuh), Incontinence (beser buang air kecil


(25)

dan atau buang air besar), Intellectual impairment (gangguan intelektual/ dementia), Infection (infeksi), Impairment of vision and hearing, taste, smell, communication, convalescence, skin integrity (gangguan pancaindera, komunikasi, penyembuhan, dan kulit), Impaction (sulit buang air besar),

Isolation (depresi), Inanition (kurang gizi), Impecunity (tidak punya uang),

Iatrogenesis (menderita penyakit akibat obat-obatan), Insomnia (gangguan tidur), Immune deficiency (daya tahan tubuh yang menurun), dan Impotence

(impotensi).

1.6 Status Kesehatan pada Lansia Indonesia

Membicarakan mengenai status kesehatan para lansia, penyakit atau keluhan yang umum diderita adalah penyakit rematik, hipertensi, penyakit jantung, penyakit paru-paru (bronkitis/ dispnea), diabetes mellitus, jatuh, paralisis/ lumpuh separuh badan, TBC paru, patah tulang dan kanker. Lebih banyak wanita yang menderita/ mengeluhkan penyakit-penyakit tersebut daripada kaum pria, kecuali untuk bronkitis (pengaruh rokok pada pria).

1.7 Sifat-sifat Penyakit pada Lansia

Sifat penyakit pada lansia ini perlu sekali untuk dikenali supaya tidak salah ataupun terlambat menegakkan diagnosis, sehingga terapi dan tindakan lainnya yang mengikutinya dengan segera dapat dilaksanakan. Hal ini akan menyangkut beberapa aspek, yaitu etiologi, diagnosis, dan perjalanan penyakit.


(26)

1.7.1. Etiologi

Sebab penyakit pada lansia ini pada umumnya lebih bersifat endogen daripada eksogen. Hal ini umpamanya disebabkan karena menurunnya fungsi berbagai alat tubuh karena proses menjadi tua. Sel-sel parenkim banyak diganti dengan sel-sel penyangga (jaringan fibrotik), produksi hormon yang menurun, produksi enzim menurun dan sebagainya.

Dalam rangka ini juga produksi zat-zat untuk daya tahan tubuh seorang tua akan mundur. Maka dari itu faktor penyebab infeksi (eksogen) akan lebih mudah hinggap. Di negara-negara maju karena faktor infeksi ini secara keseluruhan telah jarang ditemui, penyakit infeksi pada penderita lansia pun juga jarang sekali dijumpai. Di negara-negara berkembang justru masih banyak penyakit infeksi pada golongan anak-anak dan lansia.

Selain itu, etiologi penyakit pada lansia ini seringkali tersembunyi, sehingga perlu dicari secara sadar dan aktif. Seringkali untuk menegakkan diagnosis kita memerlukan mengobservasi penderita agak lama sambil mengamati dengan cermat tanda-tanda dan gejala-gejala penyakitnya, yang juga seringkali tidak nyata.

Seringkali sebab penyakit tadi bersifat ganda (multiple) dan kumulatif, terlepas satu sama lain ataupun saling mempengaruhi timbulnya. Dapat diharapkan bahwa di negara berkembang patologi multipel ini lebih menonjol lagi, karena pengaruh faktor endogen dan eksogen secara bersama-sama. 1.7.2. Diagnosis

Diagnosis penyakit pada lansia ini pada umumnya lebih sukar daripada usia remaja/ dewasa, karena seringkali tidak khas gejalanya. Selain itu,


(27)

keluhan-keluhannya pun tidak khas dan tidak jelas, dan tidak jarang asimtomatik. Sebagai contoh, pada appendicitis acuta pada lansia seringkali tidak disertai nyeri pada titik Mc Burney yang khas, tetapi hanya dengan tanda-tanda perut kembung ataupun diare.

1.7.3. Perjalanan Penyakit

Pada umumnya perjalanan penyakit lansia ini adalah kronik (menahun), diselingi dengan eksaserbasi akut. Selain itu, penyakitnya bersifat progresif dan sering menyebabkan kecacatan lama sebelum akhirnya penderita meninggal dunia.

2. Kualitas hidup.

2.1. Defenisi kualitas hidup.

Kualitas hidup mendeskripsikan istilah yang merujuk pada emosional, sosial dan kesejahteraan fisik seseorang, juga kemampuan mereka untuk berfungsi dalam kehidupan sehari-hari (Donald, 2001).

Kualitas hidup merupakan persepsi individu dari posisi laki-laki/wanita dalam hidup ditinjau dari konteks budaya dan sistem nilai dimana laki-laki/wanita itu tinggal, dan berhubungan dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini merupakan konsep tingkatan, terangkum secara kompleks mencakup kesehatan fisik seseorang, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan sosial, dan hubungan mereka kepada karakteristik lingkungan mereka (WHO, 1994).


(28)

komponen yaitu pengalaman, kepuasan dan kepemilikan atau pencapaian beberapa karakteristik dan kemungkinan-kemungkinan tersebut merupakan hasil dari kesempatan dan keterbatasan setiap orang dalam hidupnya dan merefleksikan interaksi faktor personal lingkungan (Chang, Viktor, & Weissman, 2004).

Menurut Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto, kualitas hidup adalah tingkat dimana seseorang menikmati hal-hal penting yang mungkin terjadi dalam hidupnya. Masing-masing orang memiliki kesempatan dan keterbatasan dalam hidupnya yang merefleksikan interaksinya dan lingkungan. Sedangkan kenikmatan itu sendiri terdiri dari dua komponen yaitu pengalaman dari kepuasan dan kepemilikan atau prestasi (Universitas Toronto, 2004).

2.2. Komponen kualitas hidup

Menurut Trobojevic (1998) kualitas hidup di kembangkan untuk memberikan suatu pengukuran komponen dan determinan kesehatan dan kesejahteraan. Pengukuran kualitas hidup ini penting berhubungan dengan prioritas kesehatan sepanjang atau semasa hidup yang tidak hanya membutuhkan pengobatan tetapi juga kualitas dari kelangsungan hidup.

Menurut McDowell dan Newell (1996), penyakit kronis akan mempengaruhi kualitas hidup lansia. Kualitas hidup dapat disimpulkan menjadi dua komponen yaitu kesehatan fisik dan kesehatan mental, untuk mengkaji kulitas hidup tersebut maka didapat 36 pertanyaan tentang kemampuan pasien yang dibagi menjadi delapan subvariabel yaitu:


(29)

1. fungsi fisik terdiri dari beberapa pernyataan yaitu aktifitas yang memerlukan energi, aktivitas yang ringan, mengangkat dan membawa barang yang ringan, menaiki beberapa anak tangga, menaiki satu anak tangga, membungkuk, berjalan beberapa gang, berjalan satu gang dan mandi atau memakai baju sendiri.

2. Keterbatasan peran fisik terdiri dari pernyataan penggunaan waktu yang singkat, penyelesaian pekerjaan yang tidak tepat waktu, terbatas pada beberapa pekerjaan dan mengalami kesulitan dalam melakukan pekerjaan.

3. Nyeri pada tubuh terdiri dari pernyataan seberapa besar rasa nyeri pada tubuh dan seberapa besar nyeri mengganggu aktifitas.

4. Persepsi kesehatan secara umum terdiri dari pernyataan bagaimana kondisi kesehatan saat ini dan satu tahun yang lalu, mudah terserang sakit, sama sehatnya dengan orang lain, kesehatan yang buruk dan kesehatan yang sangat baik.

5. Vitalitas terdiri dari pernyataan yang menggambarkan tentang bagaimana pasien dalam melaksanakan aktifitasnya apakah penuh semangat memiliki energi yang banyak, bosan dan lelah.

6. Fungsi sosial terdiri dari pernyataan seberapa besar masalah emosi mengganggu aktifitas sosial dan mempengaruhi aktifitas sosial. 7. Keterbatasan peran emosional terdiri dari pernyataan apakah

masalah emosional mempengaruhi penggunaaan waktu yang singkat dalam pekerjaan atau lebih lama lagi melakukan pekerjaan


(30)

8. Kesehatan mental terdiri dari pernyataan apakah pasien sering gugup, merasa tertekan, tenang, sedih dan periang.

Universitas Toronto (2004) menyebutkan kualitas hidup dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu internal individu, kepemilikan (hubungan individu dengan lingkungannya) dan harapan (prestasi dan aspirasi individu)

1. Internal Individu

Internal individu dalam kualitas hidup dibagi tiga yaitu secara fisik, psikologis dan spiritual.

Sedangkan menurut WHOQOL mengidentifikasi kualitas hidup dalam enam domain, tiga diantaranya yaitu domain fisik, domain psikologis, dan domain spiritual.

2. Kepemilikan

Kepemilikan (hubungan individu dengan lingkungannya) dalam kualitas hidup dibagi dua yaitu secara fisik dan sosial.

Sedangkan menurut WHOQOL mengidentifikasi kualitas hidup dalam enam domain, dua diantaranya yaitu domain tingkat kebebasan dan domain hubungan sosial.

3. Harapan

Harapan (prestasi dan aspirasi individu) dalam kualitas hidup dapat dibagi dua yaitu secara praktis dan secara pekerjaan.

Sedangkan menurut WHOQOL mengidentifikasi kualitas hidup dalam enam domain, dua diantaranya yaitu domain tingkat kebebasan dan domain lingkungan.


(31)

Menurut Ventegodt, Merriek, Anderson (2003), kualitas hidup dalam hal ini dapat dikelompokkan dalam tiga bagian yang berpusat pada suatu aspek hidup yang baik, yaitu:

1. Kualitas hidup subjektif, yaitu bagaimana suatu hidup yang baik dirasakan oleh masing-masing individu yang memilikinya. Masing-masing individu secara personal mengevaluasi bagaimana mereka menggambarkan sesuatu dan perasaan mereka

2. Kualitas hidup eksistensial, yaitu seberapa baik hidup seseorang merupakan level yang dalam. Ini mengasumsikan bahwa individu memiliki suatu sifat yang lebih dalam yang berhak untuk dihormati dan dimana individu dapat hidup dalam keharmonisan.

3. Kualitas hidup objektif, yaitu bagaimana hidup seseorang dirasakan oleh dunia luar. Kualitas hidup objektif dinyatakan dalam kemampuan seseorang untuk beradaptasi pada nilai-nilai budaya dan menyatakan tentang kehidupannya

Ketiga aspek kualitas hidup ini keseluruhan dikelompokkan dengan pernyataan yang relevan pada kualitas hidup yang dapat ditempatkan dalam suatu spektrum dari subjektif ke objektif, elemen eksistensial berada diantaranya yang merupakan komponen kulitas hidup meliputi kesejahteraan, kepuasan hidup, kebahagiaan, makna dalam hidup, gambaran biologis kualitas hidup, mencapai potensi hidup, pemenuhan kebutuhan dan faktor-faktor


(32)

a. Kesejahteraan

Kesejahteraan berhubungan dekat dengan bagaimana sesuatu berfungsi dalam suatu dunia objektif dan dengan faktor eksternal hidup. Ketika kita membicarakan tentang perasaan baik maka kesejahteraan merupakan pemenuhan kebtuhan dan realisasi diri.

b. Kepuasan hidup

Menjadi puas berarti merasakan bahwa hidup yang seharusnya, ketika pengharapan-pengharapan, kebutuhan dan gairah hidup diperoleh disekitarnya maka seseorang puas, kepuasaan adalah pernyataaan mental yaitu keadaan kognitif.

c. Kebahagiaan

Menjadi bahagia bukan hanya menjadi menyenangkan dan hati puas, ini merupakan perasaan yang spesial yang berharga dan sangat diinginkan tetapi sulit di peroleh. Tidak banyak orang percaya bahwa kebahagiaan diperoleh dari adaptasi terhadap budaya seseorang, kebahagiaan diasosiasikan dengan dimensi-dimensi non rasional seperti cinta, ikatan erat dengan sifat dasar tetapi bukan dengan uang, status kesehatan atau faktor-faktor objektif lain.

d. Makna dalam hidup

Makna dalam hidup merupakan suatu konsep yang sangat penting dan jarang digunakan. Pencarian makna hidup melibatkan suatu penerimaan dari ketidak berartian dan keseangat berartian dari hidup dan suatu kewajiban untuk mengarahkan diri seseorang membuat perbaikan apa yang tidak berarti.


(33)

e. Gambaran biologis kualitas hidup

Gambaran biologis kualitas hidup yaitu sistem informasi biologis dan tingkat keseimbangan eksistensial dilihat dari segi ini kesehatan fisik mencerminkan tingkat sistem informasi biologi seperti sel-sel dalam tubuh membutuhkan informasi yang tepat untuk berfungsi secara benar dan untuk menjaga kesehatan dan kebaikan tubuh. Kesadaran kita dan pengalaman hidup juga terkondisi secara biologis. Pengalaman dimana hiup bermakana atau tidak dapat dilihat sebagai kondisi dari suatu sistem informasi biologis. Hubungan antara kualitas hidup dan penyakit diilustrasikan dengan baik dan menggunakan suatu teori individual sebagai suatu sistem informasi biologis f. Mencapai potensi hidup

Teori pencapaian potensi hidup merupakan suatu teori dari hubungan antara sifat dasarnya. Titik permulaan biologis ini tidak mengurangi kekhususan dari makhluk hidup tetapi hanya tingkat dimana ini merupakan teori umum dari pertukaran informasi yang bermakna dalam sistem hidup dari sel ke organisme sosial.

g. Pemenuhan kebutuhan

Kebutuhan dihubungkan dengan kualitas hidup dimana ketika kebutuhan seseorang terpenuhi kualitas hidup tinggi. Kebutuhan merupakan suatu ekspresi sifat dasar kita yang pada umumnya di miliki oleh makhluk hidup. Pemenuhan kebutuhan dihubungkan pada aspek sifat dasar manusia. Kebutuhan yang kita rasakan baik ketika kebutuhan kita sudah terpenuhi. Informasi ini berada dalam suatu bentuk komplek yang dapat dikurangi


(34)

h. Faktor-faktor objektif

Aspek objektif dari kualitas hidup dihubungkan dengan faktor-faktor eksternal hidup dan secara baik mudah di wujudkan. Hal tersebut mencakup pendapatan, status perkawinan, status kesehatan dan jumlah hubungan dengan orang lain. Kualitas hidup objektif sangat mencerminkan kemampuan untuk beradaptasi pada budaya dimana kita tinggal.

Secara umum pengkajian kulitas hidup berhubungan dengan kesehatan yang menggambarkan suatu usaha untuk menentukan bagian variabel-variabel dalam dimensi kesehatan, berhubungan dengan dimensi khusus dari hidup yang telah ditentukan untuk menjadi penting secara umum atau untuk orang yang memiliki penyakit spesifik. Konseptualisasi kualitas hidup berhubungan dengan kesehatan menegaskan efek penyakit pada fisik, peran sosial, psikologi/emosional dan fungsi kognitif. Gejala-gejala persepsi kesehatan dan keseluruhan kualitas hidup sering tercakup dalam konsep kualitas hidup berhubungan dengan kesehatan (American Thoracic Society, 2004).

3. Penyakit Kronis

3.1. Defenisi penyakit kronis

Penyakit kronis adalah penyakit yang membutuhkan waktu yang cukup lama, tidak terjadi secara tiba-tiba atau spontan, dan biasanya tidak dapat di sembuhkan dengan sempurna. Penyakit kronis sangat erat hubungannya terhadap kecacatan dan timbulnya kematian (Adelman & Daly, 2001). Penykit kronis adalah peenyakit yang mempunyai karakteristik yaitu suatu penyakit yang bertahap-tahap, mempunyai perjalanan penyakit yang cukup lama, dan


(35)

sering tidak dapat disembuhkan (Belsky, 1990). Sedangkan menurut Barrow (1996) penyakit kronis merupakan suatu penyakit yng cukup lama dan penyebabnya tidak dapat diketahui secara jelas dan umumnya penyembuhan tidak dapat dilakukan tujuannya hanya untuk mengontrol, menjaga supaya tidak terjadi komplikasi, dan rehabilitasi. Penyakit kronis jg merupakan suatu kondisi yang berhubungan dengan terganggunya fungsi kehidupan sehari-hari yang dialami selama tiga bulan atau lebih dalam setahun yang disebabkan oleh karena mendapat perawatan atau pengobatan di rumah sakit selama tiga puluh hari atau lebih dalam setahun (Christianson dkk, 1998).

3.2. Kategori Penyakit Kronis

Menurut Conrad (1987, dikutip dari Christianson dkk, 1998) ada beberapa kategori dari penyakit kronis yaitu

Lived with illnesses. Pada kategori ini individu diharuskan beradaptasi dan mempelajari kondisi penyakitnya selama hidup, dan biasanya mereka tidak mengalami kehidupan yang mengancam. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah diabetes, asma, arthritis, dan epilepsi.

Mortal illnesses. Pada kategori ini secara jelas individu kehidupannya terancam dan individu yang menderita penyakit ini hanya bisa merasakan gejala-gejala dari penyakitnya dan ancaman kematian. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah kanker dan penyakit kardiovaskuler.

At risk illnesses. Kategori penyakit ini sangat berbeda dengan dua kategori sebelumnya. Pada kategori penyakit ini tidak menekankan pada penyakitnya


(36)

tetapi pada resiko penyakitnya. Penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah hipertensi, dan penykit-penyakit yang berhubungan dengan hereditas.

3.3. Implikasi Penyakit Kronis

Penyakit kronis mempengaruhi banyak orang dalam berbagai cara, baik secara langsung atau tidak langsung. Penting artinya memahami implikasi arti dari penyakit kronis bagi individu, keluarga, dan masyarakat. Dengan cara ini individu dapat mengatasi masalah-maslahnya. Implikasi ini meliputi, yaitu

Menangani penyakit kronis mencakup lebih dari menangani masalah-masalah medis, dalam hal ini pertimbangan sosial dan psikologis penting diketengahkan. Adaptasi terhadap penyakit dan kecacatan merupakan proses yang berkepanjangan. Setiap perubahan besar atau penurunan fungsi membutuhkan adaftasi fisik, emosi dan sosial (Bury 1991, dikutip dari Smeltzer & Bare, 2001).

Kondisi-kondisi kronis dapat melewati berbagai fase yang berbeda sepanjang perjalanan penyakit, setiap fase membawa masalah fisik psikologis dan sosialnya sendiri.

Untuk menjaga agar kondisi kronis tetap terkontrol, individu diharapkan patuh terhadap aturan terapeutik yang persisten, ketidakberhasilan untuk mematuhi rencana pengobatan atau mengikuti aturan dengan cara yang konsisten dapat meningkatkan resiko terjadinya komplikasi dan percepatan proses penyakit.


(37)

Satu penyakit kronis dapat mengakibatkan kondisi kronis lain. Sebagai contoh, diabetes pada akhirnya dapat mengarah pada terjadinya perubahan neurologist dan sirkulasi dalam penglihatan, jantung, seksual, dan maslah-masalah ginjal (Smeltzer & Bare, 2001; Anderson, 2002).

Penyakit kronis mempengaruhi seluruh keluarga. Tidak hanya anggota keluarga yang terlibat dalam menangani penyakit kronis yang diderita oleh orang yang mereka kasihi, tetapi kehidupan keluarga dapat menjadi sangat terganggu oleh penyakit kronis, terutama jika penyakit tersebut parah (Christianson dkk, 1998; Smeltzer & Bare, 2001).

Individu dengan penyakit kronis dan keluarganya harus memiliki tanggung jawab yang besar terhadap penatalaksanaan sehari-hari penyakit. Tidak seperti kondisi akut, rumah sakit menjadi pusat perawatan primer dalam penyakit-penyakit kronis. Pelayanan-pelayanan pendukung diluar rumah tersedia dari rumah sakit, praktik dokter, klinik, perawatan panti, pusat-pusat perawatan, dan lembaga-lembaga di komunitas. Pelayanan ini memberdayakan individu untuk menangani penyakit kronis di rumah (Straus & Corbin, 1998 yang dikutip dari Smeltzer & Bare, 2001).

Penatalaksanaan kondisi kronis adalah suatu proses dari penemuan. Pasien dapat diajarkan bagaimana cara menangani kondisi yang mereka alami. Menangani kondisi kronis membutuhkan penanganan masalah-masalah yang komplek, yang saling terkait yang sifatnya medis, sosial dan emosional. Upaya-upaya kolaboratif dari banyak tenaga pelayanan kesehatan di butuhkan untuk memberikan perawatan menyeluruh yang


(38)

Penatalaksanaan kondisi kronis mahal. Biaya yang dibutuhkan untuk biaya perawatan kesehatan dan pelayanan yang berhubungan dengan penyakit kronis sangat banyak.

Kondisi kronis menghadirkan dilema etis bagi individu, tenaga kesehatan profesional, dan masyarakat. Tidak ada pemecahan yang mudah terhadap masalah-masalah kondisi kronis.

Hidup dengan penyakit kronis berarti hidup dengan ketidakpastian. Meskipun tenaga kesehatan dapat mengidentifikasi perjalanan penyakit yang diantisipasi, tetapi mereka tidak dapat menentukan kepastian perjalanan penyakit tepatnya seperti apa yang akan dihadapi oleh individu (Smeltzer & Bare, 2001).

3.4. Fase-Fase Penyakit Kronis

Ada sembilan fase dalam penyakit kronis yaitu

a) Fase pre trajectory. Individu berisiko terhadap penyakit kronis karena faktor-faktor genetik atau prilaku yang meningkatkan ketahanan seseorang terhadap penyakit kronis.

b) Fase trajectory. Adanya gejala-gejala yang berkaitan dengan penyakit kronis. Fase ini sering tidak jelas karena gejala sedang dievaluasi dan pemeriksaan diagnostic sedang dilakukan.

c) Fase stabil. Terjadi ketika gejala-gejala dan perjalanan penyakit terkontrol

d) Fase tidak stabil. Adanya ketidakstabilan dari penyakit kronis, kekambuhan gejala-gejala dari penyakit-penyakit.


(39)

e) Fase akut. Ditandai dengan gejala-gejala yang berat dan tidak dapat pulih atau komplikasi yang membutuhkan perawatan di rumah sakit untuk menanganinya.

f) Fase krisis. Ditandai dengan situasi kritis atau mengancam jiwa yang membutuhkan pengobatan atau perawatan kedaruratan.

g) Fase pulih. Pulih kembali pada cara hidup yang diterima dalam batasan yang dibebani oleh penyakit kronis.

h) Fase penurunan. Terjadi ketika perjalanan penyakit berkembang dan disertai dengan peningkatan ketidakmampuan dan kesulitan dalam mengatasi gejala-gejala.

i) Fase kematian. Ditandai dengan penurunan bertahap atau cepat fungsi tubuh dan penghentian hubungan individual (Smeltzer & Bare, 2001).


(40)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konseptual

Masalah penyakit kronis sangat mempengaruhi lansia sepanjang hidupnya, banyak perubahan yang terjadi pada lansia dengan penyakit kronis diantaranya perubahan fisik, mental, dan psikososial yang memiliki dampak semakin tinggi tingkat ketargantungan dan menurunya kualitas hidup pada lansia. Kualitas hidup yang menurun dapat dilihat dari komponen fisik dan komponen mental yang dibagi menjadi delapan subvariabel yaitu: Fungsi fisik, keterbatasan fisik, nyeri tubuh, kesehatan secara umum, vitalitas, fungsi sosial, keterbatasan emosional dan, kesehatan mental.

konsep kerja dari penelitian ini di gambarkan sebagai berikut: Kualitas Hidup

Komponen Fisik - Fungsi Fisik - Keterbatasan Fisik - Nyeri Tubuh

- kesehatan Secara Umum Komponen Mental

- Vitalitas - Fungsi Sosial

- Keterbatasan Emosional - Kesehatan Mental Lansia dengan

Penyakit Kronis

Keterangan:

Diteliti


(41)

2. Defenisi Konseptual 2.1 Penyakit kronis

Penyakit kronis adalah penyakit yang membutuhkan waktu yang cukup lama, tidak terjadi secara tiba-tiba atau spontan, dan biasanya tidak dapat di sembuhkan dengan sempurna. Penyakit kronis sangat erat hubungannya terhadap kecacatan dan timbulnya kematian (Adelman & Daly, 2001).

2.2 Lansia

Lansia atau usia tua adalah suatu periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan, atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat (Hurlock, 1999).

2.3 Kualitas hidup

Menurut McDowell dan Newell (1996), kualitas hidup lansia itu berhubungan dengan kepuasan atau kebahagiaan individu dalam kehidupannya yang berhubungan dengan kesehatan fisik dan kesehatan mental lansia.

3. Defenisi Operasional

3.1. Lansia dengan penyakit kronis

Lansia yang telah didiagnosa secara medik menderita penyakit kronis di RSUP H. Adam Malik Medan, penyakit kronis disini yaitu penyakit yang dialami oleh lansia selama tiga bulan atau lebih dalam setahun, serta harus mendapatkan perawatan dan pengobatan yang cukup lama di rumah sakit, dan


(42)

3.2. Kualitas hidup

Merupakan kemampuan lansia dalam menghadapi penyakit kronis yang berhubungan dengan kesehatan fisik dan kesehatan mental yang dibagi menjadi delapan subvariabel yaitu: Fungsi fisik, keterbatasan fisik, nyeri tubuh, kesehatan secara umum, vitalitas, fungsi sosial, keterbatasan emosional dan, kesehatan mental. Sehingga lansia dalam memenuhi kebutuhannya dapat menikmati serta merefleksikan dalam kehidupannya sehari-hari. Penelitian yang dilakukan menggunakan instrumen penelitian yang terdiri dari 36 pertanyaan dalam bentuk kuiseoner. Instrumen ini diadopsi dari SF-36 Health Survey yang dimodifikasi oleh McDowell dan Newell yang merupakan model pengukuran kualitas hidup lansia sesuai standart WHO.


(43)

BAB 4

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain deskriptif yaitu suatu metode penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi kualitas hidup lansia dengan penyakit kronis di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

2. Populasi dan Sampel

Populasi adalah sekelompok orang, benda, atau hal yang menjadi sumber pengambilan sampel atau suatu kumpulan yang memenuhi syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian. (Depdiknas, 2005).

Populasi pada penelitian ini adalah lansia yang berusia 60 tahun atau lebih yang menderita penyakit kronis. Jumlah populasi lansia pertahun dengan penyakit kronis di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan 537 orang, pada tahun 2008

Sampel adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan sifat suatu kelompok atau keseluruhan yang lebih besar; Bagian kecil yang mewakili kelompok atau keseluruhan yang lebih besar. (Depdiknas, 2005).

Penentuan jumlah sampel pada penelitian ini didasarkan pada rumusan menurut Arikunto (2006), yaitu pengambilan sampel jika subjeknya lebih dari 100 dapat diambil 10% dari jumlah populasi, maka jumlah sampel yang


(44)

dilakukan dengan cara convinience sampling yaitu mengambil sampel yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan peneliti. Kriteria yang di tentukan untuk subjek penelitian ini adalah lansia yang berusia 60 tahun keatas atau lebih dengan penyakit kronis, dapat berbahasa Indonesia, dan bersedia menjadi responden

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini di laksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. Alasan peneliti memilih RSUP. H. Adam Malik Medan karena berdasarkan data dari Rumah Sakit , insidensi lansia dengan penyakit kronis yang datang cukup tinggi setiap tahunnya, dan rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit rujukan dari berbagai daerah di Sumatera Utara. Waktu penelitian di laksanakan satu bulan yaitu pada bulan Maret – April 2009.

4. Pertimbangan Etik Penelitian

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari bagian pendidikan Program Studi Ilmu Keperawatan untuk mendapatkan persetujuan penelitian. Setelah memperoleh persetujuan, peneliti meminta izin kepada direktur RSUP H. Adam Malik Medan. Kemudian peneliti melakukan penelitian dengan pertimbangan etik, yaitu: peneliti menyerahkan langsung lembar persetujuan penelitian kepada responden, agar responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian. Jika responden bersedia menjadi responden penelitian maka terlebih dahulu harus menandatangani lembar persetujuan.


(45)

Jika responden menolak untuk menjadi responden maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak akan mencantumkan nama responden. Lembar tersebut hanya diberi nomor kode tertentu. Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh peneliti (Nursalam, 2001). Selanjutnya responden diminta untuk membaca dan memahami isi surat persetujuan. Apabila responden bersedia maka responden diminta untuk menandatangani surat persetujuan yang telah dibaca dan dipahami.

5. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dibuat dalam bentuk kuesioner, pada bagian pertama instrumen berisi data demografi lansia yang meliputi: umur, jenis kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan terakhir, pekerjaan sebelumnya, penghasilan keluarga perbulan, penyakit kronis yang di derita, lamanya menderita penyakit kronis, terapi pengobatan yang pernah dilakukan, dan berapa lama terapi tersebut digunakan. Instrumen kedua berisi kuesioner untuk mengukur kualitas hidup dengan mengadopsi SF-36 Health Survey yang dimodifikasi oleh McDowell dan Newell. Kualitas hidup dalam instrumen ini dibagi menjadi dua komponen yaitu komponen kesehatan fisik dan kesehatan mental yang terbagi dalam 36 pertanyaan yang dilihat dari pengalaman responden selama satu bulan terakhir, Ada beberapa pertanyaan yang dimodifikasi sesuai dengan tempat dilakukannya penelitian, dari tiap- tiap


(46)

dengan jumlah skor yang telah ditentukan yaitu (0-100), lebih jelasnya dapat dilihat di lampiran.

Untuk menilai komponen kesehatan fisik dan kesehatan mental maka ada delapan subvariabel yang meliputi:

1. Fungsi fisik ada 10 pertanyaan pada nomor 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11 dan 12.

2. Keterbatasan fisik ada 4 pertanyaan pada nomor 13, 14, 15, dan 16. 3. Nyeri tubuh ada 2 pertanyaan pada nomor 21, dan 22.

4. Kesehatan secara umum ada 5 pertanyaan pada nomor 1, 2, 33, 34 35, dan 36.

5. Vitalitas ada 4 pertanyaan pada nomor 23, 27, 29, dan 31. 6. Fungsi sosial ada 2 pertanyaan pada nomor 20, dan 32.

7. Keterbatasan emosional ada 3 pertanyaan pada nomor 17, 18, 19. 8. Kesehatan mental ada 5 pertanyaan pada nomor 24, 25, 26, 28, 30. Ada beberapa pertanyaan yang dimodifikasi sesuai dengan tempat dilakukannya penelitian.

Untuk mengidentifikasi kualitas hidup lansia maka jumlah nilai mentah dari tiap-tiap pertanyaan di ubah ke transformed score. Nilai mentah adalah nilai asli yang di dapat dari penjumlahan pilihan responden di kuesioner. Sedangkan transformed score merupakan nilai dalam rentang 0 – 100 yang diadopsi dari SF-36 Questionnaire Health Survey.


(47)

6. Uji Validitas

Penyusunan kuesioner diadopsi dari SF-36 Health Survey yang dimodifikasi oleh Mcdowell dan Newell yang merupakan model pengukuran kualitas hidup lansia sesuai standart WHO dan akan diperiksa oleh dosen pembimbing

7. Uji Reabilitas

Penelitian ini menggunakan uji reliabilitas konsistensi eksternal. Uji reabilitas ini bertujuan untuk menguji kekuatan instrumen sehingga dapat digunakan untuk penelitian berikutnya dalam lingkup yang sama. Instrumen atau alat ukur yang baik adalah alat ukur yang memberikan hasil yang bila digunakan beberapa kali pada kelompok sampel yang sama (Ritonga, 1997; Azwar, 2003). Kuesioner kualitas hidup lansia dengan penyakit kronis diuji dengan menggunakan program SPSS (Statistical Package for Social Sciences)

versi 15,0 dengan analisis cronbach alpha.

Uji reabilitas akan dilakukan terhadap 10 orang responden sebelum pengumpulan data (Nursalam, 2003). Responden diambil dari beberapa ruangan di RSUP H. Adan Malik Medan. Suatu instrumen dikatakan sudah reliabel apabila koefisiennya lebih dari 0,70 (Polit & Hungler, 1995). Hasil uji reabilitas untuk kuesioner kualitas hidup lansia dengan penyakit kronis terhadap 10 orang adalah 0,757.


(48)

8. Pengumpulan Data

Pengumpulan data akan dilaksanakan dengan prosedur sebagai berikut, mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan (Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara) kemudian mengajukan surat permohonan izin pelaksanaan kepada pihak Rumah Sakit yang akan dilakukan penelitian (Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan). Setelah mendapatkan izin penelitian melaksanakan pengumpulan data. Peneliti menentukan responden sesuai dengan kriteria yang telah dibuat sebelumnya. Apabila peneliti menemukan calon responden yang menurut kriteria cukup banyak, maka calon responden tersebut dipilih sesuai dengan keinginan peneliti. Setelah mendapatkan calon responden selanjutnya peneliti menjelaskan pada calon responden maksud dan tujuan penelitian serta prosedur penelitian, kemudian bila pasien telah bersedia menjadi responden maka dipersilahkan untuk menandatangani lembar persetujuan menjadi responden kemudian menjelaskan dan membantu responden dalam pengisian kuesioner , responden diberikan kesempatan untuk bertanya bila ada yang tidak mengerti kemudian mencatat jawaban responden sampai selesai dan data dikumpulkan untuk dianalisa.

9. Analisa Data

Setelah data terkumpul, dilakukan pengolahan data dengan perhitungan statistika deskriptif untuk kualitas hidup lansia dengan penyakit kronis dimana data dianalisa dengan cara diperiksa terlebih dahulu atau diediting, untuk memeriksa apakah pertanyaan dalam kuesioner telah diisi sesuai petunjuk.


(49)

Setelah diberi kode atau coding terhadap pertanyaan yang telah diajukan untuk mempermudah tabulasi dan analisa. Analisa yaitu menganalisa data yang terkumpul dengan menentukan persentase jawaban dari setiap responden.

Data demografi akan ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan presentase. Untuk data umur dan penghasilan perbulan akan disajikan dalam nilai mean dan standar deviasi. Hasil analisa data juga disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan presentasi, yang bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran kualitas hidup lansia dengan penyakit kronis.


(50)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Pada bab ini akan dibahas tentang hasil penelitian yang telah dilakukan selama satu bulan yaitu dari tanggal 13 April 2009 sampai dengan 13 Mai 2009 dengan jumlah responden sebanyak 54 orang. Penyajian analisa data dalam penelitian ini diuraikan berdasarkan data demografi dan data kualitas hidup (fungsi fisik, keterbatasan fisik, nyeri tubuh, kesehatan secara umum, vitalitas, keterbatasan emosional, dan kesehatan mental) di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

1.1 . Data Demografi Responden

Tabel 1 menunjukkan bahwa mayoritas usia responden berada pada kelompok umur 60 – 69 tahun sebanyak 35 orang (64.8%), kelompok umur 70 – 79 tahun sebanyak 18 orang (33.3%), dan kelompok umur 80 tahun keatas sebanyak 1 orang (1.9%). Sebanyak 32 responden (59.3%) berjenis kelamin laki-laki dan 22 responden (40.7%) berjenis kelamin perempuan. Berdasarkan suku bangsa responden, suku Jawa merupakan suku yang terbanyak dengan jumlah 23 responden (42.6%), suku Batak 20 responden (37.0%), suku Melayu 6 responden (11.1%) serta suku lainnya sebanyak 5 responden (9.3%). Berdasarkan agama yang dianut agama Islam adalah agama yang paling banyak dianut responden yaitu 39 orang (72.2%), dan agama kristen sebanyak 15 orang (27.8%). Berdasarkan tingkat pendidikan sebanyak 20 responden (37.0%) berpendidikan SMU, 18 responden (33.3%) PT, 9 responden (16.7%)


(51)

berpendidikan SMP dan 7 responden (13.0%) berpendidikan SD. Berdasarkan pekerjaan responden sebelumnya, wiraswasta menempati urutan pertama sebanyak 22 responden (40.7%), pekerjaan lain-lain sebanyak 13 responden (24.1%) yang terdiri dari petani, dan ibu rumah tangga, pegawai negeri sebanyak 10 responden (18.5%), dan pegawai swasta sebanyak 9 responden (16.7%). Berdasarkan penghasilan keluarga yang diperoleh tiap bulannya, sebanyak 23 responden (42.6%) memperoleh pendapatan Rp. 700.000- 1.000.000 perbulan, 22 responden (40.7%) mendapat >Rp. 1.000.000 perbulan, dan 9 responden (16.7%) memperoleh pendapatan <Rp. 700.000 perbulan. Berdasarkan penyakit kronis yang diderita penyakit DM merupakan penyakit yang paling banyak yaitu sebanyak 15 responden (27.8%), penyakit jantung sebanyak 14 responden (25.9%), penyakit lain-lain sebanyak 14 responden (25.9%) yang terdiri dari penyakit stroke, kanker, gagal ginjal kronik,dan katarak, penyakit hipertensi sebanyak 11 responden (20.4%). Berdasarkan lama menderita penyakit kronis sebanyak 36 responden (66.9%) menderita penyakit kronis selama 1 sampai 3 tahun, 16 responden (29.6%) telah menderita penyakit kronis 4 sampai 7 tahun, dan 2 responden (3.7%) menderita penyakit kronis 8 sampai 10 tahun. Berdasarkan terapi pengobatan yang pernah dijalani 42 responden (77.8%) menjawab dengan minum obat-obatan, melakukan kemoterapi sebanyak 5 responden (9.3%), melakukan pembedahan 4 responden (7.4%), fisioterapi senyak 2 responden (3.7%), dan melakukan hemodialisa 1 responden (1.9%). Berdasarkan lama terapi yang dilakukan sebanyak 46 responden (85.2%) melakukan terapi tersebut lebih


(52)

dari 12 bulan, sebanyak 5 responden (9.3%) melakukan terapi 6 sampai 12 bulan, dan 3 responden (5.6%) melakukan terapi kurang dari 6 bulan.

Tabel 1. Distribusi frekuensi dan persentase berdasarkan data demografi responden di RSUP H. Adam Malik Medan (N = 54 orang)

Data Demografi Responden Frekuensi (n) Persentase (%) Umur 60-69 tahun 70-79 tahun

80 tahun keatas (mean=1.37; SD=0.525) Jenis Kelamin Laki-laki Perempua Suku Bangsa Batak Jawa Melayu Lain-lain Agama Islam Kristen Pendidikan SD SMP SMU Perguruan Tinggi Pekerjaan Pegawai Negeri Pegawai Swasta Wiraswasta Lain-lain

Penghasilan Keluarga Perbulan < Rp.700.000 Rp.700.000-Rp.1.000.000 >Rp. 1.000.000 (mean=2.24; SD=0.725) 35 18 1 32 22 20 23 6 5 39 15 7 9 20 18 10 9 22 13 9 23 22 64.8 33.3 1.9 59.3 40.7 37.0 42.6 11.1 9.3 72.2 27.8 13.0 16.7 37.0 33.3 18.5 16.7 40.7 24.1 16.7 42.6 40.7


(53)

Data Demografi Responden Frekuensi (n)

Persentase (%) Penyakit Kronis yang diderita

Hipertensi DM

Jantung Lain-lain

Lama Menderita Penyakit Kronis 1 sampai 3 tahun

4 sampai 7 tahun 8 sampai 10 tahun Terapi Pengobatan yang dijalani Fisioterapi

Kemoterapi Pembedahan Hemodialisa

Obat-obatan Berapa lama Terapi digunakan < 6 bulan

6-12 bulan > 12 bulan

11 15 14 14 36 16 2 2 5 4 1 42 3 5 46 20.4 27.8 25.9 25.9 66.7 29.6 3.7 3.7 9.3 7.4 1.9 77.8 5.6 9.3 85.2

1.2 . Kualitas Hidup Lansia dengan Penyakit Kronis

Kualitas hidup lansia didasarkan pada komponen kesehatan fisik dan kesehatan mental yang dinilai dari delapan subvariabel. Tabel 2 menunjukkan bahwa keterbatasan emosional merupakan subvariabel dengan mean tertinggi yaitu 74.69 (SD = 41.03), dilanjutkan dengan kesehatan mental dengan mean 63.11 (SD = 18.82), nyeri tubuh dengan mean 50.69 (SD = 17.19), fungsi sosial dengan mean 50.28 (SD = 18.79), fungsi fisik dengan mean 47.21 (SD = 26.01), vitalitas dengan mean 49.39 (SD = 14.90), keterbatasan fisik dengan mean 36.11 (SD = 35.39) dan yang terendah adalah subvariabel kesehatan secara umum dengan mean 31.77 (SD = 21.49). Nilai mean didapat dari nilai mentah yang diubah ke transformed scores .


(54)

Tabel 2. Mean dan Standar deviasi dari delapan subvariabel

No. Subvaribel Mean Standar

deviasi 1 2 3 4 5 6 7 8 Fungsi fisik Keterbatasan fisik Nyeri tubuh

Kesehatan secara umum Vitalitas Fungsi sosial Keterbatasan emosional Kesehatan mental 47.21 36.11 50.69 31.77 46.39 50.28 74.69 63.11 26.01 35.39 17.19 21.49 14.90 18.79 41.03 18.82

1.2.1 Fungsi fisik

Fungsi fisik terdiri dari 10 pertanyaan dan didapat mean sebesar 47.21 (dalam rentang 0 – 100). Nilai tertinggi didapat dari pertanyaan nomor 12, apakah keadaan kesehatan membatasi lansia dalam melakukan aktivitas mandi atau memakai baju sendiri, sebanyak 44 responden (81.5%) menjawab tidak membatasi. Sedangkan nilai terendah didapat dari pertanyaan nomor 3 dan nomor 9 apakah keadaan kesehatan membatasi lansia dalam melakukan aktifitas yang membutuhkan banyak energi seperti mengangkat benda berat dan berjalan lebih dari 1,5 Km sebanyak 81.5% lansia menjawab sangat membatasi


(55)

Tabel 3. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan fungsi fisik (N = 54).

Pertanyaan SM n = (%) SdM n = (%) TM n = (%) Aktifitas yang membutuhkan banyak energi,

mengangkat benda berat, melakukan olah raga berat.

Aktifitas ringan seperti memindahkan meja, menyapu, joging/jalan santai.

Mengangkat atau membawa barang ringan misalnya belanjaan atau tas.

Menaiki beberapa anak tangga. Menaiki satu tangga.

Menekuk leher, tangan, kaki, bersujud atau membungkuk.

Berjalan kebih dari 1.5 Km.

Berjalan melewati beberapa gang/1 Km. Berjalan melewati satu gang/0,5 Km. Mandi atau memakai baju sendiri.

44 (81.5) 21 (38.9) 2 (3.7) 21 (38.9) 1 (1.9) 4 (7.4) 44 (81.5) 32 (59.3) 7 (13.0) 1 (1.9) 10 (18.5) 26 (48.1) 19 (35.2) 32 (59.3) 27 (50.0) 23 (46.2) 9 (16.7) 22 (40.7) 40 (74.1) 9 (16.7) 0 (0) 7 (13.0) 33 (61.1) 1 (1.9) 26 (48.1) 27 (50.0) 1 (1,9) 0 (0) 7 (13.0) 44 (81.5)

1.2.2. Keterbatasan fisik

Keterbatasan fisik terdiri dari 4 pertanyaan dan didapat mean sebesar 36.11 (dalam rentang 0 – 100). Nilai tertinggi didapat dari pertanyaan nomor 13, apakah lansia menghabiskan seluruh waktunya untuk melakukan pekerjaan atau aktifitas lain. Sebanyak 48 responden (88.9%) menjawab tidak. Sedangkan nilai terendah didapat dari pertanyaan nomor 16, apakah lansia


(56)

mengalami kesulitan dalam melakukan pekerjaan atau aktifitas yang membutuhkan energi ekstra. Sebanyak 50 responden (92.6%) menjawab ya. Tabel 4. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan

keterbatasan fisik (N = 54).

Pertanyaan Ya n = (%) Tidak n = (%) Menghabiskan seluruh waktu anda untuk melakukan pekerjaan

atau aktifitas lain.

Menyelesaikan pekerjaan tidak tepat pada waktunya. Terbatas pada pekerjaan atau aktifitas lain.

Mengalami kesulitan dalam melakukan pekerjaan atau aktifitas lain, misalnya yang membutuhkan banyak energi ekstra seperti mendongkrak/bertukang, mencuci 6 (11.1) 36 (66.7) 46 (85.2) 50 (92.6) 48 (88.9) 18 (33.3) 8 (14.8) 4 (7.4)

1.2.3. Nyeri Tubuh

Nyerri tubuh terdiri dari 2 pertanyaan dan didapat mean sebesar 50.69 (dalam rentang 0 – 100). Nilai tertinggi didapat dari pertanyaan nomor 21, seberapa besar lansia merasakan nyeri pada tubuhnya. Sebanyak 8 responden (14.8%) menjawab nyeri sangat ringan. Sedangkan nilai terendah didapat dari pertanyaan nomor 22, seberapa besar rasa nyeri mengganggu aktivitas lansia sehari-hari, sebanyak 13 responden (24.1%) menjawab sangat mrngganggu. Tabel 5. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan nyeri

tubuh (N = 54).

Pernyataan TaN n = (%) NsR n = (%) NR n = (%) NSd n = (%) NS n = (%) SNS n = (%) Seberapa besar lansia

merasakan nyeri pada tubuhnya 0 (0) 8 (14.8) 16 (29.6) 24 (44.4) 4 (7.4) 0 (0)


(57)

Pertanyaan TMS n = (%) SM n = (%) CM n = (%) SM n = (%) SMS n = (%) Seberapa besar rasa nyeri

mengganggu aktivitas lansia sehari-hari 0 (0) 14 (25.9) 27 (50.0) 13 (24.1) 0 (0)

1.2.4. Kesehatan Secara Umum

Kesehatan secara umum terdiri dari 6 pertanyaan dan didapat mean sebesar 31.77 (dalam rentang 0 – 100). Nilai tertinggi didapat dari pertanyaan nomor 34 saya merasa sama sehatnya seperti orang lain. Sebanyak 4 responden (7.4%) menjawab benar. Sedangkan nilai terendah dari pertanyaan nomor 33, 35, saya merasa mudah menderita sakit dan saya merasa kesehatan saya semakin memburuk, (35.2%) menjawab benar.

Tabel 6. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan kesehatan secara umum (N = 54).

Pertanyaan Sbs n = (%) SB n = (%) Baik n = (%) CB n = (%) B n = (%) Bagaimana anda mengatakan kondisi

kesehatan anda saat ini?

0 (0) 1 (1.9) 18 (33.3) 27 (50.0) 8 (14.8) Pertanyaan SLb n = (%) Lbaik n = (%) SS n = (%) LB n = (%) SB n = (%) Bagaimana anda mengatakan kondisi

kesehatan anda saat ini dibandingkan satu tahun yang lalu?

0 (0) 4 (7.4) 20 (37.0) 29 (53.7) 1 (1.9)


(58)

Pertanyaan B n = (%) BS n = (%) TT n = (%) S n = (%) SS n = (%) Saya merasa sepertinya sedikit mudah

menderita sakit.

Saya sama sehatnya seperti orang lain.

Saya merasa kesehatan saya semakin memburuk.

Kesehatan saya sangat baik.

19 (35.2) 4 (7.4) 19 (35.2) 3 (5.6) 15 (27.8) 1 (1.9) 12 (22.2) 1 (1.9) 13 (24.1) 8 (14.8) 18 (33.3) 9 (16.7) 7 (13.0) 36 (66.7) 5 (9.3) 39 (72.2) 0 (0) 5 (9.3) 0 (0) 2 (3.7) 1.2.5. Vitalitas

Vitalitas terdiri dari 4 pertanyaan dan didapat mean sebesar 46.39 (dalam rentang 0 – 100). Nilai tertinggi di dapat dari pertanyaan nomor 29, apakah lansia sering merasa bosan. Sebanyak 5 responden (9.3%) menjawab jarang. Sedangkan nilai terendah didapat dari pertanyaan nomor 27, apakah lansia memiliki banyak tenaga. 14 responden (25.9%) menjawab jarang. Tabel 7. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan vitalitas

(N = 54).

Pernyataan S n = (%) HS n = (%) CS n = (%) KK n = (%) J n = (%) TP n = (%) Apakah anda merasa penuh

semangat?

Apkah anda memiliki banyak tenaga?

Apakah anda merasa bosan? Apakah anda merasa cepat lelah? 1 (1.9) 0 (0) 1 (1.9) 2 (3.7) 2 (3.7) 0 (0) 2 (3.7) 7 (13.0) 17 (31.5) 4 (7.4) 18 (33.3) 10 (18.5) 30 (55.6)) 36 (66.7) 28 (51.9) 34 (63.0) 4 (7.4) 14 (25.9) 5 (9.3) 1 (1.9) 0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 (0)


(59)

1.2.6. Fungsi Sosial

Fungsi Sosial terdiri dari 2 pertanyaan dan didapat mean sebesar 50.28 (dalam rentang 0 – 100). Nilai tertinggi didapat dari pertanyaan nomor 20, seberapa besar kesehatan fisik atau masalah emosional mengganggu aktivitas sosial lansia. Sebanyak 20 responden (37.0%) menjawab sedikit mengganggu. Sedangkan nilai terendah di dapat dari pertanyaan nomor 32, seberapa sering kesehatan fisik dan masalah emosional mempengaruhi aktifitas sosial lansia. 16 responden (29.6%) menjawab hamppir selalu.

Tabel 8. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan fungsi sosial (N = 54).

Pertanyaan TM n = (%) SM n = (%) CM n = (%) MS n = (%) SMS n = (%) Seberapa besar kesehatan fisik atau

masalah emosional mengganggu aktifitas sosial anda.

0 (0) 20 (37.0) 23 (42.6) 10 (18.5) 1 (1.9) Pertanyaan S n = (%) HS n = (%) KK n = (%) J n = (%) TP n = (%) Seberapa sering kesehatan fisik atau

masalah emosional mempengaruhi aktifitas sosial anda.

0 (0) 16 (29.6) 30 (55.6) 8 (14.8) 0 (0)

1.2.7. Keterbatasan Emosional

Keterbatasan emosional terdiri dari 3 pertanyaan dan didapat mean sebesar 74.69 (dalam rentang 0 – 100). Nilai tertinggi didapat dari pertanyaan nomor 17, apakah lansia mengalami beberapa masalah emosi sehingga menghabiskan seluruh waktunya untuk melakukan pekerjaan atau aktifitas


(60)

lansia tidak berhati-hati sebagaimana biasanya. Sebanyak 20 responden (37.0%) menjawab ya.

Tabel 9. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan keterbatasan emosional (N = 54).

Pertanyaan Ya n = (%) Tidak n = (%) Menghabiskan seluruh waktu anda untuk melakukan pekerjaan

atau aktifitas lain.

Menyelesaikan pekerjaan tidak lama dari biasanya.

Dalam melakukan pekerjaan atau kegiatan lain tidak berhati-hati sebagaimana biasanya

5 (9.3) 16 (29.6) 20 (37.0) 49 (90.7) 38 (70.4) 34 (63.0)

1.2.8. Kesehatan Mental

Kesehatan mental terdiri dari 5 pertanyaan dan didapat mean sebesar 63.11 (dalam rentang 0 – 100). Nilai tertinggi didapat dari pertanyaan nomor 25, apakah lansia merasa sangat tertekan. Sebanyak 19 responden (35.2%) menjawab tidak pernah. Sedangkan nilai terendah didapat dari pertanyaan nomor 24, apakah lansia merasa sangat gugup. Sebanyak 12 responden (22.2%) menjawab cukup sering.

Tabel 10. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan kesehatan mental (N = 54).

Pernyataan S n = (%) HS n = (%) CS n = (%) KK n = (%) J n = (%) TP n = (%) Apakah anda orang yang

sangat gugup?

Apkah anda merasa sangat tertekan dan tak ada yang menggembirakan anda? 0 (0) 0 (0) 0 (0) 1 (1.9) 12 (22.2) 7 (13.0) 13 (24.1)) 7 (13.0) 28 (51.9) 20 (37.0) 1 (1.9) 19 (35.2)


(61)

Apakah anda merasa tenang dan damai?

Apakah anda merasa putus asa&aedih?

Apakah anda seorang yang periang? 0 (0) 0 (0) 0 (0) 1 (1.9) 3 (5.6) 4 (7.4) 19 (35.2) 5 (9.3) 28 (51.9) 25 (46.3) 9 (16.7) 13 (24.1) 9 (16.7) 19 (35.2) 9 (16.7) 0 (0) 18 (33.3) 0 (0)

2. Pembahasan 2.1. Fungsi Fisik

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 54 responden didapatkan mean sebesar 47.21 (dalam rentang 0 – 100). Nilai tertinggi didapat dari pertanyaan nomor 12, apakah keadaan kesehatan membatasi lansia dalam melakukan aktivitas mandi atau memakai baju sendiri, sebanyak 44 responden (81.5%) menjawab tidak membatasi. Menurut Microsoft Encarta (2002) bahwa semua makhluk hidup secara alami dibekali kemampuan untuk menolong dirinya sendiri dengan cara menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan materi dan alam agar dapat bertahan hidup. Teori tersebut juga dikemukakan oleh Malcolm (1992) bahwa kesungguhan dan kematangan diri seseorang bergerak dan ketergantungan total menuju ke arah pengembangan diri sehingga mampu untuk mengarahkan dirinya sendiri secara mandiri.Sedangkan nilai terendah didapat dari pertanyaan nomor 3 dan nomor 9 apakah keadaan kesehatan membatasi lansia dalam melakukan aktifitas yang membutuhkan banyak energi seperti mengangkat benda berat dan berjalan lebih dari 1,5 Km sebanyak 81.5% lansia menjawab sangat membatasi. Hal ini sesuai dengan


(62)

pada lansia mengakibatkan dirinya tidak dapat mengerjakan berbagai aktifitas atau kegiatan sebaik pada masa muda dulu.

2.2. Keterbatasan Fisik

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 54 responden didapatkan mean sebesar 36.11 (dalam rentang 0 – 100). Nilai tertinggi didapat dari pertanyaan nomor 13, apkah lansia menghabiskan seluruh waktunya untuk melakukan pekerjaan atau aktifitas lain. Sebanyak 48 responden (88.9%) menjawab tidak. Hal ini tidak sesuai dengan apa yang dikatakan Sukarni (1994) keadaan yang sempurna baik dari segi fisik, mental maupun kesejahteraan sosial dari seseorang dikatakan sehat tidak hanya terlepas dari penyakit dan kelemahan tetapi juga mampu menjalankan aktifitas kehidupan dan dapat menyesuaikan diri dengan perubahan. Sedangkan nilai terendah didapat dari pertanyaan nomor 16, apakah lansia mengalami kesulitan dalam melakukan pekerjaan atau aktifitas yang membutuhkan energi ekstra. Sebanyak 50 responden (92.6%) menjawab ya. Sesuai dengan yang dikatakan Papalia (2001) yang menyebutkan perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada lansia mengakibatkan dirinya tidak dapat mengerjakan berbagai aktifitas atau sebaik pada masa muda dulu.

2.3. Nyeri Tubuh

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 54 responden didapatkan mean sebesar 50.69 (dalam rentang 0 – 100). Nilai tertinggi didapat dari pertanyaan nomor 21, seberapa besar lansia merasakan nyeri pada tubuhnya. Sebanyak 8 responden (14.8%) menjawab nyeri sangat ringan.Hal ini tidak sesuai dengan yang dikemukakan oleh Haylock (2006) bahwa rasa nyeri merampas


(1)

Bagian II. Kuesioner Kualitas Hidup

Petunjuk : Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan cara memilih satu jawaban yang anda anggap benar sesuai dengan kondisi yang anda rasakan 1. Bagaimana anda mengatakan kondisi kesehatan anda saat ini ?

- Sangat baik sekali = 1 - Sangat baik = 2 - Baik = 3

- Cukup baik = 4 - Buruk = 5

2. Bagaimana kesehatan anda saat ini dibandingkan satu tahun yang lalu ? - Sangat lebih baik = 1

- Lebih baik = 2 - Sama saja = 3 - Lebih buruk = 4 - Sangat Buruk = 5

Dalam 4 minggu terakhir apakah keadaan kesehatan anda sangat membatasi aktifitas yang anda lakukan dibawah ini ?

Keterangan :

SM = Sangat Membatasi SdM = Sedikit Membatasi TM = Tidak Membatasi

No. Pernyataan SM SdM TM

3. Aktifitas yang membutuhkan banyak energi, mengangkat benda berat, melakukan olah raga berat. 4. Aktifitas ringan seperti memindahkan meja, menyapu,

joging/jalan santai.

5. Mengangkat atau membawa barang ringan (misalnya belanjaan, tas)

6. Menaiki beberapa anak tangga 7. Menaiki satu tangga

8. Menekuk leher/tangan/kaki, bersujud atau membungkuk 9. Berjalan lebih dari 1,5 km

10. Berjalan melewati beberapa gang/1km 11. Berjalan melewati satu gang/0,5 km 12. Mandi atau memakai baju sendiri.


(2)

Selama 4 minggu terakhir apakah anda mengalami masalah-masalah berikut dibawah ini dengan pekerjaan anda atau aktifitas anda sehari-hari sebagai akibat dari masalah anda ?

No. Pernyataan Ya Tidak

13. Menghabiskan seluruh waktu anda untuk melakukan pekerjaan atau aktifitas lain.

14. Menyelesaikan pekerjaan tidak tepat pada waktunya. 15. Terbatas pada beberapa pekerjaan atau aktifitas lain.

16. Mengalami kesulitan dalam melakukan pekerjaan atau aktifitas-aktifitas lain (misalnya yang membutuhkan energi extra seperti mendongkrak/bertukang, mencuci).

Selama 4 minggu terakhir apakah pekerjaan atau aktifitas sehari-hari anda mengalami beberapa masalah dibawah ini sebagai akibat dari masalah emosi anda (seperti merasa sedih/tertekan atau cemas).

No. Pernyataan Ya Tidak

17. Menghabiskan seluruh waktu anda untuk melakukan pekerjaan atau aktifitas lain.

18. Menyelesaikan pekerjaan tidak lama dari biasanya.

19. Dalam melakukan pekerjaan atau kegiatan lain tidak berhati-hati sebagaimana biasanya.

20. Dalam 4 minggu terakhir seberapa besar kesehatan fisik anda atau masalah emosional menganggu aktifitas sosial anda seperti biasa dengan keluarga, teman, tetangga atau perkumpulan anda ?

- Tidak mengganggu = 1

- Sedikit mengganggu = 2

- Cukup mengganggu = 3

- Mengganggu sekali = 4

- Sangat mengganggu sekali = 5

21. Seberapa besar anda merasakan nyeri pada tubuh anda selama 4 minggu terakhir - Tidak ada nyeri = 1

- Nyeri sangat ringan = 2

- Nyeri ringan = 3

- Nyeri sedang = 4

- Nyeri sekali = 5

- Sangat nyeri sekali = 6

22. Dalam 4 minggu terakhir, seberapa besar rasa sakit/nyeri menganggu pekerjaan anda sehari-hari (termasuk pekerjaan diluar rumah dan pekerjaan didalam rumah) ? - Tidak mengganggu sedikitpun = 1

- Sedikit mengganggu = 2

- Cukup mengganggu = 3


(3)

- Sangat mengganggu sekali = 5

Pertanyaan-pertanyaan dibawah ini adalah tentang bagaimana perasaan anda dalam 4 minggu terakhir, untuk setiap pertanyaan silahkan beri 1 jawaban yang paling sesuai dengan perasaan anda. Keterangan : S = Selalu HS = Hampir Selalu CS = Cukup Sering KK = Kadang-kadang J = Jarang TP = Tidak Pernah No. Pertanyaan S HS CS KK J TP 23. Apakah anda merasa penuh semangat ? 24. Apakah anda orang yang sangat gugup ? 25. Apakah anda merasa sangat tertekan dan tak ada yang menggembirakan anda ? 26. Apakah anda merasa tenang dan damai ? 27. Apakah anda memiliki banyak tenaga? 28. Apakah anda merasa putus asa & sedih ? 29. Apakah anda merasa bosan ? 30. Apakah anda seorang yang periang ? 31. Apakah anda merasa cepat lelah ? 32. Dalam 4 minggu terakhir seberapa sering kesehatan fisik anda atau masalah emosi mempengaruhi kegiatan sosial anda (seperti mengunjungi teman, saudara dan lain-lain) ? - Selalu = 1

- Hampir selalu = 2

- Kadang-kadang = 3

- Jarang = 4

- Tidak pernah = 5

Petunjuk berikut dimaksud untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan no.33-36. Menurut anda, sejauh mana kebenaran pernyataan berikut menggambarkan keadaan kesehatan anda.

Keterangan :

B = Benar BS = Benar Sekali TT = Tidak Tahu S = Salah

SS = Salah Sekali

No. Pernyataan B BS TT S SS

33. Saya merasa sepertinya sedikit mudah menderita sakit.

34. Saya sama sehatnya seperti orang lain.

35. Saya merasa kesehatan saya makin memburuk. 36. Kesehatan saya sangat baik.


(4)

Lanmpiran 3

SKOR DARI KUESIONER SF – 36

Tabel 1: Skor dari tiap-tiap pertanyaan

Nomor dari tiap

pertanyaan

Jumlah jawaban

asli

Nilai yang telah

ditentukan

1, 2, 20, 22, 34, 36 1 100

2 75

3 50 4 25

5 0 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11,

12

1 0 2 50 3 100

13, 14, 15, 16, 17, 18, 19 1 0

2 100

21, 23, 26, 27, 30 1 100

2 80

3 60 4 40 5 20

6 0

24, 25, 28, 29, 31 1 0

2 20 3 40 4 60 5 80 6 100

32, 33, 35 1 0

2 25

3 50 4 75 5 100


(5)

Tabel 2. Jumlah rata-rata dari delapan subvariabel

Subvariabel

Jumlah

pertanyaan

Nomor

pertanyaanyang

dilihat dari tabel 1

Fungsi fisik

10 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11,

12

Keterbatasan fisik

4 13, 14, 15, 16

Nyeri tubuh

2 21, 22

Kesehatan secara umum

6 1, 2, 33, 34, 35, 36

Vitalitas

4 23, 27, 29, 31

Fungsi sosial

2 20, 32

Keterbatasan emosional

3 17, 18, 19


(6)

71

CURICULUM VITAE

Nama : Aini Diana

Tempat Tanggal Lahir : Takengon , 12 Agustus 1985

Agama : Islam

Status perkawinan : Belum menikah

Alamat rumah : Jl. Jamin Ginting no.15k Padang Bulan Medan Riwayat pendidikan : 1. MIN 1 Takengon 1992 – 1998

2. SLTP 2 Takengon 1998 – 2001 3. SMA 1 Takengon 2001 – 2004 4. PSIK USU 2004