commit to user lapangan observasi, wawancara mendalam indept interview dan
dokumentasi. Untuk menguji keabsahan data yang telah terkumpul, peneliti menggunakan teknik triangulasi. Peneliti akan menggunakan triangulasi
sumber. Penulis membandingkan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain sehingga informasi yang diperoleh dapat
dibandingkan dengan
informasi lainnya.
Kemudian peneliti
akan membandingkan hasil wawancara dengan suatu dokumen yang berkaitan.
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis interaktif yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman. Miles dan Huberman
1984, mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secera terus menerus sampai
tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.
C. PEMBAHASAN
Tradisi sebaran apem Yaqowiyyu merupakan sebuah perilaku simbolik masyarakat Jatinom yang mengandung makna-makna. Untuk menganalisis
simbol yang mengandung makna tersebut, penulis menggunakan Teori Interaksionisme Simbolik Herbert Blummer. Menurut Blummer, istilah
interaksionisme simbolik menunjuk kepada sifat khas dari interaksi antar manusia. Kekhasannya adalah bahwa manusia saling menerjemahkan dan
saling mendefinisikan tindakannya. Bukan hanya sekedar reaksi belaka dari tindakan seseorang terhadap orang lain. Tanggapan seseorang tidak dibuat
secara langsung terhadap tindakan orang lain, tetapi d idasarkan atas “makna”
yang diberikan terhadap tindakan orang lain itu. Interaksi antar individu, diantarai oleh penggunaan simbol-simbol, interpretasi atau saling berusaha
untuk saling memahami maksud dari tindakan masing-masing Ritzer, 2002:52.
Makna-makna tersebut berasal dari interaksi dengan orang lain, terutama dengan orang yang dianggap “cukup berarti” Poloma, 1999:259. Berdasarkan
hasil penelitian, informan-informan memperoleh cerita-cerita tentang tradisi sebaran apem Yaqowiyyu dari sesepuh, orangtua maupun keluarga. Cerita-
commit to user cerita tersebut merupakan sebuah interaksi sosial secara lisan dalam
membagikan makna-makna simbolik yang ada pada tradisi sebaran apem Yaqowiyyu dalam proses pewarisan tradisi ini. Makna-makna tersebut
kemudian diinterpretasikan oleh masing-masing individu sejak sesepuh mereka sampai sekarang.
Tradisi sebaran apem Yaqowiyyu di Jatinom merupakan tindakan bersama yang mengandung perilaku simbolik. Tradisi sebaran apem
Yaqowiyyu mengandung simbol-simbol di dalam tahapan pelaksanaannya yaitu benda-benda yang digunakan maupun proses kegiatannya. Simbol merupakan
bagian sentral dari kehidupan manusia. Simbol adalah sesuatu yang harus dipelajari, maka simbol-simbol yang ada dalam tradisi sebaran apem
Yaqowiyyu kemudian diinterpretasikan oleh masyarakat sehingga muncul makna dari simbol tersebut. Setelah itu, muncul sebuah tindakan yang
merupakan hasil dari interpretasi terhadap stimulus tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, sebagian masyarakat Jatinom tidak menyaksikan
pelaksanaan tradisi sebaran apem. Mereka justru memanfaatkan momen tersebut untuk menjual apem sepeti pengakuan ST dan IN. Menurut pengakuan
BS, beliau tidak menghadiri tradisi sebaran apem karena bosan. Sebelumnya beberapa kali pernah ikut berebut apem namun belum pernah mendapat apem.
Alasan ini yang membuatnya lebih memilih tidak hadir pada acara puncak sebaran apem.
Masyarakat memaknai apem sebagai simbol pengampunan atau maaf. Apem sebagai media dakwah Kyai Ageng Gribig. Masyarakat memaknai
demikian, apem dianggap sebagai simbol pengampunan artinya dengan mendapatkan apem berarti mendapat ampunan dari Sang Pencipta.
Masyarakat memaknai berbeda, apem diartikan sebagai kue tradisi dan kue oleh-oleh khas Jatinom. Masyarakat memaknai demikian, karena apem
merupakan unsur pokok pada tradisi yaqowiyyu. Selain itu, tradisi masyarakat Jatinom selalu membuat apem ketika bulan sapar tiba, baik untuk disuguhkan
kepada sanak saudara dan tamu maupun untuk dijual.
commit to user Masyarakat memaknai berbeda, apem diartikan sebagai simbol sedekah.
Masyarakat memaknai demikian, karena ketika pelaksanaan tradisi yaqowiyyu masyarakat Jatinom maupun luar Jatinom menyumbang apem kepada panitia
acara sesuai kemampuan masing-masing masyarakat. Masyarakat memaknai cara apem yang disebar sebagai pemberi maaf dan
pengunjung diibaratkan sebagai pemohon maaf. Masyarakat memaknai demikian karena untuk mendapatkan maaf, masyarakat harus usaha berebut
maaf dengan pengunjung lainnya. Masyarakat memaknai berbeda, cara apem yang disebar menjadi
penamaan dari tradisi ini. Masyarakat memaknai demikian karena santri yang datang semakin banyak sehingga tidak memungkinkan untuk dibagikan satu
per satu. Selain itu, jumlah apem yang akan disebar jumlahnya banyak dan tidak pasti dapat mencukupi jumlah pengunjung yang datang.
Masyarakat memaknai gunungan apem sebagai simbol sedekah apem dari masyarakat. Masyarakat memaknai demikian, karena masyarakat
berbondong-bondong melakukan sedekah apem kepada panitia. Apem dari masyarakat tersebut yang akan disebarkan oleh panitia. Sehingga perlu adanya
bentuk simbolis untuk menyerahkan apem dari masyarakat kepada panitia. Masyarakat memaknai berbeda yaitu gunungan apem sebagai simbol
apem dari Dinas Pariwisata dan Panitia. Masyarakat memaknai seperti ini, karena ketika penyerahan gunungan apem dilakukan oleh Pemerintah yaitu
Bupati, Dinas Pariwisata dan Kecamatan kepada panitia acara dan paraga Kyai Ageng Gribig.
Masyarakat memaknai berbeda yaitu gunungan apem sebagai simbol pemberitahu kepada masyarakat bahwa gunungan apem akan dibagikan
keesokan harinya. Artinya, serah terima gunungan apem dilakukan sehari sebelum pelaksanaan sebaran apem. Sehingga ketika apem telah diserahkan
kepada panitia acara, berarti gunungan apem sudah siap disebarkan. Tempat pelaksanaan tradisi sebaran apem menurut masyarakat pada
awalnya dilaksanakan di serambi masjid besar Jatinom. kemudian dipindah di depan masjid. Dan dipindah lagi di lapangan dekat masjid. Artinya,
commit to user pemindahalan tempat penyebaran apem karena ketika masa Kyai Ageng
Gribig, santri yang datang semakin banyak sehingga dipindah di depan masjid dengan mendirikan panggung. Pengunjung yang hadir semakin banyak
sehingga merusak bangunan milik warga disekitar masjid. Dengan pertimbangan tersebut maka tempat pelaksanaan tradisi sebaran apem
dipindahkan di lapangan. Persepsi tempat pelaksanaan tradisi sebaran apem menurut masyarakat
ada yang berbeda, yaitu awalnya dilaksanakan di depan masjid dengan mendirikan 2 menara kemudian dipindah di lapangan dekat sendang
Klampeyan. Masyarakat memaknai demikian, karena pengunjung semakin banyak dan halaman masjid semakin sempit maka dipindahkan ke tempat yang
lebih luas yaitu di lapangan. Persepsi masyarakat tentang waktu pelaksanaan sebaran apem Yaqowiyyu
yaitu hari Jum’at diantara tanggal 12 sampai dengan 20 pada bulan sapar. Artinya, hari Jum’at dianggap sebagai hari suci bagi umat muslim.
Penanggalan pelaksanaan sudah menjadi warisan dari sesepuh, namun tanggal pelaksanaan tidak pasti setiap tahunnya.
Persepsi lain masyarakat tentang waktu pelaksanaan sebaran apem Yaqowiyyu
dilaksanakan hari Jum’at tanggal 15 pada bulan sapar menurut kalender Jawa Islam atau aboge. Masyarakat demikian, karena masyarakat
awam mematenkan tanggal pelaksanaan yaqowiyyu pada pertengahan bulan. Penulis menganalisis, ada beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan
persepsi masyarakat dalam memaknai suatu simbol yaitu latar belakang pendidikan, peran dalam tradisi, status kependudukan, umur dan pekerjaan.
Semakin tinggi latar belakang pendidikan seseorang, semakin tinggi kemampuan berfikir secara rasional. Peran dalam tradisi mempengaruhi
tindakan seseorang terhadap tradisi sebaran apem. Status kependudukan mempengaruhi proses interpretasi seseorang. Semakin tua umur seseorang,
semakin banyak pengalaman dan sosialisasi yang diperoleh. Pekerjaan mempengaruhi cara seseorang dalam memanfaatkan tradisi sebaran apem.
commit to user Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan pelaksanaan tradisi
sebaran apem yaqowiyyu yang dilakukan oleh masyarakat Jatinom sesuai dengan tiga premis yang dikemukakan oleh Herbert Blummer dalam
Interaksionisme Simbolis: 1.
Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka. Masing-masing masyarakat
mempunyai makna tentang sebaran apem Yaqowiyyu menurut dirinya sendiri berdasarkan proses interpretasi. Mereka bertindak
sesuai dengan makna tersebut bagi mereka. Berdasarkan hasil penelitian, salah satu makna apem bagi beberapa masyarakat
Jatinom, misalnya BS yang merupakan pendatang dari Wates Kulon Progo adalah mengajarkan kepada masyarakat untuk
bersedekah. Jadi, masyarakat yang memaknai apem sebagai ajaran bersedekah, maka mereka akan melakukan sedekah apem pada
malam hari sebelum acara sebaran apem. Begitu pula masyarakat yang memaknai apem sebagai kue tradisi maupun oleh-oleh khas
Jatinom, seperti IN dan ST yang bekerja sebagai pedagang, maka mereka akan memanfaatkan tradisi sebaran apem Yaqowiyyu
dengan menjual apem. 2.
Makna tersebut berasal dari “interaksi sosial seseorang dengan ora
ng lain”. Berdasarkan hasil penelitian, masyarakat Jatinom melaksanakan tradisi sebaran apem berdasarkan makna-makna
pada tradisi sebaran apem Yaqowiyyu. Makna yang muncul merupakan hasil interaksi dengan keluarga, sesepuh maupun
lingkungannya. Interaksi mereka biasanya dengan menggunakan cerita-cerita lisan sehingga masyarakat menjadikan sebaran apem
ini menjadi tradisi yang sudah turun temurun menjadi warisan.
3. Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi
berlangsung. Berdasarkan hasil penelitian, dalam tradisi sebaran apem terdapat beberapa perubahan. Salah satu diantaranya adalah
apem awalnya tidak dibungkus plastik. Namun, sekarang apem
commit to user yang disebar harus dibungkus plastik. Hal ini karena panitia
mendapat saran dari masyarakat. Apem yang dibungkus plastik tidak mengurangi kesakralan dari tradisi sebaran apem. Selain itu,
pada saat acara puncak sebaran apem pihak panitia mengingatkan perjuangan Kyai Ageng Gribig dalam menyebarkan ajaran islam
supaya masyarakat tidak mempunyai niat menyimpang seperti
apem dianggap jimat yang diletakkan di sawah.
D. KESIMPULAN