PENDAHULUAN PERANAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DALAM PENCEGAHAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PENANGGULANGANNYA (Study di wilayah Kota Denpasar).

1. PENDAHULUAN

Gejala atau fenomena terhadap penyalahgunaan narkotika dan upaya penanggulangannya saat ini sedang mencuat dan menjadi perdebatan dikalangan para ahli hukum. Fenomena ini sudah mendekati suatu tindakan yang mengkhawatirkan dan sangat membahayakan. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 17 Tahun 2002 Tentang Badan Narkotika Nasional BNN sebagai sebuah lembaga forum dengan tugas mengkoordinasikan 25 instansi pemerintah terkait dan ditambah dengan kewenangan operasional untuk mengkoordinasikan instansi pemerintah terkait dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan nasional penanggulangan narkoba. Baru kemudian tahun 2003 BNN mendapatkan alokasi anggaran dari APBN, namun karena tanpa struktur kelembagaan yang memiliki jalur komando yang tegas dan hanya bersifat koordinatif, maka BNN dinilai tidak bekerja secara optimal dan dianggap tidak mampu meneyelesaikan permasalahan nrkotika yang terus meningkat. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, yang merupakan perubahan dari Undang-Undang No. 22 Tahun 1997, BNN diberikan kewenangan penyelidikan tindak pidana narkotika dan precursor narkotika. Berdasarkan undang-undang tersebut status kelembagaan BNN menjadi Lembaga Pemerintah Non-Kementrian LPNK dengan struktur vertical ke Provinsi dan KabupatenKota. Badan Narkotika Nasional berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. Pendekatan penanggulangan penyalahgunaan narkotika di Indonesia belum terpadu dan instansi atau kelompok masyarakat bekerja sendiri-sendiri. Sehingga hasil yang diperoleh belum optimal. Banyak instansi selain Kepolisian yang memiliki tugas memberantas penyalahgunaan narkotika, namun belum ada upaya pembinaan khusus terhadap pengguna sebagai korban, karena sampai saat ini masyarakat masih beranggapan bahwa para pengguna itu adalah penjahat dan tanpa mendalami lebih jauh mengapa mengkonsumsi narkotika. Crime without victim dapatlah dikatakan seperti itu bagi penyalahgunaan narkotika, dalam hal ini kejahatan tanpa adanya korban, dengan kata lain bahwa korban dari kejahatan ini adalah dirinya sendiri, pelaku yang sekaligus menjadi korban. 1 Seorang penyalah guna narkotika dan pecandu harus dijauhkan dari stigma pidana dan diberikan perawatan. Faktor terpenting dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan narkotika sering diabaikan terutama oleh aparat penegak hukum di Indonesia, yaitu adanya upaya rehabilitasi. Model pemidanaan terhadap penyalah guna narkotika sampai sekarang ini masih menempatkannya sebagai pelaku tindak pidana kriminal sehingga upaya rehabilitasi sering terabaikan. 2 Penyalah guna narkotika dan pecandu narkotika adalah sama-sama menggunakan atau menyalahgunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum. Hanya saja bagi pecandu narkotika mempunyai karakteristik tersendiri, yakni adanya ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis. Sehingga bagi pecandu hanya dikenakan tindakan berupa kewajiban menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Pasal 127 Undang-Undang Narkotika, penyalah guna narkotika bisa menjadi subyek yang dapat dipidana kecuali dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan narkotika, maka penyalah guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Sanksi pidana yang dijatuhkan terhadap penyalahgunaan Narkoba, pengguna hanya dikenakan sanksi rehabilitasi medis danatau rehabilitasi sosial, Hal ini sejalan dengan SEMA No. 3 Tahun 2011 tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika di dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial, yang menempatkan agar hakim memberikan perintah penempatan pada lembaga rehabilitasi sosial dan medik baik dalam bentuk penetapan ataupun putusan bagi penyalah guna, korban penyalahgunaan dan pecandu Narkoba, namun ada kemungkinan terjadi disparitas putusan hakim dalam kasus Narkoba dapat terjadi terhadap pemakai yang satu dengan yang lain atau antara pengedar yang satu dengan pengedar yang lain atau hukuman untuk pemakai yang satu bisa berupa sanksi penjara sedangkan pemakai yang lain dapat di kenakan rehabilitasi. 1 Weda Darma Made, 1999, Kronik dalam Penegakan Hukum Pidana, Guna Widya, Jakarta, h. 80 2 . http:www.gepenta.comartikelMembangun+Paradigma+Dekriminalisasi+Korban+Pengguna +Narkob a-.phpx diakses tanggal 22 September 2015. Banyak penelitian yang membicarakan mengenai narkotika, namun dalam hal ini lebih banyak menyoroti dan mencari kelemahan dan kesalahan yang dilakukan oleh penyidik atau aparat penegak hukum, yang terkesan hanya kegiatan represif saja. Disamping itu terkesan bahwa penyuluhan atau komunikasi dan informasi serta edukasi kepada masyarakat lebih banyak menunggu permintaan dari pihak lain atau kelompok masyarakat. Hal tersebutlah diperlukan adanya hasil yang berkesinambungan. Berdasarkan hal tersebutlah dilakukan penelitian ini, yang bertujuan untuk mengkaji fungsi dan peran BNN dalam penjatuhan rehabilitasi bagi penyalahgunaan Narkotika khususnya di wilayah kota Denpasar dan mengetahui langkah-langkah yang dilakukan oleh BNN kota Denpasar, serta menganalisa hambatan-hambatan yang di hadapi dalam penentuan rehabilitasi terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika di Kota Denpasar.

2. BAHAN DAN METODE