PENDAHULUAN Dinamika Sistem Bunyi Panjang dalam Bahasa Melayu di Bali.

ditemukan dalam bahasa tertentu saja; kalau pun ada, bunyi tersebut bersifat penyisipan; dan bunyi itu juga mudah hilang dalam pemakaian bahasa. Berdasarkan pernyataan tersebut di atas sangat wajar bila vokal ə dalam bahasa Melayu Loloan Bali ditemukan mudah lesap. Contohnya ditemukan pada pemakaian kata preposisi ke ke berikut ini. 1 Kulu-kilir an kerjaan kao. Ke utara-selatan jalan-jala saja pekerjaa ka u Kalimat di atas menunjukkan pemakaian kata kulu ke utara da kilir ke selata dala ahasa Melayu Loloan Bali. Selain bentuk kulu ya g erarti ke utara dipakai juga e tuk ke ulu dengan arti ya g sa a, yaitu ke utara . Pe akaia e tuk ke ulu ke utara terlihat pada kali at erikut ya g erupaka kali at ja a a atas perta yaa , Mau ke a a? 2 Aku nak ke ulu lanan. “aya au ke utara dulu Motivasi yang melatarbelakangi pemakaian bentuk abreviasi tersebut adalah situasi dan kondisi pemakaian bahasa faktor fragmatik, yaitu berbahasa secara cepat dan praktis. Kata kulu ke utara digunakan dalam pemakaian bahasa Melayu Loloan yang biasa normal. Sementara itu, bentuk ke ulu ke utara dipakai dala suasa a pe akaia ahasa ya g pela da e deru g sopa , seperti er i ara dengan orang tua. Pemakaian bahasa biasanormal dalam hal ini dimaksudkan sebagai pemakaian bahasa yang akrab tidak tercermin adanya tinggi-rendah berbahasa, seperti berbicara dengan teman dalam situasi akrab. Hal itu jelas terlihat apabila kalimat 3 dipakai oleh pembicara antarteman golongan muda dalam situasi akrab, seperti berikut ini 2a Aku nak kulu lan. saya au ke utara dulu Kaidah pelesapan schwa ə tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut. K – PL 1: V  Ø __ ulu - tinggi ilir - rendah - belakang - depan Kaidah PL 1 merumuskan bahwa vokal tengah tidak rendah schwa akan menjadi lesap apabila berada pada kata ke ke erte u de ga kata ulu utara atau ilir selata . Vokal tersebut berada pada akhir kata, sehingga pertemuan tersebut berada pada posisi antarkata. Kaidah itu pelesapan ətersebut tidak berlaku pada setiap preposisi ke ke dala ahasa Melayu Loloa Bali. Preposisi ke ke tidak berubah ə-nya tidak lesap apabila preposisi tersebut berada di tempat lain. Contoh berikut ini menunjukkan hal itu. 3 Kau liat ke mane dare tu busan. ka u lihat ke a a gadis itu tadi Kelompok kata ke mane ke a a pada kali at e u jukka ah a preposisi ke ke tidak selalu kehilangan ə bila bertemu dengan kata lain. Kaidah pelesapan itu berlaku khusus pada kelompok kata ke ulu ke utara da ke ilir ke selata saja. Peru aha terse ut pu terjadi apa ila situasi pembicaraan akrab sesama teman. Perlu disampaikan bahwa pemakaian bahasa Melayu Loloan Bali umumnya adalah pada situasi informal dalam suasana akrab sesama teman. Dengan demikian, pemakaian bentuk singkatan tersebut dapat dikatakan sebagai bentuk yang dipakai dalam suasana pemakaian bahasa Melayu Loloan yang normal.

2.1.3 Pelesapan Bunyi Konsonan Pelesapan h pada Akhir Kata Seh sih

Dalam bahasa Melayu Loloan, bunyi h pada posisi akhir kata sangat lemah. Jarang ditemukan kata-kata yang berakhir dengan bunyi h. Jika ditemukan dalam beberapa kata, bunyi h dalam kata- kata tersebut terdengar sangat lemah. Sering harus diucapkan berulang-ulang, sehingga bunyi h itu bisa didengar keberadaannya. Misalnya, pada kata makasih teri a kasih atau peluh keri gat sepi tas hanya didengar makasi teri a kasih atau pelu [pəlʊ] keri gat . “e e tara itu, a yak kata ahasa Indonesia yang berakhir dengan h dalam bahasa Melayu Loloan Bali bunyi h-nya menjadi berubah atau lesap. Misalnya, kata bahasa Indonesia taruh, bawah, dan bersih dalam bahasa Melayu Loloan Bali menjadi tarok [tar ɔɁ] taruh , bawak [bawaɁ] a ah , da berse [bərse] ersih . Dalam kata seh sih direalisasika se agai se sih pada pe akaia ahasa or al pada umumnya. Lafal seh [s ɛh] sih dilakuka ila pe akaia ahasa dala suasa a pela atau kata itu umumnya berada pada posisi akhir kalimat. Contoh berikut ini menunjukkan hal tersebut. 4 Nak ape se kau makse aku? Ke apa sih ka u e aksa aku? 5 Kalok aku dak mekot, nak ape seh? Kalau saya tidak ikut, ke apa sih? Kalimat 4 dan 5 menunjukkan perbedaan pemakaian se sih da seh sih . Pada kali at pemakaian se sih u ul kare a kata itu digu aka di tengah kata, sehingga pelafalannya cenderung cepat dan sebelum artikulasi mengucapkan bunyi h sudah diantisipasi dengan pelafalan bunyi pada kata yang mengikutinya, yaitu bunyi k pada kata kau ka u . “e e tara itu, pada kali at dipakai seh sih karena kata itu berada pada posisi akhir kalimat yang cenderung pelan karena tidak ada antisipasi pada alat ucap untuk mengucapkan kata berikutnya. Kadang-kadang kata seh sih pada akhir kalimat mendapat penekanan guna memperoleh efek makna khusus, seperti sedang, yang diinginkan oleh pembicara. Kaidah pelesapan bunyi h pada kata seh ‘sih’ dapat dirumuskan sebagai berikut.K-PL 2 K  Ø __ … + malar seh + rendah Kaidah di atas merumuskan bahwa bunyi h pada kata seh sih aka lesap ila erada pada posisi akhir kata di tengah kalimat. Posisi di tengah kalimat sama dengan diikuti oleh kata lain dalam sebuah kalimat. Dengan demikian, rumusan tersebut tidak melesapkan bunyi h pada akhir kata seh sih apa ila kata itu berada pada akhir kalimat.