Kalangan Maz\hab Syafi’i

Artinya: “Maka apabila datang saat hukuman bagi kejahatan pertama dari kedua kejahatan itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampung- kampung, dan itulah ketetapan yang pasti terlaksana”. QS. al-Isra’17: 5. Imam Malik menegaskan, apabila seorang pemimpin telah dibaiat lalu dikudeta oleh saudara-saudaranya, maka mereka harus diperangi jika pemimpin yang telah dibaiat itu memiliki komitmen keagamaan. Adapun orang-orang yang melakukan kudeta itu maka mereka tidak berhak mendapatkan bai’at selama pemimpin pertama itu telah dibaiat untuk mereka meski dalam kondisi takut. Imam Malik juga menegaskan bahwa harus selalu ada pemimpin, baik ataupun jahat. 3. Kalangan Maz\hab Syafi’i Imam Nawawi yang merupakan tokoh dalam Maz\hab Syafi’i menjelaskan makna al-Bugat; bahwa Al-Bagi dalam terminologi ulama adalah orang yang menyelisihi pemimpin yang memiliki komitmen keagamaan, yang keluar dari ketaatan kepadanya dengan keengganan menunaikan kewajiban atau bentuk keengganan lainnya dengan ketentuan tertentu. Dan orang-orang yang menantang pemimpin dengan keluar dari ketaatan kepadanya atau tidak mau tunduk, dan enggan menunaikan kewajiban kepadanya itu terbagi dua, Bugatpemberontak dan bukan Bugat. 45 Masing-masing kelompok tersebut memiliki hukum tersendiri, hingga semi Bugat juga memiliki hukum tersendiri tergantung pada karakter yang dominan pada diri mereka. Adapun para pemberontak, maka ciri yang dominan pada mereka ada dua; Pertama, memiliki dan menyakini ta’wil yang menyebabkan mereka keluar dari ketaatan kepada pemimpin atau enggan menunaikan hak yang wajib atas mereka. Maka seandainya suatu kelompok keluar dari ketaatan dan enggan menunaikan kewajiban mereka tanpa dasar ta’wil, baik berupa hadpidana, qishas, harta yang harus dikeluarkan di jalan Allah atau harta milik orang lain atas dasar pembangkangan dan kesombongan, dan bukan karena ta’wil, maka mereka itu tidak diperlakukan kepadanya hukum-hukum Bugatpemberontak. Kedua, memiliki kekuatan dan pasukan yang mengharuskan seorang pemimpin mengeluarkan biaya besar, mengerahkan pasukan dan menempuh jalan perang untuk 45 an-Nawawi, Raud}ah al-Thalibin wa Umdah al-Muftin, Beirut: al-Maktabah al-Islamiy, 1991 Juz X, hal. 50-52 menundukkan dan mengembalikan mereka kepada ketaatan. Kalau mereka hanya beberapa orang saja dan mudah ditundukkan maka mereka bukanlah Bugat. 46 Al-Hatt}ab 47 menulis, Mengutip dari al-Jauhari, al-Bagyu secara etimologi adalah melampaui batas. Dalam Ahkam al-Quran, Ibn al-Arabi menyatakan: “Rangkaian kata dari huruf ba-gha-ya digunakan untuk menuntut, tetapi dalam tradisi penggunaannya terbatas pada tuntutan khusus, yaitu menuntut sesuatu yang tidak pantas dituntut.” Dan secara terminologi, Ibn Arafah mendefinisikan al-Bagyu adalah: “Enggan taat kepada pemimpin yang legal dalam perkara yang tidak mengandung unsur kemaksiatan dengan mughalabahpertikaian, meski dengan dasar ta’wil.” Lalu al-Hatt}ab mendefinisikan al-bagiyah sebagai kelompok pemberontak, dengan menyatakan bahwa sekelompok dari kaum muslim yang menantang pemimpin dengan dua hal: enggan menunaikan hak yang wajib atasnya berupa zakat atau salah satu diantara hukum-hukum syariat. Atau enggan taat kepadanya sebagaimana mestinya. Atau ia menantangnya dengan tujuan untuk melengserkannya dari jabatan. Ibn Abd al-Salam menegaskan bahwa yang dimaksud dengan pemimpin di sini adalah khalifahpresiden atau wakilnya. 4. Kalangan Maz\hab Hanbali