PERTANGGUNGJAWABAAN PIDANA ANGGOTA TNI AD YANG MENYALAHGUNAKAN NARKOTIKA

(1)

ABSTRAK

PERTANGGUNGJAWABAAN PIDANA ANGGOTA TNI AD YANG MENYALAHGUNAKAN NARKOTIKA

(Studi Kasus Putusan Pengadilan Militer Nomor : PUT/128-K/PM-I 04/AD/VIII/2007)

Oleh Remi Falado

Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan salah satu satuan pertahanan yang dimiliki oleh negara Indonesia. Tugas dari TNI sendiri adalah menjaga keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prajurit TNI adalah warga negara yang dilatih secara khusus, dipersiapkan dan dipesenjatai untuk tugas-tugas pertahanan negara guna menghadapi ancaman militer maupun ancaman bersenjata lainnya. Tindak pidana penyalahgunaan Narkotika telah merasuki kalangan TNI. Padahal mereka merupakan komponen utama dalam sistem pertahanan negara, dan merupakan alat negara yang bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara, serta diharapkan mampu memberikan contoh kepada masyarakat untuk tidak melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika, mengingat TNI di Indonesia identik dengan suatu institusi yang anggotanya sangat taat dan disiplin terhadap hukum yang berlaku. Namun dalam kenyataannya banyak anggota TNI yang melakukan suatu tindak pidana, salah satunya adalah tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Salah satu bentuk dari tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anggota TNI adalah pada putusan nomor : PUT/128-K/PM I-04/AD/VIII/2007. Dengan dakwaan yang diberikan Oditur Militer kepada terdakwa Andy Murfhy dengan ancama pidana penjara selama 4 bulan dan denda sebesar Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). Adapun yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini yaitu Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap anggota TNI AD yang menyalahgunakan narkotika dan Apakah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap anggota TNI AD yang menyalahgunakan narkotika dalam putusan No : PUT/128-K/PM I-04/AD/VIII/2007.

Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan yuridis normtif dan yuridis empiris. Pengambilan sample digunakan metodepurposive sampling.Adapun sumber data adalah data sekunder yang diperoleh dari studi kepustakaan dan dokumentasi, serta data primer yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan melalui


(2)

wawancara dengan berbagai responden seperti Oditur Militer Lampung, Pakum Korem 043/Gatam dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan bahwa pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anggota TNI AD berdasarkan putusan nomor : PUT/128-K/PM I-04/AD/VIII/2007. Dengan dakwaan yang diberikan Oditur Militer kepada terdakwa Andy Murfhy dengan ancama pidana penjara selama 4 bulan dan denda sebesar Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). Hal ini karena terdakwa telah terbukti dalam proses pemeriksaan di dalam persidangan telah memenuhi unsur-unsur rumusan delik tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Perbuatan terdakwa meengandung unsur kesalahan dan kemampuan mempertanggungjawabkan pidananya. Hal ini terbukti bahwa terdakwa melakukan tindak pidana secara sengaja dan dalam keadaan jiwa dan pikiran yang sehat. Adapun yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap putusan nomor : PUT/128-K/PM I-04/AD/VIII/2007 yaitu tidak hanya terbatas pada Pasal 62 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika tetapi juga berdasarkan pada fakta-fakta yang terungkap dipersidangan.

Pertanggungjawaban pidana yang diberikan oleh majelis Hakim terlalu ringan dari ancaman pada Pasal 62 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997, dikhawatirkan ancaman ringan tersebut tidak akan membuat pelaku jera bagi seseorang dengan status militer. Diadakannya suatu penyuluhan mengenai bahaya penyalahgunaan narkotika dan psikotropika didalam institusi TNI sendir, agar dapat meningkatkan kesadaran kesadaran bagi anggota TNI mengenai bahaya penyalahgunaan narkotika dan psikotropika maupun obat-obat berbahaya lainnya.


(3)

(Studi Kasus Putusan Pengadilan Militer I-04 Lampung Nomor : PUT/128-K/PM 1–04/AD/VIII/2007)

(Skripsi)

Oleh Remi Falado

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(4)

Halaman

I. PENDAHULUAN ...1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 6

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 8

E. Sisematika Penulisan ... 12

DAFTAR PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA...13

A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana ... 13

B. Pengertian Tindak Pidana ... 13

C. Unsur-Unsur Tindak Pidana ... 16

D. Pengertian Tindak Pidana Militer ... 17

E. Pengertian Narkotika ... 18

F. Bahaya Penyalahgunaan Narkotika ... 20

G. Pertanggungjawaban Pidana Penyalahgunaan Narkotika ... 21 DAFTAR PUSTAKA


(5)

B. Sumber dan Jenis Data... 28

C. Penentuan Populasi dan Sampel ... 29

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 30

E. Analisis Data... 31

DAFTAR PUSTAKA IV. PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden………33

B. Pertanggungjawaban Pidana Anggota TNI AD yang Menyalahgunakan Narkotika……….34

C. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap Anggota Tni Ad Yang Menyalahgunakan Narkotika Dalam Putusan No : Put/128-K/Pm I-04/Ad/Viii/2007……….55

DAFTAR PUSTAKA V. PENUTUP A. Kesimpulan……….64


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Andrisman, Tri. 2009. Hukum Peradilan Militer. Fakultas Hukum. Universitas Lampung.

Soekanto, Soejono. 1986. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Gravindo Persada. Jakarta.

Soekamto, Soerjono. 1986.Metode Penelitian Sosial. Bina Rupa Aksara. Jakarta. Arikunto, Suharsimi. 1998.Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik.

Rineka Cipta. Jakarta.

Husin, Sanusi. 1999.Penuntun Praktis Penulisan Skripsi.Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Hanitijo, Soemitro, Ronni. 1998.Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Husin, Sanusi. 1999.Penuntun Praktis Penulisan Skripsi.Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Sangarimbun, Masridan Effendi, Sofian. 1989.Metode Penelitian Survay (Edisi Revisi). LP3ES. Jakarta.

Soekamto, Soerjono, dan Sri Mamuji. 1985. Penelitian Hukum Normatif. P.T Raja Gavindo Persada. Jakarta.

Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1998.Teori-Teori dan Kebikjakan Hukum Pidana, Alumni, Bandung.


(7)

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. 2005. Lampung. Universitas Lampung.

Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004 TentangTentara Nasional Indonesi. Fokusmedia. Bandung

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman Nomor 48 Tahun 2009. Putusan Pengadilan Militer Nomor : PUT/128-K/PM I-04/AD/VIII/2007 Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. .


(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan salah satu satuan pertahanan yang dimiliki oleh negara Indonesia. Tugas dari TNI sendiri adalah menjaga keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prajurit TNI adalah warga negara yang dilatih secara khusus, dipersiapkan dan dipesenjatai untuk tugas-tugas pertahanan negara guna menghadapi ancaman militer maupun ancaman bersenjata lainnya.

Suatu organisasi yang menyertakan Militer selama ini di pandang sebagai organisasi yang tertutup oleh sebagian masyarakat besar. Pandangan ini, tidak menutup kemungkinan ditunjukan kepada peradilan militer yang selama ini dipandang oleh masyarakat sebagai peradilan yang tertutup, sehingga memunculkan prasangka negatif bahwa segala aktivitas pelaksanaan hukum terhadap oknum prajurit yang bersalah tidak dilakukan dengan seadil-adilnya.

Orang yang menaruh perhatian pada hukum militer dapat dikatakan hanya sedikit saja. Padahal hukum militer merupakan suatu disiplin ilmu yang patut diajarkan dan dikembangkan kepada mahasiswa diperguruan tinggi. Mungkin orang menganggap


(9)

bahwa hukum militer itu cukup untuk diketahui oleh kalangan militer saja. Hal ini tentu tidak salah, tetapi juga tidak seluruhnya benar. Hukum militer dari suatu negara merupakan sub-sistem hukum dari negara tersebut. Karena militer itu adalah bagian dari suatu masyarakat atau bangsa, yaitu bagian yang terdiri dari warga negara yang melakukan tugas khusus. Melakukan tugas pembelaan negara dan bangsa dengan menggunakan senjata atau dengan kata lain tugas utamanya adalah bertempur. (Tri Andrisman, 2009:17-18)

Dilihat dalam segi hukum, anggota militer mempunyai kedudukan yang sama dengan anggota masyarakat biasa, artinya sebagai warga negara baginya pun berlaku semua aturan hukum yang berlaku, baik hukum pidana, hukum perdata, acara pidana dan acara perdata. Bedanya masih diperlukan suatu peraturan yang lebih bersifat khusus yang lebih bersifat keras dan lebih berat bagi anggota militer, hal itu dikarenakan karena ada beberapa perbuatan yang hanya dapat dilakukan oleh tentara saja bersifat asli militer dan tidak berlaku bagi masyarakat umum, seperti : menolak perintah dinas, melawan perintah atasan(insubordinasi) dan desersi.

Prajurit TNI dalam bertindak selalu berpegang pada Sapta Marga dan Sumpah Prajurit. Nilai-nilai Sapta Marga dan Sumpah Prajurit perlu dihayati dan diresapi oleh prajurit TNI, sehingga setiap prajurit TNI memiliki sendi-sendi disiplin yang kuat dan kukuh.

Ketentuan yang mengatur perilaku anggota TNI yang dituangkan dalam bentuk peraturan disiplin, yaitu tertuang dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 1997 tentang Hukum Disiplin Prajurit Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, merupakan


(10)

pedoman perilaku yang senantiasa dipegang oleh anggota TNI dalam menjalankan tugasnya sehari-hari. Namun, ada juga anggota TNI yang berperilaku menyimpang sehingga melanggar peraturan disiplin, bahkan melanggar ketentuan pidana. Pelanggaran ketentuan hukum pidana yang dilakukan oleh setip anggota TNI akan diproses sesuai dengan ketentuan hukum pidana yang berlaku, yaitu diproses dan diajukan ke pengadilan militer.

Perbuatan yang melanggar hukum tersebut membawa konsekuensi bagi anggota TNI untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dalam sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan hukum pidana yang berlaku. Namun berdasarkan pengamatan di lapangan, adakalanya anggota TNI yang melakukan tindak pidana, tidak diperiksa dan diadili di pengadilan militer, melainkan cukup diperiksa dalam siding disiplin militer.

Bagi anggota Militer diperlukan hukum pidana tersendiri karena militer/TNI merupakan suatu organisasi yang dibentuk untuk mempertahankan keamanan negara. Oleh karena itu mereka dididik dan dibina secara khusus, guna melaksanakan tugas yang berat, yakni mempertahankan keamanan negara. Ancaman hukuman/pidana dalam hukum Pidana Umum/KUHP dirasakan kurang memadai/berat bagi seorang militer. Sistem pemidanaan dalam KUHP tidak sesuai dengan sistem pemidanaan bagi seorang militer. Pemidanaan bagi seorang militer lebih diutamakan yang bersifat “pembinaan”. Oleh karena itu, bagi anggota militer ada Hukum Pidana Militer/KUHPM, ada pula Hukum Disiplin Militer (Tri Andrisman, 2009 :21).


(11)

Tindak pidana penyalahgunaan Narkotika telah merasuki kalangan TNI. Padahal mereka merupakan komponen utama dalam sistem pertahanan negara, dan merupakan alat negara yang bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara, serta diharapkan mampu memberikan contoh kepada masyarakat untuk tidak melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika, mengingat TNI di Indonesia identik dengan suatu institusi yang anggotanya sangat taat dan disiplin terhadap hukum yang berlaku. Namun dalam kenyataannya banyak anggota TNI yang melakukan suatu tindak pidana, salah satunya adalah tindak pidana penyalahgunaan narkotika.

Contoh kasus adanya oknum TNI AD yang bernama Andy Murfy dengan pangkat Sersan Satu (Sertu) dari kesatuan Korem 043/Gatam yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika. Dari hasil pemeriksaan tes urine yang dilakukan oleh Tim Kesehatan Kodam II/Sriwijaya terhadap anggota jajaran Korem 043/Gatam ia terbukti telah mengkonsumsi Metamfetamine yang terdaftar sebagai golongan II nomor urut 9 lampiran Undang-Undang RI Nomor 5 tahun 1997 Tentang Psikotropika. Perbuatan tersebut telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana sebagaimana dirumuskan dan diancam dengan pidana yang tercantum dalam Pasal : 62 Undang-Undang RI Nomor 5 tahun 1997 Tentang Psikotropika.

Tujuan majelis hakim tidaklah semata-mata hanya memidana orang-orang yang bersalah melakukan tindak pidana, tetapi juga mempunyai tujuan untuk mendidik agar yang bersangkutan dapat insaf dan kembali ke jalan yang benar menjadi warga negara dan prajurit yang baik sesuai dengan falsafah Pancasila dan Sapta Marga. Oleh


(12)

karena itu sebelum Majelis Hakim menjatuhkan pidana atas perbuatan tersebut perlu lebih dahulu memperhatikan hal-hal yang dapat meringankan dan memberatkan pidananya.

Majelis Hakim berpendapat bahwa ia terbukti bersalah dam memidana terdakwa dengan penjara selama 4 (empat) bulan, menetapkan selama terdakwa menjalani penahanan dikurangkan sepenuhnya dari pidana yang dijatuhkan dan denda sebesar Rp. 500.000,00-(lima ratus ribu rupiah) subsider kurungan selama 1 (satu) bulan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan kajian secara ilmiah tentang “PertanggungJawaban Pidana Anggota TNI AD yang Menyalahgunakan Narkotika”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana yang dikemukakan pada uraian di atas, maka yang menjadi fokus permasalahan yang akan di bahas adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap anggota TNI AD yang menyalahgunakan narkotika?

2. Apakah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap anggota TNI AD yang menyalahgunakan narkotika dalam putusan No : PUT/128-K/PM I-04/AD/VIII/2007?


(13)

2. Ruang Lingkup

Adapun yang menjadi ruang lingkup dari permasalahan yang telah dikemukakan di atas adalah ilmu tentang hukum pidana khusus yaitu hukum pidana militer. Sementara itu yang menjadi substansi dalam permasalahan ini yaitu pertanggungjawaban pidana anggota TNI AD yang menyalahgunakan narkotika. Adapun lingkup wilayah dari permasalahan ini yaitu Dilmil (Pengadilan Militer) I-04 Palembang.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian harus mempunyai tujuan penelitian yang jelas agar tepat mengenai sasaran yang dikehendaki. Tujuan penelitian merupakan target yang ingin dicapai baik secara solusi atas masalah yang dihadapi, maupun untuk memenuhi kebutuhan perseorangan. Dalam hal ini penelitian penelitian ini bertujuan :

a. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana terhadap pidana terhadap anggota TNI AD yang menyalahgunakan narkotika

b. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana anggota TNI AD yang menyalahgunakan narkotika dalam putusan No : PUT/128-K/PM I-04/AD/VIII/2007


(14)

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu : a. Kegunaan Teoritis

1) Memberikan masukan ilmu pengetahuan dalam ilmu hukum pada umumnya berkaitan dengan masalah Pertanggumgjawaban Pidana Anggota TNI AD yang menyalahgunakan Narkotika.

2) Hasil penelitian ini dapat menambah referensi sebagai bahan acuan penelitian yang akan datang.

b. Kegunaan Praktis

1) Memberikan jawaban terhadap masalah yang diteliti.

2) Mengembangkan daya kreativitas dalam penalaran sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh.

3) Memberikan masukan serta tambahan pengetahuan dibidang hukum terutama tentang tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan anggota TNI AD.


(15)

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka Teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil-hasil pemikiran atau kerangka acuan pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan kesimpulan terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti (Soerjono Soekanto, 1986:125).

Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan teorekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada pemidanaan petindak dengan maksud untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggung jawabkan atas suatu tindakan pidana yang terjadi atau tidak (Saefudien 2011:124).

Pertanggungjawaban pidana menjurus kepada pemidanaan pelaku, jika telah melakukan suatu tindak pidana dan memenuhi unsur-unsur yang telah melakukan suatu tindak pidana dan memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan oleh undang-undang. Dilihat dari terjadinya perbuatan yang telah dilarang, ia akan diminta pertanggungjawaban apabila perbuatan tersebut melanggar hukum. Dilihat dari sudut kemampuan bertanggungjawab maka hanya orang yang mampu bertanggungjawab yang hanya diminta pertanggungjawaban. Pada umumnya, seseorang mampu bertanggungjawab dapat dilihat dari beberapa hal yaitu :


(16)

1. Keadaan Jiwanya:

a. Tidak terganggu penyakit terus menerus atau sementara b. Tidak cacat dalam pertumbuhan (gila,idiot dan sebagainya)

c. Tidak terganggu karena terkejut (Hipnotisme, amarah yang meluap dan sebagainya).

2. Kemampuan Jiwanya:

a. Dapat menginsyafi hakekat dari perbuatannya

b. Dapat menentukan kehendaknya atas tindakan tersebut, apakah dilaksanakan atau tidak

c. Dapat mengetahui ketercelaan dari tindakan tersebut.

Kemampuan bertanggungjawab merupakan unsur kesalahan, oleh karena itu untuk membuktikan unsur kesalahan tersebut, maka unsur pertanggungjawaban harus juga dibuktikan, namun demikian untuk membuktikan adanya unsur kemampuan bertanggungjawab itu sangat sulit dan membutuhkan waktu dan biaya, maka dalam praktek dipakai faksi yaitu bahwa setiap orang dianggap mampu bertanggungjawab kecuali ada tanda-tanda yang menunjukkan lain.

Maka dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian pertanggung jawaban pidana yaitu kemampuan seseorang untuk menerima resiko dari perbuatan yang diperbuatnya sesuai dengan undang-undang.


(17)

Pertanggungjawabaan yang akan dibahas adalah menyangkut tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang berstatus militer dan sudah ada perumusan undang-undang untuk tindak pidana yang bersangkutan. Perbuatan yang melanggar hukum tersebut membawa konsekuensi bagi anggota TNI untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dalam sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan hukum pidana yang berlaku.

Teori/dasar pertimbangan hakim adalah hakim di beri kebebasan untuk menjatuhkan dalam setiap pengadilan perkara tindak pidana, hal tersebut sesuai dengan bunyi Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal (1)

menyebutkan bahwa “kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia”. Dalam menjatuhkan putuasan tersebut hakim harus memiliki pertimbangan, dimana pertimbangan tersebut merupakan bagian dari setiap putusan, ditegaskan dalam Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa “dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.

Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan merupakan dasar/landasan bagi hakim untuk menentukan keyakinan hakim itu sendiri dalam menentukan kesalahan terdakwa dan pembuktian dalam proses persidangan, pembuktiaan memiliki asas mimimum pembuktian yang dipergunakan sebagai pedoman dalam menilai cukup


(18)

atau tidaknya alat bukti untuk membuktikan salah atau tidaknya terdakwa, dipertegas dengan Pasal183 KUHAP yang menyatakan bahwa “hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang melakukannya. Pertimbangan hakim sangatlah berpengaruh terhadap putusan hakim tentang berat ringannya penjatuhan hukuman atau sentencing (straftoemeting), atau yang disebut dengan pemidanaan.

2. Konseptual

Menurut Soerjono Soekanto (1986: 124) kerangka konseptual adalah suatu kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang ingin diteliti, baik dalam penelitai empiris maupun normatif.

Hal ini dilakukan dan dimaksudkan agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam melakukan penelitian. Maka disini akan dijelaskan tentang pengertian pokok yang dijadikan konsep dalam penelitian, sehingga akan memberikan batasan yang tetap dalam penafsiran terhadap beberapa istilah.

Istilah-istilah yang dimaksud adalah sebagai berikut :

a. Pertanggungjawaban Pidana adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu pemidanaan petindak dengan maksud apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana yang terjadi atau tidak (Saifudien 2011:86).


(19)

b. Anggota TNI AD adalah warga negara Indonesia yang dilatih secara khusus, dipersiapkan dan dipersenjatai untuk tugas-tugas pertahanan negara guna menghadapi ancaman militer maupun ancaman bersenjata lainya (Tri Andrisman, 2009:18)

c. Penyalahgunaan Narkotika adalah penyalahgunaan Narotika dan obat-obatan yang dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan syaraf pusat yang menyebabkan kelainan perilaku (UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika).

E. Sistematika Penulisan

Supaya mempermudah dan memahami penulisan ini secara keseluruhan, maka penulisan skripsi ini dibagi menjadi 5 (lima) bab dengan sistematika yang tersusun sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Pada bab ini menguraikan tentang latar belakang, permasalahan dan ruang lingkup penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, yang dilengkapi dengan kerangka teoritis dan konseptual serta sistematika penulisan.

II. TINJAUN PUSTAKA

Bab ini berisikan tinjauan pustaka yang merupakan pengaturan dalam suatu pembahasan tentang pokok-pokok permasalahan pengertian pertanggungjawaban pidana, pengertian tindak pidana, unsur-unsur tindak pidana, pengertian tindak pidana


(20)

militer, pengertian narkotika, bahaya penyalahgunaan narkotika, pertanggungjawaban pidana penyalahgunaan narkotika.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang metode yang akan digunakan dalam penelitian berupa langkah-langkah yang akan digunakan dalam melakukan pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur pengumpulan data dan pengolahan data serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini membahas pokok-pokok permasalahan yang ada dalam skripsi serta menguraikan pembahasan dan memberikan masukan serta penjelasan tentang pertanggungjawaban pidana terhadap anggota TNI AD yang menyalahgunakan narkotika.

V. PENUTUP

Merupakan penutup dari penilisan skripsi yang secara singkat berisikan tentang hasil pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan dan kesimpulan serta saran yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas.


(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban berasal dari kata tanggung jawab dimana menurut kamus umum bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Sehingga bertanggung jawab menurut kamus umum bahasa Indonesia adalah berkewajiban menanggung, memikul jawab, menanggung segala sesuatunya, atau memberikan jawab dan menanggung akibatnya. Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuataannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai pewujudan kesadaran akan kewajibannya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1998: 591). Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan teorekenbaardheid atau criminal responsibility yang menjurus kepada pemidanaan petindak dengan maksud untuk menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggung jawabkan atas suatu tindakan pidana yang terjadi atau tidak (Saefudien 2011:124).

Kemampuan bertanggung jawab merupakan unsur kesalahan, maka untuk maka untuk membuktikan adanya unsur kesalahan tersebut harus dibuktikan lagi. Menginggat hal ini sukar untuk dibuktikan dan memerlukan waktu yang cukup lama, maka unsur kemampuan bertanggung jawab dianggap diam-diam selalu ada


(22)

karena umumnya setiap orang normal batinnya mampu bertanggung jawab, kecuali kalau ada tanda-tanda yang menunjukan bahwa terdakwa mungkin jiwanya tidak normal. Dalam hal ini, hakim memerintahkan hal yang khusus terhadap keadaan jiwa terdakwa sekalipun tidak diminta oleh pihak terdakwa. Jika hasilnya masih meragukan hakim, itu berarti bahwa kemampuan bertanggung jawab tidak berhenti, sehingga kesalahan tidak ada dan pihak tidak dapat dijatuhkan berdasarkan asas tidak dipidana jika tidak ada kesalahan. Dalam KUHP kemampuan bertanggung jawab ini terdpat dalam pasal 44 ayat 1 yang

berbunyi : “Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena cacat, tidak dipidana”.

B. Pengertian Tindak Pidana

Pidana memiliki pengertian perbuatan yang dilakukan setiap orang/subjek hukum yang berupa kesalahan dan bersifat melanggar hukum atau tidak sesuai dengan perundang-undangan (KUHP).

Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, untuk dinyatakan sebagai tindak pidana selain perbuatan tersebut dilarang dan diancam pidana oleh peratuaran perundang-undangan, harus juga bersifat melawan hukum dan bertentangan dengan kesadaran hukum masyarakat. Setiap tindak pidana selalu dipandang bersifat melawan hukum, kecuali ada alasan pembenar (Barda Nawawi arief, 1996 : 152-153).


(23)

Sebagai sarana untuk mendorong pembaharuan masyarakat, penekanan hukum terletak pada pembentukan peraturan perundang-undangan oleh lembaga legislatif, yang dimaksudkan untuk menggagas konstruksi masyarakat baru yang ingin diwujudkan di masa depan melalui pemberlakuan peratuaran perundang-undangan itu.

Penegakkan hukum sebagai mana dirumuskan secara sederhana oleh Satjipto Rahardjo, merupakan suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan (Satjipto Rahardjo, 1983 : 24).

Keinginan-keinginan hukum yang dimaksudkan disini adalah pikiran-pikiran badan pembentuk undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan hukum itu. Perumusan pikiran pembuat hukum yang dituangkan dalam peraturan hukum, turut menentukan bagaimana penegakan hukum itu dijalankan. Dengan demikian pada gilirannya, proses penegakan hukum itu memuncak pada pelaksanaannya oleh para pejabat penegak hukum itu sendiri. Dengan keadaan ini, dengan nada ekstrim dapat dikatakan bahwa keberhasilan atau kegagalan para penegak hukum melaksanakan tugasnya sebetulnya sudah di mulai sejak peraturan hukum yang harus dijalankan itu dibuat (Soerjono Soekanto, 1983 : 24).

Proses penegakan hukum, dalam pandangan Sarjono Soekanto dipengaruhi oleh 5 faktor. Pertama, faktor hukum atau faktor perundang-undangan. Kedua, faktor aparat penegak hukumnya, yakni pihak-pihak yang terlibat dalam proses pembuatan dan penerapan hukumnya, yang berkaitan dengan masalah mentalitas. Ketiga, faktor sarana atau fasilitas yang mendukung proses penegakkan hukum. Keempat, faktor masyarakat, yakni lingkungan sosial di mana hukum tersebut


(24)

berlaku atau diterapkan, berhubungan dengan kesadaran dan kepatuhan hukum merefleksi dalam perilaku masyarakat. Kelima, faktor kebudayaan, yakni hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup (Soerjono Soekanto, 1983 :24)

Arti terpenting dari adanya hukum pidana sebagai bagian dari sistem yang berlaku dalam suatu suatu negara terletak pada tujuan tujuan hukum pidana itu sendiri yakni menciptakan tata tertib di dalam masyarakat sehingga kehidupan masyarakat dapat berlangsung dengan damai dan tentram. Tujuan hukum pidana secara umum demikian, sebenarnya tidak banyak berbeda dengan tujuan yang ingin di capai oleh bidang-bidang hukum lainnya. Perbedannya terletak pada cara kerja hukum pidana dalam mencapai tujuannya, yaitu bahwa upaya untuk mewujudkan tata tertib dan suasana damai ini oleh hukum pidana di tempuh melalui apa yang di dalam hukum pidana dikenal dengan istilah pemidanaan atau pemberian pidana.

Cara kerja hukuum pidana dengan melakukan pemidanaan atau pemberian pidana ini mempunyai pengertian yang luas. Pemidanaan atau pemberian pidana mempunyai arti yang luas dalam arti bisa dibedakan menjadi dua pengertian, yakni (1) pemidanaan dalam arti abstrak (pemidanaan in abstracto), dan (2) pemidanaan dalam arti kongkrit (pemidanaan in concerto). hukum pidana menciptakan tata tertib di dalam masyarakat melalui pemberian pidana secara abstrak, artinya dengan di tetapkannya peraturan di dalam undang-undang perbuatan-perbuatan tertentu sebagai perbuatan yang dilarang disertai ancaman pidana, atau dengan di tetapkannya perbuatan-perbuatan terentu sebagai tindak pidana di dalam undang-undang, maka diharapkan warga masyarakat akan


(25)

mengerti dan menyesuaikan diri sehingga tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang telah dilarang dan diancam pidana itu. Dengan demikian, dengan diberlakukannya suatu undang-undang pidana baru di dalam masyarakat, diharapkan akan tercipta ketertiban di dalam masyarakat.

C. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Suatu tindak pidana yang terdapat dalam kitab undang-undang hukum pidana pada umumnya memiliki dua unsur yakni unsur subjektif yaitu unsur yang melekat pada diri si pelaku dan unsur objektif yakni unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan (Lamintang, 1981 : 193).

Menurut Lamintang (1983 : 193) unsur subjektuf dari suatu tindak pidana adalah :

1. Kesengajaan atau Ketidaksengajaan (dolusatauculpa) 2. Maksud atauvornemenpada suatu percobaan

3. Macam-macam maksud atauoogmerk

4. Merencanakan terlebih dahulu atauvoorbedachte raad 5. Perasaan takut atauvress

Unsur objektif dari suatu tindak pidana adalah : 1. Melanggar hukum

2. Kualitas dari si pelaku

3. Kausalitas, yaitu hubungan antar suatu tindakan sebagai penyebab dan suatu kenyataan sebagai akibat.

Kesalahan pelaku tindak pidana berupa dua macam, yakni : 1. Kesengajaan (Opzet)

Sebagian besar unsur tindak pidana mempunyai unsur ketidaksengajaan atau opzet. Kesengajaan ini mempunyai tiga macam jenis, yakni :


(26)

a. Kesengajaan yang bersifat tujuan (oogmer)

Dapat dikatakan bahwa si pelaku benar-benar menghendaki mencapai akibat yang menjadi pokok alasan diadakan ancaman hukuman pidana.

b. Kesengajaan secara keinsafan kepastian (Opzet Bij Zekeheids Bewustzinj) c. Kesengajaan secara keinsafan kemungkinan (Opzet Bij Mogelijkkheids

Bewustzijn)

Lain halnya dengan kesengajaan yang terang-terangan tidak disertai bayangan suatu kepastian akan terjadi akibat yang bersangkutan, tetapi hanya di bayangkan suatu kemungkinan belaka akan hal itu.

2. Culpa

Arti kata culpa adalah “kesalahan pada umumnya” , tetapi dalam ilmu pengetahuan hukum mempunyai arti teknis, yaitu suatu macam kesalahan si pelaku tindak pidana yang tidak seberat seperti kesengajaan, yaitu kurang berhati-hati sebagai akibat yang tidak disengaja terjadi (Wirjono Prodjodikoro, 1996 : 65-72).

Berdasarkan uraian di atas penulis berpendapat bahwa semua unsur tersebut merupakan satu kesatuan dalam suatu tindak pidana, satu unsur saja tidak ada tidak akan menyebabkan tersangka dapat di hukum. Sehingga penyidik harus cermat dalam meneliti tentang adanya unsur tindak pidana tersebut.

D. Tindak Pidana Militer

Tindak Pidana Militer di bedakan dalam dua jenis tindak pidana, yaitu : 1. Tindak Pidana Militer Murrni


(27)

“Adalah tindakan-tindakan yang dilarang dan diharuskan yang pada prinsipnya hanya mungkin dilanggar oleh seorang militer, karena keadaannya yang bersifat khusus, atau karena suatu kepentingan militer menghendaki tindakan tersebut sebagai tindak pidana”.

2. Tindak Pidana Militer Campuran

”Adalah tindakan-tindakan yang dilarang atau diharuskan yang pada pokoknya sudah ditentukan dalam perundang-undangan lain, akan tetapi diatur lagi dalam KUHPM atau undang-undang pidana militer lainnya, karena adanya sesuatu keadaan yang khas militer atau karena adanya sesuatu sifat yang lain, sehingga diperlukan ancaman pidana yang lebih berat”.

Hukum Indonesia mengatur bahwa tidak ada seorang warga negara yang kebal terhadap hukum, meskipun tindak pidana tersebut dilakukan oleh warga sipil maupun anggota Tentara Nasional Indonesia. Apabila kejahatan dilakukan oleh warga sipil proses penyelesaiannya mengikuti hukum acara pidana sipil yang diatur dalam KUHAP. Apabila Anggota Tentara Nasional Indonesia melakukan suatu Tindak Pidana, maka akan tetap dipidana tanpa ada keistimewaan apapun, mulai proses pemeriksaan, penyidikan dan penuntutan sampai peradilan akan mengikuti hukum acara peradilan militer sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

E. Pengertian Narkotika

Narkoba adalah singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan berbahaya lainnya (BNN 2010).


(28)

Istilah Narkotika yang dikenal di Indonesia berasala dari bahasa Inggris Narcotics yang berarti obat bius, yang sama artinya dengan kata Narcotics dalam bahasa Yunani yang berarti membius atau menidurkan.

Pengertian Narkotika menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang ini.

Adapun yang termasuk Narkotika berdasarkan UU ini adalah dikelompokkan dalam golongan I, II dan III. Golongan I terdiri dari 65 zat/senyawa, diantaranya tanaman Papever somniverum L kecuali bijinya, opium mentah/masak (candu), Koka, Kokain mentah, Kokaina, Ganja, Tetrahydrocannabinol, dan semua isomer serta bentuk stereo kimianya, Delta 9 tetrahydrocannabinol, dan semua bentuk stereo kimianya, Heroina, Asetrofina, Acetil alfa metil fentayl, Amfetamina (ectacy), Metamfetamina (shabu-shabu) dan lain-lain. Golongan II terdiri dari 86 (delapan puluh enam) zat/ senyawa, diantaranya Alfasetilmetadol, Alfameprodina, Alfametadol, trimeperidina, Asetildihidrokodein, Dekstropropoksifena, Metadona, Petidina, dan lain-lain. Dan Golongan III terdiri dari 14 (empat belas) zat/ senyawa, diantaranya Asetildihidrokodeina, Etilmorfina, Kodeina, buprenorfina, garam-garam dari Narkotika dalam golongan tersebut diatas, campuran atau sediaan difenoksin dengan bahan lain bukan narkotika dan campuran atau sediaan difenoksilat dengan bahan lain bukan narkotika, dan lain-lain. Sedangkan


(29)

Precusor Narkotika terdiri dari Acetic Anhydride, N-Acetylanthranilic Acid, Acetone, Anthranilic Acid, Ethyl Ether dan lain-lain.

F. Bahaya Penyalahgunaan Narkotika

Zat atau obat narkotika ini dapat menurunkan aktivitas otak atau merangsang susunan syaraf pusat dan menimbulkan kelainan perilaku, disertai dengan timbulnya halusinasi (mengkhayal), ilusi, gangguan cara berpikir, perubahan alam perasaan dan dapat menyebabkan ketergantungan serta mempunyai efek stimulasi (merangsang) bagi para pemakianya. Pemakaian Narkotika yang berlangsung lama tanpa pengawasan dan pembatasan pejabat kesehatan dapat menimbulkan dampak yang lebih buruk, tidak saja menyebabkan ketergantungan bahkan juga menimbulkan berbagai macam penyakit serta kelainan fisik maupun psikis si pemakai, tidak jarang bahkan menimbulkan kematian. Melihat besarnya pengaruh negatif narkotika tersebut apabila disalahgunakan maka pemerintah pun mengeluarkan peraturan khusus yang mengatur tentang narkotika tersebut.

Pecandu narkotika menurut undang-undang di satu sisi merupakan pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika adalah dengan adanya ketentuan undang-undang narkotika yang mengatur mengenai pidana penjara yang diberikan kepada para pelaku penyalahgunaan narkotika. Kemudian, di sisi lain dapat dikatakan bahwa menurut undang-undang narkotika, pecandu narkotika tersebut merupakan korban adalah ditunjukan dengan adanya ketentuan bahwa terhadap pecandu narkotika dapat dijatuhi vonis rehabilitasi. Hal ini berarti undang-undang di satu sisi masih menganggap pecandu narkotika sebagai pelaku tindak pidana dan di sisi lain merupakan korban dari penyalahgunaan narkotika yang dilakukannya.


(30)

G. Pertanggungjawaban Pidana Penyalahgunaan Narkotika

Seorang pelaku telah memenuhi syarat untuk dapat dimintai pertanggungjawaban pidananya, dan dalam hal ini adalah terkait dengan penyalahgunaan narkotika, maka seseorang tersebut dapat dijatuhi pidana sesuai dengan ketentuan undang-undang nomor 35 Tahun 2009 yakni pasal 116,121, dan pasal 127 yaitu :

1. Adanya kehendak yang disadari yang ditunjukkan untuk melakukan kejahatan penyalahgunaan narkotika, hal tersebut berarti telah memenuhi unsur sengaja yang merupakan bagian dari unsur adanya kesalahan.

2. Dapat dipertanggungjawabkan perbuatannya menyalahgunakan narkotika, maksudnya ia ada pada suatu keadaan jiwa pembuat, yang memiliki cukup akal dan kemauan, oleh karena cukup mampu untuk mengerti arti perbauatannya yang telah menyalahgunakan narkotika dan sesuai dengan pandangan itu untuk menentukan kemauannya untuk melakukan perbuatan tersebut. Kemampuan berfikir terdapat pada orang-orang normal dan oleh sebab itu kemampuan berfikir dapat diduga pada si pembuat. Dengan kata lain dapat dipertanggungjawabkan perbuatan itu kepada pelaku penyalahgunaan narkotika tersebut apabila pelaku mempunyai kemapuan berfikir dan menginsyafi arti perbuatannya.

3. Pertanggungjawaban pidana memerlukan syarat bahwa pembuat mampu bertanggungjawab, karena tidaklah mugkin seseorang dapat dipertanggungjawabkan apabila ia tidak mampu bertanggungjawab.

4. Tidak memenui syarat-syarat alasan penghapusan pidana, dan dalam hal penyalahgunaan narkotika, apabila pelaku tersebut tidak sengaja


(31)

menggunakan narkotika karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam menggunakan narkotika, maka sesuai dengan ketentuan Pasal (54) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 ia merupakan korban dari penyalahgunaan narkotika yang wajib menjalani rehabilitasi.

Selanjutnya ketentuan tentang peradilan Koneksitas diatur dalam KUHAP : Pasal 89

(1) Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk Iingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam Iingkungan peradilan umum kecuali jika menurut keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan dengan persetujuan Menteri Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.

(2) Penyidikan perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan oleh suatu tim tetap yang terdiri dari penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan polisi militer Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan oditur militer atau oditur militer tinggi sesuai dengan wewenang mereka masing-masing menurut hukum yang berlaku untuk penyidikan perkara pidana.

(3) Tim sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dibentuk dengan surat keputusan bersama Menteri Pertahanan dan Keamanan dan Menteri Kehakiman.

Pasal 90

(1) Untuk menetapkan apakah pengadilan dalam lingkungan peradilan militer atau pengadilan dalam Iingkungan peradilan umum yang akan mengadili perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1), diadakan


(32)

penelitian bersama oleh jaksa atau jaksa tinggi dan oditur militer atau oditur militer tinggi atas dasar hasil penyidikan tim tersebut pada Pasal 89 ayat (2). (2) Pendapat dan penelitian bersama tersebut dituangkan dalam. berita acara yang

ditandatangani oleh para pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

(3) Jika dalam penelitian bersama itu terdapat persesuaian pendapat tentang pengadilan yang berwenang mengadili perkara tersebut, maka hal itu dilaporkan oleh jaksa atau jaksa tinggi kepada Jaksa Agung dan oleh oditur militer atau oditur militer tinggi kepada Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Pasal 91

(1) Jika menurut pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (3) titik berat kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut terletak pada kepentingan umum dan karenanya perkara pidana itu harus diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, maka perwira penyerah perkara segera membuat surat keputusan penyerahan perkara yang diserahkan melalui oditur militer atau oditur militer tinggi kepada penuntut umum, untuk dijadikan dasar mengajukan perkara tersebut kepada pengadilan negeri yang berwenang.

(2) Apabila menurut pendapat itu titik berat kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tersebut terletak pada kepentingan militer sehingga perkara pidana itu harus diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer, maka pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (3) dijadikan dasar bagi Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia untuk mengusulkan kepada Menteri Pertahan dan Keamanan, agar dengan


(33)

persetujuan Menteri Kehakiman dikeluarkan keputusan Menteri Pertahanan dan Keamanan yang menetapkan, bahwa perkara pidana tersebut diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.

(3) Surat keputusan tersebut pada ayat (2) dijadikan dasar bagi perwira penyerah perkara dan jaksa atau jaksa tinggi untuk menyerahkan perkara tersebut kepada mahkamah militer atau mahkamah militer tinggi.

Pasal 92

(1) Apabila perkara diajukan kepada pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1), maka berita acara pemeriksaan yang dibuat oleh tim sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (2) dibubuhi catatan oleh penuntut umum yang mengajukan perkara, bahwa berita acara tersebut telah diambil alih olehnya.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku juga bagi oditur militer atau oditur militer tinggi apabila perkara tersebut akan diajukan kepada pengadilan dalam Iingkungan peradilan militer.

Pasal 93

(1) Apabila dalam penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1) terdapat perbedaan pendapat antara penuntut umum dan oditur militer atau oditur militer tinggi, mereka masing-masing melaporkan tentang perbedaan pendapat itu secara tertulis, dengan disertai berkas perkara yang bersangkutan melalui jaksa tinggi, kepada Jaksa Agung dan kepada Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.


(34)

(2) Jaksa Agung dan Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia bermusyawarah untuk mengambil keputusan guna mengakhiri perbedaan pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

(3) Dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara Jaksa Agung dan Oditur Jenderal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, pendapat Jaksa Agung yang menentukan.

Pasal 94

(1) Dalam hal perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1) diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum atau lingkungan peradilan militer, yang mengadili perkara tersebut adalah majelis hakim yang terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang hakim.

(2) Dalam hal pengadilan dalam lingkungan peradilan umum yang mengadili perkara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (1), majelis hakim terdiri dari hakim ketua dari lingkungan peradilan umum dan hakim anggota masing-masing ditetapkan dari peradilan umum dan peradilan militer secara berimbang.

(3) Dalam hal pengadilan dalam lingkungan peradilan militer yang mengadili perkara pidana tersebut pada Pasal 89 ayat (1), majelis hakim terdiri dari hakim ketua dari Iingkungan peradilan militer dan hakim anggota secara berimbang dari masing-masing lingkungan peradilan militer dan dari peradilan umum yang diberi pangkat militer tituler.

(4) Ketentuan tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) berlaku juga bagi pengadilan tingkat banding.


(35)

(5) Menteri Kehakiman dan Menteri Pertahanan dan Keamanan secara timbal balik mengusulkan

pengangkatan hakim anggota sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) dan hakim perwira sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4).


(36)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan adalah dengan menggunakan dua metode pendekatan, yaitu : pendekatan secara yuridis normatif dan pendekatan secara yuridis empiris.

1. Pendekatan Yuridis Normatif

Yaitu suatu langkah pendekatan yang dilakukan dengan cara mempelajari ketentuan dan kaedah berupa aturan hukumnya atau ketentuan hukum yang ada hubungannya dengan judul skripsi ini dan berhubungan dengan permasalahan yang dibahas. Yaitu diantaranya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM), Undang-Undang Peradilan Militer.

2. Pendekatan Yuridis Empiris

Yaitu pendekatan yang dilakukan dengan mengadakan hubungan langsung terhadap pihak-pihak yang dianggap mengetahui hal-hal yang ada kaitannya dengan permasalahan yang sedang dibahas dalam skripsi ini. Pendekatan empiris dilakukan


(37)

dengan cara memperhatikan atau melihat perilaku-perilaku atau gejala-gejala hukum dan peristiwa hukum yang terjadi dilapangan.

B. Sumber dan Jenis Data

Data yang dikumpulkan guna menunjang hasil penelitian adalah data primer dan data sekunder yang dapat didefinisikan sebagai berikut :

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari pemberi data atau orang yang terlibat langsung dalam memberikan data, yang ada hubugannya dengan masalah yang diteliti.

2. Data Sekunder

Data sekunder yang digunakan sebagai bahan hukum primer terdiri dari : a. 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1997 tentang

Peradilan Militer

2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

3. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM)

4. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia


(38)

b. Bahan hukum sekunder, yaitu buku-buku hasil karya ahli-ahli hukum yang berkaitan dengan kemiliteran, seperti buku Peradilan Militer karangan Tri Andrisman, S.H.,M.H.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan informasi, petujuk maupun penjelasan tentang bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder seperti pedoman penulisan karya ilmiah.

C. Penentuan Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan kumpulan unsur-unsur atau elemen-elemen yang menjadi objek kajian penelitian, atau jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya akan diperkirakan (Suharsami Arikunto, 1998:32).

Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah 1 (satu) orang Oditur di Oditurat Militer Lampung, 1 (satu) orang responden dari bidang hukum Korem 043/Gatam dan 1 (satu) orang dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung sebagai responden/informan.

. Metode yang digunakan adalah metode purposive sampling yaitu menentukan sample disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai terhadap masalah yang akan diteliti atau dibahas.


(39)

2. Sampel

Sampel merupakan sebagian dari populasi yang diambil secara proposional untuk dinikmati dalam suatu penelitian. Dengan rincian sampel adalah sebagai berikut :

1. Oditur di Oditurat Militer 1 orang

2. Bidang Hukum Korem 043/Gatam 1 orang

3. Dosen di Fakultas Hukum Universitas Lampung 1 orang

Jumlah 3 orang

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini akan ditentukan dengan cara-cara sebagai berikut :

a. Data Sekunder

Data sekunder didapatkan melalui rangkaian studi kepustakaan dengan cara membaca, mencatat dan mengutip serta menelaah peraturan perundang-undangan dan informasi lainnya yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan.


(40)

b. Data Primer

Data primer diperoleh dengan mengadakan studi di Pengadilan Militer I-04 Palembang yang bertempat di Bandar Lampung. Adapun metode yang digunakan adalah wawancara yang dilakukan dengan tujuan mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada responden dengan menanyakan daftar pertanyaan dan data-data tertulis yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu.

2. Pengolahan Data

Dalam melaksanakan data yang telah diperoleh penulis mengadakan kegiatan sebagai berikut :

a. Editing, yaitu memeriksa kembali kelengkapan jawaban yang diterima, kejelasannya dan relevansinya bagi penelitian.

b. Evaluasi, yaitu kegiatan memeriksa kelengkapan data, kejelasannya, dan relevansinya terhadap topik penulisan skripsi ini.

c. Sistematisasi, yaitu melakukan penyusunan dan penetapan data pada tiap pokok bahasan secara sistematis.

E. Analisis Data

Pada kegiatan ini data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif dengan mendeskripsikan data yang dihasilkan dari penelitian dilapangan dalam bentuk penjelasan. Dari hasil analisis tersebut akan diketahui dan diperoleh kesimpulan secara umum yang didasarkan atas fakta-fakta yang bersifat khusus dan selanjutnya dari beberapa kesimpulan tersebut dapat diajukan saran.


(41)

Nama Mahasiswa : Remi Falado Nomor Pokok Mahasiswa : 0742011279

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H. Maya Shafira, S.H., M.H.

NIP. 19620817 198703 4 003 NIP. 19770601 200501 2 002

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H. NIP. 19620817 198703 4 003


(42)

3. Tim Penguji

Ketua : Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.H. ………..

Sekretaris/Anggota : Maya Shafira, S.H., M.H. ………..

Penguji Utama : Dr. Maroni, S.H., M.H. ………..

4. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heriyandi, S.H., M.S. NIP. 19621109 198703 1 003


(43)

Maka Nikmat Tuhan Manakah Yang Kamu Dustakan

(Q.S. AR-RAHMAN :16)

Pengetahuan Adalah Cahaya, Memperkaya Hangatnya

Kehidupan, dan Semua Dapat Mengambil Bagian Mereka yang

Mencarinya.

(Kahlil Gibran)

Disiplin adalah Nafasku, Kesetiaan adalah Kebanggaanku,

Kehormatan adalah Segalanya dan Kejujuran adalah Jiwaku.


(44)

Semua yang telah Kucapai ini adalah atas berkah dan Rahmat ALLAH SWT dan Junjungan besar Nabi Muhammad SAW dan hasil kerja keras ku selama ini.

Kupersembahkan Karya ku ini Kepada :

Papa dan Mama tercinta , yang selalu mencurahkan kasih sayang dan tidak henti-hentinya mendoakan keberhasilan

ku dalam setiap Sujudnya.

Kakak Adikku dan keluarga besarku yang selalu memberikan dukungan dan doa kepadaku.

Seseorang yang telah memberi semangat dan menunggu keberhasilanku.

Dan untuk semua teman-temanku yang telah memberikan dorongan, saran dan bantuan sehingga skripsi ini dapat


(45)

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, Bandar Lampung pada tanggal 24 Mei 1989, putra ke dua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Yusman dan Puti Kencana Wilis, S.pd.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanal-Kanak (TK) Tut Wuri Handayani Tanjung Karang Bandar Lampung pada tahun 1994, Sekolah Dasar Negeri (SD.N) 2 Gunung Terang Tanjung Karang Bandar Lampung pada tahun 2001, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTP) 9 Tanjung Karang Bandar Lampung tahun 2004, kemudian dilanjutkan Sekolah Menengah Tingkat Atas (SLTA) Perintis Bandar Lampung tahun 2007.

Pada tahun 2007 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur penerimaan Non Reguler. Penulis mengikuti Praktek Kerja Lapangan pada tahun 2010 di Malang-Bali-Yogyakarta. Kemudian pada tahun 2012 penulis menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung.


(46)

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Swt karena atas Rahmat dan Hidayahnya lah Skripsi

yang berjudul “Pertanggunggjawaban Pidana Terhadap Anggota TNI yang Menyalahgunakan Narkotika” ini dapat terselesaikan.

Pada penulisan skripsi ini penulis mendapatkan bimbingan, arahan serta dukungan dari berbagai pihak sehingga penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan baik. Pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya terhadap :

1. Bapak Dr. Heriyandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung. 2. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Pidana dan selaku Dosen

Pembimbing I yang telah memberikan arahan, bimbingan dan masukan sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

3. Ibu Maya Shafira, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dengan penuh perhatian dan kesabaran sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Maroni, S.H., M.H. selaku Dosen Pembahas I yang telah memberikan kritik dan saran serta masukan dalam penulisan skripsi ini.

5. Ibu Firganefi, S.H., M.H. selaku Dosen Pembahas II yang telah memberikan kritik dan saran serta masukan dalam penulisan skripsi ini.


(47)

7. Seluruh Dosen Pengajar, Staf dan Karyawan di Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu.

8. Bapak Mayor CHK. Sukirno S.H. selaku PLT Oditur Militer di Oditurat Militer Lampung yang telah memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

9. Bapak Kapten Yantoro, S.H. selaku Paur Undang Lahkara di Korem 043/Gatam yang telah memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

10. Ayah dan Ibuku Yusman dan Puti Kencana Wilis S.Pd dan Kakak ku Melia Prihayana, A.Md, Marendra Pratama, A.Md, Kep. Dan Adikku Nisa Yustiana serta seluruh keluarga besarku yang selalu memberikan doa, kesetiaan dan kesabaran yang tiada henti, terima kasih atas cinta dan kasih sayang serta perhatiannya selama ini.

11. P.A.P Aan Bakre, Heru Ardiansyah, Yogi Indra, Ivan Novtiyas, dan Tri Susilo terima kasih atas semangat yang tetap terjaga.

12. Sahabat- sahabat Unila Gerry, Ijul, Wendy, Nay, Aldi, Oky, Naw, Achsan, Abdul, Bajir, Andre Bli, Fajar, Irham, Febriantoni, Khafi, Agung, Nopen, Nopan, Nobrian, Serli Merina, Juwita, Caroline, Nadia Lody, Bang Yoga, Mbooool, Otto, Beri Mbe, rekan-rekan angkatan 07 Non Reg maupun Senior dan Junior Hukum yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Kebersamaan kita merupakan kisah klasik sepanjang hidup.


(48)

persahabatan yang tetap utuh selamanya.

Akhir kata, atas bantuan, dukungan serta doa dan semangat dari kalian penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Tak ada manusia yang sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT, begitu juga penulis yang hanya mampu mengucapkan mohon maaf apabila ada yang salah dalam penulisan skripsi ini dengan harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan keilmuwan pada umumnya dan ilmu hukum khususnya hukum pidana.

Bandar Lampung, Mei 2012 Penulis


(49)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil uraian-uraian dari penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat di tarik kesimpulan antara lain :

1. Pertanggungjawaban pidana terhadap anggota TNI yang menyalahgunakan narkotika yang dilakukan oleh Andy Murfhy yaitu harus menjalani pidana penjara selam 4 bulan dan denda sebesar Rp. 5000.000,00 (lima ratus ribu rupiah) subsider kurungan selama 1 bulan karena terdakwa telah terbukti dalam proses pemeriksaan di sidang pengadilan militer telah memenuhi unsur-unsur rumusan delik penyalahgunaan narkotika Pasal 62 Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1997 yang menentukan bahwa barang siapa secara tanpa hak memiliki, menyimpan dan atau membawa psikotropika dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Perbuatan terdakwa mengandung unsur kesalahan dan kemampuan mempertanggungjawabkan pidananya. Hal ini terbukti bahwa terdakwa melakukan tindak pidana secara sengaja dan dalam keadaan jiwa dan pikiran yang sehat, salah telah melakukan perbuatan penyalahgunaan narkotika. Serta melihat perbuatan terdakwa telah mencoreng nama baik institusi TNI di mata masyarakat. Hakim menjatuhkan


(50)

pidana sesuai dengan tuntutan Oditur Militer hal ini disebabkan terdakwa sangat menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan berbuat lagi, terdakwa juga membenarkan keterangan para saksi di persidangan, terdakwa menyatakan tidak mengajuka eksepsi atas dakwaan yang diajukan OditurMiliter dan terdakwa memohon dijatuhi pidana yang seringan-ringannya.

2. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap anggota TNI yang menyalahgunakan narkotika ialah Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana penyalahgunaan psikotropika oleh anggota TNI di dasarkan pada pasal 62 UU No.5 Tahun 1997 mencantumkan bahwa barang siapa secara tanpa hak, memiliki, menyimpan dan/atau membawa psikotropika di pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000, ( seratus juta rupiah). Selain itu dalam menjatuhkan putusan hakim harus melihat dan mempelajari bukti-bukti yang ada baik keterangan terdakwa atau saksi dan juga bukti berupa barang. Alat bukti yang sah menurut pasal 172 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1997 ialah :

1). keterangan saksi; 2). keterangan ahli; 3). keterangan Terdakwa; 4). surat dan

5). petunjuk.

Alat bukti yang digunakan dalam kasus penyalahgunaan psikotropika dengan Terdakwa Andy Murfhy adalah keterangan 2 (dua) orang saksi dan keterangan


(51)

Terdakwa sehingga alat bukti yang diajukan telah memenuhi rumusan Pasal 171 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997, di mana Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurangkurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa Terdakwalah yang bersalah melakukannya.

B. Saran

Setelah melakukan dan pembahasan dan memperoleh kesimpulan dalam skripsi ini, maka selanjutnya akan dikemukakan saran-saran yang diharapkan akan berguna. Adapun saran-saran tersebut adalah :

1. Pertanggungjawaban pidana yang diberikan oleh Hakim kepada pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anggota TNI terlalu ringan yaitu hanya dijatuhi sanksi pidana penjara selam 4 bulan dan denda sebesar Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). Jauh lebih ringan dari ancaman pada Pasal 62 undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 yaitu pidana penjara selama 5 tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Karena dengan ancaman ringan tersebut dikhawatirkan tidak akan membuat pelaku jera dan mengulangi tindak pidan yang sama dan mencoreng nama baik institusi TNI. Pidana tersebut juga dirasakan terlalu ringan bagi seorang anggota TNI karena prajurit TNI adalah prajurit yang dilatih secara khusus untuk berperang untuk itu diperlukan ancaman yang lebih memberikan efek jera bagi pelaku.

2. Hendaknya Hakim dalam menjatuhkan putusan pengadilan mempertimbangkan dari segi kemanusiaan guna mencapai keadilan hukum, sedangkan dari kepastian hukum dari terdakwa lebih menekankan


(52)

pada akibat perbuatan. Sehingga hakim dituntut untuk berperan sebagai penegak hukum dan sekaligus penegak keadilan seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Seharusnya hukuman yang diberikan kepada anggota TNI yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan psikotropika bisa lebih berat, mengingat TNI merupakan suatu intitusi yang mengutamakan kedisiplinan serta menjadi contoh bagi masyarakat pada umumnya. Selain itu pula tindak pidana terbut akan mencoreng nama TNI di mata masyarakat dan tidak sesuai dengan Sapta Marga, Sumpah Prajurit, 8 Wajib Tni, 11 Asas Kepimpinan. Sehingga sudah sewajarnya jika dapat dijatuhi hukuman semaksimal mungkin.. Diadakannya suatu penyuluhan mengenai bahaya penyalahgunaan psikotropika di dalam intitusi TNI itu sendiri, agar dapat meningkatkan kesadaran bagi anggota TNI mengenai bahaya Psikotropika maupun obatobat berbahaya lainnya. Di harapkan dengan penyuluhan tersebut dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika oleh anggota TNI.


(1)

6. Bapak Dr. Yuswanto, S.H., M.HUM. selaku Pembimbing Akademik yang telah membimbing penulis selama ini dalam perkuliahan.

7. Seluruh Dosen Pengajar, Staf dan Karyawan di Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu.

8. Bapak Mayor CHK. Sukirno S.H. selaku PLT Oditur Militer di Oditurat Militer Lampung yang telah memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

9. Bapak Kapten Yantoro, S.H. selaku Paur Undang Lahkara di Korem 043/Gatam yang telah memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini.

10. Ayah dan Ibuku Yusman dan Puti Kencana Wilis S.Pd dan Kakak ku Melia Prihayana, A.Md, Marendra Pratama, A.Md, Kep. Dan Adikku Nisa Yustiana serta seluruh keluarga besarku yang selalu memberikan doa, kesetiaan dan kesabaran yang tiada henti, terima kasih atas cinta dan kasih sayang serta perhatiannya selama ini.

11. P.A.P Aan Bakre, Heru Ardiansyah, Yogi Indra, Ivan Novtiyas, dan Tri Susilo terima kasih atas semangat yang tetap terjaga.

12. Sahabat- sahabat Unila Gerry, Ijul, Wendy, Nay, Aldi, Oky, Naw, Achsan, Abdul, Bajir, Andre Bli, Fajar, Irham, Febriantoni, Khafi, Agung, Nopen, Nopan, Nobrian, Serli Merina, Juwita, Caroline, Nadia Lody, Bang Yoga, Mbooool, Otto, Beri Mbe, rekan-rekan angkatan 07 Non Reg maupun Senior dan Junior Hukum yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Kebersamaan kita merupakan kisah klasik sepanjang hidup.


(2)

terima kasih yang sebesar-besarnya. Tak ada manusia yang sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT, begitu juga penulis yang hanya mampu mengucapkan mohon maaf apabila ada yang salah dalam penulisan skripsi ini dengan harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan keilmuwan pada umumnya dan ilmu hukum khususnya hukum pidana.

Bandar Lampung, Mei 2012

Penulis


(3)

64

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil uraian-uraian dari penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat di tarik kesimpulan antara lain :

1. Pertanggungjawaban pidana terhadap anggota TNI yang menyalahgunakan narkotika yang dilakukan oleh Andy Murfhy yaitu harus menjalani pidana penjara selam 4 bulan dan denda sebesar Rp. 5000.000,00 (lima ratus ribu rupiah) subsider kurungan selama 1 bulan karena terdakwa telah terbukti dalam proses pemeriksaan di sidang pengadilan militer telah memenuhi unsur-unsur rumusan delik penyalahgunaan narkotika Pasal 62 Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1997 yang menentukan bahwa barang siapa secara tanpa hak memiliki, menyimpan dan atau membawa psikotropika dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Perbuatan terdakwa mengandung unsur kesalahan dan kemampuan mempertanggungjawabkan pidananya. Hal ini terbukti bahwa terdakwa melakukan tindak pidana secara sengaja dan dalam keadaan jiwa dan pikiran yang sehat, salah telah melakukan perbuatan penyalahgunaan narkotika. Serta melihat perbuatan terdakwa telah mencoreng nama baik institusi TNI di mata masyarakat. Hakim menjatuhkan


(4)

juga membenarkan keterangan para saksi di persidangan, terdakwa menyatakan tidak mengajuka eksepsi atas dakwaan yang diajukan OditurMiliter dan terdakwa memohon dijatuhi pidana yang seringan-ringannya.

2. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap anggota TNI yang menyalahgunakan narkotika ialah Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana penyalahgunaan psikotropika oleh anggota TNI di dasarkan pada pasal 62 UU No.5 Tahun 1997 mencantumkan bahwa barang siapa secara tanpa hak, memiliki, menyimpan dan/atau membawa psikotropika di pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000, ( seratus juta rupiah). Selain itu dalam menjatuhkan putusan hakim harus melihat dan mempelajari bukti-bukti yang ada baik keterangan terdakwa atau saksi dan juga bukti berupa barang. Alat bukti yang sah menurut pasal 172 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1997 ialah :

1). keterangan saksi; 2). keterangan ahli; 3). keterangan Terdakwa; 4). surat dan

5). petunjuk.

Alat bukti yang digunakan dalam kasus penyalahgunaan psikotropika dengan Terdakwa Andy Murfhy adalah keterangan 2 (dua) orang saksi dan keterangan


(5)

66

Terdakwa sehingga alat bukti yang diajukan telah memenuhi rumusan Pasal 171 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997, di mana Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurangkurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa Terdakwalah yang bersalah melakukannya.

B. Saran

Setelah melakukan dan pembahasan dan memperoleh kesimpulan dalam skripsi ini, maka selanjutnya akan dikemukakan saran-saran yang diharapkan akan berguna. Adapun saran-saran tersebut adalah :

1. Pertanggungjawaban pidana yang diberikan oleh Hakim kepada pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkotika oleh anggota TNI terlalu ringan yaitu hanya dijatuhi sanksi pidana penjara selam 4 bulan dan denda sebesar Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). Jauh lebih ringan dari ancaman pada Pasal 62 undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 yaitu pidana penjara selama 5 tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Karena dengan ancaman ringan tersebut dikhawatirkan tidak akan membuat pelaku jera dan mengulangi tindak pidan yang sama dan mencoreng nama baik institusi TNI. Pidana tersebut juga dirasakan terlalu ringan bagi seorang anggota TNI karena prajurit TNI adalah prajurit yang dilatih secara khusus untuk berperang untuk itu diperlukan ancaman yang lebih memberikan efek jera bagi pelaku.

2. Hendaknya Hakim dalam menjatuhkan putusan pengadilan mempertimbangkan dari segi kemanusiaan guna mencapai keadilan hukum, sedangkan dari kepastian hukum dari terdakwa lebih menekankan


(6)

dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Seharusnya hukuman yang diberikan kepada anggota TNI yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan psikotropika bisa lebih berat, mengingat TNI merupakan suatu intitusi yang mengutamakan kedisiplinan serta menjadi contoh bagi masyarakat pada umumnya. Selain itu pula tindak pidana terbut akan mencoreng nama TNI di mata masyarakat dan tidak sesuai dengan Sapta Marga, Sumpah Prajurit, 8 Wajib Tni, 11 Asas Kepimpinan. Sehingga sudah sewajarnya jika dapat dijatuhi hukuman semaksimal mungkin.. Diadakannya suatu penyuluhan mengenai bahaya penyalahgunaan psikotropika di dalam intitusi TNI itu sendiri, agar dapat meningkatkan kesadaran bagi anggota TNI mengenai bahaya Psikotropika maupun obatobat berbahaya lainnya. Di harapkan dengan penyuluhan tersebut dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika oleh anggota TNI.