SINTESIS DAN KARAKTERISASI SERTA UJI PENDAHULUAN AKTIVITAS ANTIKANKER BEBERAPA SENYAWA ORGANOTIMAH(IV) 3-HIDROKSIBENZOAT TERHADAP SEL LEUKEMIA L-1210

ABSTRACT

SYNTHESIS AND CHARACTHERISATION PRELIMINARY
SCREENING ANTICANCER ACTIVITY OF SOME ORGANOTIN(IV)
3-HYDROXYBENZOATE COMPOUNDS AGAINST LEUKEMIA L-1210

By

ANI SULISTRIANI

In this research, synthesis, characterization and preliminary screening anticancer
activity of some organotin(IV) 3-hydroxybenzoate compounds against leukemia
L-1210 have been performed. The synthesis of organotin(IV) 3-hydroxybenzoates
were commenced by the synthesis of dibutyltin (IV) oxide, diphenyltin(IV)
dihidroxides and triphenyltin(IV) hydroxide using the starting materials of
dibutyltin(IV) dichlorides, diphenyltin(IV) dichlorides and triphenyltin(IV)
chloride, respectively which were reacted with NaOH in methanol. These three
compounds were then reacted with ligand of 3-hydroxybenzoic acid to produce
dibutyltin(IV) di-3-hydroxybenzoate, diphenyltin(IV) di-3-hydroxybenzoate and
triphenyltin(IV) 3-hydroxybenzoate with percentage yield of 96.29; 92.66 and
81.24%, respectively, in reflux time of 4 hours. All compounds were then

characterized by infra red, ultraviolet spectroscopy, and elemental analysis with
microelemental analyzer. The preliminary screening anticancer activity against
leukemia cell L-1210 was then performed. The IC50 values for the three
compounds, dibutyltin(IV) di-3-hydroxybenzoate, diphenyltin(IV) di-3hydroxybenzoate and triphenyltin(IV) 3-hydroxybenzoate were 22.11; 10.26 and
3.10 µg/mL, respectively. Based on these data, the compound which might be
potential as anticancer drugs is triphenyltin(IV) 3-hydroxybenzoate which showed
an IC50 values smaller compared to those of triphenyltin(IV) salicylate and
triphenyltin(IV) benzoate previously reported.

ABSTRAK

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SERTA UJI PENDAHULUAN
AKTIVITAS ANTIKANKER BEBERAPA SENYAWA
ORGANOTIMAH(IV) 3-HIDROKSIBENZOAT TERHADAP SEL
LEUKEMIA L-1210

Oleh

ANI SULISTRIANI


Pada penelitian ini, telah dilakukan sintesis dan karakterisasi serta uji pendahuluan
aktivitas antikanker beberapa senyawa organotimah(IV) 3-hidroksibenzoat
terhadap sel leukemia L-1210. Sintesis senyawa organotimah(IV)
3-hidroksibenzoat
diawali
dengan
sintesis
dibutiltimah(IV)
oksida,
difeniltimah(IV) dihidroksida dan trifeniltimah(IV) hidroksida dengan
menggunakan bahan awal yaitu dibutiltimah(IV) diklorida, difeniltimah(IV)
diklorida, trifeniltimah(IV) klorida yang direaksikan dengan NaOH dalam pelarut
metanol. Ketiga senyawa tersebut masing-masing direaksikan dengan ligan asam
karboksilat yaitu asam 3-hidroksibenzoat dan mengahasilkan masing-masing
dibutiltimah(IV) di-3-hidroksibenzoat, difeniltimah(IV)di-3-hidroksibenzoat dan
trifeniltimah(IV) 3-hidroksibenzoat dengan rendemen kristal yang dihasilkan
sebanyak 96,29; 92,66; dan 81,24 %, pada waktu refluks 4 jam. Seluruh senyawa
tersebut dikarakterisasi dengan menggunakan spektrofotometer IR, UV, dan
analisis unsur dengan menggunakan microelemental analyzer.
Kemudian

dilakukan uji pendahuluan aktivitas antikanker terhadap sel leukemia L-1210.
Diperoleh
nilai
IC50
masing-masing
senyawa
dibutiltimah(IV)
di-3-hidroksibenzoat, difeniltimah(IV) di-3-hidroksibenzoat dan trifeniltimah(IV)
3-hidroksibnezoat berturut-turut yaitu 22,11; 10,26; dan 3,10 µg/mL. Dari nilai
tersebut senyawa yang berpotensi sebagai obat antikanker adalah trifeniltimah(IV)
3-hidroksibenzoat dan memiliki nilai IC50 lebih kecil dibandingkan dengan
trifeniltimah(IV) salisilat dan trifeniltimah(IV) benzoat pada penelitian
sebelumnya.

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanker adalah penyakit degeneratif yang ditandai dengan keadaan sel yang

membagi secara terus-menerus (proliferasi) tanpa kontrol dan mempunyai
kemampuan untuk menyebar (metastasis) ke jaringan yang berlainan secara
patologi (Hawariah, 1998a). Kanker menjadi masalah utama kesehatan di seluruh
dunia dan penyakit pembunuh kedua setelah kardiovaskuler (Apantaku, 2002;
American Cancer Society, 2010).
Menurut data terbaru dari GLOBOCAN (2010), pada tahun 2008, di dunia tercatat
lebih dari 12,7 juta kasus penyakit kanker dan 7,6 juta pasien yang diantaranya
meninggal dunia. GLOBOCAN juga memperkirakan bahwa sampai tahun 2030,
terdapat sekitar 21,4 juta pasien yang terjangkit kanker setiap tahunnya dan dari
jumlah tersebut 13,2 juta diprediksi akan meninggal. Di Indonesia, menurut
GLOBOCAN dengan jumlah penduduk 230 juta, terdapat kasus penyakit kanker
sebanyak 292.300 pada tahun 2008 (GLOBOCAN, 2010). GLOBOCAN
merupakan agensi internasional yang mengadakan penelitian mengenai jumlah
rata-rata penderita kanker di seluruh dunia pada tahun 2008.
Pengobatan yang umum dilakukan pada penyakit kanker diantaranya dengan
pembedahan, kemoterapi, dan radioterapi (Apantaku, 2002). Tetapi, terapi kanker

2

secara pembedahan tidak dapat dilakukan khususnya pada sel kanker yang telah

menyebar, sementara pengobatan kemoterapi dan radiasi dapat menimbulkan efek
samping meskipun pengobatan kemoterapi mampu mengeluarkan keseluruhan
tumor (Hawariah, 1998b). Oleh karena itu, usaha pencarian agen dengan efek
samping minimum sangat diperlukan dalam pengobatan penyakit kanker, salah
satunya yaitu dengan menggunakan senyawa organotimah.
Senyawa organotimah merupakan senyawa dimana atom-atom karbon dari gugus
organik terikat pada logam timah. Senyawa organotimah dapat berbentuk mono-,
di-, tri-, dan tetra- organotimah bergantung pada gugus alkil (R) atau aril (Ar)
yang terikat pada Sn. Anion yang terikat (X) biasanya adalah klorida, fluorida,
oksida, hidroksida, suatu karboksilat atau suatu thiolat (Pellerito and Nagy, 2002).
Studi aktivitas antikanker senyawa organotimah(IV) sebagai senyawa bahan
alternatif antikanker telah banyak dilakukan dan masih menarik untuk terus
dilakukan mengingat potensi besar yang terdapat dalam senyawa golongan ini
(De Vos et al., 1998; Gielen, 2003; Gleeson et al., 2008; Rehman et al., 2009;
Hadi dan Rilyanti, 2010). Senyawa organotimah(IV) merupakan senyawa yang
dikenal memiliki berbagai aktivitas biologis (Pellerito and Nagy, 2002). Senyawa
organotimah(IV) ini mempunyai aplikasi yang luas diantaranya sebagai pestisida
dalam pertanian (Crowe, 1989), katalis homogen (Blunden et al., 1987),
antikanker/antitumor (De Vos et al., 1998; Gleeson et al., 2008; Hadi dan
Rilyanti, 2010), antifouling agent pada cat (Blunden and Hill, 1990), antimikroba,

dan antifungi (Bonire et al., 1998).

3

Senyawa organotimah(IV) karboksilat mendapat perhatian khusus karena senyawa
ini memiliki aktivitas biologis yang lebih kuat dibandingkan kompleks
organotimah lainnya. Aktivitas biologis ini ditentukan oleh jumlah dan gugus
organik yang terikat pada atom Sn (Mahmood et al., 2003; Pellerito and Nagy,
2002). Senyawa organotimah(IV) karboksilat dipilih dalam penelitian ini,
berdasarkan aktivitas biologisnya sebagai antikanker dengan asam
3-hidroksibenzoat sebagai ligannya. Penelitian sebelumnya (Aini, 2010)
dilaporkan aktivitas antikanker senyawa organotimah(IV) salisilat dengan asam
salisilat sebagai ligannya diperoleh nilai IC50 3,86 μg/mL. Pada penelitian lain
(Sari, 2011) aktivitas antikanker senyawa organotimah(IV) benzoat dengan asam
benzoat sebagai ligannya diperoleh nilai IC50 5, 32 μg/mL. Jika IC50 dari senyawa
ini adalah ≤ 50 µg/mL, maka, senyawa organotimah(IV) 3-hidroksibenzoat
berpotensi sebagai senyawa antikanker (Mans, 2000). Asam meta dan para
hidroksibenzoat mempunyai kelarutan dalam air yang lebih besar dibandingkan
dengan asam benzoat dan asam salisilat. Perubahan sifat fisika kimia tersebut
mempunyai pengaruh terhadap sifat analgesik dan antibakteri dari senyawa

turunan asam benzoat (Petra, 2012). Oleh sebab itu, diharapkan senyawa
organotimah(IV) 3-hidroksibenzoat yang merupakan senyawa turunan asam
benzoat mempunyai aktivitas antikanker dan memiliki nilai IC50 lebih kecil dari
penelitian sebelumnya.
Penelitian ini dilakukan untuk mensintesis senyawa dibutiltimah(IV)
di-3-hidroksibenzoat, difeniltimah(IV) di-3-hidroksibenzoat dan trifeniltimah(IV)
3-hidroksibenzoat. Senyawa yang diperoleh dikarakterisasi menggunakan
spektrofotometer UV, spektrofotometer IR, dan microelemental analyzer.

4

Masing-masing senyawa dibutiltimah(IV) oksida, difeniltimah(IV) dihidroksida
dan trifeniltimah(IV) hidroksida direaksikan dengan asam 3-hidroksibenzoat
sebagai asam karboksilatnya, menghasilkan dibutiltimah(IV)
di-3-hidroksibenzoat, difeniltimah(IV) di-3-hidroksibenzoat dan trifeniltimah(IV)
3-hidroksibenzoat. Ketiga senyawa tersebut diuji dan dibandingkan aktivitas
antikankernya terhadap sel leukemia L-1210. Setelah diketahui aktivitas
antikankernya, kemudian dibandingkan dengan organotimah(IV) benzoat
(Sari, 2011) dan organotimah(IV) salisilat (Aini, 2010) dari penelitian
sebelumnya.

Prosedur untuk sintesis masing-masing senyawa organotimah(IV) karboksilat
pada penelitian ini dikembangkan dari prosedur yang digunakan oleh
Szorcsik et al. (2002) yang berhasil diadaptasi dengan hasil yang cukup
memuaskan (Hadi et al., 2008; Hadi et al., 2009; Hadi and Rilyanti, 2010)
sedangkan prosedur untuk pengujian aktivitas antikanker diadopsi dari prosedur
yang dilakukan oleh Katrin dan Winarno (2008). Sel leukemia L-1210 dipilih
karena sel leukemia L-1210 merupakan sel tumor yang tumbuh cepat dengan
persentase sel hidup cukup tinggi dan memiliki tingkat pertumbuhan 100%. Jika
suatu zat toksik terhadap sel leukemia L-1210, maka pada umumnya bersifat
toksik terhadap sel-sel abnormal lainnya (Bulan dkk., 2004). Sel hidup dihitung
menggunakan Haemocytometer Neubauer Improved, di bawah mikroskrop.
Bila telah diketahui dan diperoleh data aktivitas awalnya, maka untuk penelitian
selanjutnya, akan lebih mudah pengembangannya sebagai new metal-based drugs

5

yang akan sangat berguna dan memegang peranan penting di bidang farmasi dan
kedokteran.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mensintesis senyawa dibutiltimah(IV) di-3-hidroksibenzoat, difeniltimah(IV)
di-3-hidroksibenzoat dan trifeniltimah(IV) 3-hidroksibenzoat.
2. Mengkarakterisasi senyawa awal dibutiltimah(IV) diklorida, difeniltimah(IV)
diklorida dan trifeniltimah(IV) klorida serta senyawa hasil sintesis
dibutiltimah(IV) di-3- hidroksibenzoat, difeniltimah(IV) di-3-hidroksibenzoat,
trifeniltimah(IV) 3-hidroksibenzoat, dengan rendemen tertinggi dari variasi
waktu refluks menggunakan spektrofotometer UV, spektrofotometer IR dan
microelemental analyzer (tidak termasuk asam 3-hidroksibenzoat).
3. Menguji dan membandingkan aktivitas antikanker dari senyawa
dibutiltimah(IV) di-3-hidroksibenzoat, difeniltimah(IV) di-3-hidroksibenzoat
dan trifeniltimah(IV) 3-hidroksibenzoat terhadap sel leukemia L-1210.

C. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang organologam dan
menambah jenis senyawa organologam yang dapat digunakan dalam bidang
farmasi dan kedokteran yaitu sebagai new metal-based drugs (senyawa
antikanker).


6

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Senyawa Organologam
Senyawa organologam merupakan senyawa dimana terdapat minimal satu ikatan
langsung antara atom karbon dari gugus organik dengan atom logam. Senyawa
yang mengandung ikatan karbon dengan fosfor, arsen, silikon, ataupun boron
termasuk ke dalam senyawa organologam. Tetapi untuk senyawa yang
mengandung ikatan antara atom logam dengan oksigen, belerang, nitrogen,
ataupun dengan suatu halogen tidak termasuk sebagai senyawa organologam.
Sebagai contoh, suatu alkoksida seperti (C3H7O)4Ti bukan termasuk suatu
senyawa organologam karena gugus organiknya terikat kepada Ti melalui
oksigen, sedangkan C6H5Ti(OC3H7)3 merupakan senyawa organologam karena
terdapat satu ikatan langsung antara karbon dengan logam Ti (Cotton dan
Wilkinson, 1989).
Berdasarkan keelektronegatifannya, pada umumnya jika unsur-unsur yang
berikatan dengan karbon berada pada bilangan oksidasi negatif, turunan

organiknya sebagai senyawaan organik. Turunan senyawa organik dimana
unsur-unsur yang berikatan dengan karbon berada pada oksidasi positif, termasuk
senyawaan organologam (Tayer, 1988).

7

Berdasarkan ikatannya, senyawa organologam dapat dikelompokkan menjadi tiga
golongan :
1. Senyawa ionik dari logam elektropositif
Senyawa ini terbentuk bila suatu radikal organik terikat pada logam dengan
keelektropositifan yang sangat tinggi, misalnya logam alkali atau alkali tanah.
Senyawa-senyawa ini tidak stabil di udara, mudah terhidrolisis dalam air dan
tidak larut dalam pelarut hidrokarbon. Kestabilannya bergantung pada
kestabilan radikal organiknya.
2. Senyawa organologam dengan ikatan σ (sigma)
Senyawa ini memiliki ikatan σ dua pusat dua elektron yang terbentuk antara
gugus organik dan atom logam dengan keelektropositifan rendah. Pada
umumnya, senyawa organologam dengan ikatan ini memiliki ikatan utama
kovalen dan sifat kimianya adalah dari kimiawi karbon yang disebabkan
karena beberapa faktor, yaitu :
a. Kemungkinan penggunaan orbital d yang lebih tinggi, seperti pada SiR4
yang tidak tampak dalam CR4.
b. Kemampuan donor alkil atau aril dengan pasangan elektron menyendiri.
c. Keasaman Lewis sehubungan dengan kulit valensi yang tidak penuh
seperti ada BR2 atau koordinasi tak jenuh seperti ZnR2.
d. Pengaruh perbedaan keelektronegatifan antara ikatan logam-karbon (M-C)
atau karbon-karbon (C-C).

8

3. Senyawa organologam dengan ikatan nonklasik
Dalam senyawa organologam dengan ikatan nonklasik ini terdapat jenis ikatan
antara logam dengan karbon yang tidak dapat dijelaskan secara ikatan ionik
atau pasangan elektron. Senyawa ini terbagi menjadi dua golongan :
a. Senyawa organologam yang terbentuk antara logam-logam transisi
dengan alkena, alkuna, benzena dan senyawa organik tak jenuh lainnya.
b. Senyawa organologam yang memiliki gugus-gugus alkil berjembatan.
(Cotton dan Wilkinson, 1989).

B. Asam 3-hidroksibenzoat
Asam 3-hidroksibenzoat adalah senyawa dengan rumus molekul C6H4OHCOOH
yang berbentuk padatan kristal berwarna putih, dengan titik leleh 203°C dan berat
molekul 138 gram/mol.
Struktur dari asam 3-hidroksibenzoat dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur asam 3-hidroksibenzoat.

Asam orto hidroksi benzoat mempunyai ikatan hidrogen intramolekul dan secara
efektif mengurangi aktivitas gugus OH dan COOH terhadap molekul air sehingga
kelarutan dalam air menurun. Bentuk orto mempengaruhi keasaman yang lebih

9

tinggi dan kemampuan membentuk kelat lebih besar dibanding bentuk meta dan
para. Bentuk meta dan para hidroksibenzoat dapat membentuk ikatan hidrogen
intermolekul sehingga memperbesar kelarutan dalam air dibanding bentuk orto.
Perubahan sifat fisika kimia tersebut berpengaruh terhadap aktivitas analgesik dan
antibakteri turunan hidroksi benzoat. Ikatan hidrogen juga membantu terhadap
kestabilan konformasi α-heliks peptida-peptida dan interaksi pasangan basa khas,
seperti purin dan piridin pada ADN. Obat antikanker seperti golongan senyawa
pengalkilasi, dapat mengalkilasi pasangan basa ADN dan mencegah pembentukan
iktan hidrogen sehingga replikasi normal dari ADN tidak terjadi (Petra, 2012).

C. Timah (Sn)
Timah atau Stannum (Sn) merupakan logam lemah yang berwarna putih
keperakan yang sukar dioksidasi oleh udara pada temperatur kamar. Dalam tabel
periodik timah termasuk golongan 14. Timah mempunyai titik didih 2270ºC dan
titik lebur 231,97ºC. Unsur ini dijumpai sebagai timah(IV) oksida dalam bijih
seperti kasiterit (SnO2) dan stanit (Cu2FeSnS4), serta diekstraksi melalui reduksi
dengan karbon (Daintith, 1990).
Timah dalam bentuk senyawaannya memiliki tingkat oksidasi +2 dan +4, tingkat
oksidasi +4 lebih stabil dari pada +2. Pada tingkat oksidasi +4, timah
menggunakan seluruh elektron valensinya, yaitu 5s2 5p2 dalam ikatan, sedangkan
pada tingkat oksidasi +2, timah hanya menggunakan elektron valensi 5p2 saja.
Tetapi perbedaan energi antara kedua tingkat ini rendah (Cotton dan Wilkinson,
1989).

10

Unsur timah (Sn) termasuk golongan unsur mineral mikroesensial. Pada tahun
1970, dilaporkan bahwa timah ternyata esensial untuk tikus-tikus percobaan.
Pertumbuhan menjadi lebih baik apabila Sn ditambahkan dalam makanan yang
dimurnikan, dan perbaikan pigmentasi gigi seri.
Pada salah satu percobaan, pemberian Sn dengan kadar 1-2 mg/kg makanan yang
telah dimurnikan dengan asam amino sebagai bahan utamanya, terjadi perbaikan
pertumbuhan sampai 60%. Diduga Sn juga esensial untuk manusia maupun
hewan, tetapi kepentingan praktisnya dalam makanan ternak diragukan
(Anggorodi, 1979). Selain itu, timah juga dikelompokkan sebagai mikromineral
yang esensial pada berbagai spesies dan mungkin diperlukan oleh manusia
(Murray et al., 2003).

D. Senyawa Organotimah
Senyawa organotimah adalah senyawa yang mengandung sedikitnya satu ikatan
kovalen Sn-C. Sebagian besar senyawa ini dapat dianggap sebagai turunan dari
RnSnX4-n (n = 1-4) dan diklasifikasikan sebagai mono-, di-, tri-, dan tetraorganotimah(IV), tergantung dari jumlah alkil (R) atau aril(Ar) yang terikat pada
atom logam. Anion yang terikat (X) biasanya adalah klorida, fluorida, oksida,
hidroksida, suatu karboksilat atau suatu thiolat (Pellerito and Nagy, 2002;
Hadi et al., 2008).
Kecenderungan terhidrolisis dari senyawa organotimah lebih lemah dibandingkan
senyawa Si atau Ge yang terkait dan ikatan Sn-O dapat bereaksi dengan larutan
asam. Senyawa organotimah tahan terhadap hidrolisis atau oksidasi pada kondisi

11

normal walaupun dibakar menjadi SnO2, CO2 dan H2O. Kemudahan putusnya
ikatan Sn-C oleh halogen atau reagen lainnya bervariasi berdasarkan gugus
organiknya dan urutannya meningkat dengan urutan : Bu (paling stabil) < Pr < et
< me < vinil < Ph < Bz < alil < CH2CN < CH2CO2R (paling tidak stabil).
Penggabungan SnR4 melalui gugus alkil tidak teramati sama sekali. Senyawasenyawa dengan rumus R3SnX atau R2Sn2X tergabung secara luas melalui
jembatan X sehingga meningkatkan bilangan koordinasi Sn menjadi lima, enam
atau bahkan tujuh. Dalam hal ini, F lebih efektif dibandingkan unsur-unsur
halogen lainnya. Sebagai contoh Me3SnF memiliki struktur trigonal bipiramida,
Me2SnF2 memiliki struktur oktahedral sedangkan jembatan Cl yang lebih lemah
memiliki struktur terdistorsi.
Empat tipe utama penstabil timah berdasarkan gugus alkilnya yaitu: oktil, butil,
fenil dan metal. Dimana oktil timah memiliki kandungan timah paling sedikit,
paling kurang efisien. Ligan-ligan utama yang digunakan untuk membedakan
berbagai penstabil timah yaitu, asam tioglikolat ester dan asam karboksilat
(Van Der Weij, 1981).
1. Senyawa organotimah halida
Senyawa organotimah halida dengan rumus umum RnSnX4-n (n = 1-3; X = Cl,
Br, I) pada umumnya merupakan padatan kristalin dan sangat reaktif.
Organotimah halida ini dapat disintesis secara langsung melalui logam timah,
Sn(II) atau Sn(IV) dengan alkil halida yang reaktif. Metode ini secara luas
digunakan untuk pembuatan dialkiltimah dihalida.

12

Sintesis langsung ini ditinjau ulang oleh Murphy dan Poller melalui persamaan
reaksi :
2 EtI + Sn

Et2Sn + I2

Metode lain yang sering digunakan untuk pembuatan organotimah halida adalah
reaksi disproporsionasi tetraalkiltimah dengan timah(IV) klorida. Caranya adalah
dengan mengubah perbandingan material awal, seperti ditunjukkan pada
persamaan reaksi berikut :
3 R4Sn + SnCl4
R4Sn + SnCl4

4 R3SnCl
2 R2SnCl2

Senyawa organotimah klorida digunakan sebagai starting material (bahan dasar)
untuk sintesis organotimah halida lainnya, melalui penggantian langsung ion
kloridanya dengan memakai logam halida lain yang sesuai seperti ditunjukkan
pada persamaan reaksi berikut :
R4SnCl4-n + (4-n) MX

R4SnX4-n + (4-n) MCl

(X = F, Br atau I; M = K, Na, NH4)
(Cotton dan Wilkinson, 1989).
2. Senyawa organotimah hidroksida dan oksida
Produk kompleks yang diperoleh melalui hidrolisis dari trialkiltimah halida dan
senyawa yang berikatan R3SnX, merupakan rute utama pada trialkiltimah oksida
dan trialkiltimah hidroksida.

13

Prinsip tahapan intermediet ditunjukkan pada reaksi di bawah ini :
OH
R3SnX

R2Sn

XR2SnOSnR2X

XR3SnOSnR3OH

R2SnO

X

atau
R3SnOH

(Cotton dan Wilkinson, 1989).
3. Senyawa organotimah karboksilat
Senyawa organotimah karboksilat pada umumnya dapat disintesis melalui dua
cara yaitu dari organotimah oksida atau organotimah hidroksidanya dengan garam
karboksilat dan dari organotimah halidanya dengan garam karboksilat. Metode
yang biasa digunakan untuk sintesis organotimah karboksilat adalah dengan
menggunakan organotimah halida sebagai material awal.
Reaksi esterifikasi dari asam karboksilat dengan organotimah oksida atau
hidroksida dilakukan melalui dehidrasi azeotropik dari reaktan dalam toluena,
seperti ditunjukkan pada reaksi berikut :
R2SnO

+ 2 R’COOH

R3SnOH + R’COOH

R2Sn(OCOR’)2 + H2O
R3SnOCOR’

+ H2O

(Cotton dan Wilkinson, 1989).

E. Aplikasi Senyawa Organotimah
Senyawa organotimah diketahui memiliki aktivitas biologis yang kuat. Aktivitas
ini dipengaruhi oleh jumlah dan gugus organik yang terikat pada pusat atom Sn.
Aplikasi senyawa organotimah dalam industri antara lain sebagai senyawa

14

penstabil PVC, pestisida nonsistematik, katalis antioksidan, antifouling agent
dalam cat, penstabil pada plastik dan karet sintetik, sebagai stabilizer untuk
parfum dan berbagai macam peralatan yang berhubungan dengan medis dan gigi
(Pellerito and Nagy, 2002).
Dalam beberapa penelitian, telah didapat dan diisolasi senyawa organotimah(IV)
karboksilat yang menunjukkan sifat sebagai antimikroorganisme sehingga dapat
berfungsi sebagai antifungi dan antimikroba (Bonire et al., 1998). Selain itu,
senyawa organotimah(IV) karboksilat ini juga menunjukkan sifat sebagai anti
tumor (Martins et al., 2001; Jinshan et al., 2001). Untuk keseluruhan
penggunaan tersebut, kurang lebih 25 kiloton timah dipergunakan setiap tahunnya
(Pellerito and Nagy, 2002).

F.

Analisis Senyawa Organotimah

Pada penelitian yang akan dilakukan, hasil yang diperoleh dianalisis dengan
menggunakan spektrofotometer UV, spektrofotometer Inframerah (IR) dan
analisis unsur C dan H dengan menggunakan alat microelemental analyzer.
1.

Analisis spektroskopi UV-Vis senyawa organotimah

Pada spektroskopi UV-Vis, senyawa yang dianalisis akan mengalami transisi
elektronik sebagai akibat penyerapan radiasi sinar UV dan sinar tampak oleh
senyawa yang dianalisis. Transisi tersebut pada umumnya antara orbital ikatan
atau pasangan bebas dan orbital bukan ikatan atau orbital anti ikatan. Panjang
gelombang serapan merupakan ukuran perbedaan tingkat-tingkat energi dari
orbital-orbital yang bersangkutan. Agar elektron dalam ikatan sigma tereksitasi

15

maka diperlukan energi paling tinggi dan akan memberikan serapan pada
120-200 nm (1 nm = 10-7 cm = 10 Å). Daerah ini dikenal sebagai daerah
ultraviolet hampa, karena pada pengukuran tidak boleh ada udara, sehingga sukar
dilakukan dan relatif tidak banyak memberikan keterangan untuk penentuan
struktur.
Di atas 200 nm merupakan daerah eksitasi elektron dari orbital p, orbital d dan
orbital π terutama sistem π terkonjugasi mudah pengukurannya dan spektrumnya
memberikan banyak keterangan. Kegunaan spektrofotometer UV-Vis ini terletak
pada kemampuannya mengukur jumlah ikatan rangkap atau konjugasi aromatik
di dalam suatu molekul. Spektrofotometer ini dapat secara umum membedakan
diena terkonjugasi dari diena tidak terkonjugasi, diena terkonjugasi dari triena dan
sebagainya. Letak serapan dapat dipengaruhi oleh subtituen dan terutama yang
berhubungan dengan subtituen yang menimbulkan pergeseran dalam diena
terkonjugasi dan senyawa karbonil (Sujdadi, 1985).
Pada spektroskopi UV-Vis, spektrum tampak (vis) terentang antara 400 nm (ungu)
sampai 750 (merah) sedangkan spektrum ultraviolet (UV) terentang antara
200-400 nm. Informasi yang diperoleh dari spektroskopi ini yaitu adanya ikatan
rangkap atau ikatan terkonjugasi dan gugus kromofor yang terikat pada
auksokrom. Semua molekul dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-Vis karena
mengandung elektron, baik sekutu maupun menyendiri, yang dapat dieksitasi ke
tingkat energi yang lebih tinggi. Panjang gelombang terjadinya absorpsi
tergantung pada kekuatan elektron terikat pada molekul. Elektron pada ikatan
kovalen tunggal terikat dengan kuat dan diperlukan radiasi berenergi tinggi atau

16

panjang gelombang yang pendek untuk eksitasinya. Hal ini berarti suatu elektron
dalam orbital ikatan (bonding) dieksitasikan ke orbital antibonding. Identifikasi
kualitatif senyawa organik dalam daerah ini jauh lebih terbatas daripada dalam
daerah inframerah, dikarenakan pita serapan pada daerah UV-Vis terlalu lebar dan
kurang terperinci. Gugus-gugus fungsional tertentu seperti karbonil, nitro, dan
sistem tergabung menunjukkan puncak karakteristik dan dapat diperoleh
informasi yang berguna mengenai ada tidaknya gugus tersebut dalam molekul
(Day dan Underwood, 1998).
2. Analisis Spektroskopi IR Senyawa Organotimah
Energi dari kebanyakan vibrasi molekul berhubungan dengan daerah inframerah.
Vibrasi molekul dapat dideteksi dan diukur dengan spektrum inframerah.
Penggunaan spektrum inframerah untuk penentuan struktur senyawa organik
biasanya pada bilangan gelombang 650 - 4.000 cm-1 dan panjang gelombang
15,4 – 2,5 µm. Daerah di bawah frekuensi 650 cm-1 dinamakan inframerah jauh
dan daerah di atas frekuensi 4.000 cm-1 dinamakan inframerah dekat. Letak
puncak serapan umumnya digunakan satuan bilangan gelombang (cm-1) dan hanya
sebagian kecil menggunakan panjang gelombang (µm) (Sudjadi, 1985).
Pada spektroskopi IR, radiasi inframerah dengan rentangan panjang gelombang
dan intensitas tertentu dilewatkan terhadap sampel. Molekul-molekul senyawa
pada sampel akan menyerap seluruh atau sebagian radiasi itu. Penyerapan ini
berhubungan dengan adanya sejumlah vibrasi yang terkuantisasi dari atom-atom
yang berikatan secara kovalen pada molekul-molekul itu. Penyerapan ini juga
berhubungan dengan adanya perubahan momen dari ikatan kovalen pada waktu

17

terjadinya vibrasi. Bila radiasi itu diserap sebagian atau seluruhnya, radiasi itu
akan diteruskan. Detektor akan menangkap radiasi yang diteruskan itu dan
mengukur intensitasnya (Supriyanto, 1999).
Dari daerah IR yang luas, yang biasa dikenal dan dipakai untuk spektrofotometri
IR dengan batas bilangan gelombang (v) 4000-670 cm-1. Terdapat dua jenis
informasi yang dapat dimanfaatkan dalam spektrum IR, yaitu informasi daerah
gugus fungsi (4000-1600 cm-1) dan daerah sidik jari (1000-1500 cm-1). Pada
analisis spektroskopi IR terhadap senyawa organotimah karboksilat, dapat
ditunjukkan adanya serapan vibrasi ulur Sn-O pada bilangan gelombang
500-400 cm-1 dan Sn-C pada bilangan gelombang 600-500 cm-1. Selain itu dapat
pula ditunjukkan beberapa karakteristik absorpsi gelombang IR dari asam
karboksilat seperti yang terdapat pada Tabel 1.
Tabel 1. Serapan karakteristik IR untuk asam karboksilat
Posisi serapan
Tipe Getaran

cm-1

m

Uluran O-H

2860 – 3300

3,0 – 3,5

Uluran C=O

1700 - 1725

5,8 – 5,88

Uluran C-O

1210 – 1330

7,5 – 8,26

Tekukan O-H

1300 – 1440

6,94 – 7,71

~925

~10,8

Tekukan O-H dimer
(Fessenden dan Fessenden, 1986).

18

3.

Analisis Unsur dengan Menggunakan Microelemental analyzer

Mikroanalisis adalah penentuan kandungan unsur penyusun suatu senyawa yang
dilakukan dengan menggunakan microelemental analyzer. Karena di Indonesia
alat ini belum umum digunakan dalam penentuan kadar unsur suatu senyawa,
maka pada penelitian ini, sampel dikirim dan dianalisis di School of Chemical and
Food Technology, Universiti Kebangsaan Malaysia.
Unsur yang umum ditentukan adalah karbon (C), hidrogen (H), nitrogen (N), dan
sulfur (S). Alat yang biasanya digunakan untuk tujuan mikroanalisis ini dikenal
sebagai CHNS microelemental analyzer. Hasil yang diperoleh dari mikroanalisis
ini selanjutnya dibandingkan dengan perhitungan secara teori. Walaupun
seringnya hasil yang diperoleh berbeda, namun analisis ini tetap sangat
bermanfaat untuk mengetahui kemurnian suatu sampel (Costech Analytical
Technologies, 2011).
Prinsip dasar dari microelemental analyzer yaitu sampel dibakar pada suhu tinggi.
Produk yang dihasilkan dari pembakaran tersebut merupakan gas yang telah
dimurnikan kemudian dipisahkan berdasarkan masing-masing komponen dan
dianalisis dengan detektor yang sesuai. Pada dasarnya, sampel yang diketahui
jenisnya, dapat diperkirakan beratnya dengan menghitung setiap berat unsur yang
diperlukan untuk mencapai nilai kalibrasi terendah atau tertinggi (Caprette, 2007).
Senyawa yang telah disintesisat dikatakan murni jika perbedaan hasil yang
diperoleh dari mikroanalisis dibandingkan drngan perhitungan secara teori masih
berkisar antara 1-5%.

19

4.

Uji Pendahuluan Aktivitas Antikanker Senyawa Organotimah Terhadap
Sel Leukemia L-1210

Salah satu cara uji pendahuluan dalam penentuan senyawa yang berkhasiat
sebagai antikanker adalah dengan uji daya hambat terhadap pertumbuhan sel
leukemia L-1210. Sel leukemia L-1210 yang menjadi target uji aktivitas
antikanker ini adalah sel leukemia yang diperoleh dari sel limfosit tikus putih
betina jenis DBA (Dilute Brown Non-Agouti Mouse) yang berumur 8 bulan. Sel
leukemia ini diambil dari The Institute of Physical and Chemical Research, Japan
yang secara rutin telah digunakan untuk uji senyawa antikanker, baik in vitro
maupun in vivo (Hoshino et al., 1966). Ekstrak kasar dari suatu bahan alam atau
aktivitas isolat (kristal) dapat diuji secara langsung dalam biakan sel leukemia
L-1210. Sel tersebut dilarutkan dalam suatu larutan dan dialirkan ke dalam
haemocytometer neubauer improved. Jumlah sel yang masih hidup dihitung di
bawah mikroskop. Sel hidup terlihat sebagai bulatan bening dengan bintik biru
inti sel di tengah bulatan, sedangkan sel mati terlihat sebagai bercak biru pekat
yang bentuknya tidak teratur seperti pada Gambar 2.

b

a

a

b

Gambar 2. Perbandingan sel kanker hidup dan mati (a) sel hidup dan (b) sel mati.

20

Sebagai ukuran aktivitas sitotoksik ditentukan nilai IC50 dari ekstrak kasar
tesrsebut. Aktivitas isolat dikatakan aktif sebagai antikanker apabila memiliki
nilai IC50 ≤ 50 µg/mL (Mans et al., 2000).
5.

Analisis Probit

Analisis probit adalah model regresi khusus yang digunakan untuk menganalisis
variabel respon binomial. Ide analisis probit pada mulanya dipublikasikan dalam
majalah Science oleh Cester Ittner Bliss pada tahun 1934 yang digunakan untuk
mengetahui efektivitas suatu pestisida dengan memplotkan kurva hubungan antara
dosis dan respon pada berbagai konsenterasi, dan diperoleh kurva berbentuk
sigmoid (Bliss, 1934). Bliss mengembangkan ide untuk mengubah kurva sigmoid
tersebut ke dalam persamaan garis lurus. Pada tahun 1952 seorang profesor
statistik dari Edinburgh yang bernama David Finney menggunakan ide Bliss dan
menulis buku yang berjudul Analisis Probit. Sampai saat ini analisis probit masih
digunakan untuk mengetahui hubungan antara dosis dan respon (Cochran and
David, 1979).

G. Kanker
Kanker merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan keadaan sel yang
membagi secara terus-menerus (proliferasi) tanpa kontrol dan mempunyai
kemampuan untuk menyebar (metastasis) ke jaringan yang berlainan secara
patologi (Hawariah, 1998a).
Dalam keadaan normal, sel hanya akan membelah diri jika ada penggantian sel-sel
yang telah mati dan rusak. Sebaliknya sel kanker akan membelah terus meskipun

21

tubuh tidak memerlukannya, sehingga akan terjadi penumpukan sel baru yang
disebut tumor ganas.
Penumpukan sel tersebut mendesak dan merusak jaringan normal, sehingga
mengganggu organ yang ditempatinya. Kanker dapat terjadi diberbagai jaringan
dalam berbagai organ di setiap tubuh, mulai dari kaki sampai kepala. Bila kanker
terjadi di bagian permukaan tubuh, akan mudah diketahui dan diobati. Namun
bila terjadi di dalam tubuh, kanker itu akan sulit diketahui dan kadang - kadang
tidak memiliki gejala. Kalaupun timbul gejala, biasanya sudah stadium lanjut
sehingga sulit diobati (Simon, 2003).

Gambar 3. Perkembangan sel normal menjadi sel kanker
(Anand and Kunnumakkara, 2008).
Dalam keadaan normal, sel hanya akan membelah diri jika ada penggantian sel-sel
yang telah mati dan rusak. Sebaliknya, sel kanker akan membelah terus meskipun
tubuh tidak memerlukannya sehingga akan terjadi penumpukan sel baru yang
disebut tumor ganas. Penumpukan sel tersebut mendesak dan merusak jaringan
normal sehingga mengganggu organ yang ditempatinya (Anand and
Kunnumakkara, 2008).

22

Agens penyebab kanker dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar :
1. energi radiasi
2. senyawa kimia
3. virus
Semua agens ini secara umum, bekerja dengan menimbulkan mutasi atau
menyisipkan gen baru ke dalam sel (misal, oleh virus). Terdapat pula sejumlah
kondisi familial yang menyebabkan kanker. Semua ini terjadi akibat mutasi pada
gen spesifik. Sinar ultraviolet, sinar – x, dan sinar –γ bersifat mutagenik dan
karsinogenik. Semua sinar ini merusak DNA melalui berbagai cara. Sinar – x
dan sinar –γ menyebabkan terbentuknya radikal bebas di dalam jaringan.
Hasilnya berupa OH*, superoksida, serta radikal lain dapat berinteraksi dengan
DNA dan makromolekul lain sehingga terjadi kerusakan molekular
(Murray et a.l, 2003).
Diperkirakan, 90-95% kanker pada manusia disebabkan oleh faktor lingkungan
dan 5-10% karena faktor genetik. Faktor lingkungan yang biasanya mengarahkan
kepada kematian akibat penyakit kanker adalah tembakau (25-30%), diet dan
obesitas (30-35%), infeksi (15-20%), radiasi, stres, kurangnya aktivitas fisik, dan
polutan lingkungan (Anand and Kunnumakkara, 2008).
Beberapa jenis virus tumor penting dapat dilihat pada Tabel 2. Beberapa tipe
adenovirus diketahui menyebabkan transformasi pada sel hewan tertentu. Virus
Epstein-Barr telah mendapat perhatian yang besar karena berkaitan dengan
penyakit limfoma Burkitt dan karsinoma nasofaring pada manusia. Virus

23

hepatitis B merupakan agens etiologik utama banyak kanker hati (Murray et al.,
2003).
Tabel 2. Beberapa jenis virus tumor penting
Kelompok

Anggota

Virus DNA
Papovavirus

Poliomavirus, virus SV40, virus papiloma
manusia (misal, HPV-16)

Adenovirus

Adenovirus 12, 18, dan 31

Herpesvirus

Virus Epstein-Barr

Hepadnavirus

Virus hepatitis B

Virus RNA
Retrovirus tipe C

Virus leukemia dan virus sarkoma murin,
virus leukemia dan sarkoma avian,
virus leukemia sel T manusia tipe I dan I

Retrovirus tipe B

Virus tumor mammae mencit I

(Nafriadi dan Sulastia, 2007)

H. Darah
Darah adalah suatu suspensi partikel dalam suatu larutan koloid cair yang
mengandung elektrolit. Darah berperan sebagai medium pertukaran antara sel
yang terfiksasi dalam tubuh dan lingkungan luar, serta memiliki sifat protektif

24

terhadap organisme dan khususnya terhadap darah sendiri. Komponen cair darah
yang disebut plasma terdiri dari 91 sampai 92% air yang berperan sebagai
medium transpor, dan 8 sampai 9% zat padat. Zat padat tersebut antara lain
protein-protein seperti albumin, globulin, faktor-faktor pembekuan, dan enzim.
Unsur organik seperti zat nitrogen non protein (urea, asam urat, xantin, kreatinin,
asam amino), lemak netral, fosfolipid, kolesterol, glukosa, dan unsur anorganik,
berupa natrium, klorida, bikarbonat, kalsium, magnesium, fosfor, besi, dan
iodium.
Unsur sel darah (Gambar 4) terdiri dari :
1. sel darah merah (eritrosit)
2. beberapa jenis sel darah putih (leukosit)
3. fragmen sel yang disebut trombosit

Gambar 4. Unsur Sel Darah (Price dan Wilson, 2005).

25

Eritrosit berfungsi sebagai transpor atau pertukaran oksigen dan karbondioksida,
leukosit berfungsi untuk mengatasi infeksi, dan trombosit untuk hemostatis.
Sel-sel ini mempunyai umur yang terbatas, sehingga diperlukan pembentukan
optimal yang konstan untuk mempertahankan jumlah yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan jaringan.
1. Leukosit
Leukosit merupakan unit yang mobil/aktif dari sistem pertahanan tubuh. Leukosit
ini sebagian di bentuk di sumsum tulang (granulosit dan monosit serta sedikit
limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma). Setelah
dibentuk, sel-sel ini diangkut dalam darah menuju bagian tubuh untuk digunakan.
Batas normal jumlah sel darah putih berkisar dari 4000 sampai 10.000/mm3.
Lima jenis sel darah putih yang sudah diidentifikasikan dalam perifer adalah
neutrofil (50-75% sel darah putih total), eosinofil (1-2% ), basofil (0,5-1% ),
monosit (6%) dan limfosit (25-33%).
Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuh dan bertugas untuk
memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan berbahaya oleh tubuh, misal
virus atau bakteri. Leukosit bersifat amuboid atau tidak memiliki bentuk yang
tetap. Orang yang kelebihan leukosit menderita penyakit leukemia, sedangkan
orang yang kekurangan leukosit menderita penyakit leukopenia (Price dan
Wilson, 2005).

26

2. Leukemia
Leukemia merupakan keganasan pada sumsum tulang. Terdapat dua jenis yang
utama yaitu leukemia akut dan leukemia kronis (Davey, 2003). Leukemia terjadi
ketika sel darah bersifat kanker yakni membelah tak terkontrol dan mengganggu
pembelahan sel darah normal. Leukemia mula-mula dijelaskan oleh Virchow
pada tahun 1847 sebagai “darah putih”, adalah penyakit neoplastik yang ditandai
dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk. Penyakit ini terjadi akibat kesalahan
pada pembelahan sel darah putih yang mengakibatkan jumlah sel darah putih
meningkat dan kemudian memakan sel darah putih yang normal. Klasifikasi
leukimia yang paling banyak digunakan adalah klasifikasi dari FAB (FrenchAmerican-British) (Tabel 3).

27

Tabel 3. Klasifikasi leukemia dari FAB (French-American-British)

Leukemia Limfoblastik Akut
L-1 Leukemia limfositik akut anak-anak; popilasi sel homogeny
L-2 Leukemia limfositik akut pada dewasa; populasi sel heterogen
L-3 Leukemia jenis limfoma Burkitt; sel besar, populasi sel homogeny
Leukemia Mieloblastik Akut
M-0 Berdiferensiasi minimal
M-1 Diferensiasi granulositik tanpa maturasi
M-3 Diferensiasi granulositik dengan promielosit hipergranular,
dihubungkan dengan koagulasi intervaskular diseminata
M-4 Leukemia mielomonosit akut; garis sel monosit dan granulosit
M-5a Leukemia monosit akut; berdiferensiasi buruk
M-5b Leukemia monosit akut; berdiferensiasi baik
M-6 Eritroblastosis yang menonjol dengan diseritropoiesis berat
M-7 Leukemia megakariosit
(Price dan Wilson, 2005).

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai dengan Juli 2012 di
Laboratorium Kimia Anorganik FMIPA Universitas Lampung. Analisis senyawa
menggunakan spektrofotometer UV dilakukan di Laboratorium Biokimia FMIPA
Universitas Lampung dan analisis senyawa menggunakan spektrofotometer IR
dilakukan di Laboratorium Instrumentasi FMIPA Universitas Islam Indonesia.
Analisis unsur dengan menggunakan microelemental analyzer dilakukan di
School of Chemical and Food Technology, Universiti Kebangsaan Malaysia.
Uji aktivitas antikanker dilakukan di Laboratorium Kimia Bahan Alam, Pusat
Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR) BATAN, Jakarta Selatan.

B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : alat-alat gelas, satu set alat
refluks, hot plate stirrer, kertas saring Whatman No. 42, cawan petri, desikator,
spektrofotometer UV Carry Win UV 32 dan spektrofotometer IR Thermo Nicolet
Avatar 360, microelemental analyzer (analisis unsur) serta mikroskop dengan
Haemecytometer Fuch Rosental (0,200 mm x 0,0625 mm2) dan alat multiwell
plate tissue culture (uji aktivitas antikanker).

29

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : dibutiltimah(IV)
diklorida, difeniltimah(IV) diklorida, trifeniltimah(IV) klorida, NaOH,
metanol p.a., akuabides, asam 3-hidroksibenzoat, dan isolat sel leukemia L-1210
BATAN, Jakarta Selatan.

C. Metode Penelitian
Prosedur untuk sintesis masing-masing senyawa organotimah(IV) karboksilat
pada penelitian ini diadopsi dari prosedur yang dilakukan oleh Szorscik et al.
(2002); Hadi et al. (2008); Hadi et al. (2009); dan Hadi and Rilyanti. (2010).
1. Sintesis senyawa dibutiltimah(IV) oksida [(C4H9)2SnO]
Dibutiltimah(IV) diklorida [(C4H9)2SnCl2] sebanyak 0,03 mol (9,12 gram)
direaksikan dengan 0,06 mol (2,40 gram) NaOH untuk mengganti ligan klor
dengan oksida dalam 50 mL metanol p.a., selanjutnya endapan yang dihasilkan
disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman No. 42, lalu dicuci dengan
akuabides dan metanol p.a. Pencucian endapan dengan akuabides berfungsi untuk
menghilangkan garam NaCl yang masih tercampur di dalam endapan. Pencucian
dengan metanol p.a untuk menghilangkan pengotor-pengotor organik yang
bersifat polar seperti senyawa awal yang tidak ikut bereaksi. Endapan didiamkan
di dalam desikator selama kurang lebih 2 minggu untuk menghasilkan
(C4H9)2SnO. Kristal (C4H9)2SnCl2 dan (C4H9)2SnO dikarakterisasi dengan
spektrofotometer UV pada panjang gelombang 190-380 nm (Sudjadi, 1985),
spektrofotometer IR dan dianalisis kandungan unsur C dan H dengan alat
microelemental analyzer.

30

2. Sintesis senyawa dibutiltimah(IV) di-3-hidroksibenzoat
[(C4H9)2Sn(OCOC6H4OH)2]
Senyawa dibutiltimah(IV) oksida [(C4H9)2SnO] sebanyak 0,74 gram direaksikan
dengan asam 3-hidroksibenzoat (C6H4OHCOOH) sebanyak 0,82 gram dengan
perbandingan mol 1:2 dalam 30 mL metanol p.a., dan direfluks dengan variasi
waktu 3, 4, 5 dan 6 jam dengan pemanas pada suhu 60°C. Setelah reaksi
sempurna, metanol p.a. diuapkan dan dikeringkan di dalam desikator selama
kurang lebih 2 minggu sampai diperoleh kristal kering. Kristal hasil senyawa
dengan rendemen tertinggi dari variasi waktu refluks tersebut siap untuk
dikarakterisasi dengan spektrofotometer IR dan spektrofotometer UV pada
panjang gelombang 190-380 nm (Sudjadi, 1985). Dianalisis kandungan unsur C
dan H dengan alat microelemental analyzer dan diuji sifat antikankernya terhadap
sel leukemia L-1210. Asam 3-hidroksibenzoat juga dikarakterisasi dengan
spektrofotometer UV dan spektrofotometer IR sebagai perbandingan.

3. Sintesis senyawa difeniltimah(IV) dihidroksida [(C6H5)2Sn(OH)2]
Difeniltimah(IV) diklorida [(C6H5)2SnCl2] sebanyak 0,03 mol (10,32 gram)
direaksikan dengan 0,06 mol (2,40 gram) NaOH untuk mengganti ligan klor
dengan hidroksida dalam 50 mL metanol p.a., selanjutnya endapan yang
dihasilkan disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman No 42, lalu
dicuci dengan akuabides dan metanol p.a. kemudian didiamkan di dalam desikator
selama kurang lebih 2 minggu untuk menghasilkan (C6H5)2Sn(OH)2. Kristal
(C6H5)2SnCl2 dan (C6H5)2Sn(OH)2 dikarakterisasi dengan spektrofotometer UV

31

pada panjang gelombang 190-380 nm (Sudjadi, 1985), spektrofotometer IR dan
dianalisis kandungan unsur C dan H dengan alat microelemental analyzer.

4. Sintesis senyawa difeniltimah(IV) di-3-hidroksibenzoat
[(C6H5)2Sn(OCOC6H4OH)2]
Senyawa difeniltimah(IV) dihidroksida (C6H5)2Sn(OH)2 sebanyak 0,92 gram
direaksikan dengan asam 3-hidroksibenzoat (C6H4OHCOOH) sebanyak 0,82 gram
dengan perbandingan mol 1: 2 dalam 30 mL metanol p.a. dan direfluks dengan
variasi waktu 3, 4, 5 dan 6 jam dengan pemanas pada suhu 60°C. Setelah reaksi
sempurna, metanol p.a. diuapkan dan dikeringkan di dalam desikator selama
kurang lebih 2 minggu sampai diperoleh kristal kering. Kristal hasil senyawa
dengan rendemen tertinggi dari variasi waktu refluks tersebut siap untuk
dikarakterisasi dengan spektrofotometer IR dan spektrofotometer UV pada
panjang gelombang 190-380 nm (Sudjadi, 1985). Kandungan unsur C dan H
dianalisis dengan alat microelemental analyzer dan diuji sifat antikankernya
terhadap sel leukemia L-1210.

5. Sintesis senyawa trifeniltimah(IV) hidroksida [(C6H5)3SnOH]
Trifeniltimah(IV) klorida [(C6H5)3SnCl] sebanyak 0,03 mol (11,56 gram)
direaksikan dengan 0,03 mol (1,20 gram) NaOH untuk mengganti ligan klor
dengan hidroksida dalam 50 mL metanol p.a., selanjutnya endapan yang
dihasilkan disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman No. 42, lalu
dicuci dengan akuabides dan metanol p.a. kemudian didiamkan di dalam desikator
selama krang lebih 2 minggi untuk menghasilkan (C6H5)3SnOH. Kristal

32

(C6H5)3SnCl dan (C6H5)3SnOH dikarakterisasi dengan spektrofotometer UV pada
panjang gelombang 190-380 nm (Sudjadi, 1985), spektrofotometer IR dan
dianalisis kandungan unsur C dan H dengan alat microelemental analyzer.

6. Sintesis senyawa trifeniltimah(IV) 3-hidroksibenzoat
[(C6H5)3Sn(OCOC6H4OH)]
Senyawa trifeniltimah(IV) hidroksida (C6H5)3SnOH sebanyak 1,10 gram
direaksikan dengan asam 3-hidroksibenzoat (C6H4OHCOOH) sebanyak 0,41 gram
dengan perbandingan mol 1:1 dalam 30 mL metanol p.a. dan direfluks dengan
variasi waktu 3, 4, 5 dan 6 jam dengan pemanas pada suhu 60°C. Setelah reaksi
sempurna, metanol p.a. diuapkan dan dikeringkan di dalam desikator selama
kurang lebih 2 minggu sampai diperoleh kristal kering. Kristal hasil senyawa
dengan rendemen tertinggi dari variasi waktu refluks tersebut siap untuk
dikarakterisasi dengan spektrofotometer IR dan spektrofotometer UV pada
panjang gelombang 190-380 nm (Sudjadi, 1985). Kandungan unsur C dan H
dianalisis dengan alat microelemental analyzer dan diuji sifat antikankernya
terhadap sel leukemia L-1210.

7. Pengujian Aktivitas Antikanker Terhadap Sel Leukemia L-1210
Prosedur untuk pengujian aktivitas antikanker pada penelitian ini diadopsi dari
prosedur yang dilakukan oleh Katrin dan Winarno (2008). Pembuatan media
RPMI-1640 seberat 10,4 g yang mengandung L-glutamin dilarutkan dalam 1 L air
steril (A). Kemudian 1,3 g NaHCO3 dilarutkan dalam 50 mL air steril (larutan B).
Sebanyak 25 mL larutan B ditambahkan ke dalam 475 mL larutan A, maka

33

diperoleh 500 mL media (C). Keperluan uji, digunakan 15 mL calf bovine serum
yang ditambahkan ke dalam 85 mL larutan C. Semua pekerjaan dilakukan di
ruang steril.
Sel leukemia L-1210 yang menjadi target uji aktivitas antikanker ini adalah sel
leukemia yang diperoleh dari sel limfosit tikus putih betina jenis DBA (Dilute
Brown Non-Agouti Mouse) yang berumur 8 bulan. Sel leukemia ini diperoleh dari
The Institute of Physical and Chemical Research, Japan. Sel leukemia
disuspensikan ke dalam media yang telah mengandung calf bovine serum
sehingga jumlah sel sekitar 2 x 106 sel/mL.
Pengujian aktivitas sitotoksik sampel uji dilakukan dengan 5 variasi dosis yaitu
1, 2, 4, 8 dan 16 µg/mL. Media yang telah mengandung suspensi sel leukemia
L-1210 (2 x 106 sel/mL) dimasukkan ke dalam multi well plate tissue’s culture
sebanyak 1 mL dalam setiap sumuran. Percobaan dilakukan triplo, selanjutnya
suspensi sel yang telah diisi zat uji diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37°C
dalam inkubator 5% CO2 karena di udara hanya terdapat 5% CO2.
Perhitungan sel dilakukan menggunakan haemocytometer neubauer improved.
Haemocytometer neubaur improved merupakan alat yang digunakan untuk
menghitung atau menentukan jumlah sel per satuan volume. Di dalam
Haemocytometer terdapat sebuah ruang yang digunakan untuk menghitung sel
tersebut (Caprette, 2007). Suspensi sel dimasukkan ke dalam ruang dan harus
cukup encer, agar sel atau partikel lain tidak tumpang tindih satu sama lain di grid
dan harus merata. Jumlah sel yang hidup, digunakan untuk menentukan

34

persentase inhibisi zat uji terhadap sel leukemia L-1210 tersebut. Gambar 5
merupakan alat haemocytometer neubaur improved.

Gambar 5. Haemocytometer neubauer improved.

Untuk membedakan antara sel hidup dengan sel mati maka sebelum dilakukan
penghitungan, 90 µL suspensi dimasukkan ke dalam sero cluster plate
(96 sumuran) dan ditambah 10 µL larutan 1% larutan tryphan blue dan
dihomogenkan. Campuran sampel uji yang telah diwarnai tryphan blue sebanyak
10 µL larutan dialirkan ke dalam haemocytometer neubauer improved. Setelah
itu, jumlah sel yang masih hidup dihitung di bawah mikroskop. Sel hidup terlihat
sebagai bulatan bening dengan bintik biru inti sel di tengah bulatan, sedangkan sel
mati terlihat sebagai bercak biru pekat yang bentuknya tidak teratur.
Persentase penghambatan zat uji terhadap pertumbuhan sel leukemia L-1210
dihitung sebagai berikut :

35

A

% inhibisi = 1   x 100%
 B

A : jumlah sel hidup dalam media yang mengandung zat uji
B : jumlah sel hidup dalam media yang tidak mengandung zat uji (kontrol)
Selanjutnya data persentase inhibisi diplotkan ke tabel probit untuk memperoleh
nilai probit, kemudian dibuat grafik antara log konsentrasi (x) dan probit (y)
sehingga diperoleh persamaan regresi linier y = a + bx. Selanjutnya memasukkan
nilai y = 5 (probit dari 50%), maka diperoleh nilai x (log konsentrasi), nilai IC50
dengan mengkonversikan nilai log konsentrasi ke bentuk anti log. IC50 yaitu
konsentrasi zat uji yang dapat menghambat perkembangbiakan sel sebanyak 50%
setelah masa inkubasi 48 jam. Aktivitas kristal (isolat) dikatakan aktif sebagai
anti kanker bila nilai IC50 ≤ 50 µg/mL (Mans, 2000).

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh simpulan sebagai
berikut :
1. Hasil sintesis senyawa dibutiltimah(IV) di-3-hidroksibenzoat,
difeniltimah(IV) di-3-hidroksibenzoat dan trifeniltimah(IV) 3hidroksibenzoat dengan rendemen masing-masing 96,29; 92,66 dan
81,24 % pada waktu refluks optimum 4 jam.
2. Hasil karakterisasi menggunakan spektrofotometer IR dan UV untuk
senyawa dibutiltimah(IV) di-3-hidroksibenzoat, difeniltimah(IV) di-3hidroksibenzoat dan trifeniltimah(IV) 3-hidroksibenzoat. Dari hasil
karakterisasi terdapat pita serapan C=O pada daerah 1691,84; 1693,40;
dan 1547,77 cm -1 dan transisi elektron π-π* dan n-π* pada λmax 212 dan
235, 212 dan 297, 215 dan 298 nm.
3. Berdasarkan data mikroanalisis senyawa menggunakan microelemental
analyzer, dapat dinyatakan bahwa senyawa telah murni.

68

4.

Berdasarkan data IC50 yang diperoleh, aktivitas antikanker senyawa
trifeniltimah(IV) 3-hidroksibenzoat > trifeniltimah(IV) salisilat >
trifeniltimah(IV) benzoat.

B.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai sifat toksik dari senyawa
organotimah yang telah disintesis agar dapat diaplikasikan dalam bidang
farmasi dan kedokteran termasuk mekanisme kimiawi pada proses
penghambatan senyawa antikanker terhadap sel kanker yang diujikan.

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SERTA UJI
PENDAHULUAN AKTIVITAS ANTIKANKER BEBERAPA
SENYAWA ORGANOTIMAH(IV) 3-HIDROKSIBENZOAT
TERHADAP SEL LEUKEMIA L-1210

(Skripsi)

Oleh
ANI SULISTRIAN

Dokumen yang terkait

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SERTA UJI PENDAHULUAN AKTIVITAS ANTIKANKER BEBERAPA SENYAWA ORGANOTIMAH(IV) 3-HIDROKSIBENZOAT TERHADAP SEL LEUKEMIA L-1210

0 8 51

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SERTA UJI PENDAHULUAN AKTIVITAS ANTIKANKER BEBERAPA SENYAWA ORGANOTIMAH(IV) 4-NITROBENZOAT TERHADAP SEL LEUKEMIA L-1210 (SYNTHESIS, CHARACTERIZATION AND PRELIMINARY ANTICANCER ACTIVITY TEST OF SOME ORGANOTIN(IV) 4-NITROBENZOATES

0 33 47

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SERTA UJI PENDAHULUAN AKTIVITAS ANTIKAKER BEBERAPA SENYAWA ORGANOTIMAH(IV) 2-NITROBENZOAT TERHADAP SEL LEUKIMIA L-1210 (SINTHESIS, CHARACTHERIZATION, AND PRELIMINARY SCREENING ANTICANCER ACTIVITY OF SOME ORGANOTIN(IV) 2-NITROBEN

0 52 45

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SERTA UJI PENDAHULUAN AKTIVITAS ANTIKANKER BEBERAPA SENYAWA ORGANOTIMAH(IV) 3-NITROBENZOAT TERHADAP SEL LEUKEMIA L-1210 (SYNTHESIS, CHARACTERIZATION, AND IN VITRO ANTICANCER ACTIVITY OF SOME ORGANOTIN(IV) 3-NITROBENZOAT COMPOUND

2 33 45

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SERTA UJI PENDAHULUAN AKTIVITAS ANTIKANKER BEBERAPA SENYAWA ORGANOTIMAH(IV) ASETILSALISILAT TERHADAP SEL LEUKEMIA L-1210

0 8 8

SINTESIS, KARAKTERISASI DAN UJI PENDAHULUAN AKTIVITAS ANTIKANKER BEBERAPA SENYAWA ORGANOTIMAH(IV) BENZOAT TERHADAP SEL LEUKEMIA L-1210

0 5 9

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SERTA UJI AKTIVITAS ANTIKOROSI SENYAWA TURUNAN ORGANOTIMAH(IV)3-AMINOBENZOAT PADA BAJA LUNAK DALAM MEDIUM KOROSIF

6 34 75

SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN UJI AKTIVITAS BIOLOGIS BEBERAPA SENYAWA TURUNAN ORGANOTIMAH(IV) 4-NITROBENZOAT SEBAGAI ANTIBAKTERI PADA BAKTERI Bacillus sp.

2 46 55

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SERTA UJI AKTIVITAS ANTIKOROSI SENYAWA TURUNAN ORGANOTIMAH(IV) BENZOAT TERHADAP BAJA LUNAK DALAM MEDIUM KOROSIF NACl

0 29 79

SINTESIS DAN UJI AKTIVITAS ANTIKANKER SENYAWA

0 1 6