SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN UJI AKTIVITAS BIOLOGIS BEBERAPA SENYAWA TURUNAN ORGANOTIMAH(IV) 4-NITROBENZOAT SEBAGAI ANTIBAKTERI PADA BAKTERI Bacillus sp.

(1)

SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN UJI AKTIVITAS BIOLOGIS BEBERAPA SENYAWA TURUNAN ORGANOTIMAH(IV)

4-NITROBENZOAT SEBAGAI ANTIBAKTERI PADA BAKTERI Bacillus sp. (Skripsi)

Oleh

Melli Novita Windiyani

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG


(2)

ABSTRACT

SYNTHESIS, CHARACTERIZATION, AND BIOLOGICAL ACTIVITY TEST OF SOME ORGANOTIN(IV) 4–NITROBENZOATE DERIVATIVE COMPOUNDS AS AN ANTIBACTERIAL AGAINST BACTERI Bacillus sp.

By

Melli Novita Windiyani

In this research, the organotin(IV) 4-nitrobenzoate derivative compounds of diphenyltyn(IV) and dibutyltin(IV) have successfully been synthesized which produced the white solid compounds with percentage yields of 99.17% and 94.91%, respectively. The result of IR spectrophotometer characterization showed that there were absorptions of C=O at 1695.49 cm-1 for diphenyltyn(IV) di(4-nitrobenzoate) and 1624.64 cm-1 for dibutyltin(IV) di(4-nitrobenzoic). There were

absorption of Sn-O, Sn-O-C, and specific absorption N-O for those compounds synthesized which indicated that the initial compound successfully reacted with 4-nitrobenzoic acid ligands. The characterization by UV-Vis spectrophotometer have also been performed and the electron transitions observed were ππ* and nπ* at

max of 204.00 nm and 268.00 nm for diphenyltyn(IV) di(4-nitrobenzoate) and

204.00 nm and 266.00 nm dibutyltin (IV) di(4-nitrobenzoate). The result of 1H dan 13

C NMR characterization for dibutyltin(IV) di(4-nitrobenzoate) compound

showed that there were chemical shifts of benzoic groups at 7.7 ppm and a carbonyl group at 162 ppm, whereas for diphenyltyn(IV) di(4-nitrobenzoate)

showed that there were chemical shift of benzoic groups in 7.79 ppm and a carbonyl group in 165 ppm. The microanalysis data using microelemental analyzer showed that the compound synthesized were quite pure where the difference between theorytical calculation and microanalysis result was < 1%. The Activity antibacterial test by diffusion method showed that the highest activity was shown by diphenyltyn(IV) di(4-nitrobenzoate) at concentration of 200 ppm, while the result of dilution test indicated that the diphenyltyn(IV) di(4-nitrobenzoate) compound was effective at concentration of 0.4 mg/2 mL.


(3)

ABSTRAK

SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN UJI AKTIVITAS BIOLOGIS BEBERAPA SENYAWA TURUNAN ORGANOTIMAH(IV)

4-NITROBENZOAT SEBAGAI ANTIBAKTERI PADA BAKTERI Bacillus sp.

Oleh

Melli Novita Windiyani

Pada penelitian ini telah dilakukan sintesis senyawa turunan organotimah(IV) 4-nitrobenzoat meliputi senyawa difeniltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) dan dibutiltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) dengan berat padatan putih masing-masing senyawa 99,17% dan 94,91%. Hasil karakterisasi spektrofotometer IR menunjukkan adanya serapan C=O pada 1695,49 cm-1 untuk senyawa difeniltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) dan pada daerah 1624,64 cm-1 untuk senyawa dibutiltimah(IV) di(4-nitrobenzoat). Terdapat serapan Sn-O, Sn-O-C, dan serapan khas N-O pada kedua senyawa hasil sintesis menandakan bahwa senyawa awal berhasil bereaksi dengan ligan asam 4-nitrobenzoat. Senyawa difeniltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) dan dibutiltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) juga dikarakterisasi dengan spektrofotometer UV-Vis dan didapatkan transisi elektron ππ* dan nπ* berturut-turut yaitu pada max 204,00 nm dan 268,00 nm serta 204,00 nm dan 266,00 nm. Hasil karakterisasi menggunakan spektrometer 1H dan 13C NMR pada senyawa dibutiltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) menunjukkan adanya pergeseran kimia gugus benzoat yang berada pada daerah 7,7 ppm dan gugus karbonil berada pada daerah 162 ppm, sedangkan pada senyawa difeniltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) menunjukkan adanya pergeseran kimia gugus benzoat yang berada pada daerah 7,79 ppm dan gugus karbonil berada pada daerah 165 ppm. Data mikroanalisis menggunakan microelemental analyzer menunjukkan bahwa senyawa hasil sintesis telah murni dengan perbedaan hasil mikroanalisis dengan perhitungan secara teori berkisar < 1%. Pengujian antibakteri dengan metode difusi dengan hasil terbaik ditunjukkan pada senyawa difeniltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) dengan konsentrasi 200 ppm, sedangkan pada uji dilusi didapatkan kadar senyawa difeniltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) yang efektif adalah 0,4 mg/2 mL.


(4)

SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN UJI AKTIVITAS BIOLOGIS BEBERAPA SENYAWA TURUNAN ORGANOTIMAH(IV)

4-NITROBENZOAT SEBAGAI ANTIBAKTERI PADA BAKTERI Bacillus sp.

Oleh

MELLI NOVITA WINDIYANI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA SAINS

Pada Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Melli Novita Windiyani

dilahirkan di Natar pada tanggal 09 November 1993. Penulis merupakan putri bungsu dari empat bersaudara, lahir dari pasangan bapak Masrizal dan ibu Wismar. Penulis telah menyelesaikan pendidikan mulai dari Taman

Kanak-kanak di TK Eka Dharma pada tahun 1999, pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 2 Candimas pada tahun 2005, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 22 Bandar Lampung pada tahun 2008, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Natar pada tahun 2011. Pada tahun 2011 penulis diterima sebagai mahasiswi di Universitas Lampung, S1 Jurusan Kimia melalui jalur tulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN)

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Anorganik II angkatan 2012 di tahun 2014 dan Kimia Dalam Kehidupan jurusan Kimia di tahun 2015. Penulis juga terdaftar sebagai Kader Muda Himaki (KAMI) periode 2011-2012. Aktif sebagai anggota Kaderisasi dan Pengembangan Organisasi (KPO) Himaki dan juga menjadi anggota Departemen Hubungan Luar Pengabdian Masyarakat (HLPM) BEM FMIPA periode 2012-2013. Mengemban amanah menjadi Sekretaris Bidang KPO periode 2013-2014.


(8)

Pada tahun 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di Desa Karya Makmur Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur pada bulan Agustus sampai september 2014.


(9)

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT, ku persembahkan karya ini sebagai tanda cinta, kasih sayang, hormat dan baktiku kepada:

Ibundaku Tercinta (Ibu Wismar) & Ayahandaku (Bapak Masrizal)

yang telah menjadi sumber kekuatan dan semangat bagiku.

Sosok yang telah membesarkanku dengan penuh cinta, kasih sayang, kesabaran,

selalu memberiku semangat, dukungan, dan pelajaran berarti dalam meraih cita,

serta yang terpenting tak pernah lelah menengadahkan tangan dalam setiap

sujudnya untuk mendoakan hidupku.

Rasa hormat saya kepada

Bapak Prof. Sutopo Hadi, M.Sc.,Ph.D.

Para pendidik, pemberi semangat dan pelajaran, uniku tercinta (Fitri Wilyani),

Udaku tersayang (Ardi Febri Zaldi), Abangku terkasih ( Edwin Rizki Safitra)

keluarga besar dan sahabat-sahabatku yang senantiasa memberikan semangat

dan bantuan untukku

Serta


(10)

MOTTO

Bersabarlah, bukankah Allah bersama orang-orang yang

bersabar?

(Melli Novita Windiyani)

Apapun itu, lakukan semuanya atas izin orang tuamu. Karena

Ridha mereka adalah Ridha Allah SWT

(Melli Novita Windiyani)

“Siapa yang

ingin menjadi insan kuat hendaklah dia bersandar

kepada Allah. Karena sesungguhnya kekuatan itu tergantung

kepada siapakah sandarannya”

(Salim A. Fillah)

Struggle that you do today is the single way to build a better

future


(11)

ii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR TABEL ... v

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 4

C. Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Senyawa Organologam ... 5

B. Asam 4-nitrobenzoat ... 7

C. Timah (Sn) ... 8

D. Senyawa Organotimah ... 9

1. Senyawa organotimah halida ... 10

2. Senyawa organotimah hidroksida dan oksida ... 11

3. Senyawa organotimah karboksilat ... 12

E. Aplikasi Senyawa Organotimah ... 13

F. Analisis Senyawa Organotimah ... 15

1. Analisis spektroskopi IR senyawa oranotimah ... 15

2. Analisis spektroskopi UV-Vis senyawa oranotimah ... 16

3. Analisis spektroskopi NMR senyawa oranotimah ... 18

4. Analisis unsur dengan menggunakan microelementar analyzer ... 19

G. Bakteri Bacillus sp. ... 21

H. Antibakteri... 23

I. Uji Aktivitas Antibakteri ... 26

1. Metode difusi ... 26

2. Metode dilusi ... 28

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 30

B. Alat dan Bahan ... 30


(12)

ii

1. Sintesis senyawa difeniltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) ... 31

2. Sintesis senyawa dibutiltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) ... 31

3. Pengujian Bioaktivitas ... 32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Sintesis ... 34

1. Sintesis senyawa difeniltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) ... 34

2. Sintesis senyawa dibutiltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) ... 35

B. Karakterisasi Menggunakan Spektrofotometer IR ... 37

1. Asam 4-nitrobenzoat ... 37

2. Perbandingan spektrum senyawa difeniltimah(IV) oksida [(C6H5)2SnO] dan Senyawa difeniltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) [(C6H5)2Sn(p-OCOC6H4NO2)2] ... 38

3. Perbandingan spektrum senyawa dibutiltimah(IV) oksida [(C4H9)2SnO] dan Senyawa dibutiltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) [(C4H9)2Sn(p-OCOC6H4NO2)2] ... 40

C. Karakterisasi Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis ... 42

1. Senyawa asam 4-nitrobenzoat (C6H4NO2COOH),senyawa dibutiltimah(IV) oksida [(C4H9)2SnO] dan senyawa dibutiltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) [(C4H9)2Sn(p-OCOC6H4NO2)2 ... 42

2. Senyawa asam 4-nitrobenzoat (C6H4NO2COOH),senyawa difeniltimah(IV) oksida [(C6H5)2SnO] dan senyawa difeniltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) [(C6H5)2Sn(p-OCOC6H4NO2)2] ... 44

D. Karakterisasi Menggunakan Spektrometri NMR ... 46

1. Senyawa difeniltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) [(C6H5)2Sn(p-OCOC6H4NO2)2] ... 46

2. Senyawa dibutiltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) [(C4H9)2 Sn(p-OCOC6H4NO2)2 ... 49

E. Analisis Unsur Menggunakan Microelementar analyzer ... 51

F. Uji Aktivitas Antibakteri ... 52

1. Uji Difusi ... 52

2. Uji Dilusi ... 55

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

A. Kesimpulan ... 58

B. Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA. ... 60

LAMPIRAN 1. Perhitungan Persentase Senyawa Hasil Sintesis ... 66

2. Perhitungan Data Mikroanalisis ... 69

3. Hasil uji difusi senyawa difeniltimah(IV) di(4-nitrobenzoat), dibutiltimah(IV) di(4-nitrobenzoat), difeniltimah(IV) oksida, dan dibutiltimah(IV) oksida dengan variasi konsentrasi 100 , 200, 300, dan 400 ppm ... 71


(13)

iiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Struktur asam 4-Nitrobenzoat ... 7

2. Sintesis senyawa dibutiltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) dari senyawa dibutiltimah(IV) oksida dan asam 4-nitrobenzoat ... 13

3. Sintesis senyawa difeniltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) dari senyawa difeniltimah(IV) oksida dan asam 4-nitrobenzoat ... 13

4. Sel bakteri Bacillus sp. ... 21

5. Hasil sintesis senyawa difeniltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) ... 34

6. Sintesis senyawa difeniltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) ... 35

7. Hasil sintesis senyawa dibutiltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) ... 36

8. Sintesis senyawa dibutiltimah(IV) di(4-nitrobenzoat). ... 36

9. Spektrum IR senyawa asam 4-nitrobenzoat ... 37

10. Perbandingan spektrum IR senyawa (a) difeniltimah(IV) oksida dan senyawa (b) difeniltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) ... 38

11. Perbandingan spektrum IR senyawa (a) dibutiltimah(IV) oksida dan senyawa (b) dibutiltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) ... 40

12. Spektrum UV-Vis (a) asam 4-nitrobenzoat (b) dibutiltimah(IV) oksida, dan (c) dibutiltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) ... 42

13. Spektrum UV-Vis (a) asam 4-nitrobenzoat (b) difeniltimah(IV) oksida, dan (c) difeniltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) ... 44

14. Spektrum (a) 13C NMR dan (b) 1H NMR senyawa difeniltimah(IV) di(4-nitrobenzoat). ... 47


(14)

iv

16. Spektrum (a) 13C NMR dan (b) 1H NMR senyawa

dibutiltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) ... 49 17. Struktur senyawa dibutiltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) ... 50


(15)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Serapan Karakteristik IR untuk asam-asam karboksilat ... 16 2. Serapan-serapan utama spektrum IR dari senyawa

difeniltimah (IV) oksida dan difeniltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) ... 39 3. Serapan-serapan utama spektrum IR dari senyawa

dibutiltimah (IV) oksida dan dibutiltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) ... 41 4. Geseran kimia 1H dan 13C NMR pada senyawa difeniltimah(IV)

di(4-nitrobenzoat) ... 48 5. Geseran kimia 1H dan 13C NMR pada senyawa dibutiltimah(IV)

di(4-nitrobenzoat) ... 50 6. Hasil mikroanalisis unsur ... 51 7. Hasil uji bioaktivitas dengan metode difusi terhadap bakteri

Bacillus sp. dari senyawa difeniltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) ... 53 8. Hasil uji bioaktivitas dengan metode dilusi terhadap bakteri


(16)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Senyawa organotimah merupakan suatu senyawa yang memiliki atom karbon (C) dari gugus organik terikat pada logam timah (Sn). Senyawa organotimah dapat berbentuk mono, di, tri, dan tetraorganotimah bergantung pada gugus alkil (R) atau aril (Ar) yang terikat pada Sn. Anion yang terikat (X) seringkali berupa klorida, oksida, hidroksida, suatu karboksilat, atau suatu thiolat (Pellerito and Nagy, 2002).

Keunggulan senyawa organotimah(IV) tidak hanya pada sifat kimia dan strukturnya yang sangat menarik, tetapi penggunaannya juga terus meningkat yaitu diantaranya sebagai biosida pertanian (Pellerito and Nagy, 2002; Gielen, 2003), antifouling untuk cat kapal (Blunden and Hill, 1987), antifungi (Bonire et al., 1998; Hadi et al., 2009), katalis (Blunden et al., 1987), antikanker (de Vos et al.,1998; Gielen, 2003; Hadi and Rilyanti, 2010; Hadi et al., 2012), inhibitor korosi (Rastogi et al., 2005; Singh et al., 2010; Rastogi et al., 2011) dan juga beberapa penelitian tentang senyawa organotimah(IV) juga dilakukan untuk mempelajari sifat biologis terhadap bakteri dan jamur (Teoh et al., 1997; Novelli et al., 1999; Gielen et al., 2000; Crouse et al., 2004).


(17)

2

Senyawa organotimah(IV) merupakan senyawa yang dikenal memiliki berbagai aktivitas biologis. Kereaktifan biologis dari senyawa organotimah(IV) ditentukan oleh jumlah dasar dari gugus organik yang terikat pada atom pusat Sn. Anion yang terikat dalam senyawa organotimah(IV) walaupun hanya sebagai penentu sekunder kereaktifan senyawa organotimah(IV), namun berperan penting dan dapat meningkatkan kereaktifan dalam berbagai uji biologis. Di antara berbagai kompleks organotimah dengan molekul biologi, kompleks organotimah

karboksilat mendapat perhatian khusus karena senyawa ini memiliki aktivitas biologis yang lebih kuat dibandingkan dengan kompleks organotimah lainnya. (Pellerito and Nagy, 2002; Szorcsik et al., 2002).

Di alam terdapat ribuan jenis bakteri dan setiap jenis mempunyai sifat-sifat sendiri. Sebagian besar dari jenis bakteri tersebut tidak berbahaya bagi manusia, bahkan ada yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia seperti bakteri pencernaan Lactobacillus bulgaricus yang digunakan dalam pembuatan yoghurt, dan lain-lain (Alaerts dan Santika, 1984). Namun, terdapat juga bakteri yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia (bersifat patogen) seperti Escherichia coli yang dapat menyebabkan keracunan pada bahan pangan melalui kontaminasi pada peralatan yang berhubungan langsung dengan bahan pangan tersebut.

Kontaminasi mikroba seringkali menjadi penyebab umum atas gangguan saluran pencernaan dengan gejala seperti diare atau muntah-muntah (WHO, 2003). Adanya kontaminasi mikroba dapat menyebabkan terjadinya infeksi. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam dunia kesehatan, hampir setiap negara memiliki masalah penyakit infeksi (Darmadi, 2008). Penyakit infeksi masih merupakan suatu masalah yang cukup serius bagi negara berkembang.


(18)

3

Penemuan antibiotik baru masih dianggap lambat bila dibandingkan dengan masalah resistensi bakteri karena penggunaan antibiotik (Kumala dan Indriani, 2008).

Bakteri (dari kata Latin bacterium) adalah kelompok organisme yang tidak memiliki membran inti sel. Bakteri dapat ditemukan di hampir semua tempat yakni di tanah, air, udara, dalam simbiosis dengan organisme lain maupun sebagai agen parasit (patogen), bahkan dalam tubuh manusia. Pada umumnya, bakteri berukuran 0,5-5 m, tetapi ada bakteri tertentu yang dapat berdiameter hingga 700

m, yaitu Thiomargarita (Wikipedia, 2014).

Dari penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa senyawa organotimah(IV) 2-amino-5-nitrobenzoat (Win et al., 2010) dan senyawa organotimah(IV) orto-vanillin-2-hidrazinopiridin (Sam et al., 2012) memiliki aktivitas yang baik sebagai senyawa antibakteri. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian

terhadap pengujian aktivitas antibakteri pada senyawa turunan organotimah(IV) 4-nitrobenzoat.

Pada penelitian ini dilakukan uji aktivitas antibakteri dari berbagai senyawa turunan organotimah(IV) 4-nitrobenzoat pada bakteri Bacillus sp. . Senyawa awal yang diuji adalah dibutiltimah(IV) oksida dan difeniltimah(IV) oksida kemudian senyawa hasil sintesis yaitu dibutiltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) dan

difeniltimah(IV) di(4-nitrobenzoat).Untuk mengevaluasi kemampuan antibakterial dari senyawa tersebut maka dilakukan uji aktivitas antibakteri dengan metode difusi dan metode dilusi. Dengan metode ini, dapat diketahui apakah senyawa turunan organotimah(IV) 4- nitrobenzoat dan senyawa awal


(19)

4

organotimah(IV) oksida mampu menghambat pertumbuhan atau bahkan

membunuh bakteri. Metode difusi memberikan informasi diameter daya hambat bakteri dan terbentuk zona hambat disekeliling reservoir sampel. Sedangkan metode dilusi memberikan informasi mengenai tumbuh atau tidaknya bakteri dalam media yang telah bercampur dengan senyawa antibakteri.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui efektifitas inhibitor senyawa organotimah(IV) 4-nitrobenzoat meliputi bahan awal seperti dibutiltimah(IV) oksida dan difeniltimah(IV) oksida dan hasil sintesis yaitu dibutiltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) dan difeniltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) pada bakteri Bacillus sp.

2. Membandingkan efektifitas inhibitor senyawa organotimah(IV) 4-nitrobenzoat dengan senyawa kontrol drug reference.

3. Mengetahui diantara kedua senyawa tersebut yang memiliki aktivitas terbaik sebagai inhibitor pertumbuhan bakteri.

C. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang organologam dan menambah jenis senyawa organologam yang dapat digunakan sebagai senyawa antibakteri.


(20)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Senyawa Organologam

Senyawa organologam merupakan senyawa yang memiliki minimal satu atom karbon dari gugus organik yang berikatan langsung dengan logam pusat. Istilah organologam biasanya didefinisikan agak longgar, dan senyawa yang

mengandung ikatan karbon dengan fosfor, arsen, silikon ataupun boron termasuk dalam kategori ini. Tetapi untuk senyawa yang mengandung ikatan antara atom logam dengan oksigen, belerang, nitrogen ataupun dengan suatu halogen tidak termasuk sebagai senyawa organologam. Sebagai contoh suatu alkoksida seperti (C3H7O4)Ti tidaklah termasuk senyawa organologam, karena gugus organiknya terikat pada Ti melalui atom oksigen. Sedangkan senyawa (C6H5)Ti(OC3H7)3 adalah senyawa organologam karena terdapat satu ikatan langsung antara karbon C dari gugus fenil dengan logam Ti. Dari bentuk ikatan pada senyawa

organologam, senyawa ini dapat dikatakan sebagai jembatan antara kimia organik dan anorganik (Cotton dan Wilkinson, 1989).

Berdasarkan ikatannya, senyawa organologam dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan:


(21)

6

1. Senyawa ionik dari logam elektropositif

Senyawa ini terbentuk bila suatu radikal organik terikat pada logam dengan keelektropositifan yang sangat tinggi, misalnya logam alkali atau alkali tanah. Senyawa-senyawa ini tidak stabil di udara, mudah terhidrolisis dalam air dan tidak larut dalam pelarut hidrokarbon. Kestabilannya bergantung pada kestabilan radikal organiknya.

2. Senyawa organologam dengan ikatan σ (sigma)

Senyawa ini memiliki ikatan σ dua pusat dua elektron yang terbentuk antara gugus organik dan atom logam dengan keelektropositifan rendah. Pada umumnya, senyawa organologam dengan ikatan ini memiliki ikatan utama kovalen dan sifat kimianya adalah dari kimiawi karbon yang disebabkan karena beberapa faktor, yaitu:

a. Kemungkinan penggunaan orbital d yang lebih tinggi, seperti pada SiR4 yang tidak tampak dalam CR4.

b. Kemampuan donor alkil atau aril dengan pasangan elektron menyendiri.

c. Keasaman Lewis sehubungan dengan kulit valensi yang tidak penuh seperti pada BR2 atau koordinasi tak jenuh seperti ZnR2.

d. Pengaruh perbedaan keelektronegatifan antara ikatan logam-karbon (M-C) atau karbon-karbon (C-C).

3. Senyawa organologam dengan ikatan nonklasik

Dalam senyawa organologam dengan ikatan nonklasik ini terdapat jenis ikatan antara logam dengan karbon yang tidak dapat dijelaskan secara


(22)

7

ikatan ionik atau pasangan elektron. Senyawa ini terbagi menjadi dua golongan:

a. Senyawa organologam yang terbentuk antara logam-logam transisi dengan alkena, alkuna, benzena, dan senyawa organik tak jenuh lainnya.

b. Senyawa organologam yang memiliki gugus-gugus alkil berjembatan. (Cotton dan Wilkinson, 1989).

B. Asam 4-nitrobenzoat

Asam 4-nitrobenzoat (Gambar 1) adalah senyawa organik dengan rumus molekul C6H4(COOH)NO2, berat molekul sebesar 167,2 gram/mol, yang memiliki titik leleh sebesar 237°C. Asam 4-nitrobenzoat berupa serbuk yang berwarna putih kekuningan yang dapat digunakan sebagai pewarna, kosmetik dan obat-obatan. Senyawa ini larut dalam metanol dan dietil eter (Wikipedia, 2012).

Gambar 1. Struktur asam 4-nitrobenzoat (Wikipedia, 2012).

Adanya perbedaan keelektronegatifan atom C dengan atom lain, seperti atom C dan N akan membentuk distribusi elektron tidak simetrik atau dipol yang mampu membentuk ikatan dengan dipol atau ion lain baik yang memiliki kerapatan elektron tinggi maupun rendah. Struktur yang mengandung gugus N-basa dan karbonil dalam larutan dapat membentuk siklik akibat adanya daya tarik-menarik


(23)

8

dipol-dipol. Dalam bentuk siklik inilah obat-obat tersebut berinteraksi dengan reseptor analgesik, bila gugus C=O dihilangkan atau diganti dengan gugus lain misalnya CH2, aktivitas analgesiknya akan hilang. Hal ini disebabkan oleh hilangnya daya tarik-menarik dipol-dipol dan kemampuan membentuk siklik, sehingga senyawa tidak dapat berinteraksi secara serasi dengan reseptor analgesik (Petra, 2012).

C. Timah (Sn)

Timah atau Stannum (Sn) memiliki nomor atom 50 merupakan logam lemah yang berwarna putih keperakan yang sukar dioksidasi oleh udara pada temperatur kamar. Dalam tabel periodik timah termasuk golongan IV A dan periode 5 bersama-sama dengan karbon, silikon, germanium dan timbal. Timah lebih bersifat elektronegatif dibandingkan timbal, tetapi lebih bersifat elektropositif dibandingkan karbon, silikon dan germanium (Dainith, 1990). Timah merupakan logam putih dan melebur pada suhu 232 C. Timah larut dalam asam dan basa, senyawa–senyawa oksidanya dengan asam atau basa akan membentuk garam. Timah tidak reaktif terhadap oksigen bila dilapisi oleh oksida film dan tidak reaktif terhadap air pada suhu biasa, tetapi akan mempengaruhi kilauannya (Svehla,1985).

Timah memiliki tiga bentuk alotrop, yaitu timah abu-abu (α), timah putih ( ) dan timah rombik ( ). Pada suhu ruang, timah lebih stabil sebagai logam timah putih (-Sn) dalam bentuk tetragonal. Sedangkan pada suhu rendah, timah putih berubah menjadi timah abu-abu (-Sn) berbentuk intan kubik berupa nonlogam.


(24)

9

Perubahan ini terjadi cepat karena timah membentuk oksida film. Peristiwa ini dikenal sebagai plak timah atau timah plague. Timah putih mempunyai densitas yang lebih tinggi daripada timah abu-abu (Petruci, 1999).

Timah dalam bentuk senyawaannya memiliki tingkat oksidasi +2 dan +4, tingkat oksidasi +4 lebih stabil dari pada +2. Pada tingkat oksidasi +4, timah

menggunakan seluruh elektron valensinya, yaitu 5s2 5p2 dalam ikatan, sedangkan pada tingkat oksidasi +2, timah hanya menggunakan elektron valensi 5p2 saja. Tetapi perbedaan energi antara kedua tingkat ini rendah (Cotton dan Wilkinson, 1989).

D. Senyawa Organotimah

Senyawa organotimah adalah senyawa-senyawa yang mengandung sedikitnya satu ikatan kovalen C-Sn. Sebagian besar senyawa organotimah dapat dianggap sebagi turunan dari RnSnX4-n (n = 1-3) dan diklasifikasikan sebagai mono-, di-, tri-, dan tetra- organotimah(IV) tergantung pada jumlah gugus alkil (R) atau aril (Ar) yang terikat. Gugus (R) pada senyawaan organotimah biasanya metil, butil, oktil atau fenil, sedangkan gugus (X) biasanya adalah klorida, fluorida, oksida, hidroksida, suatu karboksilat atau suatu thiolat (Pellerito and Nagy, 2002). Ikatan Sn-X memiliki derajat ion tertentu bergantung pada anion (X) dan alkil (R). Sebagai contoh, titik leleh dari (CH3)3SnX bervariasi untuk: fluorida (300ºC) > klorida (37ºC) > bromida (27ºC) > iodida (3,4ºC) (Tayer, 1988). Kecenderungan terhidrolisis dari senyawa organotimah lebih lemah dibandingkan senyawa Si atau Ge yang terikat dan ikatan Sn-O dapat bereaksi dengan larutan asam. Senyawa


(25)

10

organotimah tahan terhadap hidrolisis atau oksidasi pada kondisi normal

walaupun dibakar menjadi SnO2, CO2, dan H2O. Kemudahan putusnya ikatan Sn-C oleh halogen atau reagen lainnya bervariasi berdasarkan gugus organiknya dan urutannya meningkat dengan urutan: Bu (paling stabil) < Pr < et < me < vinil < Ph < Bz < alil < CH2CN < CH2CO2R (paling tidak stabil).

Penggabungan SnR4 melalui gugus alkil tidak teramati sama sekali. Senyawa-senyawa dengan rumus R3SnX atau R2SnX2 tergabung secara luas melalui jembatan X sehingga meningkatkan bilangan koordinasi Sn menjadi lima, enam atau bahkan tujuh. Dalam hal ini, F lebih efektif dibandingkan unsur-unsur halogen lainnya. Sebagai contoh Me3SnF memiliki struktur trigonal bipiramida, Me2SnF2 memiliki struktur oktahedral sedangkan jembatan Cl yang lebih lemah memiliki struktur terdistorsi (Van der Weij, 1981).

1. Senyawa organotimah halida

Senyawa organotimah halida dengan rumus umum RnSnX4-n (n = 1-3; X = Cl-, Br -, I-) pada umumnya merupakan padatan kristalin dan sangat reaktif. Organotimah halida ini dapat disintesis secara langsung melalui logam timah, Sn(II) atau Sn(IV) dengan alkil halida yang reaktif. Metode ini secara luas digunakan untuk pembuatan dialkiltimah dihalida. Sintesis langsung ini ditinjau ulang oleh Murphy dan Poller melalui persamaan reaksi:

2 EtI + Sn Et2Sn + I2

Metode lain yang sering digunakan untuk pembuatan organotimah halida adalah reaksi disproporsionasi tetraalkiltimah dangan timah(IV) klorida. Caranya adalah


(26)

11

dengan mengubah perbandingan material awal, seperti ditunjukkan pada persamaan reaksi berikut:

3 R4Sn + SnCl4 4 R3SnCl R4Sn + SnCl4 2 R2SnCl2

Senyawa organotimah klorida digunakan sebagai kloridanya dengan memakai logam halida lain yang sesuai seperti ditunjukkan pada persamaan reaksi berikut:

RnSnCl4-n + (4-n) MX RnSnX4-n + (4-n) MCl (X = F, Br atau I; M = K, Na, NH4) (Cotton dan Wilkinson, 1989).

2. Senyawa organotimah hidroksida dan oksida

Produk kompleks yang diperoleh melalui hidrolisis dari trialkiltimah halida dan senyawa yang berikatan R3SnX, merupakan rute utama pada trialkiltimah oksida dan trialkiltimah hidroksida. Prinsip tahapan intermediet ditunjukkan pada reaksi di bawah ini: OH

R3SnX R3Sn XR3SnOSnR3X XR3SnOSnR3OH R2SnO X atau

R3SnOH (Cotton dan Wilkinson, 1989).


(27)

12

3. Senyawa organotimah karboksilat

Senyawa organotimah karboksilat pada umumnya dapat disintesis melalui dua cara yaitu dari organotimah oksida atau organotimah hidroksida dengan asam karboksilat, atau dari organotimah halida dengan garam karboksilat. Metode yang biasa digunakan untuk sintesis organotimah karboksilat adalah dengan

menggunakan organotimah halida sebagai material awal. Organotimah halida direaksikan dengan garam karboksilat dalam pelarut yang sesuai, biasanya aseton atau karbon tetraklorida. Reaksinya adalah sebagai berikut:

RnSnCl4-n + (4-n) MOCOR RnSn(OCOR)4-n + (4-n) MCl Reaksi esterifikasi dari asam karboksilat dengan organotimah oksida atau hidroksida dilakukan melalui dehidrasi azeotropik dari reaktan dalam toluena, seperti ditunjukkan pada reaksi berikut:

R2SnO + β R’COOH R2Sn(OCOR’)2 + H2O

R3SnOH + R’COOH R3SnOCOR’+ H2O

(Cotton dan Wilkinson, 1989).

Berikut adalah reaksi yang menunjukkan sintesis senyawa dibutiltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) dan difeniltimah(IV) di(4-di(4-nitrobenzoat).


(28)

13

Gambar 2. Sintesis senyawa dibutiltimah(IV) di(4-nitrobenzoat)dari senyawa dibutiltimah(IV) oksida dan asam 4-nitrobenzoat.

Gambar 3. Sintesis senyawa difeniltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) dari senyawa difeniltimah(IV) oksida dan asam 4-nitrobenzoat.

4. Aplikasi senyawa organotimah

Senyawa organotimah memiliki aplikasi yang luas dalam kehidupan sehari-hari. Aplikasi senyawa organotimah dalam industri antara lain sebagai senyawa

stabilizer polivinilklorida, pestisida nonsistematik, katalis antioksidan, antifouling agents dalam cat, stabilizer pada plastik dan karet sintetik, stabilizer untuk parfum dan berbagai macam peralatan yang berhubungan dengan medis dan gigi. Untuk penggunaan tersebut, kurang lebih 25.000 ton timah dipergunakan per tahun (Pellerito and Nagy, 2002).

Mono dan diorganotimah digunakan secara luas sebagai stabilizer polivinilklorida untuk mengurangi degradasi polimer polivinilklorida tersebut. Empat tipe utama


(29)

14

penstabil timah berdasarkan gugus alkilnya yaitu: oktil, butil, fenil dan metil. Dimana oktiltimah memiliki kandungan timah paling sedikit, paling kurang efisien. Ligan-ligan utama yang digunakan untuk membedakan berbagai penstabil timah yaitu, asam tioglikolat ester dan asam karboksilat. Senyawa organotimah yang paling umum digunakan sebagai katalis dalam sintesis kimia yaitu katalis mono dan diorganotimah. Senyawa organotimah merupakan senyawa yang baik untuk pembuatan polisilikon, poliuretan dan untuk sintesis poliester. Senyawa organotimah ditemukan berikutnya antara lain sebagai biocide (senyawa yang mudah terdegradasi), sebagai pestisida yang pertama kali diperkenalkan di Jerman yaitu dari senyawa trifeniltimah asetat pada akhir 1950-an (Cotton dan Wilkinson, 1989).

Dalam beberapa penelitian, diketahui senyawa organotimah(IV) karboksilat yang menunjukkan sifat sebagai antimikroorganisme sehingga dapat berfungsi sebagai antifungi dan antimikroba (Bonire et al., 1998). Diketahui bahwa kompleks di- dan triorganotimah halida dengan berbagai ligan yang mengandung nitrogen, oksigen, dan sulfur memiliki aktivitas biologi dan farmakologi dan digunakan sebagai fungisida dalam pertanian, bakterisida, dan agen antitumor (Jain et al., 2003).


(30)

15

E. Analisis Senyawa Organotimah

Pada penelitian yang akan dilakukan kemurnian senyawa organotimah dari hasil sintesis dikarakterisasi menggunakan spektroskopi IR, UV-Vis, NMR dan

microelemental analyzer.

1. Analisis spektroskopi IR senyawa organotimah

Pada spektroskopi IR, radiasi infra merah dengan rentangan panjang gelombang dan intensitas tertentu dilewatkan terhadap sampel. Molekul-molekul senyawa pada sampel akan menyerap seluruh atau sebagian radiasi itu. Penyerapan ini berhubungan dengan adanya sejumlah vibrasi yang terkuantisasi dari atom-atom yang berikatan secara kovalen pada molekul-molekul itu. Penyerapan ini juga berhubungan dengan adanya perubahan momen dari ikatan kovalen pada waktu terjadinya vibrasi. Bila radiasi itu diserap, radiasi itu akan diteruskan. Detektor akan menangkap radiasi yang diteruskan itu dan mengukur intensitasnya.

Informasi intensitas akhir radiasi tiap panjang gelombang kemudian ditampilkan sebagai grafik panjang gelombang versus intensitas radiasi yang dinamakan spektra (Supriyanto, 1999).

Karena setiap tipe ikatan yang berbeda mempunyai sifat frekuensi vibrasi yang berbeda, dan karena tipe ikatan yang sama dalam dua senyawa berbeda terletak dalam lingkungan yang sedikit berbeda, maka tidak ada dua molekul yang berbeda strukturnya akan mempunyai bentuk spektrum IR yang tepat sama (Sastrohamidjojo, 1988).


(31)

16

Dari daerah IR yang luas, yang biasa dikenal dan dipakai untuk spektrofotometri IR dengan batas bilangan gelombang (v) 4000-670 cm-1.Terdapat dua jenis informasi yang dapat dimanfaatkan dalam spektrum IR , yaitu informasi daerah gugus fungsi (4000-1600 cm-1). Dengan menggunakan analisis spektroskopi IR terhadap senyawa organotimah karboksilat, dapat ditunjukkan adanya serapan vibrasi ulur Sn-O pada bilangan gelombang 500-400 cm-1 dan Sn-C pada bilangan gelombang 600-500 cm-1. Selain itu dapat pula ditunjukkan beberapa karakteristik absorpsi gelombang IR dari asam karboksilat seperti yang terdapat pada Tabel 1. Tabel 1. Serapan karakteristik IR untuk asam-asam karboksilat

Tipe Getaran

Posisi serapan

cm-1 m

Uluran O-H 2860 – 3300 3,0 – 3,5

Uluran C=O 1700 - 1725 5,8 – 5,88

Uluran C-O 1210 – 1330 7,5 – 8,26

Tekukan O-H 1300 – 1440 6,94 – 7,71

Tekukan O-H dimer ~925 ~10,8

(Fessenden dan Fessenden, 1986).

2. Analisis spektroskopi UV-Vis senyawa organotimah

Spektroskopi sinar UV-Vis akan mengalami transisi elektronik sebagai akibat penyerapan radiasi sinar UV dan sinar tampak oleh senyawa yang dianalisis. Transisi tersebut pada umumnya antara orbital ikatan atau pasangan bebas dan orbital bukan ikatan atau orbital anti ikatan. Agar elektron dalam ikatan sigma


(32)

17

tereksitasi maka diperlukan energi paling tinggi dan akan memberikan serapan pada 120-200 nm (1 nm =10-7cm =10Ǻ ). Daerah ini dikenal sebagai daerah ultraviolet hampa, karena pada pengukuran tidak boleh ada udara, sehingga sukar dilakukan dan relatif tidak banyak memberikan keterangan untuk penentuan struktur.

Di atas 200 nm merupakan daerah eksitasi elektron dari orbital p, orbital d dan orbital π terutama sistem π terkonjugasi mudah pengukurannya dan spektrumnya memberikan banyak keterangan. Kegunaan spektrofotometer UV-Vis ini terletak pada kemampuannya mengukur jumlah ikatan rangkap atau konjugasi aromatik di dalam suatu molekul. Spektrofotometer ini dapat secara umum membedakan diena terkonjugasi dari diena tidak terkonjugasi, diena terkonjugasi dari triena dan sebagainya. Letak serapan dapat dipengaruhi oleh substituen dan terutama yang berhubungan dengan substituen yang menimbulkan pergeseran dalam diena terkonjugasi dan senyawa karbonil (Sudjadi,1985).

Pada spektroskopi UV-Vis, spektrum tampak (vis) terentang dari sekitar 400 nm (ungu) sampai 750 nm (merah ) sedangkan spektrum ultraviolet (UV) terentang dari 200-400 nm. Informasi yang diperoleh dari spektroskopi ini adalah adanya ikatan rangkap atau ikatan terkonjugasi dan gugus kromofor yang terikat pada ausokrom. Semua molekul dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-Vis karena mereka mengandung elektron, baik sekutu maupun menyendiri, yang dapat dieksitasikan ke tingkat energi yang lebih tinggi. Panjang gelombang terjadinya adsorpsi tergantung pada kekuatan elektron terikat dengan kuat dan diperlukan radiasi berenergi tinggi atau panjang gelombang yang pendek atau eksitasinya.


(33)

18

Hal ini berarti suatu elektron dalam orbital (bonding) dieksitasikan ke orbital antibonding.

Identifikasi kualitatif senyawaan organik dalam daerah ini jauh lebih terbatas dari pada dalam daerah inframerah, dikarenakan pita serapan pada daerah UV-Vis terlalu lebar dan kurang terperinci. Tetapi gugus-gugus fungsional tertentu seperti karbonil, nitro, dan sistem tergabung menunjukan puncak karakteristik dan dapat diperoleh informasi yang berguna mengenai ada tidaknya gugus tersebut dalam suatu molekul (Day dan Underwood, 1998).

3. Analisis spektroskopi NMR senyawa organotimah

Spektroskopi NMR (Nuclear Magnetic Resonance) memberikan informasi mengenai jumlah, sifat dan lingkungan atom hidrogen dalam suatu molekul. Konsep dasar spektroskopi NMR ditimbulkan karena adanya fenomena dari inti atom yang memiliki medan magnet. Jumlah sinyal dalam spektrum NMR dapat menerangkan berapa banyak proton-proton yang ekuivalen yang terkandung dalam suatu molekul. Angka-angka yang ditunjukkan pada signal-signal yang terekam pada NMR dapat menjadi informasi yang baik untuk mengkarakterisasi senyawa target. Munculnya gugus-gugus tertentu akan memberikan pergeseran kimia yang khas, misalnya adanya gugus fenil, gugus benzoat dan karbonil pada kompleks Sn merupakan target pada karakterisasi menggunakan analisis 1H dan 13


(34)

19

Letak resonansi suatu proton pada spektrum diukur relatif terhadap letak resonansi proton dari senyawa standar, dalam hal ini ialah senyawa tetrametilsilan (TMS). Perbedaan antara letak resonansi suatu proton tertentu dengan letak resonansi dari proton baku dinamakan pergeseran kimia. Faktor-faktor yang mempengaruhi pergeseran kimia yaitu faktor intramolekuler; pengaruh konsentrasi, pelarut, suhu, Ikatan Hidrogen. Pelarut yang ideal harus tidak mengandung proton dalam

strukturnya, tidak mahal, mempunyai titik didih rendah, tidak polar dan bersifat inert. Karbontetraklorida, CCl4, merupakan pelarut ideal jika sampel dapat larut di dalamnya (Sudjadi, 1985).

4. Analisis unsur dengan menggunakan microelemental analyzer

Mikroanalisis adalah penentuan kandungan unsur penyusun suatu senyawa yang dilakukan dengan menggunakan microelemental analyzer. Unsur yang umum ditentukan adalah karbon (C), hidrogen (H), nitrogen (N) dan sulfur (S). Sehingga alat yang biasanya digunakan untuk tujuan mikroanalisis ini dikenal sebagai CHNS microelemental analyzer. Hasil yang diperoleh dari mikroanalisis ini dibandingkan dengan perhitungan secara teori. Walaupun seringnya hasil yang diperoleh berbeda, perbedaan biasanya antara 1–5 %, namun analisis ini tetap sangat bermanfaat untuk mengetahui kemurnian suatu sampel (Costech Analytical Technologies, 2011).


(35)

20

F. Bakteri

Mikroorganisme adalah oganisme berukuran sangat kecil atau mikroskopis, hanya dapat dilihat dengan bantuan mikroskop. Dunia organisme terdiri dari lima

kelompok organisme yaitu bakteri, protozoa, virus, alga, dan jamur mikroskopis (Pelezar dan Chan, 1986).

Bakteri merupakan organisme hidup bersel tunggal, tidak memiliki klorofil, dan memiliki DNA dan RNA. Bakteri dapat melakukan metabolisme, tumbuh dan berkembang biak. Sebagian besar bakteri berukuran sangat kecil misalnya kokus bergaris tengah 1sehingga tidak dapat dilihat oleh mata telanjang. Lapisan terluar bakteri terdiri dari dua komponen yakni dinding sel yang kaku dan membran sitoplasma atau membran plasma. Di dalamnya terdapat sitoplasma seperti ribosom, mesosom, granula, vakuola, dan inti sel. Sel bakteri dapat diliputi oleh lapisan berupa gel yang mudah lepas atau tersusun sebagai suatu simpai. Selain itu beberapa bakteri juga mempunyai struktur tumbuhan lain seperti filamen yang menonjol keluar dari permukaan sel yaitu flagella yang berfungsi sebagai alat penggerak dan fimbria sebagai alat untuk melekatkan diri (Gupte, 1990).

Di alam terdapat ribuan jenis bakteri dan setiap jenis mempunyai sifat-sifat sendiri. Sebagian besar dari jenis bakteri tersebut tidak berbahaya bagi manusia, bahkan ada yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia seperti bakteri pencernaan, Lactobacillus bulgaricus yang digunakan dalam pembuatan youghurt, dan lain-lain (Alaerts dan Santika,1984). Tetapi juga terdapat bakteri yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia (bersifat patogen) seperti E. coli,


(36)

21

Salmonella thypimurium (bakteri gram negatif) serta Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis (bakteri gram positif) yang menyebabkan keracunan pada makanan.

G. Bakteri Bacillus sp.

Bacillus sp. (Gambar 4) merupakan bakteri Gram positif, berbentuk batang, dapat tumbuh pada kondisi aerob dan anaerob. Sporanya tahan terhadap panas (suhu tinggi), mampu mendegradasi karbohidrat (Cowan dan Steel’s, 1973). Bacillus sp. mempunyai sifat di antaranya :

1. Mampu tumbuh pada suhu lebih dari 50 oC dan suhu kurang dari 5 oC 2. Mampu bertahan terhadap pasteurisasi

3. Mampu tumbuh pada konsentrasi garam tinggi (>10%) 4. Mampu menghasilkan spora

5. Mempunyai daya proteolitik yang tinggi dibandingkan mikroba lainnya.


(37)

22

Bacillus adalah salah satu genus bakteri yang berbentuk batang dan merupakan anggota dari divisi Firmicutes. Bacillus merupakan bakteri yang bersifat aerob obligat atau fakultatif, dan positif terhadap uji enzim katalase. Bacillus secara alami terdapat di banyak tempat dan termasuk spesies yang hidup bebas atau bersifat patogen. Beberapa spesies Bacillus menghasilkan enzim ekstraseluler seperti protease, lipase, amilase, dan selulase yang bisa membantu pencernaan dalam tubuh hewan (Wongsa and Werukhamkul, 2007).

Bakteri Bacillus sp.sendiri memiliki berbagai kekurangan dan kelebihan, di antaranya adalah sebagai berikut :

a. Kelebihan

1. Bacillus sp. memiliki kemampuan dalam menghasilkan antibiotik yang berperan dalam nitrifikasi dan denitrifikasi.

2. Pengikat nitrogen, pengoksidasi selenium (Se), pengoksidasi dan pereduksi mangan (Mn).

3. Bersifat khemolitotrof, aerob dan fakultatif anaerob. 4. Dapat melarutkan karbonat.

5. Dapat melarutkan fosfat, dan menurunkan pH substrat akibat asam organik yang dihasilkannya.

6. Dapat melakukan mineralisasi terhadap bahan organik kompleks baik berupa senyawa polisakarida, protein maupun selulosa.


(38)

23

b. Kekurangan

Bacillus sp. dapat dimanfaatkan pada tahap persiapan lahan tambak dan pembentukan air pada masa awal budidaya ikan atau udang. Pembentukan plankton, bakteri pembentuk flock, menurunkan pH dan stabilisasi alkalinitas berupa pembentukan buffer (penyangga) bikarbonat-asam karbonat dapat

terlaksana. Namun jika dilanjutkan terus dari masa pertengahan budidaya hingga akhir (panen) maka eutrofikasi air dapat terjadi, konsentrasi posfat dan nitrit dapat meningkat sebagai akibat pelarutan posfat dan degradasi protein dari sisa pakan dan kotoran ikan/ udang serta produksi nitrit yang intens dari hasil pernafasan denitrifikasi Bacillus sp. .Rentang pH pagi – sore juga dapat bergerak melebar, akibat daya larut terhadap karbonat yang bisa menyebabkan ketidakseimbangan buffer bikarbonat-asam karbonat dan radikal karbonat terbentuk (kalsinasi). Kemudian, enzim protease dan kitinase yang dihasilkan selama

fermentasi Bacillus sp. dapat secara ekstrim mengganggu siklus dan kesempurnaan moulting bagi udang (Wongsa and Werukhamkul, 2007).

H. Antibakteri

Antibakteri adalah zat yang dapat digunakan sebagai pembasmi bakteri khususnya yang merugikan manusia (Vincent, 1987). Antibakteri digolongkan berdasarkan cara kerjanya, spektrum kerja, dan daya bunuh terhadap bakteri. Menurut Crueger (1984), antibakteri digolongkan berdasarkan pada susunan kimia dan sasaran kerjanya.


(39)

24

Kelompok antibakteri dilihat dari cara kerjanya, yaitu: a) Menghambat sintesis dinding sel bakteri.

Tekanan osmosis dalam sel mikroba lebih tinggi daripada di luar sel, sehingga kerusakan dinding sel mikroba akan menyebabkan terjadinya lisis, yang merupakan dasar dari efek bakterisidal terhadap mikroba yang peka. Seperti golongan polipeptida, sefalosporin, penisllin, vankomisin, basitrasin,

sikloserin (Jawetz et al., 2005). b) Menghambat sintesis protein.

Banyak jenis antibakteri, terutama golongan aminoglikosida, makrolid, kloramfenikol, streptomisin, tetrasiklin, oksitetrsiklin, gentamisin, kanamisin (Todar, 2009). Menghambat sintesis asam nukleat seperti pirimetamin, rifampisin, sulfonamid, trimetoprim (Jawetz et al., 2005). Antibakteri yang mempengaruhi sintesis asam nukleat dan protein mempunyai mekanisme kegiatan pada tempat yang berbeda, antara lain:

1. Antibakteri mempengaruhi replikasi DNA, seperti bleomisin, feleomisin, mitomisin, edein, porfiromisin.

2. Antibakteri mempengaruhi transkripsi, seperti aktinomisin, ekonomisin, rifamisin, korisepin, streptolidigin.

3. Antibakteri mempengaruhi pembentukan aminoasil-tRNA, seperti borrelidin.

4. Antibakteri mempengaruhi translasi, seperti kloramfenikol, streptomisin, neomisin, kanamisin, karbomisin, crytromisin, linkomisin, tetrasiklin (Suwandi, 1992).


(40)

25

c) Menghambat fungsi membran sel seperti, kolistin, imidasol, triasol, polien, polimiycin, amfoterisin- (Jawetz et al., 2005). Membran sel sebagai barrier permeabilitas selektif, membawa fungsi transpor aktif kemudian mengontrol komposisi internal sel. Jika fungsi integritas membran sitoplasma dirusak, makromolekul dan ion keluar dari sel, kemudian sel rusak atau sel bakteri mengalami lisis (Jawetz et al., 2005).

Antibakteri berdasarkan spektrum kerjanya (Todar, 2009), dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:

a) Antibakteri dengan aktivitas spektrum luas, yaitu antibakteri yang berpengaruh terhadap gram positif dan negatif.

b) Antibakteri dengan aktivitas spektrum sempit, yaitu antibakteri yang berpengaruh terhadap gram negatif atau gram positif saja.

Antibakteri berdasarkan daya bunuh, dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu: a) Antibakteri bakteriostatik

Antibakteri ini bekerja dengan menghambat atau mencegah pertumbuhan bakteri, tidak membunuhnya sehingga sangat bergantung pada daya tahan tubuh. Kerjanya menghambat sintesis protein dengan mengikat ribosom (Madigan et al., 2006). Antibakteri yang termasuk golongan ini adalah eritromisin, kloramfenikol, sulfonamida, linkomisin, paraaminosalisilat, tetrasiklin, dan lainnya.


(41)

26

b) Antibakteri bakterisidal

Antibakteri ini bekerja dengan membunuh, secara aktif membasmi bakteri. Golongan dari antibiotik ini adalah penisilin, sefalosporin, aminoglikosida dalam dosis besar, isoniazid, dan lainnya.

c) Antibakteri bakterilitik

Antibakteri ini bekerja dengan cara membuat lisis sel-sel bakteri. Proses lisisnya sel bakteri terlihat dari penurunan jumlah sel ataupun kekeruhan setelah bahan tersebut ditambahkan (Madigan et al., 2006).

I. Uji Aktivitas Antibakteri

Uji aktivitas antibakteri terdiri dari dua metode utama yaitu:

1. Metode difusi

Pada metode difusi ini zat antibakteri akan berdifusi ke dalam lempeng agar yang telah ditanami bakteri. Pelaksanaan teknik ini secara umum adalah dengan

menginokulasikan kuman secara merata di seluruh pemukaan media agar, kemudian sampel yang diuji ditempatkan di atas permukaan tersebut. Setelah inkubasi, selama 18 - 24 jam, 37oC akan terbentuk zona hambat di sekelilingnya reservoir sampel. Pengamatan berdasarkan ada atau tidaknya zona hamabatan pertumbuhan bakteri di sekeliling cakram. Ada tiga macamnya teknik difusi, yaitu, cara parit, cara lubang atau sumuran, dan cara cakram. Pada metode parit, media agar yang ditanami bakteri dibuat parit yang kemudian diisi dengan larutan


(42)

27

yang mengandung zat antibakteri dan diinkubasi selama 18 - 24 jam pada suhu 37oC, kemudian dilihat ada atau tidaknya zona hambatan di sekeliling parit (Balsam and Sagarin, 1972; Jawetz et al., 1986). Cara lubang atau sumuran, pada media agar yang ditanami bakteri dibuat lubang atau dengan meletakan silinder besi tahan karat pada medium agar yang kemudian diisi dengan larutan yang mengandung zat antibakteri dan diinkubasikan selama 18 – 24 jam pada suhu 37oC dan dilihat ada atau tidaknya zona hambatan di sekeliling silinder (Balsam and Sagarin, 1972; Jawetz et al., 1986). Cara cakram, pada media agar yang ditanami bakteri diletakkan di atas kertas cakram yang mengandung zat antibakteri dan diinkubasikan selama 18 – 24 jam pada suhu 37oC, kemudian dilihat ada atau tidaknya zona hambatan di sekeliling cakram.Cara lubang maupun cara cakram terdapat persamaan yaitu, larutan akan berdifusi secara tiga dimensi. Sedangkan pada cara parit, sampel hanya berdifusi secara dua dimensi (Jawetz et al., 1986).

Faktor-faktor yang mempengaruhi metode difusi adalah ketebalan agar, komposisi dari media agar, konsentrasi inokulum, suhu, dan waktu inkubasi. Ketebalan lapisan agar yang sedikit saja bervariasi akan menghasilkan efek dan besar zona yang jauh berbeda. Oleh karena itu, diperlukan persamaan dalam tebalnya lapisan agar. Cawan petri yang digunakan harus benar-benar rata dan agar harus dituang pada posisi yang tepat. Media agar mempengaruhi besarnya zona hambatan dalam 3 cara yaitu: mempengaruhi aktivitas suatu antibakteri, mempengaruhi kecepatan difusi suatu sampel antibakteri, mempengaruhi kecepatan pertumbuhan bakteri. Aktivitas dari antibakteri dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti adanya kation dalam media, pH dari media dan adanya bermacam-macam zat antagonis.


(43)

28

Kecepatan difusi dari obat ditentukan oleh kadar dari agar, kadar beberapa ion dalam media dan perpanjangan pengikatan elektrostatik antar sampel dan grup yang terionisasi di dalam media agar. Viskositas dari media juga mempengaruhi kecepatan difusi dan hal ini tergantung juga pada waktu inkubasi. Kapasitas nutrisi dari media agar sangat ditentukan oleh panjangnya fasa lag dan waktu pertumbuhan untuk bakteri yang diteliti. Konsentrasi inokulum yang besar akan memperkecil zona hambatan, sebab masa kritis sel akan tercapai dengan cepat. Suhu harus sesuai dengan suhu optimal untuk pertumbuhan bakteri pada 37oC. Bila tidak sesuai maka akan mengakibatkan kecepatan pertumbuhan bakteri tidak sesuai sehingga jumlah bakteri yang diinginkan tidak akan tercapai. Suhu inkubasi yang rendah dapat memperbesar zona hambatan karena akan memperlambat pertumbuhan bakteri atau dapat juga memperkecil zona hambatan karena difusi sampel antibakteri berjalan lambat. Tetapi efek memperbesar zona hambatan lebih dominan. Lamanya waktu inkubasi harus merupakan waktu minimal yang

diperlukan pertumbuhan normal dari bakteri percobaan. Perpanjangan waktu dapat menurunkan aktivitas dan dapat pula menimbulkan muatan resisten.

2. Metode dilusi

Metode ini biasanya digunakan untuk menentukan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) sampel antibakteri terhadap bakteri uji. Metode dilusi ini dilakukan dengan mencampurkan zat antibakteri dengan media yang kemudian

diinokulasikan dengan bakteri. Pengamatannnya dengan melihat ada atau tidaknya pertumbuhan bakteri (Lorian, 1980). Berdasarkan media yang digunakan dalam


(44)

29

percobaan, metode ini dibagi menjadi dua yaitu penipisan lempeng agar dan pengenceran tabung. Pada penipisan lempeng agar, zat antibakteri yang akan diuji dilarutkan lebih dahulu dalam air suling steril atau dalam pelarut steril lain yang sesuai. Kemudian dilakukan dengan pengenceran secara serial dengan kelipatan dua sampai kadar terkecil yang dikehendaki. Hasil pengenceran dicampur dengan medium agar yang telah dicairkan kemudian didinginkan pada suhu 45oC sampai 50oC. Setelah itu dituang ke dalam cawan petri steril, dibiarkan dingin dan membeku. Lalu diinkubasikan pada suhu 37oC selama 30 menit. Pada tiap cawan petri diinokulasikan dengan suspensi kuman yang mengandung kira-kira 105 sampai 106 sel kuman/mL. Untuk setiap seri pengenceran digunakan kontrol negatif. KHM yaitu konsentrasi terkecil dari obat yang menghambat pertumbuhan bakteri, sehingga tabung kaldu dengan konsentrasi sampel antibakteri tersebut kelihatan jernih dan tidak memperlihatkan pertumbuhan bakteri bila dibandingkan dengan kontrol (Jawetz et al., 1986; Lorian, 1980). Pada pengenceran tabung, zat antibakteri dilarutkan dalam pelarut yang sesuai, kemudian diencerkan dengan kaldu berturut-turut pada tabung-tabung yang disusun dalam satu deret terkecil yang dikehendaki, dengan metode Kerby Bauwer yang dimodifikasi. Tiap tabung yang berisi 1 mL campuran dengan berbagai kadar tersebut diinokulasikan dengan suspensi kuman yang mengandung kira-kira 105 sampai 106 sel kuman/mL, kemudian diinkubasi selama 18 sampai 24 jam pada suhu 37oC. Sebagai kontrol gunakan paling sedikit satu tabung cair dengan inokulum bakteri tersebut. Kedua cara di atas biasanya digunakan dalam penentuan KHM (Lorian, 1980; Case and Johnson, 1984).


(45)

30

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2015 di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik. Analisis senyawa menggunakan spektrofotometer IR dilakukan di Laboratorium Instrumentasi FMIPA Universitas Islam Indonesia dan analisis senyawa menggunakan spektrofotometer UV-Vis dilakukan di

Laboratorium Kimia Anorganik FMIPA Universitas Lampung. Analisis spektrometer NMR dilakukan di School of Chemical Science UniversitySains Malaysia sedangkan analisis unsur menggunakan analisis mikroelementer dilakukan di School of Food Technology and Chemical Science Universiti

Kebangsaan Malaysia. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan di Laboratorium BiokimiaFMIPA Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas dalam

laboratorium, neraca analitik, hot plate stirer, kertas saring Whatman No. 42, desikator, spektrofotometer IR, spektrofotometer UV-Vis, spektrometer NMR,dan analisis mikroelementer (analisis unsur).


(46)

31

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah zat-zat kimia dengan PA (Pro Analysis) yang terdiri dari: difeniltimah(IV) oksida, dibutiltimah(IV) oksida, asam 4-Nitrobenzoat, metanol, media agar NA (Nutrient Agar), dan DMSO.

C. Metode Penelitian

1. Sintesis senyawa difeniltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) (Szorcsik et al., 2002)

Senyawa difeniltimah(IV) oksida [(C6H5)2SnO] sebanyak 0,8935 gram

direaksikan dengan 1,0231 gram asam 4-nitrobenzoat (C6H4(COOH)NO2) dengan perbandingan mol 1:2 dalam 30 mL pelarut metanol p.a. dan direfluks selama 4 jam dengan pemanas pada suhu 59C. Setelah reaksi sempurna, metanol diuapkan dan dikeringkan dalam desikator hingga diperoleh kristal kering (Hadi et al., 2012). Kristal hasil senyawa dikarakterisasi menggunakan spektrofotometer IR, spektrofotometer UV-Vis yang diukur pada panjang gelombang 190-380 nm (Sudjadi, 1985), spektrometer NMR dan dianalisis kandungan unsur C, H dan N menggunakan analisis mikroelementer serta diuji sifat antibakterinya terhadap bakteri Bacillus sp.

2. Sintesis senyawa dibutiltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) (Szorcsik et al., 2002)

Senyawa dibutiltimah(IV) oksida [(C4H9)2SnO] sebanyak 0,7620 gram

direaksikan dengan asam 4-nitrobenzoat (C6H4(COOH)NO2) sebanyak 1,0231 gram dengan perbandingan mol 1:2 dalam 30 mL pelarut metanol p.a. dan


(47)

32

metanol diuapkan dan dikeringkan di dalam desikator sampai diperoleh kristal kering (Hadi et al., 2012). Kristal hasil senyawa dikarakterisasi menggunakan spektrofotometer IR, spektrofotometer UV-Vis yang diukur pada panjang gelombang 190-380 nm (Sudjadi, 1985), spektrometer NMR dan dianalisis kandungan unsur C, H dan N menggunakan analisis mikroelementer serta diuji sifat antibakterinya terhadap bakteri Bacillus sp.

3. Pengujian Bioaktivitas

a. Penyiapan Media Uji

Penyiapan media uji, dilakukan dengan pembuatan NA. Sebanyak 2,8 gram NA dilarutkan dalam 100 mL aquades kemudian dipanaskan dan disterilkan dalam autoclave pada temperatur 90°C dengan tekanan 1 atm selama 15 menit. Media NA steril kemudian dituang ke dalam cawan petri yang telah disterilisasi. Perlakuan tersebut dilakukan dalam Laminar Air Flow. Kemudian media

didinginkan agar memadat, jika tidak terlihat adanya kontaminan, maka media ini dapat digunakan untuk pengujian sampel.

b. Uji Bioaktivitas Dengan Metode Difusi Agar (Coyle, 2005)

Sebanyak 1 mata ose bakteri Bacillus sp diencerkan dengan 1 mL air salin

kemudian digunakan sebagai suspensi bakteri. Kemudian suspensi bakteri tersebut dioleskan ke media uji menggunakan cotton. Sebanyak 3 kertas cakram diletakkan pada permukaan agar. Pada kertas cakram pertama diberikan senyawa awal dan


(48)

33

senyawa hasil sintesis dengan variasi konsentrasi 100; 200; 300; 400 ppm.

Senyawa awal yang digunakan yaitu dibutiltimah(IV) oksida dan difeniltimah(IV) oksida, sedangkan senyawa hasil sintesis terdiri dari dibutiltimah(IV)

di(4-nitrobenzoat) dan difeniltimah(IV) di(4-di(4-nitrobenzoat). Kertas cakram kedua diberikan kontrol negatif yaitu pelarut senyawa inhibitor. Kertas cakram terakhir diberi larutan kontrol positif yaitu drug reference, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 25-30 °C dan setelahnya diamati untuk melihat zona hambatnya. Senyawa yang memiliki konsentrasi penghambatan paling efektif kembali diuji dengan metode dilusi.

c. Uji Bioaktivitas Dengan Metode Dilusi Agar (Hadi et al., 2008)

Dari hasil pengujian secara difusi didapatkan senyawa organotimah(IV) 4-nitrobenzoat yang memiliki konsentrasi penghambatan paling efektif, kemudian senyawa tersebut dicampurkan ke dalam 15 mL media agar dengan variasi

volume 0.5; 1,0; 1,5; 2,0 dan 2,5 mL. Kemudian campuran media dengan senyawa antibakteri disterilisasi menggunakan autoclavepada temperatur 90°C dengan tekanan 1 atm selama 15 menit. Suspensi bakteri Bacillus sp. kemudian dioleskan menggunakan cotton setelah media dingin dan memadat dan diinkubasi pada suhu 25-30 ºC selama 24 jam. Senyawa kimia uji yang paling efektif adalah senyawa yang memiliki variasi volume kecil namun memiliki daya penghambat


(49)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

1. Diperoleh produk padatan berwarna putih senyawa difeniltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) dan dibutiltimah(IV) di(4-di(4-nitrobenzoat) dengan massa sebesar 1,8003 gram dan 1,6092 gram dengan persentase rendemen sebesar 99,17% dan 94,91%.

2. Hasil karakterisasi dengan menggunakan spektrofotometer IR terdapat serapan C=O untuk senyawa difeniltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) dan dibutiltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) berturut-turut adalah pada 1695,49 cm-1 dan 1624,64 cm-1 yang menandakan bahwa dalam senyawa tersebut terdapat gugus karbonil yang berasal dari ligan asam 4-nitrobenzoat.

3. Hasil karakterisasi dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis terdapat

transisi elektron ππ* dan nπ* untuk senyawadifeniltimah(IV)

di(4-nitrobenzoat) dan dibutiltimah(IV) di(4-di(4-nitrobenzoat) yaitu pada λmax 204,00 nm dan 268,00 nmserta 204,00 nm dan 266,00 nm.

4. Hasil karakterisasi dengan menggunakan spektrometer 1H NMR dan 13C NMR pada senyawadifeniltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) menunjukkan adanya


(50)

59

pergeseran kimia gugus benzoat yang berada pada daerah 7,79 ppm dan gugus karbonil berada pada daerah 165 ppm sedangkan pada senyawa

dibutiltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) pergeseran kimia gugus benzoat pada daerah 7,7 ppmdan gugus karbonil berada pada daerah 162 ppm.

5. Berdasarkan data mikroanalisis dengan menggunakan microelemental analyzer menunjukkan bahwa senyawa hasil sintesis telah murni dengan perbedaan hasil mikroanalisis dengan perhitungan secara teori berkisar < 1%.

6. Dari uji difusi yang dilakukan terhadap senyawa awal (difeniltimah(IV) oksida dan dibutiltimah(IV) oksida)) dan senyawa hasil sintesis (difeniltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) dan dibutiltimah(IV) di(4-nitrobenzoat)) didapatkan bahwa hanya difeniltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) dengan konsentrasi 200 ppm yang paling efektif dalam aktivitas antibakteri.

7. Dari uji dilusi yang dilakukan terhadap senyawa difeniltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) dengan pemberian lima variasi volume, volume 2 mL adalah volume paling efektif dalam aktivitas antibakteri.

B. Saran

Dari pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan saran untuk penelitian selanjutnya, yaitu :

1. Melakukan pengujian bioaktivitas lebih lanjut terhadap mikroorganisme lain. 2. Melakukan pengujian bioaktivitas lebih lanjut menggunakan senyawa turunan


(51)

60

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G. A., dan S.S. Santika. 1984. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya. 245-246 hal.

Alfiesh, S.P. 2012. Bakteri Bacillus. Alfiesh.blogspot.com/2012/11/bakteri-bacillus.html. Diakses pada tanggal 06 Desember 2014.

Balsam, M.S. and E. Sagarin. Cosmetics Science and Technology, 2nd ed.

Blunden, S.J. and R. Hill. 1987. Bis(tributyltin) oxide as a wood preservative: Its conversion to tributyltin carboxylates in Pinus sylvestris. Appl. Orgomet. Chem. (4) :63-68.

Bonire, J.J., G.A. Ayoko, P.F. Olurinola, J.O. Ehinmidu, N.S.N. Jaliland, A.A.Omachi. 1998. Syntheses and Antifungal Activity of some organotin(IV)carboxylates. Metal-Based Drugs. 5 (4), 233 - 236.

Case, L.C., and R.T. Johnson. Laboratory Experiments in Microbiology. The Benjamin Cummings Publishing Company. Inc. California. 1984. pp.

161-163, 211-213.

Caprette, D.R. 2007. Using a Caunting Chamber. Lab Guides. Rice University. Costech Analytical Tecnolgies. 2011. Elemental Combustion System CHNS.

http:// costechanalytical.com/. Diakses pada 9 Desember 2014.

Cotton, F.A. dan G. Wilkinson, 1989. Kimia Anorganik Dasar. Terjemahan oleh S. Suharto. Penerbit UI Press. Jakarta.

Cowan dan Steel’s. 1973. Manual for Identification of Medical Bacteria. Second

Ed. Cambridge Univ. Press.

Coyle, M.B. 2005. Manual of Antimicrobial Suspectibility Testing. American Society for Microbiology.

Dainith, J. 1990. Kamus Lengkap Kimia (Oxford). Erlangga. Jakarta.

Crouse, K.A., K.B. Chew, M.T.H. Tarafder, A. Kasbollah and A.M. Ali. 2004. Synthesis, characterization and bio-activity of S-2- Picolyldithiocarbazate


(52)

61

(S2PDTC), some of its Schiff bases and their Ni(II) complexes and X-ray structure of S-2-picolyl-b-N-(2-acetylpyrrole) dithiocarbazate. Polyhedron, 23: 161-168.

Crueger, W. and A.Crueger. 1984. Biotechnology: A Textbook Of Industrial Microbiology. Editor Brock, Thomas D. Sci. Inc. United Stated of America. Dainith, J. 1990. Kamus Lengkap Kimia (Oxford). Erlangga. Jakarta.

Darmadi, 2008. Infeksi Nasokomial: Problematika dan Pengendaliannya. Salemba Medika. Jakarta.

Day, R.A. dan A.L. Underwood. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Terjemahan oleh A.H. Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta.

de Vost, D., R. Willem, M. Gielen, K.E. Van Wingerden, and K. Nooter. 1998. The Development of Novel Organotin Anti-Tumor Drugs: Structure and Activity. Metal-Based Drugs. 5 (4): 179-188.

Fessenden, R.J. dan J.S. Fessenden. 1982. Kimia Organik Dasar. Jilid 2. Terjemahan oleh A.H. Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta.

Gielen, M., M. Biesemans, D. Vos and R. Willem, 2000. Synthesis, characterization and in vitro antitumor activity of di- and triorganotin of polyoxa- and biologically relevant carboxylic acids. J. Inorg. Biochem., 79: 139-145..

Gielen, M. 2003. An Overview of Forty Years Organotin Chemistry Developed at the Free Universities of Brussels ULB and VUB. J. Braz. Chem. Soc., 14 (6): 870-877.

Gupte, S. 1990. Mikrobiologi Dasar. Diterjemahkan oleh Julius E.S. Binarupa Aksara. Jakarta. Hal 261-265.

Hadi, S., B. Irawan and Efri. 2008. Antifungal Activity Test of Some Organotin (IV) Carboxylates. J. of Appl Sci Rescrh. 4 (11): 1521-1525.

Hadi, S., M. Rilyanti, Nurhasanah. 2009. Comparative Study on the Antifungal Activity of Some Di- and Tributyltin(IV) Carboxylate Compounds. Mod. Appl. Sci. 3 (2): 12-17.

Hadi, S., and M. Rilyanti. 2010. Synthesis and in vitro anticancer activity of some organotin(IV) benzoate compounds. Ori. J of Chem., 26 (3): 775-779. Hadi, S., M. Rilyanti and Suharso. 2012. In Vitro Activity and Comparative

Studies Of Some Organotin(IV) Benzoate Derivatives Against Leukemia Cancer Cell, L-1210. Ind. J. of Chem., 12 (1): 172-177.


(53)

62

Hadioetomo, R.S. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Penerbit PT Gramedia. Jakarta. Hal 76-81.

Jain, M.G., K. Agarwal, and R.V. Singh. 2003. Studies on Nematicidal Fungicidal and Bacterial Activities of Organotin(IV) Complexes with Heterocyclic Sulphonamide Azomethine. Chem: An Indian J. 1: 378-391.

Jawetz, E., L.J. Melnick, dan A.E. Adelberg. 1986. Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan ed 16, terjemahan Tonang, H. EGC Penerbit Buku kedokteran. Jakarta. hal. 31, 34, 145-147, 150-152.

Kristianingrum, S. 2014. Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti (NMR). Universitas Negeri Yogyakarta.

Kumala, S. dan D. Indriyani. 2008. Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Cengkeh (Eugenia aromatic L.). Jakarta Selatan. 4: 82-87.

Lorian, V. 1980. Antibiotics in Laboratory Medical. Wiliam and Wilkins Co., Baltimore. London, hal. 1-22, 170-178, 511-512.

Madigan, M. T. and J. Martinko. 2006. Brock Biology of Microorganisms. Eleventh edition. By Pearson Education, Inc. Pearson Prentice Hall. USA. divison of Wiley and Sons Inc., New York, London, Sydney, Toronto. 1972. hal. 641-645.

Novelli, F., M. Recine, F. Sparatore and C. Juliano, 1999. Triorganotin compounds as antimicrobial agents. IL Farmaco. 54: 237-241. DOI: 10.1016/S0014-827X(99)00020-8.

Pelezar, M. J dan E. C. S.Chan. 1986. Dasar-dasar Mikrologi. UI. Press. Jakarta. Pellerito, L. and L. Nagy. 2002. Organotin(IV)n+ Complexes Formed with

Biologically Active Ligands: Equilibrium and Structural Studies and Some Biological Aspect. Coord.Chem.Rev. 224: 111-150.

Petra, E.D.L. 2012. Ikatan yang Terlibat pada Interaksi Obat-reseptor. http://www.ocw.usu.ac.id/.../fek_310_slide_ikatan_yang_terlibat_pada_inter aksi. Diakses pada 5 Februari 2012.

Petruci, R.H. 1999. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Erlangga. Jakarta. Purwoko, T. 2007. Fisiologi Mikroba. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Rastogi, R.B., M.M. Singh, K. Singh and M. Yadav.2005. Organotin Dithiohydrazodicarbonamidesas Corrosion Inhibitors for Mild Steel Dimethyl SulfoxideContaining HCl. Port. Electrochim. Acta. 22: 315–332.


(54)

63

Rastogi, R.B., M.M. Singh, K. Singh and M. Yadav. 2011. Organotin Dithiobiurets as Corrosion Inhibitors for MildSteel-Dimethyl Sulfoxide Containing Hcl. Afr. J. of Pure Appl. Chem. 5 (2): 19-33.

Sam, N., M.A. Salam, R.Saha, and F.B. Ahmad. 2012. Synthesis, Characterization and In Vitro Antibacterial Studies of Organotin(IV) Complexes with 2-Hydroxyacetophenone-2-methylphenylthiosemicarbazone (H2dampt). J. Hindawi. Pub. Corp. Bioinor. Chem. and Appl., DOI:10.1155/2012/698491 Sastrohamidjojo, H. 1988. Spektroskopi Inframerah. UGM. Yogyakarta.

Singh, R., P. Chaudary and N.K. Khausik. 2010. A Review: Organotin Compounds in Corrosion Inhibition. Rev. Inorg. Chem. 30 (4): 275 – 294. Subowo. 1995. Biologi Sel. Angkasa. Bandung.

Sudjadi. 1985. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Ghalia Indonesia. Jakarta. Supriyanto, R. 1999. Buku Ajar Kimia Analitik III. Universitas Lampung. Bandar

Lampung.

Suwandi, U. 1992. Mekanisme Kerja Antibiotik. Cermin Dunia Kedokteran No.76 Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma. Jakarta. pp 56-59. Svehla, G. 1985. Analisis Anorganik Kualtitatif Makro dan Semimakro. P.T.

Kalman Media Pustaka. Jakarta. Hal 251-252.

Szorcsik, A., L. Nagy, K. Gadja-Schrantz, L. Pallerito, E. Nagy and E.T. Edelmann. 2002. Structural Studies on Organotin(IV) Complexes Formed with Ligands Containing {S, N, O} Donor Atoms. J. Radioanal. Nucl. Chem. 252 (3): 523 – 530.

Tayer, J. 1988. Organometallic Chemistry and Overview. VCH Publisher Inc/ United State. P 7, 12, 14.

Teoh, S.G., S.H. Ang, S.B. Teo, H.K. Fun and K.L. Khew et al., 1997. Synthesis, crystal structure and biological activity of bis(acetonethiosemicarbazone S)dichlorodiphenyltin(IV). J. Chem. Soc., Dalton Trans., 4: 465-468. DOI: 10.1039/a605679b.

Todar, K. 2009. Antimicrobial Agents Used in the Treatment of Infectious Disease. www.textbookofbacteriology.net. Diakses pada tanggal 23 Januari 2010.

Van Der Weij, F.W. 1981. Kinetics and Mechanism of Urethane Formation Catalysed by Organotin Compound. J. Polym. Sci.Polym.Chem. 19 (2): 381-388.


(55)

64

Vincent, G. 1987. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-3. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UI. Jakarta. Hal 514-520, 588-592.

Volk,W.A and M.F. Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar. Edisi kelima. Jilid 1. Erlangga. Jakarta.

WHO, 2003. Global Sal-Surv. WHO (Online).

(http://www.antimicrobialresistance.dk/data/pdf. diakses 20-5-2012)

Wikipedia.2012. Asam 4-nitrobenzoat. http://www.wikipedia.org/. Diakses pada tanggal 15 februari 2013.

Win, Y.F., S.G. Teoh, M.R. Vikneswaran, M.Y. Chan, S.T. Ha, and P. Ibrahim. 2010. Synthesis and Characterization of Organotin(IV) Complexes Derived of 2-amino-5-nitrobenzoic Acid: In vitro Antibacterial Screening Activity. Amer. J. of Appl.Sci. 7 (7): 886-891.

Wongsa, P. and P. Werukhamkul. 2007. Product Development and Technical Service, Biosolution International. Bangkadi Industrial Park. Thailand. 134/4.


(1)

pergeseran kimia gugus benzoat yang berada pada daerah 7,79 ppm dan gugus karbonil berada pada daerah 165 ppm sedangkan pada senyawa

dibutiltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) pergeseran kimia gugus benzoat pada daerah 7,7 ppm dan gugus karbonil berada pada daerah 162 ppm.

5. Berdasarkan data mikroanalisis dengan menggunakan microelemental analyzer menunjukkan bahwa senyawa hasil sintesis telah murni dengan perbedaan hasil mikroanalisis dengan perhitungan secara teori berkisar < 1%.

6. Dari uji difusi yang dilakukan terhadap senyawa awal (difeniltimah(IV) oksida dan dibutiltimah(IV) oksida)) dan senyawa hasil sintesis (difeniltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) dan dibutiltimah(IV) di(4-nitrobenzoat)) didapatkan bahwa hanya difeniltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) dengan konsentrasi 200 ppm yang paling efektif dalam aktivitas antibakteri.

7. Dari uji dilusi yang dilakukan terhadap senyawa difeniltimah(IV) di(4-nitrobenzoat) dengan pemberian lima variasi volume, volume 2 mL adalah volume paling efektif dalam aktivitas antibakteri.

B. Saran

Dari pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan saran untuk penelitian selanjutnya, yaitu :

1. Melakukan pengujian bioaktivitas lebih lanjut terhadap mikroorganisme lain. 2. Melakukan pengujian bioaktivitas lebih lanjut menggunakan senyawa turunan


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G. A., dan S.S. Santika. 1984. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya. 245-246 hal.

Alfiesh, S.P. 2012. Bakteri Bacillus. Alfiesh.blogspot.com/2012/11/bakteri-bacillus.html. Diakses pada tanggal 06 Desember 2014.

Balsam, M.S. and E. Sagarin. Cosmetics Science and Technology, 2nd ed.

Blunden, S.J. and R. Hill. 1987. Bis(tributyltin) oxide as a wood preservative: Its conversion to tributyltin carboxylates in Pinus sylvestris. Appl. Orgomet. Chem. (4) :63-68.

Bonire, J.J., G.A. Ayoko, P.F. Olurinola, J.O. Ehinmidu, N.S.N. Jaliland, A.A.Omachi. 1998. Syntheses and Antifungal Activity of some organotin(IV)carboxylates. Metal-Based Drugs.5 (4), 233 - 236.

Case, L.C., and R.T. Johnson. Laboratory Experiments in Microbiology. The Benjamin Cummings Publishing Company. Inc. California. 1984. pp.

161-163, 211-213.

Caprette, D.R. 2007. Using a Caunting Chamber. Lab Guides. Rice University. Costech Analytical Tecnolgies. 2011. Elemental Combustion System CHNS.

http:// costechanalytical.com/. Diakses pada 9 Desember 2014.

Cotton, F.A. dan G. Wilkinson, 1989. Kimia Anorganik Dasar. Terjemahan oleh S. Suharto. Penerbit UI Press. Jakarta.

Cowan dan Steel’s. 1973. Manual for Identification of Medical Bacteria. Second

Ed. Cambridge Univ. Press.

Coyle, M.B. 2005. Manual of Antimicrobial Suspectibility Testing. American Society for Microbiology.

Dainith, J. 1990. Kamus Lengkap Kimia (Oxford). Erlangga. Jakarta.

Crouse, K.A., K.B. Chew, M.T.H. Tarafder, A. Kasbollah and A.M. Ali. 2004. Synthesis, characterization and bio-activity of S-2- Picolyldithiocarbazate


(3)

(S2PDTC), some of its Schiff bases and their Ni(II) complexes and X-ray structure of S-2-picolyl-b-N-(2-acetylpyrrole) dithiocarbazate. Polyhedron, 23: 161-168.

Crueger, W. and A.Crueger. 1984. Biotechnology: A Textbook Of Industrial Microbiology. Editor Brock, Thomas D. Sci. Inc. United Stated of America. Dainith, J. 1990. Kamus Lengkap Kimia (Oxford). Erlangga. Jakarta.

Darmadi, 2008. Infeksi Nasokomial: Problematika dan Pengendaliannya. Salemba Medika. Jakarta.

Day, R.A. dan A.L. Underwood. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Terjemahan oleh A.H. Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta.

de Vost, D., R. Willem, M. Gielen, K.E. Van Wingerden, and K. Nooter. 1998. The Development of Novel Organotin Anti-Tumor Drugs: Structure and Activity. Metal-Based Drugs. 5 (4): 179-188.

Fessenden, R.J. dan J.S. Fessenden. 1982. Kimia Organik Dasar. Jilid 2. Terjemahan oleh A.H. Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta.

Gielen, M., M. Biesemans, D. Vos and R. Willem, 2000. Synthesis, characterization and in vitro antitumor activity of di- and triorganotin of polyoxa- and biologically relevant carboxylic acids. J. Inorg. Biochem., 79: 139-145..

Gielen, M. 2003. An Overview of Forty Years Organotin Chemistry Developed at the Free Universities of Brussels ULB and VUB. J. Braz. Chem. Soc., 14 (6): 870-877.

Gupte, S. 1990. Mikrobiologi Dasar. Diterjemahkan oleh Julius E.S. Binarupa Aksara. Jakarta. Hal 261-265.

Hadi, S., B. Irawan and Efri. 2008. Antifungal Activity Test of Some Organotin (IV) Carboxylates. J. of Appl Sci Rescrh. 4 (11): 1521-1525.

Hadi, S., M. Rilyanti, Nurhasanah. 2009. Comparative Study on the Antifungal Activity of Some Di- and Tributyltin(IV) Carboxylate Compounds. Mod. Appl. Sci.3 (2): 12-17.

Hadi, S., and M. Rilyanti. 2010. Synthesis and in vitro anticancer activity of some organotin(IV) benzoate compounds. Ori. J of Chem., 26 (3): 775-779. Hadi, S., M. Rilyanti and Suharso. 2012. In Vitro Activity and Comparative

Studies Of Some Organotin(IV) Benzoate Derivatives Against Leukemia Cancer Cell, L-1210. Ind. J. of Chem., 12 (1): 172-177.


(4)

Hadioetomo, R.S. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Penerbit PT Gramedia. Jakarta. Hal 76-81.

Jain, M.G., K. Agarwal, and R.V. Singh. 2003. Studies on Nematicidal Fungicidal and Bacterial Activities of Organotin(IV) Complexes with Heterocyclic Sulphonamide Azomethine. Chem: An Indian J. 1: 378-391.

Jawetz, E., L.J. Melnick, dan A.E. Adelberg. 1986. Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan ed 16, terjemahan Tonang, H. EGC Penerbit Buku kedokteran. Jakarta. hal. 31, 34, 145-147, 150-152.

Kristianingrum, S. 2014. Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti (NMR). Universitas Negeri Yogyakarta.

Kumala, S. dan D. Indriyani. 2008. Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Cengkeh (Eugenia aromatic L.). Jakarta Selatan. 4: 82-87.

Lorian, V. 1980. Antibiotics in Laboratory Medical. Wiliam and Wilkins Co., Baltimore. London, hal. 1-22, 170-178, 511-512.

Madigan, M. T. and J. Martinko. 2006. Brock Biology of Microorganisms. Eleventh edition. By Pearson Education, Inc. Pearson Prentice Hall. USA. divison of Wiley and Sons Inc., New York, London, Sydney, Toronto. 1972. hal. 641-645.

Novelli, F., M. Recine, F. Sparatore and C. Juliano, 1999. Triorganotin compounds as antimicrobial agents. IL Farmaco. 54: 237-241. DOI: 10.1016/S0014-827X(99)00020-8.

Pelezar, M. J dan E. C. S.Chan. 1986. Dasar-dasar Mikrologi. UI. Press. Jakarta. Pellerito, L. and L. Nagy. 2002. Organotin(IV)n+ Complexes Formed with

Biologically Active Ligands: Equilibrium and Structural Studies and Some Biological Aspect. Coord.Chem.Rev. 224: 111-150.

Petra, E.D.L. 2012. Ikatan yang Terlibat pada Interaksi Obat-reseptor. http://www.ocw.usu.ac.id/.../fek_310_slide_ikatan_yang_terlibat_pada_inter aksi. Diakses pada 5 Februari 2012.

Petruci, R.H. 1999. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Erlangga. Jakarta. Purwoko, T. 2007. Fisiologi Mikroba. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Rastogi, R.B., M.M. Singh, K. Singh and M. Yadav.2005. Organotin Dithiohydrazodicarbonamidesas Corrosion Inhibitors for Mild Steel Dimethyl SulfoxideContaining HCl. Port. Electrochim. Acta. 22: 315–332.


(5)

Rastogi, R.B., M.M. Singh, K. Singh and M. Yadav. 2011. Organotin Dithiobiurets as Corrosion Inhibitors for MildSteel-Dimethyl Sulfoxide Containing Hcl. Afr. J. of Pure Appl. Chem. 5 (2): 19-33.

Sam, N., M.A. Salam, R.Saha, and F.B. Ahmad. 2012. Synthesis, Characterization and In Vitro Antibacterial Studies of Organotin(IV) Complexes with 2-Hydroxyacetophenone-2-methylphenylthiosemicarbazone (H2dampt). J. Hindawi. Pub. Corp. Bioinor. Chem. and Appl., DOI:10.1155/2012/698491 Sastrohamidjojo, H. 1988. Spektroskopi Inframerah. UGM. Yogyakarta.

Singh, R., P. Chaudary and N.K. Khausik. 2010. A Review: Organotin Compounds in Corrosion Inhibition. Rev. Inorg. Chem. 30 (4): 275 – 294. Subowo. 1995. Biologi Sel. Angkasa. Bandung.

Sudjadi. 1985. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Ghalia Indonesia. Jakarta. Supriyanto, R. 1999. Buku Ajar Kimia Analitik III. Universitas Lampung. Bandar

Lampung.

Suwandi, U. 1992. Mekanisme Kerja Antibiotik. Cermin Dunia Kedokteran No.76 Pusat Penelitian dan Pengembangan PT. Kalbe Farma. Jakarta. pp 56-59. Svehla, G. 1985. Analisis Anorganik Kualtitatif Makro dan Semimakro. P.T.

Kalman Media Pustaka. Jakarta. Hal 251-252.

Szorcsik, A., L. Nagy, K. Gadja-Schrantz, L. Pallerito, E. Nagy and E.T. Edelmann. 2002. Structural Studies on Organotin(IV) Complexes Formed with Ligands Containing {S, N, O} Donor Atoms. J. Radioanal. Nucl. Chem.252 (3): 523 – 530.

Tayer, J. 1988. Organometallic Chemistry and Overview. VCH Publisher Inc/ United State. P 7, 12, 14.

Teoh, S.G., S.H. Ang, S.B. Teo, H.K. Fun and K.L. Khew et al., 1997. Synthesis, crystal structure and biological activity of bis(acetonethiosemicarbazone S)dichlorodiphenyltin(IV). J. Chem. Soc., Dalton Trans., 4: 465-468. DOI: 10.1039/a605679b.

Todar, K. 2009. Antimicrobial Agents Used in the Treatment of Infectious Disease. www.textbookofbacteriology.net. Diakses pada tanggal 23 Januari 2010.

Van Der Weij, F.W. 1981. Kinetics and Mechanism of Urethane Formation Catalysed by Organotin Compound. J. Polym. Sci.Polym.Chem. 19 (2): 381-388.


(6)

Vincent, G. 1987. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-3. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UI. Jakarta. Hal 514-520, 588-592.

Volk,W.A and M.F. Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar. Edisi kelima. Jilid 1. Erlangga. Jakarta.

WHO, 2003. Global Sal-Surv. WHO (Online).

(http://www.antimicrobialresistance.dk/data/pdf. diakses 20-5-2012)

Wikipedia.2012. Asam 4-nitrobenzoat. http://www.wikipedia.org/. Diakses pada tanggal 15 februari 2013.

Win, Y.F., S.G. Teoh, M.R. Vikneswaran, M.Y. Chan, S.T. Ha, and P. Ibrahim. 2010. Synthesis and Characterization of Organotin(IV) Complexes Derived of 2-amino-5-nitrobenzoic Acid: In vitro Antibacterial Screening Activity. Amer. J. of Appl.Sci. 7 (7): 886-891.

Wongsa, P. and P. Werukhamkul. 2007. Product Development and Technical Service, Biosolution International. Bangkadi Industrial Park. Thailand. 134/4.


Dokumen yang terkait

Aktivitas Senyawa Antimikroba Bacillus sp. Terhadap Biofilm Bakteri Patogen Oportunis Asal Tambak Udang Intensif

3 76 72

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SERTA UJI PENDAHULUAN AKTIVITAS ANTIKANKER BEBERAPA SENYAWA ORGANOTIMAH(IV) 3-HIDROKSIBENZOAT TERHADAP SEL LEUKEMIA L-1210

4 29 51

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SERTA UJI PENDAHULUAN AKTIVITAS ANTIKANKER BEBERAPA SENYAWA ORGANOTIMAH(IV) 3-HIDROKSIBENZOAT TERHADAP SEL LEUKEMIA L-1210

0 8 51

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SERTA UJI PENDAHULUAN AKTIVITAS ANTIKANKER BEBERAPA SENYAWA ORGANOTIMAH(IV) 4-NITROBENZOAT TERHADAP SEL LEUKEMIA L-1210 (SYNTHESIS, CHARACTERIZATION AND PRELIMINARY ANTICANCER ACTIVITY TEST OF SOME ORGANOTIN(IV) 4-NITROBENZOATES

0 33 47

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SERTA UJI PENDAHULUAN AKTIVITAS ANTIKANKER BEBERAPA SENYAWA ORGANOTIMAH(IV) 3-NITROBENZOAT TERHADAP SEL LEUKEMIA L-1210 (SYNTHESIS, CHARACTERIZATION, AND IN VITRO ANTICANCER ACTIVITY OF SOME ORGANOTIN(IV) 3-NITROBENZOAT COMPOUND

2 33 45

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SERTA UJI PENDAHULUAN AKTIVITAS ANTIKANKER BEBERAPA SENYAWA ORGANOTIMAH(IV) ASETILSALISILAT TERHADAP SEL LEUKEMIA L-1210

0 8 8

SINTESIS, KARAKTERISASI DAN UJI PENDAHULUAN AKTIVITAS ANTIKANKER BEBERAPA SENYAWA ORGANOTIMAH(IV) BENZOAT TERHADAP SEL LEUKEMIA L-1210

0 5 9

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SERTA UJI AKTIVITAS ANTIKOROSI SENYAWA TURUNAN ORGANOTIMAH(IV)3-AMINOBENZOAT PADA BAJA LUNAK DALAM MEDIUM KOROSIF

6 34 75

SINTESIS, KARAKTERISASI, DAN APLIKASI TURUNAN SENYAWA ORGANOTIMAH(IV) 4-AMINOBENZOAT SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA LUNAK DALAM MEDIUM KOROSIF

2 31 70

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SERTA UJI AKTIVITAS ANTIKOROSI SENYAWA TURUNAN ORGANOTIMAH(IV) BENZOAT TERHADAP BAJA LUNAK DALAM MEDIUM KOROSIF NACl

0 29 79