6
awam. Berdasarkan ambiguitas itu maka muncul pertanyaan, apakah seorang perempuan merupakan seorang pembantu? Atau menjadi penolong serta rekan sesamanya.
Pertanyaan tersebut menjadi sangat penting dan krusial, karena pada kenyataannya keadaan yang dialami oleh perempuan bukanlah sebagai seorang penolong melainkan sebagai
pembantu. Diperlakukan sebagai seorang pembantu, membuat perempuan mengalami penyiksaan secara fisik dan juga psikis. Penyiksaan secara fisik yang dialami oleh seorang
perempuan seperti kekerasaan dalam keluarga, pelecehan seksual, atau hanya diperbolehkan untuk melakukan pekerjaan domestik. Sedangkan penyiksaan secara psikis seperti pelabelan
yang diberikan oleh masyarakat bahwa perempuan terlalu mudah dipengaruhi perasaannya. Penyiksaan yang dialami oleh perempuan, khususnya secara psikis membuat perempuan
mengalami gangguan kesehatan mental.
17
Kesehatan mental merupakan kemampuan individu untuk berinteraksi satu sama lain untuk mendapatkan kesejahteraan. Jika perempuan tidak
memiliki kesehatan mental maka perempuan tidak akan memiliki kesejahteraan dalam menjalani kehidupannya dan membuat perempuan akan kehilangan makna hidupnya.
Gangguan kesehatan mental dapat ditandai dengan adanya kecemasan pada diri perempuan. Jika kecemasan sering terjadi maka perempuan mudah untuk mengalami depresi.
18
Depresi yang dialami oleh perempuan juga akan mengakibatkan rasa tidak percaya diri pada perempuan. Rasa tidak percaya diri merupakan penghayatan hidup yang hampa karena merasa
tidak berharga.
19
Rasa tidak percaya diri dapat membuat perempuan tidak dapat mengekspresikan dirinya. Jika perempuan hanya mampu untuk menerima maka citra dirinya
akan menurun. Karena menurut Al-Bahsein, 2009 seperti yang dikutip oleh Engel, dijelaskan bahwa citra diri memiliki peran besar dalam kejiwaan seseorang.
20
Penurunan citra diri seorang perempuan, hanya akan membuatnya selalu menerima dan berdiam diri terhadap berbagai
perlakuan terhadap dirinya. Idealnya gangguan kesehatan mental yang dialami perempuan akan membuatnya kesulitan dalam menjalani tanggungjawabnya.
Sikap perempuan untuk berdiam diri dan hanya menerima berbanding terbalik dengan kemampuan yang ada dalam dirinya. Pada hakikatnya, perempuan mampu untuk melawan
17
Michele A. Paludi Editor. Joy Rice Nancy Felipe Russo.
Feminism a
nd Women’s Right
Worldwide Vol 2. Mental and Physical Health. International Perspectives on Women and Mental Health.
Santa Barbara; California, 2010 1-3
18
Paludi, Feminism and Women’s
,
1-3
19
Jacob Daan Engel,
Nilai dasar Logo Konseling
. Yogyakarta: Kanisius, 2014 57.
20
Engel,
Nilai dasar
, 52-53.
7
ketidakadilan yang terjadi padanya. Hal itu disebabkan karena perempuan memiliki sifat asertif dan juga non konform.
21
Sifat asertif akan membuat perempuan mampu mengutarakan keinginannya dan sifat non konform membuat perempuan memiliki pengetahuan tentang sesuatu
yang alami untuk dipertahankan dan yang harus diubah ditengah-tengah lingkungan sosial. Berdasarkan penjelasan di atas, maka kajian terhadap Kejadian 2: 18 ternyata masih
cenderung ditinjau hanya dari segi hermeneutik teks saja dan tidak disertai dengan studi psiko feminis. Oleh Karena itu, penelitian ini dilakukan untuk memahami keduanya sekaligus yakni
melakukan studi hermeneutik teks dan psiko feminis secara bersamaan. Adapun pertanyaan sentral yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagaimana peran Hawa sebagai penolong
dalam Kejadian 2: 18 yang dikaji dari perspektif hermeneutik dan psiko-feminis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan peran Hawa sebagai penolong dalam Kejadian 2: 18
melalui proses hermeneutik dan psiko-feminis. Manfaat penulisan ini untuk memberikan pengetahuan kepada kaum awam tentang peran Hawa sebagai penolong dalam Kejadian 2: 18
yang telah dikaji melalui proses perspektif dan psiko-feminis. Selain itu penulisan ini akan memberikan sumbangan pemikiran kepada Gereja dalam rangka menolong Gereja untuk
membangkitkan kesadaran gender. Penulisan ini menggunakan metode hermeneutik dengan pendekatan sinkronik dan diakronik.
Sinkronik merupakan pendekatan yang memperhatikan teks-teks kitab suci sebagai satu kesatuan tanpa mempersoalkan unsur di luar teks seperti permasalahan redaksi dan sumber. Sedangkan
diakronik merupakan pendekatan yang digunakan dengan asumsi bahwa teks-teks kitab suci memiliki sejarah dan membutuhkan pertimbangan yang cermat. Selain itu juga digunakan
pendekatan psiko feminis untuk mengetahui faktor psikologi yang dialami Hawa. Pendekatan psiko feminis yang digunakan adalah untuk menganalisa pengaruh ketidaksetaraan dalam relasi
gender.
22
Tujuannya untuk memahami individu dalam aspek sosial dan politik yang lebih besar dalam masyarakat.
Sistematika dalam penulisan ini diuraikan sebagai berikut: Bagian pertama berisikan Pendahuluan, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penulisan, dan
Sistematika Penulisan. Pada bagian kedua, berisikan Landasan Teori tentang Peran Perempuan dalam Israel Kuno, Peran Perempuan dalam Budaya Patriakal dan Psiko-Feminis. Pada bagian
21
Saparinah Sadli,
Berbeda tapi Setara
. Jakarta: Buku Kompas, 2010 9.
22
Eti Nurhayati,
Psikologi Perempuan
. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012 XX.
8
ketiga terdapat dua langkah yang dilakukan untuk membahas tentang pesan peran Hawa sebagai penolong dalam Kejadian 2: 18. Langkah pertama yang dibahas adalah menganalisa peran Hawa
sebagai penolong dari perspektif hermeneutik, langkah kedua yang dilakukan adalah menganalisa Hawa sebagai penolong dari perspektif psiko feminis. Bagian keempat berisi
kesimpulan dan saran.
2. Perempuan dalam Israel kuno, budaya patriakal dan psiko-feminis
Berbicara mengenai studi Psiko Feminis terhadap Kejadian 2: 18 tidak terlepas dari budaya yang melatar belakangi penulisan ayat ini. Dengan demikian, untuk merekonstruksi kembali ayat
ini, penulis menggunakan teori Peranan perempuan dalam Israel kuno, Pengaruh peran perempuan dalam budaya patriakal dan Psiko feminis.
2.1 Peran Perempuan dalam Israel Kuno
Di dalam budaya masyarakat Israel Kuno, kehidupan mereka diatur dalam bentuk suku-suku. Kekuasaan masyarakat Israel Kuno di atur dari bawah ke atas bukan dari atas ke bawah seperi
pada umumnya. Kekuasaan dari bawah ke atas ini ditandai dengan kekuasaan keluarga atau rumah tangga sebagai kekuasaan yang tertinggi.
23
Keluarga menjadi penguasa tertinggi dalam masyarakat.
Kehidupan keluarga Israel kuno memiliki keseharian sebagai masyarakat agraris. Masyarakat agraris menandakan bahwa masyarakat Israel kuno bekerja sebagai petani.
24
Hidup sebagai masyarakat agraris membuat keluarga Israel Kuno atau masa Israel pra-monarki memiliki tiga
aktivitas kerja utama yang dibagi dan juga diperankan oleh laki-laki dan perempuan. Ketiga aktivitas itu adalah prokerasi reproduksi, produksi, dan proteksi.
25
Prokreasi atau reproduksi adalah tugas kerja yang diperankan oleh perempuan.
26
Tugas kerja ini ditandai dengan proses kehamilan, melahirkan dan membesarkan serta merawat anak-anak yang telah dilahirkan.
23
Carol Meyers,
Families in Ancient Israel
Louisville, Kentucky: Westminster John Knox Press, 1997, 3.
24
Meyers, Families in, 7-9.
25
Ira D. Mangililo, Saudari-saudari yang hilang dalam ruang publik: kajian sosiao-teologis Kristen terhadap peran politik perempuan, jurnal perempuan, vol.19. no.3, 2014. 69-70.
26
Meyers,
Discovering Eve,
56.
9
Produksi dilakukan oleh laki-laki.
27
Tugas kerja ini dilakukan saat laki-laki membuka lahan dan bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Tugas produksi dilakukan oleh laki-laki
karena jarang terjadi peperangan dan membuat tenaga laki-laki menjadi meningkat. Tugas kerja ketiga adalah proteksi dan ini dilakukan oleh laki-laki. Proteksi merupakan pertahan atau
perlindungan yang dilakukan laki-laki terhadap keluarganya. Berdasarkan pembagian tugas kerja yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dalam
masyarakat Israel Kuno, maka secara tidak langsung status perempuan menjadi tersudut dan terpinggirkan. Hal tersebut dikarenakan laki-laki memiliki dua aktivitas kerja yang menandakan
laki-laki sangat kuat, sedangkan perempuan memiliki satu aktivitas kerja dan diartikan perempuan tidak memiliki kekuatan seperti laki-laki. Kondisi seperti ini membuat laki-laki
menjadi dominan.
28
Selanjutnya membuat hubungan laki-laki dan perempuan menjadi tidak seimbang. Jika laki-laki yang menjadi dominan, maka perempuan dapat dianggap tidak menjadi
bagian yang penting. Artinya peranan laki-laki menjadi yang paling utama dalam masyarakat. Pembagian aktivitas kerja seperti yang telah dijelaskan di atas, tidak berlangsung lama. Pada
saat terjadi peperangan dalam kehidupan masyarakat Israel dan kurangnya prajurit militer yang memadai maka laki-laki dalam keluarga direkrut untuk menjadi prajurit peperangan.
29
Pemanggilan laki-laki dalam keluarga membuat mereka harus pergi meninggalkan keluarga untuk berperang. Saat berperang, maka pembagian tugas laki-laki dan perempuan menjadi
berubah. Perempuan menolong laki-laki dan mengambil alih untuk melakukan prokreasi dan produksi.
30
Selain berperang, untuk memperluas daerah territorial bangsa Israel, tenaga laki-laki juga digunakan untuk membuka lahan-lahan wilayah Israel. Keadaan yang dialami oleh laki-laki
semacam ini membuat tugas kerja perempuan menjadi bertambah. Perempuan melakukan prokreasi dan produksi yaitu perempuan mengurus kehidupan rumah
tangga dengan melakukan pekerjaan domestik dan publik dengan cara membuka lahan untuk bercocok tanam memenuhi kebutuhan keluarga.
31
Dua aktivitas perempuan menandakan bahwa perempuan tidak hanya boleh berada di rumah, dia harus membuka lahan dan membentuk lahan
pertanian untuk bercocok tanam dan dia juga yang meramu hasil pertanian menjadi bahan
27
Meyers,
Discovering Eve,
56.
28
Meyers,
Discovering Eve, 48.
29
Mangililo,
Saudari-saudari
, 69-70.
30
Meyers,
Discovering Eve,
61.
31
Meyers, Families in, 25.
10
makanan. Pemenuhan kebutuhan keluarga tanpa adanya bantuan laki-laki juga dilakukan oleh perempuan seperti mempelajari teknologi untuk membuka lahan pertanian, menanam gandum
atau tumbuhan lainnya, terampil mengelola bahan mentah makanan menjadi siap untuk dikonsumsi, memiliki keahlian untuk membuat benang dan pakaian, dan membuat keranjang dan
keramik.
32
Prokreasi dan produksi yang dilakukan oleh perempuan, membuatnya memiliki beban kerja yang sangat tinggi. Oleh karena itu, perempuan dapat melakukan banyak pekerjaan dalam
satu waktu atau
multitasking.
Beban kerja yang sangat tinggi membuat perempuan Israel Kuno memiliki keahlian untuk melakukan perencanaan, keterampilan dan pengetahuan teknologi yang sangat berguna untuk
melangsungkan kehidupannya bersama keluarga setiap hari.
33
Laki-laki cenderung menggunakan fisik dan tenaga saat memerankan tugas yang dikerjakannya sedangkan perempuan
menggunakan keahlian,
penilaian dan
keterampilannya saat
melakukan tugas
kerjanya.
34
Keahlian, keterampilan dan pengetahuan teknologi ini dilakukan dan ditunjukan oleh perempuan pada saat meramu makanan atau membuat kerajinan tangan.
Oleh karena itu, tidak salah jika tugas kerja antara laki-laki menjadi seimbang. Perempuan memiliki dua tugas yaitu prokreasi untuk memperbesar jumlah keturunan dan melakukan
pekerjaan domestik serta membuka lahan untuk bercocok tanam demi kebutuhan keluarga. Sementara laki-laki juga mempunyai dua tugas yaitu melakukan pertahanan atau perlindungan
terhadap keluarga dan membuka lahan pertanian untuk memperluas daerah Israel.
35
Pembagian tugas kerja yang merata membuat hubungan perempuan dan laki-laki menjadi seimbang. Laki-
laki tidak lagi menjadi pihak yang dominan. Penjelasan di atas merupakan kehidupan masyarakat Israel pada masa pra-monarki.
Kehidupan masyarakat Israel mengalami perubahan pada masa monarki. Masa monarki Israel ditandai dengan hadirnya kerajaan yang bersifat hirarki. Jika pada masa pra-monarki kekuasaan
keluarga merupakan kekuasaan tertinggi maka pada masa monarki kekuasaan tertinggi adalah kekuasaan raja.
36
Peranan perempuan dan laki-laki yang tadinya seimbang menjadi bergeser sebab tidak ada lagi produksi yang dikerjakan perempuan. Perempuan hanya melakukan aktivitas
32
Philip J. King Lawrence E. Stager,
Kehidupan Orang,
55-58.
33
Meyers, Families in,26.
34
Mangililo,
Saudari-saudari
, 74.
35
Meyes,
Discovering Eve
, 56.
36
Mangililo,
Saudari-saudari
, 74.
11
kerja reproduksi dan melakukan pekerjaan domestik. Dampak dari masa Israel monarki ini adalah hadirnya sistem patriakal. Sistem ini ditandai dengan kekuasaan raja atau laki-laki dalam
kehidupan rumah tangga dan juga bernegara. Sistem patriakal ini kemudian membuat perempuan menjadi kaum nomor dua yang cenderung diabaikan.
Carol Meyers berpendapat bahwa jika kehidupan seorang perempuan terbatas pada kehidupan rumah tangga maka ia akan melakukan hal-hal yang terfokus pada kebutuhan rumah
tangga seperti memasak, mengasuh anak dibandingkan dengan tugas yang dilakukan oleh para laki-laki. Karena Di dalam kehidupan rumah tangga, laki-laki adalah kepala keluarga, sehingga
hal tersebut akan membuka peluang bagi perempuan untuk mengalami ketertindasan karena laki- laki bahwa mewajibkan perempuan untuk hal itu dan membatasi peran-peran lainnya.
37
Oleh karena itu, ketertindasan yang dialami perempuan dalam kehidupan rumah tangga disebabkan
tidak adanya kesempatan untuk dapat keluar dari ranah domestik untuk mengekspesikan dirinya melakukan tugas kerja produksi.
2.2 Perempuan dalam Budaya Patriakal
Secara umum, patriarki dapat didefinisikan sebagai sebuah sistem yang bericirikan laki-laki ayah. Sylvia Walby 1990 dalam bukunya,
Theorising Patriarchy
menyebut patriarki “sebagai suatu sistem dari struktur dan praktik-praktik sosial yang mana kaum laki-laki menguasi,
menindas dan mengeksploitasi perempuan”. Sebagai sebuah sistem, patriarki memiliki dua bentuk, yaitu patriarki domestik
private patriarchy
dan patriarki publik
public patriarchy.
Patriarki domestik menitikberatkan kerja dalam rumah tangga sebagai suatu bentuk stereotipe yang melekat pada kaum perempuan. Sedangkan tekanan terhadap kaum perempuan pada
patriarki publik berasal dari sistem yang terbentuk di tempat kerja dan dalam pemerintahanNegara.
38
Patriaki domestik membuat perempuan akan menerima stigma bahwa melakukan pekerjaan domestik merupakan tugas utamanya, sementara patriaki publik akan
membuat perempuan hanya pantas untuk menjadi bawahan dan menerima perintah. Carol Meyers dalam bukunya
Discovering Eve Ancient Israelite
menyatakan bahwa patriakal merupakan ideologi yang timbul dari kekuatan pria dalam kelompok kekerabatan, sebagai bentuk
37
Bradley,
Women in,
5-6.
38
Sylvia Walby, dalam
May Lan, Pers, Negara dan Perempuan
Yogyakarta: Kalika 2002 14.
12
prinsip simbolis laki-laki dan menandakan kekuasaan laki-laki.
39
Meyers juga berpendapat bahwa Patriaki berkaitan dengan ide-ide dari dominasi laki-laki. Sehingga laki-laki yang
menguasai dan mengendalikan kehidupan perempuan. Dominasi laki-laki tidak dapat disamakan dengan perempuan pasif.
40
Artinya, dominasi laki-laki tidak dapat dilakukan dan tidak dapat terjadi saat perempuan mampu melakukan keinginannya.
Pengaruh budaya patriakal dalam kehidupan masyarakat Israel sangat dirasakan oleh kaum perempuan. Budaya patriakal membuat perempuan dianggap sebagai properti dalam keluarga
dan hanya bertugas untuk mengurusi kehidupan rumah tangga.
41
Dalam masyarakat patriakal perempuan berada pada posisi yang tidak menguntungkan. Sebelum menikah seorang perempuan
adalah milik ayahnya. Jika ayahnya telah meninggal, maka perempuan menjadi milik saudara laki-lakinya. Selanjutnya, pada saat perempuan telah menikah, ia akan menjadi milik
suaminya.
42
Kehidupan perempuan yang menjadi jandapun tidak mengenakan. Seorang perempuan janda akan lebih mudah menjadi korban dan sangat gampang untuk hidup melarat.
Bahkan janda dapat dikenali karena cara berpakaiannya dibedakan dengan perempuan yang bukan janda.
43
Perempuan janda yang belum memiliki keturunan harus melakukan perkawinan levirat yaitu menikahi saudara suami supaya mendapatkan bagian dalam struktur masyarakat.
44
Akhirnya, budaya patriakal ini membuat perempuan menjadi milik dan hak laki-laki secara penuh. Budaya ini bersifat mengikat dan membuat perempuan berada dalam kekangan.
Budaya patriakal juga memberi pengaruh terhadap status sosial kaum perempuan. Perempuan yang mandul akan mengancam statusnya sebagai istri dan dipandang sebagai orang yang tidak
memiliki kehormatan.
45
Perempuan yang tidak perawan sebelum menikah, dianggap sebagai kejahatan bagi ayahnya dan calon suaminya.
46
Bahkan perempuan yang sedang berada pada masa menstruasi dianggap sebagai perempuan najis, karena darah merupakan hal yang
berbahaya.
47
Selain itu perempuan juga sering disamakan dengan budak dan benda. Kemudian dalam masyarakat patriakal, keseluruhan tubuh seorang perempuan dan juga kesuburannya
39
Meyers,
Discovering Eve,
26.
40
Bradley,
Women in,
6
41
Philip J. King Lawrence E. Stager,
Kehidupan Orang,
55.
42
Philip J. King Lawrence E. Stager,
Kehidupan Orang
, 58.
43
Philip J. King Lawrence E. Stager,
Kehidupan Orang
, 59.
44
Philip J. King Lawrence E. Strager,
Kehidupan Orang
, 63.
45
Ebeling, Women’s Lives
,
97-98.
46
Ebeling, Women’s Lives, 84-85.
47
Ebeling, Women’s Lives, 68-69.