ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP OKNUM POLISI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TANJUNG KARANG NOMOR 76/PID.B/2012/PN.TK)

(1)

ABSTRAK

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP OKNUM POLISI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN

(STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TANJUNG KARANG NOMOR 76/PID.B/2012/PN.TK)

Oleh

JUSUF EFENDI PURBA

Pemerkosaan merupakan suatu perbuatan hubungan kelamin yang dilakukan seorang pria terhadap seorang wanita yang bukan istrinya atau tanpa persetujuannya, dilakukan ketika wanita tersebut ketakutan atau dibawah kondisi ancaman lainnya. Pemerkosaan yang dijatuhi hukuman kepada seorang anggota kepolisian dimana pemerkosaan tersebut yang dilakukan bersama dengan beberapa temannya kepada seorang wanita oleh hakim dipidana penjara 3 (tiga) tahun. Seorang anggota kepolisian sepatutnya menjaga dan melindungi masyarakat. Adapun permasalahan dalam penulisan ini adalah bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap seorang anggota kepolisian yang melakukan pemerkosaan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang No.76/Pid.B/2012/PN.TK), dan apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara pemerkosaan yang dilakukan oleh anggota kepolisian (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang No.76/Pid.B/2012/PN.TK).

Pendekatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan secara yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Adapun sumber dan jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data yang diperoleh kemudian diolah setelah data diolah kemudian dianalisis secara kualitatif guna mendapatkan suatu kesimpulan yang memaparkan kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari penelitian.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa terdakwa Martine Arizona Bin Kasmito terbukti melakukan perbuatan tindak pidana pemerkosaan dan dihukum penjara selama 3 (tiga) tahun. Hakim menjatuhi hukuman penjara 3 (tiga) tahun terhadap Martine Arizona terbukti


(2)

Jusuf Efendi Purba

melanggar Pasal 285 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dasar pertimbangan hakim karena telah terpenuhinya unsur-unsur dari Pasal 285 KUHP serta hal yang memberatkan.

Saran yang diberikan penulis ialah hakim harus lebih memberatkan pertanggungjawaban pidana terhadap terdakwa, mengingat bahwa terdakwa adalah seorang anggota kepolisian yang seharusnya memberikan keamanan, pengayoman, dan perlindungan serta cerminan kepada masyarakat.

Kata Kunci: Pertanggungjawaban Pidana, Pertimbangan Hakim, Tindak Pidana Pemerkosaan


(3)

(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sileang pada tanggal 12 Desember 1992, penulis merupakan anak kelima dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Paber Purba, S.Pd dan Ibu Salam Sihite, S.Pdak.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 173406 Sileang pada tahun 2004. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Doloksanggul pada tahun 2005. Penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Doloksanggul pada tahun 2007.

Pada Tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikan sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Lampung melalui jalur Ujian SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di organisasi Forum Mahasiswa Hukum Kristen (FORMAHKRIS) dan menjadi ketua pelaksana Natal pada tahun 2011

Penulis melaksanakan Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Gunung Sangkaran Kecamatan Blambangan Umpu Kabupaten Way Kanan pada tahun 2013 selama empat puluh hari.


(7)

Moto

Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, tetapi

orang bodoh menghina hikmat dan didikan

(Amsal 1:7)

Janganlah kegagalan yang menjadi pemberi nilai atas apa

yang telah kita lakukan


(8)

PERSEMBAHAN

Dengan segenap rasa syukur dan puji-pujian kepada Tuhan Yesus

Kristus dan suka cita yang luar biasa, penulis persembahkan karya

ini kepada

Ayahku tersayang Paber Purba, S.Pd, Mamaku tercinta Salam

Sihite, S.Pdak

Yang telah memberikan ajaran, dukungan dan doa serta harapan

demi keberhasilanku kelak.

Kepada ketiga kakak ku Erika Purba S.A.N, Erny Purba S.E, Lilis

Purba AMKeb,SST dan Abang ku Fernando Purba S.STP serta

adek ku Alexcis Purba yang senantiasa memberikan dukungan,

semangat dan doa

Hasian ku tersayang Tiurma Nainggolan yang selalu menemani

selama berjalannya perkulihaan

Kepada seluruh sahabat-sahabatku yang telah menemani perjalanan

studi ku selama ini dan telah memberikan arti sebuah persahabatan

Almamamaterku tercinta Fakultas Hukum Angkatan 2010

Universitas Lampung


(9)

SANWACANA

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, yang senantiasa melimpahkan berkat, rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisi Pertanggungjawaban Terhadap Oknum Polisi Yang Melakukan Tindak Pidana Pemerkosaan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang No.76/Pid.B/2012/PN.TK)”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat akademis untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung. Melalui skripsi ini peneliti banyak belajar sekaligus memperoleh ilmu pengetahuan dan pengalaman yang belum pernah diperoleh sebelumnya serta mengharapkan pengalaman tersebut bermanfaat dimasa yang akan datang.

Terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari hambatan yang datang baik dari dalam ataupun luar diri penulis. Penulisan skripsi ini juga tidak lepas dari bimbingan dan bantuan serta arahan dari berbagai pihak, oleh karena itu Penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum, Universitas Lampung

2. Ibu Diah Gustiniati, S.H., M.H., selaku Ketua Jurusan Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Lampung.


(10)

3. Bapak Eko Raharjo, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing Utama terima kasih atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Ahmad Irzal Fardiansyah, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing Kedua atas bimbingan dan pengarahannya yang sangat berharga dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Dr. Nikmah Rosidah, S.H., M.H. selaku Dosen Pembahas Utama yang telah memberikan kritikan dan masukan yang luar biasa untuk menyempurnakan skripsi ini.

6. Ibu Rini Fathonah, S.H., M.H. selaku Dosen Pembahasa Kedua atas ketersediaannya meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.

7. Bapak Sudirman Maechan, S.H., M.H. Selaku Pembimbing Akademik yang dengan ikhlas telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulis menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung.

8. Seluruh Dosen Fakultas Hukum yang telah mengajar dan memberikan ilmu yang sangat bermanfaat.

9. Mbak Sri, Mbak Yanti dan Babe, terimakasih atas bantuannya selama ini.

10. Teristimewa untuk kedua orang tuaku yang luar biasa dan sangat ku sayangi Ayah Paber Purba, S.Pd dan Mamaku Salam Sihite, S.Pdak, untuk doa, kasih sayang, dukungan, motivasi, dan pengajaran yang telah kalian berikan dari aku kecil hingga saat ini, yang begitu berharga dan menjadi modal bagi kehidupan ku. You Are My Super Star.


(11)

11. Keluarga besarku yang sangat luar biasa yang kusayangi dan ku banggakan, ketiga kakak ku Erika Purba S.A.N, Erny Purba S.E., Lilis Purba AMKeb,SST, abang ku Fernando Purba S.STP, adek ku Alexcis Purba, lae ku Henri Sihite dan keponakanku Darius Arga Sihite serta Butet br.Sihite, terimakasih banyak atas perhatian kalian yang senantiasa memberikan dukungan, semangat, doa dan pertolongan kalian. Kalian adalah semangat hidupku.

12. Kekasihku tercinta Tiurma Nainggolan terimakasih banyak waktu dan perhatiannya selama penyelesaian studi di Universitas Lampung.

13. Sahabat-sahabat terbaikku sekaligus saudaraku yang selama empat tahun terakhir ini menemani dan mengisi hari – hari dihidupku Abram Sitepu, Adatua Simbolon, Alex Sitinjak, Bobby Debataraja, Bryan Sipayung, Elyasip Sembiring, Hans Sembiring, Ivo Simanjuntak, Marcel Cio, Josua Tampubolon, Olfredo Sitorus, Richad Simanungkalit, Ricko Sihaloho, Rio Meliala, Rizal Sinurat, Sanggam Simanullang, Saut Lumbangaol, Wiliam Sihombing, Yoga Adrian Ibrahim, Yuri Simatupang, dan Wetson Rumahorbo, Jefri Refliando yang tergabung dalam Gerobak Pasir terimakasih untuk saat – saat berharga yang telah dihadirkan dan kebersamaan kita selama ini, terimakasih telah menjadi semangat dalam penyusunan skripsi ku dan tugas – tugas diperkuliahan diwaktu kemarin, terimakasih telah mengajarkan arti sebuah persahabatan selama ini kepadaku, kiranya kita bisa menjadi saudara selamanya.

14. Putri-Putri Gerobak Pasir, Ade Marbun, Charlyna Purba, Dede Hutagalung, Reni Panjaitan, Rymni Tambunan, Sartika Samosir, Sonya Harahap untuk


(12)

kebersamaannya selama ini baik di Formahkris atau kuliah Agama atau kuliah sehari-hari.

15. Teman-teman Formahkris yang tidak dapat disebutkan satu per satu terimakasih atas kebersamaannya dan pelayanannya selama ini. Senantiasa Tuhan selalu memberkati.

16. Anak Kosan Wisma Resik (Ridho Thamrin Purba, RCC Sagala, Reno Sihombing, Dolly Nababan, Roy Sihombing, Andreas Simbolon, Rio Prayuda) terimakasih atas persahabatan dan kebersamaan kalian

17. Para rekan seperjuangan Andos (Duma Purba, Davit simarmata, Andreas Manullang, Gomos, Batara), terimakasih atas persahabatannya

18. Keluarga Besar Formaba Fc dan Futsal Hkbp Lungsir, terimakasih atas waktu dan kebersamaan kalian.

19. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu sehingga penulisan skripsi ini dapat selesai.

Penulis berdoa semoga bantuan yang telah diberikan mendapat balasan dari Tuhan Yesus Kristus. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dibidang hukum demi kemajuan dan kesejahteraan bangsa Indonesia, Amin.

Bandar Lampung, Agustus 2014

Penulis


(13)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup...7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...8

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ...9

E. Sistematika Penulisan ...13

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban ...15

B. Pengertian Dan Unsur-Unsur Tindak Pidana ...21

C. Pengertian Tindak Pidana Pemerkosaan ...25

D. Pengertian Polisi ...27

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah...32

B. Sumber dan Jenis Data ...32


(14)

D. Prosedur Pengumpulan Data ...34 E. Analisis Data ...36

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden ...37 B. Gambaran Umum Putusan ...38 C. Pertanggungjawaban Tindak Pidana Pemerkosaan Yang Dilakukan oleh

Oknum Polisi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang No. 76/Pid.B/2012/PN.TK) ... 42 D. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Dalam Putusan Perkara Tindak

Pidana Pemerkosaan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang No. 76/Pid.B/2012/PN.TK) ... 48

V. PENUTUP

A. Simpulan ...64 B. Saran ...65


(15)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kejahatan atau tindak pidana merupakan salah satu masalah sosial yang sangat meresahkan bagi masyarakat dan diperlukan penanganan khusus untuk mengatasi dan menanggulanginya. Tindak pidana merupakan perbuatan anti-sosial yang terjadi dalam interaksi dengan sesamanya dimana perbuatan tersebut mendapat tantangan dari pemerintah atau negara sedangkan secara yuridis tindak pidana dapat dikatakan sebagai suatu perbuatan melawan hukum dimana sebagai akibat dari perbuatan itu, pelaku dapat dikenakan sanksi sebagaimana yang diatur dalam peraturan undang undang yang dilanggar tersebut.

Tindak pidana yang dimaksud adalah bahwa perbuatan pidana atau tindak pidana senantiasa merupakan suatu perbuatan yang tidak sesuai atau melanggar suatu aturan hukum atau perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum yang disertai dengan sanksi pidana yang mana aturan tersebut ditujukan kepada perbuatan sedangkan ancamannya atau sanksi pidananya ditujukan kepada orang yang melakukan atau orang yang menimbulkan kejadian tersebut. Berdasarkan hal ini maka setiap orang yang


(16)

2

melanggar aturan-aturan hukum yang berlaku, dengan demikian dapat dikatakan terhadap orang tersebut sebagai pelaku perbuatan pidana atau pelaku tindak pidana.

Tindak pidana merupakan bagian dasar dari pada suatu kesalahan yang dilakukan terhadap seseorang dalam melakukan suatu kejahatan. Jadi untuk adanya kesalahan hubungan antara keadaan dengan perbuatannya yang menimbulkan celaan harus berupa kesengajaan atau kelapaan. Dikatakan bahwa kesengajaan (dolus) dan kealpaan (culpa) adalah bentuk-bentuk kesalahan sedangkan istilah dari pengertian kesalahan (schuld) yang dapat menyebabkan terjadinya suatu tindak pidana adalah karena seseorang tersebut telah melakukan suatu perbuatan yang bersifat melawan hukum sehingga atas`perbuatannya tersebut maka dia harus bertanggung jawab akan segala bentuk tindak pidana yang telah dilakukannya untuk dapat diadili dan bilamana telah terbukti benar bahwa telah terjadinya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh seseorang maka dengan begitu dapat dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan pasal yang mengaturnya. Terjadinya suatu tindak pidana terdapat dua pihak yang terlibat didalamnya, yaitu pelaku dan korban. Bentuk atau macam dari suatu tindak pidana sangatlah banyak, misalnya tindak pidana pembunuhan, perampokan, pencurian, penggelapan, pencemaran nama baik, pencabulan serta pemerkosaan dan masih banyak yang lainnya.

Perkembangan masyarakat yang begitu pesat dan meningkatnya kriminalitas, di dalam kehidupan bermasyarakat, berdampak kepada suatu kecenderuangan dari anggota masyarakat itu sendiri untuk berinteraksi satu dengan yang lainnya, dalam


(17)

3

interaksi ini sering terjadi sesuatu perbuatan yang melanggar hukum atau kaidah-kaidah yang telah ditentukan dalam masyarakat, untuk menciptakan rasa aman, tentram dan tertib, dalam masyarakat. Dalam hal ini tidak semua anggota masyarakat mau untuk menaatinya, dan masih saja ada yang menyimpang yang pada umumnya perilaku tersebut kurang disukai oleh masyarakat.

Kejahatan yang terjadi bukan saja menyangkut tindak pidana terhadap nyawa dan harta benda saja melainkan juga terhadap kesusilaan. Tindak pidana kesusilaan merupakan suatu perbuatan yang berhubungan dengan rangsangan seksual. Kelainan dalam melakukan hubungan seks ini dalam konsep ilmu kejiwaan dapat digolongkan kepada abnormalitas seksual (patologi seks). Terjadinya patologi seksual ini karena si individu tidak dapat memenuhi penyalurannya secara wajar. Contoh dari tindak pidana kesusilaan adalah pencabulan dan pemerkosaan, yang merupakan perwujudan dari seseorang yang melakukan suatu perbuatan atau tindakan yang melanggar rasa kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan lain yang keji dan tindakan itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin. Tindak pidana pencabulan dan pemerkosaan merupakan perbuatan yang sangat merugikan yang berakibat buruk bagi korban dan meresahkan masyarakat.

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang berarti paksa, gagah, kuat, perkasa. Memperkosa berarti menundukkan dengan kekerasaan menggagahi, melanggar (menyerang dan sebagainya) dengan kekerasan1. Berdasarkan uraian tersebut maka pengertian perkosaan adalah:

1


(18)

4

1. Suatu hubungan kelamin yang dilarang dengan seseorang wanita tanpa persetujuannya.

2. Persetubuhan yang tidak sah oleh seorang pria terhadap seorang wanita yang bukan istrinya atau tanpa persetujuannya, dilakukan ketika wanita tersebut ketakutan atau dibawah kondisi ancaman lainnya.

Ditinjau dari motif pelaku dalam melakukan perbuatan perkosaan dapat dibagi atas:2 1. Seductive Rape

Pemerkosaan yang terjadi karena pelaku merasa terangsang nafsu birahi dan ini bersifat sangat subjektif. Biasanya tipe pemerkosaan seperti ini justru terjadi diantara mereka yang saling mengenal. Misalnya pemerkosaan oleh pacar, teman, atau orang yang terdekat lainnya. Faktor pergaulan atau interaksi sangat berpengaruh pada terjadinya pemerkosaan.

2. Sadictic Rape

Pemerkosaan yang dilakukan secara sadis dalam hal ini pelaku mendapat kepuasan seksual bukan karean bersetubuh melainkan karena perbuatan kekerasan yang dilakukan terhadap tubuh perempuan, terutama pada organ genetaliannya.

3. Anger Rape

Perkosaan yang dilakuakan sebagai ungkapan marahan pelaku. Perkosaan jenis ini biasanya disertai tindakan brutal secara fisik. Kepuasan sex bukan tujuan utama dari pelaku, melain melampiaskan rasa amrahnya.

4. Domination Rape

Dalam hal ini pelaku ingin menunjukkan dominasinya kep[ada korban. Kekerasan fisik bukanlah tujuan utama pelaku, karena dia hanya ingin menguasai korban secara sexsual. Dengan demikian pelaku dapat membuktikan pada dirinya bahwa dia berkuasa atas orang-orang tertentu, misalnya korban perkosaan oleh majikan terhadap pembantunya.

5. Exploitation Rape

Perkosaan jenis ini dapat terjadi karena ketergantungan korban kepada pelaku, baik secara ekonomi maupun sosial. Dalam hal ini tanpa menggunakan kekerasan fisikpun pelaku dapat memaksakan keinginannya terhadap korban. Misalnya, perkosaan majikan terhadap buruhnya. Meskipun ada persetujuan hal itu bukan karena ada keinginan seksual dari korban melainkan ada ketakutan apabila dipecat dari pekerjaannya.

Kasus pemerkosaan oleh oknum polisi bukanlah yang pertama kita dengar, baik dari media elektronik maupun media cetak yang menjelaskan tentang kasus semacam ini.

2


(19)

5

Hal yang mengecewakan dalam kasus ini adalah kenyataan bahwa tindak pidana pemerkosaan ini dilakukan oleh oknum anggota kepolisian. Oknum anggota polisi ini seharusnya menjadi sosok yang melindung dan mengayomi masyarakat di lingkungan masyarakat serta bertanggungjawab atas perlindungan terhadap masayarakat. Namun dengan keadaan yang abnormal, seorang oknum anggota polisi ini melampiaskan nafsu kelaminnya terhadap warga sipil yang seharusnya mendapatkan rasa aman dari oknum anggota kepolisian.3

Dalam Pasal 285 KUHP menyebutkan:

“barang siapa dengan kekerasan atau dengan ancaman memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, karena perkosaan dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 12 tahun”.

Rumusan pada Pasal 285 KUHP diatas diketahui bahwa perkosaan (pemerkosaan) memiliki unsur memaksa dan dengan kekerasan. Tindak pidana dalam pasal ini mirip dengan tindak pidana yang sebagaimana diatur dalam Pasal 289 KUHP yang dirumuskan sebagai:

“Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang untuk

melakukan atau membiarkan dilakuakan perbuatan cabul, diancam dengan karena melakukan perbuatan yang menyerang kehermatan, kesusilaan dengan

penjara paling lama 9 tahun”.

Pasal 285 KUHP mengatur mengenai tindak pidana perkosaan secara umum. Dalam pasal tersebut ditegaskan bahwa barang siapa dengan kekersan atau ancaman

3


(20)

6

kekerasan memaksa seseorang wanita bersetubuh dengan dia diluar pernikahan diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara selama-lamanya 12 tahun. Dengan demikian dapat diketahui bahwa perkosaan menurut konstruksi yuridis menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia (KUHP) adalah perbuatan memaksa seseorang wanita yang bukan istrinya unutk bersetubuh dengan dia dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Kata kata ”memaksa dan kekerasan dan ancaman kekerasan” disini sudah menunjukkan betapa mengerikannya kekerasan tersebut. Pemaksaan hubungan kelamin kepada wanita yang bukan istrinya untuk bersetubuh dan tidak dikehendakinya akan mengakibatkan kesakitan hebat terhadap wanita itu. Pasal 421 KUHP menyebutkan:

“Seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang

untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, diancam dengan

pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun 8 (delapan) bulan”.

Pejabat yang dimaksud adalah anggota oknum kepolisian yang melakukan tindak pidana pemerkosaan dengan ancaman memaksa terhadap korban. Sebagai contoh kasus pemerkosaan yang terjadi di kota Bandar Lampung tepatnya di Lapangan Merah Way Halim (PKOR) yang termasuk wilayah hukum Pengadilan Negeri Tanjung Karang. Terdakwa adalah oknum anggota Polisi, dimana mereka ada empat orang bersamaan melakukan tindak pidana pemerkosaan terhadap seorang wanita yang berinisial RH di lapangan tanah merah komplek PKOR Jalan Sultan Agung Way Halim Bandar Lampung pada hari minggu 23 oktober 2011 pukul 20.30 WIB. salah seorang oknum polisi yang melakukan tindak pidana pemerkosaan tersebut adalah Martine Arizona. Terjadinya pemerkosaan tersebut, kemudian RH melaporkan


(21)

7

ke kantor Polresta Bandar Lampung. Setelah dari kantor Polres Bandar Lampung RH langsung melakukan pemeriksaan di rumah sakit Abdul Moeloek yang saat itu di tangani oleh dokter Laisa Muliati binti Makmun Derus. Dan hasil pemeriksaan (visum et revertum) terhadap korban (RH) ditemukan selaput robek dan hasil pemeriksaan (visum et revertum) menyimpulkan adanya unsur paksaan karena luka robeknya tidak beraturan (pemerkosaan).

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik dan ingin menfokuskan untuk menulis skripsi dengan judul “Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Pemerkosaan oleh oknum polisi (Studi Putusan Nomor: 76/Pid.B/2012/PN.TK)”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah :

a. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pemerkosaan yang dilakukan oleh oknum polisi (Studi kasus Putusan Nomor : 76/Pid.B/2012/PN. TK)?

b. Apakah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pemerkosaan yang dilakukan oleh oknum polisi (Studi kasus Putusan Nomor : 76/Pid.B/2012/PN. TK)?


(22)

8

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penulisan skripsi ini meliputi bidang ilmu hukum tentang tindak pidana pemerkosaan yang dilakukan oleh oknum polisi pada perkara nomor: 76/Pid.Sus/2011/PN.TK. Sedangkan ruang lingkup tempat penelitian yaitu pada wilayah hukum Pengadilan Negeri Tanjung Karang.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penulisan bertujuan untuk menguraikan secara jelas tentang:

a. Pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pemerkosaan yang dilakukan oleh oknum polisi

b. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pemerkosaan yang dilakukan oleh oknum polisi

2. Kegunaan Penelitian

a. Manfaat secara teoritis

Penulisan skripsi ini adalah untuk memberi pengetahuan dibidang hukum pidana khususnya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan efektifitas hukum pidana dalam memutus perkara tindak pidana pemerkosaan yang dilakukan oleh oknum polisi.


(23)

9

b. Manfaat praktis

1. untuk memberikan pengetahuan dan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat mengenai tindak pidana pemerkosaan yang dilakukan oleh oknum polisi.

2. untuk dipergunakan bagi pihak-pihak yang berkepentingan sebagai wawasan serta untuk memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dan sebagai referensi bagi para pihak yang ingin meneliti permasalahan yang sama.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.4

Pertanggungjawaban pidana menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti suatu perbuatan kejahatan yang harus dipertanggungjawabkan oleh suatu putusan hukum yang berlaku.5 Pertanggungjawaban pidana menurut hukum pidana adalah kemampuan bertanggungjawab seseorang terhadap kesalahan. Pertanggungjawaban dalam hukum pidana menganut asas tiada pidana tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld).

4

Soerjono Soekanto.Penelitian Hukum Normatif.PT Rajawali Press.Jakarta.1984:hlm.124.

5


(24)

10

Pertanggugjawaban pidana atau kesalahan menurut hukum pidana terdiri dari tiga unsur yaitu:

1. Toerekening Strafbaarheidd (dapat dipertanggungjawabankan) pembuat 2. Kelakuan dengan sikap kurang berhati-hati atau lalai (unsur kealpaan : culva )

3. Tidak ada alasan-alasan yang menghapuskan pertanggungjawaban pidana pembuat (unsur Toerkenbaar heid).6

Pertanggungjawaban adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang telah dilakukan, yaitu perbuatan yang tercela oleh masyarakat dan dipertanggungjawabkan oleh sipembuatnya dengan kata lain kesadaran jiwa orang yang dapat menilai, menentukan kehendaknya tentang perbuatan tindak pidana yang dilakukan berdasarkan putusan yang berkekuatan hukum tetap. Untuk adanya pertanggungjawaban pidana harus jelas terlebih dahulu siapa yang dapat dipertanggungjawabkan, ini berati harus dipastikan dahulu yang dinyatakan sebagai pembuat untuk suatu tindak pidana.7

Moeljatno menyatakan bahwa pertnggungjawaban pidana tidak cukup dilakukannya perbuatan pidana saja, akan tetapi di samping itu harus ada kesalahan, atau sikap batin yang dapat dicela dan dalam asas hukum yang tidak tertulis tidak dipidana jika tidak ada kesalahan.

6

Andi Hamzah.Hukum Acara Pidana Indonesia.Sapta Artha Jaya.Jakarta.1996:hlm.130.

7

Roeslan Saleh. Dalam Ibror Alhadat.Analisis Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Orang Yang Turut Serta Melakukan Perkosaan Terhadap Anak. Universitas Lampung.Bandar Lampung.2011:Hlm.12.


(25)

11

Hakim memiliki kebebasan untuk menjatuhkan keputusan berwenang untuk menjatuhkan sanksi pidana terhadap terdakwa. Hakim dalam menjatuhkan suatu sanksi harus mempertimbangkan berbagai bebagai macam pertimbangan sehingga terwujud suatu kepastian hukum dan memenuhi keadilan bagi masing-masing pihak. Keputusan hakim seharusnya mempertimbangkan unsur pertimbangan yuridis dan pertimbangan sosiologis. Hakim dalam memberikan keputusannya akan melihat mengenai hal-hal sebagai berikut:

1. Keputusan mengenai peristiwanya, ialah apakah terdakwa telah melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya;

2. Keputusan mengenai hukumnya, ialah apakah perbuatan yang dilakukan terdakwa itu merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdaka bersalah dan dapat dipidana;

3. Keputusan mengenai pidananya, apabila memang terdakwa memang dapat dipidana.8

Keputusan yang harus dilakukan oleh hakim sebelum memberikan keputusan akhir melalui serangkaian fakta konkrit yang sifatnya kompleks serta membutuhkan teknik-teknik tertentu. Hakim dalam menjatuhkan sanksi harus mempertimbangkan baik itu hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan. Hal ini sudah ditentukan dalam Pasal 194 KUHAP yang menyebutkan putusan pemidanaan memuat keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa. Pertimbangan hakim pada umumnya meliputi pembuktian terdakwa,latar belakang terdakwa, kondisi terdakwa,

8


(26)

12

hasil pemeriksaan sidang serta pertimbangan putusan yang akan dijatuhkan memenuhi keadilan bagi korban.

2. Kerangka Konseptual

Konseptual adalah suatu kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang ingin atau akan diteliti.Suatu konsep merupakan suatu abstraksi dari gejala yang akan diteliti.9

a. Tindak Pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana, dimana pengertian perbuatan meliputi perbuatan yang sifatnya aktif(melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh hukum) dan perbuatan yang bersifat pasif (tidak berbuat sesuatu yang sebenernya diharuskan oleh hukum).10

b. Pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu perbuatan pidana yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang dilakukan.11

c. Pelaku adalah orang yang melakukan dan menjadi penanggung jawab mandiri.12

d. Perkosaan adalah seorang pria yang memaksa pada seorang wanita bukan istrinya untuk melakukan persetubuhan dengannya dengan ancaman kekerasan, yang mana diharuskan kemaluan pria telah masuk ke dalam kemaluan seorang wanita yang kemudian mengerluarkan air mani.

e. Polisi adalah suatu pranta umum yang mengatur tata tertib (orde) hokum.13

9

Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum.UI-Press.Jakarta. 1986:hlm.132.

10

Teguh Prasetyo.Op.Cit.hlm.50.

11

Roeslan Saleh. Dalam Ibror Alhadat.Op.Cit.Hlm.126.

12


(27)

13

f. Korban adalah mereka yang menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita.14

E. Sistematika Penulisan

I. PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan mengenai latar belakang, permasalahan dan ruang lingkup penelitian, tujuan penulisan, manfaat penulisan dan tinjauan kepustakaan, metode penelitian dan sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang batasan mangenai pengertian tindak pidana, pengertian pertanggungjawaban pidana, pengertian tindak pidana pemerkosaan, pengertian polisi.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yang menunjukkan tentang langkah-langkah dalam pendekatan masalah, sumber dan jenis data , teknik pengumpulan dan pengolahan data serta analisis data.

13

wikipedia

14


(28)

14

IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan membahas dan menjawab permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya : Pertama, pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pemerkosaan yang dilakukan oleh oknum polisi. Kedua, dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pemerkosaan yang dilakukan oleh oknum polisi.

V. PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dari jawaban permasalahan yang menjadi objek penelitian dan saran-saran dari penulis dalam penyelesaian permasalahan yang ada.


(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban pidana mengandung makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang, maka orang tersebut patut mempertanggungjawabkan perbuatan sesuai dengan kesalahannya15. Untuk dapat dipidananya si pelaku, disyaratkan bahwa tindak pidana yang dilakukannya itu harus memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan dalam undang-undang sehingga pelaku secara sah dapat dikenai pidana karena perbuatannya.

Pertanggungjawaban pidana menurut hukum pidana adalah kemampuan bertanggungjawab seseorang terhadap kesalahan. Pertanggungjawaban dalam hukum pidana menganut asas tiada pidana tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld). Walaupun tidak dirumuskan dalam undang-undang, tetapi dianut dalam praktik. Tidak dapat dipisahkan antar kesalahan dan pertanggungjawaban atas perbuatan.16

15

Andi Hamzah. Asas-Asas Hukum Pidana. Rineka Cipta. Jakarta. 2001: Hlm.12.

16


(30)

16

Untuk adanya kesalahan, terdakwa harus :

a. Melakukan perbuatan pidana (sifat melawan hukum); b. Diatas umur tertentu mampu bertanggung jawab;

c. Mempunyai suatu bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan atau kealpaan; d. Tidak adanya alasan pemaaf.17

Menurut Roeslan Saleh18, orang yang mampu bertanggung jawab harus memenuhi tiga syarat :

1. Dapat menginsyafi makna perbuatannya.

2. Dapat menginsyafi bahwa perbuatan itu tidak dapat dipandang patut dalam pergaulan masyarakat.

3. Mampu untuk menentukan niat atau kehendaknya dalam melakukan perbuatan.

Kemampuan bertanggungjawab sebagai unsur kesalahan, maka untuk membuktikan adanya kesalahan tersebut harus dibuktikan lagi. Masalah kemampuan

bertanggungjawab ini terdapat dalam Pasal 44 Ayat (1) KUHP : “Barangsiapa

melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena cacat, tidak dipidana”. Bila tidak dipertanggungjawabkan itu disebabkan hal lain, misalnya jiwanya tidak normal dikarenakan dia masih muda, maka Pasal tersebut tidak dapat dikenakan.

17

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2002 : Hlm.165.

18


(31)

17

Mengenai adanya penentuan pertanggungjawaban, seseorang pembuat dalam

melakukan suatu tindak pidana harus ada “sifat melawan hukum” dari tindak pidana

itu, yang merupakan sifat terpenting dari tindak pidana. Tentang sifat melawan hukum apabila dihubungkan dengan keadaan psikis (jiwa) pembuat terhadap tindak pidana yang dilakukannya dapat berupa “kesengajaan” (opzet) atau karena

“kelalaian” (culpa). Akan tetapi kebanyakan tindak pidana mempunyai unsur kesengajaan bukan unsur kelalaian.

Bentuk corak kesengajaan ada 3 macam19, yaitu :

1) Kesengajaan sebagai maksud untuk mencapai suatu tujuan (opzet als oogmerk)

atau dolus directus

Kesengajaan untuk mencapai tujuan, si pelaku bertujuan untuk menimbulkan akibat yang dilarang. Apabila kesengajaan seperti ini ada pada suatu tindak pidana, si pelaku pantas dikenakan hukuman pidana. Karena dengan adanya kesengajaan yang bersifat tujuan ini, berarti si pelaku benar-benar menghendaki mencapai suatu akibat yang menjadi pokok alasan diadakannya ancaman hukuman ini.

Menurut VOS yang dinyatakan sengaja dengan maksud, apabila pembuat menghendaki akibat perbuatannya. Ia tidak pernah melakukan perbuatannya apabila pembuat mengetahui bahwa akibat perbuatannya tidak akan terjadi.20

19

Tri Andrisman. Hukum Pidana Asas-Asas Dan Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia. Unila. 2009 : Hlm.103-104.

20


(32)

18

2) Kesengajaan dengan sadar kepastian (opzet met zekerheidsbewustzijn)

Kesengajaan ini ada apabila si pelaku, dengan perbuatannnya tidak bertujuan untuk mencapai akibat yang menjadi dasar dari delik, tetapi ia tahu benar bahwa akibat itu pasti akan mengikuti perbuatan itu. Dengan kata lain ada akibat yang memang dituju si pembuat dan akibat yang tidak diinginkan pasti timbul atau terjadi karena mengikuti perbuatan itu.

3) Kesengajaan dengan sadar kemungkinan (voorwaardelijk opzet atau dolus eventualis)

Kesengajaan ini yang terang-terang tidak disertai bayangan suatu kepastian akan terjadi akibat yang bersangkutan, melainkan hanya dibayangkan suatu kemungkinan belaka akan akibat itu. Atau dengan kata lain ada keadaan tertentu yang semula mungkin terjadi kemudian benar-benar terjadi.

Jika pelaku tetap melaksanakan kehendaknya meskipun ada kemungkinan akibat lain yang sama sekali tidak diinginkannya terjadi atau mengetahui ada akibat lain tetapi tetap menginginkan maka terjadilah kesengajaan.

Kealpaan merupakan bentuk dari kesalahan yang menghasilkan akibat dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan seseorang yang dilakukannya. Bentuk kesalahan dari kealpaan lebih ringan daripada kesengajaan, seperti kurang berhati-hati, sehingga akibat yang tidak disengaja terjadi.

Syarat selanjutnya dari pertanggungjawaban pidana yaitu tidak ada alasan pembenar atau alasan yang menghapuskan pertanggungjawaban pidana bagi si pembuat. Ada


(33)

19

pembagian antara “dasar pembenar” (permisibility) dan “dasar pemaaf (illegal excuse) dalam dasar penghapus pidana. Adanya salah satu dasar penghapusan pidana berupa dasar pembenar maka suatu perbuatan kehilangan sifat melawan hukumnya, sehingga menjadi legal/boleh, pembuatannya tidak dapat disebut sebagai pelaku tindak pidana. Jika yang ada adalah dasar penghapus berupa dasar pemaaf maka suatu tindakan tetap melawan hukum, namun si pembuat dimaafkan, jadi tidak dijatuhi pidana.

Alasan pembenar yaitu alasan yang menghapus sifat melawan hukumnya perbuatan, sehingga apa yang dilakukan oleh si pembuat lalu menjadi perbuatan yang patut dan benar21, sedangkan alasan pemaaf yaitu alasan yang menghapuskan kesalahan si pembuat. Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa tetap bersifat melawan hukum, jadi tetap merupakan perbuatan pidana, tetapi ia tidak dipidana, karena tidak ada kesalahan.22

Dasar-dasarnya ditentukan dalam KUHP sebagai berikut : a. Alasan pemaaf / kesalahannya ditiadakan :

-Jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit (Pasal 44 KUHP) -Pengaruh daya paksa (Pasal 48 KUHP)

-Pembelaan terpaksa karena serangan (Pasal 49 Ayat(2) KUHP) -Perintah jabatan karena wewenang (Pasal 51 Ayat (2) KUHP)

21

Tri Andrisman. Op.Cit.,Hlm.112

22


(34)

20

b. Alasan pembenar / peniadaan sifat melawan hukum : -Keadaan darurat (Pasal 48 KUHP)

-Terpaksa melakukan pembelaan karena serangan terhadap diri sendiri maupun orang lain, terhadap kehormatan kesusilaan, atau harta benda sendiri atau orang lai (Pasal 49 Ayat (1) KUHP)

-Perbuatan yang dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang (Pasal 50 KUHP) -Perbuatan yang dilaksanakan menurut perintah jabatan oleh penguasa yang

berwenang (Pasal 51 Ayat (1) KUHP).

Dasar penghapus pidana atau juga bisa disebut dengan alasan-alasan menghilangkan sifat tindak pidana ini termuat di dalam buku I KUHP, selain itu ada pula dasar penghapus di luar KUHP, antara lain :

1) Hak untuk mendidik seperti orang tua wali terhadap anaknya atau guru terhadap muridnya.

2) Hak yang dapat timbul dari pekerjaan seperti dokter yang membedah pasiennya.

Alasan penghapus pidana di luar KUHP yang diakui dalam hukum pidana positif muncul melalui doktrin dan yuriprudensi yang menjadi sangat penting dalam pengembangan hukum pidana, karena dapat mengisi kekosongan hukum yang ada dan disebabkan oleh perkembangan masyarakat. Perkembangan dalam hukum pidana sangat penting bagi hakim untuk menghasilkan putusan yang baik dan adil. Sedangkan yurisprudensi melalui metode penafsiran dan penggalian hukum tidak tertulis rechvinding sangat berharga bagi ilmu hukum yang pada akhirnya akan


(35)

21

menjadi masukan untuk pembentukan hukum pidana yang akan datang ( ius constituendum ).

B. Pengertian Dan Unsur-Unsur Tindak Pidana

1. Pengertian Tindak Pidana

Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari istilah Belanda, yaitu strafbaarfeit

yang berasal dari kata strafbaar artinya dapat dihukum dan feit artinya sebagian dari suatu kenyataan. Sehingga secara harafiah strafbaar feit diterjemahkan sebagai

“sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum.23

Beberapa kata yang digunakan menerjemahkan kata strafbaarfeit antara lain : tindak pidana, delict dan perbuatan pidana.24

Pengertian perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut . Perbuatan yang oleh aturan hukum pidana yang dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dinamakan tindak pidana, yang disebut juga delik. Menurut wujud dan sifatnya, tindak pidana ini adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan-perbuatan-perbuatan tersebut juga merugikan

23

P.A.F. Lamintang..Dasar-Dasar Hukum Pidanaindonesia.Bandung.Citra Aditya Bakti. 1997 : Hlm.181.

24

Ismu Gunadi dan Joenadi Efendi. Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana. Prestasi pustaka. Jakarta. 2011:Hlm.40.


(36)

22

masyarakat dalam bertentangan dengan atau menghambat terlaksananya tata pergaulan masyarakat yang dianggap adil.25

Menurut Wirjono Prodjodikoro memberikan definisi “ tindak pidana” atau dalam bahasa Belanda strafbaar feit, yang sebenarnya merupakan istilah resmi dalam Strafwetboek atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang sekarang berlaku di indonesia. Ada istilah dalam bahasa asing, yaitu delict. Menurut Wirjono Prodjodikoro, strafbaarfeit merupakan suatu perilaku yang sifatnya bertentangan dengan hukum, serta tidak ada suatu tindak pidana tanpa melanggar hukum.

Menurut Wirjono Prodjodikoro, tindak pidana dapat digolongkan 2(dua) bagian, yaitu:26

1) Tindak pidana materil

Pengertian tindak pidana materil adalah, apabila tindak pidana yang dimaksud dirumuskan sebagai perbuatan yang menyebabkan suatu akibat tertentu, tanpa merumuskan wujud dari perbuatan itu.

2) Tindak pidana formil.

Pengertian tindak pidana formal yaitu apabila tindak pidana yang dimaksud, dirumuskan sebagai wujud perbuatan tanpa menyebutkan akibat yang disebabkan oleh perbuatan itu.

25

Moeljatno, Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana. Jakarta:Bina Aksara.2001: Hlm.19.

26

Wiryono Prodjodikoro.1986.Dalam Wiji Rahayu.Tindak Pidana Pencabulan (Studi Kriminologis Tentang Sebab-Sebab Terjadinya Pencabulan Dan Penegakan Hukumnya Di Kabupaten Purbalingga). Universitas Jenderal Soedirman.Purwokerto. Hlm.19.


(37)

23

Menurut Simon, Tindak pidana adalah sejumlah aturan-aturan dan keharusan-keharusan yang ditentukan oleh negara atau kekuasan lain yang berwenang unruk menentukan peraturan-peraturan pidana, yang berupa larangan, keharusan dan disertai ancaman pidana dan apabila hal ini dilangar timbullah hak dari negara untuk melakukan tuntutan.27

Moeljatno menerjemahkan istilah “strafbaar feit” dengan perbuatan pidana.Menurut pendapat beliau istilah “perbuatan pidana” adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu

suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut.28

Teguh Prasetyo merumuskan bahwa : “Tindak pidana adalah perbuatan yang oleh

aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana.Pengertian perbuatan di sini selain perbuatan yang bersifat aktif (melakukan sesuatu yang sebenarnya dilarang oleh hukum) dan perbuatan yang bersifat pasif (tidak berbuat sesuatu yang sebenarnya

diharuskan oleh hukum).”29 2. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Menurut Lamintang unsur tindak pidana dibagi menjadi dua macam unsur yakni unsur-unsur subjektif dan Unsur-unsur objektif.

- Unsur – unsur Subjektif

Unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri pelaku atau yang berhubungan dengan pelaku dan termasuk ke dalamnya segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya.

27

P.A.F. Lamintang.Op.Cit.Hlm.172.

28

Tri Andrisman. 2009. Op.Cit.,Hlm.70

29


(38)

24

Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana adalah : 1. Kesengajaan (dolus) atau ketidaksengajaan (culpa);

2. Maksud atau Voornemen pada suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP;

3. Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat dalam kejahatan kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan, dan lain-lain;

4. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad yang terdapat dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP;

5. Perasaan takut atau vress yang antara lain terdapat dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP. 30

- Unsur – unsur Objektif

Unsur objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari pelaku harus dilakukan. Unsur-unsur objektif dari suatu tindak pidana adalah sebagai berikut :

1. Sifat melawan hukum atau wederrechttelijkheid;

2. Kualitas dari pelaku, misalnya keadaan sebagai seorang pegawai negeri menurut Pasal 415 KUHP;

3. Kausalitas, yakni hubungan antara suatu tindak pidana sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.31

Terdapat dua pandangan mengenai unsur-unsur tindak pidana yang dikemukakan oleh ahli hukum yakni pandangan monistis dan pandangan dualistis.

30

P.A.F. Lamintang,Dasar-Dasar Hukum Pidanaindonesia, Bandung, : Citra Aditya Bakti, 1997: Hlm.193.

31


(39)

25

1. Pandangan Aliran Monistis

Pandangan yang tidak memisahkan antara pengertian perbuatan pidana dengan pertanggungjawaban pidana.32

Aliran Monistis :

1) Suatu perbuatan 2) Melawan hukum 3) Diancam dengan sanksi 4) Dilakukan dengan kesalahan

5) Oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan.33

2. Pandangan Aliran Dualistis

Pandangan yang memisahkan antara dilarangnya suatu perbuatan pidana dan pertanggungjawabannya si pembuat.34

Aliran dualistis:

1) Suatu perbuatan

2) Melawan hukum (dilarang) 3) Diancam dengan sanksi pidana35

32

Tri Andrisman. 2009.Op.Cit.hlm.71.

33

Teguh Prasetyo.Op.Cit.hlm.66.

34

Tri Andrisman. 2009.Op.Cit.hlm.71.

35


(40)

26

C. Pengertian Tindak Pidana Pemerkosaan

1. Tindak Pidana Perkosaan

Pengertian perkosaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan dengan : 1. Paksa, kekerasan

2. Gagah, kuat, perkasa

Sedangkan memperkosa berarti menundukkan dengan kekerasan, menggagahi, melanggar dengan kekerasan. Tindakan ini dianggap melanggar hukum yang berlaku.

Menurut Suagandhi mengenai perkosaan adalah “seorang pria yang memaksa pada

seorang wanita bukan istrinya untuk melakukan persetubuhan dengannya dengan ancaman kekerasan, yang mana diharuskan kemaluan pria telah masuk ke dalam kemaluan seorang wanita yang kemudian mengerluarkan air mani”.

Adapun unsur-unsur selengkapanya tentang perkosaan menurut Sugandhi adalah:36 1. Pemaksaan bersetubuh oleh laki-laki kepada wanita yang bukan menjadi

istrinya

2. Pemaksaan bersetubuh itu diikuti dengan tindak atau ancaman kekerasan 3. Kemaluan pria harus masuk pada lubang kemaluan wanita, dan

4. Mengeluarkan air mani.

Menurut Aref Gosita, perkosaan itu dirumuskan melalui beberapa bentuk perilaku berikut:

1. Korban perkosaan harus seorang wanita, tanpa batas umur (objek). Sedangkan ada juga seorang laki-laki yang diperkosa oleh wanita.

36

Wahid, Abdul Dan Muhammad Irfan.Dalam Hilda Amiriah.Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Perkosaan (Studi Polres Pasuruan).Universitas Brawijaya. Malang. 2006:hlm.25.


(41)

27

2. Korban harus mengalami kekerasan atau ancaman kekerasan. Ini berarti tidak ada persetujuan dari pihak korban mengenai niat dan tindakan perlakuan pelaku.

3. Persetubuhan di luar ikatan perkawinan adalah tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap wanita tertentu. Dalam kenyataan ada pula persetubuhan dalam perkawinan yang dipaksakan dengan kekerasan, yang menimbulkan penderitaan mental dan fisik. Walaupun tindakan ini menimbulkan penderitaan korban, tindakan ini tidak dapat digolongkan sebagai suatu kejahatan oleh karena tidak dirumuskan terlebih dahulu oleh pembuat undang-undang sebagai suatu kejahatan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka pengertian perkosaan adalah:

a. Suatu hubungan kelamin yang dilarang dengan seseorang wanita tanpa persetujuannya,

b. Persetubuhan yang tidak sah oleh seorang pria terhadap seorang wanita yang dilakukan dengan paksaan dan bertentangan dengan kemauan/kehendak wanita yang bersangkutan,

c. Perbuatan hubungan kelamin yang dilakukan seorang pria terhadap seorang wanita yang bukan istrinya atau tanpa persetujuannya, dilakukan ketika wanita tersebut ketakutan atau di bawah kondisi ancaman lainnya.


(42)

28

D. Pengertian Polisi

Pada pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Polisi merupakan salah satu pilar yang penting, karna badan tersebut mempunyai peranan yang sangat penting dalam mewujudkan janji-janji hukum menjadi kenyataan. Kita dapat melihat pada era Reformasi telah melahirkan paradigma baru dalam segenap tatanan kehidupan bermasyrakat, berbangsa dan bernegara yang ada dasarnya memuat koreksi terhadap tatanan lama dan penyempurnaan kearah tatanan indonesia baru yang lebih baik. Paradigma baru tersebut antara lain supermasi hukum, hak azasi manusia, demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas yang diterapkan dalam praktek penyelenggara pemerintahan negara termasuk didalamnya penyelenggaraan fungsi Kepolisian.

Fungsi kepolisian yang dimaksud adalah tugas dan wewenang Kepolisian secara umum, artinya segala kegiatan pekerjaan yang dilaksanakan oleh polisi meliputi kegiatan pencegahan (preventif) dan penegakan hukum atau represif. Perumusan fungsi ini didasarkan pada tipe kepolisian yang tiap-tiap negara berbeda-beda, ada tipe kepolisian yang ditari dari kondisi sosial yang menempatkan polisisebagai tugas yang bersama-sama dengan rakyat dan polisi yang hanya menjaga status quo dan menjalankan hukum saja. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan tindak lanjut dan amanat ketetapan MPR RI No. VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, khususnya pasal 3 ayat (2). Oleh karena itu,


(43)

Undang-29

undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia secara kelembagaan diantaranya meliputi eksistensi, fungsi, tugas dan wewenangmaupun bantuan, hubungan dan kerjasama kepolisian. Di dalam undang-undang dimaksud, fungsi kepolisian diartikan sebagai tugas dan wewenang, sehingga fungsi kepolisian yang dimaksud dalam pasal 2 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menyebutkan bahwa fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Fungsi yang dimaksud merupakan salah satu fungsi pemerintahan, karena dibentuknya Kepolisian Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinannya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Menurut Pasal 13 UU No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia bahwa tugas pokok Kepolisian adalah:

a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. menegakkan hukum; dan


(44)

30

Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, pada Pasal 14 ayat (1) Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas:

a. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

b. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;

c. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;

d. turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

e. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

f. melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;

g. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;

h. menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;

i. melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;

j. melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;

k. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta


(45)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Yuridis normatif dilakukan dengan cara mempelajari dan menelaah buku-buku, bahan-bahan litelatur yang menyangkut kaedah hukum, doktrin-doktrin hukum, asas-asas hukum dan sistem hukum yang terdapat dalam permasalahan yaitu pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana pemerkosaan oleh oknum polisi. Sedangkan pendekatan yuridis empiris dilaksanakan dengan cara memperoleh pemahaman hukum dalam kenyataannya baik itu melalui penilaian, pendapat dan penafsiran subjektif dalam pengembangan teori-teori dalam kerangka penemuan-penemuan ilmiah.39

B. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini bersumber pada dua jenis data, yaitu:

39

Soerjono Soekanto Dan Sri Mamudji,Dalam Gilang Prasetya Mardhika.Analisis Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Pemerkosaan Terhadap Anak Kandung Yang Masih Di Bawah Umur(Incest).Universitas Lampung.Bandar Lampung.Hlm.38.


(46)

32

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama40. Data primer diperoleh dari studi lapangan yang berkaitan dengan pokok penulisan, yang diperoleh melalui kegiatan wawancara langsung dengan informan atau narasumber.

2. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan dengan mempelajari literatur-literatur hal-hal yang bersifat teoritis, pandangan-pandangan, konsep-konsep, doktrin serta karya ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan.

Data sekunder dalam penulisan skripsi ini terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

a. bahan hukum primer yaitu terdiri dari:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP)

2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana(KUHAP)

3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia

b. bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer terdiri dari:

40


(47)

33

- Putusan Pengadilan Nomor : 76 /Pid.B. / 2012 /PN. TK.

c. bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang merupakan bahan atau data pendukung yang memberiikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang berasal dari literatur, buku-buku, media massa serta data-data lainnya.

C. Penentuan Narasumber

Narasumber yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang : 2 orang

b. Jaksa di Kejaksaan Tinggi Lampung : 1 orang +

Jumlah : 3 orang

D. Pengumpulan Data dan Prosedur Pengolahan Data

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian dilaksanakan dengan cara sebagai berikut :

a. Studi Kepustakaan

Studi Kepustakan adalah pengumpulan data yang diperoleh dengan cara membaca,mengutip buku-buku,peraturan perundang-undangan yang berlaku serta literatur yang berhubungan atau berkaitan dengan penulisan.


(48)

34

b. Studi Lapangan

Studi Lapangan adalah pengumpulan data yang diperoleh dengan cara wawancara yang dilakukan langsung terhadap responden. Dalam melakukan wawancara akan diajukan pertanyaan-pertanyaan lisan yang berkaitan dengan penulisan penilitian dan narasumber menjawab secara lisan pula guna memperoleh keterangan atau jawaban yang diperlukan dalam penelitian.

2. Prosedur Pengolahan Data

Data-data yang diperlukan dalam penulisan dikumpulkan dan diproses melalui pengolahan data. Data yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan wawancara kemudian diolah dengan melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

a. Editing, yaitu melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan data, kejelasan dan kebenaran data untuk menentukan sesuai atau tidaknya serta perlu atau tidaknya data tersebut terhadap permasalahan.

b. Sistematisasi, yaitu penyusunan dan penempatan data secara sistematis pada masing-masing jenis dan pokok bahasan secara sistematis dengan tujuan agar mempermudah dalam pembahasan.

c. Klasifikasi data, yaitu pengolahan data dilakukan dengan cara menggolongkan dan mengelompokkaan data dengan tujuan untuk menyajikan data secara sempurna, memudahkan pembahasan dan analisis data.


(49)

35

E. Analisis Data

Analisis Data yang diperoleh dilakukan dengan analisis secara kualitatif. Analisis secara kualitatif adalah analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini. Analisis secara kualitatif adalah tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif yaitu apa yang dinyatakan oleh ressponden atau narasumber secara tertulis atau secara lisan dan perilaku yang nyata. Kemudian dari hasil analisis tersebut ditarik kesimpulan secara induktif yaitu suatu cara berpikir yang melihat pada realitas bersifat umum untuk kemudian menarik kesimpulan secara khusus.


(50)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya di dalam skripsi ini, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Pertanggungjawaban pidana terhadap orang yang melakukan tindak pidana pemerkosaan yang dilakukan oleh oknum polisi diputus oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjungkarang pada perkara Nomor.76/Pid.B/2012/PN. TK. menyatakan bahwa terdakwa Martine Arizona Bin Kasmito telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pemerkosaan terhadap warga sipil dengan korban bernama Rini Hatati Binti Darmo Suwito yang diatur dalam Pasal 285 KUHPidana Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, pasal 197 ayat (2) KUHAP. Terdakwa sudah dianggap mampu bertanggungjawab atas tindak pidana yang dilakukan tersebut, karena sudah memenuhi unsur unsur suatu tindak pidana yaitu perbuatan terdakwa telah mempunyai unsur unsur perbuatan manusia, diancam atau dilarang oleh Undang Undang, bersifat melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan dan perbuatan tersebut mampu dipertanggungjawabkan.

2. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pemerkosaan yang divonis pidana selama 3 (tiga) tahun berdasarkan


(51)

61

Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor: 76/Pid.B/2012/PN.TK adalah terpenuhinya seluruh unsur-unsur pasal yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum yaitu unsur-unsur dari Pasal 285 KUHP. Unsur-unsur tersebut adalah:

1. Barang siapa;

2. Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita; 3. Bersetubuh dengan dia;

4. Diluar perkawinan.

Hakim menjatuhkan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun selain karena unsur-unsur Pasal 285 KUHP yang sudah terpenuhi, hakim juga memperhatikan hal-hal yang memberatkan terdakwa

Hal-hal yang memberatkan, yaitu:

a) Perbuatan terdakwa mencemarkan nama baik dan masa depan korban; b) Perbuatan terdakwa dapat mencemarkan nama baik Lembaga Kepolisian

Republik Indonesia khususnya Kepolisian Daerah Lampung;

c) Terdakwa sebagai anggota Polisi yang bertugas untuk melindungi seluruh masyarakat, akan tetapi melakukan perbuatan yang sangat meresahkan masyarakat.

B.Saran

Adapun saran yang akan diberikan penulis berkaitan dengan analisis pertanggungjawaban tindak pidana pemerkosaan yang dilakukan oleh oknum

polisi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang


(52)

62

1. Hakim harus lebih hati-hati dan jeli dalam mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan atau yang meringankan terdakwa serta sanksi pidana yang dijatuhkannya. Bagaimanapun juga hakim mempunyai pengaruh besar dalam menurunnya atau meningkatnya angka kriminalitas yang terjadi dimasyarakat. Artinya bahwa hakim harus mampu memberikan efek, baik bagi terdakwa untuk tidak melakukan kembali perbuatannya maupun bagi masyarakat agar takut melakukan tindak pidana. Walaupun yang melakukan tindak pidana adalah seorang oknum pengegak hokum, bukan berarti jadi semena-mena dalam menjalakan kemauannya termasuk melanggar aturan hukum di Indonesia

2. Sebaiknya kepada seluruh aparat penegak hukum harus lebih menjaga nama institusi masing-masing dan saling mendukung dalam mengurangi tindak pidana yang akan terjadi di dalam kehidupan masyarakat. Terutama terhadap oknum kepolisian yang merupakan oknum penegak hukum yang seharusnya memberikan perlindungan dan juga kenyamanan terhadap masyarakat bukan jadi semena-mena dalam melakukan tindakan dan menakut-nakuti masyarakat karena memang oknum polisi adalah oknum penegak hukum yang paling dekat dengan masyarakat.


(53)

DAFTAR PUSTAKA

Andrisman, Tri. 2010. Hukum Acara Pidana. Penerbit Universitas Lampung: Bandar Lampung.

---2011. Hukum Pidana.asas-asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia Penerbit Universitas Lampung: Bandar Lampung.

Hamzah, Andi. 1993. Hukum Acara Pidana Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta. Harahap, M Yahya. 2000. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP

Edisi Kedua. Sinar Grafika. Jakarta.

---2010. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Edisi Kedua. Sinar Grafika. Jakarta.

Moeljatno. 2001. Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana. Bina Akasara. Jakarta.

PAF. Lamintang. 1997. Dasar-dasar untuk mempelajari Hukum Pidana yang Berlaku di Indonesia. PT Citra Aditya Bakti. Bandung.

Paslyadja, Adnan. 1997. Hukum Pembuktian. Jakarta: Pusat Diktat Kejaksaan Republik Indonesia.

Poerwadarminta, W.J.S. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. PN Balai Jakarta, Pustaka.

Prasetyo, Teguh. 2011. Hukum Pidana Edisi Revisi, Pt Raja. Grafindo Persada. Jakarta.

Rahayu, Wiji. 1986. Tindak Pidana Pencabulan. Universitas Jendral Soedirman. Purwekorto.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Sasangka, Hari, dan Lily Rosita. 2003. Hukum Pembuktian Dalam Perkara


(54)

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia. Press. Jakarta.

Subekti. 2001. Hukum Pembuktian. Jakarta: Pradiaya Parawita.

Sudarto. 1986. Kapita Selekta Hukum Pidana. Cet 2. Penerbit Alumni, Bandung. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)


(1)

35

E. Analisis Data

Analisis Data yang diperoleh dilakukan dengan analisis secara kualitatif. Analisis secara kualitatif adalah analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini. Analisis secara kualitatif adalah tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif yaitu apa yang dinyatakan oleh ressponden atau narasumber secara tertulis atau secara lisan dan perilaku yang nyata. Kemudian dari hasil analisis tersebut ditarik kesimpulan secara induktif yaitu suatu cara berpikir yang melihat pada realitas bersifat umum untuk kemudian menarik kesimpulan secara khusus.


(2)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya di dalam skripsi ini, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Pertanggungjawaban pidana terhadap orang yang melakukan tindak pidana pemerkosaan yang dilakukan oleh oknum polisi diputus oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjungkarang pada perkara Nomor.76/Pid.B/2012/PN. TK. menyatakan bahwa terdakwa Martine Arizona Bin Kasmito telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pemerkosaan terhadap warga sipil dengan korban bernama Rini Hatati Binti Darmo Suwito yang diatur dalam Pasal 285 KUHPidana Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, pasal 197 ayat (2) KUHAP. Terdakwa sudah dianggap mampu bertanggungjawab atas tindak pidana yang dilakukan tersebut, karena sudah memenuhi unsur unsur suatu tindak pidana yaitu perbuatan terdakwa telah mempunyai unsur unsur perbuatan manusia, diancam atau dilarang oleh Undang Undang, bersifat melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan dan perbuatan tersebut mampu dipertanggungjawabkan.

2. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pemerkosaan yang divonis pidana selama 3 (tiga) tahun berdasarkan


(3)

61

Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang Nomor: 76/Pid.B/2012/PN.TK adalah terpenuhinya seluruh unsur-unsur pasal yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum yaitu unsur-unsur dari Pasal 285 KUHP. Unsur-unsur tersebut adalah:

1. Barang siapa;

2. Dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita; 3. Bersetubuh dengan dia;

4. Diluar perkawinan.

Hakim menjatuhkan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun selain karena unsur-unsur Pasal 285 KUHP yang sudah terpenuhi, hakim juga memperhatikan hal-hal yang memberatkan terdakwa

Hal-hal yang memberatkan, yaitu:

a) Perbuatan terdakwa mencemarkan nama baik dan masa depan korban; b) Perbuatan terdakwa dapat mencemarkan nama baik Lembaga Kepolisian

Republik Indonesia khususnya Kepolisian Daerah Lampung;

c) Terdakwa sebagai anggota Polisi yang bertugas untuk melindungi seluruh masyarakat, akan tetapi melakukan perbuatan yang sangat meresahkan masyarakat.

B.Saran

Adapun saran yang akan diberikan penulis berkaitan dengan analisis pertanggungjawaban tindak pidana pemerkosaan yang dilakukan oleh oknum polisi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tanjung Karang No.76/Pid.B/2012/PN.TK adalah sebagai berikut:


(4)

62

1. Hakim harus lebih hati-hati dan jeli dalam mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan atau yang meringankan terdakwa serta sanksi pidana yang dijatuhkannya. Bagaimanapun juga hakim mempunyai pengaruh besar dalam menurunnya atau meningkatnya angka kriminalitas yang terjadi dimasyarakat. Artinya bahwa hakim harus mampu memberikan efek, baik bagi terdakwa untuk tidak melakukan kembali perbuatannya maupun bagi masyarakat agar takut melakukan tindak pidana. Walaupun yang melakukan tindak pidana adalah seorang oknum pengegak hokum, bukan berarti jadi semena-mena dalam menjalakan kemauannya termasuk melanggar aturan hukum di Indonesia

2. Sebaiknya kepada seluruh aparat penegak hukum harus lebih menjaga nama institusi masing-masing dan saling mendukung dalam mengurangi tindak pidana yang akan terjadi di dalam kehidupan masyarakat. Terutama terhadap oknum kepolisian yang merupakan oknum penegak hukum yang seharusnya memberikan perlindungan dan juga kenyamanan terhadap masyarakat bukan jadi semena-mena dalam melakukan tindakan dan menakut-nakuti masyarakat karena memang oknum polisi adalah oknum penegak hukum yang paling dekat dengan masyarakat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Andrisman, Tri. 2010. Hukum Acara Pidana. Penerbit Universitas Lampung: Bandar Lampung.

---2011. Hukum Pidana.asas-asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia Penerbit Universitas Lampung: Bandar Lampung.

Hamzah, Andi. 1993. Hukum Acara Pidana Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta. Harahap, M Yahya. 2000. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP

Edisi Kedua. Sinar Grafika. Jakarta.

---2010. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Edisi Kedua. Sinar Grafika. Jakarta.

Moeljatno. 2001. Perbuatan Pidana Dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana. Bina Akasara. Jakarta.

PAF. Lamintang. 1997. Dasar-dasar untuk mempelajari Hukum Pidana yang Berlaku di Indonesia. PT Citra Aditya Bakti. Bandung.

Paslyadja, Adnan. 1997. Hukum Pembuktian. Jakarta: Pusat Diktat Kejaksaan Republik Indonesia.

Poerwadarminta, W.J.S. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. PN Balai Jakarta, Pustaka.

Prasetyo, Teguh. 2011. Hukum Pidana Edisi Revisi, Pt Raja. Grafindo Persada. Jakarta.

Rahayu, Wiji. 1986. Tindak Pidana Pencabulan. Universitas Jendral Soedirman. Purwekorto.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Sasangka, Hari, dan Lily Rosita. 2003. Hukum Pembuktian Dalam Perkara


(6)

Soekanto, Soerjono. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia. Press. Jakarta.

Subekti. 2001. Hukum Pembuktian. Jakarta: Pradiaya Parawita.

Sudarto. 1986. Kapita Selekta Hukum Pidana. Cet 2. Penerbit Alumni, Bandung. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)


Dokumen yang terkait

ANALISIS YURIDIS TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN OLEH OKNUM POLISI DALAM PUTUSAN NOMOR 136/PID.B/2012/PN.MR (PUTUSAN NOMOR 136/PID.B/2012/PN.MR)

3 64 17

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TANJUNG KARANG NOMOR 780/PID/B/2010/PNTK TENTANG TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

0 7 51

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN MODUS HIPNOTIS YANG DILAKUKAN WARGA NEGARA ASING (STUDI PUTUSAN PERKARA NOMOR 1014/Pid.B/2010/PN.TK)

3 91 53

ANALISIS PELAKSANAAN PENYIDIKAN TERHADAP ANGGOTA POLISI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

2 23 55

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TANJUNG KARANG TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (Studi Putusan Pengadilan Negeri Nomor: 46/Pid.B(A)/2012/PN.T.K.)

0 45 52

ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANATERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERIKANAN (STUDI PUTUSAN NOMOR : 237/PID.SUS /2013/PN.TK)

4 79 61

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP OKNUM POLISI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TANJUNG KARANG NOMOR 76/PID.B/2012/PN.TK)

0 16 54

ANALISIS PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP OKNUM POLISI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI TANJUNG KARANG NOMOR 76/PID.B/2012/PN.TK)

1 14 55

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI TANJUNG KARANG PERKARA NO. 03/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DANA SERTIFIKASI PENDIDIKAN

6 67 59

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI TANJUNG KARANG PERKARA No. 3/PID.SUS-TPK/2014/PT.TJK TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DANA SERTIFIKASI PENDIDIKAN

0 0 11