8
Ellis dalam Bernard, 2013, menekankan bahwa menilai harga diri individu dalam konteks perbuatan atau tindakan baiknya, hanya akan
berdampak pada penghargaan diri yang sementara dan rapuh. Afirmasi nilai manusia semestinya melihat manusia lebih dari sekedar perilakunya.
Menghargai diri dalam konteks kemanusiaan dan keberadaannya adalah solusi logis bagi esensi harga diri manusia.
2.1.3 Definisi Penerimaan Diri
Ellis dalam Richard et al., 2011, mengemukakan konsep penerimaan diri dengan istilah Unconditional Self-Acceptance USA.
USA adalah solusi logis bagi disfungsi emosi yang timbul akibat penilaian individu terhadap dirinya. Ellis menjelaskan lebih lanjut fondasi dasar
hidup rasional adalah individu berhenti menilai perilakunya, namun sepenuhnya menerima diri yaitu eksistensi diri dan kemanusiaannya.
Selanjutnya Ellis dalam Bernard et al., 2013, merumuskan penerimaan diri dengan lebih spesifik yaitu 1 individu sepenuhnya dan
tak bersyarat menerima diri baik ketika individu mampu berperilaku cerdas, tepat, dan sempurna atau tidak; baik orang lain mengakui,
menghargai dan mencintainya atau tidak, 2 Individu adalah manusia yang rentan berbuat salah, dan memiliki kekurangan, 3 Individu tidak memberi
penilaian negatif atau positif terhadap harga diri secara menyeluruh, dan 4 Individu adalah pribadi yang berharga hanya karena individu ada di dunia
meskipun individu melakukan kesalahan. Individu kehilangan harganya apabila individu tersebut mati.
9
Namun Ellis menggaris bawahi bahwa bukan berarti perilaku individu tidak boleh dievaluasi atau mengabaikan kekurangan dan
kelemahan individu. USA membebaskan individu menilai sifat dan tindakannya, serta menjadikan penilaian itu sebagai pendorong perubahan
diri, tapi penilaian tidak untuk ditujukan ke diri individu atau esensi diri individu. USA fokus pada satu tindakan dan menggunakannya untuk
mencapai perilaku yang diharapkan di masa depan tanpa dibingungkan oleh pemikiran-pemikiran mengenai diri sebagai sebuah kesatuan global.
Dengan demikian individu dapat menghindari tindakan melabel diri, generalisasi dan penyimpulan yang salah mengenai diri.
Bernard et al., 2013, mendeskripsikan penerimaan diri kaitannya dengan kekuatan karakter yaitu sebagai suatu kualitas khusus seseorang
yang relatif tetap stabil dari waktu ke waktu dalam berbagai situasi di mana anak muda memiliki 1 kesadaran dan apresiasi diri terhadap
karakteristik positif yang dimiliki dan mengembangkan potensi-potensi seperti kepribadian, bakat, keluarga, agama, karakteristik budaya, 2
ketika peristiwa negatif terjadi kurang sukses, kritik, penolakan dari orang lain atau ketika individu terlibat dalam perilaku negatif, individu
mampu merasa bangga atas dirinya dan menerima diri secara tidak bersyarat, serta individu tidak menilai nilai diri dan harga dirinya secara
negatif. Menurut Bernard apabila anak-anak muda mengadopsi pemikiran
ini, maka motivasi dalam mengatasi kelemahan dan tindakan yang buruk
10
bukan untuk membuktikan diri sebagai orang sukses dan baik, atau untuk mencari penerimaan dan cinta dari orang lain. Sebaliknya lebih dimotivasi
oleh pemahaman bahwa pada dasarnya individu adalah pribadi yang baik. Menurut Walters 2006, kesulitan yang ditemui orang dalam
menerima diri sebagaimana adanya berakar pada kesadaran yang sempit mengenai realita bukan pada kekurangan-kekurangan yang dimiliki
individu. Sehubungan dengan ini Wang dalam Bernard, 2013, menjabarkan penerimaan diri yang autentik diperoleh dari kejujuran dari
dalam diri individu mengenai keadaan atau realita yang sesungguhnya. Dengan demikian individu yang autentik dapat menerima diri berdasarkan
pemahaman dan penerimaan realita kemanusiaannya terlepas dari perbuatan baik atau buruk individu.
2.1.4 Manfaat Penerimaan Diri