T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hukum terhadap Hak Narapidana Perempuan: Studi Kasus Narapidana Perempuan di Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga T1 BAB II

A. KERANGKA TEORI

  1. Fungsi Hukum

  Pada hakekatnya manusia itu diciptakan bebas dan sederajat. Akan tetapi dengan kebebasan tersebut manusia tidak dapat bertindak sesuka hatinya terhadap manusia lain. Hal ini dikarenakan adanya batasan – batasan yang tidak dapat dilanggar berkaitan dengan kehidupan manusia. Setiap masyarakat sudah tentuya memiliki kepentingan masing – masing yang di mana terkadang berbeda ataupun sama antar satu orang dengan yang lain. Dalam perbedaan inilah yang selanjutnya dapat menyebabkan adanya gesekan yang selanjutnya menyebabkan perselisihan dan kekacauan dalam masyarakat apabila tidak ada peraturan yang mengaturnya. Demi tertib dan teraturnya masyarakat dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat maka dibutuhkan adanya aturan. Aturan ini dituangkan dalam bentuk perturan hukum.

  Hukum adalah suatu sistem yang dibuat manusia untuk membatasi tingkah laku manusia agar tingkah laku manusia dapat terkontrol. Hukum adalah aspek terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan,

  hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu setiap masyarakat berhak untuk mendapat pembelaan didepan hukum sehingga dapat di artikan bahwa hukum adalah peraturan atau ketentuan-ketentuan tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi bagi pelanggarnya.

  Di dalam setiap masyarakat senantiasa terdapat berbagai kepentingan dari warganya. Di antara kepentingan itu ada yang bisa selaras dengan kepentingan yang lain, tetapi ada juga kepentingan yang memicu konflik dengan kepentingan yang lain. Untuk keperluan tersebut, hukum harus difungsikan menurut fungsi – fungsi tertentu untuk mencapai tujuannya. Dengan kata lain, fungsi hukum adalah menertibkan dan mengatur pergaulan dalam masyarakat serta menyelesaikan konflik yang terjadi.

  Maka Prof. Mr. Dr. L.J van Apeldoorn mengemukakan bahwa tujuan hukum adalah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian. Perdamain diantara manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan hukum manusia tertentu, kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta benda terhadap pihak yg merugikan.

  Fungsi hukum menurut Franz Magnis Suseno, adalah untuk mengatasi konflik kepentingan. Dengan adanya hukum, konflik itu tidak lagi dipecahkan menurut siapa yang paling kuat, melainkan berdasarkan aturan yang berorientasi pada kepentingan – kepentingan dan nilai – nilai objektif dengan tidak membedakan antara yang kuat dan yang lemah dan orientasi itu disebut keadilan.

  Di Indonesia terdapat berbagai macam peraturan yang dibuat oleh pembuat perundang-undangan yang pada dasarnya peraturan tersebut mempunyai tujuan untuk menertibkan masyarakat yang ada didalamnya. Maka dari itu Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi keadilan. Berbagai aspek bidang yang berhubungan dengan Indonesia dan masyarakat diatur didalam ketentuan hukum. . Terdapat unsur-unsur yang terdapat didalam hukum diantaranya:

  1. Peraturan mengenai tingkah laku dari manusia di dalam pergaulan masyarakat.

  2. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.

  3. Peraturan itu bersifat memaksa.

  4. Sanksi yang tegas terhadap pelanggaran. 1 Maka dengan demikian manusia dituntut untuk dapat taat dan tunduk oleh

  ketentuan hukum karena apabila seseorang tidak tunduk dan tidak mentaati ketentuan hukum maka bisa dikatakan orang tersebut telah melanggar ketentuan hukum dan dapat dikenakan sanksi. Pada dasarnya sanksi adalah akibat dari sesuatu perbuatan atau suatu reaksi dari pihak lain (manusia atau organisasi sosial) atas sesuatu

  perbuatan. 2

  Kehadiran hukum sebagai skema berjalan seiring dengan semakin kuatnya citra masyarakat sebagai suatu “kehidupan yang distrukturkan dan dikontruksikan”. Oleh de Beus dan van Doorn, masyarakat yang demikian itu disebut De geconstrueeude samenleving . Masyarakat modern semakin penuh dengan kontruksi –

  kontruksi artifisial, termasuk hukumnya. 3

  Suatu hukum dapat terwujud dan berjalan dengan baik maka diperlukan adanya suatu penegakan hukum. Penegakan hukum ini tidak semata – mata hukum itu harus dilaksanakan tanpa melihat dari segala segi kemanusiaan. Akan tetapi harus kembali kepada peran awal adanya hukum itu sendiri.

  Secara sistematis, fungsi hukum dalam perkembangan masyarakat adalah sebagai berikut:

  1. Alat pengatur tata tertib hubungan masyarakat.

  2. Sarana untuk mewujudkan keadilan sosial, lahir dan batin.

  3. Menentukan orang yang bersalah dan yang tidak bersalah.

  4. Sarana penggerak pembangunan.

  1 Zulkarnaen dan Beni Ahlmad Saebani, Hukum Konstitusi, Pustaka Setia, Bandung, 2012, h.25.

  2 E. Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, Balai Buku Ichtiar, Jakarta, 1966, h.56. 3 Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Progresif, Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2010, h.13

  5. Penentuan alokasi wewenang secara terperinci tentang pihak – pihak yang boleh melakukan pelaksanaan (penegak hukum), yang harus menaatinya, yang memilih sanksi yang tepat dan adil, seperti konsep hukum konstitusi negara.

  6. Alat penyelesaian sengketa.

  7. Alat ketertiban dan keteraturan masyarakat.

  8. Alat untuk mengkritik.

  9. Pemersatu bangsa dan negara serta meningkatkan kewibawaan negara di mata dunia.

  10. Menurut Theo Huijabers, fungsi hukum adalah memelihara kepentingan umum dalam masyarakat, menjaga hak – hak manusia, mewujudkan

  keadilan dalam hidup bersama. 4

  Apabila membicarakan masalah efektif atau berfungsi tidaknya suatu hukum dalam arti undang – undang atau produk lainnya, maka pada umumnya pikiran diarahkan pada kenyataan apakah hukum tersebut benar – benar berlaku atau tidak dalam masyarakat. Dalam teori – teori hukum biasanya dibedakan antara tiga macam hal berlakunya hukum sebagai kaidah mengenai pemberlakuan kaidah hukum menurut Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah bahwa:

  a. Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya didasarkan pada kaidah yang lebih tinggi tingkatnya atau bila berbentuk menurut cara yang telah ditetapkan atau apabila menunjukkan hubungan keharusan antara suatu kondisi dan akibatnya.

  b. Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif artinya kaidah tersebut dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun tidak diterima oleh warga masyarakat atau kaidah tadi berlaku karena diterima dan diakui oleh masyarakat.

  c. Kaidah hukum tersebut berlaku secara filosofis artinya sesuai dengan cita – cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi.

  Jika ditelaah secara mendalam, maka untuk berfungsinya atau efektifnya suatu hukum haruslah memenuhi ketiga unsur tersebut, sejalan dengan hal tersebut menurut Mustafa Abdullah bahwa agar suatu peraturan

  4 Wawan Muhwan Hariri, Pengantar Ilmu Hukum, Pustaka Setia, Bandung, 2012, h.44-45.

  atau kaidah hukum benar – benar berfungsi harus memenuhi empat faktor yaitu :

  1.) Kaidah hukum atau peraturan itu sendiri. 2.) Petugas yang menegakkan atau yang menerapkan. 3.) Fasilitas yang diharapkan akan dapat mendukung pelaksanaan

  kaidah hukum atau peraturan tersebut. 4.) Warga masyarakat yang terkena ruang lingkup peraturan tersebut.

  2. Tujuan Pemasyarakatan

  Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa orang yang telah melakukan tindak pidana dan dijatuhi vonis oleh pengadilan akan menjalani hari-harinya didalam rumah tahanan atau Lembaga Pemasyarakatan sebagai perwujudan dalam menjalankan hukuman yang diterimanya. Dalam Lembaga Pemasyarakatan itu, orang tersebut akan menyandang status sebagai narapidana dan menjalani pembinaan yang telah di programkan.

  Pembinaan narapidana yang dikenal dengan pemasyarakatan untuk pertama kalinya dikemukakan oleh Sahardjo, pada waktu diadakan konferensi Dinas Kepenjaraan di Lembang, mengenai perubahan tujuan pembinaan narapidana dari sistem kepenjaraan ke sistem pemasyarakatan. 5

  Sistem peradilan di Indonesia telah dirumuskan dan memiliki fungsi dan tujuan yaitu :

  1. Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan

  5 Serikat Putra Jaya, Kapita Selekta Hukum Pidana, Cetakan Kedua, Universitas Dipenogoro, Semarang, 2005, h.38.

  2. Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana.

  3. Mengusahan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi kejahatan.

  Dari tujuan tersebut maka komponen dalam sistem peradilan pidana khususnya Lembaga pemasyarakatan dapat berkerja sama dan dapat membentuk sistem yang baik. Karena sistem hukum merupakan kesuluruhan aturan tentang apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang harusnya tidak dilakukan oleh manusia yang mengikat dan terpadu dari satuan kegiatan satu sama lain untuk mencapai tujuan hukum di Indonesia. 6

  Lembaga pemasyarakatan sebagai salah satu organsasi publik yang merupakan unit pelaksana Direktorat Jendral Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM, mempunyai tugas pokok melaksanakan pembinaan terhadap narapidana. Lembaga Pemasyarakatan merupakan bagan akhir dari sistem peradilan pidana di Indonesia. Pembinaan narapidana yang dulunya dikenal dengan istilah sistem kepenjaraan, mulai tahun 1964 diganti dengan sistem pemasyarakatan. Sistem pemasyarakatan ini lebih melindungi narapidana.

  Di dalam sistem pemasyarakatan terdapat proses pemasyarakatan yang diartikan sebagai suatu proses sejak narapidana masuk ke Lembaga Pemasyarakatan sampai lepas kembali ke tengah-tangah masyarkat, berdasarkan SE.NO.KP 10.13318 Februari 1963 telah ditetapkan pemasyarakatansebagai proses dalam

  6 Romli Atmasasmita, Sistem Peradialan Pidana Kontemporer , Jakarta, Kencana, 2011, h.2.

  pembinaan. 7 Keberhasilan pembinaan terhadap narapidana memerlukan berbagai perlengkapan-perlengkapan terutama bentuk lembaga dan tenaga pembina yang cukup

  terampil dan punya dedikasi tinggi kepada sebuah lembaga pemasyarakatan, namun masyarakat juga harus bertanggung jawab terhadap adanya pelanggaran hukum dan harus diberi pengarahan untuk menerima kembali terpidana yang telah lepas dari lembaga sebagai warga masyrakat. Usaha bimbingan juga ditujukan terhadap narapidana untuk mengembangkan daya cipta, rasa dan karsa, untuk itu sistem pemasyarakatan harus berdasarkan hukum dan berdasarkan asas pancasila, yang selalu mengutamakan keadilan serta mengutamakan hak asasi manusia.

  Tujuan dari pembinaan dan tujuan dari penyelenggaraan Sistem Pemasyarakatan dapat ditemukan dalam Pasal 2 dan 3 UU No.12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yaitu :

  Pasal 2 :

  Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

  Pasal 3:

  Sistem Pemasyarakatan berfungsi menyiapkan warga binaan pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyakarat, sehingga dapat berperan aktif kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.

  Pembinaan bagi warga binaan pemasyarakatan merupakan bagian dari sistem pemasyarakatan untuk menegakan hukum pidana. Berdasarkan Pasal 2 dan

  7 Petrus Irawan Panjaitan, Lembaga Pemasyarakatan dalam Sistem Peradilan Pidana , Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1991, h. 77.

  Pasal 3 UU Pemasyarakatan maka dapat diketahui bahwa tujuan dari sistem pemasyarakatan adalah untuk mengembalikan warga binaan menjadi warga yang baik sehingga dapat diterima kembali di dalam masyarakat.

  3. Hak Narapidana

  Narapidana sewaktu menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan dalam beberapa hal kurang mendapat perhatian, khususnya perlindungan hak-hak asasinya sebagai manusia. Dengan pidana yang dijalani narapidana itu, bukan berarti hak- haknya dicabut. Pemidanaan pada hakekatnya mengasingkan dari lingkungan masyarakat serta sebagai pembebasan rasa bersalah. Penghukuman bukan bertujuan mencabut hak-hak asasi yang melekat pada dirinya sebagai manusia.

  Konsep HAM memiliki dua pengertian dasar, pertama merupakan hak-hak yang tidak dapat dipisahkan dan dicabut. Hak ini adalah hak-hak moral yang berasal dari kemanusiaan setiap insan dan hak-hak itu bertujuan untuk menjamin martabat setiap manusia. Kedua, hak menurut hukum, yang dibuat sesuai dengan proses pembuatan hukum dari masyarakat itu sendiri, baik secara nasional maupun internasional. Adapun dasar dari hak-hak ini adalah persetujuan orang yang diperintah, yaitu persetujuan dari para warga, yang tunduk pada pada hak-hak itu dan tidak hanya tertib alamiah, yang merupakan dasar dari arti yang pertama tersebut di

  atas. 8

  Dalam Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan pada Pasal 14 ditentukan bahwa hak narapidana secara umum adalah :

  8 Syahruddin, Pemenuhan Hak Asasi Warga Binaan Pemasyarakatan Dalam Metakukan Hubungan Biologis

  Suami Isteri, Disertasi, Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. Makassar. 2010, h. 11.

  1) melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya,

  2) mendapat perawatan baik rohani maupun jasmani,

  3) mendapatkan pendidikan dan pengajaran,

  4) mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak,

  5) menyampaikan keluhan,

  6) mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang,

  7) mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan,

  8) menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu lainnya,

  9) mendapatkan pengurangan masa pidana,

  10) mendapatkan kesempatan berasimilasi ternasuk cuti mengunjungi keluarga,

  11) mendapatkan pembebasan bersyarat,

  12) mendapatkan cuti menjelang bebas, mendapatkan hak-hak Narapidana sesuai dengan peraturan perundang - undangan yang berlaku.

  Selanjutnya lebih dirinci lagi dalam peraturan pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, Pasal

  14 dan Pasal 20 ayat (1) bagian ke empat mengenai pelayanan mengenai kesehatan dan makanan. Bahwa dalam Pasal 20 ayat (1), narapidana dan anak didik pemasyarakatan yang sakit, hamil, atau menyusui berhak mendapatkan makanan tambahan dan petunjuk dokter.

  Lembaga pemasyarakatan tersebut dapat dikatakan mempunyai 4 fungsi utama

  4. Merehabilitasi para narapidana.

  Khusus untuk Remisi, asimilasi, cuti menjelang bebas dan pembebasan bersyarat merupakan hak seorang Narapidana, baik dewasa maupun anak, sebagai warga binaan pemasyarakatan. Pelaksanaan perolehan Remisi, asimilasi, cuti menjelang bebas dan pembebasan bersyarat tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2006 jo. Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

  Berdasarkan ketentuannya, Remisi diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  a. berkelakuan baik; dan

  b. telah menjalani masa pidana lebih dari 6 (enam) bulan.

  Bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, diberikan Remisi berdasarkan oleh Menteri dalam suatu ketetapan Menteri setelah mendapat pertimbangan dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan, apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  a. berkelakuan baik; dan

  b. telah menjalani 13 (satu per tiga) masa pidana.

  Disamping memenuhi persyaratan diatas, persyaratan yang perlu diperhatikan adalah bahwasanya Remisi diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana apabila memenuhi persyaratan melakukan perbuatan yang membantu kegiatan LAPAS.

  Untuk Asimilasi, diberikan kepada Narapidana dan Anak Pidana apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  a. berkelakuan baik;

  b. dapat mengikuti program pembinaan dengan baik; dan

  c. telah menjalani 12 (satu per dua) masa pidana.

  Bagi Anak Negara dan Anak Sipil, Asimilasi diberikan setelah menjalani masa pendidikan di Lembaga Pemasyarakatan Anak selama 6 (enam) bulan pertama. Bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, diberikan Asimilasi oleh Menteri setelah mendapatkan pertimbangan dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  a. berkelakuan baik;

  b. dapat mengikuti program pembinaan dengan baik; dan

  c. telah menjalani 23 (dua per tiga) masa pidana.

  Setiap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan berhak mendapatkan Cuti Tahanan. Cuti Tahanan ini meliputi:

  a. Cuti Mengunjungi Keluarga; dan

  b. Cuti Menjelang Bebas.

  Cuti Mengunjungi Keluarga tidak diberikan kepada Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya sedangkan Cuti Menjelang Bebas tidak berlaku bagi Anak Sipil.

  Cuti Menjelang Bebas diberikan apabila telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  a. Telah menjalani sekurang-kurangnya 23 (dua per tiga) masa pidana, dengan ketentuan 23 (dua per tiga) masa pidana tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan;

  b. Berkelakuan baik selama menjalani masa pidana sekurang-kurangnya 9 (sembilan) bulan terakhir dihitung sebelum tanggal 23 (dua per tiga) masa pidana; dan

  c. Lamanya Cuti Menjelang Bebas sebesar Remisi terakhir, paling lama 6 (enam) bulan.

  Bagi Anak Negara yang tidak mendapatkan Pembebasan Bersyarat, diberikan Cuti Menjelang Bebas apabila sekurang-kurangnya telah mencapai usia 17 (tujuh belas) tahun 6 (enam) bulan, dan berkelakuan baik selama menjalani masa pembinaan.

  Bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan Bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan

  a. Telah menjalani sekurang-kurangnya 23 (dua per tiga) masa pidana, dengan ketentuan 23 (dua per tiga) masa pidana tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan;

  b. Berkelakuan baik selama menjalani masa pidana sekurang-kurangnya 9 (sembilan) bulan terakhir dihitung dari tanggal 23 (dua per tiga) masa pidana;

  c. Lamanya Cuti Menjelang Bebas sebesar Remisi terakhir, paling lama 3 (tiga) bulan; dan

  d. Telah mendapat pertimbangan dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan. Pertimbangan ini wajib memperhatikan kepentingan keamanan, ketertiban umum, dan rasa keadilan masyarakat.

  Cuti Menjelang Bebas dapat dicabut apabila Narapidana atau Anak Didik Pemasyarakatan melanggar ketentuan Cuti Menjelang Bebas yang ditetapkan.

  Setiap Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan kecuali Anak Sipil, berhak mendapatkan Pembebasan Bersyarat. Pembebasan Bersyarat diberikan apabila telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  a. Telah menjalani masa pidana sekurang-kurangnya 23 (dua per tiga) dengan ketentuan 23 (dua per tiga) masa pidana tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan; dan a. Telah menjalani masa pidana sekurang-kurangnya 23 (dua per tiga) dengan ketentuan 23 (dua per tiga) masa pidana tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan; dan

  Pembebasan Bersyarat bagi Anak Negara diberikan setelah menjalani pembinaan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun. Bagi Narapidana yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara dan kejahatan hak asasi manusia yang berat, dan kejahatan transnasional terorganisasi lainnya, diberikan Pembebasan Bersyarat oleh Menteri apabila telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  a. telah menjalani masa pidana sekurangkurangnya 23 (dua per tiga), dengan ketentuan 23 (dua per tiga) masa pidana tersebut tidak kurang dari 9 (sembilan) bulan;

  b. berkelakuan baik selama menjalani masa pidana sekurang-kurangnya 9 (sembilan) bulan terakhir dihitung sebelum tanggal 23 (dua per tiga) masa pidana; dan

  c. telah mendapat pertimbangan dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan dengan memperhatikan kepentingan keamanan, ketertiban umum, dan rasa keadilan masyarakat.

  Pemberian Pembebasan Bersyarat ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Pembebasan Bersyarat dapat dicabut apabila Narapidana atau Anak Didik Pemasyarakatan melanggar.

  Diharapkan dengan aturan seperti itu narapidana menjadi insyaf dan tidak melakukan residivis lagi, sehingga mereka akan diterima oleh masyarakat sebagai manusia normal. 9 Pemerintah Indonesia yang batinnya menghormati dan mengakui

  HAM, komitmen terhadap perlindunganpemenuhan HAM pada tahap pelaksanaan putusan. Wujud komitmen tersebut adalah institusi hakim pengawas dan pengamat (WASMAT) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 277 sampai dengan Pasal 283 KUHAP, serta diundangkannya Undang -Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem kelembagaan serta cara pembinaan yang

  merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. 10

  4. Hak dan Kedudukan Perempuan

  Dalam kehidupan bermasyarakat, seorang perempuan terkadang mendapatkan diskriminasi dan anggapan sebelah mata atas dirinya. Diskriminasi dapat terjadi baik dalam kehidupan pekerjaan, keluarga (antara suami dan istri), hingga kehidupan yang dilaluinya dalam masyarakat. Dengan adanya diskriminasi inilah maka kemudian banyak pihak terutama perempuan sendiri menyadari pentingnya mengangkat isu hak perempuan sebagai salah satu jenis hak asasi manusia yang harus dapat diakui dan dijamin perlindungannya. Adanya kesadaran ini maka kemudian perlu diketahui terlebih dahulu dengan apa yang dimaksud dengan hak asasi perempuan.

  Tahun 1948, Deklarasi Hak Asasi Manusia (DUHAM) diadopsi oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa. Hal ini menunjukkan komitmen bangsa –

  9 Mulyana W. Kusumah, Analisa Kriminologi tentang Kejahatan-Kejahatan Kekerasan, Graha Indonesia,

  Jakarta, 1982, h. 223.

  10 Aswanto, Jaminan Perlindungan HAM dalam KUHAP dan Bantuan Hukum Terhadap Penegakan HAM di

  Indonesia, Disertasi, Makassar,Perpustakaan FH-Unair, 1999, h. 149 .

  bangsa di dunia untuk menjunjung tinggi dan melindungi hak kemanusiaan setiap orang tanpa perkecualiaan apapun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pandangan lain, asal – usul kebangsaan atau sosial, hak milik, kelahiran, atau kedudukan lain. Setelah DUHAM, lahir berbagai instrumen HAM internasional mengenai aspek –aspek khusus tentang kedudukan perempuan dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat, antara lain Konvensi tentang Hak Politik Perempuan tahun 1953 yang diratifikasi Indonesia dengan UU No.68 tahun 1956. Pada tanggal 18 Desember 1979, Majelis Umum PBB mengadopsi Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Againts Woman (Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan), disebut sebagai Konvensi Wanita atau Konvensi Perempuan sekarang diebut juga sebagai Konvensi CEDAW. Konvensi CEDAW yang telah diperbarui pada tahun 2006 hingga kini sudah 178 negara, atau lebih dari 90 negara anggota PBB meratifikasi atau mnyetujui Konvensi tersebut. Diantara perjanjian HAM Internasional, Konvensi Perempuan merupakan Konvensi tentang perlindungan dan penegakkan hak – hak perempuan yang paling komprehensif, dan sangat penting karena menjadi segi kemanusiaan perempuan, yang merupakan lebih dari sebagian jumlah penduduk dunia, sebagai fokus dari keprihatinan HAM. Jiwa dari konvensi perempuan berakar dalam tujuan dari piagam PBB, yaitu penegasan kembali kepercayaan pada HAM, harkat dan martabat setiap diri manusia dan persamaan hak laki – laki dan perempuan. Konvensi perempuan secara komprehensif memberikan rincian mengenai arti persamaan hak perempuan

  dan laki-laki, dan langkah tindak yang diperlukan untuk mencapainya. 11

  Jenis hak – hak perempuan yang ada antara lain yaitu :

  11 Sulistyowati Irianto, Perempuan dan Hukum : Menuju Hukum yang Berperspektif Kesetaraan dan Keadilan, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2006, h.84

1. Hak-Hak Perempuan di Bidang Politik

  Sama halnya dengan seorang pria, seorang perempuan juga mempunyai hak yang sama untuk turut serta dalam pemerintahan. Hak-hak perempuan yang diakui dan dilakukan perlindungan terhadapnya terkait dengan hak-hak perempuan di bidang politik, antara lain :

  a. Hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan dengan ikut serta dalam perumusan kebijakan pemerintah dan pelaksanaan kebijakan.

  b. Hak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan berkala yang bebas untuk menentukan wakil rakyat di pemerintahan

  c. Hak untuk ambil bagian dalam organisasi-organisasi pemerintah dan non- pemerintah dan himpunan-himpunan yang berkaitan dengan kehidupan pemerintah dan politik negara tersebut.

  Dasar hukum atas hak-hak perempuan di bidang politik tersebut dapat ditemukan dalam instrumen internasional. Dimana hak-hak tersebut dapat ditemukan dalam bahasa yang umum dalam Pasal 21 DUHAM butir 1 dan 2, Pasal 25 ICCPR,. Sedangkan dasar hukum yang lebih khusus menyebutkan hak-hak perempuan tersebut dapat ditemukan dalam Pasal 7 dan 8 CEDAW, Pasal 1, 2 dan 3 Konvensi Hak-Hak Politik Perempuan.

  Sedangkan dasar hukum hak-hak perempuan tersebut dapat pula ditemukan dalam instrumen nasional kita. Dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dapat ditemukan dalam Pasal 46 yang berbunyi sebagai berikut : “sistem pemilihan umum, kepartaian, pemilihan anggota badan legislatif, dan sistem pengangkatan di bidang eksekutif, yudikatif, harus menjamin keterwakilan wanita sesuai persyaratan yang ditentukan”.

2. Hak-hak perempuan di bidang pendidikan dan pengajaran

  Pendidikan adalah dasar yang paling penting bagi kehidupan manusia. Dengan pendidikan seseorang dapat meningkatkan kualitas hidupnya, baik dari kualitas akal, pemikiran, perilaku hingga ekonomi. Dan pendidikan tersebut tentunya didapatkan dengan pengajaran. Pengajaran harus diberikan pada setiap orang untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan berkualitas. Oleh karena itulah maka kemudian setiap manusia di dunia ini berhak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran, tidak terkecuali untuk semua perempuan. Setiap perempuan sama halnya dengan setiap pria mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran.

  Atas dasar itulah maka kemudian dalam instrumen internasional dapat kita temukan pengaturan-pengaturan yang menjamin hal tersebut. Pengaturan tersebut dapat bersifat umum untuk semua orang, maupun bersifat khusus untuk setiap perempuan. Instrumen internasional yang bersifat umum antara lain dapat ditemukan dalam Pasal 26 (1) DUHAM. Sedangkan yang bersifat lebih khusus dapat ditemukan dalam Pasal 10 CEDAW, Pasal 13 ayat (2) Kovenan tentang Hak-Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, Pasal 4 (d) Konvensi Melawan Diskriminasi dalam Pendidikan.

  Selain itu pengaturan mengenai hak tersebut dapat juga kita temukan dalam instrumen nasional kita. Pengaturan yang bersifat lebih umum dapat kita temukan pada Pasal 31 (1) Undang-Undang Dasar 1945. Dan yang bersifat lebih khusus melindungi hak perempuan dapat ditemukan dalam Pasal

  48 UU HAM yang menyebutkan bahwa “Wanita berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran di semua jenis, jenjang dan jalur pendidikan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan”.

3.Hak-hak perempuan di bidang kesehatan

  Perlu diketahui lebih lanjut bahwa yang dimaksud dengan hak-hak perempuan di bidang kesehatan adalah penjaminan kepada para perempuan untuk mendapatkan perlindungan yang lebih dan khusus. Hal ini terutama akibat rentannya kesehatan wanita berkaitan dengan fungsi reproduksinya. Seorang wanita telah mempunyai kodrat dari Tuhan Yang Maha Esa untuk mengalami kehamilan, menstruasi setiap bulan dan juga kekuatan fisik yang lebih lemah dibandingkan pria. Adanya hal-hal tersebut inilah maka kemudian dirasakan perlu untuk melakukan perlindungan yang lebih khusus kepada mereka perempuan.

  Dalam instrumen internasional mengenai hal tersebut dapat ditemukan dalam Pasal 25 (2) DUHAM yang berbunyi “ibu dan anak berhak mendapat perhatian dan bantuan khusus. Semua anak baik yang dilahirkan di dalam maupun di luar perkawinan, harus menikmati perlindungan sosial yang sama”. Dan pada Pasal 12 ayat (1) Konvensi Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, serta dalam Pasal 11 butir (f), Pasal 12 dan Pasal

  14 CEDAW. Sedangkan untuk instrumen nasional dapat ditemukan dalam Pasal 28 H UUD 1945 yaitu “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang sehat serta berhak memperoleh kesehatan”. Adanya dasar pengaturan ini menunjukkan bahwa negara kita menjamin setiap warganya untuk mendapatkan jaminan kesehatan dari negara. Khusus untuk setiap wanita perlindungan kesehatan dijaminkan lebih lagi dalam Pasal 49 (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang menyebutkan bahwa “perempuan berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau 14 CEDAW. Sedangkan untuk instrumen nasional dapat ditemukan dalam Pasal 28 H UUD 1945 yaitu “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang sehat serta berhak memperoleh kesehatan”. Adanya dasar pengaturan ini menunjukkan bahwa negara kita menjamin setiap warganya untuk mendapatkan jaminan kesehatan dari negara. Khusus untuk setiap wanita perlindungan kesehatan dijaminkan lebih lagi dalam Pasal 49 (2) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM yang menyebutkan bahwa “perempuan berhak untuk mendapatkan perlindungan khusus dalam pelaksanaan pekerjaan atau

4. Hak-hak perempuan untuk melakukan perbuatan hukum

  Sebelum dikenalnya hak-hak atas perempuan dan keberadaan perempuan yang sederajat dengan pria, perempuan selalu berada di bawah kedudukan pria. Hal ini seringkali terlihat terutama pada keadaan dimana perempuan untuk melakukan perbuatan hukum tertentu harus mendapatkan persetujuan atau di bawah kekuasaan pria. Keadaan inilah yang kemudian menimbulkan kesadaran bagi para perempuan bahwa setiap perempuan mempunyai kedudukan yang sama dengan laki-laki di mata hukum, sehingga kemudian muncul salah satu hak perempuan lainnya yang diakui baik di tingkat internasional maupun nasional.

  Dasar hukum dalam instrumen internasional atas hak-hak perempuan ini secara umum dapat ditemukan dalam Pasal 7 DUHAM, Pasal 14 ayat (1) dan Pasal 26 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik dan secara khusus dalam Pasal 2 dan 15 CEDAW. Dalam instrument nasional dasar hukum atas hak-hak ini dapat ditemukan dalam Pasal 50 UU HAM yang berbunyi “wanita yang telah dewasa dan atau telah menikah berhak untuk melakukan perbuatan hukum sendiri, kecuali ditentukan lain oleh hukum agamanya”.

  Dalam Konvensi Perempuan Pasal 2(c) menentukan bahwa perlindungan hukum terhadap hak perempuan atas dasar yang sama dengan laki – laki, dan menjamin melalui pengadilan nasional yang kompeten dan badan – badan pemerintah lainnya, perlindungan yang efektif terhadap perempuan dari setiap tindakan diskriminasi. Serta dalam Pasal 15 Konvensi Perempuan yang Dalam Konvensi Perempuan Pasal 2(c) menentukan bahwa perlindungan hukum terhadap hak perempuan atas dasar yang sama dengan laki – laki, dan menjamin melalui pengadilan nasional yang kompeten dan badan – badan pemerintah lainnya, perlindungan yang efektif terhadap perempuan dari setiap tindakan diskriminasi. Serta dalam Pasal 15 Konvensi Perempuan yang

  Menurut Konvensi Perempuan prinsip dasar Kewajiban Negara meliputi hal – hal sebagai berikut :

  1. Menjamin hak perempuan melalui hukum dan kebijakan, serta menjamin hasilnya.

  2. Menjamin pelaksanaan praktis dari hak itu melalui langkah – tindak atau aturan khusus sementara, menciptakan kondisi yang kondusif untuk meningkatkan kesempatan dan akses perempuan pada peluang yang ada, dan menikmati manfaat yang sama atau adil dari hasil menggunakan peluang itu.

  3. Negara tidak saja menjamin tetapi juga merealisasi hak perempuan.

  4. Tidak saja menjamin secara de-jure tetapi juga secara de-facto.

  5. Negara tidak saja harus bertanggung jawab dan mengaturnya di sektor publik, tetapi juga melaksanakannya terhadap tindakan orang – orang dan lembaga di sektor privat (keluarga) dan sektor swasta.

B. HASIL PENELITIAN

A. PROFIL RUMAH TAHANAN KELAS IIB KOTA SALATIGA

1. Lokasi Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga

  Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga terletak di jalan Yos Sudarso No.2 Kota Salatiga. Rumah tahanan ini memiliki tempat yang cukup strategis berada di tengah kota. Dengan letak Rumah Tahanan ini, membuat petugas Rumah Tahanan, petugas dari instansi terkait dan para pengunjung dapat melaksanakan tugas maupun melakukan kunjungan ke Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga dengan mudah.

  Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga ini memiliki luas area kurang lebih luas tanah 2.400 m2 dan dengan luas bangunan 1.169 m2. Rumah Tahanan ini terdiri dari 3(tiga) blok yaitu blok laki – laki, blok perempuan dan blok pidana khusus seperti narkoba dan korupsi. Dengan luas area yang ada, Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga memiliki 13 sel kamar yang terdiri dari 11 sel untuk narapidana dan tahanan laki-laki dan 2 sel dibagi untuk tahanan dan narapidana perempuan. Masing masing sel narapidana perempuan hanya berukuran 6m x 4m saja. Karena ada 2 sel untuk perempun maka 1 sel untuk narapidana perempuan yang berisi 5 orang dan yang 1 sel untuk tahanan perempuan yang berisi 13 orang. Rumah tahanan ini memiliki daya tampung yang terbatas yaitu hanya berkapasitas 100 orang saja. Namun, jumlah narapidana sampai hari ini 18 April 2017 telah berjumlah 135 orang yang artinya telah melebihi kapasitas dalam RUTAN.

2. Visi, Misi dan Tujuan

  a. Visi

  Visi yang ingin dicapai adalah memulihkan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan tahanan atau napi sebagai individu, anggota masyarakat dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa dalam rangka membangun manusia Indonesia yang mandiri.

  b. Misi

  Rumah Tahanan Negara Salatiga dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya mengemban melaksanakan perawatan tahanan, pembinaan terhadap narapidana dalam kerangka penegakkan hukum, pencegahan dan penanggulangan kejahatan serta pemajuan dan perlindungan Hak Asasi Manusia.

  c. Tujuan

  Membentuk narapidana agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat berperan aktif dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab.

  Memberikan jaminan perlindungan Hak Asasi Manusia tahanan yang ditahan di RUTAN Salatiga dalam rangka memperlancar proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

  Memberikan jaminan perlindungan Hak Asasi Tahanan atau pihak – pihak yang berperkara serta keselamatan dan keamanan serta kelancaran dalam proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang

  pengadilan. 12

3. Keadaan Pegawai di Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga

  12 Hasil wawancara dengan Bapak Dwi Murdanto sebagai Ka Subsie Peltah di Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga, 08 April 2017

  Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga dioperasikan oleh para petugas RUTAN. Dalam penelitian ini, penulis telah mengelompokkan petugas Rumah Tahanan dengan dua kategori yaitu menurut jenis kelamin dan menurut pembagian jabatan dalam Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga.

  a. Tabel 1. Jumlah pegawai Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga berdasarkan jenis kelamin.

  NO

  JENIS KELAMIN

  JUMLAH

  PROSENTASE

  1 Laki – laki

  Sumber : Data Primer 13

  Dari data tabel di atas terlihat bahwa jumlah prosentase pegawai laki – laki yang ada di dalam Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah pegawai perempuan. Dengan demikian dimungkinkan dengan lebih banyaknya staf pegawai laki – laki di dalam Rutan diharapkan keamanan dan ketertiban lebih terjaga. Namun tidak kalah pentingnya peran pegawai perempuan, karena dalam Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga terdapat para narapidana perempuan maka jumlah pegawai Rutan perempuan juga haruslah sesuai untuk menjaga ketertiban dan keamanan dalam sel narapidana perempuan. Selain itu peran pegawai perempuan juga penting dalam pemenuhan kebutuhan para terpidana perempuan yang ada di dalam Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga ini.

  13 Hasil wawancara dengan Bapak Dwi Murdanto sebagai Ka Subsie Peltah di Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga, 09 April 2017 13 Hasil wawancara dengan Bapak Dwi Murdanto sebagai Ka Subsie Peltah di Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga, 09 April 2017

  1 Kepala RUTAN

  2 Ka Subsie Peltah

  3 Ka Subsie Pengelolaan

  4 Ka KP RUTAN

  5 Staff Pengelolaan

  6 Staff Pelayanan Tahanan

  7 Kepala Keamanan Jaga

  8 Staff Keamanan

  9 Staff Keamanan Jaga Wanita

  11 Staff Keamanan Jaga RUTAN

  TOTAL

  Sumber : Data Primer 14

B. Data Mengenai Narapidana Perempuan di Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga.

  Setelah melakukan wawancara di Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga, latar belakang pekerjaan masing – masing narapidana perempuan antara lain kontraktor, ibu rumah tangga dan ada juga yang pekerja. Perlakuan secara umum sama dengan laki – laki, namun apabila perlakuan secara fisik berbeda. Hal ini terlihat dari jenis kegiatan anatara laki – laki dan perempuan. Kegiatan narapidana

  14 Hasil wawancara dengan Bapak Dwi Murdanto sebagai Ka Subsie Peltah di Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga, 09 April 2017 14 Hasil wawancara dengan Bapak Dwi Murdanto sebagai Ka Subsie Peltah di Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga, 09 April 2017

  Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga menyediakan layanan kesehatan setiap hari Sabtu dengan mendatangkan petugas kesehatan dari Puskesmas Salatiga untuk memeriksa kesehatan setiap narapidana baik laki – laki maupun perempuan.

  Di Rumah Tahanan Kelas II B Kota Salatiga ini terdapat kasus narapidana perempuan yang sedang hamil. Semasa hamil dia tetap menjalani masa tahanannya, dengan perlakuan yang sama dengan narapidana perempuan yang lainnya. Ketika narapidana tersebut sudah merasa ingin melahirkan, petugas Rutan langsung melarikannya ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan. Setelah anak dari narapidana tersebut lahir, maka pihak Rutan menentukan bahwa anak ini harus diserahkan kepada pihak keluarga narapidana karena anak yang dilahirkan oleh seorang narapidana tidak boleh menjadi narapidana juga dengan tinggal bersama ibunya. Apabila tidak ada keluarga yang akan menjadi wali asuh anak tersebut maka anak tersebut akan dititipkan di yayasan panti asuhan. Dan telah disepakati jika sang Ibu telah selesai menjalani masa hukumannya dan bebas, maka ia boleh mengambil

  kembali anaknya dari wali asuh panti asuhan tersebut. 15

  Dalam hal kasus ini anak tidak berhak menjadi narapidana juga. Maka hak anak juga harus diperhatikan dengan membiarkan anak itu diasuh oleh wali asuh keluarganya ataupun suatu yayasan panti asuhan. Hal ini bertujuan agar anak ini dapat tetap tumbuh dan berkembang dengan baik tanpa adanya tekanan dari kesalahan sang Ibu.

  15 Wawancara dengan Bapak Dwi Murdanto sebagai Ka Subsie Peltah di Rumah Tahanan Kelas II B Kota Salatiga, 10 April 2017

  Di dalam Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan belum diatur secara khusus mengenai narapidana perempuan namun untuk melaksanakan ketentuan pasal 14 ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Pengaturan mengenai pelaksanaan hak narapidana wanita tertuang di dalam Peraturan Pemerintah Nomor :

  32 Tahun 1999, tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor : 32 Tahun 1999, memuat perlindungan terhadap narapidana wanita yaitu:

  1) narapidana dan Anak didik pemasyarakatan yang sakit, hamil dan menyusui berhak mendapat makanan tambahan sesuai dengan petunjuk dokter,

  2) makanan tambahan juga diberikan kepada narapidana yang melakukan jenis pekerjaan tertentu,

  3) anak dari narapidana wanita yang dibawa ke dalam LAPAS ataupun yang lahir di LAPAS dapat diberi makanan tambahan atas petunjuk dokter, paling lama sampai berumur 2 (dua) tahun,

  4) dalam hal anak sebagaimana dimaksud dalam ayat 3 telah mencapai umur

  2 (dua) tahun, harus diserahkan kepada bapaknya atau sanak keluarga, atau pihak lain atas persetujuan ibunya dan dibuat dalam satu berita acara,

  5) untuk kepentingan kesehatan anak, Kepala LAPAS dapat menentukan makanan tambahan selain sebagaimana di maksud dalam ayat 3

  berdasarkan pertimbangan. 16

  16 Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Pemasyarakatan, Jakarta, 2003, h.597.

  Melihat lebih jauh kondisi Lembaga Pemasyarakatan, penulis mengambil bahan hukum di Rumah Tahanan Kelas II B Kota Salatiga, Rumah Tahanan Kelas II

  B Kota Salatiga dipilih karena penulis melihat dengan keadaan Rumah Tahanan Kota Salatiga yang demikian maka kemungkinan adanya pelanggaran hak terhadap warga binaan di dalamnya khususnya narapidana perempuan.

  Jumlah tahanan dan narapidana di Rumah Tahanan Kelas II B Kota Salatiga terdiri dari :

  Tabel 3. Jumlah tahanan dan narapidana berdasarkan jenis kelamin dan prosentasenya.

  NO

  Jenis Kelamin

  Narapidana

  Tahanan

  Jumlah Prosentase

  1 Laki – Laki

  Total

  Sumber : Data Primer 17

  Dengan adanya penyatuan area antara laki – laki dan perempuan meskipun berbeda blok, hal ini dapat menyebabkan tingkat perhatian terhadap pembinaan kurang optimal terhadap narapidana maupun tahanan perempuan karena ketdak seimbangan rasio antara jumlah laki laki dan perempuan. Ditakutkan karena jumlah perempuan jauh lebih sedikit maka akan ada kemungkinan terjadi kesamaan perlakuan. Begitu pula dapat dilihat dari jumlah petugas yang tidak seimbang dengan jumlah warga binaan di dalam Rumah Tahanan ini.

  17 Hasil wawancara dengan Bapak Dwi Murdanto sebagai Ka Subsie Peltah di Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga, 10 April 2017

  Khusus terhadap narapidana perempuan yang selama ini berada di Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga mash satu area dengan narapidanan laki – laki tetapi ditempatkan pada blok khusus perempuan. Berikut ini akan diuraikan jumlah narapidana perempuan dan jenis tindak pidananya.

  Tabel 4. Jumlah narapidana perempuan di Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga berdasarkan jenis kejahatan

  No

  Jenis Kejahatan

  Sumber : Data Primer . 18

  Dengan berbagai jenis kejahatan yang dilakukan oleh para narapidana perempuan tersebut, maka bervariasi pula masa hukuman dari setiap narapidana perempuan dari di bawah satu tahun, dua tahun, lima tahun hingga paling berat yaitu

  10 tahun. Dalam menjalani masa hukumannya ini para napi perempuan juga menerima serta mengajukan hak – hak mereka. Seperti pada hasil penelitian yang diperoleh penulis dari petugas ataupun dari para terpidana langsung bahwa setiap narapidana khususnya perempuan telah menerima hak seperti remisi dan asimilasi begitu pula tentang pengajuan pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas. Beberapa narapidana perempuan telah mengajukan hak pembebasan bersyarat dan

  18 Hasil wawancara dengan Bapak Dwi Murdanto sebagai Ka Subsie Peltah di Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga, 11 April 2017 18 Hasil wawancara dengan Bapak Dwi Murdanto sebagai Ka Subsie Peltah di Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga, 11 April 2017

  Kejahatan yang terjadi disebabkan pula oleh berbagai latar belakang pekerjaan mereka. Maka penulis juga mengelompokkan jumlah narapidana perempuan yang ada di Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga dengan melihat pekerjaan dan usia.

  Tabel 5. Jumlah narapidana perempuan di Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga berdasarkan jenis pekerjaan.

  NO

  JENIS PEKERJAAN

  JUMLAH

  PROSENTASE

  1 Ibu Rumah Tangga

  2 Direktur CV

  5 Pegawai swasta

  Sumber : Data Primer 19

  Dari tabel di atas terlihat latar belakang pekerjaan masing – masing narapidana berbeda. Hal ini juga dapat mempengaruhi jenis kejahatan yang dilakukan oleh setiap narapidana perempuan.

  19 Hasil wawancara dengan Bapak Dwi Murdanto sebagai Ka Subsie Peltah di Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga, 11 April 2017

  Tabel 6. Jumlah narapidana perempuan di Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga berdasarkan umur dan status keluarga

  NO

  UMUR

  JUMLAH BERKELUARGA BEREKELUARGA

  DAN MEMILIKI

  DAN BELUM

  ANAK

  MEMILIKI ANAK

  Sumber : Data Primer 20

  Setelah mengetahui segala data tentang narapidana perempuan maka penulis juga melakukan wawancara dengan narapidana perempuan penghuni Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga. Dalam hal ini penulis mewawancarai 2 (dua) narapidana perempuan. Narapidana tersebut berinisial AP berusia 43 tahun berprofesi sebagai instruktur senam (wiraswasta) dan AL berusia 35 tahun berprofesi sebagai pemilik salon (wiraswasta). Mereka terjerat kasus yang sama yaitu kasus penipuan dengan dakwaan Pasal 372 KUHP, namun dengan cerita yang berbeda.

  Terlepas dari kasus yang membelit mereka, penulis mewawancarai mengenai bagaimana keadaan dan perlakuan yang diberikan oleh petugas Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga. Setelah penulis bertanya dan menyimpulkan dari pernyataan mereka bahwa perlakuan yang diberikan terhadap narapidana perempuan dan laki – laki sama tidak ada yang berbeda dari segi makan kondisi

  20 Hasil wawancara dengan Bapak Dwi Murdanto sebagai Ka Subsie Peltah di Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga, 11 April 2017

  kamar sel dan sebagainya sama. Hanya saja yang membedakan adalah kegiatan antara narapidana laki – laki dan perempuan. Dalam keseharian menurut kedua narapidana tersebut kegiatan sebagai narapidana perempuan antara lain menjahit dan menyulam. Untuk makan juga tetap sama dengan narapidana laki – laki. Tetapi untuk haid yang terjadi setiap bulan Rumah Tahanan tidak menyediakan pembalut melainkan narapidana pesan kepada keluarga untuk dibawakan atau dapat membeli di kantin yang ada di dalam Rutan. Dan dari informasi yang mereka sampaikan, bahwa tahanan ataupun narapidana perempuan yang telah memiliki anak frekuensi bertemu dengan anak hanya saat jam berkunjung Rutan saja seperti narapidana yang lain. Dengan demikian narapidana perempuan yang memiliki anak bayi yang masih membutuhkan ASI, maka ibunya hanya dapat menyusui jika saat jam berkunjung saja. Dan seperti yang telah diketahui bahwa hari berkunjung Rumah Tahanan Kelas IIB Kota Salatiga hanya hari Senin, Rabu, Jumat dan Minggu. Dan itu hanya 1 jam untuk perharinya.

C. ANALISIS