ANALYSIS OF THE POTENTIAL TAX AS LOCAL REVENUE SOURCES IN THE CITY METRO

(1)

ABSTRACT

ANALYSIS OF THE POTENTIAL TAX AS

LOCAL REVENUE SOURCES

IN THE CITY METRO

by

Ferry Susanawati

This study aims to analyze the types of local taxes on the growth and contribution to total local taxes and local revenue. To identify the prime classification, potential, developing and underdeveloped. Perform the actual calculation of the potential of the local taxes that have the potential to be developed in order to

increase revenue. And projecting local taxes in the future.

The data used in the form of primary and secondary data in Metro City with the study period of 2004 - 2013 is the analytical tool used growth analysis, contribution analysis, overlay analysis matrix, analyzes the potential and projection analysis.

Analysis of growth and contribution are used to determine the growth and contribution of local taxes to total tax revenue to the area and local revenues. Overlay with matrix analysis is used to identify the types of local taxes are classified prime, potentially, developing and underdeveloped. Analysis of potential use to assess the real potential of this type of tax potential areas to be developed in order to increase revenue.


(2)

The results of this study showed that the growth and contribution of local taxes has fluctuated. Identify the types of local taxes done by looking at the growth and contribution. The results of the calculation of growth and the contribution made by overlay analysis matrix resulting classification; prime, potentially, developing and underdeveloped. And based on the analysis of overlay restaurant tax and property tax is a local tax types that have the potential to be developed in order to increase revenue.

The potential value of the actual restaurant tax is Rp 2,554,800,000, -, while the biggest realization restaurant tax year 2013 budget of Rp. 553 700 312, -. So that is the unrealized potential of 78.33%. For property tax Tax Value United Nations Urban Urban Metro City in 2013, using data to tax in accordance with the Decree of the UN Basic Urban is Rp. 3147142107, -; United Nations Urban Tax revenue realization in 2013 only Rp. 2230859456, - or by 70.9%, thus the unrealized potential of 29.1% or Rp. 916 282 651, -

Projections of the types of local taxes and restaurant taxes done using Technique Annuity. Metro City local tax projections obtained that the growth rate or r = 0.175. Restaurant tax projections obtained that the growth rate or r = 0.243, then the budget for the year 2014 till 2018 good projection City Metro area tax and restaurant tax increase compared to the previous year or compared to fiscal year 2013.

The government is expected to organize receipts through taxes, to observe the growth and contribution of local taxes fluctuated in Metro City, it is necessary to


(3)

intensification and extension of the income of any kind of local taxes in order to increase growth by reducing fluctuations.


(4)

ABSTRAK

ANALISIS POTENSI PAJAK DAERAH SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH

DI KOTA METRO Oleh

Ferry Susanawati

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis jenis pajak daerah mengenai pertumbuhan dan kontribusinya terhadap total pajak daerah serta pendapatan asli daerah. Mengidentifikasikan ke dalam klasifikasi prima, potensial, berkembang dan terbelakang. Melakukan perhitungan potensi sebenarnya terhadap pajak daerah yang berpotensi untuk dikembangkan dalam rangka peningkatan pendapatan asli daerah. Dan memproyeksikan pajak daerah di masa yang akan datang.

Data yang digunakan berupa data primer dan sekunder di Kota Metro dengan periode penelitian tahun 2004 – 2013. Alat analisis yang digunakan adalah analisis pertumbuhan, analisis kontribusi, analisis overlay dengan matrik, analisis potensi dan analisis proyeksi.

Analisis pertumbuhan dan kontribusi digunakan untuk mengetahui pertumbuhan dan kontribusi jenis pajak daerah terhadap total pendapatan pajak daerah dan terhadap pendapatan asli daerah. Analisis overlay dengan matrik digunakan untuk mengidentifikasi jenis pajak daerah yang diklasifikasikan prima, potensial, berkembang dan terbelakang. Analisis potensi digunakan untuk mengetahui


(5)

potensi sebenarnya dari jenis pajak daerah yang berpotensi untuk dikembangkan dalam rangka peningkatan pendapatan asli daerah.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan dan kontribusi jenis pajak daerah mengalami fluktuasi. Identifikasi terhadap jenis pajak daerah dilakukan dengan melihat pertumbuhan dan kontribusinya. Hasil perhitungan pertumbuhan dan kontribusi tersebut dilakukan matrik berdasarkan analisis overlay sehingga menghasilkan klasifikasi; prima, potensial, berkembang dan terbelakang. Dan berdasarkan analisis overlay pajak restoran dan pajak bumi dan bangunan merupakan jenis pajak daerah yang memiliki potensi untuk dikembangkan dalam rangka peningkatan pendapatan asli daerah.

Nilai potensi sebenarnya pajak restoran adalah sebesar Rp 2.554.800.000,-, sedangkan realisasi terbesar pajak restoran pada tahun anggaran 2013 sebesar Rp. 553.700.312,-. Sehingga potensi yang belum terealisasi adalah sebesar 78,33%. Untuk pajak PBB Perkotaan Nilai Pajak PBB Perkotaan di Kota Metro pada tahun 2013 dengan menggunakan data objek pajak yang sesuai dengan Pokok Ketetapan PBB Perkotaan adalah sebesar Rp. 3.147.142.107,- ; Realisasi penerimaan Pajak PBB Perkotaan tahun 2013 hanya sebesar Rp. 2.230.859.456,- atau sebesar 70,9 %, dengan demikian potensi yang belum terealisasi sebesar 29,1 % atau sebesar Rp. 916.282.651,-

Proyeksi terhadap jenis pajak daerah dan pajak restoran dilakukan dengan menggunakan Teknik Anuitas. Proyeksi pajak daerah Kota Metro didapat bahwa tingkat pertumbuhan atau r = 0,175 . Proyeksi pajak restoran didapat bahwa tingkat pertumbuhan atau r = 0,243, maka untuk tahun anggaran 2014 s.d 2018


(6)

proyeksi baik pajak daerah Kota Metro dan pajak restoran mengalami peningkatan di bandingkan tahun sebelumnya atau dibandingkan tahun anggaran 2013.

Pemerintah diharapkan dapat menata penerimaan melalui pajak, dengan mencermati pertumbuhan dan kontribusi pajak daerah yang mengalami fluktuasi di Kota Metro, maka perlu dilakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan dari setiap jenis pajak daerah agar mengalami peningkatan pertumbuhan dengan mengurangi fluktuasinya.

Kata Kunci: pertumbuhan, kontribusi, potensi pajak daerah, pendapatan asli daerah


(7)

ANALISIS POTENSI PAJAK DAERAH SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH

DI KOTA METRO

Oleh

FERRY SUSANAWATI

Proposal Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar MAGISTER SAINS

Pada

Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG TAHUN 2014


(8)

c00 r g0886160z1196l 'dIN

]S'ru t'g'S teilBdng uur(ur11I !J(I

Eundulel s€llsJeAIulf

Ituouo{A. s?}In{sd eqg frusecsu4 ruerEor4

fiuouo{g nur11 rslsr8ery }pn}S tuerEor4

60zI196I'ilN

uur(ur6I 'J(t

l Sulqurlqurod

-

-Eulqu4qued

Isltuo)-rlrrlrg^Ntlt[,

\''/'

\

t ,

--' -'1

-'

Eundruel ffillsronlun ruouo{g sulin4eg eue fresecse4 uru-r8ord Iuouo{g nu11 rels 18e61

qeraeg uu8uenea uup ueun8ueqtua4 uueuueuere;

Lla$lz0lzzl

IlBilrBuEsnS d"rreg

ouJ,url[

Yrox

ro HYuf,vo

ITSY NY.I,YdVONfld UX{ruOS

IYSY{SS

HYUSYO

XYfYd ISNflIOd

SISITYNY

:

rpnlg uer8org

:

IS"$UostIOX :?r\srsBrtr?tr I

{oIod

roIIroN

:

e1ttsrseqsl^I ettr?N

srsel FPnf ,00 r [06861022r

'd'tr tr

"f,'S

(1u;usng puu

'Y'4/"D

IflfnTtrANtrIAt

--'--

f0o1 €0886r,


(9)

U

Eundurel se1rsre.ttu61quslg u€p I

IS'1I

"g5

6opuqng

ofol'rg

:

eruen lftm8ag

'-/

'f,'I

I

t'f'S

'IuI0snH pcwuruqntr{.:

'lS'W

"g'g

6egedng

uu,(u6I

'r(I:

NYXIIYStrSNfl'II

?I0Z IInf

8I

: srseJ uerli1snp1

EOO

I

EOI86I

'g'141(on.ru[p

IIO

I

EO'86I ?060196I 'dIN Tl'S-iqrress-Eur

g

rr.r1 __""r%)


(10)

LIOIZOIZZI 'I^[dN

IIY/tilYNYSnS AUUfld

oueupfue4 lsnqurelll EueA

,tg3

IInf

'6tmdurz1 reptmg

'n{Ipeq Eue[ umlnq ue8uep Isnses $ltm]ro Brpesleq uep'e{es epudal ue>pegrp 6tre( rs4res uup 1eqpte 8rmEEueuotu ?lpesreq e,(es 'uersueqppBe{

efuepe

uqnurelry

u4r.dut4

ueg

tplpnue{Ip

epqedu '1ul tme1er(rued sulv

'Emdurul ss1tsJoam1 epude>1 efmpuedes lrurltl"resrp 1uI TIuFIII

elfte{

ss1e

p${ele}ur

ryH Z

'etuspupeld pqesrp Euef nulu {Ituep,e:[B lelpredseur urulsp ru[Blrnl

Euez( qerurlr u>Ir1e ueEuep lenses ryp4 Eue[ eruc ue8uep

urq srlnued

e['n1

ssle tredrln8ued nr1u uap1d1$ed IIB{DIBIoIu >pp4 ez(es IrBp l{Pues ertrtr

T{BIUPU

"OIIIflI{

YIOX

IO

H\TUtrYC

ITSY

NVIYdVCf,d

UflgI{NS

1-yflgs

H\rUf,V11

XYfVd

ISNSIOd

SISITYNV.. Fpn[ uuEuep

$sal

-n

: eA\rIBq efurln88rmses ueEuep trapp{ueur edes

p1ufu


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Klaten, 02 Februari 1978. Putri pertama dari tiga bersaudara dengan Ayahnda Dr.H.Darsono,M.Pd dan Ibunda Hj.Sri Subyakti,S.Pd menempuh pendidikan di SD Negeri 1 Mulyojati Metro Pusat lulus tahun 1990, SMP Negeri 1 Metro lulus tahun 1993, SMA Batik 1 Surakarta lulus tahun 1996, Strata-1 Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi di Universitas Lampung lulus tahun 2003, dan pada tahun 2012 penulis melanjutkan pendidikan Strata-2 nya di Program Pascasarjana Magister Ilmu Ekonomi Universitas Lampung. Penulis kini bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada bagian Tata Usaha Sub. Bagian Keuangan Kantor Ketahanan Pangan Kota Metro.


(12)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya sederhana ini untuk :

Suamiku tercinta Nanang Fauzi Rahman,S.IP, M.IP. yang senantiasa setia

dalam mendampingiku mengarungi bahtera rumah tangga kehidupan ini, dalam

kesabaran dan kesyukuran, dalam keikhlasan dan keistiqomahan, terima kasih atas

cinta dan dedikasi serta motivasi yang engkau berikan padaku selama ini

Belahan jiwa, pelipur lara dan permata hati anak-anakku tercinta;

Muhammad Hafidz Fakhriza Rahman, Muhammad Farid Asyam Rahman.

Karena kalian hidup ini lebih bermakna, terima kasih sayang atas pengertian dan


(13)

MOTTO

“Dan

Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan

tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran,

penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur

(QS. An Nahl:78)

“Sebaik

-baik manusia adalah orang yang bermanfaat bagi orang

lain

(HR. At Tirmidzi)


(14)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kekuatan dan izin-Nya kepada penulis baik fisik maupun mental sehingga penulis

dapat merampungkan tesis ini yang berjudul ”ANALISIS POTENSI PAJAK DAERAH SEBAGAI SUMBER PENDAPATAN ASLI DAERAH DI KOTA METRO.

Penyusunan tesis ini merupakan bagian dari persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan pada program Strata Dua (S2) dan untuk melengkapi syarat-syarat guna memperoleh gelar Magister Ilmu Ekonomi (M.I.E.) dalam Ilmu Ekonomi konsentrasi Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah Universitas Lampung.

Dalam upaya penyelesaian tesis ini, penulis telah banyak menerima bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dengan tidak mengurangi rasa terima kasih atas bantuan semua pihak, maka secara khusus penulis ingin menyebutkannya, diantaranya sebagai berikut:

1. Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S. selaku Rektor Universitas Lampung; 2. Prof. Dr. Sudjarwo, M.S. selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas


(15)

3. Prof. Dr. Satria Bangsawan S.E., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung;

4. Dr. Toto Gunarto, S.E., M.Si., selaku Pembahas/Penguji Utama Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Ekonomi Universitas Lampung, terima kasih atas segala saran dan ilmunya untuk tesis ini;

5. Muhammad Husaini, S.E.,M.P., Selaku Pembimbing Kesatu, yang telah

banyak mencurahkan pemikiran serta waktunya dalam membimbing penulis menyelesaikan tesis ini disela-sela kesibukan beliau sebagai Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Lampung;

6. Dr. I Wayan Suparta, S.E., M.Si., Selaku Pembimbing Kedua, yang telah banyak mencurahkan pemikiran dan juga senantiasa mengarahkan dan memotivasi penulis dalam proses belajar kearah yang lebih baik serta meluangkan waktunya dalam membimbing penulis menyelesaikan tesis ini disela-sela kesibukan beliau sebagai Ketua Program Magister Ilmu Ekonomi Universitas Lampung ;

7. Bapak dan Ibu Dosen di Program Magister Ilmu Ekonomi yang telah

memberikan bimbingan dan nasehatnya selama penulis menimba ilmu pengetahuan di Fakultas Ekonomi Universitas Lampung serta para pegawai dan karyawan yang senantiasa ikhlas dalam melayani administrasi dan segala sesuatu keperluan akademik yang dibutuhkan penulis;

8. Bapak Sahidin, S.E dan Karyawan-karyawan di Program Studi Magister Ilmu


(16)

9. Pimpinan perpustakaan beserta karyawan, baik perpustakaan Ekonomi maupun perpustakaan Universitas Lampung, yang telah memberikan pinjaman buku-buku literatur yang dibutuhkan oleh penulis;

10.Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Metro, yang telah memberikan informasi, saran, dan kesediannnya untuk diwawancarai oleh penulis.

11.Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Metro, yang

telah memberikan informasi, saran, dan kesediannya untuk diwawancarai oleh penulis.

12.Rekan-rekan kantor di Kantor Ketahanan Pangan Kota Metro yang senantiasa

kooperatif membantu penulis dan memberikan motivasi dalam penyelesaian tesis ini;

13.Kedua orangtuaku yang selalu memberikan motivasi dan do’a-do’a sucinya, sungguh begitu besar jasa-jasa kalian kepadaku dalam hidup ini. Hanya do’a dan bhaktiku yang bisa kupersembahkan pada kalian.

14.Adik-adikku tercinta yang selalu mendo’akan penulis dalam mencapai cita -cita dan menanti keberhasilanku.

15.Teman-teman seperjuangan dalam menimba ilmu dan silaturrahim, angkatan kedua Bapak Imam Santoso, S.E., Mbak Ii, S.E., Bang Ery Muniadi, S.Fil., Mbak Nindya Eka Sobita, S.P, Mas M. Iqbal Harori S.AB, Mbak Rini Anita Sari, S.E., Mas Dwi Marwanto, S. PdH., Bang Hendra Prasetya, S.E., Ayuna Tantina, S.E., Bang Hendra, S.E., Mas Sulistyo, S.E., Mbak Dini Maisyuri Sibron, S.E., Mbak Maya Narang Ali, S.S.T., Rizqo Fitriani, S.S.T., Bapak Sigit, S.A.B., Indah Ayu Novarizki, S.E., atas kebersamaan yang singkat namun bermakna selama menyelesaikan studi di Universitas Lampung yang senantiasa membantu dan


(17)

menyumbangkan ide-idenya serta memberi motivasi dalam menyelesaikan tesis ini.

16.Almamaterku Tercinta Universitas Lampung yang telah mendidik dan

mendewasakanku dalam berfikir dan bertindak.

17.Semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil sehingga terselesaikannya tesis ini.

Penulis sadar bahwa dalam penyusunan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, mengingat kemampuan pengetahuan dan pengalaman penulis yang terbatas. Akhirnya kepada Allah swt penulis senantiasa memohon rahmat, hidayah dan inayah-Nya semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan Allah meridhai amal baik atas jasa semua pihak yang telah membantu dalam penulisan tesis ini.

Bandar Lampung, Juli 2014 Penulis,


(18)

i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ...i

DAFTAR TABEL ...iii

DAFTAR GAMBAR ...iv

DAFTAR LAMPIRAN ...v

Halaman BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah …………... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ………... 12

E. Kerangka Pikir ... 12

F. Hipotesis ... ... 15

G. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 17

A. Konsep Desentralisasi ... 17

B. Potensi Pendapatan Asli Daerah ... 20

C. Konsep Perpajakan ... 24

D. Pengelompokkan Pajak ...28

E. Pajak Daerah ………. 29

F. Sistem Pemungutan Pajak Daerah ... 44

G. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pajak Daerah ... 45

H. Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Pajak Daerah ...47

I. Pajak Restoran ...50


(19)

ii

K. Penelitian Terdahulu ... 53

BAB III METODE PENELITIAN ... 56

A. Objek Penelitian ... 56

B. Pengolahan Data ……….. 57

C. Definisi Operasional ……… 58

D. Metode dan Alat Analisis ……… 58

BAB IV PEMBAHASAN ... . 64

A. Pertumbuhan Penerimaan Pajak berdasarkan Jenisnya ... 64

B. Kontribusi Jenis Pajak Daerah ... 67

1. Kontribusi Jenis Pajak Daerah terhadap Total Pajak Daerah.. 67

2. Kontribusi Jenis Pajak Daerah terhadap Total PAD .. ... 69

C. Dasar Hukum Pajak Daerah ... 71

D. Identifikasi Jenis Pajak Daerah ... 71

E. Perhitungan Potensi Riil Pajak Restoran ... 81

1. Laju Pertumbuhan Pajak Restoran ... 81

2. Laju Kontribusi Pajak Restoran terhadap Pajak Daerah dan PAD ... 83

F. Perhitungan Potensi Riil PBB Perkotaan ... 89

G. Penaksiran atau Proyeksi Pajak Daerah ... 92

1. Perhitungan Proyeksi Pajak Daerah dengan Teknik Anuitas . 92 2. Perhitungan Proyeksi Pajak Restoran dengan Teknik Anuita s92 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...96

A. Kesimpulan ... ... 96

B. Saran ...98 DAFTAR PUSTAKA


(20)

i

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 PAD Kota Metro Berdasarkan Sumber-sumbernya Tahun

2004 – 2013... 5

Tabel 1.2 Pendapatan Pajak Daerah dan Target Penerimaan PAD

Kota Metro, Tahun 2004 – 2013... 7

Tabel 1.3 Rata-rata Pertumbuhan Pajak dan Kontribusi Pajak

terhadap PAD Kota Metro, Tahun 2004 – 2013... 9

Tabel 4.1 Rata-rata Pertumbuhan Penerimaan Pajak berdasarkan

Jenis Pajak Daerah Kota Metro, Tahun 2004 – 2013... 64 Tabel 4.2 Rata-rata Kontribusi Jenis Pajak Daerah terhadap Total

Pajak Daerah Kota Metro, Tahun 2004 – 2013... 67

Tabel 4.3 Rata-rata Kontribusi Jenis Pajak Daerah terhadap PAD

Kota Metro, Tahun 2004 – 2013... 70

Tabel 4.4 Klasifikasi Jenis Pajak Daerah Kota Metro, Tahun 2004 –

2013... 72

Tabel 4.5 Laju Pertumbuhan Pajak Restoran Kota Metro, Tahun

2004 – 2013... 82

Tabel 4.6 Perkembangan Kontribusi Pajak Restoran terhadap Total

Pajak Daerah Kota Metro, Tahun 2004 – 2013... 84

Tabel 4.7 Perkembangan Kontribusi Pajak Restoran terhadap PAD

Kota Metro, Tahun 2004 – 2013... 85

Tabel 4.8 Proyeksi Pajak Daerah Kota Metro dengan Teknik Anuitas,

Tahun 2014 – 2018... 93

Tabel 4.9 Proyeksi Pajak Restoran Kota Metro dengan Teknik


(21)

i

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Realisasi Jenis Pajak Daerah Kota Metro, Tahun 2004 –

2013... 106 Lampiran 2 Target Jenis Pajak Daerah di Kota Metro, Tahun 2004 –

2013... 107

Lampiran 3 Pertumbuhan Penerimaan Jenis Pajak Daerah Kota Metro,

Tahun 2004 – 2013 ... 108

Lampiran 4 Kontribusi Jenis Pajak Daerah terhadap Total Pajak Daerah

Kota Metro , Tahun 2004 – 2013 ... 115 Lampiran 5 Kontribusi Jenis Pajak Daerah terhadap Total PAD Kota

Metro , Tahun 2004 – 2013 ... 122 Lampiran 6 Perhitungan Analisis Overlay untuk Jenis Pajak Daerah di

Kota Metro... 129

Lampiran 7 Data Jumlah Restoran / Rumah Makan Kota Metro, Tahun

2013... 131 Lampiran 8 Data Jumlah Hari Kerja dan Fasilitas Restoran / Rumah

Makan di Kota Metro, Tahun 2013... 132

Lampiran 9 Data Rata-rata Penghasilan / Omset Restoran / Rumah

Makan di Kota Metro, Tahun 2013... 133

Lampiran 10 Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) per

Kelurahan Kota Metro, Tahun 2013. ... 134 Lampiran 11 Potensi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) per

Kelurahan Kota Metro, Tahun 2013. ... 135

Lampiran 12 Perhitungan Proyeksi Pajak Daerah Kota Metro dengan

Teknik Anuitas, Tahun 2014 - 2018. ... 137

Lampiran 13 Perhitungan Proyeksi Pajak Restoran di Kota Metro dengan

Teknik Anuitas, Tahun 2014 - 2018. ... 138 Lampiran 14 APBD Kota Metro Tahun 2013. ...


(22)

i

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1 Perkembangan PAD Kota Metro, Tahun 2004 –

2013... 6

Gambar 1.2 Perkembangan Target dan Realisasi Pajak Daerah

Kota Metro Tahun 2004 - 2013 ... 8

Gambar 1.3 Pertumbuhan Pajak dan Kontribusi Pajak terhadap PAD

Kota Metro, Tahun 2004 – 2013... 10 Gambar 1.4 Bagan Kerangka Pikir ...

15

Gambar 4.1 Rata-rata Pertumbuhan Penerimaan Pajak berdasarkan

Jenis Pajak Daerah Kota Metro, Tahun 2004 – 2013... 65

Gambar 4.2 Rata-rata Kontribusi Jenis Pajak Daerah terhadap Total

Pajak Daerah Kota Metro, Tahun 2004 – 2013... 68

Gambar 4.3 Rata-rata Kontribusi Jenis Pajak Daerah terhadap PAD

Kota Metro, Tahun 2004 – 2013... 70

Gambar 4.5 Trend Pertumbuhan Pajak Restoran Kota Metro, Tahun

2004 – 2013... 83 Gambar 4.6 Trend Kontribusi Pajak Restoran terhadap Total Pajak

Daerah Kota Metro, Tahun 2004 – 2013... 84

Gambar 4.7 Trend Kontribusi Pajak Restoran terhadap PAD Kota

Metro, Tahun 2004 – 2013... 85


(23)

1

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Otonomi daerah merupakan suatu konsekuensi reformasi yang harus dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Agar lebih siap melaksanakan otonomi daerah, perlu proses pembelajaran bagi masing-masing daerah agar dapat mengubah tantangan menjadi peluang bagi kemajuan masing-masing daerah. Demikian pula dengan pemerintah pusat, sebagai pihak yang mengatur pengembangan konsep otonomi daerah, bertanggung jawab agar konsep otonomi daerah dapat dilaksanakan sebagaimana yang diharapkan.

Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dipandang sebagai suatu strategi yang memiliki tujuan ganda. Pertama, pemberian otonomi daerah merupakan suatu strategi untuk merespon tuntutan masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power, distribution of income, dan kemandirian sistem manajemen di daerah. Kedua, otonomi daerah dimaksudkan sebagai strategi untuk memperkuat perekonomian daerah dalam rangka memperkokoh perekonomian nasional untuk menghadapi era perdagangan bebas (Mardiasmo, 2001:1).


(24)

2

1 Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang merupakan revisi dari Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, yang menyatakan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam pelaksanaan desentralisasi pengelolaan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini berarti daerah melaksanakan tugas-tugas pemerintahan secara mandiri, penyaluran aspirasi, perimbangan keuangan yang lebih merata, dan kebebasan mengatur sumber-sumber keuangan.

Berlakunya produk hukum mengenai pemerintah daerah tersebut membawa angin segar dalam pelaksanaan desentralisasi. Pelaksanaan tugas tersebut tidak semudah membalikkan telapak tangan karena salah satunya perlu kemampuan ekonomi yaitu; pertama adalah tentang bagaimana pemerintah daerah dapat menghasilkan finansial untuk menjalankan organisasi termasuk memberdayakan masyarakat, kedua bagaimana pemerintah daerah melihat fungsinya mengembangkan kemampuan ekonomi daerah (Nugroho, 2000 : 109).

Ciri utama kemampuan suatu daerah adalah terletak pada kemampuan keuangan daerah artinya daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri. Menurut Kaho (1997 : 124) untuk menjalankan fungsi pemerintahan faktor keuangan suatu hal yang sangat penting karena hampir tidak ada kegiatan pemerintahan yang tidak membutuhkan biaya. Pemerintah daerah tidak saja menggali sumber-sumber keuangan akan tetapi juga


(25)

3

sanggup mengelola dan menggunakan secara value for money dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah, sehingga ketergantungan kepada bantuan pemerintah pusat harus seminimal mungkin dapat ditekan. Untuk mengurangi ketergantungan kepada pemerintah pusat maka Pendapatan Asli Daerah (PAD) menjadi sumber keuangan terbesar. Kegiatan ini hendaknya didukung juga oleh kebijakan perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah sebagai prasyarat dalam sistem pemerintahan negara (Koswara, 2000 : 50)

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah, menyebutkan bahwa sumber-sumber penerimaan daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah adalah dari pendapatan asli daerah, transfer pemerintah pusat, transfer pemerintah provinsi dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan penerimaan yang berasal dari daerah sendiri yang terdiri dari ; (1) hasil pajak daerah; (2) hasil retribusi daerah; (3) bagian laba pengelolaan aset daerah yang dipisahkan; (4) lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, diharapkan dapat menjadi menyangga dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintah daerah. Dengan semakin banyak kebutuhan daerah dapat dibiayai oleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) maka semakin tinggi pula tingkat kualitas otonomi daerah, juga semakin mandiri dalam bidang keuangan daerahnya (Syamsi, 1987:213).

Dalam proses menuju kemandirian tersebut, terutama dari segi pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan masih dirasakan kurang. Hal ini tercermin dari peranan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap APBD yang


(26)

4

dirasakan masih rendah, khususnya untuk pendapatan asli daerah kabupaten/kota. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hirawan, bahwa selama ini Pendapatan Asli Daerah secara keseluruhan masih merupakan bagian yang relatif kecil dan bahkan hanya sekitar 4 persen dari keseluruhan penerimaan negara (Insukindro, dkk,1994 :2)

Komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang mempunyai peranan penting terhadap kontribusi penerimaan adalah pajak daerah. Pemerintah daerah hendaknya mempunyai pengetahuan dan dapat mengidentifikasikan tentang sumber-sumber pendapatan asli daerah yang potensial terutama dari pajak daerah. Dengan tidak memperhatikan dan mengelola pajak daerah yang potensial maka pengelolaan tidak akan efektif, efisien dan ekonomis. Pada akhirnya akan merugikan masyarakat dan pemerintah daerah sebagai pemungut karena pajak tidak mengenai sasaran dan realisasi terhadap penerimaan daerah tidak optimal.

Dalam mengestimasi potensi PAD, diperlukan informasi dan tolak ukur yang riil. Salah satu tolak ukur finansial yang dapat digunakan untuk melihat kesiapan daerah dalam pelaksanaan otonomi adalah dengan mengukur seberapa jauh kemampuan keuangan suatu daerah. Kemampuan keuangan daerah ini biasanya diukur dari besarnya proporsi/kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap anggaran pendapatan daerah, maka pihak pemerintah daerah Kota Metro berupaya untuk meningkatkan PAD Kota Metro dengan jalan menggali sumber-sumber pendapatan daerah yang dimiliki dengan berbagai cara seperti mengoptimalkan peningkatan pajak daerah yang sudah ada, memperluas cakupan


(27)

5

pungutan pajak, efisiensi biaya pemungutan dan penyempurnaan mekanisme pengelolaan keuangan daerah. Perkembangan realisasi Pajak Daerah Kota Metro selama 10 tahun terakhir ini dapat dilihat dari Tabel 1.1 dan Gambar 1.1 berikut ini:

Tabel 1.1 PAD Kota Metro Berdasarkan Sumber-sumbernya Tahun 2004 –

2013 (dalam rupiah)

NO Tahun

Anggaran Pajak Daerah Retribusi Daerah

Hasil pengolahan kekayaan daerah yang dipisahkan Lain-lain pendapatan daerah yang sah Total PAD

1 2004

2.252.021.140,00

5.746.274.978,00 136.457.352,03

2.376.743.679,53 10.511.497.149,56

2 2005

2.128.646.300,00

8.179.273.339,05 167.349.607,00

2.423.856.122,00 12.899.125.368,05

3 2006

2.447.578.390,00 10.560.120.556,00 254.386.641,00

4.281.269.090,91 17.543.354.677,91

4 2007

2.567.719.926,00 10.868.674.979,00 390.476.808,00

8.392.393.400,29 22.219.265.113,29

5 2008

2.552.490.505,00 12.842.733.009,00 520.452.000,00

4.064.957.438,26 19.980.632.952,26

6 2009

3.660.580.994,00 13.485.295.948,00 665.120.737,49

3.249.412.189,00 21.060.409.868,49

7 2010

3.499.101.891,00 19.730.395.511,00 937.823.489,86

3.422.178.694,25 27.589.499.586,11

8 2011

6.158.571.584,00

2.514.943.447,05 1.576.543.753,00 31.757.440.130,19 42.007.498.914,24

9 2012

6.807.598.744,00

4.217.549.646,05 2.056.949.123,00 35.299.227.342,79 48.381.324.855,84

10 2013*

11.291.481.099,78

4.980.519.054,00 2.884.797.831,09 40.067.730.027,54 59.224.528.012,41 Sumber : Badan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah Kota Metro Laporan Realisasi Penerimaan

APBD, (data diolah) *) Data Sementara


(28)

6

Gambar 1.1 Perkembangan PAD Kota Metro, Tahun 2004 – 2013

Dari Tabel 1.1 dan Gambar 1.1 di atas dapat dilihat bahwa selama periode 10 tahun anggaran Kota Metro realisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) cenderung meningkat. Pada tahun 2011 pada pajak daerah mengalami kenaikan yang cukup signifikan karena adanya penambahan pajak daerah yaitu pajak parkir dan pajak BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) kemudian retribusi daerah juga mengalami penurunan yang sangat tajam, penurunan ini disebabkan karena terjadi perubahan pada retribusi jasa umum (pelayanan kesehatan) dalam hal ini Rumah Sakit Ahmad Yani Metro menjadi BLUD (Badan Layanan Umum Daerah) yang bergeser ke pos penerimaan lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah. Akan tetapi hal tersebut tidak mempengaruhi terhadap total penerimaan pendapatan asli daerah pada tahun yang bersangkutan. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kota Metro ini merupakan akibat perkembangan pajak daerah di Kota Metro. Namun untuk mengetahui sejauhmana peningkatan itu terjadi perlu dibuat pengkajian mengenai penerimaan Pendapatan Asli Daerah dari jenis-jenis pajak daerah yang ada di Kota Metro.


(29)

7

Pendapatan Asli Daerah dari jenis pajak daerah perlu diukur dengan baik dan akurat agar potensi yang sebenarnya dapat dikelola dan dikumpulkan secara maksimal. Penentuan potensi selama ini di Kota Metro menurut informasi dari Dinas Pendapatan Kota Metro dengan perkiraan yang berpedoman terhadap target pencapaian tahun anggaran sebelumnya. Padahal potensi pajak daerah secara riil tidak pernah dihitung dengan objektif, alasannya terlalu sulit menghitungnya karena membutuhkan data pendukung yang banyak, sedangkan banyak data yang tidak ada pada dinas-dinas terkait. Hal tersebut dapat dilihat berdasarkan Tabel 1.2 dan Gambar 1.2 berikut ini :

Tabel 1.2 Pendapatan Pajak Daerah dan Target Penerimaan terhadap PAD

Kota Metro, Tahun 2004 – 2013 (dalam rupiah)

No Tahun

Anggaran

Pajak Daerah

% Realisasi terhadap Target

Target Realisasi

1 2004 1.586.600.000,00 2.252.021.140,00 141,94

2 2005 1.854.250.000,00 2.128.646.300,00 114,80

3 2006 2.227.634.033,00 2.447.578.390,00 109,87

4 2007 2.443.734.033,00 2.567.719.926,00 105,07

5 2008 2.533.405.668,00 2.552.490.505,00 100,75

6 2009 3.481.177.994,00 3.660.580.994,00 105,15

7 2010 3.269.048.159,00 3.499.101.891,00 107,04

8 2011 5.262.696.652,00 6.158.571.584,00 117,02

9 2012 6.839.053.387,00 6.807.598.744,00 99,54

10 2013* 10.946.000.000,00 11.291.481.099,78 103,16


(30)

8

Gambar 1.2 Perkembangan Target dan Realisasi Pajak Daerah Kota Metro,

Tahun 2004 – 2013

Berdasarkan Tabel 1.2 dan Gambar 1.2 di atas bahwa dalam menentukan target penerimaan dari pajak daerah lebih didasarkan pada kaidah inkremental (dinaikkan sekian % dari tahun lalu), atau dengan menggunakan perkiraan, Perkiraan target tersebut sebenarnya tidak melihat potensi penerimaan sebenarnya yang ada pada masyarakat. Potensi penerimaan daerah untuk masing-masing jenis pajak daerah belum dihitung secara menyeluruh. Berdasarkan Tabel 1.2 dan Gambar 1.2 di atas juga terlihat bahwa setiap tahunnya antara realisasi dan target terjadi selisih perkiraan yang berbeda dimana terkadang realisasi melampaui target dan terkadang sebaliknya. Belum adanya perubahan yang signifikan terhadap peningkatan PAD sampai saat ini (khususnya pajak daerah) disebabkan antara lain oleh ketidakmampuan daerah dalam membuat strategi koleksi dan memetakan potensi pajak daerah. Teknik yang digunakan untuk mengukur potensi seringkali tidak realistis yakni hanya didasarkan pada keinginan untuk senantiasa


(31)

9

menaikkan pajak daerah, itupun dengan estimasi yang seringkali tidak akurat tanpa melihat aspek lain yang mempengaruhi keputusan tersebut.

Untuk pengukuran prestasi kerja dalam penerimaan pajak daerah Kota Metro masih didasarkan pada rasio pengumpulan (collection ratio), yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur presentase realisasi penerimaan pajak daerah dari target penerimaan pajak daerah bukan ukuran ratio cakupan (coverage ratio), yang meliputi rasio proporsi dan rasio pertumbuhannya. Sedangkan rencana tindakan (action plan) peningkatan pendapatan daerah lebih dianggap sebagai kegiatan kegiatan rutin instansi pemungut. Tingkat pertumbuhan pajak daerah dan kontribusi pajak terhadap PAD Kota Metro juga belum berimbang. Dimana antara pertumbuhan dan kontribusi mempunyai nilai atau angka yang tidak seimbang, seharusnya jika pertumbuhan mengalami peningkatan maka kontribusi juga meningkat. Dapat dilihat pada Tabel 1.3 dan Gambar 1.3 berikut ini :

Tabel 1.3 Pertumbuhan Pajak dan Kontribusi Pajak terhadap PAD Kota

Metro, Tahun 2004 – 2013 (dalam rupiah)

NO Tahun

Anggaran

Realisasi Pajak

Daerah PAD

Pertumbuhan %

Kontribusi %

1 2004 2.252.021.140,00 10.511.497.149,56 0,00 0,21

2 2005 2.128.646.300,00 12.899.125.368,05 -0,05 0,17

3 2006 2.447.578.390,00 17.543.354.677,91 0,15 0,14

4 2007 2.567.719.926,00 22.219.265.113,29 0,05 0,12

5 2008 2.552.490.505,00 19.980.632.952,26 -0,01 0,13

6 2009 3.660.580.994,00 21.060.409.868,49 0,43 0,17

7 2010 3.499.101.891,00 27.589.499.586,11 -0,04 0,13

8 2011 6.158.571.584,00 42.007.498.914,24 0,76 0,15

9 2012 6.807.598.744,00 48.381.324.855,84 0,11 0,14

10 2013 11.291.481.099,78 59.224.528.012,41 0,66 0,19


(32)

10

Gambar 1.3 Pertumbuhan Pajak dan Kontribusi Pajak terhadap PAD Kota

Metro, Tahun 2004 – 2013

Hal ini menunjukkan bahwa pajak daerah di Kota Metro belum dikelola dengan baik potensi yang sebenarnya. Sesuai pendapat Mardiasmo dkk (2000 : I.3-4) yang menyatakan bahwa di sisi penerimaan, kemampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan penerimaan daerahnya secara berkesinambungan masih lemah. Bahkan masalah yang sering muncul adalah rendahnya kemampuan pemerintah daerah untuk menghasilkan prediksi penerimaan daerah yang akurat, sehingga belum dapat dipungut secara optimal.

Dari uraian di atas diperoleh suatu gambaran bahwa potensi pajak daerah bagi Pemerintah Kota Metro belum diketahui, terutama jenis pajak daerah apa saja yang menjadi pendapatan yang potensial bagi Pendapatan Asli Daerah. Jenis pajak daerah yang potensial apabila diketahui dan ditingkatkan pengelolaan sesuai dengan potensinya akan memberikan tambahan Pendapatan Asli Daerah, akan


(33)

11

tetapi sebaliknya apabila tidak diketahui potensinya akan membuat kerugian karena potensinya tidak dimanfaatkan secara maksimal.

B. Rumusan Masalah

Sehubungan dengan fenomena di atas perlu dibuat rumusan masalah dengan baik. Oleh karena itu perumusan masalah dalam penelitian ini adalah

1. Bagaimana pertumbuhan dan kontribusi pajak daerah terhadap Pendapatan

Asli Daerah ?

2. Jenis pajak daerah apa saja yang berpotensi untuk dikembangkan dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Daerah ?

3. Bagaimana proyeksi pajak daerah dimasa yang akan datang ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, selanjutnya tujuan penelitian ini untuk mengetahui:

1. pertumbuhan dan kontribusi setiap jenis pajak daerah terhadap total

penerimaan pajak daerah dan Pendapatan Asli Daerah;

2. jenis pajak daerah yang berpotensi untuk dikembangkan dalam rangka

peningkatan PAD;


(34)

12

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut:

1. sebagai bahan informasi awal tentang jenis pajak daerah yang berpotensi untuk dikembangkan dan proyeksinya, selanjutnya dapat dijadikan bahan acuan kebijakan Pemerintah Kota Metro;

2. sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Kota Metro dalam rangka

meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah;

3. sebagai landasan atau bahan informasi untuk penelitian selanjutnya.

E. Kerangka Pikir

Menurut Aldeefer (1964), dalam hal keuangan pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting di negara yang sedang berkembang dibandingkan dengan negara maju (lihat Lains, 1995 : 39). Kondisi keuangan daerah di negara yang sedang berkembang pada hakekatnya mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) sangat minimnya bagian pendapatan daerah yang dimanfaatkan untuk kepentingan daerah, (2) sebagian besar sumbangan berasal dari subsidi atau bantuan pemerintah pusat, (3) kotribusi pajak daerah dan PAD terhadap total penerimaan daerah sangat kecil karena hampir semua pajak di daerah telah dijadikan pajak sentral dan dipungut oleh pemerintah pusat, (4) terdapat campur tangan yang besar dari pemerintah pusat terhadap keuangan daerah.

Menurut Devas, dkk (1989 : 59) bagi daerah tingkat II (kabupaten atau kota), pajak daerah merupakan pos pendapatan kedua terbesar di dalam PAD setelah retribusi daerah. Namun bagi Kota Metro penerimaan pajak menduduki peringkat


(35)

13

kedua setelah Pos Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah dari penerimaannya PAD. Salah satu ukuran kemampuan daerah untuk melaksanakan otonomi adalah dengan melihat besarnya nilai PAD yang dapat dicapai oleh daerah tersebut. Pendapatan Asli Daerah meskipun diharapkan dapat menjadi modal utama bagi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, pada saat ini kondisinya masih kurang memadai, terutama terhadap kontribusi penerimaan yaitu pajak daerah yang belum teridentifikasi, dan belum teridentifikasi pengelolaan pajak daerah yang potensial sehingga pada akhirnya akan merugikan masyarakat dan pemerintah daerah sebagai pemungut pajak karena pajak tidak mengenai sasaran dan realisasi terhadap penerimaan pajak tidak maksimal.

Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan masing-masing jenis pajak daerah menggunakan Analisis Tingkat Pertumbuhan dan untuk mengetahui masing-masing jenis pajak daerah digunakan Analisis Tingkat Kontribusi. Kemudian untuk mengidentifikasi pajak daerah yang berpotensi untuk dikembangkan dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat digunakan alat analisis Overlay. Dan untuk mengetahui tentang proyeksi pajak dimasa yang akan datang

digunakan Teknik Anuitas untuk menghasilkan proyeksi penerimaan pajak daerah

Kota Metro untuk Tahun 2014 s.d 2018.

Pertumbuhan akan penerimaan pajak daerah yang meningkat tersebut bukan berarti bahwa Pendapatan Asli Daerah Kota Metro telah sesuai dengan apa yang diharapkan. Potensi yang dimiliki oleh pajak daerah Kota Metro belum tergali sepenuhnya, sehubungan tersebut perlu kiranya dapat diklasifikasikan pajak daerah yang potensial sehingga penerimaannya dapat dimaksimalkan. Pada


(36)

14

akhirnya pajak daerah yang potensial apabila ditangani dengan baik akan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi Pendapatan Asli Daerah Kota Metro.

Setelah semua alat analisis digunakan, maka akan didapatkan suatu hasil. Hasil tersebut dijadikan kesimpulan dan pengambil kebijakan. Dengan kebijakan tersebut akan ada implikasinya berupa jenis pajak daerah yang memiliki kualifikasi potensial dan proyeksinya dalam rangka meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) khususnya di Kota Metro.

Dari uraian diatas maka dapatlah disusun skema sebagai berikut :

Gambar. 1 Bagan Kerangka Pikir

Analisis Potensi Pajak Daerah Kota Metro

Belum maksimalnya pengelolaan pajak daerah yang

menjadi sumber penerimaan / PAD

Belum diketahui/tergali pajak daerah yang potensial sehingga

penerimaan pajak dapat maksimal

Mengetahui Tingkat Pertumbuhan dan Masing-masing Jenis Pajak Daerah

Mengetahui Jenis Pajak Daerah yang Potensial

Mengetahui Proyeksi Jenis Pajak Daerah di masa yang

akan datang

Analisis Tingkat Pertumbuhan dan Tingkat Kontribusi

Analisis Overlay Analisis Proyeksi

Implikasi Kebijakan berupa Jenis Pajak Daerah yang memiliki Kualifikasi Potensial dan Proyeksinya dalam

rangka meningkatkan penerimaan PAD Kesimpulan dan Pengambilan Kebijakan


(37)

15

F. Hipotesis

Diduga terjadi perbedaan pertumbuhan dan kontribusi masing-masing jenis pajak daerah yang diukur dengan analisis pertumbuhan dan analisis kontribusi di Kota Metro pada tahun 2004 – 2013.

Diduga terjadi perbedaan pada masing-masing jenis pajak daerah yang berpotensi untuk dikembangkan di Kota Metro yang memberikan sumbangan dominan atau besar berdasarkan Analisis Overlay pada tahun 2004 – 2013.

Diduga proyeksi pajak daerah dimasa yang terjadi peningkatan dengan

menggunakan proyeksi atau penaksiran dengan Teknik Anuitas untuk

menghasilkan proyeksi penerimaan pajak daerah Kota Metro untuk Tahun 2014 s.d 2018.

G. Sistematika Penulisan

Tesis ini terdiri dari empat bab, yaitu pengantar, tinjauan pustaka dan alat analisis, hasil penelitian dan kesimpulan serta saran. Rincian lebih lanjut dari

masing-masing bab adalah sebagai berikut ini. BAB I PENDAHULUAN: Bab ini

berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, landasan teori, hipotesis, kerangka pemikiran, serta sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA: Berisikan tentang tinjauan pustaka dan landasan teori

serta penelitian terdahulu. BAB III ANALISIS DATA: Bab ini berisikan tentang

cara penelitian, pengumpulan data, alat analisis penelitian. BAB IV


(38)

16

pembahasan. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN: Berisikan uraian singkat

tentang kesimpulan dari hasil penelitian serta implikasi terhadap kebijakan yang dapat diambil sebagai saran bagi Pemerintah Kota Metro dalam rangka peningkatan pendapatan asli daerah dengan menggali sesuai potensi riil.


(39)

17

17

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Desentralisasi

Dalam rangka melaksanakan otonomi daerah sebagian diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menyebutkan bahwa melalui otonomi daerah, pembangunan ekonomi daerah diharapkan terwujud melalui pengelolaan sumber-sumber daerah. Otonomi Daerah merupakan kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai aturan perundang-undangan.

Menurut Devas (1997:352–353) ada dua konsep dasar desentralisasi yaitu desentralisasi politis dan desentralisasi manajemen, desentralisasi politis yaitu transfer wewenang dan tanggung jawab kepada pemerintah daerah. Hal ini dilakukan karena memandang bahwa pemerintah daerah lebih dekat kepada warga negara, sehingga mampu membuat keputusan yang mencerminkan kebutuhan dan prioritas, sedangkan yang dimaksud desentralisasi manajemen yaitu praktek pendelegasian wewenang dan tanggung jawab dari pusat-pusat biaya kepada manajer unit.

Hal serupa dikemukakan oleh Living Stone dan Charlton (1998 : 499), yaitu bahwa desentralisasi pemerintah dan desentralisasi keuangan pemerintah


(40)

18

18 merupakan suatu tujuan yang penting di banyak negara sedang berkembang dan bahwa kabupaten atau kota lebih memungkinkan untuk lebih dekat dengan masyarakat, sehingga dapat mengetahui kebutuhan masyarakat dan pelayanan yang perlu disediakan untuk masyarakat. Akibatnya masyarakat juga memiliki kesadaran untuk membayar pajak sebagai kontribusinya, karena jumlah yang mereka kontribusikan kepada pemerintah langsung terlihat hasilnya.

Saragih (1996:37–38) mengatakan bahwa pembangunan daerah merupakan bagian

integral dan merupakan penjabaran pembangunan nasional. Dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan nasional dengan potensi, aspirasi dan permasalahan pembangunan di berbagai daerah sesuai program pembangunan daerah yang dicanangkan. Keseluruhan program pembangunan daerah tersebut dijabarkan di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sesuai dengan kemampuan keuangan negara. Di samping itu kunci sukses dalam pencapaian sasaran pembangunan daerah secara efektif dan efisien. Konsentrasi pemerintah dalam meningkatkan pembangunan daerah adalah sejalan dengan semangat otonomi daerah dan pelaksanaan desentralisasi.

Penyelenggaraan otonomi daerah disamping merupakan amanat konstitusi juga merupakan kebutuhan obyektif dalam penyelenggaraan Pemerintah saat ini. Pola penyelenggaraan Pemerintah yang sentralistik dimasa lalu sudah tidak sesuai lagi karena disamping tidak efisien biayanya mahal juga tidak sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat yang telah berubah baik karena faktor internal, maupun eksternal. Agar mampu menjalankan perannya tersebut, daerah diberikan kewenangan yang seluas-luasnya disertai dengan pemberian hak dan


(41)

19

kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem Penyelenggaraan Pemerintah.

Kemandirian suatu daerah merupakan kemandirian dalam perencanaan maupun dalam pengelolaan sumber-sumber keuangan daerah. Analisis pengelolaan keuangan daerah, pada dasarnya menyangkut tiga bidang analisis yang saling terkait satu sama lain. Ketiga bidang analisis tersebut meliputi (Mardiasmo, 2000);

1) Analisis Penerimaan, yaitu analisis mengenai seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mengggali sumber-sumber pendapatan yang potensial dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk meningkatkan pendapatan tersebut;

2) Analisis Pengeluaran, yaitu analisis mengenai seberapa besar biaya-biaya dari suatu pelayanan publik dan faktor-faktor yang menyebabkan biaya-biaya tersebut meningkat; dan

3) Analisis Anggaran, yaitu analisis mengenai hubungan antara pendapatan dan pengeluaran serta kecenderungan yang diproyeksikan untuk masa depan.

Keterbatasan dana pusat bagi pembangunan daerah dan dalam rangka penggalian potensi daerah memerlukan strategi pengelolaan dan pengembangan sumber-sumber keuangan dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) setiap daerah. Strategi pengelolaan dan pengembangan sumber-sumber keuangan daerah bagi peningkatan pendapatan asli daerah adalah; pertama, Strategi yang berkaitan


(42)

20

dengan manajemen pajak/retribusi daerah; kedua, strategi ekstensifikasi sumber penerimaan daerah; ketiga, strategi dalam rangka peningkatan efisiensi institusi.

Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyatakan bahwa

“Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode bersangkutan”. Selain pengertian dasar tersebut, dapat ditemukan penjelasan bahwa pendapatan daerah :

a. Merupakan penerimaan uang melalui kas umum daerah;

b. Tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah daerah.

B. Potensi Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Asli Daerah, atau yang lebih dikenal melalui singkatannya: PAD,

adalah “pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan

Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan” (Pasal 1 angka 18 Undang

-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah).

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pengertian sumber pendapatan daerah dalam arti sempit. Pendapatan Asli Daerah merupakan penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah yang sesuai dengan peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Pendapatan Asli Daerah dapat berupa hasil pajak dan retribusi daerah, bagian laba pengelolaan aset daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah daerah yang sah.


(43)

21

Desentralisasi fiskal memberikan kewenangan yang besar kepada daerah untuk menggali potensi yang dimiliki sebagai sumber pendapatan daerah untuk membiayai pengeluaran daerah dalam rangka pelayanan publik. Berdasarkan Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, telah menetapkan sumber-sumber penerimaan daerah meliputi: 1. Pendapatan Asli Daerah terdiri dari:

a. Pajak Daerah;

b. Retribusi Daerah;

c. Bagian Laba Pengelolaan Aset Daerah yang Dipisahkan;

d. Lain-lain PAD yang Sah.

2. Transfer Pemerintah Pusat terdiri dari: a. Bagi Hasil Pajak;

b. Bagi Hasil Sumber Daya Alam;

c. Dana Alokasi Umum;

d. Dana Alokasi Khusus;

e. Dana Otonomi Khusus;

f. Dana Penyesuaian.

3. Transfer Pemerintah Provinsi, yang terdiri dari;

a. Bagi Hasil Pajak

b. Bagi Hasil Sumber Daya Alam;


(44)

22

4. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah.

Selanjutnya Mardiasmo dan Makhfatih (2000:8) telah pula menguraikan bahwa:

“Potensi penerimaan daerah adalah kekuatan yang ada di suatu daerah untuk menghasilkan sejumlah penerimaan tertentu. Untuk melihat potensi

sumber penerimaan daerah dibutuhkan pengetahuan tentang

perkembangan beberapa variabel-variabel yang dapat dikendalikan (yaitu variabel-variabel ekonomi), dan yang tidak dapat dikendalikan (yaitu variabel-variabel ekonomi) yang dapat mempengaruhi kekuatan

sumber-sumber penerimaan daerah”.

Widayat (1994:32) menguraikan beberapa cara untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah melalui peningkatan penerimaan semua sumber Pendapatan Asli Daerah agar mendekati atau bahkan sama dengan penerimaan potensialnya. Selanjutnya dikatakan bahwa secara umum ada dua cara untuk mengupayakan peningkatan Pendapatan Asli Daerah sehingga maksimal yaitu dengan cara intensifikasi dan ekstensifikasi. Lebih lanjut diuraikan bahwa salah satu wujud nyata dari kegiatan intensifikasi ini untuk retribusi yaitu menghitung potensi seakurat mungkin, maka target penerimaan bisa mendekati potensinya. Cara ekstensifikasi dilakukan dengan mengadakan penggalian sumber-sumber objek pajak ataupun dengan menjaring wajib pajak baru.

Menurut Jaya (1996:5) beberapa hal yang dianggap menjadi penyebab utama rendahnya PAD sehingga menyebabkan tingginya ketergantungan daerah terhadap pusat, adalah sebagai berikut :

1. Kurang berperannya Perusahaan Daerah sebagai Sumber Pendapatan


(45)

23

2. Tingginya derajat sentralisasi dalam bidang perpajakan, karena semua jenis pajak utama yang paling produktif baik pajak langsung maupun tidak langsung ditarik oleh pusat;

3. Kendati pajak daerah cukup beragam, ternyata hanya sedikit yang bisa diandalkan sebagai sumber penerimaan;

4. Alasan politis di mana banyak orang khawatir apabila daerah mempunyai

sumber keuangan yang tinggi akan mendorong terjadinya disintegrasi dan separatisme;

5. Kelemahan dalam pemberian subsidi Pemerintah Pusat kepada Pemerintah

Daerah yang memberikan kewenangan yang lebih kecil kepada Pemerintah Daerah merencanakan pembangunan di daerahnya.

Dibalik tingginya ketergantungan daerah terhadap pusat dalam pelaksanaan otonomi daerah, Widayat (1994;31) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya penerimaan PAD antara lain adalah :

1. Banyak sumber pendapatan di kabupaten/kota yang besar, tetapi digali oleh instansi yang lebih tinggi, misalnya pajak kendaraan bermotor (PKB), dan pajak bumi dan bangunan (PBB);

2. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) belum banyak memberikan

keuntungan kepada Pemerintah Daerah;

3. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, retribusi dan pungutan lainnya;

4. Adanya kebocoran-kebocoran;

5. Biaya pungut yang masih tinggi;


(46)

24

7. Kemampuan masyarakat untuk membayar pajak yang masih rendah.

C. Konsep Perpajakan

Pajak merupakan sumber pendapatan yang utama untuk membiayai kegiatan pemerintah dalam menyediakan kebutuhan-kebutuhan yang tidak dihasilkan oleh

swasta. Pajak disamping berperan sebagai sumber pendapatan (budgetary

function) yang utama juga berperan sebagai alat pengatur (regulatory function).

Para ahli perpajakan memberikan pengertian atau definisi berbeda-beda mengenai pajak, namun demikian mempunyai arti dan tujuan yang sama. Munawir (1997: 5) mengutip pendapat Jayadiningrat memberi definisi pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari pada kekayaan kepada negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan akan tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan umum. Selanjutnya Munawir (1997 : 3) mengutip pendapat Rachmat Sumitro mendefinisikan pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin. Mangkoesoebroto (1993:181) menyatakan pajak adalah suatu pungutan hak prerogatif pemerintah, pungutan tersebut didasarkan pada undang-undang, pungutannya dapat dipaksakan kepada subjek pajak di mana tidak dapat balas jasa secara langsung terhadap penggunanya.

Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak, yaitu :


(47)

25

a. Pajak dipungut oleh Negara berdasarkan Undang-Undang dan aturan

pelaksanaannya;

b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi individu oleh Pemerintah;

c. Pajak dipungut oleh Pemerintah baik pusat maupun daerah;

d. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah;

e. Dapat dipaksakan.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur yang terkandung di dalam pengertian pajak yaitu:

1. pajak merupakan iuran masyarakat kepada negara dimana dapat diartikan yang

berhak untuk melakukan pungutan pajak yaitu negara dengan alasan apapun swasta tidak boleh memungut pajak;

2. berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan);

3. pembayaran pajak tidak mempunyai kontraprestasi langsung secara individu artinya kontraprestasi diberikan oleh negara kepada rakyat dan tidak dapat dihubungkan secara langsung dengan besarnya pajak;

4. pajak diperuntukkan bagi pengeluaran pemerintah yang bersifat umum dalam

arti bahwa pengeluaran pemerintah tersebut mempunyai manfaat bagi masyarakat secara umum;

5. pajak dipungut disebabkan sesuatu keadaan, kejadian atau yang memberikan kedudukan tertentu pada seseorang dengan demikian pajak hanya dapat dipungut oleh pemerintah;

6. pemerintah dapat memungut pajak kalau suadah ada undang-undangnya dan aturan pelaksanaanya;


(48)

26

7. pajak merupakan kewajiban masyarakat yang apabila diabaikan akan terkena sanksi sesuai undang-undang yang berlaku.

Pajak daerah yang baik merupakan pajak yang akan mendukung pemberian kewenangan kepada daerah dalam rangka pembiayaan desentralisasi, yang juga berarti memberikan suatu local taxing power. Untuk itu pemerintah daerah dalam melakukan pungutan pajak harus tetap menempatkan sesuai dengan fungsinya. Sesuai dengan Mardiasmo, (2003:1-2), yaitu:

1. Fungsi Budgeter, adalah fungsi anggaran, yaitu sebagai sumber penerimaan untuk membiayai pengeluaran. Fungsi ini mempunyai sifat tetap dan selalu meningkat. Kriteria tetap dalam arti selalu dapat diharapkan sebagai sumber penerimaan, sedangkan kriteria selalu meningkat, artinya akan selalu mengalami kenaikan penerimaan.

2. Fungsi Regulerent (Fungsi Pengaturan), yaitu sebagai alat ukur untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, (mengatur redistribusi barang dan jasa) dalam hal ini termasuk layanan.

Pajak daerah di samping sebagai sumber penerimaan negara yang utama (budgetair) juga mempunyai fungsi lain seperti alat untuk mengatur dan mengawasi kegiatan-kegiatan swasta dalam perekonomian (regulair). Pajak sebagai alat anggaran juga dipergunakan sebagai alat mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan pemerintah terutama kegiatan rutin (Suparmoko, 2000:96). Oleh sebab itu kedua fungsi pajak di atas harus dijalankan secara


(49)

27

seimbang karena apabila pengaturannya tidak dilaksanakan secara seimbang sangat berpengaruh terhadap kegiatan perekonomian.

Pengenaaan pajak dapat menimbulkan eksternalitas yang dapat merugikan kepentingan umum, sehingga perlu adanya pengaturan untuk menjamin kelangsungan sumber daya dalam jangka panjang. Sehubungan dengan itu maka keputusan untuk mengenakan pajak terhadap suatu objek hendaknya dilakukan secara hati-hati dan bijaksana untuk menghindari terjadinya disinsentif bagi perekonomian.

Menurut Meier (1995:197-198) ada empat kriteria yang perlu dipertimbangkan untuk memungut suatu jenis pajak di negara yang sedang berkembang:

1. sebagai suatu sumber penerimaan potensial; maksudnya suatu jenis pajak harus dilihat sebagai suatu elastisitas pajak tersebut terhadap variabel-variabel makro ekonomi seperti PDRB, pendapatan per kapita dan jumlah penduduk;

2. dampak terhadap alokasi sumber ekonomi; untuk mengambarkan bahwa

memadai tidaknya suatu perolehan pajak jika dikaitkan dengan bentuk dan besarnya dana yang diperlukan untuk memberikan layanan yang dibiayai sehingga beban suatu pajak dapat bermanfaat untuk mendorong penggunaan sumber daya ekonomi secara lebih efisien;

3. keadilan; yang dimaksud keadilan adalah menyangkut distribusi beban pajak,

apakah tarif yang progresif atau menggunakan tarif tetap. Pembebanan pajak harus adil baik secara horizontal maupun vertikal;


(50)

28

4. administrasinya rendah; kriteria ini berkaitan dengan administrasi yang meliputi sistem penetapan sumber daya manusia aparatur, biaya pemungutan serta sarana dan prasarana pemungutan.

D. Pengelompokan Pajak

Pengelompokkan pajak didasarkan atas golongannya, lembaga pemungut dan menurut sifatnya (Setu Setyawan dan Eny S: 2004), yaitu :

1. Berdasarkan Golongannya

a. Pajak Langsung adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat

dilimpahkan kepada pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak. Misalnya Pajak Penghasilan.

b. Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat

dibebankan kepada pihak lain. Misalnya PPN dan PPN-BM, PBB.

2. Berdasarkan Lembaga Pemungutnya

a. Pajak Pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan berfungsi untuk mengisi anggaran Negara dan mengatur kebijakan ekonomi dan sosial. Misalnya Pajak Penghasilan, PPN dan PPN-BM, Bea Materai.

b. Pajak Daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, dan digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah. Misalnya Pajak Reklame, Pajak Hiburan dan lain-lain.


(51)

29

3. Berdasarkan Sifatnya

a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan

subjeknya, yang selanjutnya dicari syarat objektifnya. Dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Misalnya Pajak Penghasilan. b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang pemungutannya berpangkal pada

objeknya, tanpa memperhatikan keadaan dari wajib pajak. Misalnya PPN, PPN-BM, PBB.

E. Pajak Daerah

Pajak adalah iuran yang dikumpulkan dari masyarakat kepada negara yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

Soemitro, (2003), pajak adalah iuran rakyat yang dikumpulkan untuk menjadi Kas Negara berdasarkan undang-undang dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut. Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai publik.

Dalam ketentuan umum PP No. 65 Tahun 2001 pasal 1, pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan usaha pada daerah tanpa


(52)

30

imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Secara administrasi daerah, pajak daerah dapat digolongkan menjadi pajak daerah tingkat provinsi dan pajak daerah tingkat kabupaten/kota.

Adapun kriteria yang harus dipenuhi suatu potensi pendapatan agar dapat menjadi objek pengenaan pajak daerah yaitu (Davey, 1988) :

1. Kecukupan dan elastisitas penerimaan dari suatu pajak harus

menghasilkan penerimaan yang mampu membiayai biaya pelayanan yang akan dikeluarkan;

2. Pemerataan (keadilan) prinsipnya adalah beban pengeluaran pemerintah daerah harus ditanggung oleh semua golongan dalam masyarakat sesuai dengan kesanggupannya;

3. Kemampuan/kelayakan administrasi berbagai jenis pajak di daerah sangat

berbeda-beda dalam jumlah, integritas dan keputusan yang diperlukan dalam administrasinya;

4. Kesepakatan politik keputusan pembebanan pajak sangat tergantung pada

kepekaan masyarakat tentang pajak dan nilai-nilai yang berlaku di suatu daerah;

5. Distorsi terhadap perekonomian implikasi pajak yang secara minimal berpengaruh terhadap perekonomian.

Menurut Davey (1988:40) secara umum perpajakan daerah dapat diartikan sebagai berikut:


(53)

31

1. pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dengan pengaturan dari daerah sendiri;

2. pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional, tetapi penetapan taripnya oleh pemerintah daerah;

3. pajak yang ditetapkan dan atau dipungut oleh pemerintah daerah;

4. pajak yang dipungut dan diadminitrasikan oleh pemerintah pusat tetapi hasil pungutannya diberikan kepada, dibagihasilkan dengan, atau dibebani pungutan tambahan (opsen) oleh pemerintah daerah.

Pajak daerah mempunyai ciri-ciri :

1. Pajak daerah yang berasal dari pajak negara yang diserahkan kepada daerah;

2. Penyerahannya berdasarkan Undang-Undang;

3. Pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan dengan kekuatan

Undang-Undang dan Peraturan Hukum;

4. Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai

penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.

Dari ciri-ciri di atas jelas terlihat bahwa peranan Pemerintah Daerah sangat signifikan dalam penetapan dan pemungutan Pajak Daerah. Namun demikian pada prakteknya, banyak pajak yang hanya satu atau dua karakteristik seperti tersebut

diatas, karena “kepemilikan” kewenangan memungut terkadang belum jelas.

Sebab, adakalanya, Pemerintah Daerah ini dipungut oleh Pemerintah Pusat, tingkatan pemerintahan yang lebih tinggi, namun hasilnya diberikan atau dibagihasilkan kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan Potensi Pajak Daerah


(54)

32

yang dimiliki oleh daerah tersebut dengan diundangkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 ada dua jenis pajak Pajak Pusat yang dilimpahkan menjadi Pajak Daerah yakni Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P-2) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Pajak daerah merupakan sumber utama Pendapatan Asli Daerah dan merupakan kewenangan dari Pemerintah Daerah Tingkat I dan II masing-masing untuk melakukan pemungutan berdasarkan perarturan perundang-undangan yang berlaku.

Peraturan perundangan mengenai pajak daerah mengalami beberapa kali perubahan. Peraturan perundangan di bidang pajak daerah antara lain UU No. 11 Drt Tahun 1957 tentang Peraturan Umum Pajak Daerah, UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, UU No. 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UU No. 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Kemudian pada tahun 2009 pemerintah pusat mengeluarkan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah menggantikan UU No. 34 Tahun 2000.

Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 dimaksudkan agar pemerintah memberikan kesempatan untuk mengalokasikan pada daerah sumber-sumber penerimaan yang dapat dikontrol dalam rangka pembiayaan kewajiban dan tanggung jawab (pajak dan retribusi, bagi hasil). Dengan pengalokasian ini, PAD diharapkan dapat meningkat. Pemerintah Daerah diberikan kewenangan untuk melakukan perubahan terhadap masing-masing jenis pajak. Untuk itu daerah diberikan kewenangan dalam hal ini provinsi memungut 5 jenis pajak dan kabupaten / kota memungut 11 jenis pajak. Penetapan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa


(55)

33

pajak tersebut secara umum dapat dipungut hampir disemua daerah dan merupakan jenis pungutan yang secara teoritis dan praktek merupakan pungutan yang baik.

Sesuai dengan pembagian administrasi daerah, maka pajak daerah dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu sebagai berikut :

1. Pajak Daerah Tingkat I atau Pajak Provinsi, terdiri dari:

a. Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, yaitu pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air ;

b. Pajak bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, yaitu pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air sebagai akibat dari perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha ;

c. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor, yaitu pajak atas bahan bakar yang

disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan bermotor, termasuk bahan bakar yang digunakan untuk kendaraan di atas air ;

d. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan, yaitu pajak atas pengambilan dan pemanfaatan air di bawah tanah dan/atau air permukaan untuk digunakan bagi orang pribadi atau badan, kecuali untuk keperluan dasar rumah tangga dan pertanian rakyat;


(56)

34

2. Pajak Daerah Tingkat II atau Pajak Kabupaten / Kota antara lain :

a. Pajak Hotel, yaitu pajak atas pelayanan hotel. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang-orang untuk dapat menginap atau istirahat, memperoleh pelayanan, dan atau fasilitas lain dengan dipungut bayaran termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki pihak yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran;

b. Pajak Restoran, yaitu pajak atas pelayanan retoran. Restoran adalah tempat menyantap makanan dan minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran, tidak termasuk jasa boga atau catering;

c. Pajak Hiburan, yaitu pajak atas terselenggaranya hiburan. Hiburan adalah semua jenis pertunjukan, permainan, ketangkasan, dan atau keramaian dengan nama dan bentuk apapun yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolah raga;

d. Pajak Reklame, yaitu pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame

adalah benda, alat perbuatan, atau media yang menurut bentuk dan corak ragamnya untuk tujuan komersial, digunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau memuji suatu barang, jasa atau orang, ataupun untuk mencari perhatian umum kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau dapat dilihat, dibaca dan atau didengarkan dari suatu tempat umum kecuali yang diperlukan oleh pemerintah.

Cara penghitungan Nilai Sewa Reklame ditetapkan sebagai berikut :

NSR = NS + NJOPR


(57)

35

Jalan + Nilai Ketinggian

NJOPR = Ukuran Media Reklame x Harga Satuan Reklame x

Jangka Waktu

NSR = Nilai Sewa Reklame

NS = Nilai Strategis

NJOPR = Nilai Jual Objek Pajak Reklame

Tarif pajak reklame ditetapkan sebesar 25 % (dua puluh lima persen) dari nilai sewa reklame. Besaran pokok pajak reklame diketahui dengan cara mengalikan tarif pajak reklame dengan dasar pengenaan pajak;

e. Pajak Penerangan Jalan, yaitu pajak atas penggunaan listrik, dengan ketentuan bahwa diwilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah daerah. Berdasarkan Perda Nomor 7 Tahun 2011, pajak penerangan jalan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. Objek pajak penerangan jalan adalah penggunaan tenaga listrik baik yang dihasilkan sendiri maupun yang diperoleh dari sumber lain

Tarif pajak yang ditentukan sebagai berikut :

1. Tarif pajak penerangan jalan ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen)

dari jumlah pembayaran.

2. Penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, tarif pajak penerangan jalan ditetapkan sebesar 3 % (tiga persen)


(58)

36

3. Penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, tarif pajak penerangan jalan ditetapkan sebesar 1,5 % (satu koma lima persen) Besaran Pokok pajak penerangan jalan yang terutang ditentukan dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak;

f. Pajak Parkir, yaitu tempat parkir diluar badan jalan yang disediakan oleh pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor dan garasi kendaraan bermotor yang memungut bayaran;

g. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; Pajak yang dipungut atas

kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan.

h. Pajak Air Tanah; Pajak yang dipungut atas kegiatan pengambilan dan/atau

pengusahaan air tanah.

i. Pajak Sarang Burung Walet; Pajak yang dipungut atas kegiatan

pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet.

j. PBB Perdesaan dan Perkotaan; Pajak yang dipungut atas kepemilikan, penguasaan, dan/atau pemanfaatan bumi dan/atau bangunan yang dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan/atau pertambangan.

k. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) ; Pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan, yang selanjutnya disebut BPHTB. Perolehan atas Tanah dan / atau Bangunan


(59)

37

adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan / atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan. Hak atas Tanah dan / atau Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan diatasnya, sebagaimana dimaksud dalam

Undang – Undang dibidang Pertanahan dan Bangunan.

Jenis pajak propinsi bersifat limitatif yang berarti propinsi tidak dapat memungut pajak lain selain yang telah ditetapkan. Adanya pembatasan jenis pajak propinsi tersebut terkait dengan kewenangan propinsi sebagai daerah otonom yang terbatas yang hanya meliputi kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas daerah kabupaten/kota dan kewenangan yang tidak atau belum dapat dilaksanakan daerah kabupate/kota, serta kewenangan bidang pemerintahan tertentu. Propinsi dapat tidak memungut pajak yang telah ditetapkan tersebut jika dipandang hasilnya kurang memadai.

Jenis pajak kabupaten/kota tidak bersifat limitatif, artinya kabupaten/kota diberi peluang untuk menggali potensi sumber-sumber keuangannya selain yang telah ditetapkan secara eksplisit dalam UU No. 28 Tahun 2009, dengan menetapkan sendiri jenis pajak yang bersifat spesifik dengan memperhatikan kriteria yang telah ditetapkan oleh undang-undang tersebut. Namun ada rambu-rambu atau kriteria yang harus diikuti :

1. Bersifat pajak dan bukan retribusi;

Pajak tersebut harus sesuai definisi pajak yang ditetapkan dalam Undang-Undang yaitu merupakan kontribusi wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah:


(1)

6

Metro. Untuk itu perlu diadakan pendataan kembali subjek dan objek subjek dan objek pajak restoran yang sudah ada sehingga dapat diketahui potensi yang sebenarnya melalui pemutakhiran data subjek dan objek pajak restoran. Selain itu proses penetapan target seharusnya memperhatikan potensi yang sebenarnya sehingga pemerintah akan terpacu untuk mencapai target tersebut dan dapat meningkatkan penerimaan pajak restoran.

4. Hendaknya lebih ditingkatkan lagi koordinasi dan pengawasan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam hal ini tim penyelenggara terhadap pelaksanaan pemungutan pajak restoran agar tidak terjadi penyimpangan dalam pemungutan dan pelaporan penerimaan pajak restoran. Pemberian sanksi yang tegas sesuai dengan Perda Nomor : 02 Tahun 2012 terhadap pelanggaran pajak restoran akan lebih meningkatkan kedisiplinan terhadap wajib pajak restoran.

5. Hasil proyeksi terhadap pajak daerah mengalami peningkatan. Hal ini akan berpengaruh terhadap total pendapatan asli daerah yang juga akan meningkat. Hendaknya Pemerintah Kota Metro lebih intensif memperhatikan perkembangan pendapatan pajak daerah. Pemerintah Kota Metro dan DPRD Kota Metro melakukan peninjauan kembali terhadap kebijakan-kebijakan terhadap pajak daerah. Untuk pajak daerah dilakukan pendataan ulang dan memberikan sanksi kepada para pengguna pajak daerah yang tidak melunasi pajaknya.

6. Usaha intensifikasi dan ekstensifikasi yang dilakukan dengan cara aktif dimana petugas pemungut harus lebih giat dalam usaha melakukan penagihan baik pembayaran atau “tunggakan”.


(2)

7

7. Meningkatkan kualitas aparat pemungut antara lain dengan diadakan pembenahan dalam hal yang berkenaan dengan manajemen perpajakan: pelatihan, dan studi banding maupun diskusi-diskusi sehingga petugas dapat mengetahui dan lancar dalam menjalankan tugasnya”

8. Peningkatan disiplin dan loyalitas para petugas pemungut lapangan dalam memungut pajak serta perlu mempertimbangkan insentif kerja.

9. Mengadakan penyuluhan dan meningkatkan motivasi masyarakat guna menumbuhkan kesadaran dalam diri masyarakat atas kewajibannya membayar pajak yang merupakan langkah penting dalam usaha meningkatkan laju pemasukan pendapatan asli daerah.

10.Perlunya sanksi tegas terhadap penyimpangan dan penyelewengan bagi wajib pajak ataupun pemungut pajak dan sanksi dengan pelaksanaan hukum bagi pelanggar pengumpul atau pemungut pajak

11.Penyempurnaan sistem kerja sehingga tidak terjadi kebocoran-kebocoran dari penerimaan yang tidak diinginkan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Aldeefer,K.,F., 1964, Local Financing in Developing Countries, Mc Grow-Hill Book Company, New York

Bharantika, B, Elita,1999, “Klasifikasi Sumber-Sumber PAD yang Potensial untuk Dikembangkan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Upaya Peningkatannya di Kabupaten Dati II Jayapura, Tesis S-2, Pascasarjana-UGM, Yogyakarta.

Davey, K.J, 1998 Pembiayaan Pemerintah Daerah–Praktek-Praktek Internasional dan Relevansinya bagi Dunia Ketiga, Penerjemah Amanulah dkk, UI Press, Jakarta.

Devas, Nick. Brian Binder. Anne Booth. Kenneth Davey.Roy Kelly, 1989. Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia. Penerjemah Masri Maris. Jakarta: UI Press. Devas, N., 1997. Indonesian “What do we mean by Decentralization” Public

Administration and Development. Vol. 17, 351 – 367.

Devas, N., Binder, B., Both, A., Davey, K., Kelly, R., 1998, Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia, Edisi terjemahan, UI Press, Jakarta.

Dorrnbusch,R.,Fischer,S., dan Startz Richard, 2004. Makro Ekonomi. Edisi 8. Jakarta: Erlangga

Gitosudarmo, Indriyo, 1997, Pengantar Bisnis, Edisi 2, BPFE, Yogyakarta.

Hirawan, Susiati B, 1987. Analisis tentang Keuangan Daerah di Indonesia, EKI, Vol. XXXIV No. 1, 94 – 95.

Insukindro, Mardiasmo, Widayat, W., Jaya, W.K., Purwanto, B.M., Halim, A., Suprianto, J., Purnomo, A.B., 1994, Peranan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Dalam Usaha Peningkatan PAD, Buku I, KKD FE UGM, Yogyakarta.

Irawan Soehartono, 1995, Metode Penelitian Sosial, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.


(4)

Jaya, W.K., 1996, “Analisis Keuangan Daerah;Pendekatan Makro”, Model Program PMSES, Kerjasama Ditjrn PUOD Depdagri dengan Pusat Penelitian dan Pengkajian Ekonomi dan Bisnis, UGM, Yogyakarta.

Juliansyah Noor, 2010, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Kaho, J.R, 1997, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, PT. Raja Gratondo, Cetakan Keempat, Jakarta.

Kristiadi, JB, 1992. Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, JHS, S Jakarta.

Koswara,E, 2000, “Menyongsong Pelaksanaan Otonomi Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999: Suatu Telaahan dan Menyangkut Kebijakan, Pelaksanaan dan Kompleksitasnya”, CSIS XXIX Nomor 1, Jakarta.

Lains, Alfian, 1995. “Pendapatan Daerah Dalam Ekonomi Orde Baru” , Prisma No. 4, 40 – 57.

Lee, D.R, and Snow, A, 1997, “Political Incentives and Optimal Taxation”, Public Finance Review, Vol 25, 491-508.

Living Stone, Ian and Chartlon, Roger, 1998, “Raising Local Authority District Renenues Through Direct Taxation in A Law-Income Developing Country: Evaluation Uganda’s GPT”, Public Administration and Development, Vol 18, No.5, December, 499-517

Mahmudi, 2009, Manajemen Keuangan Daerah, Penerbit Erlangga, Jakarta. Mangkoesoebroto, Guritno, 1993, Ekonomi Publik, Edisi–III, BPFE, Yogyakarta. Mangkoesoebroto, Guritno, 2001, Ekonomi Publik, Edisi–III, BPFE, Yogyakarta. Mardiasmo, 2003. Perpajakan. Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi Offset

Mardiasmo dan Makhfatih, Ahmad.,2000, “Perhitungan Potensi Pajak dan Retribusi Daerah di Kabupaten Magelang”, Laporan Akhir, Kerjasama Pemerintah Daerah Magelang dengan PAU-SE UGM, Yogyakarta. Mardiasmo, Makhfatih, A., Supomo, B., Purwanto, H., 2000, “Pengembangan Model

Standar Analisa Belanja (SAB) Anggaran Daerah (APBD)”, Laporan Akhir, PAU-SE UGM, Yogyakarta.

Meier, M.G, 1995, Leading Issues in Economics Development, Sixth Edition, Mc. Graw Hill, International Edition Finance Series, Singapore.


(5)

Miller, Stephen M. And Frank S.Russek, 1997, “Fiscal Structure and Economics Growth at The State and Local Level”, Public Finance Review, Vol 25 No.2, 213-237.

Moh. Nazir. 1983, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta

Mudrajat Kuncoro, 2004, Otonomi dan Pembangunan Dearah (Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang, Penerbit Erlangga, Jakarta

Mudrajat Kuncoro, 2011, Perencanaan Daerah, Penerbit Salemba Empat, Jakarta Munawir,S. 1997, Pokok-Pokok Perpajakan, Liberty, Yogyakarta.

Musgrave,R.A., dan Peggy B.M., 1998, Keuangan Negara Dalam Teori dan Praktek, Jakarta:Erlangga, PT. Gelora Aksara Pratama.

Nugroho, Riant D., 2000, Otonomi ; Desentralisasi Tanpa Revolusi, Kajian dan Kritik atas Kebijakan Desentralisasi di Indonesia, PT.Elex Media Komputindo, Jakarta

Prakoso, Kesit Bambang, 2005. Pajak dan Retribusi Daerah. Yogyakarta: UII Press. Reksohadiprodjo, Sukanto, 1999, “Government of Indonesia Tax Revenues”, JEBI,

Vol. 14 Nomor 4, 1-3.

__________, 2004, Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004, Tentang Pemerintahan Daerah

__________, 2004, Undang-Undang RI Nomor 33 Tahun 2004, Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

__________, 2004, Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2009, Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

__________, 2001, Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001, Tentang Pajak Daerah

__________, 2012, Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 02 Tahun 2012, Tentang Pajak Daerah

Saragih, J. Panglima, 1996, “Peningkatan Penerimaan Daerah Sebagai Sumber Pembiayaan Pembangunan”, Majalah Perencanaan Pembangunan, No.6, 36-40

Setyawan, Setu. Dan Suprapti, Eny, 2004, Perpajakan, Edisi Revisi. Malang:Banyu-Media Publishing


(6)

Sriyana, Jaka, 1999. Hubungan Keuangan Pusat – Daerah, Reformasi Perpajakan dan Kemandirian Pembiayaan Pembangunan Daerah. JEP. Vol 4 No.1 Soemitro, H.Rachmat, 2003. Azas dan Dasar Perpajakan. Erosco.Bandung.

Suparmoko, 2000, Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek, Edisi 5, BPFE, Yogyakarta.

Syamsi, Ibnu, 1987, Dasar-dasar Kebijakan Keuangan Negara, PT. Bina Aksara, Jakarta.

Todaro, 2003. Perkembangan Perekonomian. Edisi 8. Perason Education Limited United Kingdom.

Waluyo, Wirawan B Ilyas. 2003. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat Wantara, Agus, 1997. Analisis Pendapatan Asli Daerah dan Bantuan Pemerintah

Pusat di DIY (1970 – 1992), Kinerja – Jurnal Bisnis dan Ekonomi No. 2/Januari, 1997. Yogyakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Atmajaya.

Waroy, Nicholas, 1997, Analisis Potensi Jenis Pajak dan Retribusi Daerah Berkaitan dengan Otonomisasi Daerah Tingkat II Sorong, Tesis S-2, Pascasarjana UGM, Yogyakarta.

Widayat, Wahyu, 1994, “Maksimalisasi Pendapatan Asli Daerah sebagai Kekuatan Ekonomi Daerah”, Jurnal Akuntansi dan Manajemen, STIE YKPN, XXI/No.3, 28-34.