Benda Asing Kacang di Trakea

Benda Asing Kacang di Trakea
Abdul Rahman Saragih dan Aliandri
Departemen/SMF THT-KL Fakultas Kedokteran,
Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan

74

Majalah Kedokteran Nusantara Volume
40 y No.
1 y Maret
2007
Universitas
Sumatera
Utara

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 y No. 1 y Maret 2007

Universitas Sumatera Utara75

76


Majalah Kedokteran Nusantara Volume
40 y No.
1 y Maret
2007
Universitas
Sumatera
Utara

tanda auditory slap dan palpatory thud
menurut pendapat kami karena kacang tanah
adalah benda asing organik yang cepat
menimbulkan reaksi peradangan dan edema
lokal, serta bertambahnya ukuran benda asing
itu sendiri karena menyerap cairan dari
jaringan di sekitarnya sehingga benda asing
tersebut terjepit di dalam lumen trakea. Hal
ini didukung oleh temuan sewaktu dilakukan
tindakan bronkoskopi dimana mukosa trakea
di sekitar benda asing tersangkut tampak
edema dan hiperemis; benda asing itu sendiri

rapuh, mudah terpecah ketika diekstraksi
walaupun tanpa penjepitan yang kuat.
DIAGNOSIS
Diagnosa benda asing di saluran nafas
ditegakkan berdasarkan atas anamnesis yang
cermat, pemeriksaan fisik, radiologis dan
tindakan bronkoskopi.1,7-11,13

slap” dan “palpatory thud”. Suara
wheezing seperti pada asma juga bisa ada
dan lebih terdengar bila pasien membuka
2
mulut.
c. Benda asing di bronkus
Kebanyakan benda asing memasuki
bronkus kanan karena lebih lebar dan
lebih segaris dengan lumen trakea. Benda
asing dapat menyumbat secara total
bronkus lobaris atau segmental dan
mengakibatkan atelektasis atau obstruksi

parsial yang berfungsi seperti katup satu
arah dimana udara dapat masuk ke paruparu tetapi tidak dapat keluar, sehingga
menyebabkan emfisema obstruktif.
Obstruksi, erosi dan infeksi yang terjadi pada
fase ini akan menimbulkan manifestasi penyakitpenyakit paru yang merupakan komplikasi dari
adanya benda asing di saluran nafas.2,3
Dari pemeriksaan kami menduga lokasi
benda asing pada penderita ini di trakea.
Dugaan ini diperkuat dengan adanya stridor
inspiratoir dan ekspiratoir, disertai dengan
riwayat tersedak kacang tanah. Tidak adanya

Anamnesis
Anamnesa yang teliti mengenai riwayat
aspirasi dan gejala inisial sangat penting dalam
diagnosis aspirasi benda asing. Kecurigaan
adanya benda asing dan gejala inisial (choking)
adalah dua hal yang signifikan berhubungan
dengan kasus aspirasi benda asing. Pada anakanak kadang-kadang episode inisial belum
dapat diungkapkan dengan baik oleh anak itu

sendiri dan tidak disaksikan oleh orang tua
atau pengasuhnya sehingga gejalanya mirip
1,7-10
dengan penyakit paru yang lain.
Gejala
yang sering ditemukan pada kasus aspirasi
benda asing yang telah berlangsung lama
antara lain batuk, sesak nafas, wheezing,
8
demam dan stridor. Perlu ditanyakan juga
telah berapa lama, bentuk, ukuran dan jenis
benda asing untuk mengetahui simtomatologi
7,13
dan perencanaan tindakan bronkoskopi.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang menyeluruh pada
kasus aspirasi benda asing sangat diperlukan.
Kegawatan nafas atau sianosis memerlukan
penanganan yang segera. Pada jam-jam
pertama setelah terjadinya aspirasi benda

asing, tanda yang bisa ditemukan di dada
penderita adalah akibat perubahan aliran
udara di traktus trakeobronkial yang dapat
dideteksi dengan stetoskop. Benda asing di
saluran nafas akan menyebabkan suara nafas
melemah atau timbul suara abnormal seperti
wheezing pada satu sisi paru-paru.1,7,13,14

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 y No. 1 y Maret 2007

Universitas Sumatera Utara77

Laporan Kasus

Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis penderita aspirasi
7
benda asing harus dilakukan. Dianjurkan
untuk membuat foto berikut:
1. Foto jaringan lunak leher PA dan lateral

posisi ekstensi
Dapat memperlihatkan benda asing radioopak dan kadang-kadang bahkan benda
asing radiolusen pada laring dan trakea.
2. Foto torak PA dan lateral
3. Foto torak akhir inspirasi dan ekspirasi
Dapat memperlihatkan atelektasis dan
emfisema obstruktif. Juga dapat terlihat
bukti tidak langsung adanya benda asing
radiolusen.
4. Fluoroskopi/videofluoroskopi
Dilakukan pemeriksaan selama inspirasi
dan ekspirasi pada kasus yang meragukan
untuk melihat adanya obstruksi parsial
paru.
5. Bronkogram
Untuk memastikan adanya benda asing
radiolusen atau untuk mengevaluasi
bronkiektasis.2
Diagnosa benda asing di saluran nafas
dapat ditegakkan pada hampir 70% kasus.

Harus diingat bahwa tidak terdapatnya
kelainan radiologis tidak berarti adanya benda
asing dapat disingkirkan. Foto torak cenderung
memberikan gambaran normal pada 1/3
pasien yang didiagnosa sebagai aspirasi benda
asing dalam 24 jam pertama kejadian.1,4,13
CT Scan berguna pada kasus yang tidak
terdeteksi dengan foto sinar X, seperti benda
4,7,13
asing kacang yang bersifat radiolusen.
Tetapi penulis lain mengatakan bahwa tidak
ada indikasi yang jelas bagi pemeriksaan CT
Scan pada penderita yang diduga teraspirasi
3
benda asing.
Bronkoskopi
Anamnesis dan pemeriksaan radiologis
sering menunjukkan dugaan aspirasi benda
asing, tetapi bukan diagnosa pasti. Pada
keadaan ini harus dibuktikan adanya benda

asing dengan bronkoskopi untuk diagnosis dan
terapi.1,7,13 Bahkan Barrios et al menyarankan
bronkoskopi harus dilakukan pada anak-anak
dengan riwayat gejala inisial aspirasi benda
8
asing (choking crisis).

78

DIAGNOSIS BANDING
Penyakit-penyakit di bawah ini dapat
menimbulkan gejala yang mirip dengan benda
asing di traktus trakeobronkial:
1. Bronkitis
2. Pneumonia
3. Asma bronkial
4. Croup
7,8
5. Tumor
PENATALAKSANAAN

Prinsip umum penatalaksanaan aspirasi
benda asing adalah mengeluarkan benda asing
tersebut dengan segera dalam kondisi yang
1,6,7
paling aman dan trauma yang minimal.
Situasi yang dianggap gawat darurat adalah:
1. Obstruksi jalan nafas akibat sumbatan
total benda asing di laring atau traktus
trakeobronkial yang harus diatasi pada saat
diagnosis aspirasi benda asing ditegakkan.
2. Aspirasi benda asing organik yang
cenderung menyebabkan sumbatan traktus
trakeobronkial dengan cepat karena
1,7,13
bersifat higroskopis.
Keterlambatan mengeluarkan benda asing
akan menambah kesulitan terutama pada
anak. Bronkoskopi adalah suatu tindakan
pemeriksaan bagian dalam trakeobronkial
secara langsung yang dapat kita gunakan

untuk diagnostik maupun terapi, seperti pada
2
pengangkatan benda asing. Bronkoskopi harus
dilakukan dalam waktu yang cepat dan tepat
untuk mengurangi resiko komplikasi, tetapi
tidak harus dilakukan dengan terburu-buru
1,7,9
tanpa persiapan yang baik dan hati-hati.
Persiapan
Persiapan yang adekuat untuk ekstraksi
benda asing antara lain:
1. Pendekatan pada orang tua/keluarga,
diantaranya untuk memberikan informasi
mengenai resiko tindakan, kemungkinan
trauma dan kegagalan ekstraksi.
2. Persiapan pasien:
− Foto torak: PA saat inspirasi dan
ekspirasi, lateral
− Puasa 6 jam sebelum tindakan
− Pemberian cairan yang adekuat

− Pemeriksaan
laboratorium
(darah
lengkap,
skrining
perdarahan/
pembekuan, elektrolit, gula darah,
analisa urin)

Majalah Kedokteran Nusantara Volume
40 y No.
1 y Maret
2007
Universitas
Sumatera
Utara

Abdul Rahman Saragih dkk.

Benda Asing Kacang di Trakea

3. Persiapan alat: harus tersedia bronkoskop
dengan ukuran yang sesuai dengan umur
penderita seperti tampak dalam tabel
berikut:
Umur/Berat Badan
Penderita
< 5 lb
0 - 6 bulan
6 bulan - 3 tahun
3 - 12 tahun
> 12 tahun

Diameter Bronkoskop
3 mm
3,5 mm
4 mm
5 mm
6 mm

4. Penilaian duplikat benda asing untuk
menentukan pilihan cunam yang akan
dipakai, apakah cunam dapat memegang
dengan baik saat benda asing ditarik ke
luar.
5. Analisis masalah: perlu dilakukan diskusi
antara ahli THT, paru dan anestesi sebelum
dilakukan tindakan ekstraksi mengenai
kemungkinan resiko tindakan. Ekstraksi
benda asing di traktus trakeobronkial
merupakan
problem
mekanis
yang
memerlukan perencanaan yan baik.
6. Persiapan tim: kerjasama tim yang lengkap
terdiri dari operator, ahli anestesi dan
perawat yang berpengalaman sangat penting.
Tindakan baru dilakukan bila persiapan
6,9,13
sudah lengkap dan anggota tim sudah siap.
Bronkoskopi dengan bronkoskop kaku
merupakan
pilihan
utama
untuk
mengeluarkan benda asing di traktus
trakeobronkial terlebih-lebih pada anak-anak
karena dapat mengontrol pernafasan selama
tindakan. Keunggulan bronkoskop kaku
diantaranya mempunyai variasi ukuran yang
banyak, ujung/bibir skop dapat digunakan
untuk melindungi mukosa dari benda asing
yang tajam/runcing pada saat ekstraksi, dapat
digunakan untuk merubah posisi dan
melepaskan benda asing dari jaringan, dan
dapat membantu cunam agar dapat
1,6,7,13
memegang benda asing dengan baik.
Bronkoskop fleksibel digunakan untuk
kasus-kasus tertentu pada anak yang sudah
besar atau orang dewasa di mana benda asing
tersangkut jauh ke distal dan sulit dicapai
dengan bronkoskop kaku, pasien dengan
kesulitan ekstensi kepala, gangguan ventilasi
mekanis, pasien dengan trauma atau fraktur
rahang,
leher
atau
kepala.
Kerugian
penggunaan bronkoskop fleksibel adalah

kesulitan mengontrol pernafasan secara
adekuat, membutuhkan waktu yang lebih
lama untuk ekstraksi dan terbatasnya jenis
6,11
cunam yang sesuai dengan benda asing.
Benda asing yang tidak dapat dikeluarkan
dengan cara bronkoskopi, seperti benda asing
tajam, tidak rata dan tersangkut pada jaringan,
6
dapat dilakukan servikotomi atau torakotomi.
Penderita dirujuk ke RSUP H. Adam
Malik dengan keluhan sesak nafas disertai
batuk dengan riwayat tersedak kacang tanah
sejak dua hari sebelumnya. Pada saat masuk
RS sudah tampak tanda-tanda sumbatan jalan
nafas, tekanan parsial dan saturasi oksigen
menurun
tetapi
masih
terkompensasi.
Menurut literatur, bronkoskopi pada pasien
ini harus dilakukan segera karena sangkaan
yang masuk ke saluran nafas adalah benda
1,2
asing organik. Tetapi tindakan tersebut baru
dapat dilakukan pada hari ke-4 setelah
disetujui oleh orang tua penderita melalui
informed consent yang cukup.
KOMPLIKASI
Komplikasi dapat disebabkan oleh benda
asing itu sendiri atau trauma tindakan
1,7,13
Komplikasi
akut
akibat
bronkoskopi.
tersangkutnya benda asing antara lain sesak nafas,
hipoksia, asfiksia sampai henti jantung. Gangguan
ventilasi ditandai dengan adanya sianosis.
Komplikasi kronis antara lain pneumonia, dapat
berlanjut dengan pembentukan kavitas dan abses
paru,
bronkiektasis,
fistel
bronkopleura,
pembentukan jaringan granulasi atau polip akibat
inflamasi pada mukosa tempat tersangkutnya benda
asing. Dapat juga terjadi pneumomediastinum,
pneumotorak. Keterlambatan diagnosis aspirasi benda
asing yang berlangsung lebih dari 3 hari akan
menambah komplikasi seperti emfisema
obstruktif, pergeseran mediastinum, pneumonia
1,13
dan atelektasis.
Komplikasi tindakan bronkoskopi antara
lain aritmia jantung akibat hipoksia, retensi
CO2 atau tekanan langsung selama manipulasi
bronkus utama kiri. Komplikasi teknis yang
paling mungkin terjadi pada operator yang
kurang berpengalaman adalah benda asing
masuk lebih jauh sampai ke perifer sehingga
sulit dicapai oleh skop, laserasi mukosa,
perforasi, atau benda asing masuk ke segmen
yang tidak tersumbat pada saat dikeluarkan.
Bisa juga terjadi edema laring dan reflek vagal.
Komplikasi pasca bronkoskopi antara lain

Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 y No. 1 y Maret 2007

Universitas Sumatera Utara79

Laporan Kasus

demam, infiltrat paru dan pneumotorak, yang
1,6
memerlukan bantuan ventilasi.
Walaupun tindakan bronkoskopi tertunda
pelaksanaannya, tetapi tidak terjadi komplikasi
baik oleh benda asing itu sendiri, maupun
karena tindakan yang dilakukan. Dalam
literatur dikatakan pada anak-anak usia 2
tahun reaksi mukosa akibat benda asing
organik mulai terjadi setelah 1-2 hari sehingga
dapat terjadi mekanisme katup bebas (by-pass
valve) atau katup satu arah (check valve).
Selanjutnya dalam 1-2 minggu reaksi mukosa
yang berlanjut mengakibatkan mekanisme di
atas berubah menjadi katup tertutup (stop
valve), udara residual dalam paru diabsorpsi,
diikuti atelektasis dan pengumpulan cairan
(drowned lung).1 Pada kasus ini tindakan
bronkoskopi dilakukan pada hari ke-4 dan
sebelum tindakan penderita telah mendapat
antibiotika dan kortikosteroid, sehingga
komplikasi dapat dicegah.

DAFTAR PUSTAKA
1. Jackson
C,
Jackson
CL.
Bronchoesophagology. Philadelphia: WB
Saunders Co., 1964: 13-34.
2. Dhingra PL. Foreign Bodies of Air
Passages. Dalam: Diseases of Ear, Nose
rd
and Throat. 3 ed. New Delhi: Elsevier,
2004: 387–90.
3. Freiman MA, McMurray JS. Unique
presentation of a bronchial foreign body
in an asymptomatic child. Ann Otol
Rhinol Laryngol 2001; 110: 495-7.
4. Walner DL, Donnelly LF, Ouanounou S,
Cotton RT. Utility of Radiographs in the
Evaluation of Pediatric Upper Airway
Obstruction. Ann Otol Rhinol Laryngol
1999; 108: 378-83.

Butterworth-Heinemann, 1997: 6/25/110.
8. Mallick MS, Khan AR, Al-Bassam A. Late
presentation of tracheobronchial foreign
body aspiration in children. Trop Ped J
2005; 51: 145-8.
9. Fadl FA, Omer MIA. Tracheobronchial
foreign bodies: a review of children
admitted for bronchoscopy at King Fahd
Specialist Hospital, Al Gassim, Saudi
Arabia. Ann Trop Paed 1997; 17: 309-13.
10. Baharloo F, Veyckemans F, Francis C,
Biettlot
MP,
Rodenstein
DO.
Tracheobronchial
foreign
bodies,
Presentation and Management in Children
and Adults. Chest 1999; 115: 1357-62.
11. Anwar A, Hadjat F, Hadiwikarta A.
Pengangkatan patahan kanul logam dari
bronkus dengan bronkoskop kabel serat
optik pada penderita stenosis laring.
Dalam: Kumpulan Naskah Ilmiah Konas
XII PERHATI. Semarang: Badan Penerbit
Undip, 1999: 354-60.
12. Kurnaedi GW, Purwanto B. Benda asing
pada bronkus. Dalam: Kumpulan Naskah
Ilmiah Konas XII PERHATI. Semarang:
Badan Penerbit Undip, 1999: 426–33.
13. Yunisaf MH.. Benda asing saluran nafas
dan saluran cerna. Dalam: Kumpulan
Naskah Ilmiah Konas XII PERHATI.
Semarang: Badan Penerbit Udip, 1999:
86-98.
14. Hilliard T, Sim R, Saunders M, Hewer
SL, Henderson J. Delayed diagnosis of
foreign body aspiration in children. Emerg
Med J 2003; 20: 100-1.

5. Weir N. Anatomy of the Larynx and
Tracheobronchial Tree. Dalam: Scottth
Brown’s Otolaryngology. 6 ed. Vol.1.
Oxford: Butterworth-Heinemann, 1997:
1/12/18-25.
6. Lore JM, Medina JE. An Atlas of Head &
Neck Surgery. 4th ed. Philadelphia:
Elsevier, 2005: 192-3.
7. Evans JNG. Foreign bodies in the larynx
and trachea. Dalam: Scott-Brown’s
th
Otolaryngology. 6 ed. Vol.6. Oxford:
80

Majalah Kedokteran Nusantara Volume
40 y No.
1 y Maret
2007
Universitas
Sumatera
Utara