Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta )

(1)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

PENILAIAN MASYARAKAT DESA TERHADAP PEMERINTAHAN

DESA DALAM ERA

OTONOMI DAERAH

(Studi kasus : Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta )

INDRO BUDIANTO

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2007


(2)

PENILAIAN MASYARAKAT DESA TERHADAP PEMERINTAHAN

DESA DALAM ERA

OTONOMI DAERAH

(Studi kasus : Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta )

SKRIPSI

OLEH : INDRO BUDIANTO

030309001

PENYULUHAN DAN KOMUNIKASI PERTANIAN

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

( Prof. DR. Ir. H. Meneth Ginting, M. A. D. E.) (Ir. Iskandarini, M. M) Ketua Anggota

DEPARTEMEN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2007


(3)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT yang telah memberikan Nikmat dan Karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Adapun judul dari skripsi ini adalah “Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam

Era Otonomi Daerah (Studi kasus : Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta)

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. DR. Ir. H. Meneth Ginting, M. A. D. E. dan Ibu Ir. Iskandarini, M.M selaku Dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, perhatian, saran dan masukan sehingga skripsi ini dapat di selesaikan dengan baik.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

 Ketua Departemen Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Ibu Ir. Lily Fauziah.

 Ibunda Mamiek Nurhayati dan Ayahanda Slamet Riyadi di Yogyakarta, atas doa dan segala bantuan moral dan material.

 Abang dan adikku, Heru Priyanto, S.P., Arief Nugroho, S.Pt., Indah Nurmita Sari, dan Yudi Hari Utomo atas doa dan semangat.

 Keluarga besar Tante Elyzar dan Om Syamsuar di Medan dan Kisaran atas doa, semangat dan bantuan-bantuan materi bagi penulis.

 Tante Tuti dan Om Iswadi Idris di Yogyakarta atas bantuan-bantuannya yang diberikan.


(4)

 Rekan-rekan seperjuangan Praktek Kerja Lapangan Kelompok 6, Riris, Mita, Juniar, Parjo

 Kepala Desa dan Perangkat Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul.

 Rekan-rekan SEP 2003, Ainul, Budi, Parjo, Nur, Diba, Mola, Vina, Yuni, Wilmar, S. P., Arif, S. P., Ilal dan lain-lainnya atas semangatnya.

 Nindya Safira Aztrida.... perhatian, semangat, doa, alasan, dan cita-cita.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, masih banyak terdapat kekurangan dan kesalahan didalamnya. Penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun dari para pembaca untuk dapat lebih menyempurnakan skripsi ini.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih atas perhatiannya, semoga skripsi ini bermanfaat bagi saya dan bagi pihak-pihak yang membutuhkan.


(5)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

RIWAYAT HIDUP ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah ... 8

Tujuan Penelitian ... 9

Kegunaan Penelitian ... 10

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka ... 11

Landasan Teori ... 14

Kerangka Pemikiran ... 17

Hipotesis Penelitian ... 20

METODOLOGI PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 22

Metode Pengambilan Sampel ... 22

Metode Pengambilan Data ... 23

Metode Analisis Data ... 23

Defenisi dan Batasan Operasional ... 26

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK MASYARAKAT Deskripsi Daerah Penelitian ... 29

Karakteristik Masyarakat Desa Sriharjo ... 32

Struktur Pemerintahan Desa Sriharjo ... 33

HASIL DAN PEMBAHASAN Perbedaan Antara Pemerintahan Desa Menurut UU No 5 Tahun 1979 Dengan Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah ... 35

Masalah yang Dihadapi Pemerintah Desa Dalam Era Otonomi Daerah Menurut Aparat Pemerintah Desa ... 38


(6)

Penilaian Masyarakat Desa Positif Terhadap Pemerintahan Desa

Dalam Era Otonomi Daerah ... 39 Hubungan Antara Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Desa

Dengan Penilaiannya Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era

Otonomi Daerah ... 41 Pengaruh Antara Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Desa

Dengan Penilaiannya Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era

Otonomi Daerah ... 47 Masalah yang Dihadapi Pemerintah Desa Dalam Era Otonomi Daerah Menurut Masyarakat Desa ... 50

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 51 Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(7)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : DAFTAR TABEL

1. Kecamatan di Kabupaten Bantul ... 7

2. Jumlah Penduduk Kecamatan Imogiri ... 8

3. Pemerintahan Desa Menurut UU No 5/1979 dan UU No 22/1999 ... 15

4. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Sriharjo ... 30

5. Distribusi Penduduk Menurut Pendidikan Formal di Desa Sriharjo ... 31

6. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian di Desa Sriharjo ... 32

7. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat di Desa Sriharjo ... 33

8. Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah ... 40

9. Hubungan Antara Umur Masyarakat Desa Dengan Penilaian Masyarakat Desa Dalam Era Otonomi Daerah ... 41

10.Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Dengan Penilaian Masyarakat Desa Dalam Era Otonomi Daerah ... 42

11.Hubungan Antara Jumlah Tanggungan Masyarakat Desa Dengan Penilaian Masyarakat Desa Dalam Era Otonomi Daerah ... 44

12.Hubungan Antara Jumlah Pendapatan Masyarakat Desa Dengan Penilaian Masyarakat Desa Dalam Era Otonomi Daerah ... 45

13.Hubungan Antara Tingkat Kosmopolitan Masyarakat Desa Dengan Penilaian Masyarakat Desa Dalam Era Otonomi Daerah ... 46


(8)

14.Analisis Linier Berganda Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Yang Mempengaruhi Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan

Desa Dalam Era Otonomi Daerah ... 47

DAFTAR GAMBAR

1. Struktur Pemerintahan Desa Sebelum Otonomi Daerah ... 4

2. Struktur Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah ... 5

3. Skema Kerangka Pemikiran ...19


(9)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

DAFTAR LAMPIRAN

1. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Desa 2. Jawaban Sampel Terhadap Pernyataan

3. Pernyataan Positif dan Negatif 4. Nilai Skala Kategori Jawaban 5. Total Nilai Skala Kategori Jawaban 6. Skor Sikap dan Interpretasinya

7. Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Desa dengan Penilaiannya Terhadap Pemerintahan Desa

8. Hubungan Korelasi Rank Spearman Antara Umur Dengan Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa

9. Hubungan Korelasi Rank Spearman Antara Tingkat Pendidikan Dengan Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa

10.Hubungan Korelasi Rank Spearman Antara Jumlah Tanggungan Dengan

Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa

11.Hubungan Korelasi Rank Spearman Antara Jumlah Pendapatan Dengan Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa

12.Hubungan Korelasi Rank Spearman Antara Tingkat Kosmopolitan Dengan

Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa

13.Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempegaruhi Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah


(10)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungannya dengan pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten/kota yang menurut UU No. 5 tahun 1974 hanya merupakan kepanjangan tangan pusat di daerah. Dalam UU 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah dibuka saluran baru (kran) bagi pemerintah propinsi dan kabupaten untuk mengambil tanggung jawab yang lebih besar dalam pelayanan umum kepada masyarakat setempat, untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. (Widjaya, 2004)

Reformasi pemerintahan desa dimaksud untuk memperbaharui dan memperkuat unsur-unsur demokrasi dalam bentuk dan susunan pemerintahan desa. Undang-undang No. 5 tahun 1979 selama ini tampaknya tidak atau kurang memperdayakan (empowerment) unsur demokrasi, sehingga melemahkan dan menghapuskan unsur-unsur demokrasi dengan dalih demi keseragaman bentuk dan susunan Pemerintahan Desa. Dengan demikian, desa yang sudah direformasi memberikan nuansa yang berbeda. (Widjaja, 2004)

Undang-undang No 5/1974 tidak lagi menganut otonomi yang seluas-luasnya atau otonomi yang maksimal, akan tetapi undang-undang ini tidak menghendaki penyelenggaraan pemerintahan di daerah cenderung yang bersifat sentralistik. Yang dikehendaki Undang-Undang No. 5/1974 bukan otonomi yang maksimal tetapi otonomi


(11)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

yang optimal. Artinya peranan Pemerintah Daerah harus cukup besar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah, terutama dalam pelayanan terhadap masyarakat, akan tetapi masih tetap dalam kerangka memperkokoh Negara Kesatuan. (Sujamto, 1990)

Pelaksanaan otonomi secara luas diletakkan di daerah kabupaten dan kota, bukan pada daerah propinsi. Kebijakan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa penyelenggaraan pemerintah akan efisien efektif jika antara yang memberi pelayanan dan perlindungan dengan yang diberi pelayanan dan perlindungan berada dalam jarak hubungan yang relatif dekat. Dengan demikian diharapkan pemerintah daerah dapat melaksanakan fungsi pemerintahan umum itu kepada rakyat secara jelas dan tepat. (Yudhoyono, 2001)

Pelaksanaan desentralisasi bukan hanya sebagai tuntutan formil yuridis namun juga merupakan kebutuhan riil Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang yang berhadapan dengan zaman yang serba efisien. Sentralisasi yang ketat selain hanya menimbulkan pemerintahan dengan biaya yang tinggi juga diyakini tidak mampu lagi menjawab tantangan zaman. Desentralisasi bukan hanya sebagai trend tetapi merupakan suatu kebutuhan. (Nugroho, 2000)

Sejarah perjalanan tata pemerintahan daerah/desa selama ini berubah-ubah seiring dengan dinamika kondisi dan situasi politik nasional. Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 dan Undang-Undang No. 5 Tahun 1979 kurang memberikan kebebasan Daerah/Desa untuk mengatur dan mnegurus rumah tangganya sendiri. Kenyataan dengan berbagai Undang-Undang Pemerintahan, desa diperlemah karena diambil beberapa penghasilannya dan hak ulayahnya. (Widjaja, 2004 )


(12)

Sebagai mesin pemerintahan yang paling rendah, urusan-urusan yang diproses di tingkat desa adalah urusan-urusan ”sisa”, yang tidak ditangani mesin tingkat kabupaten/kota ataupun propinsi. Urusan-urusan yang strategis dan vital banyak yang diproses dan ditentukan pada level supra desa (di kabupaten/kota maupun propinsi). Kalau kita serius melakukan pembaruan desa secara partisipatif, maka prasyaratnya adalah tergolong daya pancar aspirasi dan daya serap aspirasi yang tertata dalam siklus-siklus kebijakan di level supra desa tadi. (Santoso, dkk. 2002)

Betapa pentingnya Pembangunan Desa dan Pembangunan Masyarakat Desa, tidaklah memerlukan kata pengantar yang panjang dari berbagai alasan yang dapat diturunkan, satu pertanyaan saja sudah sangat mencukupi : “…. Apabila tujuan pembangunan Indonesia adalah pembangunan manusia seutuhnya, maka Pembangunan Desa dimana mayoritas manusia Indonesia berada tentulah hal yang merupakan prioritas”. (Ginting, 2005)

Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam undang-undang ini. Daerah memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, meningkatkan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

(Sedarmayanti, 2003)

Konsep pemerintahan desa yang sentralistik memiliki susunan bentuk struktur Pemerintahan Desa dalam era otonomi daerah. Secara yuridis menurut Undang-Undang


(13)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

asal-usulnya desa daerah adalah suatu ” locale rechtgemenschaappen”. Ia otonom berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Sedangkan pada struktur Pemerintahan Desa dalam era otonomi daerah desa dikembalikan pada bentuk dan susunan sebelum adanya UU No. 5 tahun 1979 dengan memperhatikan asal-usul ”desa asli” yang berdasarkan adat yaitu otonomi desa. (Widjaya, 2004)

Gambar 1. Struktur Pemerintahan Desa Sebelum Otonomi Daerah

Undang-Undang No. 5 tahun 1979 mengarahkan pada penyeragaman bentuk dan susunan pemerintahan desa dengan corak nasional yang menjamin tewujudnya Demokratisasi Pancasila secara nyata dengan menyalurkan pendapat masyarakat dalam wadah yang disebut Lembaga Musyawarah Desa (LMD). Semua anggota LMD ditunjuk

Camat

Lembaga Masyarakat Desa

Kepala Desa

Ka. Urusan Ka. Urusan Ka. Urusan

Sekretaris Desa

Ka. Dusun Ka. Dusun

Ka. Dusun


(14)

oleh Kepala Desa, tidak ada yang dipilih oleh masyarakat. Kemampuan anggota LMD masih diragukan apakah memang benar-benar mampu menyalurkan aspirasi masyarakat untuk dimasukkan ke dalam Keputusan Desa, lebih-lebih Kepala Desa tidak bertanggung jawab pada LMD.

Gambar 2. Struktur Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah

Perubahan tentang pemerintahan desa menurut Undang No. 5 tahun 1979 menjadi struktur pada era otonomi daerah adalah perangkat desa terdiri dari unsur-unsur staf yaitu unsur pelayanan seperti sekretaris desa atau tata usaha, unsur pelaksana seperti pamong tani desa, urusan keamanan dan urusan pembantu-pembantu Kepala Desa di wilayah seperti Kepala Dukuh/Dusun. Adanya Badan Perwakilan Desa sebagai lembaga legilatif desa yang berfungsi mengayomi adat istiadat. Bersama-sama Pemerintah Desa membuat

Bupati

Badan Musyawarah

Desa Ka. Desa

Rakyat Desa

Perangkat Desa

Unsur Wilayah Kepala Dukuh Unsur Pelaksana

Pamong tani, Keamanan Unsur staff

Sekretaris, Tata usaha


(15)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

dan menetapkan Peraturan Desa (Perdes), menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa kepada pejabat atau instansi yang berwenang serta melakukan pengawasan terhadap penyalenggaraan Perdes, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa dan Keputusan Kepala Desa.

Kepala Desa pada dasanrya bertanggung jawab kepada rakyat yang dalam tata cara prosedur pertanggungjawabannya disampaikan kepada Bupati atau Walikota melalui Camat. Kepada BPD, Kepala Desa wajib memberikan keterangan laporan pertanggungjawabannya dan kepada rakyat menyampaikan informasi pertanggungjawabannya namun tetap harus memberi peluang kepada masyarakat melalui BPD untuk menanyakan dan atau meminta keterangan lebih lanjut terhadap hal-hal yang bertalian dengan pertanggungjawabannya tersebut. (Undang-Undang No. 32/2004)

Dalam kegiatan pembangunan masyarakat desa, masalah mengenai pemerintahan di desa merupakan salah satu hal yang terpenting untuk dapat memberdayakan masyarakat desa. Disini masyarakat desa juga memilliki peran untuk berpartisipasi dalam proses pemerintahan yang ada di desa. Sehingga kita dapat melakukan pemerintahan yang baik pada desa, maka kita juga telah memulai dalam pembangunan masyarakat desa. (Ginting, 2005)

Secara administratif Kabupaten Bantul terdiri dari 17 kecamatan yang dibagi menjadi 75 desa dan 935 pedukuhan.


(16)

Tabel 1. Kecamatan di Kabupaten Bantul

No Kecamatan Luas (km²) Desa Pedukuhan

1. Srandakan 18,32 2 43

2. Sanden 23,16 4 62

3. Kretek 26,77 5 52

4. Pundong 23,68 3 49

5. Bambanglipuro 22,70 3 45

6. Pandak 24,30 4 49

7. 21,95 5 50

8. Jetis 24,47 4 64

9. Imogiri 54,49 8 72

10. Dlingo 55,87 6 58

11. Pleret 22,97 5 47

12. Piyungan 32,54 3 60

13. Banguntapan 28,48 8 57

14. Sewon 27,16 4 63

15. Kasihan 33,38 4 53

16. Pajangan 33,25 3 55

17. Sedayu 34,36 4 54

Sumber : Kantor BPS Kabupaten Bantul (2004)

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki lima kabupaten, yang terdiri dari Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Kulon Progo dan Kotamadya Yogyakarta. Kabupaten Bantul memiliki 17 kecamatan. Kecamatan Imogiri memiliki luas 54,49 km² dengan terdiri dari 8 desa dan terdiri dari 72 pedukuhan. Desa Sriharjo terdapat di Kecamatan Imogiri.

Adapun jumlah penduduk di Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul adalah sebagai berikut:


(17)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : Tabel 2. Jumlah Penduduk Kecamatan Imogiri

No Desa Jumlah Penduduk (jiwa) Kepala Keluarga

1. Selopamioro 13.707 1.317

2. Sriharjo 9.466 2.095

3. Kebon Agung 3.606 1.088

4. Karang Tengah 4.926 1.294

5. Giri Rejo 4.467 1.278

6. Karang Talun 2.503 745

7. Imogiri 4.071 2.043

8. Wukirsari 14.663 4.395

Jumlah 57.409 14.255

Sumber : Kantor BPS Kabupaten Bantul (2004)

Berdasarkan data diatas, Kecamatan Imogiri terdiri dari 8 pedesaan. Jumlah penduduk Kecamatan Imogiri sebanyak 57.409 jiwa dengan Kepala Keluarga sebanyak 14.255. Desa Sriharjo menduduki peringkat ketiga dalam hal jumlah penduduk terbanyak di Kecamatan Sriharjo dengan penduduk 9.466 jiwa dan Kepala Keluarga sebanyak 2.095.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dan data-data yang ada pada latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana perbedaan antara Pemerintahan Desa menurut UU No. 5 tahun 1979 dengan Pemerintahan Desa dalam era otonomi ?

2. Apa saja masalah yang dihadapi pemerintah desa dalam era otonomi daerah menurut aparat pemerintahan desa?


(18)

3. Bagaimana penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah?

4. Bagaimana hubungan antara karakteristik sosial ekonomi masyarakat desa dengan penilaian masyarakat desa terhadap Pemerintah Desa dalam era Otonomi Daerah? 5. Bagaimana pengaruh antara karakteristik sosial ekonomi masyarakat desa dengan

penilaian masyarakat desa terhadap Pemerintah Desa dalam era Otonomi Daerah? 6. Apa saja masalah yang dihadapi pemerintah desa dalam era otonomi daerah

menurut masyarakat desa?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah yang ada dapat ditarik beberapa tujuan dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui perbedaan antara pemerintahan desa menurut menurut UU No. 5 tahun 1979 dengan Pemerintahan Desa dalam era dalam era otonomi daerah. 2. Untuk mengetahui masalah yang dihadapi pemerintah desa dalam era otonomi

daerah menurut aparat pemerintahan desa.

3. Untuk mengetahui penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah.

4. Untuk mengetahui hubungan karakteristik sosial ekonomi masyarakat desa dengan penilaian masyarakat desa terhadap Pemerintah Desa dalam era Otonomi Daerah.


(19)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

5. Untuk mengetahui pengaruh karakteristik sosial ekonomi masyarakat desa dengan penilaian masyarakat desa terhadap Pemerintah Desa dalam era Otonomi Daerah. 6. Untuk mengetahui masalah yang dihadapi pemerintah desa dalam era otonomi

daerah menurut masyarakat desa.

Kegunaan Penelitian

Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan hasil yang didapat nantinya di kemudian hari dapat dipergunakan sebagai :

1. Sumbangan pemikiran dalam pembangunan masyarakat desa dan sistem

pemerintahan yang ada di desa.

2. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan pihak pemerintahan maupun pihak lainnya dalam rangka pembinaan sistem lembaga pemerintahan yang ada di pedesaan dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat desa dalam sistem pemerintahan di desa.


(20)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Tinjauan Pustaka

Realisasi dari visi wujud pedesaan 2020 merupakan kemajuan nyata dari enam bidang prioritas yang harus diimplementasikan oleh Departemen Pertanian bersama Departemen lainnya, pemerintah, dan aparat daerah, dunia usaha dan organisasi masyarakat madani. Keenam strategi tersebut adalah seperti berikut :

1. Percepatan pemberdayaan sumber daya manusia dan kewirausahaan

2. Pemberdayaan kelembagaan modal (social capital) melalui pemantapan

desentralisasi, kegotongroyongan dan pemberdayaan kelembagaan masyarakat. (Anonimous, 2006)

Desa dan masyarakat desa yang pada masa perjuangan memiliki peran cukup besar dalam mendukung para gerilyawan dan pejuang Republik Indonesia, di masa kemerdekaan justru dalam posisi marjinal dan kurang mendapat perhatian serta keberpihakan yang cukup proporsional dari pemerintah. Demikian pula dalam dunia ilmiah, desa kurang mendapat perhatian dari para peneliti. (Widjaja, 2004)


(21)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

Dengan berlakunya UU No 22/1999 tentang Otonomi Daerah, peranan desa akan menjadi lebih strategis dan penting dalam pembangunan. Apa yang diharapkan mengenai Pembangunan Desa dan Pembangunan Masyarakat Desa dalam Otonomi Daerah pada dasarnya adalah pembangunan yang terlaksana dari, oleh, dan untuk masyarakat desa yang merupakan dasar Musyawarah Mufakat Pembangunan Desa. (Ginting, 2005)

Konsep otonomi daerah adalah memberikan kesejahteraan kepada masyarakat, bila masih ada pemimpin yang berpikir untuk memajaki rakyat maka ia akan ketinggalan, sebab sejak tahun 2003 Indonesia telah era perdagangan bebas. Bila tidak memberikan pelayanan yang baik maka investor akan mempertimbangkan menanamkan modalnya. Inilah sebabnya pemimpin daerah yang cerdas akan memberikan insentif kepada dunia usaha agar mau berinvestasi di daerahnya, bahkan pemimpin daerah harus mampu berpikir bagaimana memberi diskon kepada dunia usaha agar berlomba-lomba menanamkan modal di wilayahnya. (Widjaja, 2004 )

Ditinjau dari aspek manajemen, Pemerintah Daerah dan Propinsi selaku wakil pemerintah di daerah, wajib memfasilitasi penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten/Kota melalui pemberian pedoman, bimbingan, arahan, pelatihan dan supervise. Oleh Karena itu, antara perangkat pemerintah Propinsi dengan pemerintah Kabupaten terdapat hubungan fungsional, timbal balik dan bersifat konsultatif.

(Sedarmayanti, 2003)

Undang-Undang No. 4 tahun 1975 menyatakan bahwa titik berat otonomi diletakkan di Daerah Tingkat II (pasal 11). Kenyataannya, pasal ini baru dapat dijalankan setelah diberlakukannya UU ini selama 18 tahun dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 1992 tentang ”Otonomi Percontohan”. Dan PP ini pun baru


(22)

berlaku sangat terbatas, karena hanya beberapa Daerah Tingkat II yang kemudian dijadikan Daerah Otonom percontohan saperti Sleman di Yogyakarta, Sidoarjo di Jawa Timur, Lombok Tengah di Nusa Tenggara Barat, dan lain-lain. Hal ini menunjukka n betapa tidak seriusnya Pemerintah Pusat dalam menjalankan kebijaksanaan otonomi daerah. (Syaukani, dkk. 2003)

UU No. 22/1999 memberi nuansa lain dalam perkembangan otonomi daerah di Indonesia. Konsep yang dikembangkan merupakan lompatan besar jauh kedepan. Konsep sentralisasi kemudian diganti dengan konsep desentralisasi. Seiring dengan reformasi yang telah berjalan kurang lebih tiga tahun, maka telah terjadi perubahan dalam berbagai aspek masyarakat. Dengan demikian perubahan pada kelembagaan, keuangan, dan kewenangan tidak dapat dihindari lagi. (Sedarmayanti, 2003)

Nasib suatu desa tidak akan berdaya selama sistem yang dianutnya adalah sistem pemerintahan yang sentralistik. Yaitu suatu keadaan yang terjadi sebelum adanya UU No 22/1999 tentang Otonomi daerah. Pada saat sistem pemerintahan yang sentralistik, semua papan nama kelembagaan desa diseragamkan dengan nama PKK, LKMD, KUD, Karang Taruna dan diawasi Depdagri dan Babinsa. Desa akhirnya kehilangan jiwanya dan tergantung kepada supra desa baik dalam program pembangunan dan sumber pendanaan desa di satu sisi. Di sisi lain diberikan peran besar menjalankan pemerintahan desa. (Altov, 2003)

Langkah konkret upaya pengembangan desa antara lain berupa lahirnya Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan pengganti berbagai peraturan perundangan mengenai pemerintahan desa. Salah satu tujuan dikeluarkannya


(23)

Undang-Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

menjalankan tiga peran utamanya, yaitu sebagai struktur perantara, sebagai pelayan masyarakat serta agen perubahan. (Supriatna, 2007)

Landasan Teori

Penilaian merupakan sikap dalam mengevaluasi yang dilakukan untuk mengkaji kembali keterandalan program untuk mencapai tujuan yang diinginkan sesuai dengan pedoman / patokan-patokan yang diberikan. Juga dimaksudkan agar semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan progran tersebut merasa ikut bertanggung jawab terhadap keberhasilan program yang telah dirumuskan, jika program tersebut dilaksanakan. (Mardikanto, 1993)

Penilaian juga berarti kegiatan mengoreksi kerja sama dari masyarakat, bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan tentang hal sesuatu yang telah diajarkan, berapa banyak masyrakat yang sudah melakukan sesuatu dengan metode yang telah diajarkan, serta dapatkah mereka memecahkan sendiri masalah-masalah yang mereka hadapi. (Tambunan, 1979)

Penilaian atau evaluasi adalah membandingkan hasil yang didapat setelah suatu program dilaksanakan dengan tujuan semula yang ingin dicapai. Untuk melakukan penilaian diperlukan adanya laporan dan rencana program. Penilaian tersebut dapat ditujukan keluar dan kedalam. (Mardikanto, 1993)

Evaluasi terhadap kemampuan daerah/desa adalah penilaian dengan menggunakan sistem pengukuran kinerja serta indikator-indikatornya, yang meliputi masukan, proses, keluaran dan dampak. Pengukuran dan indikator kinerja digunakan


(24)

untuk memperbandingkan antara satu daerah dengan daerah lain, dengan angka rata-rata secara nasional untuk masing-masing tingkat pemerintahan. (Mardikanto, 1993)

Tabel 3. Pemerintahan Desa Menurut UU No 5/1979 dan UU No 22/1999 Definisi Desa UU No.5/1979 UU No. 22/1999

Kesatuan wilayah Suatu komunitas hukum Nama Desa dan

Kepalanya

Wajib desa dan Kades di seluruh Indonesia.

Daerah dapat mengatur

penggunaan istilah tradisional untuk desa Kades

. Pembentukan

Desa Baru

Diusulkan oleh Camat, disetujui oleh Bupati.

Diusulkan warga, disetujui oleh Kabupaten dan DPRD. Institusi Desa LMD dan LKMD dibawah kekuasaan

kades tidak boleh ada organisasi lain.

BPD dengan segala haknya dan otonom, plus institusi lain yang dianggap perlu oleh Desa dan Kabupaten. Kepala Desa Kepala Desa dan LMD terpisah. Kepala Desa BPD lembaga

yang terpisah tetapi merupakan partner.

Dipilih langsung oleh masyarakat desa, bertanggung jawab pada Kabupaten.

Dipilih langsung oleh masyarakat, bertanggung jawab pada BPD, boleh menjabat paling lama 10 tahun.

Perangkat Desa Ditunjuk oleh Kepala Desa disetujui oleh Kabupaten.

Dipilih oleh masyarakat atau ditunjuk oleh Kepala Desa, disetujui oleh BPD.

Pemecatan Kades Dianjurkan oleh Camat, disetujui oleh Kabupaten.

Dianjurkan oleh BPD disetujui oleh Kabupaten.


(25)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

disetujui oleh Kecamatan oleh BPD bersama Kepala Desa

Keuangan Desa Dirancang oleh Kepala Desa dan LMD Dirancang dan disetujui oleh BPD bersama

Sumber pendanaan desa

Blockgrant dari Kabupaten Blockgrant dari sumber lokal

Badan usaha milik desa

Tidak ada Diperbolehkan

Indeks Otonomi Tidak ada desa betul-betul berada dibawah kecamatan

Desa berhak untuk menolak program pemerintah yang tidak disetujui atau infra struktur dan untuk merancang peraturan

Implementasi dan pemantauan

Departemen Dalam Negeri Kabupaten

Sumber : Zakaria (2004)

Sikap dalam menilai suatu hal, dapat negatif atau positif. Sikap negatif memunculkan kecenderungan untuk menjauhi, membenci, menghindari ataupun tidak menyukai keberadaan suatu obyek. Sedangkan sikap positif memunculkan kecenderungan untuk menyenangi atau mendekati, menerima, atau bahkan mengharapkan obyek tertentu. (Azwar, 1998)

Dalam pengaturan mengenai Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa merupakan subsistem dari sitem pemerintahan sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. (Zakaria, 2004 )

Berlakunya UU Nomor 32 tahun 2004 terdapat perubahan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintahan Desa yaitu dalam Pemerintahan Desa terdiri dari Pemerintah Desa (Lurah Desa dan Pamong Desa) dan Badan Perwakilan Desa (BPD). Keberadaan BPD sebagai lembaga legislasi yang keanggotaannya mencerminkan berbagai komponen


(26)

yang ada dalam masyarakat diharapkan dapat berperan sebagai mitra kerja Pemerintah Desa. (Santoso, dkk. 2002 )

Perspektif pengelolaan keuangan dan ekonomi desa antara lain dapat dikembangkan melalui model penguatan keuangan dan perekonomian desa dengan pendekatan sistem. Implementasi model ini meunjukan bahwa skenario yang digunakan dapat mendorong partisipasi masyarakat dalam penguatan perekonomian desa. Pada akhirnya diharapkan dapat mencapai petumbuhan pembangunan berbasis produktivitas yang diakselrasi oleh daya manfaat yang meng-generate lapangan kerja, mengurangi pengangguran dan kemiskinan. (Maryunani, 2005)

Kerangka Pemikiran

Otonomi daerah sebagai sebuah ide atau gagasan baru yang disampaikan oleh penyuluh kepada masyarakat desa sebagai sasaran. Hal ini dilakukan oleh penyuluh untuk memperkenalkan dan menunjukkan suatu ide baru tersebut untuk membawa perubahan yang lebih baik dan menguntungkan bagi masyarakat desa. Pemerintah daerah dan pemerintah desa telah beralih dari sistem pemerintahan yang sentralistik menjadi yang desentralistik. Begitu juga Undang-Undang yang mengatur tentang Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa, yaitu Undang-Undang No. 5 tahun 1979 yang telah diganti dengan Undang-Undang No. 22 tahun 1999.


(27)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

Bentuk pemerintahan yang top-down terus berlangsung pada masa Presiden Soeharto. Sampai pada masa reformasi dengan munculnya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 yang selanjutnya direvisi kembali dengan keluarnya Undang-Undang No. 32 tahun 2004. Disini terjadi perubahan mengenai sistem pemerintahan daerah dan desa serta perubahan aturan-aturan dan sistem perangkat desanya.

Kegagalan yang dihasilkan dari pemerintahan yang sentralistik telah menyebabkan beralihnya harapan bahwa penguatan masyarakat dapat dilakukan dengan cara desentralisasi atau otonomi daerah. Hal ini diharapkan dapat mengurangi berbagai ketimpangan yang dihadapi selama ini, seperti ketimpangan regional, ketimpangan kota desa serta ketimpangan antara si kaya dengan si miskin dan bahkan ketimpangan antar sektor.

Sedangkan untuk Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa yang desentralisasi diharapkan akan lebih membawa perubahan ke arah positf bagi masyarakat desa karena masyarakat desa diberi kesempatan untuk ikut berpartisipasi dalam proses pemerintahan. Desentralisasi juga meningkatkan rasa demokrasi di pedesaan, yaitu dengan melibatkan masyarakat desa dalam pemilihan anggota Pemerintahan Desa.

Masyarakat desa sebagai sekumpulan orang yang menempati desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurusi kepentingan masyarakatnya. Faktor sosial ekonomi masyarakat desa juga mempengaruhi dalam penilaiannya terhadap kinerja Pemerintah Desa tersebut. Maka dari itu desa memiliki posisi yang sangat strategis sehingga memerlukan perhatian yang seimbang terhadap penyelenggara otonomi daerah, sehingga akan berpengaruh secara signifikan terhadap perwujudan otonomi daerah.


(28)

Sistem pemerintahan yang ada di desa dalam era otonomi daerah diharapkan akan semakin dapat mengoptimalkan pelayanannnya kepada masyarakat desa. Selain itu juga antara pemerintah desa dan masyarakat diharapkan juga akan saling bekerja sama dalam mengatasi masalah yang ada.

Dengan demikian penilaian masyarakat menjadi penentu pemerintahan desa yang akan dilaksanakan sendiri. Penilaian masyarakat terhadap pemerintah desa dititik beratkan pada institusi desa yang ada, kinerja Kepala Desa dan perangkat desa, bagaimana tentang peraturannya, apakah sudah lengkap atau tidak sesuai dan yang terpenting adalah pelayanan pemerintah desa terhadap kebutuhan masyarakat desa.

Dari uraian diatas, maka dapat dibuat kerangka pemikiran sebagai berikut:

Era Otonomi Daerah

SENTRALISASI DESENTRALISASI

MASYARAKAT DESA

UU No. 5 tahun 1979 PEMERINTAHAN DESA


(29)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : Hubungan

Gambar 3. Skema kerangka pemikiran

Hipotesis Penelitian

Adapun yang menjadi hipotesa dalam penelitian ini adalah :

1. Terdapat perbedaan antara pemerintahan desa menurut menurut UU No. 5 tahun 1979 dengan Pemerintahan Desa dalam era otonomi.

2. Terdapat masalah yang dihadapi pemerintahan desa dalam era otonomi daerah menurut aparat pemerintahan desa.

FAKTOR SOSIAL EKONOMI

1. Umur

2. Pendidikan

3. Jumlah tanggungan 4. Pendapatan

5. Tingkat Kosmopolitan DINILAI OLEH

MASYARAKAT

Pengaruh

1. Institusi Desa 2. Kepala Desa 3. Perangkat Desa 4. Peraturan Desa 5. Pelayanan


(30)

3. Penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah di daerah penelitian adalah positif.

4. Terdapat hubungan antara karakteristik sosial ekonomi masyarakat desa dengan penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah yaitu:

a. Semakin tinggi umur masyarakat desa maka semakin positif penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah. b. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat desa maka semakin positif

penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah.

c. Semakin tinggi jumlah tanggungan maka semakin positif penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah. d. Semakin tinggi jumlah pendapatan masyarakat desa maka semakin positif

penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah.

e. Semakin tinggi tingkat kosmopolitan masyarakat desa maka semakin positif penilaian masyarakat terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah.

5. Terdapat pengaruh antara karakteristik sosial ekonomi masyarakat desa dengan penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah. 6. Terdapat masalah yang dihadapi pemerintahan desa dalam era otonomi daerah


(31)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : METODOLOGI PENELITIAN

Metode Penentuan Daerah Sampel

Daerah sampel adalah Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang ditentukan secara sampling purposive karena Desa Sriharjo merupakan desa yang menunjukan perkembangan yang cukup baik dalam


(32)

kesejahteraan masyarakat, perkembangan ekonomi masyarakat desa dan dalam sistem pemerintahannya.

Metode Pengambilan Sampel

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah masyarakat desa yang berada di Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa Sriharjo berpenduduk sebanyak 9466 jiwa dengan 2095 Kepala Keluarga. Penarikan sampel dilakukan dengan cara acak sederhana (simple random sampling) dengan memilih 30 orang dari masyarakat desa baik yang berjenis kelamin laki-laki maupun yang perempuan.

Untuk memperkirakan berapa seharusnya besar suatu sampel dapat digunakan aturan 1/10. Aturan 1/10 menyatakan bahwa sebaiknya peneliti mencoba memperoleh 1/10 dari populasi yang diteliti dalam sampelnya. Tetapi seperti kebanyakan aturan dalam penelitian sosial, banyak terdapat pengecualian. Pengambilan sampel dapat dilakukan lebih kecil dari 1/10. Hal ini tidak menimbulkan banyak masalah untuk para ahli statistik karena mempertimbangkan efisiensi dalam memperkirakan parameter populasi. (Black, 1999)

Metode Pengambilan Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden dengan menggunakan daftar kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.


(33)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

Pada penelitian ini juga dikumpulkan data sekunder yang diperoleh dari kantor Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Yogyakarta, kantor Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul dan Kantor Kepala Desa Sriharjo serta literatur yang ada hubungannya dengan penelitian ini.

Metode Analisis Data

Untuk hipotesis 1, 2 dan 6 diuji dengan menggunakan analisis deskriptif, yaitu dengan melihat pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan masalah yang dihadapi oleh pemerintahan desa menurut aparat pemerintahan desa dan menurut masyarakat Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Hipotesis 3 untuk mengetahui sikap masyarakat desa terhadap peranan dan pelayanan pemerintahan desa di daerah penelitian diuji dengan menggunakan teknik penskalaan likert, yaitu dengan mencatat (tally) penguatan respon dan untuk pernyataan positif dan negatif tentang objek di lapangan. Dengan kategori jawaban sebagai berikut :

5 : Sangat Setuju

4 : Setuju

3 : Ragu-Ragu

2 : Tidak Setuju

1 : Sangat Tidak Setuju

dan memberi nilai atau skor untuk masing-masing kategori jawaban mulai dari sangat baik hingga buruk, diberi nilai 5 hingga 1. (Azwar, 1997)


(34)

Hipotesis 4 yaitu untuk melihat hubungan karakteristik sosial ekonomi masyarakat desa terhadap pemerintahan desa di daerah penelitian diuji dengan menggunakan metode analisis korelasi Rank Spearman dengan rumus :

N N di Rs N i − − =

= 3 1 2 6 1 Dimana :

Rs = Koefisien korelasi Rank Spearman

di = Selisih antara penilaian masyarakat dengan keberhasilan pemerintahan desa

N = Jumlah sampel

= Derajat Nyata db = Derajat bebas

Kemudian di uji dengan menggunakan uji t hitung dengan rumus sebagai berikut :

2 1 2 rs N Rs th −− =

t = ; db

Dengan kriteria uji sebagai berikut :

H0 diterima apabila t hitung ≤ t tabel, tidak ada hubungan H0 ditolak apabila t hitung > t tabel, terdapat hubungan


(35)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

Untuk menguji hipotesis 5 dengan menggunakan analisis Regresi Linier Berganda, untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penilaian masyarakat desa terhadap Undang-Undang Otonomi Daerah dihitung dengan rumus :

5 5 4 4 3 3 2 2 1 1

ˆ a bx b x b x b xbx

Y = + + + +

Dimana :

Yˆ = Penilaian masyarakat desa

1

x = Umur

2

x = Pendidikan

3

x = Jumlah tanggungan

4

x = Pendapatan

5

x = Tingkat kosmopolitan

Kemudian diuji dengan menggunakan uji F hitung dengan rumus sebagai berikut:

) 1 /( / − − = k n JKres K JKreg F dimana :

Jkreg = Jumlah kuadrat-kuadrat regresi Jkres = Jumlah kuadrat-kuadrat residu n = sampel

k = Derajat Kebebasan

dengan kriteria uji sebagai berikut :

H0 diterima apabila F hitung ≤ t tabel ; tidak terdapat pengaruh H0 ditolak apabila F hitung > t tabel ; terdapat pengaruh


(36)

Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam penelitian ini, maka dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut,

Definisi

1. Pemerintahan Desa adalah kegiatan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa.

2. Desa Sriharjo adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk suk jawa sebagai kesatuan masyarakat yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan dibawah kabupaten.

3. Masyarakat Desa Sriharjo adalah sekumpulan orang yang saling berinteraksi yang mendiami tempat di Desa Sriharjo.

4. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 5. Sentralisasi adalah suatu bentuk sistem yang kewenangan suatu daerah berada di

pusat.

6. Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas

daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.


(37)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

7. Masalah adalah suatu keadaan yang dapat menghambat dan menghalangi suatu kegiatan dalam mencapai tujuan.

8. Penilaian adalah membandingkan hasil yang didapat setelah suatu program dilaksanakan dengan tujuan semula yang ingin dicapai

9. Faktor Sosial Ekonomi adalah hal-hal yang dapat mempengaruhi seseorang dalam menentukan dan mengambil sebuah sikap.

10.Institusi Desa adalah organisasi yang bersifat formal maupun informal yang mengatur prilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu baik dalam kegiatan rutin sehari-hari maupun dalam usahanya mencapai tujuan tertentu.

11.Perangkat desa adalah beberapa unsur yang bertugas di Pemerintahan Desa, yaitu unsur staf (Sekretaris Desa dan tata usaha), unsur pelaksana teknis lapangan (Pamong Tani Desa dan urusan keamanan) dan unsur wilayah (Kepala Dusun). 12.Kepala Desa adalah orang yang memimpin Pemerintah Desa dan bersama Badan

Musyawarah Desa membuat peraturan desa.

13.Peraturan Desa adalah aturan-aturan yang berlaku yang mengatur ruang gerak masyarakat desa dan wajib untuk ditaati.

Batasan Operasional

1. Tempat penelitian adalah Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Waktu penelitian adalah tahun 2007

3. Sampel adalah masyarakat Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.


(38)

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK MASYARAKAT

Deskripsi Daerah Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sriharjo Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Luas dan Topografi Desa Sriharjo

Desa Sriharjo terletak di Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas wilayah 615.680 Ha. Jumlah penduduk Desa Sriharjo sebanyak 9.466 jiwa yang terdiri dari 4.567 jiwa laki-laki dan 4.899 jiwa perempuan, adapun jumlah kepala keluarga sebanyak 2.095 Kepala keluarga.

Daerah ini berada pada ketinggian 50 M dari permukaan laut. Jarak dari Desa Sriharjo sejauh 3 Km dari pusat pemerintahan kecamatan dan berjarak 10 Km dari ibu kota kabupaten Daerah Tingkat II.

Adapun batas-batas Desa Sriharjo sebagai daerah penelitian adalah sebagai berikut:

 Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Kebon Agung

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Selopamioro

 Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Srihardono


(39)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : Keadaan Penduduk

Penduduk Desa Sriharjo berjumlah 9.466 jiwa, untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada tabel 4 berikut ini:

Tabel 4. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Sriharjo No. Kelompok Umur (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase(%)

1. 0 – 3 729 7,70

2. 4 - 6 512 5,41

3. 7 - 12 539 5,69

4. 13 - 15 533 5,63

5. 16 – 18 427 4,51

6. ≥ 19 6.726 71,08

Jumlah 9.466 100

Sumber : Data monografi Desa Sriharjo 2005

Dari tabel 4. dapat dilihat bahwa jumlah penduduk terbesar menurut umur atau usia yang produktif yaitu sebesar 6.726 jiwa atau sebesar 71,08% dan jumlah penduduk terkecil terdapat pada golongan umur atau usia 16 – 18 tahun yaitu sebesar 427 jiwa atau sebesar 4,51%. Usia produktif antara 16-45 tahun.

Tingkat Pendidikan

Keadaan penduduk berdasarkan dari tingkat pendidikan formal di Desa Sriharjo dapat dilihat pada tabel 5.


(40)

Tabel 5. Distribusi Penduduk Menurut Pendidikan Formal di Desa Sriharjo No. Tingkat pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1. Taman kanak-kanak 1561 26,39

2. Sekolah Dasar 2392 40,43

3. S M P 1045 17,66

4. S M A 818 13,82

5. Akademik, D1 – D3 51 0,86

6. Sarjana (S1 – S3) 48 0,81

Jumlah 5915 100

Sumber: Data monogarfi Desa Sriharjo 2005

Dari tabel 5. di atas dapat dilihat bahwa penduduk Desa Sriharjo pada tahun 2005 sebagian besar memiliki tingkat pendidikan SMP yaitu sebesar 1045 jiwa atau sebesar 17,66%, dari sini kita dapat menyimpulkan taraf pendidikan yang ada di Desa Sriharjo masih rendah. Untuk pendidikan pasca sekolah menengah hanya sebesar 51 jiwa atau 0,86% untuk Akademik D1-D3 dan 48 jiwa atau 0,81% yang memiliki pendidikan Sarjana S1-S3.

Perekonomian

Desa Sriharjo pada umumnya memiliki sumber mata pencaharian dari sektor pertanian, hal dapat kita lihat pada tabel 6. berikut ini dengan melihat dari jenis mata pencaharian dari penduduk Desa Sriharjo.


(41)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : Tabel 6. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian di Desa Sriharjo

No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1. P N S 189 3,03

2. T N I 41 0,65

3. Swasta 219 3,51

4. Wiraswasta 247 3,96

5. Tani 1.647 26,43

6. Pertukangan 209 3,35

7. Buruh tani 3.475 55,76

8. Jasa 152 2,43

9. Pensiunan 52 0,83

Jumlah 6231 100

Sumber: Data monografi Desa Sriharjo 2005

Dari tabel 6. di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar besar penduduk Desa Sriharjo bermatapencaharian pada sektor pertanian, yaitu 5.122 jiwa atau sebesar 82,18%, karena di Desa Sriharjo sebagian besar lahan yang ada digunakan sebagai lahan pertanian. Adapun komoditi terbesar sebagai komoditi unggulan di Desa Sriharjo yaitu padi sawah.


(42)

Masyarakat Desa Sriharjo adalah sampel dalam penelitian ini, yaitu perangkat desa dan seluruh warga yang tinggal di Desa Sriharjo. Karakteritik masyarakat desa dalam penelitian ini meliputi umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, jumlah pendapatan per-bulan dan tingkat kosmopolitan.

Secara rinci karakteristik masyarakat desa dapat diuraikan pada tabel 7. dibawah ini.

Tabel 7. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat di Desa Sriharjo No. Karakteristik

Sosial Ekonomi

Satuan Range Rerata

1. Umur Tahun 19-55 38

2. Tingkat Pendidikan Tahun 9-16 12

3. Jumlah Tanggungan Jiwa 0-6 2

4. Pendapatan/Bulan Rupiah 0-2.000.000 512.000

5. Tingkat Kosmopolitan Buah 0-3 2

Sumber: Diolah dari data lampiran 1

Pada tabel 7. dapat diketahui bahwa umur masyarakat desa sebagai sampel adalah 155 tahun dengan rerata 38 tahun, lama pendidikan formal masyarakat desa berkisar 9-16 tahun dengan rerata 12 tahun, adapun jumlah tanggungan 0-6 jiwa dengan rerata 2 jiwa, pendapatan per bulan masyarakat Desa Sriharjo sebagai sampel antara Rp 0 - Rp 2.000.000 dengan rerata Rp 512.000 per bulan. Sedangkan tingkat kosmopolitan antara 0-3 buah dengan rerata 2 buah.


(43)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

Setelah terjadinya bencana alam yang terjadi pada Juli 2006 lalu di Yogyakarta, Desa Sriharjo adalah salah satu desa yang telah menunjukkan perkembangan yang baik, disamping bangunan puskesmas juga telah dibangun kantor kepala desa yang baru. Adapun skema susunan pemerintahan Desa Sriharjo dapat dilihat pada gambar 4. berikut.

Keterangan: = perintah langsung = mitra kerja

Gambar 4. Struktur Pemerintahan Desa Sriharjo

Pemerintahan Desa Sriharjo dipimpin oleh seorang Kepala Desa. Kepala desa dibantu oleh seorang sekretaris desa (Carik), seorang kepala bagian pemerintahan, seorang kepala bagian pembangunan, seorang kepala bagian keuangan, seorang kepala

Kepala Desa

Sekretaris Desa / Carik

BPD

Kabag. Umum

Kabag. Agama dan Kesejahteraan Rakyat

Kabag. Keuangan

Kabag. Pemerintahan Kabag. Pembangunan


(44)

bagian Agama dan kesejahteraan rakyat, dan seorang kepala bagian umum. Desa Sriharjo memiliki 13 pedukuhan (dusun) dan masing-masing dipimpin oleh seorang kepala dukuh yang membantu tugas kepala desa pada masing-masing pedukuhan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbedaan Antara Pemerintahan Desa Menurut UU No 5 Tahun 1979 Dengan Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah

Pemerintahan desa menurut UU No 5 tahun 1979 adalah bersifat sentralisitik. Pada pemerintahan desa ini terdiri atas Kepala Desa dan Lembaga Musyawarah Desa. Pemerintah desa dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Perangkat desa. Perangkat desa ini terdiri dari Sekretaris desa dan Kepala-Kepala dusun. Sedangkan Pemerintahan desa dalam era otonomi daerah sekarang ini, adalah bersifat desentralistik. Pemerintah desa terdiri atas Kepala desa dan Perangkat desa. Perangkat desa itu sendiri terdiri dari Sekretaris desa dan bagian-bagian lainnya. Pada masa otonomi daerah ini sekretaris desa yang dimaksud adalah diisi oleh Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan.

Menurut UU No 5 tahun 1979 tentang pemilihan Kepala Desa, Kepala desa dipilih secara langsung, umum, bebas, dan rahasia oleh penduduk desa yang berkewarganegaraan Republik Indonesia yang sudah berumur sekurang-kurangnya 17


(45)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri, sedangkan pemilihan Kepala desa dalam era otonomi daerah, Kepala desa dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa yang berwarga negara Republik Indonesia yang syarat selanjutnya dan tata cara pemilihannya diatur dengan peraturan daerah yang berpedoman pada pemerintah daerah. Calon Kepala desa yang mendapat suara terbanyak dalam pemilihan dalam pemilihan Kepala desa ditetapkan sebagai Kepala desa terpilih. Dalam era otonomi daerah ini pun. Peraturan atau hukum adat tradisional juga dapat digunakan sebagai pedoman, sepanjang keberadaannya masih berlaku dan diakui oleh penduduk dan pemerintah daerah setempat.

Berkaitan dengan masa jabatan Kepala desa, menurut UU No 5 tahun 1979, Kepala desa berhak menjabat selama delapan tahun terhitung sejak tanggal pelantikannya dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya, sedangkan masa jabatan Kepala desa dalam era otonomi daerah adalah selama enam tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya.

Menurut UU No 5 tahun 1979, Kepala desa dilantik oleh pejabat yang berwenang mengangkat atas nama Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, sedangkan pada otonomi daerah ini, Kepala desa terpilih dilantiik oleh Bupati atau Walikota paling lambat 30 hari setelah pemilihan.

Menurut UU No 5 tahun 1979, dalam menjalankan hak, wewenang, dan kewajiban pimpinan Pemerintah desa, Kepala desa betanggung jawab kepada pajabat yang berwewenang melalui camat dan memberi keterangan pertanggungjawaban tersebut pada Lembaga Musyawarah Desa, sedangkan Pemerintahan desa pada otonomi daerah saaat ini, Kepala desa bertanggung jawab langsung pada Bupati.


(46)

Pemerintahan desa menurut UU No 5 tahun 1979, terdapat Lembaga Musyawarah Desa. Lembaga Musyawarah Desa ini adalah Lembaga Permusyawaratan/Permufakatan yang keanggotaannya terdiri atas Kepala-Kepala dusun, Pimpinan lembaga kemasyarakatan dan pemuka-pemuka masyarakat setempat. Lembaga Musyawarah Desa ini diketuai oleh Kepala desa setempat dan diisi oleh Sekretaris yang juga merupakan Sekretaris desa itu sendiri. Peraturan lebih lanjut ditetapkan dengan peraturan daerah dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri, sedangkan pada era otonomi daerah sekarang ini, terdapat suatu lembaga yang bernama Badan Permusyawaratan Desa, yang berfungsi menetapkan peraturan desa bersama-sama Kepala desa dan perangkat desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Anggota Badan Pemusyawaratan Desa terdiri dari wakil dari penduduk desa setempat yang ditetapkan secara musyawarah mufakat, sedangkan pimpinan Badan Permusyawaratan Desa tersebut dipilih dari dan oleh anggota Badan Permusyawaratan Desa itu sendiri. Masa jabatan anggota Badan Permusyawaratan Desa adalah enam tahun dan dapat dipilih hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Disini juga terdapat lembaga lain (lembaga kemasyarakatan) yang bertugas sebagai mitra kerja pemerintahan desa dalam memberdayakan masyarakat desa.

Dalam pemerintahan desa menurut UU No 5 tahun 1979 berkaitan dengan sumber pendapatan, kekayaan dan anggaran penerimaan dan pengeluaran keuangan desa adalah sumber pendapatan desa berasal dari hasil tanah-tanah kas desa, hasil swadaya dan partisipasi masyarakat desa, hasil dari gotong royong masyarakat desa dan lain-lain dari usaha desa yang sah. Pendapatan yang berasal dari pemberian pemerintah dan pemerintah


(47)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

pemerintah daerah, dan sebagian dari pajak retribusi daerah yang diberikan kepada desa. Setiap tahun kepala desa menetapkan anggaran penerimaan dan pengeluaran keuangan desa setelah dimusyawarahkan atau dimufakatkan dengan Lembaga Musyawarah Desa.

Sedangkan pada pemerintahan desa dalam era otonomi daerah berkaitan dengan keuangan desa ialah, keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik desa berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban (pandapatan, belanja dan pengelolaan keuangan desa). Sumber pendapatan desa berasal dari pendapatan asli daerah, bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota, bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota, bantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota, dan hibah dari pihak ketiga.

Berdasarkan uraian tentang perbedaan antara Pemerintahan desa menurut UU No 5 tahun 1979 dengan pemerintahan desa dalam era otonomi diatas, hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan antara pemerintahan desa menurut UU No. 5 tahun 1979 dengan pemerintahan desa dalam era otonomi daerah adalah diterima.

Masalah Yang Dihadapi Pemerintah Desa Dalam Era Otonomi Daerah Menurut Aparat Pemerintahan Desa

Dalam menjalankan tugasnya, terdapat beberapa masalah bagi Pemerintah Desa Sriharjo yang menjadi hambatan dalam melakukan tugas kesehariannya. Masalah-masalah ini penulis ketahui dari aparat desa secara langsung pada saat penelitian. Beberapa masalah tersebut antara lain :


(48)

1. Belum terangkum secara detail permasalahan masyarakat tentang masalah yang dihadapi. Hal ini menjadikan penghambat bagi pemerintah desa karena pemerintah desa kesulitan untuk mengetahui perkembangan masyarakatnya.

2. Kurangnya etos kerja aparat pemerintah desa. Hal ini akan sangat menghambat kinerja pemerintah desa.

3. Belum tersedianya komputer, diharapkan dengan adanya komputer akan lebih mempercepat kinerja aparat desa.

4. kurangnya alat transportasi kantor, karena akan sangat memperlambat aktivitas aparat desa. Hal ini terjadi karena jarak kantor kepala desa yang jauh dari kecamatan.

5. Kurangnya alat komunikasi yang canggih.

6. Sumber daya manusia yang lemah. Hal ini terjadi karena sebagian besar masyarakat desa hanya tamat SMP, sehingga aparat desa hanya diisi oleh sumber daya manusia yang masih rendah.

7. Terbatasnya kemampuan teknologi yang ada.

8. Keuangan desa (kas desa) yang masih sangat kurang, hal ini diperparah dengan adanya bencana gempa bumi pada tahun 2006 lalu.

9. Beberapa sarana dan prasarana kantor Kepala Desa Sriharjo dalam melayani masyarakat.

Berdasarkan beberapa masalah diatas, hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat masalah yang dihadapi pemerintahan desa dalam era otonomi daerah menurut aparat pemerintahan desa diterima.


(49)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah Adalah Positif

Penilaian masyarakat desa sebagai sampel dapat diperoleh dari jawaban responden terhadap setiap pernyataan, akan diperoleh distribusi frekuensi bagi setiap kategori, yang kemudian secara kumulatif akan dilihat deviasinya menurut distribusi normal. Untuk pernyataan positif jawaban Sangat Tidak Setuju diberi nilai 1, jawaban Tidak Setuju diberi nilai 2, jawaban Ragu-ragu diberi nilai 3, jawaban Setuju diberi nilai 4, dan jawaban Sangat Setuju diberi nilai 5. Sebaliknya pada pernyataan negatif, jawaban Sangat Tidak Setuju diberi nilai 5, jawaban Tidak Setuju diberi nilai 4, jawaban Ragu-ragu diberi nilai 3, jawaban Setuju diberi nilai 2, dan jawaban Sangat Setuju diberi nilai 1. (Azwar, 1997)

Adapun hasil yang diperoleh dari responden yaitu 16 orang sampel bersikap positif dan 14 orang sampel bersikap negatif.

Tabel 8. Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah.

No Kategori Jumlah Persentase

1. Positif 17 56,67

2. Negatif 13 43,33

Jumlah 30 100

Sumber: Diolah dari Lampiran 6

Berdasarkan tabel 8 diatas, dapat menunjukkan bahwa dari 30 responden sebagai sampel terdapat penilaian masyarakat desa yang positif sebanyak 17 orang (56,67%) dan penilaian masyarakat desa yang negatif sebanyak 13 orang (43,33%), maka hipotesis yang menyatakan bahwa penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam


(50)

era otonomi daerah positif adalah diterima, artinya penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah lebih sesuai daripada sebelum otonomi daerah.

Hubungan Antara Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Desa dengan Penilaiannya Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh bahwa karakteristik sosial ekonomi masyarakat desa sebagai sampel (meliputi : umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, dan tingkat kosmopolitan) tidak memiliki hubungan dengan penilaiannya terhadap Pemerintahan Desa dalam era Otonomi Daerah di Desa Sriharjo. Sedangkan pada faktor jumlah pendapatan terdapat hubungan dengan penilaian masyarakat desa terhadap pemerintah desa dalam era otonomi daerah di Desa Sriharjo. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada uraian berikut ini:

Hubungan Antara Umur Masyarakat Desa Dengan Penilaiannya Terhadap Pemerintah Desa Dalam Era Otonomi Daerah

Umur dalam penelitian ini adalah umur masyarakat desa sebagai sampel yang merupakan anggota masyarakat Desa Sriharjo pada saat penelitian dilaksanakan. Gambaran hubungan umur dengan penilaiann masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dapat dilihat pada tabel 9 dibawah ini :

Tabel 9. Hubungan Antara Umur Masyarakat Desa Dengan Penilaian Masyarakat Desa terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah

Umur (tahun)

Penilaian Jumlah Positif Negatif

19 - 40 12 (40 %) 6 (20 %) 18 (60 %)

41 – 61 5 (16,6 %) 7 (23,3 %) 12 (40 %)

Jumlah 17 (56,7 %) 13 (43,3 %) 30 (100 %) Sumber : Diolah dari lampiran 7


(51)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

Berdasarkan tabel 9. diatas, dapat diketahui bahwa faktor umur, sebagian besar masyarakat desa sebagai sampel bersikap positif terhadap Pemerintahan Desa Sriharjo dalam era otonomi daerah. Hal ini terdapat pada jumlah 17 (55,7%) sampel yang menilai positif.

Berdasarkan hasil analisis statistika Rank Spearman, dimana diperoleh nilai rs = 0,0624 dan nilai t-hitung = 0,3308, yaitu lebih kecil dari nilai t-tabel ( =0,05) yaitu 1,701. Berdasarkan kriteria uji, H0 diterima apabila t-hitung t-tabel dan H0 ditolak

apabila t-hitung ≥ t-tabel. Hal ini menyatakan bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat

hubungan positif antara umur masyarakat desa dengan penilaian masyarakat desa terhadap pemerintah desa dalam era otonomi daerah ditolak. (lampiran 8).

Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Dengan Penilaiannya Terhadap Pemerintah Desa Dalam Era Otonomi Daerah

Tingkat pendidikan dalam penelitian ini adalah lamanya pendidikan formal yang diterima oleh masyarakat desa sebagai sampel. Gambaran hubungan tingkat pendidikan dengan penilaiannya terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah dapat dilihat pada tabel 10 berikut :

Tabel 10. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Dengan Penilaian Masyarakat Desa terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah

Tingkat Pendidikan

(tahun)

Penilaian Jumlah Positif Negatif

1 - 9 3 (10 %) 2 (6.6 %) 5 (16.6 %)

10 – 12 9 (30 %) 9 (30 %) 18 (60 %)

13 - 16 5 (16,7 %) 2(6,7 %) 7 (23,4 %)

Jumlah 17 (56,7 %) 13 (43,3 %) 30 (100 %) Sumber : Diolah dari lampiran 7


(52)

Berdasarkan tabel 10. diatas, dapat diketahui bahwa dari faktor tingkat pendidikan, masyarakat desa yang tingkat pendidikannnya tamatan SMP, yaitu 3 orang (10 %), tamatan SMU yaitu sebanyak 9 orang (30 %), dan Sarjana sebanyak 5 orang (16,7 %) bersikap positif terhadap Pemerintahan Desa Sriharjo dalam era otonomi daerah. Hal ini terdapat pada jumlah 17 (56,7 %) sampel yang menilai positif.

Berdasarkan hasil analisis statistika Rank Spearman, dimana diperoleh nilai rs = 0,0591 dan nilai t-hitung = 0,3175, yaitu lebih kecil dari nilai t-tabel ( =0,05) yaitu 1,701. Berdasarkan kriteria uji, H0 diterima apabila t-hitung t-tabel dan H0 ditolak

apabila t-hitung ≥ t-tabel. Hal ini menyatakan bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat

hubungan positif antara tingkat pendidikan masyarakat desa dengan penilaian masyarakat desa terhadap pemerintah desa dalam era otonomi daerah ditolak. (lampiran 9).

Hubungan Antara Jumlah Tanggungan Masyarakat Desa Dengan Penilaiannya Terhadap Pemerintah Desa Dalam Era Otonomi Daerah

Jumlah tanggungan dalam penelitian ini adalah banyaknya anggota keluarga yang menjadi beban tanggungan masyarakat desa sebagai sampel karena akan menjadi pertimbangan dalam setiap pengambilan keputusan. Gambaran hubungan jumlah tanggungan dengan penilaiannya terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah dapat dilihat pada tabel 11 berikut :

Tabel 11. Hubungan Antara Jumlah Tanggungan Masyarakat Desa Dengan Penilaian Masyarakat Desa terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah

Jumlah tanggungan

(orang)

Penilaian Jumlah Positif Negatif

0 – 3 12 (40 %) 11 (36,7 %) 23 (76,7 %)


(53)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus : Sumber : Diolah dari lampiran 7

Berdasarkan tabel 11. diatas, dapat diketahui bahwa dari faktor jumlah tanggungan, sebagian besar masyarakat desa bersikap positif terhadap Pemerintahan Desa Sriharjo dalam era otonomi daerah, yaitu jumlah tanggungan masyarakat desa 0 – 3 orang sebanyak 12 orang (40 %) dan jumlah tanggungan 4 – 6 orang sebanyak 5 orang (16,7 %).

Berdasarkan hasil analisis statistika Rank Spearman, dimana diperoleh nilai rs = 0,07790 dan nilai t-hitung = 0,4136, yaitu lebih kecil dari nilai t-tabel ( =0,05) yaitu 1,701. Berdasarkan kriteria uji, H0 diterima apabila t-hitung t-tabel dan H0 ditolak

apabila t-hitung ≥ t-tabel. Hal ini menyatakan bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat

hubungan positif antara tingkat pendidikan masyarakat desa dengan penilaian masyarakat desa terhadap pemerintah desa dalam era otonomi daerah ditolak. (lampiran 10).

Hubungan Antara Jumlah Pendapatan Masyarakat Desa Dengan Penilaiannya Terhadap Pemerintah Desa Dalam Era Otonomi Daerah

Pendapatan keluarga dalam penelitian ini adalah seluruh pendapatan bersih dalam bentuk uang yang diperoleh usahanya. Gambaran hubungan antara jumlah pendapatan masyarakat desa dengan penilaiannya terhadap pemerintahan desa dapat dilihat pada tabel 12 dibawah ini:

Tabel 12. Hubungan Antara Jumlah Pendapatan Masyarakat Desa Dengan Penilaian Masyarakat Desa terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah

Jumlah Pendapatan (Rupiah)

Penilaian Jumlah Positif Negatif

0 – 500.000 10 (33,4 %) 11 (36,6 %) 21 (70 %)

600.000 – 2.000.000 7 (23,3 %) 2 (6,7 %) 9 (30 %)


(54)

Sumber : Diolah dari lampiran 7

Berdasarkan tabel 12. diatas diketahui jumlah pendapatan keluarga masyarakat desa sebagian besar cenderung bersikap positif terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah, yaitu masyarakat desa dengan jumlah pendapatan berkisar antara 600.000 -2.000.000 yaitu sebanyak 7 orang (23,3 %).

Berdasarkan hasil analisis statistika Rank Spearman, dimana diperoleh nilai rs = 0,3333 dan nilai t-hitung = 1,870, yaitu lebih besar dari nilai t-tabel ( =0,05) yaitu 1,701. Berdasarkan kriteria uji, H0 diterima apabila t-hitung t-tabel dan H0 ditolak

apabila t-hitung ≥ t-tabel. Hal ini menyatakan bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat

hubungan positif antara jumlah pendapatan masyarakat desa dengan penilaian masyarakat desa terhadap pemerintah desa dalam era otonomi daerah diterima. (lampiran 11).

Hubungan Antara Tingkat Kosmopolitan Masyarakat Desa Dengan Penilaiannya Terhadap Pemerintah Desa Dalam Era Otonomi Daerah

Tingkat kosmopolitan dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dan otonomi daerah dengan mengetahui kepemilikan media, baik itu media cetak, media elektronik dan media massa lainnya. Gambaran hubungan antara tingkat kosmopolitan masyarakat desa dengan penilaiannya terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah dapat dilihat pada tabel 13 berikut ini :

Tabel 13. Hubungan Antara Tingkat Kosmopolitan Masyarakat Desa Dengan Penilaian Masyarakat Desa terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah

Tingkat Kosmopolitan

(buah)

Penilaian Jumlah Positif Negatif


(55)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

<2 5 (16,6 %) 7 (23,3 %) 12 (40 %)

≥2 12 (40 %) 6 (20 %) 18 (60 %)

Jumlah 17 (56,7 %) 13 (43,3 %) 30 (100 %)

Sumber : Diolah dari lampiran 7

Dari tabel 13 diatas dapat diketahui bahwa masyarakat desa dengan tingkat kosmopolitan ≥2 bersikap positif sebanyak 12 orang (40%). Hal ini dapat diketahui bahwa masyarakat desa dengan tingkat kosmopolitan ≥2 buah akan memiliki wawasan lebih luas terhadap perkembangan dunia luar sehingga akan lebih mengetahui kelebihan dari sistem otonomi daerah.

Berdasarkan hasil analisis statistika Rank Spearman, dimana diperoleh nilai rs = 0,1252 dan nilai t-hitung = 0,667 yaitu lebih kecil dari nilai t-tabel ( =0,05) yaitu 1,701. Berdasarkan kriteria uji, H0 diterima apabila t-hitung t-tabel dan H0 ditolak apabila

t-hitung ≥ t-tabel. Hal ini menyatakan bahwa hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan

positif antara tingkat tingkat kosmopolitan masyarakat desa dengan penilaian masyarakat desa terhadap pemerintah desa dalam era otonomi daerah ditolak. (lampiran 12).

Pengaruh Antara Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat Desa dengan Penilaiannya Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah

Adapun karakteristik sosial ekonomi masyarakat desa yang dibahas pengaruhnya terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah dalam penelitian ini adalah umur (X1), tingkat pendidikan (X2), jumlah tanggungan (X3), jumlah pendapatan (X4), dan

tingkat kosmopolitan (X5). Data setiap variabel sebagai hasil survey terhadap responnden

disajikan pada lampiran 13.

Berdasarkan model persamaan regresi linier berganda yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 14 berikut ini.


(56)

Tabel 14. Analisis Regresi Linier Berganda Karakteristik Yang Mempengaruhi Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah

Variabel Koefisien Regresi

t-hitung t-tabel

( =0.05) Probabilitas Signifikan

Intercept 42.222

X1 0.049 0.233 1.701 0.818 Tidak nyata

X2 0.254 0.257 1.701 0.799 Tidak nyata

X3 0.003 0.002 1.701 0.998 Tidak nyata

X4 1.97E-006 0.534 1.701 0.598 Tidak nyata

X5 -0.324 -0.150 1.701 0.882 Tidak nyata

Multiple R 0.166

R-square 0.028

F-hitung 0.136

F-tabel ( =0.05) 2.53

Sumber Diolah dari Lampiran 13

Dengan menggunakan rumus regresi linier berganda didapat persamaan sebagai berikut:

Y = 42.222 + 0.049 X1 + 0.254 X2 + 0.003 X3 + 1.97E-006 X4 – 0.324 X5

Dimana :

Y = Penilaian masyarakat desa X1 = Umur

X2 = Tingkat pendidikan

X3 = Jumlah tanggungan

X4 = jumlah pendapatan

X5 = Tingkat kosmopolitan

Dari analisis linier berganda secara serempak diperoleh F-hitung 0.136 yaitu lebih kecil dari F-tabel 2.53 pada tingkat kepercayaan 95%. Ini berarti bahwa secara serempak umur (X1), tingkat pendidikan (X2), jumlah tanggungan (X3), jumlah pendapatan (X4),


(57)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

desa terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah (Y). Hal ini menunujukkan tidak adanya saling keterkaitan yang erat antara variabel yang satu dengan yang lainnya. Dengan melihat kondisi di lapangan yaitu penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa di Desa Sriharjo memang dirasakan kurang harmonis dan tidak sejalan dalam pemikiran.

Secara parsial diperoleh bahwa umur (X1) tidak berpengaruh nyata dengan

penilaian masyarakat desa (Y) terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah yang ditunjukkan oleh nilai t-hitung 0,233 yaitu lebih kecil dari t-tabel 1,701 pada taraf kepercayaan 95% ( =0,05). Hal ini disebabkan semakin tinggi usia masyarakat desa semakin sukar dalam menerima inovasi baru dalam hal pemerintahan desa dan otonomi daerah dan masih sangat terikat dengan kebudayaan terdahulu.

Untuk tingkat pendidikan (X2) tidak berpengaruh nyata dengan penilaian

masyarakat desa desa (Y) terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah yang ditunjukkan oleh nilai t-hitung 0,257 yaitu lebih kecil dari t-tabel 1,701 pada taraf kepercayaan 95% ( =0,05). Hal ini dapat disebabkan karena semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat desa maka akan semakin untuk mengkritisi pemerintahan desa dalam mengatur kehidupan masyarakat desa.

Untuk jumlah tanggungan (X3) tidak berpengaruh nyata dengan penilaian

masyarakat desa desa (Y) terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah yang ditunjukkan oleh nilai t-hitung 0,002 yaitu lebih kecil dari t-tabel 1,701 pada taraf kepercayaan 95% ( =0,05).

Untuk jumlah pendapatan (X4) tidak berpengaruh nyata dengan penilaian


(58)

ditunjukkan oleh nilai t-hitung 0,534 yaitu lebih kecil dari t-tabel 1,701 pada taraf kepercayaan 95% ( =0,05). Hal ini disebabkan semakin tinggi jumlah pendapatan suatu keluarga, mereka akan semakin mudah untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik pada pihak swasta.

Untuk tingkat kosmopolitan (X5) tidak berpengaruh nyata dengan penilaian

masyarakat desa desa (Y) terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah yang ditunjukkan oleh nilai t-hitung -0,150 yaitu lebih kecil dari t-tabel 1,701 pada taraf kepercayaan 95% ( =0,05).

Nilai koefisien determinasi R-square yang diperoleh dari persamaan regresi linier berganda adalah sebesar 0,028. Hal ini memberi arti bahwa hanya 2,8% dari karakteristik sosial ekonomi mempengaruhi penilaian masyarakat desa terhadap pemeirntahan desa dalam era otonomi daerah. Sedangkan 93,2% dipengaruhi oleh faktor lain seperti budaya, lingkungan dan orang lain yang dianggap penting, lembaga pendidikan, pengalaman pribadi, dan pengaruh faktor emosional.

Masalah Yang Dihadapi Pemerintah Desa Dalam Era Otonomi Daerah Menurut Masyarakat Desa

Adapun masalah-masalah yang dihadapi pemerintah desa menurut masyarakat desa antara lain yaitu :

1. Adanya konflik internal antar para aparat desa. 2. Tidak tepat waktu dalam menjalankan tugasnya.


(59)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

4. Kurangnya tanggung jawab terhadap suatu tugas. 5. Kurangnya rasa keikhlasan dalam menjalani tugasnya.

6. Kurang adanya persatuan dan kesatuan antar aparat desa dengan masyarakat desa. 7. Tidak terjalin kerja sama antar aparat desa.

8. Adanya praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

9. Peraturan desa yang dibuat kurang tepat sasaran dan kurang ada solusi terhadap satu pelanggaran.

10.Data-data monografi desa yang sulit untuk ditemukan,

Berdasarkan beberapa masalah yang terdapat diatas, hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat masalah yang dihadapi pemerintah desa menurut masyarakat desa diterima.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Ada beberapa perbedaan antara Pemerintah Desa menurut UU No. 5 tahun 1979 dengan Pemerintah Desa dalam era otonomi daerah, antara lain yaitu :


(60)

 Pemilihan Kepala Desa.

 Hukum yang digunakan sebagai pedoman.

 Masa jabatan kepala desa dan perangkat desanya.

 Pelantikan kepala desa.

 Pertanggungjawaban kepala desa.

 Fungsi dan keanggotaan Lembaga Musyawarah Desa dan badan

Permusyawaratan Desa.

 Berkaitan dengan pengelolaan keuangan desa.

2. Terdapat masalah-masalah baik intern maupun ekstern yang dihadapi

pemerintahan desa menurut aparat desa.

3. Penilaian masyarakat desa terhadap pemerintah desa dalam era otonomi daerah adalah positif , sebanyak 17 orang (56,7%) bersikap positif dan 13 orang (43,3%) bersikap negatif.

4. Faktor sosial ekonomi masyarakat desa (umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, dan tingkat kosmopiltan) tidak berhubungan (tidak berkorelasi) dengan penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah, sedangkan pada faktor jumlah pendapatan terdapat hubungan (berkorelasi) dengan penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah.

5. Faktor sosial ekonomi masyarakat desa (umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, jumlah pendapatan, dan tingkat kosmopolitan) tidak berpengaruh nyata dengan penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam era


(61)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

6. Terdapat masalah baik intern maupun ekstern yang dihadapi pemerintahan desa dalam era otonomi daerah menurut masyarakat desa.

Saran

1. Saran kepada pemerintah

 Pemerintah sebaiknya juga memberi perhatian khusus pada dusun yang letaknya jauh dari kantor kepala desa, karena kurang mendapat perhatian dan kesulitan dalam mendapatkan informasi dari kantor kepala desa. 2. Saran kepada pemerintah desa

 Perlu dilakukan peningkatan pemanfaatan fungsi dari suatu organisasi yang tersedia di desa dengan cara meningkatkan kualitas kelompok tani.

 Aparat pemerintahan desa pada khususnya dan masyarakat desa pada umumnya agar mempelajari undang-undang tentang Pemerintahan Desa. 3. Saran kepada peneliti selanjutnya

 Agar diadakan penelitian mengenai bagaimana cara dalam menguatkan pemerintahan desa untuk mendapatkan upaya-upaya dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi pemerintahan desa.

 Agar diadakan penelitian terhadap faktor-faktor Sosial Ekonomi lainnya yang dapat mempengaruhi penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa, antara lain luas lahan masyarakat desa, jenis komoditi pertanian yang diusahakan dan lain-lain.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2006. Rencana Strategis Balitbang 2005-2009. Balitbang, Jakarta

Antolv, H. 2003. Kerangka Hukum Pemerintahan Desa Menurut UU No.22/1999. Dalam Jurnal Inovasi, vol 6

Azwar. 2007. Makalah : Community Development. Program Pasca Sarjana – Universitas Sumatera Utara

Black, J. A. dan D, J. Champion. 1999. Metode dan Masalah Penelitian Sosial. Refika Aditama. Bandung


(63)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

Ginting, M. 2005. Pembangunan Masyarakat Desa- Sebuah Refleksi. USU-Press. Mardikanto, T. 1993. Penyuluhan Pengembangan Pertanian. Sebelas Maret University

Press. Surakarta

Maryunani. 2004. Makalah “Perspektif Pengelolaan Keuangan Dan Ekonomi Desa. Nugroho, R., 2000. Otonomi Daerah-Desentralisasi Tanpa Revolusi. Gramedia.

Jakarta

Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomer 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah

Santoso, P. dkk. 2002. Merubah Watak Negara, Strategi Penguatan Partisipasi Desa. Lappera Pustaka Umum. Yogyakarta

Sedarmayanti. 2003. Good Govermance. Mandar Maju. Bandung Sujamto. 1990. Perspektif Otonomi Daerah. Rineka Cipta. Jakarta

Supriatna, T. 2007. Makalah : Otonomi Desa Menurut UU Nomer 32 tahun 2004. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara Syaukani, dkk. 2003. Otonomi

Daerah Dalam Negara Kesatuan. Pustaka Belajar. Yogyakarta

Tambunan, E. W. P. 1979. Penyuluhan Lintas Sektoral Cress Program Keluarga

Sehat. Medan

Widjaja, H. A. W. 2004. Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan

Utuh. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta

. 2004. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Yudhoyono, S. B,. 2001. Otonomi Daerah. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta Zakaria, Y. 2004. Merebut Negara. Lapera Pustaka Utama. Yogyakarta


(64)

(1)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

4. Kurangnya tanggung jawab terhadap suatu tugas. 5. Kurangnya rasa keikhlasan dalam menjalani tugasnya.

6. Kurang adanya persatuan dan kesatuan antar aparat desa dengan masyarakat desa. 7. Tidak terjalin kerja sama antar aparat desa.

8. Adanya praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

9. Peraturan desa yang dibuat kurang tepat sasaran dan kurang ada solusi terhadap satu pelanggaran.

10.Data-data monografi desa yang sulit untuk ditemukan,

Berdasarkan beberapa masalah yang terdapat diatas, hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat masalah yang dihadapi pemerintah desa menurut masyarakat desa diterima.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Ada beberapa perbedaan antara Pemerintah Desa menurut UU No. 5 tahun 1979 dengan Pemerintah Desa dalam era otonomi daerah, antara lain yaitu :


(2)

 Pemilihan Kepala Desa.

 Hukum yang digunakan sebagai pedoman.

 Masa jabatan kepala desa dan perangkat desanya.

 Pelantikan kepala desa.

 Pertanggungjawaban kepala desa.

 Fungsi dan keanggotaan Lembaga Musyawarah Desa dan badan

Permusyawaratan Desa.

 Berkaitan dengan pengelolaan keuangan desa.

2. Terdapat masalah-masalah baik intern maupun ekstern yang dihadapi

pemerintahan desa menurut aparat desa.

3. Penilaian masyarakat desa terhadap pemerintah desa dalam era otonomi daerah adalah positif , sebanyak 17 orang (56,7%) bersikap positif dan 13 orang (43,3%) bersikap negatif.

4. Faktor sosial ekonomi masyarakat desa (umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, dan tingkat kosmopiltan) tidak berhubungan (tidak berkorelasi) dengan penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah, sedangkan pada faktor jumlah pendapatan terdapat hubungan (berkorelasi) dengan penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah.

5. Faktor sosial ekonomi masyarakat desa (umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, jumlah pendapatan, dan tingkat kosmopolitan) tidak berpengaruh nyata dengan penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa dalam era otonomi daerah.


(3)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

6. Terdapat masalah baik intern maupun ekstern yang dihadapi pemerintahan desa dalam era otonomi daerah menurut masyarakat desa.

Saran

1. Saran kepada pemerintah

 Pemerintah sebaiknya juga memberi perhatian khusus pada dusun yang letaknya jauh dari kantor kepala desa, karena kurang mendapat perhatian dan kesulitan dalam mendapatkan informasi dari kantor kepala desa. 2. Saran kepada pemerintah desa

 Perlu dilakukan peningkatan pemanfaatan fungsi dari suatu organisasi yang tersedia di desa dengan cara meningkatkan kualitas kelompok tani.

 Aparat pemerintahan desa pada khususnya dan masyarakat desa pada umumnya agar mempelajari undang-undang tentang Pemerintahan Desa. 3. Saran kepada peneliti selanjutnya

 Agar diadakan penelitian mengenai bagaimana cara dalam menguatkan pemerintahan desa untuk mendapatkan upaya-upaya dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi pemerintahan desa.

 Agar diadakan penelitian terhadap faktor-faktor Sosial Ekonomi lainnya yang dapat mempengaruhi penilaian masyarakat desa terhadap pemerintahan desa, antara lain luas lahan masyarakat desa, jenis komoditi pertanian yang diusahakan dan lain-lain.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2006. Rencana Strategis Balitbang 2005-2009. Balitbang, Jakarta

Antolv, H. 2003. Kerangka Hukum Pemerintahan Desa Menurut UU No.22/1999. Dalam Jurnal Inovasi, vol 6

Azwar. 2007. Makalah : Community Development. Program Pasca Sarjana – Universitas Sumatera Utara

Black, J. A. dan D, J. Champion. 1999. Metode dan Masalah Penelitian Sosial. Refika Aditama. Bandung


(5)

Indro Budianto : Penilaian Masyarakat Desa Terhadap Pemerintahan Desa Dalam Era Otonomi Daerah (Studi kasus :

Ginting, M. 2005. Pembangunan Masyarakat Desa- Sebuah Refleksi. USU-Press. Mardikanto, T. 1993. Penyuluhan Pengembangan Pertanian. Sebelas Maret University

Press. Surakarta

Maryunani. 2004. Makalah “Perspektif Pengelolaan Keuangan Dan Ekonomi Desa. Nugroho, R., 2000. Otonomi Daerah-Desentralisasi Tanpa Revolusi. Gramedia.

Jakarta

Perundang-Undangan Republik Indonesia Nomer 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah

Santoso, P. dkk. 2002. Merubah Watak Negara, Strategi Penguatan Partisipasi Desa. Lappera Pustaka Umum. Yogyakarta

Sedarmayanti. 2003. Good Govermance. Mandar Maju. Bandung Sujamto. 1990. Perspektif Otonomi Daerah. Rineka Cipta. Jakarta

Supriatna, T. 2007. Makalah : Otonomi Desa Menurut UU Nomer 32 tahun 2004. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara Syaukani, dkk. 2003. Otonomi

Daerah Dalam Negara Kesatuan. Pustaka Belajar. Yogyakarta

Tambunan, E. W. P. 1979. Penyuluhan Lintas Sektoral Cress Program Keluarga

Sehat. Medan

Widjaja, H. A. W. 2004. Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan

Utuh. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta

. 2004. Otonomi Daerah dan Daerah Otonom. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Yudhoyono, S. B,. 2001. Otonomi Daerah. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta Zakaria, Y. 2004. Merebut Negara. Lapera Pustaka Utama. Yogyakarta


(6)

Dokumen yang terkait

Implementasi Hubungan Pemerintahan Desa Dengan Kecamatan Pada Masa Otonomi Daerah

0 37 106

Pengembangan Kapasitas Kelembagaan Kelompok Swadaya Masyarakat (Studi Kasus di Desa Wonokromo Kecamatan Pleret Kabupaten Bantul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)

8 40 157

ANALISIS DAMPAK EKONOMI DESA WISATA WUKIRSARI KECAMATAN IMOGIRI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

4 16 20

MODEL PENGEMBANGAN AGROWISATA BERBASIS KEARIFAN LOKAL (Studi Kasus di Desa Kebon Agung Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta)

3 31 80

ANALISIS DAMPAK EKONOMI DESA WISATA WUKIRSARI KECAMATAN IMOGIRI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

10 44 138

PELAYANAN LEMBAGA OMBUDSMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DALAM MENINDAKLANJUTI ADUAN TERKAIT ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DI KABUPATEN BANTUL (Penjaringan dan Penyaringan Pamong Desa Di Desa Bantul, Kecamatan Bantul).

1 1 17

MODAL SOSIAL KADER DESA DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI DESA BANGUNJIWO KECAMATAN KASIHAN KABUPATEN BANTUL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

4 74 262

PERAN PEMUDA DALAM PENGEMBANGAN DESA WISATA DI DESA KEBONAGUNG, KECAMATAN IMOGIRI, KABUPATEN BANTUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

17 72 197

ANALISIS POTENSI ENERGI DI DESA WUKIRSARI KECAMATAN IMOGIRI KABUPATEN BANTUL PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA | Nur Giyatno | Jurnal Teknosains 3991 6477 1 SM

0 0 9

Analisis Stabilitas Lereng Terhadap Permukiman di Dusun Pengkol, Desa Sriharjo, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, D.I Yogyakarta

1 2 6