Trichomonas Vaginalis-Protozoa Patogen Saluran Urogenital

TRICHOMONAS VAGINALIS

Yunilda Andriyani
Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran,
Universitas Sumatera Utara

Abstract :
Trichomonas vaginalis is a pathogenic protozoan, commonly found in the human
genitourinary tract. Transmitted primarily by sexual intercourse. It is an ovoid
organism, motility is brought by flagellas, and cysts stage are not formed.
Trichomonas vaginalis causes trichomoniasis in both women and men, which is
implicated in various other genitourinary syndromes.

Keywords : Trichomonas vaginalis, trichomoniasis

1
Yunilda Adriyani: Trichomonas Vaginalis-Protozoa Patogen Saluran Urogenital, 2005

USU Repository©2006

Pendahuluan


Trichomonas vaginalis merupakan protozoa patogenik yang biasanya dijumpai di
traktus genitourinaria manusia yang terinfeksi. Ditularkan malalui hubungan seksual,
yang dapat menyebabkan vaginitis pada wanita dan uretritis non-gonococcoal pada
pria. Diperkirakan lebih dari 200 juta orang di seluruh dunia terinfeksi parasit ini.(1)
Oleh karena itu Trichomonas vaginalis menjadi sangat menarik untuk dipelajari,
apalagi telah dilakukan studi yang mengindikasikan bahwa infeksi Trichomonas
vaginalis meningkatkan transmisi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau dapat
mengakibatkan keganasan pada servix.(1,2,3,4,5,6,7)

Taksonomi dan Sejarah Penemuan Trichomonas vaginalis

Trichomonas vaginalis, merupakan protozoa dari super-class Mastigophora (Diesing,
1866), class Zoomastigophora (Calkins, 1909), ordo Trichomonadina (Kirby, 1947),
dan famili Trichomonadidae (Chalmers dan Pekola, 1918). Famili Trichomonadidae ini
kemudian oleh Honigberg (1946) dibagi menjadi subfamili Trichomonadinae (dengan
genus Trichomonas dan Pentatrichomonas) dan Tritrichomonadinae.

Trichomonas vaginalis pertama kali dideskripsikan oleh Alfred Donné pada tanggal 19
September 1836 pada saat Academy of Sciences di Paris. Pada saat itu dikatakan

bahwa ia menemukan suatu organisme yang disebutnya sebagai animalcules dari sekret
segar vagina. Dan disepakati pada saat itu juga organisme ini dinamakan Trico-monas
vaginale, oleh karena mirip dengan organisme dari genus Monas dan Trichodina.(1,2,3,8)
2
Yunilda Adriyani: Trichomonas Vaginalis-Protozoa Patogen Saluran Urogenital, 2005

USU Repository©2006

Dua tahun kemudian, Ehrenberg memastikan penemuan Donné dan memberikan nama
pada protozoa ini yaitu Trichomonas vaginalis.
Pada tahun 1884, Marchand menemukan Trichomonas vaginalis pada traktus urinarius
pria.
Selama 50 tahun selanjutnya, penelitian tentang Trichomonas vaginalis tidak begitu
menarik perhatian para ilmuwan. Mereka lebih tertarik mempelajari diagnosis dan
pengobatan gonorrhoe dan syphillis sebagai penyakit yang ditularkan melalui hubungan
seksual. Dan baru pada tahun 1916 Hoehne melaporkan bahwa Trichomonas vaginalis
adalah suatu flagellata yang patogenik karena ia menemukan kolpitis yang disebabkan
oleh Trichomonas vaginalis.
Penelitian tentang protozoa ini terus berkembang hingga pada tahun 1943 oleh Allison
trichomoniasis direkomendasikan sebagai salah satu penyebab penting penyakit yang

ditularkan melalui hubungan seksual.

Dari beberapa species Trichomonas (Trichomonas vaginalis, Trichomonas tenax, dan
Pentatrichomonas hominis),

yang bersifat parasit patogen pada manusia

hanya

Trichomonas vaginalis. (1,2)

Morfologi dan Biologi

Protozoa ini berbentuk oval, panjang 4-32 µm dan lebar 2,4-14,4 µm, memiliki flagella
dan undulating membran yang panjangnya hanya setengah panjang tubuhnya. Intinya
berbentuk oval dan terletak di bagian atas tubuhnya, di belakang inti terdapat
blepharoblast sebagai tempat keluarnya 4 buah flagella yang menjuntai bebas dan
3
Yunilda Adriyani: Trichomonas Vaginalis-Protozoa Patogen Saluran Urogenital, 2005


USU Repository©2006

melengkung di ujungnya sebagai alat geraknya yang ‘maju-mundur’. Flagella kelima
melekat ke undulating membrane dan menjuntai ke belakang sepanjang setengah
panjang tubuh protozoa ini. Sitoplasma terdiri dari suatu struktur yang berfungsi seperti
tulang yang disebut sebagai axostyle. (1,2,3,7,8,9,10)

Keterangan gambar : (2)
A. Flagella

E. Parabasal body dan filamen

B. Blepharoplast

F. Nukleus

C. Axostyle

G. Undulating membrane


D. Granula kromatin
4
Yunilda Adriyani: Trichomonas Vaginalis-Protozoa Patogen Saluran Urogenital, 2005

USU Repository©2006

Trichomonas vaginalis ini memperoleh makanan secara osmosis dan fagositosis.
Perkembangbiakannya dengan cara membelah diri (binary fision), dan inti membelah
dengan cara mitosis yang dilakukan setiap 8 sampai 12 jam dengan kondisi yang
optimum. Jadi tidak heran bila dalam beberapa hari saja protozoa ini dapat berkembang
mencapai jutaan. Tidak seperti protozoa lainnya, Trichomonas vaginalis tidak memiliki
bentuk kista. (1,2,3,8,9,10)

Sel-sel Trichomonas vaginalis memiliki kemampuan untuk melakukan fagositisis.
Vakuola, partikel, bakteri, virus, atau pun leukosit dan eritrosit (tetapi jarang) dapat
ditemukan di dalam sitoplasma.

Pada infeksi yang ditemukan bercampur dengan

Neisseria gonorrhoe, Mycoplasma hominis, atau Chlamydia trachomatis, maka

kebanyakan gonococcus akan dibunuh dalam waktu 6 jam, dan semua mycolasma akan
dibunuh dalam waktu 3 jam. Belum diketahui berapa lama waktu yang dibutuhkan
untuk membunuh Chlamydia trachomatis, tetapi belum ada bukti yang menunjukkan
Chlamydia trachomatis dapat bertahan hidup bila dijumpai infeksi campuran dengan
Trichomonas vaginalis.(1)
Untuk hidup dan berkembang biak, Trichomonas vaginalis membutuhkan kondisi
lingkungan yang konstan dengan temperatur sekitar 35-37°C, pH antara 4,9 dan 7,5 dan
sangat baik perumbuhannya pada pH berkisar 5,5 dan 6. Sangat sensitif terhadap
tekanan osmotik dan kelembaban lingkungan. Protozoa ini akan cepat mati bila
diletakkan di air atau dikeringkan..(1,2,8)
Meskipun penularan Trichomonas vaginalis secara non-venereal sangat jarang, ternyata
organisme ini dapat hidup beberapa jam di lingkungan yang sesuai dengan
lingkungannya.(1,3)
5
Yunilda Adriyani: Trichomonas Vaginalis-Protozoa Patogen Saluran Urogenital, 2005

USU Repository©2006

Trichomonas vaginalis dapat diidentifikasi dari sediaan sekret vagina yang masih segar,
dimana kita dapat melihat organisme ini secara jelas beserta pergerakannya. Selain dari

sekret vagina, protozoa ini dapat juga kita temukan dalam urine. Tetapi sediaan dari
sekret vagina yang masih segar lebih baik karena protozoa ini sangat sensitif dan
mudah mati, apalagi pada urine bisa terdapat sel-sel lain (seperti leukosit) yang
menyulitkan kita untuk membedakannya. (2,3,9)

Epidemiologi

Trichomonas vaginalis biasanya ditularkan melalui hubungan seksual. Dan ternyata
organisme ini dapat bertahan hidup selama 45 menit di tempat dudukan toilet, baju
mandi, pakaian dan air hangat. Penularan perinatal ditemukan sekitar 5% dari ibu yang
terinfeksi trichomoniasis, tetapi biasanya ‘self-limited’ oleh karena metabolisme dari
hormon ibu.

(1,3,10)

Tetapi pernah dilaporkan suatu kasus ‘respiratory distress’ bayi

laki-laki cukup bulan, dimana pada sediaan basah sputum kentalnya dijumpai sedikit
leukosit dan organisme Trichomonas vaginalis. (8)


Trichomoniasis menyebar luas di seluruh dunia, baik itu di pedesaan maupun
perkotaan. Pada tahun 1970-an, WHO memperkirakan angka kejadian trichomoniasis
mencapai 180 juta.
Di Amerika Serikat trichomoniasis menginfeksi sekitar 2-3 juta wanita, dan organisme
ini dijumpai pada 30-40% pria yang merupakan pasangan seksual penderita
trichomoniasis ini.(1,3,7,11)
6
Yunilda Adriyani: Trichomonas Vaginalis-Protozoa Patogen Saluran Urogenital, 2005

USU Repository©2006

Tiga penelitian di Nigeria pada tahun 1993 menyebutkan angka prevalensi di Afrika
Barat 24,7% (505) dari 2048 spesimen urine yang diambil dari siswa yang memiliki
pendidikan yang tinggi dimana 74% (375) pada wanita dan 26% (131) pada pria.
Pada populasi dengan resiko rendah umumnya angka kejadian trichomoniasis rendah,
lebih kurang 1%. Tetapi pada mereka yang beresiko tinggi seperti pekerja seks, gaya
hidup seks bebas, angka kejadiannya menjadi cukup tinggi yaitu sekitar 10-50% pada
wanita. Suatu studi di California menyebutkan 12% dari 204 pria positif trichomoniasis
setelah dilakukan kultur dari urinenya.


Suatu penelitian di Dares-Salaam, Tanzania, dari 359 pasien ginekologik yang
diperiksa, ternyata mereka yang terinfeksi Trichomonas vaginalis memiliki resiko 3
kali lipat lebih tinggi terinfeksi HIV.
Akhir-akhir ini telah dilakukan studi di New Orlens tentang hubungan antara HIV dan
Trichomonas vaginalis, ternyata setelah dikumpulkan data dari tahun 1990 sampai
1998 ditemukan sekitar 16,1% wanita per tahun adalah penderita co-infected HIV dan
Trichomonas vaginalis. (3,5)

Patogenesa dan Patologi

Dalam kondisi normal, pH vagina berada di kisaran 3,8 dan 4,4 yang disebabkan oleh
adanya asam laktat yang dihasilkan oleh lactobacillus Döderlein. Lactobaciilus ini
dalam hidupnya menggunakan suplai glikogen yang terdapat pada sel-sel vagina. Jadi,
dalam pemeriksaaan sitologi vagina normal tidak terdapat bakteri atau mikroorganisme
lain kecuali lactobacillus Döderlein.
7
Yunilda Adriyani: Trichomonas Vaginalis-Protozoa Patogen Saluran Urogenital, 2005

USU Repository©2006


Trichomonas vaginalis masuk ke dalam vagina melalui hubungan seksual, yang
kemudian menyerang epitel squamosa vagina dan mulai bermultiplikasi secara aktif.
Hal ini menyebabkan suplai glikogen untuk lactobacillus menjadi berkurang bahkan
menjadi tidak ada sama sekali. Dan diketahui secara in vitro ternyata Trichomonas
vaginalis ini memakan dan membunuh lactobacillus dan bakteri lainnya. Akibatnya
jumlah lactobacillus Döderlein menjadi sedikit dan dapat hilang sama sekali sehingga
produksi asam laktat akan semakin menurun. Akibat kondisi ini, pH vagina akan
meningkat antara 5,0 dan 5,5. Pada suasana basa seperti ini selain Trichomonas
vaginalis berkembang semakin cepat, akan memungkinkan untuk berkembangnya
mikroorganisme patogen lainnya seperti bakteri dan jamur. Sehingga pada infeksi
trichomoniasis sering dijumpai bersamaan dengan infeksi mikroorganisme patogen
lainnya pada vagina. Pada kebanyakan wanita yang menderita trichomoniasis sering
dijumpai bersamaan dengan infeksi oleh organisme yang juga patogen seperti
Ureaplasma urealyticum dan atau Mycoplasma hominis sekitar lebih dari 90%,
Gardnerella vaginalis sekitar 90%, Neisseria gonorrhoe sekitar 30%, jamur sekitar
20%, dan Chlamydia trachomatis sekitar 15%. (1,2,3,8)

Suatu penelitian in vitro terhadap Trichomonas vaginalis menunjukkan bahwa
organisme ini memiliki kemampuan untuk menghancurkan sel target dengan kontak
langsung tanpa harus melalui proses phagocytosis. Organisme ini menghasilkan suatu

faktor pendeteksi sel (cell-detaching factor) yang menyebabkan kehancuran sel
sehingga mengelupas epithel vagina.
Suatu penelitian juga menunjukkan bahwa gejala trichomoniasis dipengaruhi oleh
konsentrasi estrogen vagina, makin tinggi kadarnya, makin berkurang gejala yang
8
Yunilda Adriyani: Trichomonas Vaginalis-Protozoa Patogen Saluran Urogenital, 2005

USU Repository©2006

ditimbulkannya. β-estradiol diteliti dapat mengurangi aktivitas cell-detaching factor
dari Trichomonas vaginalis. Hal ini dapat menjelaskan mengapa pemakaian estradiol
intravaginal dapat mengurangi gejala klinis Trichomonas vaginitis.(7)

Mengenai hubungannya dengan kanker serviks, Trichomonas vaginalis diketahui dapat
mengubah gambaran sitologi dan histologi dari serviks, dan gambaran ini mungkin
cukup membingungkan dengan gambaran sitologi dan histologi yang disebabkan oleh
virus human papilloma. Tetapi masih belum jelas hubungan sebab akibat langsung
antara kanker servix dan trichomonal vaginitis. Mungkin hubungannya dapat dikaitkan
oleh karena organisme ini dapat menimbulkan kerusakan atau erosi jaringan serviks
yang nantinya dapat memudahkan virus seperti human papiloma atau pun HIV
menginfiltrasi ke dalam jaringan serviks. (1,2,9)

Gejala klinis

Pasien-pasien dengan trichomoniasis dapat simptomatik atau asimptomatik. Dan
biasanya parasit ini dijumpai secara tidak sengaja melalui pemeriksaan sekret vagina
(latent trichomoniasis).(1,3,6)
Masa inkubasinya berkisar 3 sampai 28 hari, rata-rata 7 hari.
Gejala klinisnya dapat terdiri dari :
•dijumpainya cairan vagina bewarna kuning kehijauan, pada kasus yang berat dapat
berbusa.
•cairan vagina berbau tidak sedap
9
Yunilda Adriyani: Trichomonas Vaginalis-Protozoa Patogen Saluran Urogenital, 2005

USU Repository©2006

•rasa gatal
•panas
•iritasi
•dispareunia
•perdarahan vagina abnormal, terutama setelah coitus
•disuria ringan (1,2,3,4,6,7,8,9,10,11,12)
Nyeri abdomen dapat dijumpai pada 12% wanita penderita trichomoniasis dimana
kemungkinan telah terjadi vaginitis berat dan dapat dijumpai regional lymphadenopati,
atau endrometritis/salpingitis.
Pada pemeriksaan vagina dengan spekulum, mukosa vagina kadang tampak hiperemis
dengan bintik lesi bewarna merah, yang sering disebut dengan “strawberry vaginitis”
atau “colpitis macularis”. Pemeriksaan secara mikroskopik pada cairan vagina dari
colpitis macularis ternyata rata-rata terdapat 18 organisme Trichomonas vaginalis per
lapangan pandang besar, sedangkan pada yang tidak dijumpai colpitis macularis ratarata hanya dijumpai 7 organisme(1,2,3,4,8)

Apabila Trichomonas vaginitis ini tidak diterapi dengan baik, organisme ini dapat
menjadi dormant dan berkolonisasi di urethra serta di kelenjar Skene dan Bartholin,
sehingga hal ini menyebabkan berulangnya infeksi Trichomonas vaginitis sehingga
menjadi trichomoniasis kronik.
Dari penelitian terakhir ternyata infeksi Trichomonas vaginalis diketahui juga
berhubungan dengan komplikasi pada organ reproduksi, seperti infeksi pasca operasi
caesar, infertilitas serta kelahiran prematur.(1,2)

10
Yunilda Adriyani: Trichomonas Vaginalis-Protozoa Patogen Saluran Urogenital, 2005

USU Repository©2006

Pada pria biasanya asimptomatik. Trichomonas vaginalis biasanya dapat ditemukan di
urethra, para-urethra dan kelenjar Cowper, vesikula seminalis, prostat, epididymis dan
testis. Tetapi organisme ini paling sering ditemukan berkumpul di prostat. Apabila telah
mengenai prostat dan vesikula seminalis atau bagian lain dari traktus urinarius,
biasanya gejala menjadi lebih berat.
Dari pemeriksaan dapat ditemui Trichomonas vaginalis pada cairan kelamin. Prostat
mungkin bisa membesar dan kadang-kadang dihubungkan dengan epididymitis . Gejala
yang dikeluhkan dapat berupa disuria dan nokturia. (1,2,3,4,7)
Menurut J ra, gejala trichomoniasis pada pria dapat dibagi menjadi 3 stadium, yaitu :
o stadium akut primer, dijumpai eksudat urethra
o stadium sub-kronik , eksudat dijumpai sangat sedikit
o stadium laten, gejala klinis tidak dijumpai
o stadium kronik, yang dapat berlangsung sampai beberapa tahun (2)
Dari berbagai penelitian dikatakan bahwa Trichomonas vaginalis ditemukan dari 14 –
60 % pria pasangan wanita yang terinfeksi, tetapi sebaliknya Trichomonas vaginalis
ditemukan dari 67-100% wanita pasangan pria yang terinfeksi. Mungkin hal ini
disebabkan oleh karena tingginya kadar Zinc dan substansi antitrichomonas pada cairan
prostat yang berperan menghambat perkembangan organisme ini. (1)

Diagnosa

Diagnosa dapat ditegakkan melalui hal-hal berikut ini :
• Gejala klinis

11
Yunilda Adriyani: Trichomonas Vaginalis-Protozoa Patogen Saluran Urogenital, 2005

USU Repository©2006

Diagnosa ditegakkan melalui gejala klinis baik yang subjektif maupun objektif.
Tetapi diagnosa sulit ditegakkan pada penderita pria dimana trichomoniasis pada
pria hanya dijumpai sedikit organisme Trichomonas vaginalis dibandingkan
dengan wanita penderita trichomoniasis.(1)
• Pemeriksaan mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopis secara langsung dilakukan dengan cara membuat
sediaan dari sekret dinding vagina dicampur dengan satu tetes garam fisiologis di
atas gelas objek dan langsung dapat dibaca di bawah mikroskop. Atau apabila
tidak dapat langsung dibaca, dapat mengirimkan gelas objek yang telah dioleskan
sekret vagina tersebut dalam tabung yang telah berisi garam fisiologis. (1,3,4,8,11,12)
Pemberian beberapa tetes KOH 10-20% pada cairan vagina yang diperiksa, dapat
menimbulkan bau yang tajam dan amis pada 75% wanita yang positif
trichomoniasis dan infeksi bakterial vaginosis, tetapi tidak pada mereka yang
menderita vulvovaginal kandidiasis. Untuk menyingkirkan bakterial vaginosis
dari infeksi trichomoniasis dapat diketahui dengan memeriksa konsentrasi
laktobasillus yang jelas berkurang pada trichomonisis dan pH vagina yang lebih
basa. (1,3)
Dari pemeriksaan sekret secara mikroskopik pada mereka yang terinfeksi
trichomoniasis, dapat dijumpai sel-sel PMN yang sangat banyak, coccobacillus,
serta organisme Trichomonas vaginalis (pada sedian yang segar dapat kelihatan
motile).
• Kultur
Selain pemeriksaan secara klinis dan mikroskopik langsung, cara lain yang dapat
dilakukan adalah dengan kultur, terutama pada mereka yang sedikit jumlah
12
Yunilda Adriyani: Trichomonas Vaginalis-Protozoa Patogen Saluran Urogenital, 2005

USU Repository©2006

organisme Trichomonas vaginalis-nya, seperti pada pria atau pun wanita
penderita trichomoniasis kronik.
• Serologi dan immunologi
Pemeriksaan dengan cara ini belum menjamin dan belum cukup sensitif untuk
diagnosis infeksi Trichomonas vaginalis.. Walaupun sudah banyak penelitian
yang akhir-akhir ini menggunakan teknik serologi untuk mendiagnosa infeksi T.
vaginalis.(1,8)

Terapi

Metronidazole adalah antibiotik pilihan pertama dan yang paling baik untuk kasuskasus trichomoniasis, meskipun kini telah hadir sejumlah turunannya seperti tinidazole,
ornidazole, memorazole, tioconazole, dll.
Pengobatan trichomoniasis

dengan menggunakan metronidazole pertama kali

diperkenalkan oleh Cosar dan Julou yang mendemonstrasikan aktivitas in vitro
metronidazole terhadap Trichomonas vaginalis.
Dosis yang disarankan untuk trichomoniasis ini adalah :
• 2 gram, dosis sekali minum (single dose)
• 250 mg 3 kali sehari selama 7-10 hari
• 500 mg 2 kali sehari selama 5-7 hari
Pada kasus-kasus gagal terapi maka dapat diberikan dosis 2 gram metronidazole sehari
sekali selama 3-5 hari.

13
Yunilda Adriyani: Trichomonas Vaginalis-Protozoa Patogen Saluran Urogenital, 2005

USU Repository©2006

Pemberian metronidazole terhadap wanita hamil tidak disarankan karena diketahui
bahwa metronidazole dapat melewati plasenta barrier, walaupun efek teratogeniknya
masih dipertanyakan.

Pemberian metronidazole secara topikal pada vagina dapat mengurangi gejala-gejala
klinis, tetapi tidak dapat menyembuhkan infeksi ini karena Trichomonas vaginalis juga
menginfeksi urethra dan kelenjar periurethtral, sehingga bila dilakukan pemberian
topikal saja tidak akan dapat membunuh semua organisme ini yang nantinya dapat
menyebabkan terjadinya re-infeksi. Pemberian secara topikal dianjurkan pada
kehamilan yang kurang dari 20 minggu atau pada penderita yang peka terhadap
metronidazole.
Sebaiknya terapi juga diberikan kepada kedua pasangan, agar tidak terjadi re-infeksi
dan

dapat

meningkatkan

persentase

penyembuhan

sampai

dengan

95%.

(1,2,3,4,6,7,8,9,10,11,12)

Pencegahan

Pencegahan infeksi yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis dapat dilakukan
dengan penyuluhan dan pendidikan terhadap pasien dan masyarakat umumnya tentang
infeksi ini serta diagnosis dan penanganan yang tepat pada pasangan penderita
trichomoniasis.

Pemakaian kondom dapat dijadikan sebagai salah satu cara untuk mencegah tertularnya
pasangan seksual terhadap infeksi ini.
14
Yunilda Adriyani: Trichomonas Vaginalis-Protozoa Patogen Saluran Urogenital, 2005

USU Repository©2006

Kesimpulan

Trichomonas vaginalis adalah protozoa patogen dari saluran urogenital. Cara
infeksinya terutama melalui hubungan seksual, sehingga dimasukkan sebagai
organisme penyebab Sexual Transmitted Disease. Trichomoniasis pada wanita sering
menimbulkan gejala vaginitis sedangkan pada pria biasanya asimptomatis sehingga
sering menyulitkan untuk menegakkan diagnosanya. Berhubungan seksual dengan
tidak berganti-ganti pasangan dapat dijadikan sebagai salah satu cara untuk mencegah
tertularnya infeksi yang disebabkan parasit ini. Dan apabila salah satu pasangan
menderita trichomoniasis, maka sebaiknya pengobatan diberikan kepada kedua orang
pasangan tersebut.

15
Yunilda Adriyani: Trichomonas Vaginalis-Protozoa Patogen Saluran Urogenital, 2005

USU Repository©2006

Kepustakaan :

1.

Krieger JN., Alderete JF . Trichomonas vaginalis and Trichomoniasis. In: Holmes
KK., Mardh P., Sparling PF. Sexually Transmitted Disease. International Edition.
New Yor. Mc-Graw Hill. 1999 : 587-98

2.

Candiani GB, Carneri ID, Macchi L, Bisbini P,. Trichomonisis. Milan. Grafiche
Ricordi, 1973 : 7-17,33-50

3.

Cook GC.

Trichomonal Infection. In : Manson’s Tropical Disease. 20th ed.

London. ELBS & WB Saunders. 1996 : 1315-17
4.

Perkins

AM.

Trichomoniasis.

Available

from

URL

:

http://www.emedicine.com/med/topic2308.htm
5.

Sorvillo F. Trichomonas vaginalis, HIV and African-Americans. Available from
URL: http://www.cdc.gov/ncidod/eid/vol7no6/sorvillo.htm-84k

6.

Chin J, Ascher MS. Trichomoniasis. In Control of Communicable Diseases
Manual. 17th ed. Washington DC. American Public Health Ass. 2000 : 511-12

7.

Markell EK, John DT, Krotoski WA. Medical Parasitology. 8th ed. Philadelphia.
WB Saunders. 1999 : 65-7

8.

Garcia LS, Bruckner DA. Diagnostik Parasitologi Kedokteran. Jakarta. EGC.1996
: 63-5

9.

Beaver PC, Jung RC, Cupp EW. Clinical Parasitology. 9th ed.. Philadelphia. Lea
& Febiger, 1984 : 49-51

10.

Faust EC, Russell PF. Clinical Parasitology. 7th Ed. Philadelphia. Lea & Febiger.
1964 : 98-101

16
Yunilda Adriyani: Trichomonas Vaginalis-Protozoa Patogen Saluran Urogenital, 2005

USU Repository©2006

11.

Woman’s

Diagnostic

Cyber

Disease

Profile.

Available

from

URL

:

http://www.wdxcyber.com/dxvag003.htm
12.

Prawirohardjo S. Ilmu Kandungan. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 1997 : 276-77

17
Yunilda Adriyani: Trichomonas Vaginalis-Protozoa Patogen Saluran Urogenital, 2005

USU Repository©2006